Hukum Perutangan
Hukum Perutangan
H U K U M P E R H U T A N G A N
( S C H U L D E N R E C H T ).
1. H A K 2 A T A S R U M A H 2, T U M B U H 2A N Y A N G
T E R T A N A M , T E R N A K , B EN D A 2.
Hak milik atas rumah dan atas Uunbufi2an tertanam adalah pada
asasnya terpisah dari hak atas tanah, di mana benda- itu berada . se-
seorang dapat menjadi pemilik pohon2 dan rumah2 yang berada di-
atas pekarangan orang lain ; menanam pohon2 atas tanah geromfoo-
lannya itu (misalnya di Ambon hal itu sering terjadi), maka mereka
menjadi pemilik2 pohon2 itu ; terhadap hak untuk mempunyai ru-
mah — hak mana dapat dicabut kembali — atas pekarangan orang
lain di samping rumahnya si pemilik pekarangan itu sendiri, maka
untuk itu adalah istilah2 hukumnya yang tersebut di halaman 125; is-
tilah numpang (demikian juga terhadap orang luaran yang berdiam
di tanah daerah hak pertuanan) menunjukkan bahwa oiang itu ti-
dak ada sama sekali sangkut-pautnya dengan tanah dan berada ter-
lepas di atasnya (hal. 80) walaupun ia ada rumah di atasnya, pohon2,
buah2an dapat dijual dan digadaikan sendiri2.
T a p i pemisaihan yang principieel di antara hak atas tumbuh2an,
rumah2 di sa'tu fihak dan hak atas tanah di lain fihak, ada juga pem-
batasan2nya.
Pertama kali bila ada perjanjian2 (transacties) mengenai pe-
karangan, maka dalam prakteknya selalu termasuk situ juga rumah2
dan tanaman2nya ; jadi dengan demikian maka rumah2 dan tana-
m an 2 b ersam a pek aran gan n y a a d a la h o by ek p e r ja n jia n ju a l, se-
d an gk an d i sam p in g itu ad alah m u n g k i n b ah w a, ru m a h 2- dan
pohon 2 d ip e rd agan gk an terlepas d ari tan ah n ya, ia la h se c a r a oran g
m e n ju al bend a2 ; n am un h a l terak h ir in i, b ila m e n g e n ai rum ah,
biasan ya berarti bahw a rum ah itu d ip in d ah k an n y a. D e m ik ian la h da-
lam b ah asa Ja w a di S w ap raja terd apat d u a istilah y an g b erh ad a-
p an satu sam a lain, ialah adol ngebregi d a n ad ol b e d o l : m e n ju al
rum ah supaya d id iam i oleh si pem beli d i tem p at situ ju g a , berh ad a-
pan dengan : m en jual rum ah supaya d ian g k u tn y a o leh si pem beli
d ari tem pat situ.
K ed u a kalinya h ak atas pohon 2 (dan atas ru m a h 2) itu terkad an g
m em bawa serta hak atas tanah. Su atu m isal p a lin g tep at d alam hal
ini ialah peristiw a, bahw a seseorang an gg au ta m asy arak at telah me-
nanam pohon2 (buah2an) di tanah pe rtan ian cetakan n ya, m ak a se-
sudah dipanennya tanah itu terpaksa d itin g g alk an n y a b u at w aktu
yang lam a, itupun karena gersangnya tanah. K are n a itu p a d a umum-
nya, d an berh adapan dengan hak pertu an an m u tlak y an g se d an g pu-
lih kem bali, m aka ia kehilangan haknya p erseo ran g an a tas tanah
itu, tetapi ia tetap m em egang hak m ilik n ya atas po h o n 2 y an g dita-
nam nya itu, pu la di beberapa lingk un gan 2 hulkum d ita m b ah h ak atas
sekian tanah seluas yang din aun gi oleh d au n -an p oh on 2 itu . B ila -
m ana pohon2 itu tertanam sedem ikian d ek atn ya satu sam a la in se-
di antaran ya tak ada lagi sisa2 ruangain y an g p a tu t b u a t a p a 2
lain, m aka hak m ilik atas tanah itu — atas k ebun 2, b u ah 2a-n itu —
tetaplah ada pad a si pem ilik pohon2 itu ; ja d i d alam h al2 sed em ikian
itu m aka hak atas tanah m engikuti hak atas tu m b u h 2an y an g lebih
dari sa-tu tahun umurnya (ha-1. 76). K arib den gan tok oh in i ialah
•bahwa hak m enebus (hak m ilik) si p en ju al g ad ai len yap, k are n a d ia
sudah mem-biarkan si pem beli gadai m en anam i tan ah p ertan ian yang
tergadai itu dengan pohon2 (hal. 125).
