Anda di halaman 1dari 14

Makalah

Sistem Pertahanan Tubuh

Oleh :
Muhammad Putra Sawerigading
XI.MIPA Ekosistem
Peta konsep
I. Fungsi Sistem Pertahanan Tubuh
-Proteksi tubuh dari berbagai jenis penyakit yang disebabkan oleh patogen, termasuk jenis
penyakit menular.

-Menjaga keseimbangan homeostatis yang berfungsi memenuhi kebutuhan tubuh melalui


interaksi seluruh sistem yang terdapat didalamnya.

-Mendeteksi jaringan sel abnormal dan mengeliminasinya dari tubuh. Juga menyingkirkan
jaringan sel yang rusak atau mati.

-Mampu menghancurkan sel kanker atau zat asing lain yang ingin menginvasi tubuh.

II. Mekanisme Sistem Pertahanan Tubuh


Tubuh manusia memiliki 2 macam mekanisme pertahanan tubuh, yaitu pertahanan nonspesifik
(alamiah) dan pertahanan spesifik (adaptif)

A. Pertahanan Nonspesifik (alamiah)

Pertahanan tubuh nonspesifik bekerja dengan cara mengenali dan menyerang segala
macam antigen yang masuk ke dalam tubuh. Pertahanan tubuh nonspesifik terbagi menjadi
dua, yaitu eksternal dan internal. Seperti apa perbedaannya?

1. Pertahanan nonspesifik eksternal

Pertahanan nonspesifik eksternal adalah pertahanan tubuh yang paling luar dan
tugasnya melindungi agar antigen tidak masuk ke dalam tubuh. Contohnya, kulit, membran
mukosa atau selaput lendir, dan kelenjar air mata.

Seperti yang kamu tahu, kulit merupakan bagian terluar tubuh, sehingga kulit bisa berperan sebagai
penghalang antigen. Sementara itu, membran mukosa merupakan lapisan yang melapisi bagian
dalam organ tubuh, seperti saluran pernapasan dan pencernaan. Nah, membran mukosa ini dapat
menghasilkan lendir yang akan memerangkap antigen, sehingga antigen itu nggak bisa masuk ke sel-
sel tubuh.

Kalau kelenjar air mata beda lagi, nih. Kelenjar air mata berperan untuk menghasilkan air mata, yang
juga termasuk ke dalam pertahanan nonspesifik eksternal, karena air mata berfungsi membersihkan
mata dari segala macam partikel asing yang masuk ke mata.

2. Pertahanan nonspesifik internal


Pertahanan nonspesifik internal adalah pertahanan tubuh yang akan bekerja jika ada
antigen yang bisa menembus pertahanan nonspesifik eksternal. Pertahanan nonspesifik
internal melibatkan aktivitas sel darah putih, seperti:

a. Neutrofil dan makrofag untuk fagositosis atau ‘memakan’ antigen dan patogen berbahaya

b. Eosinofil untuk menghancurkan patogen multiseluler seperti cacing

c. Sel NK (Natural Killer) untuk membunuh sel yang terinfeksi, serta sel mast yang terlibat dalam
inflamasi (peradangan)

Peradangan adalah tanggapan atau respon tubuh terhadap antigen yang masuk ke dalam tubuh,
yang dapat dicirikan dengan adanya pembengkakan, demam, bisul, maupun gatal-gatal. Peradangan
ini difasilitasi oleh senyawa sitokin yang dihasilkan makrofag dan juga histamin yang dihasilkan sel
mast.

Sitokin berfungsi untuk memanggil sel darah putih seperti neutrofil ke lokasi
inflamasi. Sementara histamin berfungsi untuk melebarkan pembuluh darah, sehingga memudahkan
sel darah putih untuk menembus dinding kapiler darah.

B. Pertahanan Spesifik (adaptif)

Sistem pertahanan tubuh spesifik adalah pertahanan tubuh yang bekerja jika antigen
berhasil masuk ke dalam cairan ataupun sel tubuh.

