Anda di halaman 1dari 3

Mengapa berbagai jenis hewan di Indonesia berbeda-beda, ada hewan Asiatis,

peralihan dan Australis. Khusus hewan peralihan ada jenis burung Maleo dan Kus kus
apa keistimewaan dari hewan ini?

Fauna setiap wilayah di Indonesia dapat berbeda-beda dipengaruhi oleh sejarah


terbentuknya daratan Indonesia yang berawal dari zaman es. Pada masa itu wilayah Indonesia
bagian barat yang disebut sebagai Paparan Sunda masih menyatu dengan benua Asia.
Sedangkan untuk wilayah Indonesia bagian timur yang disebut sebagai Paparan Sahul masih
menyatu dengan benua Australia. Pada zaman itu Indonesia menjadi jembatan penghubung
persebaran hewan dari Asia dan Australia. Kemudian pada akhir zaman es, suhu permukaan
bumi menjadi naik sehingga permukaan air laut naik kembali.
Menurut Suharini dan Palangan (2014: 79) wilayah peralihan meliputi pulau-pulau
Sulawesi, Nusa Tenggara dan Pulau Maluku. Ketiga kawasan tersebut dibatasi oleh dua garis
Weber dan Wallacea. Garis Weber membatasi daerah dangkalan Sahul dan wilayah peralihan
yang melalui ujung barat kepala burung, Irian Jaya kearah selatan sampai kelaut timur ujung
timur Pulau Timur. Sedangkan garis Wallacea melalui selat Makasar terus keselatan melalui
Selat Lombok. Ketiga wilayah ini mempunyai corak dan jenis fauna yang berlainan, yaitu
bahwa kawasan dangkalan Sunda fauna lebih bercorak Asiatis, sedangkan kawasan
dangkalan Sahul lebih bercorak Australiatis dan kawasan peralihan mempunyai corak
tersendiri.
Menurut Fatchan (2013: 27) Faktor lingkungan yang sangat berpengaruh pada saat itu
sangat mempengaruhi pola persebaran tumbuhan dan hewan serta mempengaruhi proses
evolusi yang sedang berjalan. Persebaran flora dan fauna di muka bumi dipengaruhi oleh 3
faktor utama yaitu:
a. Tekanan populasi, semakin banyak/bertambahnya populasi akan menyebabkan
kebutuhan akan persediaan bahan makanan menjadi semakin sulit dipenuhi sehingga
menyebabkan migrasi.
b. Persaingan, ketidakmampuan fauna dalam bersaing memperebutkan wilayah kekuasaan
dan bahan makanan yang dibutuhkan juga mendorong terjadinya migrasi ke daerah
lain.
c. Perubahan habitat, berubahnya lingkungan tempat tinggal dapat menyebabkan
ketidakmampuan dalam beradaptasi terhadap perubahan tersebut dan menjadi merasa
tidak cocok untuk terus menempati daerah awal.
Keunikan burung Maleo
Maleo (Macrocephalon maleo) merupakan salah satu jenis burung endemik
Sulawesi yang sangat unik dan banyak menarik perhatian. Berbeda dengan kebanyakan
burung, Maleo memiliki ukuran yang hampir sama dengan ayam dengan dada berwarna putih
dan bulu hitam pada badan, sayap dan ekor, juga memiliki kapseti (cephalon) warna hitam
pada kepala bagian atas (Hafsah et al. 2004). Dalam proses reproduksi burung Maleo
menanam telurnya dalam pasir atau dalam tanah. Proses penetasan menggunakan sumber
panas bumi (geothermal heat) dan panas matahari (solarradiation) untuk mengerami
telurnya dan pembesaran anak Maleo diserahkan kepada alam. Selain itu, telur Maleo empat
sampai lima kali lebih berat dari telur ayam kampung dan kandungan kuning telurnya tinggi
(Dekker dan Brom, 1990).
Keunikan Kuskus
Kuskus (Phalageridae) merupakan hewan berkantung yang memiliki ekor panjang,
mata bulat dan berbulu. Menzies (1991) mendeskripsikan kuskus memiliki kepala bundar,
mempunyai bulu seperti wool dan bersifat soliter, arboreal dan nocturnal. Sedangkan
menurut Flannery (1994) kuskus (Phalanger) adalah jenis arboreal herbivora besar
(biasanya mencapai bobot badan lebih dari dua kilogram) dan memanfaatkan jenis daun-
daunan, buah, bunga dan kulit pohon sebagai sumber pakannya. Seperti kanguru, kuskus
betina melahirkan anaknya kemudian merawat dan membawa anaknya dalam kantung yang
terdapat di perutnya. Biasanya bayi kuskus akan bertahan dan keluar dari kantung setelah 6
atau 7 bulan. Ciri utama kuskus selain kantong yang terdapat di perutnya adalah kuskus
mempunyai ekor yang panjang dan kuat yang berfungsi sebagai alat untuk berpegangan saat
berpindah dari satu dahan ke dahan lainnya. Ekor kuskus juga menjadi senjata pertahanan
dengan cara mengaitkan ekornya kuat-kuat pada batang atau cabang pohon.
Sumber
Dekker, R.W.R.J., and T.G. Brom. 1990. Maleo eggs and the amount of yolk in relation to
different incubation strategies in megapodes. Aust. J.Zool.38:19 – 24.
Fatchan, A. 2013. Geografi Tumbuhan dan Hewan. Yogyakarta: Penerbit Ombak.
Hafsah, R. Rozali, H. Husain, Ruswadi, dan Herman. 2004. Perkembangan bobot badan dan
morfologis burung Maleo (Macrocephalon maleo ) umur 1-7 bulan di Taman Nasional
Lore Lindu. Page 225-229 in Prosiding Seminar Nasional. Kerjasama UNTAD dan LIPI.
Palu.
Suharini, Erni dan Abraham Palangan. 2014. Biogeografi. Yogyakarta: Penerbit Ombak.

Anda mungkin juga menyukai