Anda di halaman 1dari 15

KONSEPSI BENDA | PERIKATAN | PEMBANGUNAN

Rafi Natapradja
Mei 2019

[DISCLAIMER] RANGKUMAN KULIAH ASAS-ASAS HUKUM ADAT INI DISUSUN BUKAN SEBAGAI PENGGANTI BUKU
TEKS, MELAINKAN GUNA MEMPERMUDAH TEMAN-TEMAN MEMPELAJARI KULIAH HUKUM ADAT. AWAS DIKTAT
SESAT – PELAJARI BUKU TEKS DAN BERDOA PADA TUHAN.
Asas-Asas Hukum Adat

I. Pendahuluan

Hukum Harta kekayaan merupakan hukumyang menyangkut hubungan antara subyek hukum
dengan obyek hukum dan hubungan hukum yang terjadi.

A. Ruang Lingkup Hukum Harta Kekayaan


Obyek hukum kekayaan menurut C.Asser dan P. Scholten adalah Zaak atau benda adalah
segala sesuatu yang menjadi bagian alam kebendaan yang dapat dikuasai dan bernilai bagi
manusia serta yang oleh hukum dianggap sebagai suatu yang menyeluruh.

Selain itu menurut L.C. Hofmann ruang lingkup hukum harta kekayaan adalah perikatan yakni
suatu hubungan hukukum kebendaan antara dua pihak, atas dasar pihak berhak atas suatu
prestasi, berdasaran mana pihak lain wajib prestasi dan bertanggung jawab atasnya.

Selanjutnya hak-hak imateril atau hak-hak atas hal-hal yang tidak dapat dilihat atau diraba
(onmachlijke zaken). Dengan demikian ruang lingkup hukum harta kekayaan mencakup: (a)
hukum benda, (b) hukum hak imateriel, dan (c) hukum perikatan.

Makna Tanah dalam Hukum Adat diantaranya: (a) tempat tinggal dan mempertahankan
kehidupan, (b) alat pengikat masyarkat dalam suatu persekutuan, (c) sebagai modal atau aset
produksi utama dalam suatu persekutuan.

II. Hukum Benda


Hukum benda mencakup hukum yang mengatur hak kebendaan atau zakelijkerechten dalam
arti hak terikat benda atau rechtmet zaakgevolg. Menurut Hukum adat, benda dibedakan
menjadi (a) benda tetap yaitu tanah dan (b) benda-benda bergerak yaitu selain tanah.

A. Hukum Benda Tetap


Hukum Benda tetap membicarakan hak-hak atas benda tetap atau tanah. Hak atas tanah sebagai
kepemilikan pribadi kodrati atau badan hukum dapat terlihat bahwa keduanya memiliki
kewenangan untuk memindahkan hak yang dipunyainya itu kepada subyek hukum lainnya.

Kewenangan terhadap tanah secara lanjut diklasifikasikan menjadi:


a. Hak-hak atas tanah
b. Pemindahan hak atas tanah

Menurut Imam Sudiyat, sebagai salah satu unsur essensil pembentuk negara, tanah memegang
peran vital dalam kehidupan dan penghidupan bangsa pendukung negara yang bersangkutan,
lebih-lebih yang corak agrarisnya berdominasi. Di negara yang rakyatnya berhasrat melaksanakan
demokrasi yang berkeadilan sosial, pemanfaatan tanah untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat
merupakan suatu conditio sine qua non.

1. Hak Pribadi Hukum Atas tanah


a. Hak Ulayat (Beschikkingrecht)
Menurut Ter Haar hak ulayat atau hak bersama merupakan penguasaan dan pemilikan atas
tanah oleh masyarakat sebagai kesatuan publik yang memiliki hak untuk menertibkan
masyarakat serta mengambil tindakan tertentu terhadap masyarakat.

Menurut Ter Haar, masyarakat mempunyai hak atas tanah yang diterapkan ke luar maupun
ke dalam. Keberlakuan atau dasar kekuatan berlaku ke luar dinyatakan dengan

RAFI NATAPRADJA – FH UI 2018 – AWAS DIKTAT SESAT 1


Asas-Asas Hukum Adat

 kesatuan mempunyai hak untuk menikmati tanah tersebut


 menolak pihak luar untuk melakukan hal yang sama
 bertanggung jawab terhadap perilaku menyeleweng yang dilakukan oleh orang
asing.
Keberlakuan atau dasar kekuatan berlaku ke dalam dinyatakan dengan
 bagaimana anggota masyarakat mengatur dan melaksanakan haknya sesuai
dengan bagian,
 pembatasan peruntukan bagi tuntutuan dan hak pribadi,
 menarik bagian tanah tertentu dari hak menikmati secara pribadi untuk
kepentingan ulayat.

Sebagai badan penguasa, Masyarakat Hukum Adat membatasi kebebasan warga


masyarakat untuk memungut hasil-hasil tersebut. Hak ulayat dan hak warga masyarakat
memiliki hubungan timbal balik yang bertujuan untuk mempertahankan keserasian sesuai
dengan kepentingan masyarakat.

