Anda di halaman 1dari 10

ILMU-ILMU SOSIAL

FENOMENOLOGI DAN POST-FENOMENOLOGI

Dosen Pengampu : Muhammad Nursyahid, M.S.I

Disusun Oleh :

Citra Lestari (21.1.2177)

Noviyanti (21.1.2240)

Hafidullah (23.1.2627)

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Filsafat telah melahirkan ilmu-ilmu yang ada di dunia. Dan
dalam perkembangannya filsafat telah melahirkan ilmu yang bersifat mandiri,
meskipun seperti itu, tidak berarti bahwa hubungan antara ilmu dan filsafat telah
putus,karena masih ada dan perlu interaksi antara keduanya. Dalam
perkembangannya,kelompok ilmu ini menjadi ilmu sosial. Ilmu sosial atau ilmu
kemasyarakatanmeliputi berbagai cabang yang pada dasarnya mengkaji hubungan
antarmanusia, baik antar individu maupun kelompok. ada saat yang bersamaan,
juga berkembang aliran fenomenologi di Jerman.
Dan pada pembahasan ini, akan dijelaskan lebih lanjut tentang pengembangan
Ilmu sosial yang dilahirkan oleh filsafat dengan metode fenomenologi.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud Pengertian Ilmu Sosial?
2. Apa yang dimaksud Pengertian Fenomenologi?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk Mengetahui Pengertian Ilmu Sosial.
2. Untuk Mengetahui Pengertian Fenomenologi.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Ilmu Sosial


Ilmu sosial secara etimologi terdiri dari dua kata yaitu ilmu science dan sosial
social. Ilmu dalam bahasa inggris science diambil dari bahasa prancis sama, dari
Bahasa latin scientia scire berarti know atau tahu, jadi dapat dimaknakan sebagai
cabang dari pengetahuan.sedangkan social diambil dari bahasa latin socialis socius
yang berarti a companion atau teman, kawan, relasi dalam cakupan besar menjadi
masyarakat. maka social science berarti ilmu yang mempelajari tentang masyarakat
dan cara manusia hidup.
secara terminologi ilmu sosial adalah payung luas yang menghubungkan
beberapa bidang di bawahnya seperti sosiologi,antropologi, ilmu politik, psikologi, dan
ekonomi. Disiplin seperti ilmu sejarah dan linguistik yang membahas kehidupan sosial,
kurang sering disertakan sebagai ilmu sosial. secara umum, ilmu sosial dapat dianggap
sebagai metode ilmiah untuk diterapkan semua hal yang berkaitan dengansosial. Ilmu
sosial bertujuan untuk memahami semua aspek masyarakat serta mencari solusi untuk
mengatasi masalah social.
Menurut Harsoyo, ilmu-ilmu sosial adalah ilmu-ilmu yang mempelajari sikap
dan tingkah laku manusia di dalam kelompok. P.N. Usman Tampubolon,
mengemukakan bahwa ilmu sosial adalah ilmu yang menggunakan metode-metode
ilmiah untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang perilaku manusia.1
Definisi-definisi tersebut bersifat umum, ia tidak menunjuk kepada ilmu sosial
tertentu, sehingga dari definisi-definisi tersebut kita tidak dapat memperoleh gambaran
tentang tingkah laku apa yang ingin dijelaskan. Tingkah laku khusus akan tergambar
dalam disiplin-disiplin ilmu sosial, misalnya tingkah laku manusia dalam memenuhi
kebutuhannya atau usaha untuk mencapai kemakmuran akan tergambar di dalam
definisi ilmu ekonomi. Pengaruh sosial terhadap tingkah laku manusia, dalam hal ini
tingkah laku individu akan tergambar dalam psikologi sosial.
Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa ilmu sosial pada hakikatnya
merupakan gabungan atau kumpulan dari ilmu tentang tingkah laku manusia. Hal ini