Apa saja yang berperan dalam sistem pertahanan tubuh spesifik? Mari kita uraikan

1. Komponen Respons Imunitas Spesifik Antigen, zat yang merangsang respons


imunitas, terutama dalam menghasilkan antibodi.Terdiri atas bagian determinan
antigen (epitop), yaitu bagian antigen yang membangkitkan respons imun, dan
hapten, yaitu molekul kecil yang jika sendirian tidak dapat menginduksi produksi
antibodi, melainkan harus bergabung dengan carrier yang bermolekul besar.

Antibodi, protein larut yang dihasilkan oleh sistem imunitas sebagai respons
terhadap keberadaan antigen dan akan bereaksi dengan antigen tersebut.

Merupakan protein plasma yang disebut imunoglobulin (Ig), yang terdiri atas 5
kelas.

1) IgA, melawan mikroorganisme, banyak terdapat pada zat sekresi seperti


keringat, ASI, dan ludah.
2) IgD, membantu memicu respons imunitas, jumlah sedikit.

3) IgE, menyebabkan pelepasan histamin dan mediator kimia

4) IgG, jumlah paling banyak sekitar 80%. Jumlahnya akan lebih besar setelah
pajanan pertama.

5) IgM, antibodi pertama yang tiba di lokasi infeksi, menetap di pembuluh darah.

2. Interaksi Antibodi dan Antigen

a) Fiksasi komplemen, yaitu aktivasi sistem komplemen (± protein serum) oleh


antibodi. jika terjadi infeksi, protein pertama dalam rangkaian protein komplemen
diaktifkan, memicu aktivasi protein-protein berikutnya. Hasilnya adalah virus dan
sel-sel patogen mengalami lisis.

b) Netralisasi, terjadi jika antibodi menutup sistem determinan antigen, sehingga


antigen menjadi tidak berbahaya.

c) Aglutinasi (penggumpalan), terjadi jika antigen berupa materi partikel.


d) Presipitasi (pengendapan) yaitu pengikatan silang molekul-molekul antigen
yang terlarut dalam cairan tubuh.

3. Jenis Imunitas (Kekebalan Tubuh)

a.) Imunitas aktif

Imunitas aktif dapat diperoleh dengan melakukan kontak langsung antara


toksin atau patogen sehingga tubuh mampu memproduksi antibodinya
sendiri. Imunitas aktif itu sendiri dibagi lagi menjadi 2 jenis, yaitu imunitas
aktif dan imunitas alami.
- Imunitas aktif alami terjadi jika setelah seseorang terpapar penyakit, sistem imunitas
memproduksi antibodi dan limfosit khusus. Imunitas ini dapat bersifat seumur hidup, seperti pada
kasus cacar dan campak, atau sementara seperti pada kasus gonore dan pneumonia

- imunitas aktif buatan timbul karena adanya rangsangan dari patogen yang dimasukkan ke
dalam tubuh melalui vaksin yang kemudian mengaktifkan sistem imun. Vaksin sendiri merupakan
patogen yang sudah dilemahkan atau toksin yang sudah diubah sebelumnya. karena itu, vaksin ini
tidak menimbulkan penyakit Contohnya adalah vaksin TFT (tetanus formol toxoid) untuk melawan
tetanus.
b.) Imunitas pasif
Kekebalan pasif bergantung pada antibodi daripada sel memori. Singkatnya, Ini melibatkan
pengenalan antibodi siap pakai kepada individu yang tidak kebal.

Kekebalan pasif berumur pendek (karena tidak ada sel memori) tetapi bermanfaat di mana ada
risiko tinggi infeksi, dan tubuh tidak dapat mengembangkan respons kekebalannya sendiri atau
mensintesis antibodinya sendiri. Juga dapat meringankan gejala beberapa penyakit dan mengobati
infeksi tertentu yang belum tersedia vaksinnya (misalnya virus Ebola).

Selain itu, mereka dapat digunakan sebagai profilaksis pada pasien imunodefisiensi dan di mana
tidak cukup waktu bagi tubuh untuk mengembangkan respons imunnya sendiri. misalnya serum
antivenom untuk keracunan.

-Imunitas Pasif Alami

Kekebalan pasif dapat diturunkan dalam bentuk IgG dari ibu ke janin. IgG adalah satu-
satunya subtipe antibodi yang dapat melewati plasenta dan selanjutnya memberikan
perlindungan selama 4 hingga 6 bulan setelah lahir.