Masyarkat Hukum Adat menguasai dan memilki tanah terbatas yang dinamakan lingkungan
tanah atau wilayah beschikkingsring. Lingkungan tanah tersebut berisikan:
(a) tanah kosong murni
Menurut Ter Haar, Tanah Kosong Murni sudah langka misalnya berlangsung tidak
lebih dari satu sampai dua musim panen.
(b) tanah larangan
(c) tanah lingkungan perusahaan yang diatasnya terdapat bentuk usaha sebagai wujud hak
pribadi. Lingkungan kekuasaan masyarakat hukum adat atas tanah dibedakan antara:
 Lingkungan Tanah Sendiri yang dikuasai dan dimiliki oleh satu masyarakat hukum
adat
 Lingkungan Tanah Bersama yang dikuasai dan dimiliki oleh beberapa masyarkat
hukum adat yang setingkat dengan alternatif seperti: (a) Beberapa masyarakat
tunggal seperti Belah di Gayo, (b) Beberapa masyarakat adat atasan seperti Luhat
di Padanglawas, (c) Beberapa masyarakat adat bawahan seperti Huta-huta di
Angkola.

Dengan demikian terdapat variasi Struktur Lingkungan Tanah pada masyarkat hukum adat,
diantaranya:
 Lingkungan Tanah Selapis dimana lingkungan tanah tertentu tidak terbagi lagi
pada lingkungan tanah lain. Variasinya adalah:
Lingkungan Tanah Tunggal Selapis Dikuasai dan dipunyai oleh suatu
masyarakat hukum adat tunggal.

Contoh: Masyarakat Hukum Adat Jawa


Lingkungan Tanah Bertingkat Selapis Dikuasai dan dipunyai oleh masing-
masyarakat hukum adat atasan dan
bawahan. Namun yang dikuasai
masyarakat hukum adat bawahan
adalah bagian dari tanah masyarakat
hukum adat atasan.

Lingkungan Tanah Setingkat Berlapis Dikuasai dan dipunyai oleh beberapa


masyarakat hukum adat yang setingkat
di lingkungan yang sama

RAFI NATAPRADJA – FH UI 2018 – AWAS DIKTAT SESAT 2


Asas-Asas Hukum Adat

 Lingkungan Tanah Berlapis dimana tanah terbagi ke dalam lingkungan-


lingkungan tanah lainnya. Variasinya adalah:
Lingkungan Tanah Berlapis Sempurna Dikuasai dan dipunyai masing-masing
masyarkat hukum adat atasan maupun
bawahan.

Contoh: Masyarakat Hukum Adat


Penyabungan
Lingkungan Tanah Berlapis Tidak Dikuasai dan dipunyai oleh masyarakat
Sempurna hukum adat atasan, namun masyarakat
hukum adat bawahana ada yang
menguasai dan mempunyai tanah
sendiri dan ada juga yang tidak.

Contoh: masyarakat Hukum Adat


Mandailing

Kedudukan hukum tanah dalam sistem pertanahan nasional dijamin dalam Keputusan MA No.
75 K/Sip./1969

Penggolongan Tanah Masyarakat Sumatera Barat

Manah sebagai hubungan kaum yang terjalin antara persekutuan hukum adat (masyarakat)
dengan tanah yang ditempatinya itu digolongkan menjadi tiga macam:
 Manah Kaum
Dimiliki oleh penghulu sebagai kepala kaum, meskipun ia bertindak sebagai
penghulu pucuk tetapi ia juga bertindak sebagai penguasa tanah.
 Manah Suku
Dikuasai dan dimiliki oleh penghulu penghulu dalam pasukuan, baik penghulu
pucuk maupun penghulu andiko secara bersama-sama
 Manah Nagari
Dimiliki oleh penghulu-penghulu dalam nagari yang bersangkutan secara
bersama-sama terutama penghulu pucuk dalam nagari dan seluruh penghulu
suku.

Menurut Tasyarif Umar dan Syarif Hamdan, Manah berlaku ke dalam dan keluar.
Sehubungan dengan bekerjanya hak ulayat ke dalam maka wujudnya adalah hak
masyarakat dan pribadi yang memiliki hubungan timbal balik. Semakin kuat hak
masyarakat, maka semakin lemah hak pribadi dan sebaliknya.

Sehubungan dengan bekerjanya hak ulayat keluar, kekuasaan masyarakat hukum


adat membatasi dan melarang orang luar untuk menikmati dan memungut hasil
tanah. Apabila orang luar ingin mendapat izin maka harus membayar uang
tertentu atau sebagian dari hasil yang diperolehnya (retribusi dan rekognisi).

Dengan demikian orang luar tidak dapat menciptakan hak pribadi yang sumber
hukumnya adalah izin. Bagi orang luar hak yang dapat diciptakan secara tidak
langsung adalah hak pakai saja.

b. Hak dari Kelompok Kekerabatan atau Keluarga Luas

RAFI NATAPRADJA – FH UI 2018 – AWAS DIKTAT SESAT 3


Asas-Asas Hukum Adat

Kelompok Kekerabatan sebagai pribadi hukum dalam hukum adat mempunyai hak atas
penguasaan dan pemilikan lingkungan tanah. Menurut Frank Cooley, Tanah yang dimiliki
desa terdiri dari beberapa golongan yang berbeda.

