Anda di halaman 1dari 43

LAPORAN TUTORIAL

Laporan Tutorial Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

Asuhan Kebidanan Nifas

Disusun Oleh:

Elza Yulia Ilyani 314221053

Dosen Tutor:

Ati Nurwita, S.ST.,M.Keb

PROGRAM STUDI KEBIDANAN (S-1)


FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI CIMAHI
2021
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha


Penyayang, penulis panjatkan puji dan syukur atas kehadirat-Nya yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
Laporan Tutorial mata kuliah Asuhan Kebidanan Nifas.
Laporan Tutorial ini telah penulis susun dengan semaksimal
mungkin dan mendapatkan bantuan dari berbagai sumber sehingga dapat
memperlancar dalam pembuatan makalah ini. Terlepas dari itu semua
penulis menyadari bahwa penulis masih banyak kekurangan baik dari segi
susunan kalimat, maupun tata bahasanya. Oleh karena itu penulis mohon
maaf atas segala kekurangan penulis dan dengan tangan terbuka penulis
menerima segala kritik dan saran dari pembaca agar penulis dapat
memperbaiki makalah ini.
Akhir kata penulis berharap semoga Laporan Tutorial mata kuliah
Asuhan Kebidanan Nifas, dapat memberikan manfaat dan juga inspirasi
kepada pembaca.
Cianjur, 13 Desember 2021
Penyusun,

Elza Yulia Ilyani

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i


DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
DAFTAR TABEL................................................................................................. iii
BAB I ...................................................................................................................... 1
A. Synopsis ....................................................................................................... 1
B. Resume Hasil Brainstrorming .................................................................. 2
C. Learning Objektif....................................................................................... 7
D. Asuhan Kebidanan ..................................................................................... 7
BAB II .................................................................................................................... 8
A. Patofisiologi Infeksi .................................................................................... 8
B. Tanda Bahaya Nifas ................................................................................. 13
C. Patofisiologi Mastitis ................................................................................ 21
D. Patofisiologi Diastasis Recti..................................................................... 28
E. Patofisiologi Anemia ................................................................................ 32
F. Kewenangan Bidan .................................................................................. 35
DAFTAR ISI

ii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Keterampilan Bidan 1 ........................................................................ 35

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Synopsis

1. Kasus pertama

Seorang perempuan berumur 37 tahun nifas 8 hari, datang ke tempat

praktik mandiri bidan dengan keluhan demam sejak 3 hari yang lalu. Hasil

anamnesis: ibu melahirkan anak ke-4 pernah keguguran satu kali, merasa

sakit perut bagian bawah, payudara sebelah kanan terasa sangat bengkak

dan ASI tidak keluar pada payudara tersebut. Riwayat kehamilan:

mengalami anemia. Riwayat persalinan terakhir: persalinan spontan

ditolong oleh paraji, bayi lahir setelah ketuban Ibu pecah satu hari

sebelumnya. Saat ini Ibu merasa lelah, pola makan tidak teratur, masa

istirahat kurang.

2. Kasus Kedua

Hasil pemeriksaan fisik: Ku baik di TTV: TD: 90/70mmHg, S:

38,7°C, R:28×/m, N: 90×/m IMT: Normal. Muka tidak oedem, konjungtiva

pucat, sklera putih. Dada batas normal. Payudara kanan terlihat bengkak,

merah dan mengkilat, dan sakit saat di palpasi, pengeluaran ASI ada pada

payudara sebelah kiri dan tidak ada pengeluaran ASI pada payudara kanan.

Abdomen: tidak ada luka bekas operasi, TFU: 3 jari di atas sympisis,

kontraksi (+). Diastasis recti 2/2, teraba tegang. Abdomen nyeri saat di

palpasi. Genetalia: inspeksi: terlihat warna merah kecoklatan, ada darah

1
2

banyak, lendir sedikit, dan berbau. Ekstremitas: Normal, tidak ada tanda

homman. Pemeriksaan penunjang: Hb: 9gr/dl

Bidan memberitahu hasil pemeriksaan. Bidan melakukan tindakan

kolaborasi dengan dokter. Bidan melakukan pendokumentasian.

B. Resume Hasil Brainstrorming

KASUS 1

1. Apakah ada istilah yang tidak diketahui?

Tidak ada

2. Tentukan identifikasi data dasar dan masalah berdasarkan kasus tersebut!

a. Data dasar

1) Perempuan 37 tahun

2) Nifas 8 hari

3) P4A1

4) kel: demam sejak 3 hari yang lalu

5) Sakit perut bagian bawah

6) Payudara kanan bengkak dan tidak ada pengeluaran ASI

7) Riw Kehamilan: anemia

8) Ibu merasa Lelah

9) Bayi lahir setelah 1 Hari ketuban pecah

10) Pola makan tidak teratur

11) Istirahat kurang

b. Masalah

1) kel: demam sejak 3 hari yang lalu


3

2) Sakit perut bagian bawah

3) Payudara kanan bengkak dan tidak ada pengeluaran ASI

4) Riw Kehamilan: anemia

5) Ibu merasa Lelah

6) Bayi lahir setelah 1 Hari ketuban pecah

7) Pola makan tidak teratur

8) Istirahat kurang

9) Usia 37 tahun

10) P4A1

3. Kaji hipotesis yang bisa dibuat berdasarkan kasus tersebut!

a. Demam berhubungan dengan sakit perut bagian bawah

b. Demam berhubungan dengan payudara bengkak sebelah kanan

c. Demam berhubungan dengan istirahat yang kurang

d. Demam berhubungan dengan ketuban pecah 1 hari sebelum bayi lahir

e. Demam berhubungan dengan ASI yang tidak keluar

f. Sakit perut bagian bawah berhubungan dengan paritas

g. Sakit perut bagian bawah berhubungan dengan ketuban pecah 1 hari

sebelum bayi lahir

h. Sakit perut bagian bawah berhubungan dengan istirahat yang kurang

i. Ibu merasa Lelah berhubungan dengan istirahat yang kurang

j. Ibu merasa Lelah berhubungan dengan riw kehamilan dengan anemia

k. Ibu merasa Lelah berhubungan dengan usia ibu dan paritas

l. Ibu merasa Lelah berhubungan dengan makan yang tidak teratur


4

m. Ibu merasa Lelah berhubungan dengan lamanya proses persalinan

n. Istirahat kurang berhubungan dengan payudara bengkak

o. Ketuban pecah berhubungan dengan paritas ibu

p. Istirahat kurang berhubungan dengan paritas

4. Apa saja informasi yang masih di butuhkan untuk penyelesaian masalah dari

kasus tersebut

a. TTV

b. Pemeriksaan fisik

c. Pemeriksaan penunjang: HB

d. Riwayat proses persalinan

e. Pola eliminasi

f. Personal hygiene

g. Riwayat penyakit

h. Riwayat obstetric

i. Konsumsi obat-obatan

j. Makanan pantangan

k. Riwayat sosial

l. Dukungan keluarga

m. Riwayat kontrasepsi

n. Pola aktivitas

o. Pola istirahat

KASUS 2

1. Identifikasi istilah yang tidak di pahami!


5

Tidak ada

2. Tentukan data dasar dan masalah

a. Data dasar

1) KU: Baik

2) TD: 90/70mmHg

3) S: 38,7

4) R: 28x/m

5) N: 90x/m

6) IMT: Normal

7) Muka: tidak oedem

8) Konjungktiva: pucat, sklera: putih

9) Dada: normal

10) Payudara kanan terlihat bengkak, keras, merah, mengkilat, dan sakit

saat di palpasi

11) Putting susu menonjol

12) Pengeluaran ASI sebelah kiri (+), sebelah kanan (-)

