Anda di halaman 1dari 7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengamatan Fisika Tanah
2.1.1 Tekstur Tanah
Tekstur tanah merupakan karakteristik lahan yang terpenting untuk
pertumbuhan suatu tanaman, terkait dengan penyediaan air bagi suatu tanaman
serta perkembangan akar tanaman. Dengan diketahuinya karakteristik tekstur
tanah ini maka akan memudahkan pemilihan dan penetapan komoditas sesuai
untuk dikembangkan pada suatu wilayah, akan menjadi kualitas pada suatu lahan
yang akan menentukan kelas kemampuan lahan untuk komoditas tertentu
(Hazarika et al., 2010). Tekstur tanah biasa juga disebut besar butir tanah,
termasuk salah satu sifat tanah yang paling sering ditetapkan. Hal ini disebabkan
karena tekstur tanah berhubungan erat dengan pergerakan air dan zat terlarut,
udara, pergerakan panas, berat volume tanah, luas permukaan spesifik (specific
surface), kemudahan tanah memadat (compressibility), dan lain-lain (BIS, 2010).
2.1.2 Struktur Tanah
Struktur tanah merupakan sifat fisik tanah yang menggambarkan susunan
keruangan partikel-partikel tanah yang bergabung satu dengan yang lain
membentuk agregat. Dalam tinjauan morfologi, struktur tanah adalah sebagai
susunan partikel-partikel primer menjadi satu kelompok partikel (cluster) yang
disebut agregat yang dapat dipisah-pisahkan kembali serta mempunyai sifat yang
berbeda dari sekumpulan partikel primer yang tidak teragregasi. Dalam tinjauan
edafologi, sejumlah faktor yang berkaitan dengan struktur tanah jauh lebih
penting dari sekedar bentuk dan ukuran agregat (Handayani, 2011).
Menurut Putra (2009) menyatakan struktur tanah merupakan partikel-
partikel tanah seperti pasir, debu, dan liat yang membentuk agregat tanah antara
suatu agregat dengan agregat yang lainnya. Dengan kata lain struktur tanah
berkaitan dengan agregat tanah dan kemantapan agregat tanah. Hasil penelitian
Arabia (2009) menjelaskan bahwa struktur tanah baru terbentuk setelah satu
sampai tiga bulan tidak disawahkan dan tidak diirigasi.
2.1.3 Konsistensi Tanah
Menurut Afriani (2016) konsistensi tanah menunjukkan tahanan daya
kohesi atau adhesi butir-butir tanah dengan benda lain. Menurut Gliessman .
Rajamuddin (2009) konsistensi tanah adalah derajat kohesi dan adhesi diantara
partikel-partikel tanah dan ketahanan massa tanah terhadap perubahan bentuk oleh
tekanan berbagai kekuatan yang mempengaruhinya. Istilah konsistensi tanah
menunjuk pada tarik menarik antar partikel tanah dalam suatu massa tanah atau
menunjuk pada ketahanannya terhadap pemisahan atau perubahan bentuk.
Atterberg telah menjelaskan sifat konsistensi tanah pada kadar air yang
bervariasi, yaitu tanah dipisahkan ke dalam empat keadaan dasar: padat (solid),
semi padat (semi-solid), plastik (plastic), dan cair (liquid) (Prince, 2009). Oleh
Atterberg konsistensi tanah ini dalam hubungannya dengan kadar air tanah
diklasifikasikan sebagai berikut: Konsistensi lekat, dicirikan bahwa tanah dapat
melekat atau menempel kepada benda-benda yang mengenainya. Konsistensi liat
atau plastik, dicirikan dengan sifatnya yang elastik, atau kemampuan dapat
diubah-ubah bentuknya dengan mudah. Konsistensi lunak dapat dicirikan dengan
sifat kegemburannya sedangkan konsistensi keras, dengan mudah dapat dicirikan
kekerasannya, dan pecah-pecah bila dibelah (Afriani, 2016).