 Tanah Ewang atau Tanah yang sebagian besar masih hutan


 Tanah Pusaka
Salah satunya adalah tanah yang diberikan pada seseorang atau suatu keluarga
untuk dikerjakan namun hak milik masih berada di tangan masyarakat desa
selama tanah itu digarap dan dipertanggungjawabkan terhadap pihak yang
bersangkutan.
 Tanah Dati
Tanah yang dikuasai oleh kelompok kekerabatan secara teknis dimiliki oleh desa
namun secara teknis jika anggota suatu kelompok meninggal dunia maka tanah
datinya berada kembali di bawah pemerintahan desa.

c. Hak Pribadi Kodrati Atas Tanah


Hak Pribadi Kodrati Atas Tanah atau Hak Peserta merupakan hak atas lingkungan tanah
masyarakat hukum adat dimana ia menjadi anggotanya. Dari sudut isi lingkungan tanah
mencakup lingkungan perusahaan yang diusahakan oleh masyarakat hukum adat
berdasarkan hak peserta. Lingkungan perusahaan sangat penting bagi masyarakathukum
adat dalam menguasai tanah bersama memberi batas bagi pembukaan tanah kosong
murni, yang syarat-syaratnya diantaranya:
(1) Izin dimintakan kepala kepala adat dari orang yang mempunyai bentuk usaha atau
bekas bentuk usaha pada tanah kosong murni tersebut.
(2) Apabila tanah kosong murni terletak diantara beberapa bentuk usaha atau bekas
bentuk usaha, maka dimintakan izin kepada kepala-kepala adat yang bersangkutan
(3) Apabila tanah kosong murni terletak di daerah terpencil maka dimintakan izin kepada
kepala masyarakat hukum adat atasan.

Menurut Imam Sudiyat, hak pribadi kodrati atas tanah mencakup beberapa hak diantaranya:
(a) Hak milik atau hak yasan (inland bezitrecht),
Hak Milik merupakan hak terkuat diantara hak-hak perorangan. Pemilik tanah berhak penuh
atasannya itu hars menghormati hak purba persekutuan hukumnya, kepentingan para pemilik
tanah lainnya, peraturan-peraturan Hukum (Inklusif Hukum adat).

Seorang warga masyarakat hukum adat memperoleh hak milik apabila mengadakan bentuk
usaha.

Bentuk Hak Milik atas Tanah


Sawah Langit Sawah yang pengairannya tergantung pada
air hujan
Sawah Biasa Sawah yang pengairannya dilakukan melalui
bendar-bendar alam yang sudah ada
Sawah Bendar Sawah yang pengairannya melalui bendar-
bendar yang dibuat dengan sengaja dengan
biaya besar
Sawah Gemburan Sawah yang pengairannya berasal dari Waduk
Sawah Ladang Sawah yang tidak memerlukan sistem
pengairan
Tebat atau Empang Tempat memelihara ikan yang hak miliknya
akan hilang apabila airnya sudah kering dan
tertimbun tanah hingga merata

RAFI NATAPRADJA – FH UI 2018 – AWAS DIKTAT SESAT 4


Asas-Asas Hukum Adat

Pekarangan Berbatas Perkarangan dari rumah masyarakat hukum


adat akan hilang apabila pemiliknya tidak
dapat membuktikan batas-batas dari
pekarangan itu
Kebun tanaman muda Kebun yang ditanami dengan tumbuh-
tumbuhan yang memberikan hasil panen
dalam waktu 1 tahun
Kebun tanaman tua Kebun yang ditanami tumbuh-tumbuhan
yang memberikan hasil setelah jangka waktu
1 tahun

Secara keseluruhan hak miliki atas tanah-tanah tersebut akan hilang apabila ditelantarkan atau
tidak produktif lagi.

Seorang anggota persekutuan tidak dapat mempunyai hak milik atas tanah meskipun tanah
dibeli oleh anggota persekutuan itu kepada kaum lain menurut prosedur adat yang berlaku.
Karena tanah yang dibeli itu menjadi milik kaum dan sifatnya turun temurun dalam kaum
pembeli tersebut pada keturunannya.

Menurut Keputusan MA 7 Februari 1959 No.59K/Sip/1958 menurut adat karo sebidang tanah
akan menjadi hak milik perseorangan apabila diusahai secara intensif oleh seorang penduduk
kampung itu.

(b) Hak wenang pilih atau hak kinacek atau hak mendahulu (voorkeursrecht)
Dikenal sebagai hak utama langsung merupakan hak yang timbul apabila hasil dari bentuk
usaha telah dipungut.
(c) Hak Wenang Beli (Naastingrecht).
Dikenal sebagai hak utama tidak langsung merupakan hak pihak-pihak tertentu ntuk membeli
bentuk usaha tertentu dengan menyampingkan pihak-pihak lainnya. Hak tersebut
menyampingkan pihak bukan kerabat dan rekan-rekan sesama warga masyarakat hukum adat.

(d) hak menikmati hasil (genotrecht)


Hak menikmati hasil umumnya melekat pada hak atas tanah karena pada hakikatnya hak milik
itu mencakup hak menikmati. Batasannya berada pada pribadi yang mengerjakan atau
menggarap tanah tersebut.