Setelah itu, antibodi ibu secara bertahap terdegradasi seiring dengan terus berkembangnya
sistem kekebalan bayi hingga mencapai kematangan sekitar usia 5 tahun.

Antibodi IgA yang ada dalam ASI juga dapat mentransfer kekebalan pasif. IgA melapisi
saluran pencernaan bayi, melindungi dari infeksi bakteri sampai sistem kekebalan bayi baru
lahir cukup matang untuk menghasilkan antibodinya sendiri. Kekebalan ini berumur pendek,
dan vaksinasi diperlukan segera setelah lahir untuk mencegah penyakit seperti tuberkulosis
dan hepatitis B.

-Imunitas Pasif Buatan

Transfer antibodi IgG dapat memberikan kekebalan pasif buatan.

Ini dapat melalui beberapa cara:

 Produk darah manusia atau hewan - serum atau plasma


 Kumpulan imunoglobulin manusia – imunoglobulin intravena, subkutan atau
intramuskular dari donor yang diimunisasi atau mereka yang pulih dari penyakit.
 Antibodi monoklonal

Perlindungan yang diberikan bersifat segera tetapi sementara. Selain itu, karena tubuh tidak
mengembangkan sel memori, pasien berisiko kambuh penyakit atau infeksi ulang kecuali
mereka mengembangkan kekebalan aktif.

4.) Sel sel yang Terlibat Dalam Respons Imunitas

Terdapat empat sel yang berperan penting dalam imunitas, yaitu sel B(limfosit B), sel t
(limfosit T), makrofag, dan sel pembunuh alami (natural killer = NK)
a) Sel B (limfosit B) Berfungsi membentuk antibodi untuk melawan antigen. Sel B berdiferensiasi
menjadi sel plasma (produksi antibodi) dan sel memori (berfungsi dalam respon imunitas
sekunder).
b) Sel T (limfosit T) Yaitu sel darah putih yang mempu mengenali dan membedakan jenis
antigen/petogen spesifik. Saat pengenalan antigen, sel T berdiferensiasi menjadi sel T memori
dan sel T efektor (sel T sitotoksik, sel T penolong, dan sel T supresor)
c) Makrofag Adalah sel fagosit besar dalam jaringan, berasal dari perkembangan sel darah putih,
berfungsi menelan antigen/bakteri untuk dihancurkan secara enzimatik
d) Sel pembunuh alami (Inggris: Natural Killer, NK) merupakan komponen sistem imun
bawaan yang tidak secara langsung menyerang mikrob penyerang.[52] Sebaliknya, sel-sel
NK menghancurkan sel-sel inang yang terinfeksi atau sel yang bertransformasi. [53] Sel-sel
demikian dinamakan "missing self" ("kehilangan pengenalan diri") dikarenakan sel memiliki
penanda permukaan sel (disebut MHC I) yang sangat rendah. Sel NK dinamai "pembunuh
alami" karena gagasan awal bahwa mereka tidak memerlukan pengaktifan untuk
membunuh sel-sel yang "missing self." Sel-sel tubuh normal tidak dikenali dan tidak
diserang oleh sel-sel NK karena mereka mengekspresikan antigen MHC diri yang utuh.
Kompleks antigen diri MHC itu dikenali oleh reseptor imunoglobulin sel pembunuh (KIR)
yang menahan aktivitas sel NK