1
Said Hamid Hasan. 1993. Pendidikan IPS 2. Jakarta: Depdikbud, h. 3-4

2
menyangkut berbagai aspek dari sikap dan tingkah laku manusia sebagai makhluk
hidup dalam masyarakat. Apabila kita mempelajari tingkah laku manusia sebagai
makhluk hidup di dalam masyarakat, maka tingkah laku tersebut mempunyai berbagai
aspek, seperti aspek biologis, psikologis, sosiologis, ekonomi dan sebagainya.
Karakteristik ilmu sosial Numan Somantri, mengidentifikasi sejumlah
karakteristik dari ilmu-ilmu sosial, yaitu:
a. Berbagai batang tubuh disiplin ilmu-ilmu sosial yang diorganisasikan secara
sistematis dan ilmiah.
b. Batang tubuh disiplin itu berisikan sejumlah teori dan generalisasi yang handal dan
kuat serta dapat diuji tingkat kebenarannya.
c. Batang tubuh disiplin ilmu-ilmu sosial ini disebut juga “structure” disiplin ilmu, atau
ada juga yang menyebutnya dengan “fundamental ideas”.
d. Teori dan generalisasi dalam struktur itu disebut pula pengetahuan ilmiah yang
dicapai lewat pendekatan “conceptual” dan “syntactis” yaitu lewat proses bertanya,
berhipotesis, pengumpulan data (observasi dan eksperimen).
e. Setiap teori dan generalisasi ini terus dikembangkan, dikoreksi dan diperbaiki untuk
membantu dan menerangkan masa lalu, masa kini, dan masa depan serta membantu
memecahkan masalah-masalah sosial melalui pikiran, sikap dan tindakan terbaik.2
Angka kemiskinan di Indonesia yang masih dalam kisaran 13.00 dari jumlah
penduduk Indonesia sering dikaitkan dengan kegagalan ilmu sosial di Indonesia dalam
kontribusinya menyelesaikan masalah sosial. Demikian halnya dengan maraknya
terorisme, juga sering dikaitkan dengan kegagalan ilmu sosial dalam memecahkan
masalah manusia.
Ilmu sosial pada dasarnya merupakan ilmu yang mempelajari perilaku dan
aktivitas manusia dalam kehidupan bersama. Ilmu sosial mempelajari bagaimana
hubungan manusia dengan manusia, dan bagaimana hubungan manusia dengan
lingkungannya. Dalam konteks ini, sangat jelas bahwa manusia bertugas mempelajari
tentang dirinya. Perbedaan utama antara ilmu sosial dengan ilmu alam adalah objeknya.
Objek ilmu alam adalah fisik, sedangkan objek ilmu sosial adalah manusia dan
hubungannya dengan lingkungannya. Lingkungan dalam konteks ini dapat berarti
manusia lain atau objek fisik di sekitar manusia. Ilmu sosial mengkaji perilaku manusia
yang bermacam-macam. Misalnya, perilaku manusia dalam hubungannya dengan

2
Sapriya. 2017. Pendidikan IPS. Bandung Remaja Rosdakarya, h. 22

3
manusia lain baik pribadi atau kelompok melahirkan ilmu sosiologi. Perilaku manusia
pada masa lalu melahirkan ilmu sejarah. Perilaku manusia dengan kejiwaannya
melahirkan ilmu psikologi. Perilaku manusia dan kaitannya dengan pemenuhan
kebutuhan melahirkan ilmu ekonomi.
Semua perilaku tersebut merupakan gejala sosial yang menjadi wilayah kajian
utama ilmu-ilmu sosial. Hal inilah yang membedakan ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu
sosial. Ilmu-ilmu alam berhubungan dengan gejala-gejala alam yang bersifat fisik,
konstan dan bisa diamati secara kasat mata, untuk memahami ilmu alam tidak sesulit
memahami gejala sosial.
Gejala alam mudah dipilah-pilah dan bisa diukur serta pola peristiwanya
senantiasa tetap. Misalnya, pola mengenai gejala gunung meletus dan gejala tsunami
sejak dahulu kala hingga sekarang tidak banyak berubah. Gejala atau peristiwa sosial
terikat dengan variabel tempat, waktu, pelaku, setting, sehingga lebih kompleks,
misalnya revolusi yang terjadi di Inggris, Perancis, Amerika dan revolusi kemerdekaan
Indonesia memiliki perbedaan yang tidak konstan.
Gejala sosial sangat kompleks, maka untuk memahaminya tidak cukup dengan
satu sudut pandang atau satu disiplin ilmu. Misalnya, gejala atau peristiwa kekerasan
agama yang sering terjadi tidak bisa dipahami hanya dari sudut pandang agama, tetapi
juga harus dipandang dari segi politik, budaya, ekonomi, pendidikan, dan seterusnya.
Ketika pengkajian ilmu bahasa menemukan orang beberapa kali melakukan kesalahan
ucapan pada kata atau istilah tertentu dalam sambutan, maka gejala itu tidak dipahami
dengan menghitung berapa kali kesalahan tersebut terjadi, melainkan menganalisis
bentuk kesalahannya dan mencari sebabnya dari sisi setting, konteks dan waktu
kejadian.
Oleh karenanya setiap ilmu yang mempelajari dan mengkaji aspek kehidupan
manusia di masyarakat, termasuk bagian dari ilmu sosial.
Aspek kehidupan manusia itu terdiri dari: interaksi sosial, budaya, kebutuhan
materi, pendidikan, norma dan peraturan, sikap dan reaksi kejiwaan, geografi, dan
sebagainya. Aspek-aspek ini kemudian menghasilkan ilmu-ilmu sosial (IIS) seperti
Sosiologi, Antropologi, Ilmu Ekonomi, Ilmu Pendidikan, Ilmu Hukum, Psikologi
Sosial, Geografi, Sejarah, dan lain sebagainya. Pada pengembangan selanjutnya,
berdasarkan pendekatan struktural, ilmu-ilmu tadi telah berkembang menjadi cabang-
cabang ilmiah yang lebih terperinci.