(e) Hak Pakai (gebruiksrecht)


Seorang warga masyarkat Hukum Adat dapat memakai lingkungan tanah tersebut misalnya
ladang liar atau pekarangan tak berbatas yang dibuka lahannya lalu kemudian ditaburi bibit-
bibit.
(f) Hak Menggarap (ontginningsrecht)
(g) Hak Keuntungan jabatan (ambtelijk Profitrecht)

d. Pemindahan Hak atas Tanah

Pemindahan Hak atas lingkungan tanah merupakan peristiwa hukum yang menimbulkan
pemindahan hak dan kewajiban yang sifatnya tetap atau sementara. Mencakup transaksi atau
jual beli tanah, pemberian tanah, dan pewarisan tanah.

(1) Pengertian Jual Beli Tanah


Menurut hukum adat jual beli tanah adalah perbuatan pemindahan hak atas tanah yang
bersifat terang (dilakukan di hadapan kepala adat sebagai pejabat yang mengatur

RAFI NATAPRADJA – FH UI 2018 – AWAS DIKTAT SESAT 5


Asas-Asas Hukum Adat

keteraturan dan sahnya perbuatan hukum) dan tunai (pembayaran dilakukan secara
serentak atau pembeli tidak dapat membayar sisa dan penjual tidak dapat menuntut atas
dasar terjadinya jual beli tanah tetapi utang piutang.)
Juali beli dalam hukum adat tidak termasuk dalam hukum perikatan karena:
 Tidak menimbulkan hak dan kewajiban atas tanah, karena apabila menimbulkan
hak dan kewajiban maka dianggap tidak tunai
 Jual beli tanah tidak erdapat perjanjian yang mendahuluinya yang mewajibkan
para pihak melaksanakan perjanjian

(2) Isi Jual Beli Tanah


Menurut Bertrand Ter Haar, jual beli atas tanah mempunyai tiga isi:
 Pemindahan hak atas dasar pembayaran tunai dengan pemindah hak memiliki ha
untuk mendapatkan tanahnya kembali setelah membayar uang yang pernah
dibayarnya (Jual Gade, Ngajual Akad, atau Gade)
 Pemindahan hak atas tanah atas dasar pembayaran tunai tanpa hak untuk
membeli kembali atau jual selamanya (Adol plas, menjual jaja, atau Pati Bogor)
 Pemindahan hak atas tanah atas dasar pembayaran tunai dengan perjanjian
mengenai tahun panen dan tindakan hukum yang diambil. (Menjual tahunan atau
Adolo oyodan)

(3) Bentuk-bentuk jual beli tanah

Bentuk Jual Beli Tanah Karakteristik


1. Jual Lepas  Proses pemindahan hak atas tanah yang bersifat terang dan
tunai
 Ikatan antara penjual dengan tanahnya menjadi lepas sama
sekali
 Menurut keputusan MA tanggal 25 September 1957 jual beli
belum mengakibatkan pemindahan atau penyerahan hak
milik
 Bukan merupakan suatu perjanjian meskipun dalam transaksi
mengandung janji atau afspraak. Janji tersebut sama sekali
tidak mengikat, meskipun ada kewajiban moril untuk
melaksanakan.
 Pada jual lepas calon pembeli memberi tanda pengikat atau
panjer yang merupakan tanda jadi yang tidak mengikat
namun memiliki konsekuensi.

2. Jual Gadai  Perbuatan pemindahan hak atas tanah kepada pihak lain
(pribadi kodrati) yang dilakukan secara terang dan tunai
dengan hak untuk menebus kembali tanah tersebut
 Bersifat sementara namun tidak ada patokan tegas
mengenai waktu sementara.
 Bukan merupakan perjanjian utang uang dengan jaminah
tanah karena penebusan tanah gadai tergantung penggadai
(tidak ada kewajiban mendesak)
Gadai Biasa Gadai Waktu
 Gadai Biasa merupakan  Gadai Waktu
penggadaian dimana merupakan
tanah dapat ditebus penggadaian dimana
oleh penggadai setap tanah harus ditebus
saat. dalam jangka waktu

RAFI NATAPRADJA – FH UI 2018 – AWAS DIKTAT SESAT 6


Asas-Asas Hukum Adat

 Batasannya adalah satu tertentu.


tahun panen  Gadai Jangka Waktu
 Penerima gadai tidak larang Tebus terjadi
berhak menuntut agar apabila ditetapkan
penggadai menebus jangka waktu dimana
tanahnya pada suatu penggadai dilarang
waktu tertentu menebus tanahnya,
 Menganakgadaikan apabila jangka waktu
atau Onderverpanden telah lalu maka
adalah perbuatan menjadi gadai biasa.
dimana penerima gadai  Gadai Jangka Waktu
menggadaikan tanah Wajib Tebus terjadi
tersebut kepada pihak apabila ditetapkan
ketiga. jangka waktu dimana
 Memindahgadaikan penggadai harus
atau Doorverpanden menebus tanah
adalah perbuatan setelah jangka waktu
dimana penerima gadai tertentu. Apabila tidak
menggadaikan tanah ditebus maka hilang
kepada pihak ketiga hak penggadai atas
untuk menggantikan tanah sehingga terjadi
kedudukan sebagai jual lepas. Namun
penerima gadai yang apabila terjadi
berhubungan langsung demikian jual lepas
dengan penggadai. tidak memenuhi syarat
(a) terang, (b)
pemenuhan hak
langsung dan hak
utama, (c) kedudukan
pengadai lemah dan
sangat dirugikan
karena tanah dijual
lepas dengan harga
murah.
3. Jual Tahunan  Jual Tahunan merupakan perbuatan hukum yang berisi
penyerahan hak atas sebidang tanah tertentu kepada subjek
hukum lain dengan menerima uang tertentu dengan
ketentuan sesudah jangka waktu tertentu maka tanah
tersebut akan kembali dengan sendirinya tanpa melalui
perilaku hukum tertentu.
 Pemindahan hak atas tanah bersifat sementara.
 Menurut S.A. Hakim, Jual Tahunan sama dengan sewa tanah
yang uang sewanya dibayarkan terlebih dahulu dengan
jangka waktu yang telah ditetapkan.
4. Jual Gangsur  Jual Gangsur merupakan perbuatan pemindahan hak atas
tanah kepada pembeli namun tanah masih berada di tangan
penjual.
 Bekas penjual masih mempunyai hak pakai yang bersumber
pada ketentuan yang disepakati antara penjual dan pembeli.
 Hak pakai bukan termasuk hak peserta asyarakat hukum
adat
 Asas Pemisahan Horizontal Tidak Berlaku

