Anda di halaman 1dari 16

RANGKUMAN GEOGRAFI TANAH

SIFAT FISIKA TANAH, SIFAT KIMIA TANAH, SIFAT BIOLOGI TANAH, KLASIFIKASI

TANAH, TAKSONOMI TANAH, JENIS TANAH DI INDONESIA


Oleh : Shofiyatun/ 18405241003

A. SIFAT FISIKA TANAH

Fungsi utama tanah sebagai media tumbuh adalah sebagai tempat akar mencari
ruang untuk berpenetrasi, baik secara lateral atau horizontal maupun secara vertikal.

Kemudahan tanah untuk dipenetrasi ini tergantung pada ruang pori-pori yang
terbentuk di antara partikel-partikel tanah (tekstur, struktur), sedangkan stabilitas

ukuran ruang ini tergantung pada konsistensi tanah terhadap pengaruh tekanan.
Kerapatan pororsitas tersebut menentukan kemudahan air untuk bersirkulasi dengan

udara. Sifat fisik tanah yang penting adalah warna dan suhu tanah. warna
mencerminkan jenis mineral penyusun tanah, reaksi kimiawi, intensitas pelindiandan

akumulasi bahan-bahan yang terjadi, sedangkan suhu merupakan indikator energi


matahari yang dapat diserap oleh bahan-bahan penyusu tanah (Ali, 2010: 60).

Menurut Ali (2010: 60) sifat fisik tanah ditentukan oleh:


1. Ukuran dan komposisi partikel-partikel hasil pelapukan bahan penyusun tanah.

2. Jenis dan proporsi komponen-komponen penyusun partikel-partikel ini.


3. Keseimbangan antara suplai air, energi, dan bahna dengan kehilangannya.

4. Intensitas reaksi kimiawi dan biologis yang telah atau sedang berlangsung.
Sifat fisik tanah yang pertama kali diindra oleh penglihatan adalah warna. Warna

tanah menunjukkan secara relatif kandungan organik, komposisi kimia partikel


penyusun tanah serta kelembaban. Kadar bahan organik, makin tinggi bahan organik,

maka warna tanah gelap (dark) dan makin stabil (matang) humusnya warna tanah
makin hitam. Keberadaan mineral feldspar, kaolin, kapur dan kwarsa menyebabkan

warna putih. Kandungan besi (Fe) dalam bentuk hematit, magnetit, atau limonit
memberikan warna merah, cokelat atau kuning. Kandungan lengas (kelembaban)

tinggi membuat tanah kelam warnanya (Sartohadi, 2012:57.


Menurut Sutanto (2005: 22) tanah terbentuk dari pencampuran komponen

penyusun tanah yang bersifat heterogen dan beraneka. Ada 4 komponen utama
penyusun tanah mineral yang tidak dapat dipilahkan menjadi tiga fase penyusun tanah

yakni fase padat seperti bahan mineral dan bahan organik, fase cair seperti lengas
tanah dan air, fase gas seperti udara dan tanah. Komponen mineral adalah semua jenis

1
bahan padat hasil pelapukan batuan induk, termasuk mineral primer, mineral
sekunder dan bahan amorf yang mempunyai bermacam-macam ukuran dan

komposisi.
Tekstur tanah adalah sifat fisik tanah yang merupakan gambaran deskriptif

komposisi ukuran butiran partiket-partikel penyusun tanah yang digolongkan ke


dalam tiga ukuran utama. Ukuran partikel tanah yang kasar adalah pasir, dengan

diameter antara 2-0,05mm. Ukuran partikel tanah yang halus adalah lempung dengan
diameter lebih kecil dari 0,002mm. Partikel tanah dengan ukuran di antara pasir dan

lempung disebut sebagai debu. Fraksi partikel tanah yang berukuran lebih kasar
daripada 2mm disebut dengan fraksi kasar tanah dan tidak diperimbangkan di dalam

klasifikasi tekstur tanah. Fraksi kasar tanah merupakan tambahan keterangan di dalam
penyambutan klas tekstur tanah jika memang keberadaannya dianggap pemanfaatan

tanah (Sartohadi dkk, 2012: 49).


Sifat fisik yang sangat berbeda antara fraksi pasir dan fraksi lempung adalah

dalam hal luas permukaan. Luas permukaan fraksi lempung sangat tinggi dan menjadi
tempat berlangsungnya proses pertukaran kation di dalam tanah. Kemampuan tanah

menyimpan dan mempertukarkan hara dengan tanaman sangat ditentukan oleh


keberadaan fraksi lempung. Sifat fisik lain yang bermakna praktis antara fraksi pasir

dan fraksi lempung adalah kemudahan diolah. Keberadaan fraksi pasir membuat tanah
menjadi mudah diolah sedang keberadaan fraksi lempung menyebabkan tanah sulit

untuk diolah. Tekstur yang ideal untuk pemanfaatan tanah bagi kegiatan pertanian
adalah geluh (Sartohadi dkk, 2012: 51).

Struktur tanah adalah bagian dari sifat fisik tanah yang membahas sekelompok
partikel tanah yang mengalami koagulasi karena adanya koloid lempung dan organik.