13) Abdomen: tidak ada bekas luka operasi, nyeri saat dipalpasi

14) TFU: 3 jari diatas sympisis

15) Kontraksi (+)

16) Diastasis recti: 2/2 teraba tegang

17) Genetalia: infeksi terlihat warna merah kecoklatan, lendir darah

banyak dan berbau

18) Ekstremitas: normal, tidak ada tanda homman


6

19) HB: 9,8 gr/dl

b. Masalah

1) TTV

2) Konjungtiva: pucat

3) Payudara kanan terlihat bengkak, keras, merah, mengkilat, dan sakit

saat di palpasi

4) Pengeluaran ASI sebelah kanan (-)

5) Abdomen: tidak ada bekas luka operasi, nyeri saat dipalpasi

6) Diastasis recti: 2/2 teraba tegang

7) Genetalia: Terlihat warna merah kecoklatan, lendir darah banyak

dan berbau

8) HB: 9,8 gr/dl

3. Hipotesis akhir dari keseluruhan skenario

a. TTV, dan TFU berhubungan dengan infeksi masa nifas

b. TTV, Konjungtiva pucat, Hb 9,8gr/dl berhubungan dengan anemia

ringan

c. Mastitis berhubungan dengan Payudara bengkak dan tidak ada

pengeluaran ASI pada payudara kiri

d. Pengeluaran darah berhubungan dengn subinvolusi uteri

e. Diastasis recti berhubungan dengan subinvolusi uteri

f. Riwayat persalinan berhubungan dengan persalinan yang tidak aman


7

4. Diagnosis

P4A1 postpartum 8 hari dengan endometritis puerperalis, mastitis, &

anemia ringan

C. Learning Objektif

1. Patofisiologis infeksi masa nifas, deteksi dini kompliasi dan penanganan

masa nifas (H1 dan 6)

2. Tanda bahaya masa nifas (Perdarahan postpartum, lokhea berbau,

subinvolusi uteri, nyeri pada perut, suhu meningkat, penyulit dalam

menyusui, pusing dan lemas yang berlebihan, sakit kepala hebat,

penglihatan kabur dan bengkak diwajah, trombofeblitis, depresi

postpartum) (H4)

3. Patofisiologis mastitis, deteksi dini komplikasi, penanganan (H3)

4. Patofisiologis diastasis recti, deteksi dini komplikasi dan penanganan (H5)

5. Patofisiologis anemia, deteksi dini komplikasi, dan penanganan anemia

ibu postpartum (H2)

6. Kewenanangan bidan dalam asuhan

D. Asuhan Kebidanan

1. Memberitahu hasil pemeriksaan

2. Tatalaksana awal

3. Kolaborasi dengan dokter untuk menentukan rujukan

4. Dokumentasi kebidanan

5. Konseling
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Patofisiologi Infeksi

1. Infeksi Nifas

Infeksi masa nifas adalah peradangan yang terjadi pada organ

reproduksi yang disebabkan oleh masuknya mikroorganisme atau virus

kedalam organ reproduksi tersebut selama proses persalinan dan masa

nifas. Ibu yang mengalami infeksi nifas biasanya ditandai dengan

demam (peningkatan suhu tubuh di atas 38oC) yang terjadi selama dua

hari berturut turut (Aritonang & Simajuntak, 2021).

2. Etiologi. Pada umumnya mikroorganisme penyebab infeksi nifas yaitu

bakteri aerob dan anaerob diantaranya (Aritonang & Simajuntak, 2021):

a. Streptococcus haemolyticus aerobicus

b. Staphylococcus aereus

c. Eschericia coli

d. Clostridium welchi

3. Patofisiologi. Patofisiologi terjadi infeksi masa nifas sama dengan

patofisiologi infeksi yang terjadi pada system tubuh yang lain.

Masuknya mikroorganisme kedalam organ reproduksi dapat

menyebabkan (infeksi local) atau bahkan menyebar ke organ lain

(infeksi systemis). Infeksi sistemis lebih berbahaya daripada infeksi

8
9

local, bahkan menyebabkan kematian bila terjadi sepsis (Aritonang &

Simajuntak, 2021).

4. Macam-macam infeksi nifas

a. Endrometritis.

Endometritis adalah peradangan atau infeksi yang terjadi pada

endometrium. Infeksi ini merupakan jenis infeksi yang sering terjadi

pada masa nifas. Mikroorganisme masuk ke endometrium melalui

luka bekas insersi plasenta dan dalam waktu singkat dapat menyebar

keseluruh endometrium (Aritonang & Simajuntak, 2021).

Tanda dan gejalanya akan berbeda bergantung dari asal

infeksi, yaitu sedikit demam, nyeri yang samar-samar pada perut

bagian bawah dan kadangkadang keluar nanah dari vagina dengan

berbau khas yang tidak enak, menunjukkan adanya infeksi pada

endometrium. Infeksi karena luka biasanya terdapat nyeri tekan pada

daerah luka, kadang berbau busuk, pengeluaran kental, nyeri pada

perut, susah buang air kecil. Kadang-kadang tidak terdapat tanda

yang jelas kecuali peningkatan suhu tubuh. Maka dari itu setiap

perubahan suhu tubuh paska persalinan harus segera dilakukan

pemeriksaan (Themone, 2018).

Infeksi endometrium dalam bentuk akut dengan gejala klinis

yaitu nyeri abdomen bagian bawah, mengeluarkan keputihan,

kadang-kadang terdapat perdarahan, dapat terjadi penyebaran seperti

meometritis (infeksi otot rahim), parametritis (infeksi sekitar rahim),


10

salpingitis (infeksi saluran tuba), ooforitis (infeksi indung telur),

dapat terjadi sepsis (infeksi menyebar), pembentukan pernanahan

sehingga terjadi abses pada tuba atau indung telur (Themone, 2018).

Pada endometritis yang tidak meluas penderita pada hari-

haripertama merasa kurang sehat dan perut nyeri, mulai hari ke 3

suhu meningkat, nadi menjadi cepat, akan tetapi dalam beberapa hari

suhu dan nadi menurun, dan dalam kurang lebih satu minggu

keadaan sudah normal kembali, lokhea pada endometritis, biasanya

bertambah dan kadang-kadang berbau. Hal yang terakhir ini tidak

boleh menimbulkan anggapan bahwa infeksinya berat. Malahan

infeksi berat kadang-kadang disertai oleh lokhea yang sedikit dan

tidak berbau (Monalisa, Ginting, Santa, 2018).

Gambaran klinik dari endometritis :

1) Nyeri abdomen bagian bawah

2) Mengeluarkan keputihan

3) Kadang terjadi pendarahan (Monalisa, Ginting, Santa, 2018).

b. Miometritis adalah radang miometrium. Miometrium adalah tunika

muskularis uterus. Gejalanya berupa demam, nyeri tekan pada

uterus, perdarahan pada vagina dan nyeri perut bagian bawah, lokea

berbau (Themone, 2018)

c. Parametritis atau disebut juga sellulitis pelvika adalah radang yang

terjadi pada parametrium yang disebabkan oleh invasi kuman.