RAFI NATAPRADJA – FH UI 2018 – AWAS DIKTAT SESAT 7


Asas-Asas Hukum Adat

5. Hibah  Hibah merupakan pemberian tanah


 Hibah lepas merupakan hibah yang dilakukan seseorang
yang menghibahkan sebagian harta pusakanya. Sebelum
melakukan hibah, yang memberi hibah membicarakan
dengan penghulu dan kemenakan
 Hibah Dapat DItebus atau Sando Agung merupakan hibah
yang dilakukan apabila tidak ada ahli waris atau jumlah ahli
waris kurang proporsionil terhadap harta pusaka.

Rumus Gadai Di Bawah 7 Tahun


(( 7 + ½ ) – Lama Gadai : 7 ) x Uang Gadai

Gadai Diatas 7 Tahun tanah otomatis menjadi ke pemiliknya

Studi Kasus
A menggadaikan sebidang tanah kepada B dengan jangka waktu 5 tahun. Di atas tanah
tersebut berdiri rumah C yang disewakan pada D. Pada tahun ketiga A butuh uang untuk
membayar utang dan menjual tanah tersebut kepada E. E meminta B untuk segera memanen
tanamannya. Apakah tindakan E dapat dibenarkan?

Analisa:
1. A menggadaikan pada B dalam jangka 5 tahun menjadikan Gadai Jangka Waktu Wajib
Tebus
2. Terdapat dua perbuatan hukum yaitu gadai antara A dengan B dan jual antara A dengan E.
3. Kesalahan ada pada A yang sepatutnya menebus tanah yang digadaikan, karena B masih
memiliki Hak Pakai untuk menikmati tanah dalam Jangka Waktu 5 tahun. Dengan demikian
A harus menyelesaikanperbuatan hukum dengan B, baru dapat menjual kepada E.
4. Tindakan E meminta B untuk segera memanen tidak dibenarkan karena terdapat Asas
Pemisahan Horizontal yang berlaku selama waktu gadai 5 lima tahun.

B. Hukum Benda Lepas atau Benda Bergerak

Menurut hukum adat benda lepas atau benda bergerak adalah benda-benda di luar tanah yang
mencakup rumah, tumbuh-tumbuhan, ternak, dan benda-benda lainnya.

Menurut Soerjono Soekanto hak milik atas rumah terpisah dengan hak milik atas tanah. Kecuali
rumah batu yang dianggap bersifat permanen. Berlaku pula terhadap Benda Lepas atau Benda
Bergerak asas “Numpang” dimana rumah, tumbuh-tumbuhan, ternak, dan benda lainnya tidak ada
sangkutpaut dengan tanah dimana benda tersebut berada.

1. Hak miliki atas tanaman dapat dialihkan kepada orang lain atas izin pemilik tanah. Apabila
pemilik tanah menjual tanah maka tanaman tetap menjadi milik pemilik aslinya.
2. Hak milik atas ternak khususnya penjualan ternak tidak memerlukan syarat tertentu untuk
unggas dan perlu disaksikan kepala kampung, saksi, dan disertai surat dari dinas kehewanan
dan pajak pembayaran untuk hewan besar. Apabila dilakukan pemotongan, dilakukan upacara
besar dan apabila hendak dijual maka harus meminta izin.
3. Hak milik terhadap benda lainnya misal benda pusaka tidak dapat dialihkan karena benda
tersebut merupakan milik bersama dan memiliki kekuatan magis. Pengalihan hak milik atas

RAFI NATAPRADJA – FH UI 2018 – AWAS DIKTAT SESAT 8


Asas-Asas Hukum Adat

benda pusaka memerlukan permufakatan antara keluarga, kecuali benda tersebut dikuasai
oleh anak laki-laki tertua maka permufakatan tidak diperlukan karena benda tersebut milik
anak laki-laki tertua tersebut.

C. Hukum Hak Immarteril


Hukum Hak Immateril merupakan hak mutlak yang mencakup hak merek, hak octroi, hak cipta, dan
sebagainya. Hak Imamateril masyarakat hukum adat mencakup hak cipta, gelar, dan kedudukan
tertentu dalam masyarakat.