4
Mempelajari ilmu sosial dikandung maksud mengantarkan para mahasiswa agar
memahami konsep-konsep dasar ilmu-ilmu sosial dilihat dari obyek material dan
formalnya serta ruang lingkupnya. Obyek Material dari ilmu sosial adalah manusia,
khususnya tingkah laku manusia dalam kelompok. Obyek Formaldari ilmu sosial
adalah tinjauan dari aspek mana dan dalam rangka kepentingan apa tingkah laku
manusia tersebut dipelajari. Tingkah laku khusus manusia yang tergambar dalam
rangka kepentingan apa itu ilmu sosial dipelajari, itulah disiplin ilmu sosial.
Dari kenyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa ilmu sosial pada hakikatnya
merupakan gabungan atau kumpulan dari ilmu tentang tingkah laku manusia. Misalnya
tingkah laku manusia dalam aspek ruang (space), aspek kelangkaan (scarcity), aspek
waktu budaya (time), aspek kekuatan (power), aspek kejiwaan (psycho), aspek budaya
(culture), aspek kemasyararakatan (society), akan menghasilkan disiplin-disiplin
geografi, ekonomi, sejarah, politik, psikologi, antropologi, sosiologi, dan lain
sebagainya.
Tujuan Ilmu – ilmu social
a. Mengetahui,mendalami,serta menjelaskan : berbagai gejola sosial
b. Meramal (prediction): berbagai gejala dan masalah sosial yang akan terjadi.
c. Mengontrol (controlled): agar ramalan tentang berbagai gejala social menjadi
kenyataan atau tidak, dan masalah sosial dapat dihindari.

B. Pengertian Fenomenologi
Secara etimologis, fenomenologi berasal dari kata Yunani, phainomenon yang
merujuk pada arti “yang menampak”. Fenomena adalah fakta yang disadari dan masuk
ke dalam pemahaman manusia. Sehingga, suatu objek ada dalam relasi kesadaran.
Fenomenologi menurut Husserl adalah gabungan antara psikologi dan logika.
Fenomenologi membangun penjelasan dan analisis psikologi tentang tipe-tipe aktivitas
mental subjektif, pengalaman, dan tindakan sadar. Namun, pemikiran Husserl tersebut
masih membutuhkan penjelasan yang lebih lanjut khususnya mengenai “model
kesengajaan”. Pada awalnya, Husserl mencoba untuk mengembangkan filsafat radikal
atau aliran filsafat yang menggali akar-akar pengetahuan dan pengalaman. Hal ini
didorong oleh ketidakpercayaan terhadap aliran positivistik yang dinilai gagal
memanfaatkan peluang membuat hidup lebih bermakna karena tidak mampu
mempertimbangkan masalah nilai dan makna. Fenomenologi berangkat dari pola pikir