Penggumpalan partikel=partikel tanah membentuk pori sekunder yang perannya


didalam pengaturan keseimbangan air dan udara lebih penting daripada keberadaan

pori primer. Pori primer adalah rongga yang terbentuk antara partikel-partikel tanah
secara tunggal. Bangun struktur tanah berbeda-beda tergantung dari proporsi

lempung dan organik sebagai pengikat yang ada di dalam tanah. Komposisi kimia dari
fraksi mineral lampung juga menentukan bangun struktur tanah (Sartohadi, 2012, 52).

Konsistensi tanah dalam Sartohadi (2012: 54) adalah sifat fisika tanah yang
menggambarkan kuat lemahnya gaya kohesi dan adhesi antarpartikel penyusun tanah.

Konsistensi menggambarkan mudah tidaknya tanah hancur oleh karena suatu tekanan
atau beban. Struktur tanah menggambarkan bentuk, ukuran, dan kuat lemahnya

2
agrerat tanah dalam kondisi alami, sementara konsistensi menggambarkan kondisi
alami yang dipunyai oleh partikel tanah dalam menerima beban dan tekanan.

Porositas tanah menggambarkan jumlah pori yang ada dalam tanah, biasanya
dinyatakan dalam satuan persen. Dalam tanah terdapat tiga macam pori tanah yaitu

pori makro pori meso dan pori mikro. Pori makro adalah rongga yang terbentuk
diantara agregat tanah, berukuran >200 mikron, dan berperan penting dalam sirkulasi

air dan udara tanah. Di dalam pori makro terdapat lengas gravitasi yang teratuskan ke
bawah. Pori meso berukuran antara 30-200 mikron. Air yang terdapat di dalam pori

meso adalah lengas biologi yang dapat dimanfaatkan oleh biota di dalam tanah dan
berguna untuk pertumbuhan tanaman. Pori mikro adalah rongga tanah yang

terbentuk antarpartikel penyusun tanah, berukuran diameter <30 mikron. Di dalam


pori mikro terdapat lengas higroskopis yang tidak dapat lepas dari ikatan tanah pada

suhu kamar (Sartohadi dkk, 2016).


Udara merupakan salah satu komponen tanah. seringkali kita beranggapan bahwa

tanah hanyalah terdiri dari partikel padat saja. Anggapan tersebut tidaklah tepat
karena tanah juga memiliki rongga yang didalamnya terdapat air (lengas tanah) dan

udara tanah. Sartohadi dkk (2016) menjelaskan bahwa fase gas dalam sistem tanah
menempati pori makro. Keberadaannya bersifat dinamik dengan ketersediaan lengas

tanah. Udara dalam tanah digunakan untuk mendukung kehidupan di dalam tanah
termasuk akar tanaman untuk bernafas. Apabila tanah terendam banjir dalam waktu

lama dapat menyebabkan tanaman mati lemas karena tidak dapat melakukan
pernafasa.

B. SIFAT KIMIA TANAH

Tanah selaku tubuh alam berkomposisi kimia berbeda-beda. Tanah tersusun atas
berbagai mavam susunan dan komposisi unsur kimia dari satu-satuan tanah dengan

satuan tanah yang lain. Tanah sebagai media produksi tanaman menyediakan unsur-
unsur kimia yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman. Proses-proses kimiawi

terjadi pada bahan lapukan batuan secara terus menerus di dalam tanah, demikian
pula pelapukan fisik, kimia, dan biologi secara terus-menerus menghasilkan senyawa

kimia baru. Senyawa kimia dalam tanah menjadi semakin bertambah kaya dari
dekomposisi sisa-sisa tanaman dan jasad hewan yang terakumulasi dalam tanah dan

mineralisasi oleh mikroorganisme.

3
Perilaku kimiawi tanah didefinisikan sebagai keseluruhan reaksi fisika-kimia dan
kimia yang berlangsung antar-penyusun tanah dan bahan yang ditambahkan ke dalam

tanah dalam bentuk pupuk ataupun pembenah tanah lainnya (Bolt & Bruggenwert,
1978 dalam sutanto 2005: 102). faktor kecepatan semua bentuk reaksi kimia yang

berlangsung dalam tanah mempunyai kisaran sangat lebar, yakni antara sangat
singkat yang diperhitungkan dengan menit (reaksi jerapan tertentu) sampai luat biasa

lama yang diprhitungkan dengan abad (reaksi yang berhubungan dengan proses
pembentukan tanah). pada umumnya, reaksi-reaksi yang terjadi di dalan tanah

diimbah oleh tindakan faktor lingkungan (Sutanto, 2005: 102-103).


Reaksi tanah ( soil reaction ) diartikan sebagai keasaman dan kebasaan tanah

yang dinyatakan dalam nilai pH. Reaksi larutan tanah atau disingkat reaksi tanah
ditentukan oleh kadar H+ dan OH-. Derajat keasaman tanah yang terdapat pada

larutan tanah atau berdasarkan konsentrasi H+ dalam larutan tanah disebut derajat
keasaman actual atau aktif, seangkan derajat keasaman tanah yang terdapat dalam

koloid tanah disebut derajat keasaman potensial (Sartohadi, 2012: 77-78).