2.1.4 Warna Tanah
Beberapa parameter digunakan untuk mengidentifikasi lapisan tanah,
parameter-parameter tersebut diantaranya adalah warna, tekstur, struktur, dan
konsistensi tanah (United States Department of Agriculture, 2009). Satusatunya
cara yang saat ini digunakan peneliti untuk menentukan warna tanah adalah
dengan membandingkan secara manual satu persatu sampel yang dimiliki dengan
warna baku yang ada pada buku Munsell Soil Color Chart. Warna tanah
dipengaruhi oleh kandungan yang ada di dalam tanah, selain itu saat kondisinya
lembab, basah, atau kering warna tanah juga akan berbeda (United States
Department of Agriculture, 2010).
Pada buku MSCC, menurut Munsell (2009) cit. Priandana (2014)
dijelaskan bahwa terdapat tiga variabel penting pada warna tanah seperti: hue,
value, dan chroma (HVC). Berdasarkan hal tersebut, maka fitur warna tanah yang
akan diekstraksi pada aplikasi yang dibuat adalah fitur warna pada ruang citra hue,
value, dan chroma (HVC). Hue adalah warna spektrum yang dominan sesuai
dengan panjang gelombangnya, value menunjukkan gelap terangnya warna sesuai
dengan banyaknya sinar yang dipantulkan, dan chroma menunjukkan kemurnian
atau kekuatan dari warna spektrum. Chroma didefinisikan juga sebagai gradasi
kemurnian dari warna atau derajat pembeda adanya perubahan warna dari kelabu
atau putih netral ke warna lainnya.
Hal ini sesuai dengan Eswaran dan Sys (2010), Allen dan Hajek (2009),
Schwertmann dan Taylor (2012) cit. Holilullah 2015 warna tanah dipengaruhi
oleh beberapa faktor, antara lain bahan organik yang menyebabkan warna gelap
atau hitam, kandungan mineral primer fraksi ringan seperti kuarsa dan plagioklas
yang memberikan warna putih keabuan, serta oksida besi seperti goethit dan
hematit yang memberikan warna kecoklatan hingga merah. Menurut Nurhayati
(2009) penyebab perbedaan warna permukaan tanah pada umumnya disebabkan
oleh perbedaan bahan organik.Makin tinggi kandungan bahan organik, warna
tanah makin gelap.Bahan organik member warna kelabu, kelabu tua atau coklat
pada tanah kecuali bila bahan dasarnya tertentu seperti oksida dan besi atau
penimbunan garam memodifikasi warna.
2.1.5 Suhu Tanah
Suhu tanah adalah suatu sifat tanah yang sangat penting secara langsung
mempengaruhi pertumbuhan tanaman dan juga terhadap kelembaban, struktur,
aktivitas mikrobial dan enzimatik, sisa tanaman, dan ketersediaan hara-hara
tanaman (Lutfiyana, 2017). Suhu tanah merupakan salah satu faktor tumbuh
tanaman yang penting sebagaimana halnya air, udara, dan unsur hara. Suhu tanah
berperan untuk menentukan reaksi kimia dan aktivitas mikrobia tanah yang dapat
merombak senyawa organik tertentu menjadi hara dan suhu tanah mempengaruhi
perkecambahan biji dan pertumbuhan kecambah (Lutfiyana, 2017).
Menurut Karyati dan Ardianto (2016) melaporkan suhu tanah di dalam
hutan pada kedalaman 10 cm adalah berkisar 25,8-27,2°C. Menurut Karyati
(2018) faktor yang memengaruhi tinggi rendahnya suhu tanah adalah radiasi sinar
matahari dan vegetasi. Pada kawasan revegetasi umur 7 tahun memiliki nilai
intensitas cahaya yang lebih rendah dibandingkan dengan nilai intensitas cahaya
pada kawasan revegetasi umur 3 tahun. Hal ini diduga karena rendahnya intensitas
cahaya yang masuk pada revegetasi umur 7 tahun, sehingga mempengaruhi
banyaknya panas matahari yang diserap langsung oleh tanah dan akan
mempengaruhi suhu tanah.
