Anda di halaman 1dari 12

Bentuk Penguasaan

Oleh :
1. Nadia Rahmawati
2. Raden Ayu Ratih Rania
3. Gilang Baharessy N
4. Ramadhani Mukti W

Program Studi DIV Pertanahan


Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional
Tingkatan Penguasaan
Hak bangsa Indonesia 2 Hak Menguasai dari Negara
1
Hak Bangsa Indonesia merupakan hak penguasaan atas
Hak ini bersumber dari hak Bangsa Indonesia. Subyek dari hak
tanah yang tertinggi dalam Hukum Tanah Nasional. Hak ini
menguasai dari negara adalah Negara Republik Indonesia sebagai
juga menjadi sumber bagi hak-hak penguasaan atas tanah
organisasi kekuasaan seluruh rakyat Indonesia dan meliputi semua
yang lain. Hak Bangsa Indonesia mengandung 2 unsur, yaitu
tanah yang berada di wilayah Republik Indonesia, baik tanah yang
unsur kepunyaan dan unsur tugas kewenangan. Unsur
belum maupun yang sudah dihaki dengan hak perorangan. Tanah
kepunyaan berarti subyek atas hak Bangsa Indonesia ada
yang belum dihaki dengan hak perorangan disebut tanah yang
pada seluruh rakyat Indonesia dan meliputi seluruh wilayah
dikuasai langsung oleh negara (dalam praktik administrasi disebut
Indonesia. Unsur tugas kewenangan berarti tugas
tanah negara), sedangkan tanah yang sudah sudah dihaki dengan
kewenangan untuk mengatur penguasaan dan memimpin
hak perorangan disebut tanah hak dengan nama sebutan haknya,
pengurusan tanah dilaksanakan oleh negara
missal HGB,HM.

Hak-hak Perorangan 4
Hak-hak perorangan terbagi menjadi: Hak Ulayat Masyarakat
1. Hak-hak atas tanah, meliputi: 3
a) Hak atas tanah primer, yaitu hak atas tanah yang diberikan oleh negara. Hukum Adat
Beberapa bentuk dari hak atas tanah primer adalah hak milik, hak guna usaha,
hak guna bangunan, yang diberikan oleh negara dan hak pakai yang diberikan hak ulayat merupakan serangkaian wewenang dan kewajiban suatu
masyarakat hukum adat yang berhubungan dengan tanah yang terletak
oleh negara.
dalam lingkungan wilayahnya. Subyek dari hak ulayat adalah
b) Hak atas tanah sekunder, adalah hak atas tanah yang bersumber dari pihak masyarakat hukum adat, baik yang bersifat teritorial (warganya tinggal
lain. Beberapa bentuknya adalah hak guna bangunan dan hak pakai yang di wilayah yang sama) maupun yang bersifat genealogik (warganya
diberikan oleh pemilik tanah, hak gadai, hak usaha bagi hasil, hak menumpang, terikat dengan hubungan darah).
hak sewa dan lain-lain.
2. Wakaf
3. Hak jaminan atas tanah: hak tanggungan.
Outline Pembahasan
Tanah Ulayyat dan Hak
Perseorangan
Tanah Tongkonan
secara umum Hak Perseorangan

01 02
Tanah Tongkonan

Tanah tongkonan merupakan tanah adat yang kepemilikkannya dikuasai sekelompok


anggota atau rumpun keluarga dimana pengaturan, penguasaan, dan pengunaannya
ditentukan menurut norma-norma dan aturan-aturan adat yang berlaku diantara anggota atau
rumpun keluarga masyarakat toraja.

Suku Toraja adalah suku yang menetap di pegunungan


bagian utara Sulawesi Selatan, Indonesia di antaranya masih
tinggal di Kabupaten Tana Toraja, Kabupaten Toraja Utara,
dan Kabupaten Mamasa.
Sejarah Tanah Tongkonan Masyarakat Toraja

Tongkonan yang pada prinsipnya merupakan peninggalan


orang tua dan asal usulnya adalah tanah terlantar yang
kemudian digarap dan berkembang menjadi tanah yang tidak
terbagi kepemilikannya dan dikelola terus oleh keturunannya.