Tipe keasaman aktif atau keasaman aktual disebabkan oleh adanya ion H + dalam

larutan tanah. Keasaman ini diukur menggunakan suspensi tanah-air dengan nisbah
1:1;1:2,5 dan 1: 5. Keasaman ini ditulis dengan pH (H 2O). Tipe keasaman potensial atau

keasaman tertukarkan dihasilkan oleh H + dan Al3+ tertukarkan yang diadsorbsi oleh
koloid tanah. Reaksi Al3+ dengan H2O: Al3+ +3H2O, Al(OH)3 + 3H+. Potensial keasaman

diukur dengan menggunakan larutan tanah-elektrolit, pada umumnya KCI atau CaCl 2
(Sutanto, 2005: 109).

Bahan induk tanah mempunyai nilai pH yang bervariasi tergantung jenis mineral
penyusunnya dan derahat pelapukannya, sehingga tanah-tanah muda yang baru

terbentuk mempunyai nilai pH yang selaras dengan bahan induknya. Tanah-tanah


berbahan induk batuan kapur karbonat berpH di atas 8, sedangkan yang bergaram Na

dapat mencapai Ph 10. Tanah-tanah berkapur jika deberi larutan HCI akan
menghasilkan gas karbon dioksida yang menguap, sisa karbonat jika dihidrolisis oleh

air akan menghasilkan ion-ion OH, sehingga lebih dominan dibanding ion H + dan
menghasilkan pH sekitar 8,3 (Ali, 2010: 153).

Faktor lain yang kadangkala mempengatuhi pH tanah terutam di daerah industri,


antara lain adalah sulfur yang merupakan hasil sampingan dari industri gas yang jika

bereaksi dengan air akan menghasilkan asam sulfur dan asam nitrat yang secara alami
merupakan komponen renik dan air hujan. Hujan asam juga terjadi sebagai akibat

4
meningkatnya penggunaan dan pembakaran fosil-fosil padat yang menimbulkan gas-
gas sulfur dan nitrogen yang kemudian bereaksi dengan air hujan (Ali, 2010: 156).

Bahan Organik Tanah merupakan penimbunan dari sisa tumbuhan dan binatang
yang sebagian telah mengalami pelapukan dan pembentukan kembali. Bahan

demikian berada dalam proses pelapukan aktif dan menjadi mangsa serangan jasad
mikro. Kadar bahan organic tanah tidak lebih melebihi 3 atau 5 persen dari bobot

tanah. Walaupun jumlahnya sedikit, pengaruh bahan organic terhadap sifat-sifat tanah
dan selanjutnya terhadap pertumbuhan tanah sangat nyata Soepardi (1983: 7).

Kandungan Kapur Pada tanah masam peningkatan pH dan sekaligus peningkatan


kejenuhan basa dapat dilakukan dengan pengapuran, kapur karbonat atau kalsit jika

terhidrolisis akan menghasilkan ipn hidroksil penaik pH dan kation Ca peningkat


kejenuhan basa. Apabila pengapuran dilakukan secara tepat akan berpengaruh positif

terhadap sifat kimiawi dan biologis tanah. Namun apabila berlebihan, pengapuran
dapat berdampak negatif berupa penurunan ketersediaan Zn, Mn, Cu dan B yang

dapat menyebabkan tanaman menjadi defisiensi keempat unsur ini serta dapat
mengalami keracunan Mo (Hanafiah, 2005 : 160-161). Tanaman yang tumbuh di

tanah-tanah berkapur kadang-kadang kekurangan besi, mangaan seng, tembaga dan


boron (Foth, 1995 : 386).

Mangan merupakan salah satu bentuk karatan yaitu warna hasil pelarutan dan
pergerakan beberapa komponen tanah yang terjadi selama musim hujan, yang

kemudian mengalami presipitasi dan deposisi ketika tanah mengalami pengeringan.


Hal ini terutama dipicu oleh terjadinya: (a) reduksi besi dan mangan ke bentuk larutan,

dan (b) oksidasi yang menyebabkan terjadinya. Mangan dapat menyebabkan karatan
berwarna gelap yakni apabila mangan mengalami presipitasi. karatan yang terbentuk

sulit berubah meskipun telah dilakukan perbaikan drainase (Sugiharyanto, 2008: 51).
Mangan yang berlebihan pada tanah dapat dikurangi dengan rotasi tanaman

(Pandutama, 2003 : 101). Mangan juga merupakan salah satu bentuk konkresi, yaitu
konsentrasi lokal dari berbagai senyawa kimia yang membentuk butir-butir atau

batang-batang keras, berupa gumpalan-gumpalan (Sugiharyanto, 2008 : 65).


Bahan organik tanah dalam Sartohadi (2012: 66) mempengaruhi sifat fisika, kimia

tanah, dan biologi antara lain warna, struktur, kestabilan agrerat, pH, kapasitas
pertukaran kation, serta bahan organik merupakan medium bagi aktivitas jasad hidup

dalam tanah. Bahan organik tersusun atas sisa-sisa ( residues) tanaman dan hewan di
dalam tanah. Bahan organik dapat berupa sisa-sisa tanaman muda ( crop), pupuk hijau,

5
hasil pembakaran sisa tanaman, sisa akar, batang, dahan ranting tumbuh-tumbuhan
yang telah mati, termasuk juga ekskrements (kotoran dan lendir-lendir), serangga,

cacing, dan bianatang besar. Bagian lain dari bahan organik tanah yang penting
adalah mikroorganisme baik yang masih hidup maupun yang telah mati seperti

bakteri, fungsi, dan protozoa.