2.1.6 Permeabilitas dan Drainase Tanah
Sifat tanah yang memungkinkan air melewati tanah pada berbagai laju alir
tertentu disebut permeabilitas tanah (Siregar, 2013). Sifat ini berasal dari sifat
alami granular tanah, meskipun dapat dipengaruhi oleh faktor lain (seperti air
terikat di tanah liat). Jadi, tanah yang berbeda akan memiliki permeabilitas yang
berbeda (Das, 2009 cit.Siregar, 2013). Meermeabilitas adalah kualitas tanah untuk
meloloskan air atau udara yang diukur berdasarkan besarnya aliran melalui satuan
tanah yang telah dijenuhi terlebih dahulu per satuan waktu tertentu.
Permeabilitas sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat fisik tanah. Perubahan
pada suhu air sedikit mempengaruhi permeabilitas. Dalam tanah yang jenuh air
permeabilitas bervariasi di antara limit yang luas, mulai kurang dari 25 cm tiap
tahun pada tanah liat yang padat sampai dengan beberapa ribu meter per tahun
dalam formasi kerikil. Untuk tanah yang tak jenuh air kadar kelembaban
(moisture content) adalah salah satu dari faktor dominan yang mempengaruhi nilai
laju permeabilitas tanah (Israelsen dan Hansen, 1962 cit. Siregar, 2017).
Menurut Rohmat, 2009 cit. Siregar, 2017 menyatakan bahwa
permeabilitas dapat mempengaruhi kesuburan tanah. Permeabilitas berbeda
dengan drainase yang lebih mengacu pada proses pengaliran air saja,
permeabilitas dapat mencakup bagaimana air, bahan organik, bahan mineral,
udara dan partikel – partikel lainnya yang terbawa bersama air yang akan diserap
masuk ke dalam tanah (Rohmat, 2009).
Laju permeabilitas merupakan parameter penting dalam irigasi dan
drainase. Selama proses drainase, permeabilitas sangat menentukan besar kecilnya
aliran air yang didrainase. Menurut Israelsen and Hansen (2009) cit. Siregar 2017
menyatakan bahwa di dalam studi irigasi dan drainase, permeabilitas adalah
variabel yang dominan. Permeabilitas tanah sangat penting di dalam desain sistem
drainase untuk mengatasi banjir serta reklamasi tanah salin dan alkali.
2.2 Pengamatan Kimia Tanah
2.2.1 Bahan Organik
Bahan organik tanah merupakan bahan yang berasal dari jaringan tanaman
dan hewan baik yang masih hidup maaupun yang telah mati. Kandungan bahan
organik dalam tanah mencerminkan kualitas tanah yang langsung maupun tidak
langsung berpengaruh pada kualitas tanah tersebut (Khalif et al, 2014) dan
sustainibiltas agronomi karena pengaruhnya pada indikator fisik, kimia dan
biologi dari kualitas tanah (Supriyadi, 2008).
2.2.2 Unsur Hara
Tanah merupakan penyedia unsur hara bagi tumbuhan, menurut Budiyanto
( 2016 ) menjelaskan bahwa unsur hara tanamna adalah unsur yang diserap oleh
tanaman. Berdasarkan jumlah yang diserap dan dibutuhkan oleh tanaman, unsur
hara dibedakan menjadi 2 yaitu unsur hara makro dan unsur hara mikra dan
mikro. Unsur hara makro diserap tanaman dalam jumlah yang besar sedangkan
unsur hara mikro diserap oleh tanaman dalam jumlah yang relatif kecil.

Menurut ariyanti et al, (2010), menyatakan bahwa unsur hara makro


memiliki sifat yang spesifik dan tidak dapat digantikan oleh unsur hara lain.
Contohnya adalah kalsium yang berfungsi untuk merangsang perkembangan akar
dan daun. Jika tanaman kekurangan unsur kalsium perkembangan akar akan
terganggu dan mempengaruhi proses penyerapan unsur hara dan juga akan
mengganggu proses fotosintesis.

Unsur hara mikro juga dibutuhkan tanah dalam jumlah yang sedikit.