5. Mekanisme Respons Imunitas Humoral (Diperantarai Antibodi)


Imunitas humoral atau imunitas humoural adalah aspek imunitas yang dimediasi
oleh makromolekul yang ditemukan dalam cairan ekstraseluler seperti antibodi yang
disekresikan, protein komplemen, dan peptida antimikroba tertentu. Imunitas humoral dinamakan
demikian karena melibatkan zat yang ditemukan dalam humor, atau cairan tubuh. Imunitas ini
berkebalikan dengan imunitas yang diperantarai sel. Aspek-aspeknya yang melibatkan antibodi
sering disebut imunitas yang diperantarai antibodi.
Studi tentang komponen molekuler dan seluler yang membentuk sistem imun, termasuk fungsi
dan interaksinya, merupakan pusat ilmu imunologi. Sistem imun dibagi menjadi sistem imun
bawaan yang lebih primitif, dan sistem imun vertebrata yang didapat atau adaptif, yang masing-
masing mengandung komponen humoral dan seluler.
Imunitas humoral mengacu pada produksi antibodi dan proses aksesori yang menyertainya,
termasuk: aktivasi Th2 dan produksi sitokin, pembentukan pusat germinal dan pengalihan
isotipe, pematangan afinitas dan generasi sel memori. Imunitas humoral juga merujuk pada
fungsi efektor dari antibodi, yang meliputi patogen dan netralisasi toksin,
aktivasi komplemen klasik, dan promosi opsonin untuk fagositosis dan eliminasi patogen.

6. Imunitas diperantarai sel


Komponen sel utama pada sistem imun adaptif yaitu jenis leukosit khusus yang
disebut limfosit. Limfosit T (sel T) dan limfosit B (sel B) merupakan jenis limfosit utama yang
berasal dari sel punca hematopoietik pada sumsum tulang.[42]:297 Sel T terlibat dalam respons
imun diperantarai sel, sedangkan sel B terlibat dalam respons imun humoral.[63] Baik sel T dan sel
B memiliki reseptor yang mengenali target spesifik. Sel T mengenali target non-self seperti
patogen, tetapi hanya jika antigen telah diolah dan disajikan pada molekul kompleks
histokompatibilitas utama (bahasa Inggris: major histocompatibility complex, disingkat MHC).
[42]:14
Sementara itu, reseptor antigen pada sel B, yang merupakan suatu molekul antibodi pada
permukaan, dapat mengenali semua patogen tanpa perlu adanya pengolahan antigen. Tiap
garis keturunan sel B memiliki antibodi yang berbeda, sehingga kumpulan reseptor antigen sel B
yang lengkap mewakili semua antibodi yang dapat diproduksi oleh tubuh.[42]:12
Awalnya, subtipe sel T dibagi menjadi dua yaitu sel T sitotoksik (sel T pembunuh) dan sel T
pembantu. Namun seiring pesatnya penelitian imunologi pada dekade terakhir, banyak
ditemukan jenis lain dari limfosit misalnya sel T gamma delta (sel T γδ). Sel T sitotoksik hanya
mengenali antigen yang dirangkaikan pada molekul MHC kelas I, sementara sel T pembantu
hanya mengenali antigen yang dirangkaikan pada molekul MHC kelas II. Dua mekanisme
presentasi antigen tersebut memunculkan peran berbeda dua tipe sel T. Jenis lain sel T yang
termasuk subtipe minor yaitu sel T γδ, yang mengenali antigen yang tidak melekat pada moleku
Sel T sitotoksik

Sel T sitotoksik secara langsung menyerang sel lainnya yang membawa antigen asing atau abnormal di
permukaan.[65]:12