Contoh dari Hak Immateril masyarakat hukum adat adalah Hak atas Perhiasan Perahu masyarakat
Kei, ketentuan pemberian gelar tertentu dalam Masyarakat Lampung, dan Gelar sistem Kasta
seperti ida Bagus, Cokorda, Dewa, Ngakan,Bagus, Gusti dan sebagainya dalam masyarakat bali.

Hak Immateril juga mencakup keududkan yang didasarkan pada diferensiasi yang turun temurun
seperti di Sulawesi, dapat juga berbentuk gelar bangsawan yang berkaitan dengan kedudukan
sosial di masyarakat Jawa.

III. Hukum Perikatan


Hukum perikatan secara sistematis merupakan hukum yang mencakup hukum perjanjian,
penyelewengan perdata, dan hukum perikatan lainnya.

Hukum Perikatan Adat adalah suatu hubungan hukum antara dua pihak atau dua orang
berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut suatu hal dari pihak lain dan pihak lain
berkewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut.

A. Sumber Hukum
Hukum Perikatan Adat memiliki sumber-sumber diantaranya:
1. Perjanjian

Perjanjian yang berkaitan dengan tanah Perjanjian yang tidak berkaitan dengan
tanah
a. Transacties Waarbij Grond b. Perjanjian Kampitan
Betrokken Is atau Transaksi yang c. Perjanjian Tebasan
melibatkan Tanah d. Perjanjian Kredit Perorangan
e. Perjanjian Perburuhan (Kerja)
f. Perjanjian Pemgangkan

2. Sikap tindak tertentu


3. Delik Adat atau Perbuatan Melawan Hukum

IV. Hukum Perjanjian


Hukum Perjanjian pada dasarnya mencakup utang piutang. Dengan adanya perjanjian maka
pihak berhak menuntut prestasi dan pihak lain berkewajiban memenuhi prestasi.
Prestasi mencakup penyerahan benda, melakukan perbuatan, atau tidak melakukan perbuatan.

A. Hukum Perjanjian Kredit


Perjanjian Kredit merupakan perjanjian meminjamkan uang dengan atau tanpa bunga, atau
barang-barang tertentu yang harus dikembalikan sesuai dengan nilainya masing-masing pada
saat yang telah disepakati.

RAFI NATAPRADJA – FH UI 2018 – AWAS DIKTAT SESAT 9


Asas-Asas Hukum Adat

Contoh:
1. Perjanjian pinjam meminjam antara masyarakat Lampung dengan orang luar melazimkan
adanya bunga sebagai pengaruh kebiasaan kota.
2. Perjanjian pinjam meminjam barang yang harus dikembalikan dengan barang sejenis atau
uang sepadan dengan nilai barang.

B. Hukum Perjanjian kempitan


Perjanjian Kempitan merupakan bentuk perjanjian dimana seseorang menitipkan sejumlah
barang kepada pihak lain dengan jani bahwa kelak akan dikembalikan dalam bentuk uang atau
barang sejenis.

Syarat perjanjian kempitan:


1. Harus ada musyawarah terlebih dahulu, kepercayaan dan surat perjanjian.
2. Diadakan batas waktu pengambilan barang, dan kalau barang tersebut tidak diambil,
maka barang itu dijual atas dasar mufakat.
3. Dalam surat perjanjian itu ditentukan harga pengembalian barang tersebut
4. Apabila barang yang dititipkan itu hilang, maka harus ada penggantian dan apabila
barang itu telah dijual orang yang dititipi harus diberi upah.

Perjanjian kempitan terdapat kecenderungan bahwa barang harus dikembalikan apabilla


dikehendaki pemilik barang, dan dilandaskan atas kepercayaan.

C. Hukum Perjanjian Tebasan


Perjanjian Tebasan terjadi apabila seseorang menjual hasil tanamannya sesudah tanaman itu
berbuah dan sebentar lagi akan dipetik hasilnya. Perjanjian Tebasan ini lazim terjadi pada padi
atau tanaman buah-buahan yang sudah tua yang berada di kebun atau sawah.

Contoh:
Perjanjian ini tidak lazim atau dilarang di Sumatera Selatan

D. Perjanjian Perburuhan
Perjanjian Perburuhan adalah perjanjian yang menyangkut perihal bekerja sebagai buruh
dengan timbal balik upah. Apabila mempekerjakan orang lain, maka sudah lazim orang
tersebut diberi upah.

Menurut Ter Haar, menumpang di rumah orang dan mendapat makan secara Cuma-Cuma
harus diimbangi dengan memberikan tenaga bantuan (bekerja) pada tuan rumah.

E. Perjanjian Pemegangkan
Perjanjian Pemgangkan adalah perjanjian dimana pemilik uang berhak mempergunakan benda
yang dijaminkan tersebut sampai uang itu dikembalikan. Terdapat dua ragam perjanjian
pemegangkan:
1. Dikenakan bunga dimana pemilik hanya berkewajiban menyimpan barang
2. Tidak dikenakan bunga dimana pemilik berhak untuk mepergunakan barang tersebut.