Menurut Dwiastuti dan Sutopo (2009), unsur hara mikro di dalam tanah relatif
tidak mudah bergerak sehingga apabila terjadi kekurangan defisiensi akar menetap
pada jaringan akar tersebut.
2.2.3 pH Tanah
Lahan dengan PH yang basa Kn susah untuk mengikat unsur P karena
tanah dengan PH asam banyak mengandung ion Al yang mengikat unsur P
sehingga unsur P sulit diserap tanaman. Pada lahan agroforestry terjadi pengikatan
unsur hara P yang baik. Lahan hutan produksi memiliki PH sebesar 5,855 yang
termasuk dalam kategori asam. Pada lahan hutan produksi tidak ditemukannya
defisiensi unsur hara pada tanaman mengingat PH tanah masih terjaga untuk
ketersediaan unsur hara yang optimal ( Yamani, 2010 )
2.2.4 Kapasitas Tukar Kation
Kapasitas tukar kation tanah adalah kemampuan koloid tanah dalam
menjerap dan mempertukarkan kation. KTK tanah dapat dipengaruhi oleh tekstur
tanah dan kandungan bahan organik tanah (Putri, 2019).

2.3 Pengamatan Biologi Tanah


2.3.1 Vegetasi
Vegetasi merupakan tanaman hidup yang berparan dalam dalam proses
ekosistem. Keragaman vegetasi mempengaruhi tingkat penutupan permukaan
tanah dan jumlah serta macam masukan bahan organik (Suin, 2012).
2.3.2 Seresah
Seresah adalah daun-daun kering yang menutupi permukaan tanah dan
penutup an tajuk pepohonan menyebabkan kondisi di permukaan tanah dan
lapisan tanah lebih lembab, temperatur dan intensitas cahaya lebih rendah
(Dwiastuti, 2015). Dengan masukan seresah tinggi yang jatuh ke tanah akan
mengalami pelapukan dan menghasilkan bahan organik yang baik untuk tanah.
Menurut Khalif et al, (2014) seresah dan ranting mampu memberikan masukan N,
bahan organik, serta berbagai mineral bagi lapisan permukaan tanah.
2.3.3 Makro Organisme
Menurut Nusroh (2009) makroorganisme tanah memiliki peran besar
untuk memperbaiki sifat-sifat fungsional tanah. Makroorganisme juga dapat
menjadi indikator tingkat kesuburan tanah.
2.3.4 Kascing
Kascing merupakan pupuk organik yang mengandung fitohormon,
mikroba dan unsur-unsur yang diperlukan bagi pertumbuhan tanaman. Kascing
dapat meningkatkan stabilitas agregat tanah dan menempatkan hara maupun
bahan organik sehingga nilai fungsi hara maupun bahan organik untuk
pertumbuhan tanaman menjadi efektif. Kascing dihasilkan dari cacing tanah yang
mengandung banyak kadar unsur hara (Dwiastuti, 2015)
2.4 Pengamatan Pedologi
2.4.1 Fisiografi Lahan .
Fisiografi adalah bentukan alam dipermukaan bumi yang dibedakan
berdasarkan proses pembentukan dan evolusinya (BIS, 2010). Proses
pembentukan dan evolusinya dapat berasal dari tenaga dalam bumi (endogen) dan
dari luar bumi (eksogen). Dari pengertian fisiografi tersebut wilayah yang berada
dalam satu toposekuen terdiri dari berbagai macam proses pembentukan lahan dan
evolusi.
2.4.2 Morfologi Tanah
Morfologi tanah adalah mengetahui daya dukung penggunaan tanah.
Morfologi tanah menentukan kemudahan penetrasi akar, ketersediaan air,
kemudahan penyerapan air oleh tanaman (Rajamuddin dan Sanusi, 2014).
Morfologi tanah adalah pendeskripsian suatu tanah mengenai kenampakan, ciri-
ciri dan sifat-sifat suatu tanah yang dapat di amati di lapangan.

Anda mungkin juga menyukai