Penjalaran kuman sampai ke parametrium terjadi pada infeksi yang


11

lebih berat. Infeksi menyebar ke parametrium lewat pembuluh limfe

atau melalui jaringan di antara kedua lembar ligamentum latum.

Parametrium dapat juga terjadi melalui salfingo-ooforitis.

Parametritis umumnya merupakan komplikasi yang berbahaya dan

merupakan sepertiga dari sebab kematian karena kasus infeksi

Penyebab parametritis yaitu kuman–kuman memasuki endometrium

(biasanya pada luka insersio plasenta) dalam waktu singkat dan

menyebar ke seluruh endometrium. Pada infeksi setempat, radang

terbatas pada endometrium. Jaringan desidua bersama bekuan darah

menjadi nekrosis dan mengeluarkan getah berbau yang terdiri atas

keping-keping nekrotis dan cairan. Pada infeksi yang lebih berat

batas endometrium dapat dilampaui dan terjadilah penjalaran

(Themone, 2018).

d. Peritonitis. Peritonitis adalah peradangan atau infeksi yang terjadi

pada peritonium (selaput dinding perut). Pada masa nifas peritonium

terjadi akibat menyebarnya atau meluasnya infeksi yang terjadi pada

uterus melalui pembuluh limfa (Aritonang & Simajuntak, 2021).

e. Trhomboplebitis. Thromboplebitis adalah perjalanan infeksi melalui

vena-vena selama proses persalinan sehingga memudahkan

masuknya mikroorganisme pathogen.

5. Gambaran klinis (Deteksi Dini)

a. Infeksi local seperti: pembengkakan luka episiotomy, terjadi

pernanahan, perubahan warna local, pengeluaran lokia bercampur


12

nanah, mobilisasi terbatas karena rasa nyeri, temperature badan

dapat meningkat (Aritonang & Simajuntak, 2021).

b. Infeksi general seperti: tampak sakit dan lemah, temperature

meningkat di atas 39oC, tekanan darah dapat menurunkan dan nadi

meningkat, pernapasan dapat meningkat dan napas terasa sesak,

kesadaran gelisah sampai mneurun koma, terjadi gangguan

involusi uterus, lokia berbau bernanah, serta kotor (Aritonang &

Simajuntak, 2021).

6. Keadaan abnormal pada Rahim (Deteksi Dini)

a. Subinvolusi. Pada beberapa kedaan proses involusi Rahim tidak

berjalan sebagaimana mestinya. Sehingga proses pengecilan Rahim

terhambat. Keadaan demikian disebut subinvolusi uteri (Aritonang

& Simajuntak, 2021).

b. Perdarahan masa nifas

Penyebab perdarahan masa nifas adalah sebagai berikut:

1) Sisa plasenta dan polip plasenta

2) Endometritis puerperalis

3) Sebab-sebab fungsional

4) Perdarahan luka (Aritonang & Simajuntak, 2021).

c. Perdarahan oleh sebab-sebab fungsional

Hal yang termasuk sebab-sebab perdarahan fungsional antara lain:

1) Perdarahan karena hyperplasia glandularis yang dapat terjadi

yang berhubungan dengan siklus anovulasi dalam nifas


13

2) Perubahan dinding pembuluh darah. Pada golongan ini tidak di

temukan plasenta, endometritis ataupun luka (Aritonang &

Simajuntak, 2021).

7. Penanganan

Penaganan antibiotic mempunyai peranan yang sangat penting

dalam pengobatan infeksi nifas. Sudah barang tentu jenis antibiotika

yang paling baik adalah yang mempunyai khasiat yang nyata terhadap

kuman-kuman yang menjadi penyebab infeksi nifas. Sebelum terapi

dimulai, dilakukan pembiakan getah vagina serta serviks dan kemudian

di lakukan test test kepekaan untuk menentukan terhadap antibiotic

mana kuman-kuman yang bersangkutan peka. Karena pemeriksaan ini

memerlukan waktu, maka pengobatan perlu dilakukan tanpa menunggu

hasilnya (Sulfianti et al., 2021).

Ekstrak daun belimbing wuluh memiliki aktivitas antibakteri

terhadap Staphylococcus aureus pada konsentrasi 2,5%, 5% dan 10%

yaitu 7 mm, 9,67 mm dan 14,67 mm dan kontrol positif 17 mm. Semakin

besar konsentrasi semakin besar pula efek antibakterinya. Sehingga

ekstrak daun belimbing wuluh dapat digunakan sebagai pengobatan

dalam infeksi nifas (Wijayanti & Safitri, 2018).

B. Tanda Bahaya Nifas

Tanda-tanda bahaya postpartum adalah suatu tanda yang abnormal yang

mengindikasikan adanya bahaya atau komplikasi yang dapat terjadi selama

masa nifas, apabila tidak dilaporkan atau tidak terdeteksi bisa menyebabkan
14

kematian ibu (Wahyuni, 2018). Tanda-tanda bahaya postpartum, adalah

sebagai berikut.

1. Perdarahan Postpartum

a. Perdarahan postpartum primer (Early Postpartum Hemorrhage)

adalah perdarahan lebih dari 500-600 ml dalam masa 24 jam

setelah anak lahir, atau perdarahan dengan volume seberapapun

tetapi terjadi perubahan keadaan umum ibu dan tanda-tanda vital

sudah menunjukkan analisa adanya perdarahan. Penyebab utama

adalah atonia uteri, retensio placenta, sisa placenta dan robekan

jalan lahir. Terbanyak dalam 2 jam pertama (Wahyuni, 2018).

b. Perdarahan postpartum sekunder (Late Postpartum Hemorrhage)

adalah perdarahan dengan konsep pengertian yang sama seperti

perdarahan postpartum primer namun terjadi setelah 24 jam

postpartum hingga masa nifas selesai. Perdarahan postpartum

sekunder yang terjadi setelah 24 jam, biasanya terjadi antara hari

ke 5 sampai 15 postpartum. Penyebab utama adalah robekan jalan

lahir dan sisa placenta, Menurut Manuaba (2005), perdarahan

postpartum merupakan penyebab penting kematian maternal

khususnya di negara berkembang (Wahyuni, 2018).

Perdarahan pervaginam yang melebihi 500 ml setelah bersalin

didefinisikan sebagai perdarahan postpartum, namun dari beberapa

kajian evidence based menunjukkan terdapat beberapa perkembangan

mengenai lingkup definisi perdarahan postpartum. Sehingga perlu


15

mengidentifikasi dengan cermat dalam mendiagnosis keadaan

perdarahan postpartum sebagai berikut (Wahyuni, 2018)..

a. Perkiraan kehilangan darah biasanya tidak sebanyak yang

sebenarnya, kadang-kadang hanya setengah dari biasanya. Darah

tersebut bercampur dengan cairan amnion atau dengan urine, darah

juga tersebar pada spon, handuk dan kain di dalam ember dan lantai

(Wahyuni, 2018).

b. Volume darah yang hilang juga bervariasi akibatnya sesuai dengan

kadar hemoglobin ibu. Seorang ibu dengan kadar Hb normal

kadangkala dapat menyesuaikan diri terhadap kehilangan darah,

namun kehilangan darah dapat berakibat fatal pada keadaan

anemia. Seorang ibu yang sehat dan tidak anemia pun dapat

mengalami akibat fatal dari kehilangan darah (Wahyuni, 2018).

c. Perdarahan dapat terjadi dengan lambat untuk jangka waktu

beberapa jam dan kondisi ini dapat tidak dikenali sampai terjadi

syok (Wahyuni, 2018).