Sel T sitotoksik (Inggris: cytotoxic T lymphocyte, CTL) atau sel T pembunuh merupakan
subkelompok dari sel T yang membunuh sel yang terinfeksi virus (dan patogen lainnya), sel-sel
yang rusak, atau sel yang tidak berfungsi dengan baik.[66] Sel T sitotoksik diaktifkan
ketika reseptor sel T melekat pada antigen spesifik ini dalam sebuah kompleks dengan reseptor
MHC kelas I dari sel lainnya. Pengenalan MHC:antigen ini dibantu oleh koreseptor pada sel T
yang disebut CD8. Sel T lalu berkeliling ke seluruh tubuh untuk mencari sel yang menyajikan
antigen ini pada molekul MHC kelas I. Ketika sel T yang aktif berikatan dengan sel yang
demikian, sel T melepaskan protein sitotoksik (seperti perforin) yang dapat membentuk pori
pada membran plasma target, membuat ion, air, dan toksin masuk ke dalamnya. Hal ini
menyebabkan sel mengalami apoptosis.[67] Sel T sitotoksik penting untuk mencegah replikasi
virus. Pengaktifan sel T membutuhkan sinyal pengaktifan antigen/MHC yang sangat kuat dan
sinyal pengaktifan tambahan yang disediakan oleh sel T pembantu.[67]
Sel T pembantu
Sel T pembantu (Inggris: T helper cell, Th) mengatur respons imun bawaan dan respons imun
adaptif, serta membantu menentukan jenis respons imun pada patogen khusus. [68][69] Sel tersebut
tidak memiliki aktivitas sitotoksik dan tidak membunuh sel yang terinfeksi atau membersihkan
patogen secara langsung, tetapi mereka mengontrol respons imun dengan mengarahkan sel lain
untuk melakukan tugas tersebut.[70]
Sel T pembantu mengekspresikan reseptor sel T yang mengenali antigen terikat pada molekul
MHC kelas II. MHC:antigen juga dikenali oleh protein CD4 yang penting dalam pengaktifan sel T.
Sel T pembantu memiliki ikatan yang lebih lemah dengan MHC: antigen daripada sel T
sitotoksik, sehingga pengaktifannya memerlukan lebih banyak ikatan (sekitar 200-300),
sementara sel T sitotoksik dapat diaktifkan dengan satu ikatan molekul MHC:antigen dengan
reseptor. Pengaktifan sel T pembantu juga membutuhkan durasi pengikatan lebih lama dengan
sel yang memiliki antigen.[71] Sel T pembantu yang telah aktif selanjutnya
menyekresikan sitokin yang memengaruhi aktivitas banyak jenis sel. Sinyal sitokin yang
dihasilkan oleh sel T pembantu memperbesar fungsi mikrobisidal dari makrofag dan aktivitas sel
T sitotoksik.[19]:1335-1336 Selain itu, pengaktifan sel T pembantu menyebabkan peningkatan molekul
yang diekspresikan pada permukaan sel T, seperti CD40 (juga dikenal sebagai CD154), yang
menyediakan sinyal stimulasi tambahan yang dibutuhkan untuk mengaktifkan sel B menjadi sel
plasma.[72]
Sel T gamma delta
Sel T gamma delta (sel T γδ) memiliki reseptor sel T alternatif yang berbeda dengan sel T CD4+
dan CD8+ (αβ), serta memiliki ciri yang mirip dengan sel T pembantu, sel T sitotoksik, dan sel
NK, sehingga berada pada perbatasan antara sistem imun adaptif dan sistem imun bawaan. [73] Di
satu sisi, sel T γδ merupakan komponen dari sistem imun adaptif karena gen reseptor sel T
menjalani penataan ulang dan menghasilan diversitas reseptor serta dapat mengembangkan
memori. Di sisi lain, beberapa bagian sel ini merupakan komponen sistem imun bawaan karena
reseptor sel T atau reseptor NK yang dimilikinya dapat digunakan sebagai PRR. Contohnya
sejumlah besar sel T Vγ9/Vδ2 berespons dalam hitungan jam terhadap molekul umum yang
diproduksi oleh mikrob, dan jenis sel T Vδ1+ yang khusus hanya ada di epitelium, merespons
terhadap sel epitelial yang rusak

III. Program dan Jenis Imunisasi

Imunisasi merupakan upaya untuk meningkatkan kekebalan secara aktif terhadap suatu
penyakit tidak hanya melindungi seseorang tetapi juga masyarakat, dan komunitas atau yang
disebut dengan herd immunity. Upaya pencegahan yang paling cost effective dan terbukti
memberikan kontribusi yang cukup besar dalam penurunan angka kematian bayi dan balita
di Indonesia adalah dengan Imunisasi.
1. BCG

Melansir Journal the BMJ, jenis imunisasi dasar ini melindungi terhadap
tuberkulosis, yang juga dikenal sebagai TB.

TBC adalah infeksi serius yang menyerang paru-paru dan terkadang bagian
tubuh lainnya, seperti tulang, sendi, dan ginjal. Ini juga dapat
menyebabkan meningitis.

Imunisasi BCG bisa diberikan jika uji tuberkulin menunjukkan hasil negatif.
Tempat penyuntikan imunisasi BCG yang dianjurkan yakni pada lengan kanan
atas.

2. DPT

Jenis imunisasi dasar DPT berfungsi melindungi terhadap penyakit difteri,


pertusis, dan tetanus.