C. SIFAT BIOLOGI TANAH


Sartohadi, dkk (2016) menjelaskan bahwa massa tanah tersusun dari fase padat,

cair, dan gas. Organisme hidup, mineral, dan bahan organik merupakan bagian dari
fase padat. Organisme tanah dibagi mejadi dua golongan yaitu golongan tumbuhan

dan golongan hewan yang dibedakan menjadi kelompok mikro dan makro
berdasarkan ukurannya. Organisme tersebut di golongkan lagi berdasarkan perannya

yaitu organisme yang mmeberikan persediaan bahan organik dan organisme yang
merombak bahan organik. Keberadaan organisme tersebut merupakan mesin

pengaduk tanah yang efektif untuk menyediakan berbagai asupan untuk kehidupan
diatasnya.

Batasan mengenai fauna tanah menurut Hole (1981) adalah fauna yang hidupnya
di dalam tubuh tanah (endopedonic animal), tidak termasuk fauna yang hidupnya di

luar tubuh tanah (exopedonic animal) sekalipun dapat mempengaruhi kualitas tanah.
Sekitar 90% biomassa dari endopedonic animal tersusun oleh invertebrata.

Endopedonic animal memiliki ciri: mobilitas terbatas, bernapas dengan kulit atau
insang, umumnya ketahanan terhadap kekeringan rendah, kandungan pigmen sedikit,

ukuran relatif kecil, reproduksi tidak terbatas. Endopedonic animal dibedakan


berdasarkan ukuran tubuh, kehadirannya dalam tanah, habitat yang dipilihnya, dan

kegiatan makanannya (Ma’shum dkk, 2003).


Berdasarkan ukuran tubuh dibedakan menjadi: mikrofauna (20-200 mikron),

mesofauna (200 mikron-1 cm), makrofauna (>1 cm). Berdasarkan kehadirannya dalam
tanah dibedakan menjadi kelompok transien, temporer, periodik, dan permanen (Tabel

2). Berdasarkan habitatnya dibedakan menjadi epigeon (hidup pada lapisan tumbuhan
di permukaan tanah), hemeidafon (pada lapisan organik tanah), dan eudafon (pada

lapisan mineral). Berdasarkan kegiatan makan-memakannya dibedakan menjadi:


herbivora (pemakan sel-sel tanaman hidup, akar, atau kayu), saprofora (pemakan

bangkai atau pupuk kandang), mikroflora (pemakan bakteri atau fungi), dan pedifora

6
(pemakan tanah, contoh: cacing tanah). Beberapa fauna tanah yang banyak mendapat
perhatian adalah cacing tanah, collembola, dan protozoa (Ma’shum dkk, 2003).

Ma’shum (2003) menjelaskan kelompok makro fauna yang mendominasi biota


tanah yaitu cacing tanah. Cacing tanah berperan dalam proses penguraian atau

pelapukan sisia tanaman dan memperbaiki tingkat kandungan hara dalam tanah.
selain itu cacing tanah juga berperan untuk memeperbaiki aerasi tanah. Berikut

pembahasan beberapa fauna tanah (cacing tanah, collembola, protozoa, dan


nematoda) menurut Ma’shum dkk, 2003 dan Sartohadi dkk, 2016).

Sartohadi dkk (2016) menjelaskan bahwa cacing tanah merupakan salah satu
hewan makro tanah yang paling penting. Cacing tanah terdiri dari sejumlah spesies

tergantung zona iklim. Pada daerah iklim sedang dan dingin seperti di eropa dan
amerika dijumpai Lumbricus-terristris yang berwarna kemerahan dan Allobhopin

caliginosa. Sementara itu di daerah iklim tropik hingga subtropik dijumpai spesies
yang agak berbeda dengan ukuran yang lebih kecil. Cacing tanah berperan penting

dalam encernakan tanah hingga mencapai 15 ton tanah kering tiap are per tahun.
Kecepatan pencernaan cacing tanah setara dengan satu are lapis olah tanah yang

seharusnya diolah selama 60 atau 70 tahun. Cacing tanah tidak hanya mencerna bahan
organik sebagai makanan tetapi juga bahan mineral yang menjadi sasaran enzim

pencernaan dan penghalusan dalam tubuh cacing. Cacing tanah juga berpengaruh
positif terhadap kesuburan dan produktivitas tanah. Lubang yang ditinggalkan cacing

tanah mempengaruhi aerasi dan drainase yang penting dalam perkembangan tanah.
Cacing tanah mengangkut, mencampur, menggumpalkan sejumlah bahan organik

yang tidak terombak sebagai makanan.

D. KLASIFIKASI TANAH
Klasifikasi tanah merupakan sistematika penggolongan tanah, atau pemberian

nama satuan-satuan tanah menurut kriteria tertentu dan berdasarkan sifat-sifat yang
mencirikan (sifat diagnostik) yang ada pada tanah. Sifat diagnostik yang digunakan

untuk klasifikasi tanah selain berkaitan dengan proses pembentukan tanah (genesis
tanah) juga berkaitan dengan karakteristik tanah yang mempengaruhi pemanfaatan

tanah (Darmawijaya, 2002; Sartohadi dkk, 2016).