5
subjektivisme yang tidak hanya memandang dari suatu objek yang tampak namun
berusaha menggali makna di balik setiap gejala tersebut.
Saat ini fenomenologi dikenal sebagai suatu disiplin ilmu yang kompleks,
karena memiliki metode dan dasar filsafat yang komprehensif dan mandiri.
Fenomenologi juga dikenal sebagai pelopor pemisah antara ilmu sosial dari ilmu alam,
yang mempelajari struktur tipe-tipe kesadaran yang dinamakan dengan “kesengajaan”
oleh Husserl. Struktur kesadaran dalam pengelaman pada akhirnya membuat makna
dan menentukan isi dari penampakkannya.
Fenomenologi adalah ilmu tentang penampakan (fenomena). Artinya, semua
perbincangan tentang esensi dibalik penampakan dibuang jauh-jauh. Ilmu tentang
penampakan berarti ilmu tentang apa yang menampakkan diri pada pengalaman
subyek. Tak ada penampakan yang tidak dialami, hanya dengan berkonsentrasi pada
apa yang yang tampak dalam pengalaman, maka esensi dapat dirumuskan dengan
jernih.
Fenomena dapat dipandang dari dua sudut. Pertama, fenomena selalu
“menunjuk ke luar” atau berhubungan dengan realitas di luar pikiran. Kedua,fenomena
dari sudut kesadaran kita, karena fenomenologi selalu berada dalam kesadaran kita.
Oleh karena itu dalam memandang fenomena harus terlebih dahulu melihat
“penyaringan” (ratio), sehingga mendapatkan kesadaran yang murni . Donny (2005:
150) menuliskan fenomenologi adalah ilmu tentang esensiesensi kesadaran dan esensi
ideal dari obyek-obyek sebagai korelasi dengan kesadaran. Fenomenologi juga
merupakan sebuah pendekatan filosofis untuk menyelidiki pengalaman manusia.
Fenomenologi bermakna metode pemikiran untuk memperoleh ilmu pengetahuan baru
atau mengembangkan pengetahuan yang ada dengan langkah-langkah logis, sistematis
kritis, tidak berdasarkan apriori/prasangka, dan tidak dogmatis. Fenomenologi sebagai
metode tidak hanya digunakan dalam filsafat tetapi juga dalam ilmu-ilmu sosial dan
pendidikan.
Fenomenologi digunakan sebagai perspektif filosofi dan juga digunakan
sebagai pendekatan dalam metode kualitatif. Fenomenologi memiliki riwayat yang
cukup panjang dalam penelitian sosial termasuk psikologi, sosiologi dan pekerjaan
sosial. Fenomenologi merupakan pandangan berpikir yang menekankan pada fokus
kepada pengalaman-pengalaman subjektif manusia dan interpretasi-interpretasi dunia.
Dalam hal ini, para fenomenologis ingin memahami bagaimana dunia muncul kepada
orang lain.
6
Husserl sangat tertarik dengan penemuan makna dan hakikat dari pengalaman.
Dia berpendapat bahwa terdapat perbedaan antara fakta dan esensi dalam fakta, atau
dengan kata lain perbedaan antara yang real dan yang tidak. Berikut adalah komponen
konseptual dalam fenomenologi transcendental Husserl:
a. Kesengajaan (Intentionality)
Kesengajaan (intentionality) adalah orientasi pikiran terhadap suatu objek
(sesuatu) yang menurut Husserl, objek atau sesuatu tersebut bisa nyata atau tidak
nyata. Objek nyata seperti sebongkah kayu yang dibentuk dengan tujuan tertentu
dan kita namakan dengan kursi. Objek yang tidak nyata misalnya konsep tentang
tanggung jawab, kesabaran, dan konsep lain yang abstrak atau tidak real. Husserl
menyatakan bahwa kesengajaan sangat terkait dengan kesadaran atau pengalaman
seseorang dimana kesengajaan atau pengalaman tersebut dipengaruhi oleh faktor
kesenangan (minat), penilaian awal, dan harapan terhadap objek. Misalnya minat
terhadap bola akam menentukan kesengajaan untuk menonton pertandingan sepak
bola.
b. Noema dan Noesis
Noema atau noesis merupakan turunan dari kesengajaan atau intentionality.
Intentionality adalah maksud memahami sesuatu, dimana setiap pengalaman
individu memiliki sisi obyektif dan subyektif. Jika akan memahami, maka kedua
sisi itu harus dikemukakan. Sisi obyektif fenomena (noema) artinya sesuatu yang
bisa dilihat, didengar, dirasakan, dipikirkan, atau sekalipun sesuatu yang masih
akan dipikirkan (ide). Sedangkan sisi subyektif (noesis) adalah tindakan yang
dimaksud (intended act) seperti merasa, mendengar, memikirkan, dan menilai ide
c. Intuisi
Intuisi yang masuk dalam unit analisis Husserl ini dipengaruhi oleh intuisi
menurut Descrates yakni kemampuan membedakan “yang murni” dan yang
diperhatikan dari the light of reason alone (semata-mata alasannya). Intuisilah yang
membimbing manusia mendapatkan pengetahuan. Bagi Husserl, intuisilah yang
menghubungkan noema dan noesis. Inilah sebabnya fenomenologi Husserl
dinamakan fenomenologi transendental, karena terjadi dalam diri individu secara
mental(transenden).