Vaksinasi DPT dianjurkan untuk diberikan sebanyak 5 kali, masing-masing


pada usia:

 Usia 2 bulan atau paling cepat pada usia 6 minggu


 Usia 4, 6, 18 bulan
 Usia 5 tahun

"Setelah itu, anak mendapatkan vaksin Td atau Tdap pada usia 10-12 tahun
sebagai booster," jelas dr. Matheus.

Selanjutnya, imunisasi booster anak perlu diulangi setiap 10 tahun.


3. MR/MMR

Vaksin MMR bertugas untuk mencegah anak mengalami penyakit gondong,


campak, dan rubella (campak jerman).

Dosis pertama dilakukan saat anak berusia 9 bulan. Setelah itu, memberikan
vaksin MMR lanjutan saat anak berusia 15 bulan.

4. Hepatitis B (HB)

Jenis imunisasi hepatitis B harus diberikan sebelum bayi berusia 6 bulan,


sebanyak 3 dosis:

 Dosis pertama: diberikan saat bayi baru lahir. Tepatnya sebelum bayi
berusia 24 jam.
 Dosis kedua: diberikan saat bayi berusia 1–2 bulan.
 Dosis ketiga: diberikan saat bayi berusia 6–18 bulan.

"Jika vaksin hepatitis B bersamaan dengan DPT, pemberian bisa dilakukan


saat bayi berusia 2, 3, dan 4 bulan," jelas dr. Matheus.

Selain itu, bayi yang lahir dari ibu dengan hepatitis B, perlu mendapatkan
vaksin hepatitis B dosis pertama sebelum usianya 24 jam.

Selain itu, ditambah dengan imunoglobulin hepatitis B pada saat bersamaan di


bagian paha yang berbeda (dilakukan setelah mendapat suntikan vitamin K1).

Pemberian jenis imunisasi selanjutnya dapat diberikan sesuai jadwal. Saat


berusia 9-18 bulan, bayi yang lahir dari ibu dengan hepatitis B perlu
diperiksa antiHBs dan HbsAg.

5. Hemophilus Influenza B (Hib)

Vaksin Hib adalah jenis imunisasi yang digunakan untuk mencegah


infeksi Haemophilus influenzae tipe b (Hib).

Di negara-negara yang memasukkannya sebagai vaksin rutin, tingkat infeksi


Hib yang parah telah menurun lebih dari 90%.

Vaksin Hib dianjurkan untuk diberikan saat bayi berusia 2, 3, 4 bulan.

Kemudian, jadwal imunisasi Kemenkes ini akan diulang pada usia 12–15 bulan
dengan dosis tergantung usia bayi (3 atau 4 dosis).

Ini sering dikombinasikan dengan jenis imunisasi lain atau disebut dengan
DPT-HB-Hib.

6. Flu atau Influenza


Melansir Journal Lancet, virus influenza (flu) menyebabkan infeksi saluran
pernapasan akut.

Inilah yang mengakibatkan morbiditas dan mortalitas yang cukup besar di


seluruh dunia.

Maka dari itu, penting bagi Si Kecil mendapatkan imunisasi flu.

Vaksinasi flu dapat diberikan setiap tahun saat anak berusia 6 bulan hingga 8
tahun dalam 2 dosis dasar atau awal.

"Imunisasi influenza lanjutan anak dapatkan setiap satu tahun sekali," ungkap
dr. Matheus.

7. Pneumokokus (PCV)

Vaksin pneumokokus adalah jenis imunisasi terhadap bakteri Streptococcus


pneumoniae.

Penggunaannya dapat mencegah beberapa kasus pneumonia, meningitis, dan


sepsis.

Pemberian vaksin PCV sebanyak 4 kali sesuai kelompok usia. Ini saat Si Kecil
berusia 2, 4, dan 6 bulan.

Ada dua jenis vaksin pneumokokus, yaitu vaksin konjugasi dan vaksin
polisakarida. Pemberian dosis keempat vaksin PCV ini pada bayi usia 12-15
bulan

8. IPV (Polio)

Vaksin polio adalah jenis imunisasi dasar IDAI yang digunakan untuk
mencegah penyakit poliomielitis (polio).