1. Tongkonan Layuk; yaitu tongkonan yang pertama menjadi sumber


kekuasaan, membuat peraturan-peraturan adat dalam suatu daerah
kekuasaanya.
2. Tongkonan Pekamberan/Pekaindoran; yaitu tongkonan yang didirikan
penguasa-penguasa adat untuk melaksanakan pemerintahan atau aluk
berdasarkan tongkonan Layuk
3. Tongkonan Batu A’riri; yaitu tongkonan yang hanya menjadi pemersatu
keluarga dan tempat pembinaan warisan keluarga 
4. Banua Pa’rapuan; yaitu rumah yand dimiliki oleh keturunan kasta
rendah/kaunan
Lembaga adat toraja
1. Tana’ Bulaan ( Tokapua )
Golongan ini terdiri dari kaum bangsawan, pemimpin adat, dan pemuka masyarakat. Banyak istilah dalam bahasa Toraja untuk menyebutkan
golongan ini, seperti contoh: Anak Patalo, Kayu Kaladona Tondok, Todi Bulle Ulunna dll.

2. Tana’ Bassi ( Tomakaka )


Golongan menengah masyarakat Toraja disebut Tomakaka. Golongan ini erat hubungannya dengan golongan Tokapua. Mereka adalah
golongan bebas, mereka juga memiliki tanah persawahan, namun tidak sebanyak yang dimiliki golongan bangsawan.

3. Tana’ Karurung
Golongan masyarakat biasa, pada umumnya mereka tidak mempunyai tanah persawahan sendiri. Mereka adalah penggarap tanah bangsawan

4. Tana’ Kua-Kua
Golongan terbanyak yang menjadi tulang punggung masyarakat Toraja ialah Tobuda. Pada umumnya mereka tidak mempunyai tanah
persawahan sendiri melainkan hanya sebagai petani penggarap tanah bangsawan.
Sistem Penguasaan

o Masyarakat adat toraja menganut asas genealogis (Pertalian darah)


Tanah ulayat di Toraja yang disebut dengan tanah tongkonan mengelola sendiri wilayahnya dan apabila ada masyarakat dari luar yang
bukan anggota pertalian dari masyarakat toraja harus memperoleh izin dari pemilik tanah

o Tidak dapat dialihkan kepada masyarakat luar adat


Pewarisan tanah tongkonan termasuk kedalam sistem kewarisan kolektif, dimana harta peninggalan diteruskan dan dialihkan
pemilikannya kepada pewaris yang merupakan keturunannya sebagai kesatuan yang tidak terbagi-bagi penguasaan dan pemilikannya,
melainkan setiap anggota keluarga berhak untuk mengusahakan, menggunakan dan mendapatkan hasil dari tanah tersebut.

o Status hukum
Status hukum tanah tongkonan pada umumnya adalah secara tidak tertulis, hanya ada bukti PBB (Pajak Bumi dan Bangunan) tetapi itu
bukan bukti kepemilikan pribadi. Nama yang ada di PBB adalah tergantung dari kesepakatan anggota keluarga dan biasanya nama yang
dicantumkan adalah nama orang yang dituakan (to di poambe/dipoindo). Tanah tongkonan tidak dapat diberikan sertifikat karena
merupakan tanah yang dimiliki oleh seluruh anggota keluarga keturunan dari tanah tongkonan tersebut, jadi tidak dapat diberikan
sertifikat atas nama salah satu dari anggota keluarga karena dikhawatirkan nantinya akan menimbulkan permasalahan di antara para
anggota keluarga.
Sistem Penguasaan
Pada Dewi (2003) menjelaskan bahwa penguasaan tanah tongkonan terbagi menjadi :