Penilaian faktor resiko pada saat antenatal dan intranatal tidak

sepenuhnya dapat memperkirakan terjadinya perdarahan pasca

persalinan. Penanganan aktif kala III sebaiknya dilakukan pada semua

ibu yang bersalin karena hal ini dapat menurunkan insiden perdarahan

pasca persalinan akibat atonia uteri. Semua ibu postpartum harus

dipantau dengan ketat untuk mendiagnosis perdarahan postpartum

(Wahyuni, 2018).
16

2. Infeksi pada masa postpartum

Beberapa bakteri dapat menyebabkan infeksi setelah persalinan,

Infeksi masa nifas masih merupakan penyebab utama morbiditas dan

mortalitas ibu. Infeksi alat genital merupakan komplikasi masa nifas.

Infeksi yang meluas kesaluran urinari, payudara, dan pasca

pembedahan merupakan salah satu penyebab terjadinya AKI tinggi.

Gejala umum infeksi berupa suhu badan panas, malaise, denyut nadi

cepat. Gejala lokal dapat berupa uterus lembek, kemerahan dan rasa

nyeri pada payudara atau adanya dysuria (Wahyuni, 2018).

3. Lochea yang berbau busuk (bau dari vagina)

Lochea adalah cairan yang dikeluarkan uterus melalui vagina dalam

masa nifas sifat lochea alkalis, jumlah lebih banyak dari pengeluaran

darah dan lendir waktu menstruasi dan berbau anyir (cairan ini berasal

dari bekas melekatnya atau implantasi placenta) (Wahyuni, 2018).

a. Lochea rubra (cruenta): berisi darah segar dan sisa-sisa selaput

ketuban, sel-sel desidua, verniks kaseosa, lanugo, dan mekoneum,

selama 2 hari pasca persalinan.

b. Lochea sanguinolenta: berwarna merah kuning berisi darah dan

lendir hari ke 3-7 pasca persalinan.

c. Lochea serosa: berwarna kuning, cairan tidak berdarah lagi, pada

hari ke 7-14 pasca persalinan.

d. Lochea alba: cairan putih, setelah 2 minggu.


17

e. Lochea purulenta: terjadi infeksi, keluar cairan seperti nanah

berbau busuk.

f. Lochiostasis: lochea tidak lancar keluarnya.

Apabila pengeluaran lochea lebih lama dari pada yang disebutkan

di atas kemungkinan dapat disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut

(Wahyuni, 2018).

a. Tertinggalnya placenta atau selaput janin karena kontraksi uterus

yang kurang baik.

b. Ibu yang tidak menyusui anaknya, pengeluaran lochea rubra lebih

banyak karena kontraksi uterus dengan cepat.

c. Infeksi jalan lahir, membuat kontraksi uterus kurang baik sehingga

lebih lama mengeluarkan lochea dan lochea berbau anyir atau amis.

d. Bila lochea bernanah dan berbau busuk, disertai nyeri perut bagian

bawah kemungkinan analisa diagnosisnya adalah metritis. Metritis

adalah infeksi uterus setelah persalinan yang merupakan salah satu

penyebab terbesar kematian ibu. Bila pengobatan terlambat atau

kurang adekuat dapat menjadi abses pelvik, peritonitis, syok septik

(Wahyuni, 2018).

4. Sub involusi uterus (Pengecilan uterus yang terganggu)

5. Involusi adalah keadaan uterus mengecil oleh kontraksi rahim dimana

berat rahim dari 1000 gram saat setelah bersalin, menjadi 40-60 mg

pada 6 minggu kemudian. Bila pengecilan ini kurang baik atau

terganggu di sebut sub involusi (Mochtar, 2002). Faktor penyebab sub


18

involusi, antara lain: sisa plasenta dalam uterus, endometritis, adanya

mioma uteri (Prawirohardjo, 2007). Pada keadaan sub involusi,

pemeriksaan bimanual di temukan uterus lebih besar dan lebih lembek

dari seharusnya, fundus masih tinggi, lochea banyak dan berbau, dan

tidak jarang terdapat pula perdarahan (Prawirohardjo, 2007).

Pengobatan di lakukan dengan memberikan injeksi Methergin setiap

hari di tambah dengan Ergometrin peroral. Bila ada sisa plasenta

lakukan kuretase. Berikan Antibiotika sebagai pelindung infeksi

(Prawirohardjo, 2007). Bidan mempunyai peran untuk mendeteksi

keadaan ini dan mengambil keputusan untuk merujuk pada fasilitas

kesehatan rujukan (Wahyuni, 2018).

6. Pusing dan lemas yang berlebihan, sakit kepala, nyeri epigastrik, dan

penglihatan Kabur

Pusing merupakan tanda-tanda bahaya pada nifas. Pusing bisa

disebabkan oleh tekanan darah tinggi (Sistol ≥140 mmHg dan distolnya

≥90 mmHg). Pusing yang berlebihan juga perlu diwaspadai adanya

keadaan preeklampsi/eklampsi postpartum, atau keadaan hipertensi

esensial. Pusing dan lemas yang berlebihan dapat juga disebabkan oleh

anemia bila kadar haemoglobin (Wahyuni, 2018).

a. Mengkonsumsi tambahan 500 kalori tiap hari

b. Makan dengan diet berimbang untuk mendapatkan protein, mineral

dan vitamin yang cukup

c. Minum sedikitnya 3 liter setiap hari


19

d. Minum suplemen zat besi untuk menambah zat besi setidaknya

selama 40 hari pasca bersalin

e. Minum suplemen kapsul vitamin A (200.000 IU), untuk

meningkatkan daya tahan tubuh, mencegah infeksi, membantu

pemulihan keadaan ibu serta mentransmisi vitamin A kepada

bayinya melalui proses menyusui

f. Istirahat yang cukup untuk mencegah kelelahan yang berlebihan.

Kurang istirahat akan mempengaruhi produksi ASI dan

memperlambat proses involusi uterus (Wahyuni, 2018).

7. Suhu Tubuh Ibu > 38 oC

Dalam beberapa hari setelah melahirkan suhu badan ibu sedikit

meningkat antara 37,20C-37,80C oleh karena reabsorbsi proses

perlukaan dalam uterus, proses autolisis, proses iskemic serta mulainya

laktasi, dalam hal ini disebut demam reabsorbsi. Hal ini adalah

peristiwa fisiologis apabila tidak diserta tanda-tanda infeksi yang lain.

Namun apabila terjadi peningkatan melebihi 380C berturut-turut

selama 2 hari kemungkinan terjadi infeksi. Infeksi nifas adalah keadaan

yang mencakup semua peradangan alat-alat genetalia dalam masa nifas

(Mochtar, 2002). Penanganan umum bila terjadi demam adalah sebagai

berikut (Wahyuni, 2018).

a. Istirahat baring

b. Rehidrasi peroral atau infus

c. Kompres hangat untuk menurunkan suhu


20

d. Jika ada syok, segera berikan pertolongan kegawatdaruratan

maternal, sekalipun tidak jelas gejala syok, harus waspada untuk

menilai berkala karena kondisi ini dapat memburuk dengan keadaan

ibu cepat (Wahyuni, 2018).