Terdapat 2 jenis vaksin yang digunakan, yaitu virus polio yang tidak aktif
melalui suntikan (IPV) dan melalui mulut (OPV).

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan semua anak


divaksinasi polio secara lengkap.

Pemberian pertama vaksin polio segera setelah bayi lahir. Setelah itu, vaksin
dilakukan pada bayi berusia 2, 3, dan 4 bulan.

Pada usia 18 bulan, imunisasi polio lanjutan bisa anak dapatkan untuk
mendapat kekebalan tubuh yang sempurna

9. Rotavirus

Imunisasi rotavirus berfungsi untuk mencegah anak terkena penyakit infeksi


karena rotavirus, seperti sakit diare.
Ada terdapat dua jenis vaksin untuk rotavirus yang dianggap penting.

Pertama adalah vaksin rotavirus monovalen, yang terdiri dari satu jenis virus
dengan pemberian dua kali.

Pemberian vaksin rotavirus ini yaitu pada usia bayi 6-14 minggu dan 4 minggu
setelah pemberian pertama.

Sementara itu, vaksin rotavirus pentavalen yang terdiri dari beberapa jenis
virus pemberian dilakukan tiga kali. Ini pada usia 2, 4, dan 6 bulan.

10. Varisela

vaksin varisela sesuai jadwal dari IDAI.

Jadwal imunisasi varisela ini diberikan setelah anak berusia 1 tahun.

Berdasarkan catatan dari Center for Disease Control and Prevention (CDC),
vaksin varisela bisa memberikan perlindungan sebesar 90-97% selama 7-10
tahun.

Jika anak pernah mendapatkan vaksin varisela, kemungkinan terkena cacar


air semakin kecil.

"Apabila terinfeksi, anak hanya merasakan gejala ringan yang tidak


mengganggu," tambah dr. Matheus.

11. Hepatitis A

munisasi lanjutan 2022 yang perlu anak dapatkan adalah hepatitis A. Ini guna
mencegah infeksi virus hepatitis lewat makanan dan feses penderitanya.

Anak menerima imunisasi hepatitis A sebanyak 2 kali dengan jeda 6-12 bulan
setelah suntikan pertama.

Memang bersifat tidak wajib, tapi ini merupakan jadwal imunisasi IDAI yang
bisa diikuti.

12. Tifoid

Imunisasi tifoid berfungsi untuk mencegah infeksi bakteri salmonella typhii,


yakni penyebab penyakit tifus .

Anak akan menerima vaksin tifoid pertama kali saat ia berusia 2 tahun.
Imunisasi tifoid lanjutan bisa anak dapatkan setiap 3 tahun sekali.

Jadwal imunisasi IDAI ini bisa melindungi anak dari tifus sekitar 50-80%.
Karenanya, orang tua tetap harus menjaga pola makan anak agar tidak tertular
penyakit ini.
13. Japanese encephalitis (JE)

Penularan penyakit lewat nyamuk tidak hanya pada demam berdarah, tetapi
juga penyakit japanese encephalitis (JE).

Seperti namanya, penyakit ini pertama kali hadir di Jepang pada tahun 1871
dengan sebutan summer encephalitis.

Tergolong jadwal imunisasi Kemenkes, ini bisa didapatkan saat berusia 12


bulan. Sementara itu, imunisasi JE lanjutan pada rentang waktu 1–2 tahun
berikutnya.

Apabila anak terlewat vaksinasi hingga 2 tahun lamanya, tidak perlu


mengulang vaksin. Ini bisa langsung diberikan dosis vaksin yang tertinggal.

14. Dengue (DBD)

aksin dengue diberikan pada anak SD hingga usia remaja, yaitu umur 9–16
tahun dengan seropositif dengue.

Artinya, telah dibuktikan adanya riwayat pernah dirawat dengan diagnosis


dengue.

Ini perlu melakukan pemeriksaan antigen NS-1 dan atau uji serologis IgM/IgG
antidengue positif.

Alternatifnya, Si Kecil bisa ikuti pemeriksaan serologi IgG anti dengue positif.