F. Perjanjian Pemeliharaan
Perjanjian Pemeliharaan atau Verzogingskontract adalah perjanjian dimana perjanjian dimana
satu pemelihara (zorggever) menanggung nafkah pihak lain atau terpelihara (zorgtrekker).
Terlebih dalam masa tua menanggung pemakaman dan harta peninggalannya, sebagai timbal
balik pemelihara mendapat sebagian harta peninggalan si terpelihara.

Syarat Perjanjian Pemeliharaan:

RAFI NATAPRADJA – FH UI 2018 – AWAS DIKTAT SESAT 10


Asas-Asas Hukum Adat

1. Diketahu pamong setempat apabila tidak mempunyai kerabat


2. Semua harta yang diserahkan pada pihak kedua, tidak boleh dialihkan pada pihak ketiga
tanpa izini pihak pertama.

Contoh:
1. Perjanjian di Minahasa dan Bali dimana seseorang menyerahkan diri dan sebagaian harta
kepada pemelihara (Makehidangraga) dan yang menerima wajib menyelenggarakan
pemakaman dam pembakaran mayat, memelihara saudara, dan berhak atas harta
peninggalan.

G. Perjanjian Pertanggungan Kerabat


Perjanjian Pertanggungan Kerabat adalah perjanjian dimana seseorang menjadi penanggung
hutang orang lain. Penanggung dapat ditagih apabila dianggap pelunasan hutang tidak
mungkin lagi diperoleh dari peminjam.

Menurut Ter Haar, di daerah Lampung dan Sumatera Selatan perjanjian pertanggungan
kerabat lazim dengan alasan:
1. Menyangkut kehormatan suku
2. Menyangkut kehormatan keluarga batih
3. Menyangkut kehormatan keluarga luas
4. Mencegah perselisihan

H. Perjanjian Serikat
Perjanjian Serikat adalah perjanjian kerjasama dimana para angota masyarakat yang di
dalamnya terdapat kepentingan tertentu.Anggota masyarakat berserikat dimana beberapa
membayar sejumlah uang setiap bulan dalam jangka waktu tertentu, masing-masing secara
bergiliran menerima keseluruhan uang yang telah dibayarkan dan dapat dipergunakan
seluruhya.

Contoh:
1. Perjanjain Serikat di Jakarta
2. Perjanjian Jula-Jula di Minangkabau
3. Perjanjian Malpaus di Minahasa
4. Perjanjian Sakeha di Bali
5. Perjanjian Arisan di Masyarakat Modern Kota’

I. Deelwinning atau Menang Sebagian atau Perjanjian Paruh Laba


Deelwinning atau Perjanjian Menang Sebagian atau Paruh Laba adalah perjanjian dimana
pemilik ternak menyerahkan ternak kepada pihak lain untuk dipelihara dan membagi hasil
ternak atau peningkatan nilai hewan tersebut.

Contoh:
1. Perjanjian Paduon Taranak atau Saduoan Taranak di Minangkabau
a. Apabila ternak betina, ketika beranak dibagi sama banyak antara pemilik dan
pemelihara, kelebihan harga induk dibagi dua.
b. Apabila ternak jantan, ketika diserahkan harus ditentukan harga, kemudian dibagi dua
setelah di jual laba
c. Apabila dijual sebelum beranak maka pemelihara diberikan sekadar uang jasa selama
ia memelihara ternak.

2. Perjanjian Paruh Laba di Lampung

RAFI NATAPRADJA – FH UI 2018 – AWAS DIKTAT SESAT 11


Asas-Asas Hukum Adat

a. Pada ternak besar hasilnya dibagi sama rata


b. Kalau pokoknya mati, harus diganti dengan hasil pertama
c. Pada unggas maka bagi hasil tergantung antara musyawarah para pihak

3. Perjanjian Paruh Laba Pemeliharaan Kerbau di Tapanuli


a. Apabila kerbau mati dalam pemeliharaan, tidak diganti oleh pemelihara
b. Apabila kerbau mati karena tidak dipelihara atau liar atau hilang, maka pemelihara
harus menggantikan sebesar kerbau tersebut.

V. Perikatan Hukum Lainnya


Hukum perikatan lainnya adalah hukum perikatan yang membicarakan mengenai perikatan
yang bukan timbul dari perjanjian, melainkan adanya keterikatan dari sikap tindak lainnya.

A. Perikatan panjer
Perikatan panjer adalah tanda jadi yang merupakan simbol saling percaya mempercayai
antara pihak. Perikaan panjer timbul karena adanya tanda jadi yang berwujud uang yang
muncul apabila dalam sikap tindak tertentu misalnya Jual beli telah terjadi afspraak,
dimana pembeli memberikan panjer atau uang tanda jadi.

B. Perikatan Tolong menolong


Perikatan tolong menolong adalah Wedekering Hulpbetoon dimana terjadi tolong
menolong antara orang yang membuka tanah milik yang sebelumnya telah dipilih.
Dengan saudara atau tetangga memberi bantuan tenaga untuk membantu menggarap
tanah, maka timbul keterikatan antara pemilik tanah dengan yang membantu dan terjadi
imbalan atas budi yang baik.

C. Perikatan untuk menyelenggarakan sesuatu yang diinginkan dengan menyerahkan suatu


benda tertentu
Perikatan untuk menyelenggarakan sesuatu yang diinginkan dengan menyerahkan benda
sesuatu merupakan perikatan dimana obyek bukan benda melainkan pada yang
diinginkan pada saat benda diserahkan.