8. Payudara yang berubah menjadi merah, panas, dan terasa sakit.

Keadaan ini dapat disebabkan oleh payudara yang tidak disusu secara

adekuat, puting susu yang lecet, BH yang terlalu ketat, ibu dengan diet

yang kurang baik, kurang istirahat, serta anemia. Keadaan ini juga dapat

merupakan tanda dan gejala adanya komplikasi dan penyulit pada

proses laktasi, misalnya pembengkakan payudara, bendungan ASI,

mastitis dan abses payudara (Wahyuni, 2018).

9. Kehilangan nafsu makan dalam waktu yang lama.

Kelelahan yang amat berat setelah persalinan dapat mempengaruhi

nafsu makan,sehingga terkadang ibu tidak ingin makan sampai

kelelahan itu hilang. Hendaknya setelah bersalin berikan ibu minuman

hangat, susu, kopi atau teh yang bergula untuk mengembalikan tenaga

yang hilang. Berikanlah makanan yang sifatnya ringan, karena alat

pencernaan perlu proses guna memulihkan keadaanya kembali pada

masa postpartum (Wahyuni, 2018).

10. Rasa sakit, merah, lunak dan pembengkakan di wajah maupun

ekstremitas.

Selama masa nifas dapat terbentuk thrombus sementara pada vena-vena

di pelvis maupun tungkai yang mengalami dilatasi. Keadaan ini secara


21

klinis dapat menyebabkan peradangan pada vena-vena pelvis maupun

tungkai yang disebut tromboplebitis pelvica (pada panggul) dan

tromboplebitis femoralis (pada tungkai). Pembengkakan ini juga dapat

terjadi karena keadaan udema yang merupakan tanda klinis adanya

preeklampsi/eklampsi (Wahyuni, 2018).

11. Demam, muntah, dan rasa sakit waktu berkemih.

Pada masa nifas awal sensitifitas kandung kemih terhadap tegangan air

kemih di dalam vesika sering menurun akibat trauma persalinan serta

analgesia epidural atau spinal. Sensasi peregangan kandung kemih juga

mungkin berkurang akibat rasa tidak nyaman, yang ditimbulkan oleh

episiotomi yang lebar, laserasi, hematom dinding vagina (Wahyuni,

2018).

C. Patofisiologi Mastitis

Mastitis merupakan peradangan payudara yang terjadi pada laktasi.

Manisfestasi klinik mastitis antara lain kemerahan, pembengkakan

payudara, demam atau infeksi sistemik. Mastitis klinis didefinisikan sebagai

mastitis yang menyebabkan perubahan yang terlihat pada payudara.

Mastitis dibagi menjadi parah, sedang atau ringan . (Østerås,2009). Angka

kejadian mastitis terjadi pada satu dari lima ibu menyusui , biasanya pada

6-8 minggu pertama setelah melahirkan. Mastitis didefinisikan sebagai

proses inflamasi yang memengaruhi kelenjar susu (Krogerus et al., 2019).

Terjadinya mastitis diawali dengan peningkatan tekanan di dalam

duktus (saluran ASI) akibat stasis ASI. Bila ASI tidak segera dikeluarkan
22

maka terjadi tegangan alveoli yang berlebihan dan mengakibatkan sel epitel

yang memproduksi ASI menjadi datar dan tertekan, sehingga permeabilitas

jaringan ikat meningkat. Beberapa komponen (terutama protein kekebalan

tubuh dan natrium) dari plasma masuk ke dalam ASI dan selanjutnya ke

jaringan sekitar sel sehingga memicu respons imun. Stasis ASI, adanya

respons inflamasi, dan kerusakan jaringan memudahkan terjadinya infeksi

(Krogerus et al., 2019).

Terdapat beberapa cara masuknya kuman yaitu melalui duktus

laktiferus ke lobus sekresi, melalui puting yang retak ke kelenjar limfe

sekitar duktus (periduktal) atau melalui penyebaran hematogen (pembuluh

darah). Organisme yang paling sering adalah Staphylococcus aureus,

Escherecia coli dan Streptococcus. Kadang-kadang ditemukan pula mastitis

tuberkulosis yang menyebabkan bayi dapat menderita tuberkulosa tonsil.

Pada daerah endemis tuberkulosa kejadian mastitis tuberkulosis mencapai

1%..( Zadrozny et al,2018).

1. Deteksi Dini & Penanganan

Deteksi mastitis umumnya didasarkan pada indicator peradangan,

seperti jumlah sel somatik , sitokin inflamasi, aktivitas enzim (mis.,

LDH atau NAGase), dan konduktivitas listrik ( Wan-Ting Yang ,2019)

Pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan lain untuk menunjang

diagnosis tidak selalu diperlukan. World Health Organization (WHO)

menganjurkan pemeriksaan kultur dan uji sensitivitas pada beberapa

keadaan yaitu bila:


23

a. pengobatan dengan antibiotik tidak — memperlihatkan respons

yang baik dalam 2 hari

b. terjadi mastitis berulang

c. mastitis terjadi di rumah sakit

d. penderita alergi terhadap antibiotik atau pada kasus yang berat

(Krogerus et al., 2019).

Bahan kultur diambil dari ASI pancar tengah hasil dari perahan

tangan yang langsung ditampung menggunakan penampung urin steril.

Puting harus dibersihkan terlebih dulu dan bibir penampung diusahakan

tidak menyentuh puting untuk mengurangi kontaminasi dari kuman

yang terdapat di kulit yang dapat memberikan hasil positif palsu dari

kultur. Beberapa penelitian memperlihatkan beratnya gejala yang

muncul berhubungan erat dengan tingginya jumlah bakteri atau

patogenitas bakteri (Krogerus et al., 2019). Investigasi rutin tidak

diperlukan. Investigasi harus dimulai jika:

a. Mastitis parah

b. Tidak ada respon yang memadai terhadap antibiotik lini pertama

atauInvestigasi untuk mastitis berat, tidak menanggapi antibiotik lini

pertama atau perlu masuk harus meliputi:

1) Kultur dan sensitivitas ASI: sampel tangkapan tengah-tengah

yang diekspresikan dengan tangan ke dalam wadah steril (mis.

Sejumlah kecil susu yang diekspresikan secara internal dibuang

untuk menghindari kontaminasi dengan flora kulit) 8


24

2) Hitung darah lengkap (FBC)

3) Protein C-reaktif (CRP)

4) Investigasi lain yang perlu dipertimbangkan:Kultur darah harus

dipertimbangkan jika suhu> 38.5C, Ultrasonografi diagnostik

jika diduga ada abses (Jurnal Mastitis,2012) dalam (Krogerus et

al., 2019).

2. Diagnose

a. Demam dengan suhu lebih dari 38,5oC

b. Menggigil

c. Nyeri atau ngilu seluruh tubuh

d. Payudara menjadi kemerahan, tegang, panas, bengkak, dan terasa

sangat nyeri.

e. Peningkatan kadar natrium dalam ASI yang membuat bayi menolak

menyusu karena ASI terasa asin

f. Timbul garis-garis merah ke arah ketiak.

g. Berdasarkan jumlah lekosit (sel darah putih), Thomsen dkk.

membagi peradangan payudara dalam 3 kondisi klinis

h. Daerah merah, bengkak, dan nyeri pada payudara yang terkena

i. Kulit mungkin tampak mengkilap dan kencang dengan garis-garis

merah Umum

j. Gejala mirip flu: lesu, sakit kepala, mialgia, mual, dan kecemasan

k. Demam (suhu> 38 oC) (Krogerus et al., 2019).