Morfologi tanah merupakan deskripsi tubuh tanah mengenai kenampakan-

kenampakan, ciri-ciri, dan sifat-sifat tanah yang diperlihatkan suatu profil tanah. Ciri-
ciri morfologi tanah merupakan petunjuk mengenai proses-proses yang dialami suatu

7
satuan tanah mulai dari proses pelapukan batuan hingga perkembangan tanah
selanjutnya. Pengaruh faktor-faktor pembentuk tanah yang saling tindak satu sama

lain secera kompleks akan meninggalkan ciri-ciri pada profil tanah yang khas setiap
satuan tanah (Sartohadi dkk, 2012: 101).

Interpretasi morfologi untuk kepentingan kajian lingkungan pada saat ini terus
berkembang. Berbagai proses yang terjadi pada dan dekat dengan permukaan bumi

dapat diinterpretasikan dari kenampakan, ciri, dan sifat, morfologi tanah yang tampak
pada profil tanah. Kejadian-kejadian ekstrem yang terjadi pada masa lampau seperti

endapan banjir, endapan gunung api, endapan tsunami, dan endapan longsor sangat
mungkin dapat ditelaah melalui kajian morfologi tanah. Kajian-kajian mengenai

interpretasi morfologi tanah untuk berbagai pemanfaatan khususnya untuk


rekonstruksi iklim masa lampai, saat ini telah sedang terus digali (Sartohadi dkk., 2012:

101).
Sartohadi dkk (2016) menjelaskan bahwa di dunia banyak terdapat sistem

klasifikasi tanah tetapi hanya ada dua yang terkenal dan diterapkan secara luas yaitu:
(1) sistem klasifikasi tanah USDA atau dikenal sebagai soil taxonomy, dan (2) sistem

FAO/UNESCO yang saat ini dikenal sebagai sistem WRB (world reference base for soil
resources). Di berbagai negara juga banyak terdapat sistem klasifikasi tanah nasional

seperti di Jerman, Australia, Kanada, termasuk Indonesia. Berikut ini kita akan
membahas tentang Sistem Klasifikasi Tanah Nasional Indonesia dan Sistem Klasifikasi

Tanah FAO/UNESCO.
Sartohadi dkk (2016) menjelaskan bahwa klasifikasi tanah sistem WRB memiliki

prinsip-prinsip sebagai berikut: (1) klasifikasi didasarkan atas perwatakan tanah yang
dideskripsikan dalam bentuk sifat dan horison penciri, yang semaksimal mungkin

dapat diamati dan diukur di lapangan, (2) pemilihan sifat dan horison penciri
didasarkan atas hubungannya dengan proses-proses pembentukan tanah, (3) pada

kategori tinggi pemilihan kenampakan penciri didasarkan atas tingkat kepentingannya


untuk tujuan pengelolaan, (4) parameter iklim tidak dipergunakan dalam klasifikasi

tanah, (5) WRB dirancang sebagai klasifikasi yang komprehensif yang memungkinkan
orang menerapkannya pada sistem klasifikasi nasional masing-masing, (6) reference

soils harus mencerminkan wilayah satuan tanah utama sehingga memberi peluang
untuk mengetahui secara komprehensif menyeluruh mengenai tanah yang

menyelimuti bumi, (7) reference base tidak berarti menggantikan klasifikasi tanah
nasional tetapi untuk membantu dalam komunikasi secara umum dalam tingkat

8
internasional, (8) revisi legenda peta tanah dunia telah digunakan sebagai dasar untuk
pengembangan WRB supaya dapat dimanfaatkan untuk korelasi tanah secara

internasional, (9) revisi dan deskripsi satuan tanah mencerminkan variasi dalam
karakteristik tanah baik secara vertikal maupun horizontal, (10) istilah reference base

adalah konotatif sebagai fungsi penanda dimana WRB akan diasumsikan, (11) WRB
juga mungkin dapat digunakan sebagai alat komunikasi yang konsisten untuk

kompilasi database tanah secara global dan untuk inventarisasi dan monitoring
sumberdaua tanah dunia, (12) penamaan yang digunakan untuk membedakan soil

group akan terus digunakan.


Berikut ini merupakan penjelasan beberapa jenis tanah yang terdapat dalam

sistem klasifikasi FAO/UNESCO menurut Darmawijaya (2002) dan Sartohadi dkk (2016).
1. Kelompok tanah organik

Dalam kelompok tanah organik terdapat tanah histosols. Histosols merupakan


tanah organik yang berasal dari bahasa Yunani histis yang berarti jaringan.

2. Kelompok tanah mineral yang dipengaruhi oleh manusia


Dalam kelompok tanah mineral yang dipengaruhi oleh manusia terdapat tanah

anthrosols. Persebaran tanah ini tidak terbatas pada daerah tertentu.


3. Kelompok tanah mineral yang dipengaruhi oleh bahan induk tanah

Dalam kelompok tanah mineral yang dipengaruhi oleh bahan induk tanah terdapat
tanah andosols, arenosols, dan vertisols. Kelompok ini mencakup tanah yang

berkembang pada abu gunungapi, bahan induk pasir dan pasir kuarsa, serta tanah
yang berkembang pada material lempung kembang kerut.

4. Kelompok tanah mineral yang dipengaruhi relief


Dalam kelompok tanah mineral yang perkembangannya dipengaruhi relief terdapat

tanah fluvisols, gleysols, leptosols, dan regosols. Kelompok ini mencakup tanah-
tanah di daerah dataran rendah yang rata atau cekung serta tanah-tanah yang

berada di daerah tidak datar dan bukan dataran rendah.


