Masyarakat Hukum Adat punya hak dan kewajiban untuk mengatur wilayahnya dan hubungan
hukum antar orang-orang yang ada dalam wilayah itu. MHA seperti negara.
Unsur MHA: wilayah, satu kesatuan penguasa, warga masyarakat, maka dikatakan MHA sama
dengan negara.
Setiap MHA punya tanah ulayat, sebagai wilayah yang dikuasai.
Aspek MHA:
1. Satu totalitas
Penjumlahan seluruh orang.
Seluruh orang dalam satu MHA (satu desa) termasuk kepala adatnya dijumlahkan
semuanya. Kepala adat dianggap sebagai satu individu yang memiliki hak dan kewajiban
yang sama dengan warga masyarakat hukum adat.
MHA punya hak bersama atas tanah. Tanah ulayat dikuasai oleh MHA sebagai satu
totalitas.
2. Penguasa
Kepala adat bertindak sebagai penguasa. Kepala adat adalah wakil dari MHA , punya
kewajiban untuk mengatur tanah ulayat (peruntukkan, perbuatan hukum yang berkaitan
dengan tanah ulayat). Kepala adat yang membuat peraturan. Meninjau dan melihat
permohonan hak.
3. Badan hukum
Entitas hukum, MHA adalah subyek hukum, punya hak dan kewajiban. Punya harta
kekayaan dsb.
Dikaitkan dengan kepala adat --> prinsip primus interpares yang mengangkat kepala adat
secara turun temurun, dan dari suatu marga tertentu
Semua orang yang merupakan anggota dari MHA termasuk kepala adat punya hak peserta-->
hak untuk ikut serta mendapat manfaat dari tanah dalam wilayah tersebut.
Syarat keanggotaan: faktor teritorial maupun faktor genealogis.
Hak peserta: untuk mendapatkan sebidang tanah.
Bagaimana orang-orang tersebut mendapatkan hak atas tanah?
Proses menciptakan hak: dari yang tidak ada hak menjadi punya hak.
Bukan menciptakan: proses jual beli. Orang bisa memiliki tanah karena ia membeli tanah
tersebut
Hak milik bersama tidak bisa menghilangkan hak individu masing-masing orang.
Kalau orang tersebut meminta sebidang tanah di tanah usaha, biasanya kepala adat akan
memberikan izin, kemudian tanah itu diberikan patok-patok. Atas dia muncul hak utama, untuk
mendapat manfaat dari sebidang tanah yang dia mohonkan. Dengan adanya patok-patok -->
visualisasi atau penggambaran --> masyarakat mengetahui ada seseorang yang membuka
hubungan hukum antara dia dengan tanah. Hak utama bersifat sementara.
Hak utama akan berubah menjadi hak pakai --> sudah ada hubungan atau kontak fisik antara
tanah dengan orang itu (contoh: Ditanami lalu diambil panennya).
Hak pakai lebih kuat dari hak utama.
Petani Sub-sistem: petani yang berdasarkan atas kebaikan alam, bukan berdasarkan teknologi
yang tinggi. Setelah panen, diberikan waktu terlebih dahulu. Setelah subur lagi baru ditanami
lagi dan dipanen, dst.
Hubungan A dengan tanah: terus-menerus, continuous --> hak pakai berubah menjadi hak
milik --> hak yang paling penuh. Muncul hak perorangan atas tanah padanya. Tidak ada MHA
lain yang merasa keberatan.
Hak milik muncul dari proses menciptakan hak.
Kalau setelah ia memiliki hak milik atas tanah, ia membiarkan tanahnya, maka hak milik akan
berubah lagi (menurun) menjadi hak pakai. Kalau beberapa kali musim tanam tidak lagi
ditanami, maka hak tersebut akan berubah lagi menjadi hak utama. Patok-patok masih ada.
Tapi kalau dibiarkan terus-menerus, maka hak utama akan hilang dan akan kembali menjadi
tanah ulayat.
Disusun oleh Dominique Virgil – Isella Safira
Hak pakai: sekali panen. Kalau orang asing, hanya sampai hak pakai, untuk sekali panen. Kalau
MHA, bisa berkali-kali dipakainya. Orang asing boleh memakai lagi, tapi harus membayar
pajak (mesi), dan ketika ia pakai berkali-kali tidak akan berubah menjadi hak milik.
Hak milik: boleh melakukan jual beli.
UUPA sudah tidak memperbolehkan proses mendapatkan hak atas tanah tersebut. Semua harus
seizin pemerintah
Tanah tidak hanya semata-mata aspek ekonomi, namun juga aspek kultural.
Tanah bisa disewakan, yang penting harus berfungsi sosial. Hak milik atas tanah hanya bisa
dimiliki oleh anggota dari MHA yang memiliki tanah tersebut.
Semua perbuatan atas tanah dilakukan di hadapan kepala adat. Sistem ini diadaptasi di masa
modern: peran kepala adat adalah sebagai notaris/PPAT.
Dalam hukum adat dianut Asas Pemisahan Horizontal: benda tanah dan benda selain tanah.