3. Penanganan
25

Pencegahan terhadap kejadian mastitis dapat dilakukan dengan

memperhatikan faktor risiko di atas. Bila payudara penuh dan bengkak

(engorgement), bayi biasanya menjadi sulit melekat dengan baik, karena

permukaan payudara menjadi sangat tegang. Ibu dibantu untuk

mengeluarkan sebagian ASI setiap 3 – 4 jam dengan cara memerah

dengan tangan atau pompa ASI yang direkomendasikan. Sebelum

memerah ASI pijatan di leher dan punggung dapat merangsang

pengeluaran hormon oksitosin yang menyebabkan ASI mengalir dan

rasa nyeri berkurang. Teknik memerah dengan tangan yang benar perlu

diperlihatkan dan diajarkan kepada ibu agar perahan tersebut efektif.

ASI hasil perahan dapat diminumkan ke bayi dengan menggunakan

cangkir atau sendok. Pembengkakan payudara ini perlu segera ditangani

untuk mencegah terjadinya feedback inhibitor of lactin (FIL) yang

menghambat penyaluran ASI (Krogerus et al., 2019).

Pengosongan yang tidak sempurna atau tertekannya duktus akibat

pakaian yang ketat dapat menyebabkan ASI terbendung. Ibu dianjurkan

untuk segera memeriksa payudaranya bila teraba benjolan, terasa nyeri

dan kemerahan. Selain itu ibu juga perlu beristirahat, meningkatkan

frekuensi menyusui terutama pada sisi payudara yang bermasalah serta

melakukan pijatan dan kompres hangat di daerah benjolan (Krogerus et

al., 2019).

Kelelahan sering menjadi pencetus terjadinya mastitis. Seorang

tenaga kesehatan harus selalu menganjurkan ibu menyusui cukup


26

beristirahat dan juga mengingatkan anggota keluarga lainnya bahwa

seorang ibu menyusui membutuhkan lebih banyak bantuan (Krogerus et

al., 2019).

Ibu harus senantiasa memperhatikan kebersihan tangannya

karena Staphylococcus aureus adalah kuman komensal yang paling

banyak terdapat di rumah sakit maupun masyarakat. Penting sekali

untuk tenaga kesehatan rumah sakit, ibu yang baru pertama kali

menyusui dan keluarganya untuk mengetahui teknik mencuci tangan

yang baik. Alat pompa ASI juga biasanya menjadi sumber kontaminasi

sehingga perlu dicuci dengan sabun dan air panas setelah digunakan.

Untuk pencegahan mastitis bisa juga dilakukan dengan ibu melahirkan

cukup istrirahat dan secara teratur menyusui bayinya agar payudara

tidak menjadi bengkak. Gunakan BH yang sesuai dengan ukuran

payudara.Usahakan selalu menjaga kebersihan payudara dengan cara

membersihkan dengan kapas dan air hangat sebelum dan sesudah

menyusui (Krogerus et al., 2019).

Pengobatan mastitis biasanya menggunakan antibiotic. World

Health Organisation mengemukaan kekhawatiran penggunaan

antibiotik secara berlebihan dapat menimbulkan resistensi terhadapnya.

Tetapi penggunaan jenis antibiotic yang tepat sesuai dengan tanda gejala

dan diagnosis nya merupakan pilihan yang bijak. Pendekatan

pengobatan lainnya meliputi mempromosikan pengeluaran ASI untuk

mengurangi pembengkakan payudara; kompres panas pada payudara


27

untuk membantu meringankan pembengkakan payudara dan rasa sakit ;

dan mengendalikan peradangan dengan antibiotic (Krogerus et al.,

2019).

Pasien mastitis yang parah dapat dirawat dengan konservatif

terapi, berupa hisap tekanan negatif untuk meningkatkan produksi air

susu , kompres hangat (32-36 ° C air hangat) 15 mnt setiap 2 jam; suhu

kamar dipertahankan pada ~ 20 ° C; minum air), intravena penisilin

untuk memerangi infeksi (4 juta unit dua kali sehari) (Krogerus et al.,

2019).

Perawatan utama mastitis biasanya diberikan dengan salep atau

intramuscular atau injeksi antibiotik intravena, seperti streptomisin,

ampisilin, cloxacillin, penicillin, dan tetrasiklin . Namun, perawatannya

diantisipasi menjadi bermasalah dalam waktu dekat karena peningkatan

pesat patogen resisten antibiotik . Oleh karena itu, pengobatan alternatif

untuk terapi antibiotik diperlukan, antara lain Tradisional

Chinesemedicine (TCM) untuk pengobatan mastitis, berdasarkan

pembersihan panas, detoksifikasi, anti-inflamasi, dan tindakan

antibakteri, yang diberikan secara oral . Banyak herbal TCM lainnya

memiliki efek farmakologis yang dapat membersihkan panas internal

dan umumnya digunakan sebagai agen antibiotik dan antipiretik. Selain

itu dianggap memiliki antiinflamasi dan antimikroba efek dan efektif

dalam mengobati penyakit radang dan infeksi mikroba (Krogerus et al.,

2019).
28

Manajemen mastitis saat ini umumnya berpusat pada manajemen

gejala (misal. menerapkan kompres panas / dingin, analgesik), dorongan

kelanjutan menyusui (termasuk mengosongkan payudara yang terkena,

menyusui lebih sering, dan mengubah posisi makan sering), dan terapi

antibiotik memeriksa efektivitas terapi antibiotik dalam mengobati

gejala mastitis pada Wanita (Krogerus et al., 2019).

Intervensi lain yang bisa dilakukan antara lain pendidikan cara

menyusui yang benar, perubahan kebiasaan menyusui, kompres panas /

dingin pada payudara, teknik relaksasi, dan penggunaan antibiotik

profilaksis untuk mencegah terulangnya mastitis. panas / dingin pada

payudara, teknik relaksasi, dan penggunaan antibiotik profilaksis untuk

mencegah terulangnya mastitis (Krogerus et al., 2019).

D. Patofisiologi Diastasis Recti

Diastasis Recti Abdominal (DRA) paling sering terjadi pada ibu hamil

karena kelemahan otot perut akibat pengaruh hormon ibu dan peningkatan

peregangan rektus abdominis yang disebabkan oleh rahim yang membesar.

Diastasis rectus abdominis berpeluang besar terjadi pada wanita dengan

obesitas, kehamilan multipara, makrosomia janin, dan polihidramnion,

panggul sempit karena selama kehamilan bayi akan ditemukan lebih ke

posisi anterior (Khasanah et al., 2020).

Tidak hanya itu, sembelit dan mengangkat barang yang berat juga

dapat meningkatkan risiko diastesis . Selama kehamilan , dinding uterus

berubah menjadi jauh lebih tebal dan lebih lunak, pada usia hamil cukup
29

bulan uterus menjadi seperti sebuah kantong muskuler dengan dinding yang

lunak, mudah menekuk dan ketebalan 0,5- 1 cm atau kurang. Karena ada

komplikasi muskuloskeletal setelah DRA, ada kebutuhan untuk

menerapkan latihan korektif DRA dalam mencegah atau mengobati DRA

setelah kelahiran anak. Salah satu tanda dan gejala khas yang mungkin

dirasakan ketika mengalami diastasis recti adalah pembengkakan atau ada

jarak antara garis tengah perut. Selain itu, ada keluhan nyeri pada punggung

bagian bawah, rasa sakit pada panggul, serta batuk atau bersin berbarengan

dengan keluarnya urine (yang tidak terkendali atau tidak disadari). Setelah

melahirkan, hormon tubuh akan kembali ke kondisi sebelum kehamilan,

tetapi elastisitas jaringan otot perut jadi berkurang. Pada wanita dengan

diastasis rekti, kondisi perut tidak dapat kembali seperti semula akibat

pelebaran otot yang berlebihan selama hamil, sehingga perut masih terlihat

buncit (Khasanah et al., 2020).