1. Tanah Sawah
Tanah sawah dapat dialihkan haknya dengan waris.
Proses terjadinya kepemilikan sawah sebagai berikut: apabila orang tua meninggal dunia maka kewajiban anak-anaknya untuk mengadakan pesta kematian bagi
orang tuanya. Pada pesta adat tersebut ada tiga jenis hewan yang dipersembahkan untuk menemani mendiang pergi ke puya. Apabila seorang meninggal dunia
jiwanya keluar dari jasad tubuhnya dan bersiap memasuki fase kehidupan baru di alam puya maka jasad tersebut akan ditanya sampai manakah upacara
pemakamannya dengan tingkat kemungkinan upacara yang tersedia. Apabila upacara tersebut belum selesai dilaksanakan maka arwah tersebut tidak diperbolehkan
masuk ke puya dan kembali ke dunia. Arwah tersebut yang sering dijuluki oleh kepercayaan Aluk Todolo sebagai makhluk halus yang mengganggu manusia. Oleh
karena itu, orang Toraja yang meninggal dunia harus segera diselesaikan upacara pemakamannya agar arwahnya tidak mengembara mengganggu masyarakat. Apabila
ada orang Toraja yang tidak diketahui identitasnya maka diadakan upacara formalitas dengan memasukan angin dalam kain sarung (di poyan angin) dan dikuburkan
di liang keluarga. Apabila ada orang Toraja meninggal akibat kecelakaan maka bagian tubuhnya harus dikumpulkan lengkap kemudian di upacarakan.
Sumbangan anak pada pesta kematian tersebut diperhitungkan dalam pembagian harta warisan . Semakin besar sumbangan yang diberikan oleh anak maka semakin
besar warisan yang diperoleh.

2. Tanah Kering

Sifat : tidak bisa diperjualbelikan


tanah kering menjadi harta pusaka keluarga yang tidak dapat dibagi melainkan dapat dinikmati dan diambil manfaat secara bersama. Harta pusaka
dimiliki oleh keturunan dari kepemilikan tana tongkonan yang umumnya dibanguni rumah adat (rumah tongkonan), lumbung padi, rumah tinggal
keturunan dari pemilik tanah tongkonan yang diperkenankan oleh keluarga besar untuk berdiam di areal tanah tersebut.
Keberadaan Tanah
Tongkonan

Penguasaan tanah tongkonan masih tetap ada disebabkan karena aspek suprastruktur yakni:
1. Kaitan tanah dengan leluhur. Tanah bagi masyarakat Mengkendek mempunyai keterikatan yang erat dengan leluhurnya,
karena tanah tersebut merupakan warisan/titipan/amanah yang diberikan orang tua kepada anak-anaknya. Sehingga
anak-anaknya berkewajiban untuk menjaga tanah warisan tersebut dan diwariskan kepada anak cucunya di kemudian
hari.
2. Kaitan dengan makam. Hubungan masyarakat toraja dengan makam sangat erat karena leluhur akan senantiasa
mengawasi keluarga serta tanah warisannya.
3. Kaitan dengan kekerabatan. Sistem kekerabatan masyarakat toraja bermukim menjadi 1 dalam suatu bidang tanah yang
disebut dengan tanah tongkonan.