Apabila seseorang memiliki rumah yang merupakan benda bebas, orang tersebut bebas
melakukan apapun terhadap rumahnya, entah itu digunakan atau ditelantarkan, dan ia tidak
akan kehilangan haknya. Hak atas tanah bisa hilang, hak atas rumah tidak. Apabila masyarakat
ingin menggunakan tanah yang di atasnya sudah ada rumah milik seseorang, maka rumah
tersebut harus dipindahkan ke tempat lain. Namun dalam BW, dipakai asas perlekatan
(natrekking), yaitu hak milik tas tanah mencakup juga hak milik atas benda-benda di atasnya.
-Kepala adat mengetahui riwayat tanah yang akan dijual, oleh karena itu kepala adat
yakin bahwa penjual tanah tersebut memang pemilik tanah tersebut atau bukan.
- A dan B ingin melakukan jual beli tanah. Apabila dilakukan di hadapan kepala adat, ia
bisa menjamin kalau B ada dalam 1 anggota MHA yang sama dengan A, bukan orang
dari luar MHA. Kepala adat juga mengetahui bahwa tanah tersebut bukanlah tanah
sengketa.
- Sistem kekuasaan kolektif: A dan 9 orang saudaranya adalah ahli waris atas tanah.
Apabila A ingin menjual tanahnya, bukan hanya A yang terikat dalam hubungan jual-
beli, namun juga 9 orang saudaranya.
- Apabila A menjual tanah kepada B namun tidak dilakukan di hadapan kepala adat, jual
beli itu sah, namun si pembeli tidak dilindungi oleh hukum apabila ada kasus nanti.
2. Tunai
- Pemindahan hak milik sudah berpindah saat jual beli selesai dilaksanakan saat B
sudah membayar, terlepas dari B mencicil atau tidak, lunas pada saat itu juga atau tidak.
- Dalam hukum adat, jual beli tidak pernah didahului oleh perjanjian. Jual-beli dalam
hukum adat juga bukan masuk ke dalam hukum perikatan.
Dalam hukum Barat, jual beli tidak bersifat tunai apabila A belum mengganti namanya
dengan nama B di sertifikat tanah.
Isi Jual Beli Tanah:
1. Selama-lamanya
2. Sementara waktu: si penjual dengan atau tanpa perbuatan hukum akan kembali
memperoleh hak milik atas tanah yang dijual tersebut.
Bentuk Transaksi Tanah
1. Jual lepas
Jual beli selama-lamanya; melepaskan hubungan hukum dengan tanah untuk selama-
lamanya
2. Jual gangsur
Penyerahan tanah dari A ke B ditunda, menunggu hasil panen diambil oleh A terlebih
dahulu, lalu kemudian diberikan kepada B.
Fisik tanahnya masih dipegang penjual untuk sementara.
3. Sementara
- Jual tahunan: A menjual tanah kepada B hanya untuk waktu 5 tahun. Dalam jangka
waktu 5 tahun tersebut, B tidak boleh menjual tanah secara lepas kepada pihak lain.
Setelah 5 tahun terlewati, A akan memperoleh kembali hak miliknya.
Tanpa melakukan perbuatan hukum.
- Jual Gadai: dengan melakukan perbuatan hukum.
Gadai
Menurut hukum adat, gadai adalah jual beli tanah secara sementara, di mana tanah menjadi hak
milik pembeli untuk sementara. Tanah tersebut kembali menjadi milik si penjual setelah
penjual tersebut menebus tanahnya.
Gadai termasuk ke dalam transaksi tanah karena obyeknya adalah tanah dan ada perpindahan
hak milik atas tanah.
Disusun oleh Dominique Virgil – Isella Safira
2. Yuridis: kaedah hukum berlaku secara yuridis apabila 1) dibuat oleh pejabat / lembaga yang
berwenang, 2) tidak boleh bertentangan dengan hukum yang lebih tinggi.
Bagaimana dengan hukum adat?
Negara: organisasi kekuasaan dan kedaulatan tertinggi menentukan hukum nasional dan
juga hukum di wilayah-wilayahnya
Apakah ada landasan yuridis (UU tertulis) yang mendasari keberlakuan hukum adat di
Indonesia? Tidak ada pasal dalam UUD 1945 yang menyatakan bahwa hukum adat tidak
berlaku atau tidak boleh berlaku.
Tidak ada satu pasal pun dalam UUD 1945 sebelum amandemen yang menyinggung
mengenai hukum adat.
Di samping UUD 1945, terdapat pula hukum dasar yang tidak tertulis (hukum adat atau adat
istiadat) yang berlaku dalam praktek-praktek kenegaraan / penyelenggaraan negara
(Soepomo). Contohnya adalah konvensi ketatanegaran. Di dalam UUD 1945 tidak
tercantum, namun dalam prakteknya, hal ini muncul.
Hukum adat merupakan hukum dasar yang dipertahankan dalam pergaulan hidup sehari-
hari. Hukum adat tersebut punya landasan konstitusional. Dibuktikan dalam Penjelasan
UUD 1945 dan Pasal 33 ayat (1) UUD 1945: Perekonomian disusun ....... atas asas
kekeluargaan identik dengan asas komunalistik yang merupakan salah satu corak dari
Masyarakat Hukum Adat.