5. Kelompok tanah mineral dengan perkembangan terbatas

Dalam kelompok tanah mineral yang perkembangannya masih terbatas karena


periode perkembangannya baru dimulai terdapat jenis tanah cambisols. Tanah ini

persebarannya tidak terbatas dan dapat ditemukan di berbagai wilayah.


6. Kelompok tanah mineral wilayah iklim subtropis humid

Dalam kelompok tanah mineral wilayah iklim subtropis humid terdapat jenis tanah
plinthosols, ferrasols, nitisols, acrisols, alfisols, lixisols.

9
7. Kelompok tanah mineral terbentuk di wilayah arid/semiarid
Dalam kelompok tanah mineral terbentuk di wilayah arid/semiarid terdapat jenis

tanah solonchaks, solonetz, gypsisols, durisols, calcisols.


8. Kelompok tanah mineral terbentuk di wilayah steppa

Dalam kelompok tanah mineral terbentuk di wilayah steppa terdapat jenis tanah
kastanozems, chernozems, phaeozems.

9. Kelompok tanah di wilayah iklim sub humid


Dalam kelompok tanah di wilayah iklim sub humid terdapat jenis tanah podzols,

planosols, albeluvisols, luvisols, umbrisols.


10. Kelompok tanah mineral di wilayah iklim dingin dengan permafrost

Dalam kelompok tanah mineral di wilayah iklim dingin dengan permafrost terdapat
jenis tanah cryosols. Tanah ini memiliki permafrost karena terbentuk di wilayah

dingin

E. TAKSONOMI TANAH
Brady dan Weil (2008) menjelaskan bahwa taksonomi tanah merupakan sistem

klasifikasi tanah yang komprehensif. Taksonomi tanah menyediakan pengelompokan


secara hirarki dari tubuh tanah. sistem ini berdasarkan ciri-ciri tanah yang secara

objektif dapat diamati dan diukur daripada hanya sekedar berdasarkan pada
mekanisme pembentukan tanah. Sistem menggunakan nomenklatur yang unik yang

dapat memberikan konotasi definitif dari karakteristik utama tanah. Sistem ini
merupakan sistem yang benar-benar internasional karena tidak berdasarkan pada

bahasa tanah nasional tertentu. Sementara itu Sartohadi dkk (2016) menjelaskan
satuan-satuan taksonomi tanah USDA merupakan alat komunikasi yang baik karena

mencakup berbagai tingkatan skala pemanfaatan mulai dari skala detil hingga global.
Taksonomi tanah terdiri dari enam kategori mulai dari kategori tertinggi (global)

ke kateogri terendah (detail) yaitu meliputi Ordo, Sub Ordo, Great Group, Sub Group,
Family, dan Serie. Pada tingkat ordo terdapat 12 macam ordo tanah yaitu Alfisols,

Andisols, Aridisols, Entisols, Gelisols, Histosols, Inceptisols, Mollisols, Oxisols,


Spodosols, Ultisols, dan Vertisols. Faktor pembedanya adalah ada tidaknya horison

diagnostik dan atau susunan horison diagnostik serta sifat diagnostik lain yang bukan
berupa horizon. Ordo dibagi menjadi Sub Ordo dengan memperhatikan pembatas

utama berupa rejim kelembapan tanah dan rejim suhu tanah. Sub ordo adalah bagian
dari ordo yang menekankan homogen genesa. Rejim kelembapan tanah dibedakan

10
menjadi lima macam mulai dari yang paling basah ke yang paling kering berturut-
turut adalah aquic, udic, ustic, aridic, dan xeric. Rejim suhu tanah dari yang paling

dingin ke yang paling panas berturut-turut adalah cryik, frigis, mesik, termik,
hipertermik. Semua level suhu tanah tersebut, kecuali cryik, mensyaratkan selisih suhu

tertinggi dan terendah 60C. jika tidak ada selisih suhu tersebut maka diberi awalan iso
di depan nama masing-masing suhu tanah. Perlu kita ketahui bahwa tidak semua ordo

menggunakan kriteria yang sama untuk menurunkan dalam level sub ordo. Ada 4 ordo
yang subordonya tidak didasarkan atas kelembapan dan suhu tanah yaitu gelisols,

histosols, aridisols, dan entisols. Saat ini ada 53 satuan sub ordo.

F. JENIS TANAH DI INDONESIA


Di Indonesia terdapat berbagai jenis tanah. Sartohadi dkk (2016) menjelaskan

berdasarkan klasifikasi USDA di Indonesia terdapat jenis tanah Gelisols, Histosols,


Spodosols, Andisols, Oxisols, Vertisols, Ultisols, Mollisols, Alfisols, Inceptisols, dan

Entisols. Sementara itu Darmawijaya (2002) dengan sistem klasifikasi yang lain
menjelaskan bahwa di Indonesia terdapat jenis tanah Histosol, Litosol, Aluvial, Regosol,

Latosol, Mediteran Merah-Kuning, Lateritik, Podzolik Merah Kuning, Andosol,


Grumusol, Hidrosol, Solonchak, Solonetz, Solidi, Chernozem, dan Podzol. Penjelasan

persebaran berbagai jenis tanah tersebut menurut Sartohadi dkk (2016) serta
Darmawijaya (2002) adalah sebagai berikut:

Gelisols
Gelisols merupakan tanah yang khas di daerah beriklim dingin. Jenis tanah ini
terbentuk di daerah beriklim kutub atau semikutub yang memungkinkan terbentuknya

lapisan permafrost pada sebagian atau seluruh profil tanah. Di Indonesia hampir tidak
dijumpai jenis tanah ini. Kemungkinan keterdapatannya adalah di sekitar Puncak Jaya

Papua di sekitar wilayah yang tertutup oleh salju abadi. Luas persebaran jenis tanah ini
secara nasional juga tidak signifikan karena hanya terbatas di daerah tertentu saja.