Pemerintah Kabupaten Toraja Utara mengakui dan menetapkan keberadaan masyarakat hukum adat dengan menciptakan suatu
ketetapan Peraturan Daerah Kabupaten Toraja Utara Nomor 1 Tahun 2019 yang di dalamnya mengenai Pengakuan Dan
Perlindungan Hak Masyarakat Hukum Adat.
Pentingnya mempertahankan
tanah tongkonan
o Warisan leluhur dan warisan budaya
Tanah bagi masyarakat Toraja sangat penting keberadaannya., apalagi Tanah Tongkonan, merupakan amanah yang harus dijaga dan dipertahankan dan diteruskan kepada anak
cucunya. Tanah sangatlah erat kaitannya dengan budaya masyarakat Toraja. Dalam masyarakat Toraja, Tanah Tongkonan sangatlah erat kaitannya dengan leluhur, makam, dan kekerabatan
yang kuat.
Tongkonan juga dinilai sangat berharga bagi keluarga-keluarga yang menilai tanah bukan hanya dari sisi ekonomis, melainkan dari sisi kehormatan dalam menjaga warisan, amanah,
dan peninggalan dari orang tua yang sudah sepantasnya untuk dipertahankan keberadaannya.
Dengan kekhasan budaya yang dimiliki oleh masyarakat adat toraja dapat memberikan daya tarik wisatawan untuk turut menikmati keberadaan suku toraja. Hal ini dapat
meningkatkan sosio ekomoni masyarakat sekitar.
Mengingat bahwa tanah ulayat bukanlah objek pendaftaran tanah menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, dan menurut ketentuan Pasal 5
UUPA yang mengakui akan eksistensi dari tanah hak ulayat, serta diperjelas dalam Pasal 1 Ayat 2 Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik
Indonesia Nomor 18 Tahun 2019 yang membahas tentang Tata Cara Penatausahaan Tanah Ulayat Kesatuan Masyarakat Hukum Adat yang memiliki wewenang bahwa hak ulayat masyarakat
hukum adat bersifat komunal, dalam hal ini tanah Tongkonan termasuk di dalamnya, sehingga jika diterbitkannya sertifikat kepemilikan tanah adat dengan salah satu nama keluarga atau
kelompok keluarga, maka status ulayat dari tanah Tongkonan tersebut akan hilang. Hal tersebut menyebabkan ke khasan dari Tana Toraja akan sedikit demi sedikit luntur sehingga mengurangi
nilai keragaman Indonesia.
o Menimbulkan Sengketa
Tanah Tongkonan adalah tanah dimana kepemilikannya bukan hanya satu individu tapi dalam satu rumpun keluarga yang mempunyai hak yang sama dalam pengarapan lahan
tersebut, hal ini-lah yang bisa menimbulkan suatu masalah jika munculnya gejala perubahan orientasi terhadap tanah. Pada awalnya masyarakat tertentu tidak begitu memedulikan keberadaan
tanahnya, namun sejak terjadinya perubahan terhadap nilai tanah itu sendiri maka masyarakat tersebut akan mengubah cara pandangnya terhadap tanah. Mereka cenderung akan menjual
tanah tersebut dengan maksud untuk memperoleh keuntungan yang besar, bahkan tak jarang yang Tanah Tongkonan adalah tanah dimana kepemilikannya bukan hanya satu individu tapi dalam
satu rumpun keluarga yang mempunyai hak yang sama dalam pengarapan lahan tersebut, hal ini-lah yang bisa menimbulkan suatu masalah jika munculnya gejala perubahan orientasi terhadap
tanah. Pada awalnya masyarakat tertentu tidak begitu memedulikan keberadaan tanahnya, namun sejak terjadinya perubahan terhadap nilai tanah itu sendiri maka masyarakat tersebut akan
mengubah cara pandangnya terhadap tanah. Mereka cenderung akan menjual tanah tersebut dengan maksud untuk memperoleh keuntungan yang besar.
Hak Perseorangan
Sumber :https://statistik.atrbpn.go.id/BukuTanah/JenisHakKantah tanggal 07 April 2022

Tana Toraja Toraja Utara


35,000

30,000

25,000

20,000

` 15,000

10,000

5,000

0
Jumlah Total HM HGU HGB HP HPL HW
Terimakasih

“Budaya bercerita sangat baik untuk


menyampaikan nilai-nilai luhur pada generasi
berikutnya.”
-Donna Widjadjanto

Anda mungkin juga menyukai