Selanjutnya m ak a hak atas tanali itu dengan tiad a d a p at terpu-
tus bertalian dengan haJc atas seb u ah rum ah b atu, yan g m em an g
begitu, tak dap at dipindahk an (lain halnya den gan ru m ah 2 b am b u
atau rum ah2 k ay u ). M aka d ari itu aturan 2 hu k um m en gen ai pek a-
rangan2 (ju ga aturan2 wet seperti laran gan m em in d ah k an tangan
tanah kepada orang2 bukan P ribum i ialah „vervreem din gsverbo d” )
terpaksa harus ju ga berlaku atas rum ah 2 b atu (b ersam a tan ah yang
iK*rkenaan dengan i t u ) ; tentamg ketidakpasrian 2 b erd asark an ke-
nyataan, yaitu apakah harus dian ggap rum ah b atu a p a tid ak , b e ra p a
luas tanah yang harus dian ggap pekarangan nya ru m ah itu , m ak a per-
so alan 2 ini adalah tim bul, ta p i tid ak m en guran gi sam a se k ali pokok-
pangkalnya.
Suatu kebiasaan aneh dalam hubungan antara hak atas rumah
bersama tanaman3nya dan hak atas tanah, sudah pernah tersebut
•dalam lain nasabah. Ialah kebiasaan dalam alam raja2 yang tetap
menyebut liak atas tanah i t u : liajk Raja, tanahnya disebut tanah-
nya Raja (kagungan dalem, J .), akan tetapï hak2 perseorangan
atas tanah seperti se-nya>ta2nya diakui juga sedemikian rupa,
•sehingga disebutnya ; hak atas rumah dan tanamannya ; di sini asal-
Tiya istilah tersebut di atas tadi b u a t: menjual rumah dengan hak
untuk pembelinya untuk mendiami pekarangannya sekali (ngedol
ngebregi) . Tindakan2 dan pembatasan2 hak dari fihak pemerintahan,
dalam hubungan2 mengenai hak pura2 daripada raja atas tanah ini,
adalah pada hakekatnya berdasarkan atas kekuasaan besar daripada
raja dalam menjalankan pemerintahannya (hal. 9 4).
Orang yang telah menanamnya, yaitu pemilik tumbuh-an yang di-
tanamnya, dapat juga menjadi pokok pangkal daripada imba-
ngan’ hukum yang timbul bilamana ia menanam padi atau hasil bumi
serupa itu atas tanahnya lain orang. Si penanam yang melanggar hak
itu dapat diwajibkan menyerahkan kepada si pemilik tanah itu se-
bagai pembayaran kerugian baik seperduanya, maupun sebagian la-
innya daripada panennya ; bedanya di antara mengei jakan tanah de-
ngan melanggar hak „dengan itikad baik” (te goeder trouw) dan
„dengan itikad jahat” (te kwader trouw) rupa’ nya dmyatakan se-
demikian rupa, bahwa penanam beritikad baik dipeibolehkan memu-
ngut sebagian yang pa tut sebagai pengganti usahanya dan biaya yang
telah dibelanjakannya (biasanya separuh liasil panennya), dan bah-
wa si penanam beritikad jahat diwajibkan nomor satu berusaha
supaya si pemilik tanah tidak merugi - walaupun yang terakhir im
tidak usali lantas mendapat keuntungan ber-lebih-an* enanam
yang sah atas tanah orang lain yang telah dengan izinnya pemilik ada
d i situ menurut persetujuan, misalnya pemaruh hasil tanam menurut
hukum adat dapat juga dianggap sebagai pemilik hasil panen yang
sebagian harus ia menyerahkannya kepada pemilik tanah. Bila sebi-
dang tanah pertanian yang ada tanamannya padi yang sedang meng-
hïjau di Tnganan (Bali) harus dikembaïikan kepada dusun, maka
hasil panen adalah untuk dusun (apakah ini suatu gambaran daripa-
da suatu perkecualian ? ).