Hukum adat merupakan hukum positif, yaitu hukum yang berlaku sekarang (ius
constitutum).
Disusun oleh Dominique Virgil – Isella Safira
3. Sosiologis
Hukum adat merupakan hukum yang dibentuk oleh masyarakat.
Dapat disimpulkan bahwa hukum adat sudah berlaku secara efektif karena memenuhi syarat
keberlakuan sebagai kaedah hukum.
Kedudukan dan Peranan Hukum Adat Dalam Proses Legislasi dan Praktek Hukum
(Peradilan dan Yurisprudensi)
Soerjono Soekanto mengatakan bahwa kedudukan hukum adat sama / sederajat dengan hukum
lain, yaitu hukum agama dan hukum negara.
Terdapat 2 peranan hukum adat, yaitu:
1. Sumber utama pembentukan hukum nasional
2. Pelengkap hukum nasional
Ad.1. Hukum adat sebagai sumber utama pembentukan hukum nasional
Hukum adat menjadi sumber pembentukan UU Pokok Agraria no. 5 tahun 1960 yang dibentuk
atas dasar hukum tanah adat. UUPA menghapuskan ketentuan-ketentuan tanah yang berlaku
di zaman Hindia-Belanda, contohnya Agrarische Wet, dan lain-lain. Yang diambil bukan
normanya, tetapi konsepnya, asasnya, prinsipnya, atau sistem hukumnya. Konsep yang diambil
dari hukum adat dalam UUPA adalah asas pemisahan horizontal dan konsep terang dan tunai
dalam jual-beli tanah.
Norma hukum adat tentang tanah baru berlaku apabila dalam UUPA tidak berlaku.
Dalam hukum adat, terdapat ketenuan bahwa jual-beli tanah harus dilakukan di hadapan kepala
adat. Dalam UUPA, fungsi kepala adat tersebut dipegang oleh Notaris / PPAT. Dalam jual beli
tanah ia akan memastikan bahwa pembeli memang memiliki hak milik atas tanah tersebut dan
ada di dalam 1 kampung (MHA), serta penjual adalah pemilik tanah yang sebenarnya. Selain
itu, ia juga memastikan bahwa tanah yang diperjualbelikan bukan tanah sengketa.
Karena UUPA sudah diberlakukan, maka buku 2 BW (hukum benda tanah) dihapuskan,
kecuali mengenai hipotik. Lembaga hipotik berlaku, namun normanya tidak berlaku. Setelah
UU Hak Tanggungan dikeluarkan, lembaga hipotik dihapuskan total.
UUPA tidak menggunakan asas perlekatan. Dalam UUPA, jual-beli tanah antara orang yang
ada dalam satu desa maupun berlainan pulau tidak diatur. Namun konsepnya diambil dari
hukum adat tanah harus diperjualbelikan antara orang dalam MHA yang sama. Dalam
UUPA konsep tersebut diambil dengan scope wilayah yang diperluas : tanah di Indonesia
merupakan milik seluruh bangsa Indonesia, yang berarti bahwa jual beli tanah tersebut boleh
dilakukan di antara orang-orang Indonesia, tidak boleh orang-orang dari kewarganegaraan lain.
Pasal 3 UUPA mengenai hak ulayat dianggap menghapuskan konsep hak ulayat dalam hukum
adat, padahal tidak. Hak ulayat tetap diakui, tapi dalam pelaksanaannya tidak boleh
bertentangan dengan hukum / UU yang lebih tinggi dan kepentingan lain. Hak ulayat juga
diakui apabila masih ada dalam kenyataannya.
Ad.2. Hukum Adat sebagai Pelengkap Hukum Nasional
Disusun oleh Dominique Virgil – Isella Safira
UU Perkawinan no. 1 tahun 1974 menunjukkan bahwa hukum adat sebagai norma hukum
pelengkap. UU Perkawinan merupakan sebuah unifikasi, sehingga ada bentuk perkawinan adat
yang masih berlaku, namun juga ada yang tidak lagi berlaku. Pasal 2 UU no. 1 tahun 1974
bermasalah, karena agama di Indonesia ada 5, sehingga terdapat 5 jenis perkawinan.
Kalau suami isteri bercerai, bagaimana hartanya? UU Perkawinan ini tidak mengatur
pembagian harta, sehingga berlaku hukum masing-masing untuk membagi harta. Karena tidak
diatur dalam UU Perkawinan, maka menggunakan hukum adat.
Ada pula UU No. 5 tahun 1979 yang menghapuskan semua jenis MHA dan menyamakan
semua jenis MHA tersebut sebagai desa di Jawa.
Hukum waris adat masih berlaku untuk orang Indonesia yang non-muslim, dan diadili oleh
Pengadilan Negeri. Untuk orang Muslim diadili di Pengadilan Agama dengan menggunakan
Kompilasi Hukum Islam.