Histosols

Histosols adalah tanah yang terbentuk oleh bahan induk tanah organik yang
menyusun lebih dari 50% ketebalan tanah pada 80cm lapisan atas. Persebaran

histosols di Indonesia terutama terdapat pada lahan basah (rawa). Histosols tersebar
di pulau-pulau besar seperti Sumatra (13.211.000 ha), Kalimantan (11.096.000 ha),

Sulawesi (569.000 ha), dan Papua (13.415.000 ha). Dalam sistem klasifikasi lainnya

11
jenis tanah ini juga dikenal sebagai tanah organosol atau tanah gambut. Terdapat
tiga jenis gambut di Indonesia yaitu gambut ombrogen, gambut topogen, dan

gambut pegunungan.
Gambut ombrogen terletak di dataran pantai berawa memiliki ketebalan tanah

0,5 hingga 16 meter, terbentuk dari sisa tubuhan hutan dan rumput rawa dengan
kondisi yang hampir selalu tergenang air. Gambut ombrogen di Indonesia

merupakan salah satu gambut terluas di dunia selain gabut sub arctic. Gambut
ombrogen terdapat secara luas di dataran pantai timur Sumatra, dataran rawa

Kalimantan, dan dataran pantai selatan Papua. Gambut topogen terbentuk di daerah
cekungan di dataran rendah maupu di pegunungan, berasal dari sisa tumbuhan

rawa, ketebalan 0,5 hingga 6 meter, dan kandungan unsur hara relatif lebih tinggi.
Gambut topogen misalnya terdapat di Rawa Pening Jawa Tengah dan Rawa Lakbok

Jawa Barat. Gambut pegunungan terbentuk di daerah topografi pegunungan berasal


dari sisa tumbuhan yang memiliki karakteristik seperti vegetasi di daerah sedang.

Contoh gambut pegunungan terdapat di Dieng Jawa Tengah.


Spodosols

Tanah spodosols dicirikan oleh perbedaan warna antar horison. Dalam sistem

klasifikasi nasional Indonesia dikenal sebagai tanah podzol. Jenis tanah spodosols
tersebar di Kalimantan, Sumatra, dan sedikit di wilayah Papua, umumnya berada di

kawasan hutan. Tanah ini relatif kurang produktif dan sebaiknya dibiarkan secara
alami. Meluas di daerah hutan yang beriklim basah-sedang. Di pegunungan tinggi

Papua tanah spodosols pernah diteliti oleh Wentholt (1933). Spodosols juga
dijumpai di daerah yang lebih rendah seperti Kutai (Kalimantan Timur) dan Air

Layang (Bangka).
Andisols

Andisols merupakan tanah yang terbentuk pada abu gunungapi atau hasil keluaran
dari gunungapi yang lain. Persebaran jenis tanah ini di Indonesia berasosiasi dengan

lereng atas dan kerucut gunungapi pada ketinggian diatas 900 mdpal. Andisols yang
terdapat di Indonesia biasanya dari sub ordo Ustands dan Udands. Pada vulkan yang

sejarah letusannya banyak mengeluarkan material gelas vulkanik terbentuk sub ordo
Vitrands.

Oxisols

12
Tanah oxisols merupakan tanah yang telah mengalami proses pelapukan hingga
tingkat lanjut. Tersebar pada daerah-daerah dengan bentuklahan tua yang stabil,

terdapat di daerah tropis dan subtropis berasal dari bahan induk dari sembarang
batuan induk. Di Indonesia, jenis tanah ini antara lai dijumpai di Sumatra, Kalimantan,

sebagian kecil Jawa Barat (Purwakarta), Sulawesi, Papua. Oxisol di Indonesia pada
umumnya termasuk dalam subordo Ustox, Perrox, Udox, serta Aquox. Luasan

persebaran tanah ini terbatas.


Vertisols

Vertisols adalah tanah yang mempunyai lapisan setebal >=25 cm dengan

slickensides. Tanah ini juga memiliki kemampuan kembang kerut yang tinggi akibat
tingginya lempung montmorilonite. Vertisols di Indonesia berkembang pada bahan

induk yang berasal dari batuan vulkanik menengah, tuff, batuan facies laut, coluvium,
aluvium, terletak pada relief yang relatif datar. Selain itu tinggi tempat tidak lebih

dari 300 mdpal dan temperatur tahunan rata-rata 250C. Jenis ultisols yang terdapat
di Indonesia umumnya dari subordo usterts, xererts, dan uderts. Dalam sistem

klasifikasi tanah nasional Indonesia dikenal sebagai tanah grumusol.


Ultisols

Tanah ini terbentuk dari sembarang bahan induk terutama yang berumur pleistosen
atau lebih tua. Terbentuk dari sembarang regim suhu dan kelembaban kecuali aridik.