d. Intersubjektivitas

7
Makna intersubjektif ini dijabarkan oleh Schutz. Bahwa makna intersubjektif
ini berawal dari konsep ‘sosial’ dan konsep ‘tindakan’. Konsep sosial didefinisikan
sebagai hubungan antara dua atau lebih orang dan konsep tindakan didefinisikan
sebagai perilaku yang membentuk makna subjektif. Akan tetapi, makna subjektif
tersebut bukan berada di dunia privat individu melainkan dimaknai secara sama dan
bersama dengan individu lain. Oleh karenanya, sebuah makna subjektif dikatakan
intersubjektif karena memiliki aspek kesamaan dan kebersamaan (common and
shared).

Penerapan Fenomenologi

Penerapan fenomenologi merujuk pada pendekatan filosofis dan metodologis yang


digunakan untuk mempelajari pengalaman subjektif manusia. Fenomenologi berfokus pada
pemahaman dan penjelajahan makna individual dari perspektif yang dialami oleh individu.
Dalam konteks penerapan fenomenologi, pendekatan ini dapat digunakan dalam berbagai
bidang, seperti psikologi, sosiologi, antropologi, dan ilmu-ilmu sosial lainnya. Beberapa
contoh penerapan fenomenologi meliputi:

1. Psikologi fenomenologi: Menggunakan pendekatan ini untuk memahami dan mendalami


pengalaman subjektif individu dalam konteks psikologis, seperti persepsi, emosi, dan
kesadaran.

2. Antropologi fenomenologi: Memanfaatkan pendekatan fenomenologi untuk memahami


budaya dan pengalaman manusia dalam konteks sosial dan budaya yang berbeda.

3. Sosiologi fenomenologi: Menggunakan pendekatan ini untuk menganalisis interaksi sosial


dan memahami bagaimana individu memberikan makna pada pengalaman sosial mereka.

4. Pendidikan fenomenologi: Mengaplikasikan pendekatan fenomenologi dalam konteks


pendidikan untuk memahami pengalaman siswa, proses belajar- mengajar, dan interaksi dalam
lingkungan pendidikan.

Penerapan fenomenologi memungkinkan peneliti atau praktisi untuk mendapatkan


wawasan yang lebih dalam tentang perspektif individu dan bagaimana mereka memberikan
makna pada dunia mereka. Pendekatan ini dapat membantu mengungkapkan kompleksitas dan
keunikannya dalam memahami pengalaman manusia.

8
BAB III
PENUTUP

1. Kesimpulan
Ilmu sosial merupakan ilmu yang mempelajari perilaku dan aktivitas manusia
dalam kehidupan bersama. Ilmu sosial mempelajari bagaimana hubungan manusia
dengan manusia, dan bagaimana hubungan manusia dengan lingkungannya. Perbedaan
utama antara ilmu sosial dengan ilmu alam adalah objeknya. Objek ilmu alam adalah
fisik, sedangkan objek ilmu sosial adalah manusia dan hubungannya dengan
lingkungannya. Lingkungan dalam konteks ini dapat berarti manusia lain atau objek
fisik di sekitar manusia. Ilmu sosial mengkaji perilaku.
Fenomenologi adalah ilmu tentang penampakan (fenomena). Artinya, semua
perbincangan tentang esensi dibalik penampakan dibuang jauh-jauh. Ilmu tentang
penampakan berarti ilmu tentang apa yang menampakkan diri pada pengalaman
subyek. Tak ada penampakan yang tidak dialami, hanya dengan berkonsentrasi pada
apa yang yang tampak dalam pengalaman, maka esensi dapat dirumuskan dengan
jernih.

9
DAFTAR PUSTAKA

Hasan Hamid Said. 1993. Pendidikan IPS 2. Jakarta: Depdikbud

Sapriya. 2017. Pendidikan IPS. Bandung Remaja Rosdakarya.

Adian, Donny Gahral, Pilar-Pilar Filsafat Kontemporer. Jogjakarta : Jalasutra, 20

10

Anda mungkin juga menyukai