M ilik ternak ter-kadang2 terikat pada aturanS tersendiri mengenai
menyembelihnya dan memindahkannya tangan, tapi tidak sedemikian
sehingga haik atas ternak itu tidak dapat disebut hak milik. Di bebe-
rapa daerah, ialah di daerah2 Batak, terdapatlah karena adanya pa-
ruh hasil pelihara (deelwinning), banyak milik paruhan (deelbezit)
atas terna'k; seseorang oleh karenanya adalah pemilik atas misalnya
seperempat lembu. Milik kapal2 (acapkali milik kerabat atas pera-
hu2, misalnya di Sulawesi Selatan) dipandang dari sudut hukum-
adat tidaik ada keistimewaannya suatu a p a ; bila fatsal 1 dari Staats-
blad 1933 No. 49 ditafsirkan menurut suatu tafsiran yang tertentu,
maka kewajiban untuk mendaftarkan menurut fatsal 1 dari Staats-
blad 1933 No. 48 yang mengakibatkain berlakunya hukum bagi orang2
Eropah atas Pribumi, dapat mengakibatkan kesukaran2 besar.
Mengenai benda2 yang ada hubungan khasiatnya dengan pemilik-
nya telah sedikit dibicarakan di halaman 98 ialah bahwa benda2 tadi
hanya dengan perjanjian jual dapat diserahkan ke lain tangan. Pen-
jualan benda2 dari tangan satu ke tangan lain, berlangsung biasa
saja; juga istilah menjual yang dipakai untuk itu menunjukkan
selalu penjualan (tunai), lain halnya dengan m enggad ai ka n (ver-
panden) atau „menyewakan" (verhuren). Menggadaikan benda2
(megangkan, Ind., nyekelakê, J.) itu berlangsung dengan jalan
menyerahkan barang-nya ke tangan lain. Barang gadainya harus di-
simpan sampai lama. Bila si pemberi gadai kelamaan lengahnya un-
tuk menehusnya, maka barangnya dapat dijual untuk diperhitung-
kan, atau dapat jatuh ke tangan si penerima gadai. Bila barang ga-
dainya -hanya disimpan saja, maka biasanya harus dibayar .bunganya
wang gadai itu ; bila barang dipakainya, maka tak usah dibayar
bunganya.
2. P E R B U A T A N K R E D IT , T O L O N G -M E N O L O N G A N T A R A
S A T U SA M A LA IN D A N B E R T IM B A L -B A L IK (CR E D IE T-
H A & D E L IN G , O N D E R L IN G EN W E D E R K E R IG
H U L P B E TO O N )
3. P E R K U M P U L A N 2.
4. P E R B U A T A N 2 K R E D IT PE R SE OR AN GAN
(IN D IV IDU ELE C R E D IE T H A N D E L IN G E N ).
5. M E R U G IK A N P E N A G IH 2 H U T A N G .
6. A L A T P E N G IK A T , T A N D A Y A N G K E L I H A T A N
(H E T B IN D M ID D EL , H E T Z IC H T B A R E T E K E N )
W ang pengikat itu tim bul tidaik hanya dalam persetujuan akan
menyelenggarakan perbuaitan tunai di masa datang saja, melainkan
juga misalnya bila jasa dari satu fihak, walaupun seketika dimu-
lainya, penyelenggaraannya akan memakan tem po yang lama, se-
dangkan jasa dari fihak lainnya harus diselenggarakan di masa da-
tang; demikianlah halnya dengan perjanjian kerja (arbeidskon-
trakt). Orang yang masuk kerja menerima panjer sejumlah kecil
dari majiikannya yang membayarkan upahnya di .belaikang. Panjer
itu dipotongkan dari pembayaran -upah, maka dari itu panjer itu
mendapat sebutan ekonomis sebagai persekot (voorschot), dan oleh
karena itu artinya menurut hukum adat, -pula menurut alam pikiran
„serba berpasangan” (participerend) menghilang di belakang sebu-
tan ini.