Terutama terbentuk di daerah dengan surplus air hujan terhadap evapotranspirasi.


Ultisols biasanya berada di bawah vegetasi hutan, perladangan berpindah, atau

sabana. Di Indonesia Ultisols tersebar secara luas dan mencakup hampir semua
satuan tanah dalam kategori subordo (kecuali xerults yang relatif terbatas).

Mollisols

Mollisols termasuk dalam jenis tanah yang telah mengalami perkembangan dengan
ciri utama keberadaan epipedon mollic yang sangat ideal untuk pertanian. Tanah ini

berkembang pada batuan induk dengan kandungan Ca tinggi. Berbagai jenis batuan
induk yang memungkinkan terbentuknya mollisols adalah batuan gampingan dan

bahan vulkanik yang banyak mengandung Ca-pagioklas tinggi. Mollisols yang


terdapat di Indonesia adalah Rendolls, Xerolls, Ustolls, dan Udolls. Mollisols banyak

dijumpai di Kepulauan Nusa Tenggara, Pulau Sulawesi, dan Pulau Jawa.


Alfisols

13
Alfisols merupakan tanah yang memiliki epipedon okrik dan argilik. Jenis tanah ini
juga terdapat di Indonesia yaitu dari subordo Udalfs, Ustalfs, serta sedikit Aqualfs,

dan Xeralfs. Tanah alfisols Terdapat di hampir semua pulau di Indonesia umumnya
berasal dari batuan induk vulkanik di bawah pengaruh iklim tropis basah (A). apabila

cukup air jenis tanah ini potensial untuk tanaman padi, tebu, palawija, dan buah-
buahan secara intensif.

Inceptisols
Inceptisols merupakan jenis tanah yang sedang berada pada tahap awal

perkembangan. Inceptisols tersebar luas dan merata di seluruh wilayah Indonesia.


Inceptisols berkembang di daerah yang sudah diusahakan untuk persawahan dalam

kurun waktu ratusan tahun, tanah endapan sungai, danau, rawa, dan pesisir yang
dinamis. Jenis tanah ini potensial untuk pertanian baik lahan basah maupun kering

karena memiliki potensi kesuburan yang termasuk dalam kategori tinggi.


Entisols

Merupakan tanah yang belum berkembang yang didominasi oleh bahan induk.
Entisols banyak ditemukan di Indonesia terutama di daerah dengan dinamika

geomorfologis tinggi. Biasanya wilayah yang memiliki dinamika geomorfologis tinggi


terkait dengan potensi bencana yang juga tinggi seperti di wilayah rawan banjir-

genangan, erupsi gunungapi, longsor, serta tsunami dan gelombang pasang. Proses-
proses geomorfologis di daerah perkembangan entisols ini seringkali mengganggu

perkembangan tanah.

KESIMPULAN
Tanah adalah lapisan yang menyelimuti sebagian besar permukaan bumi dan mempunyai

sifat dan karakteristik fisik, kimia, biologi, serta morfologi.Asal usul tanah adalah bentukan
dari proses pelapukan batuan yang mendapat bantuan oleh organisme yang akhirnya

membentuk lapisan. Dalam sifat fisika tanah adalah sifat yang dapat dirasakan oleh
pengindraan seperti warna tanah, tekstur tanah, struktur tanah, konsistensi tanah. Sifat

kimia tanah adalah sifat tanah secara kimiawi, misalnya pH tanah dan kandungan bahan
organik didalam tanah seperti Karbon, Nitrogen, Posfor, Kalium dan berbagai komponen.

Reaksi tanah merupakan suatu istilah yang dipakai untuk menyatakan reaksi asam-basa
dalam tanah, yang dalam hal mana dinyatakan sebagai pH tanah. pH merupakan ukuran

aktivitas ion hidrogen. pH merupakan salah satu parameter penting suatu tanaman dapat
tumbuh atau tidak. Sifat bologi tanah dibentuk oleh zat padat tanah yang berupa partikel

14
-partikel tanah, bahan -bahan organik serta organisme tanah. Klasifikasi tanaha adala
pengkategorisasi tanah berdasarkan karakteristik yang membedakan masing-masing jenis

tanah. Klasifikasi tanah merupakan sebuah subjek yang dinamis yang mempelajari
struktur dari sistem klasifikasi tanah, definisi dari kelas-kelas yang digunakan untuk

penggolongan tanah, kriteria yang menentukan penggolongan tanah, hingga


penerapannya di lapangan.

15
DAFTAR PUSTAKA

Brady, N.C. dan Weil, R.R. 2008. The Nature and Properties of Soils, Fourteenth Edition

Revised. New Jersey: Pearson


Darmawijaya, Isa. 2002. Klasifikasi Tanah. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Foth, H.D. dan Turk, L.M. 1972. Fundamentals of Soil Science, Fifth Edition . New York:
John Wiley and Sons

Hanafiah, Kemas Ali. 2010. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Jakarta: Rajawali Pers.
Sartohadi, J., Suratman., Jamulya., Dewi, N.I.S. 2016. Pengantar Geografi Tanah.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar


Sartohadi, Junun, dkk. 2012. Pengantar Geografi Tanah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sutanto, Rachman. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

16

Anda mungkin juga menyukai