Pelebaran otot perut selama kehamilan dapat ditandai dengan nyeri

pada punggung bagian bawah, panggul yang terasa sakit, serta urine yang

keluar saat bersin maupun batuk. Garis pada bagian tengah perut yang

semakin terlihat juga bisa menandakan bahwa sedang terjadi pelebaran pada

otot perut .Meskipun tergolong lazim, diastasis rekti juga memiliki risiko

komplikasi yang tidak boleh dianggap remeh. Selain membuat perut terlihat

buncit meski sudah tidak hamil, diastasis rekti juga dapat memudahkan

timbulnya hernia. Latihan fisik ringan memang dapat meringankan, latihan

pernapasan serta yoga dinilai lebih efektif dalam melatih otot perut agar
30

kembali kuat efek diastasis rekti, Untuk beberapa perempuan, diastasis recti

bisa sembuh dengan sendirinya setelah melahirkan karena otot perut

mendapatkan kembali kekuatannya. Bila masih merasakan gejala atau otot

perut masih terpisah 8 minggu setelah persalinan (Khasanah et al., 2020).

Involusi uterus dimulai setelah persalinan yaitu setelah plasenta

dilahirkan, dimana proses involusi uterus berlangsung kira-kira selama 6

minggu. Involusi uteri pada ibu postpartum harus berjalan dengan baik,

karena jika proses involusi tidak berjalan dengan baik dapat berakibat buruk

pada ibu nifas seperti terjadi subinvolusi uteri yang dapat mengakibatkan

perdarahan, selain itu adalah hiperinvolusi uteri, kelainan fisik lain adalah

pemisahan otot perut atau yang biasa disebut dengan diastasis rectus

abdominis (Ambarwati dan Wulandari, 2010). Kontraksi otot perut akan

membantu proses involusi yang dimulai setelah plasenta keluar segera

setelah melahirkan. Ambulasi secepat mungkin dengan frekuensi sering

sangat diperlukan dalam proses involusi. Kelancaran proses involusi dapat

dideteksi dengan pemeriksaan lochea, konsistensi uterus, dan pengukuran

tinggi fundus uteri (Fitriahadi, 2019)

Menurut Brayshaw (2008) factor-faktor yang menyebabkan

percepatan involusi uterus (penurunan tinggi fundus uteri) salah satunya

yaitu kontraksi. Kontraksi dapat ditimbulkan dari tekanan intra abdomen

atau kekuatan otot abdomen yang baik. Latihan penguatan otot rectus

abdominis merupakan suatu latihan dengan memberikan stimulus pada

bagian muscullus rectus abdominis dengan mengontraksikan otot-otot


31

tersebut sehingga dapat meningkatkan tekanan intra abdomen. Manfaat

dilakukanya penguatan otot rectus abdominis adalah mengencangkan

dinding rahim, mempercepat involusi uteri dan memperlancar pengeluaran

lochea dan menurunkan tinggi fundus uteri dengan cepat (Fitriahadi, 2019).

Latihan yang dilakukan pada otototot tertentu akan memberi efek

yaitu aliran darah otot meningkat sehingga pengangkutan oksigen dan

nutrisi lain untuk otot juga meningkat, hal ini akan memberikan kekuatan

pada otot secara maksimal (Fitriahadi, 2019).

Proses involusi uteri berhubungan dengan penurunan tinggi fundus

uteri karena salah satu indikator dalam proses involusi adalah tinggi fundus

uteri. Salah satu cara untuk memperlancar proses involusi uteri adalah

dengan melakukan penguatan otot abdomen khususnya musculus rectus

abdominis (Fitriahadi, 2019).

Pengencangan otot abdomen merupakan latihan yang dilakukan oleh

ibu nifas untuk menjaga otot abdominal agar menjadi lebih kuat setelah

melewati proses persalinan (Fitriahadi, 2019).

1. Deteksi Dini

Cara memeriksa diastasis recti dengan tidur secara terlentang dengan

lutut ditekuk dan telapak kaki berada di lantai. Lalu letakkan tangan di

perut dengan posisi jari yang mengarah ke bawah. Dengan lembut, tekan

jari di daerah pusar, lalu secara perlahan angkat kepala sehingga dagu

mengarah ke dada. Posisi ini akan membuat rectus abdominis

berkontraksi. Jika merasakan jarak selebar dua jari atau lebih di antara
32

otot , ketika otot berkontraksi, positif diastasis rekti. Jarak di antara otot

rectus abdominis tersebut dapat berkisar antara 1 hingga 10 jari. Selain

mengukur jarak, perlu mengukur kedalamannya (Khasanah et al., 2020).

2. Penanganan

Ernawati , 2013 dalam (Khasanah et al., 2020) telah melakukan

Penelitian tentang penggunaan penggunaan stagen terhadap diastasis

rectus abdominis ibu post partum dimana penelitian dilakukan di Rumah

Bersalin Hasanah wilayah Gemolong Sragen, pada 36 ibu post partum .

Penggunaan stagen atau korset dapat membantu mengurangi rasa sakit

di punggung saat melakukan aktivitas pada ibu nifas

E. Patofisiologi Anemia

1. Patofisiologi

Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar HB dan atau hitung

eritrosit lebih rendah dari harga normal. Wanita hamil atau dalam

masa nifas dinyatakan anemia bila kadar hemoglobinnya dibawah

Penyebab anemia pada umumnya : kurang gizi (malnutrisi), kurang

zat gizi dalam diit, malabsorbsi, kehilangan banyak darah pada saat

persalinan, haid, penyakit kronik seperti TBC, paru, cacing dalam

usus, malaria dan lain-lain. (Manuaba, 2007). Pada ibu nifas, anemia

terjadi karena kebutuhan Fe yang tidak tercukupi saat hamil,

kehilangan Fe banyak pada grandemultipara dan perdarahan

antepartum
33

Dampak persalinan dan kelahiran dapat menyebabkan wanita terlihat

pucat dan letih selama satu atau beberapa hari setelah melahirkan.

Anemia dalam nifas dapat terjadi sebagai akibat perubahan sistem

hematologi dalam masa kehamilan

Menurut Manuaba (2007) tingkat anemia dibagi menjadi tiga yaitu :

a. Anemia ringan, dimana kadar Hb ibu 9,00 – 10,00 gr%

b. Anemia sedang, dimana kadar Hb ibu 7,00 – 8,00 gr%

c. Anemia berat, dimana kadar Hb ibu kurang dari 7,00 gr%

2. Tanda dan Gejala

Menurut Manuaba (2007) tanda-tanda dan gejala yang sering dialami

oleh ibu nifas dengan anemia adalah :

a. merasa lesu

b. cepat lelah

c. lemah yang berkepanjangan merupakan gejala khas anemia.

Selain itu juga muncul keluhan seperti: pusing, telinga

mendenging, mata berkunang-kunang dan kelemahan otot.