Jawaban dari keiinginan pada saat penyerahan benda dapat diberikan pada saat itua tau
masa yang akan datang beserta pelaksanaan atau penolakan. Menurut Ter haar perikatan
ini mengandung sedikit banyak unsur paksaan (meskipun lemah.)

VI. Transacties Waarbij Grond Betrokken Is atau Transaksi yang melibatkan Tanah

Menurut Ter Haar, Transaksi yang melibatkan tanah adalah perikatan dimana objek transaksi
bukan tanah melainkan pengolahan tanah dan tanaman di atas tanah tersebut.

Proses tersebut mungkin terjadi karena pemilik tanah tidak mempunyai kesempatan
mengerjakan tanah sendiri, sehingga mengadakan perjanjian dengan pihak tertentu yang
mampu mengerjakan tanah tersebut.

Contoh:
1. Perjanjian Mampaduoi atau Babuek Sawah Urang di Minangkabau yang dilakukan secara
lisan di hadapan kepala adat. Dalam perjanjian ini yang menjadi perhatian adalah

RAFI NATAPRADJA – FH UI 2018 – AWAS DIKTAT SESAT 12


Asas-Asas Hukum Adat

kesuburan tanah, penyediaan bibit, jenis tanaman, dan hal lain yang berkaitan dengan
pengolahan tanah.
2. Perjanjian Tanah di Jawa Tengah yang memuat ketentuan mengenai kualitas tanah,
macam tanaman, dan penawaran buruh Ketentuan mengenai perjanjian ini diantaranya
adalah:
a. Pemilik tanah dan penggarap memperoleh bagian yang sama
b. Pemilik tanah memperoleh 2/3 bagian untuk mertebu
c. Pemilik tanah memperoleh 1/5 bagian untuk tanaman kacang.
3. Perjanjian Bagi Hasil (Sakap Menyakap) di Bali Selatan yang ketentuannya adalah sebagai
berikut:
a. Pemilik tanah dan penggarap memperoleh bagian yang sama masing-masing ½
b. Pemilik tanah mendapat 3/5 bagian sementara penggarap 2/5 bagian (Nelon)
c. Pemilik tanah mendapat 2/3 bagian sementara penggarap 1/3 bagian (Ngapit)
d. Pemilik tanah mendapat ¾ bagian sementara penggarap ¼ bagian (Merapat).
4. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1960 tentang Perjanjian Bagi Hasil
a. Penentuan bagian didasarkan pada kepentingan pengarap dan kualitas tanah, dengan
ketentuan pengggarap memperoleh 1;/2 bagian atau 2/3 bagian.
b. Atas dasar kualitas dan tipe tanah, perjanjian berjangka waktu 3 sampai 5 tahun
c. Kepala Desa mengawasi perjanjian-perjanjian bagi hasil.

A. Hukum Adat Dalam Pembangunan


Menurut Lon Fuller, Hukum Tidak Tertulis atau Hukum Adat didasarkan pada proses interaksi dalam
masyarakat, dan kemudian berfungsi sebagai pola untuk mengorganisasikan serta memperlancar
proses interaksi tersebut dinamakan A System of Interactional Expectancies.

Menurut Lon Fuller, Hukum adat timbul dari perbuatan yang berulang-ulang yang didorong atau
digerakkan oleh perasaan kewajiban, dimana orang-orang yang melakukan perbuatan tersebut
karena ada kepercayaan akan kebenaran yang dilakukan.

Dengan demikian manfaat hukum adat dan pembangunan hukum diantaranya adalah:
1. Ada kecenderungan di dalam hukum adat merumuskan keteraturan perilaku mengenai
peranan atau fungsi
2. Dirumuskan secara menyeluruh semua perbuatan dan akibat, terutama perbuatan
menyimpang beserta sanksi
3. Dalam hukum adat dirumuskan perihal pola penyelesaian sengketa yang mungkin terjadi yang
kadang-kadang bersifat smbolis, dengan mengadakan upacara adat tertentu.

Kemudian, identifikasi terhadap hukum adat memiliki peran dalam pembangunan diantaranya:
1. Menunjang pembangunan hukum adat mana perlu diperkuat
2. Hukum Adat bersifat netral terhadap pembangunan
3. Hukum adat bertentangan dengan pembangunan dengan kemungkinan:
a. Hukum Adat secara tegas bertentangan dengan pembangunan
b. Hukum Adat yang bertentangan dengan pembangunan akan teapi sendirinya terhapus
dalam proses pembangunan
c. Hukum Adat yang tidak bertentangan dengan pembangunan, akan tetapi terbukti tida
relevan.
4. HUkum Adat dianut karena diperintahkan oleh penguasa adat yang belum tentu dirasakan adil
5. Hukum Adat dianut karena kolektivitas menghendakinya, padahal belum tentu adil

RAFI NATAPRADJA – FH UI 2018 – AWAS DIKTAT SESAT 13


Asas-Asas Hukum Adat

6. Hukum Adat yang dianut karena dianggap adil oleh warga masyarakat secara individual.

RAFI NATAPRADJA – FH UI 2018 – AWAS DIKTAT SESAT 14

Anda mungkin juga menyukai