IV. Faktor yang Mempengaruhi Sistem Pertahanan Tubuh


1 Genetik (keturunan)
Seseorang yang memiliki riwayat penyakit menurun seperti diebetes mellitus akan
beresiko menderita penyakit tersebut dalam hidupnya.
2 Fisiologis
Fungsi organ yang terganggu akan mempengaruhi kerja organ yang lain seperti berat
badan yang berlebihan akan menyebabkan sirkulasi darah kurang lancar sehingga dapat
meningkatkan kerentanan terhadap penyakit.
3 Stress
dapat mempengaruhi sistem kekebalan tubuh karena melepaskan hormon seperti
neuroedokrin, glukokortikoid, dan katekolamin. Stres kronis dapat menurunkan jumlah
sel darah putih dan berdampak buruk pada produksi antibodi.
4 Usia
dapat meningkatkan atau menurunkan kerentanan terhadap penyakit tertentu.
Contohnya, bayi yang lahir secara prematur lebih rentan terhadap infeksi daripada bayi
yang normal. Pada usia 45 tahun atau lebih, resiko timbulnya penyakit kanker meningkat.
5 Hormon
bergantung pada jenis kelamin. Wanita memproduksi hormon estrogen. Sedangkan pria
memproduksi hormon androgen yang bersifat memperkecil resiko penyakit autoimun,
sehingga penyakit lebih sering dijumpai pada wanita.
6 Olahraga
jika dilakukan secara teratur akan membantu meningkatkan aliran darah dan
membersihkan tubuh dari racun. Namun, olahraga yang berlebihan meningkatkan
kebutuhan suplai oksigen sehingga memicu timbulnya radikal bebas yang dapat merusak
sel - sel tubuh.

7 Tidur Kadar sitokinin yang sistem kerjanya sangat dipengaruhi oleh pola tidur
seseorang ketika kadar hormone ini berubah -ubah dapat mempengaruhi imunitas
selular sehingga kekebalan tubuh akan melemah.
8 Nutrisi
seperti vitamin dan mineral diperlukan dalam pengaturan siistem imunitas. DHA
(docosahexaeonic acid) dan asam arakidonat mempengaruhi maturasi (pematangan) sel
T. Protein diperlukan dalam pembentukan imunoglobulin dan komplemen. Namun, kadar
kolesterol yang tinggi dapat memperlambat proses penghancuran bakteri oleh makrofag.
9 Pajanan zat berbahaya
contohnya bahan radioaktif, peptisida, rokok, minuman beralkohol dan bahan
pembersih kimia. Mengandung zat -zat yang dapat menurunkan imunitas.
1 0 Racun tubuh
sisa metabolisme. Jika racun ini tidak berhasil dikeluarkan dari tubuh, akan mengganggu
kerja sistem imunitas.
11 Penggunaan obat -obatan
terutama penggunaan antibiotik yang berlebihan atau teratur, menyebabkan bakteri
lebih resisten, sehingga ketika bakteri menyerang lagi maka sistem kekebalan tubuh akan
gagal melawannya.

V. Gangguan Sistem Pertahanan Tubuh


1. Hipersensitivitas (Alergi),
adalah peningkatan sensitivitas atau reaktivitas terhadap antigen yang pernah
dipajankan sebelumnya. Terjadi pada beberapa orang saja dan tidak terlalu
membahayakan tubuh. Gejala reaksi Alergi, yaitu gatalgatal, ruam, mata merah, sulit
bernafas, kram berlebihan, serum sicnes dan steven Johnson synsrome (alergi pada
kelenjar kulit dan mukosa yang berbahaya dan dapat menimbulkan kematian)
2. Penyakit Autoimun,
adalah kegagalan sistem imunitas untuk membadakan sel tubuh dengan sel inang
sehingga sistem imunitas menyerang sel tubuh sendiri. Contoh kelainan yang terjadi
akibat autoimunitas yaitu diabetes melitus, myasthenia gravis, dan addison’s disease
3. Imunodefisiensi,
adalh kondisi menurunnya keefektifan sistem imunitas atau ketidakmampuan sistem
imunitas untuk merespon antigen. Contoh: defisiensi imun kongenital dan AIDS
(Acquired Immunodeficiency Syndrome)

Anda mungkin juga menyukai