3. Pengaruh anemia

Menurut Manuaba (2007) pengaruh anemia dalam masa nifas yaitu :

a. Terjadi sub involusio uteri yang menyebabkan perdarahan

postpartum

b. Memudahkan infeksi puerperium

c. Terjadi decompensasio cordis yang mendadak setelah persalinan

d. Pengeluran ASI berkurang


34

e. Mudah terjadi infeksi mamae

4. Penatalaksanaan

Menurut Manuaba (2007) penatalaksanaan anemia sedang antara lain:

a. Meningkatkan gizi penderita Faktor utama penyebab anemia ini

adalah faktor gizi, terutama protein dan zat besi, sehingga

pemberian asupan zat besi sangat diperlukan oleh ibu nifas yang

mengalami anemia sedang Menurut Manuaba (2007) dalam

(Ahadia, 2018) penatalaksanaan anemia sedang antara lain:

b. Meningkatkan gizi penderita Faktor utama penyebab anemia ini

adalah faktor gizi, terutama protein dan zat besi, sehingga

pemberian asupan zat besi sangat diperlukan oleh ibu nifas yang

mengalami anemia sedang (Ahadia, 2018).

c. Seorang bidan hendaknya memberikan penkes tentang pemenuhan

kebutuhan asupan zat besi dan kebutuhan istirahat (Robson, 2011)

dalam (Ahadia, 2018).

d. Pemberian terapi preparat Fe: Fero sulfat, Fero gluconat atau Na-

fero bisitrat secara oral untuk mengembalikan simpanan zat besi

ibu (Manuaba, 2007). Pemberian preparat Fe 60mg/hari dapat

menaikan kadar Hb sebanyak 1 gr% perbulan (Saifuddin, 2009)

dalam (Ahadia, 2018).

e. Kolaborasi dengan dokter SpOG untuk : Jika ada indikasi

perdarahan pasca persalinan dengan syok , kehilangan darah saat

operasi dan kadar Hb ibu nifas kurang dari 9,0 gr%s, maka transfusi
35

darah dengan pack cell dapat diberikan (Prawirohardjo, 2014)

dalam (Ahadia, 2018).

F. Kewenangan Bidan
Tabel 2.1 Keterampilan Bidan 1
No Daftar Keterampilan S1 D3
1 Identifikasi masalah dan gangguan pada masa nifas 4 3
2 KIE Tanda bahaya nifas 4 4
3 Pemeriksaan terfokus pada ibu nifas 4 3
4 Konseling ibu nifas dengan masalah gangguan 3 2
psikologis
5 Melakukan edukasi tentang menyusui 4 4
6 Pijat Oksitosin 4 4
7 Tatalaksana pada ibu menyusui 4 4
8 Pemeriksaan involusi 4 4
9 Perawatan luka jalan lahir 4 4
10 Perawatan payudara (Kompres dan massase payudara) 4 4
11 Perah ASI /pumping 4 4
12 Tata Laksana Pengelolaan ASI 4 4
13 Perawatan luka operasi sesar 3 3
14 Senam nifas 4 4
15 Pemberian suplemen vitamin dan mineral 4 3
16 Perawatan Hematoma jalan lahir 3 2
17 Dukungan psikososial pada ibu yang kehilangan bayi 4 2
18 Identifikasi komplikasi pada masa nifas 2 2
(tromboplebitis, simphisiolisis)
19 Edukasi tentang masalah masa nifas 4 2
20 Mengidentifikasi masalah seksualitas pasca nifas 3 2
21 Pemeriksaan pada kunjungan nifas sesuai standar dan 4 4
kebutuhan ibu nifas
22 Konseling Keluarga Berencana 4 3
23 Tata laksana awal pada masa nifas dengan penyulit 3 2
24 Tata laksana awal pada masa nifas dengan ibu yang 3 2
mengalami penyakit sistemik
24 Tata laksana awal pada masa nifas dengan ibu yang 3 2
mengalami penyakit infeksi
26 Tatalaksana awal kasus kegawatdaruratan pada masa 3 2
nifas (perdarahan, kejang, henti nafas, penurunan
kesadaran, syok, henti jantung
36

(Kementerian Kesehatan RI, 2020)


Keterangan:

1. Tingkat 1 (mengetahui tepri keterampilan, perkuliahan, diskusi,

penugasan, belajar mandiri)

2. Tingkat 2 (memahami alas an berdasarkan klinis dan penyelesaian

masalah, observasi langsung demontrasi)

3. Berlatih dengan alat peraga atau pasien standar

4. Melakukan pada pasien (Kementerian Kesehatan RI, 2020).


DAFTAR PUSTAKA

Ahadia, Q. (2018). Penatalaksanaan Pada Ibu Nifas Dengan Anemia.


file:///C:/Users/Hp/Downloads/14. BAB II.pdf
Aritonang, J., & Simajuntak, Y. T. O. (2021). Buku Ajar Asuhan Kebidanan
dalam Masa Nifas di sertai Kisi-Kisi Soal Ujian Kompetensi (T. Yulianti
(ed.); Cetakan I). CV Budi Utama.
https://www.google.co.id/books/edition/Buku_Ajar_Asuhan_Kebidanan_Pad
a_Masa_Nif/kE8tEAAAQBAJ?hl=en&gbpv=1&dq=Patofisiologi+infeksi+p
ada+masa+nifas&pg=PA60&printsec=frontcover
Fitriahadi, E. (2019). Pengaruh Penguatan Otot Rectus Abdominis Terhadap
Penurunan Tfu Pada Ibu Postpartum Pervaginam Di Bpm Kabupaten
Sleman. Jurnal Kebidanan, 8(1), 61. https://doi.org/10.26714/jk.8.1.2019.61-
67
Kementerian Kesehatan RI. (2020). Peraturan Mentri Kesehatan Republik
Indonesia No.320. 2507(February), 1–9.
file:///C:/Users/Hp/Downloads/KEPMENKES 320 TAHUN 2020
TENTANG STANDAR PROFESI BIDAN (9).pdf
Khasanah, N. A., Adiesti, F., & Safitri, C. A. (2020). Kognitif Bidan Terhadap
Pemeriksaan Diastasis Recti pada Ibu Nifas. 13.
Krogerus, C., Wernheden, E., & Hansen, L. B. (2019). Mastitis. Ugeskrift for
Laeger, 181(47), 331–336. https://doi.org/10.1016/s0749-0720(18)30043-4
Monalisa, Ginting, Santa. (2018). ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU Ny. M
USIA 30 TAHUN P4A0 POST PARTUM 6 HARI DENGAN
ENDOMETRITIS DI KLINIK MARIANA BINJAI. 1–89.
https://repository.stikeselisabethmedan.ac.id/wp-
content/uploads/2019/04/Santa-Monalisa-Br-Ginting.pdf
Sulfianti, S., Nardina, E. A., Hutabarat, J., Astuti, E. D., Muyassaroh, Y., Yuliani,
D. R., Hapsari, W., Azizah, N., Hutomo, C. S., & Argahen, N. B. (2021).
Asuhan Kebidanan pada Masa Nifas (R. Watrianthos (ed.); Cetakan I).
Yayasan Kita Menulis.
Themone, M. A. (2018). Gambaran Kejadian Infeksi Post Partum pada Ibu yang
Menggunakan Kompres Panas (Tatobi) di Desa Binaus Kecamatan Mollo
Tengah Kabupaten Timor Tengah Selatan. 10–28.
https://repository.uksw.edu/bitstream/123456789/12065/2/T1
_462008062_BAB II.pdf
Wahyuni, E. D. (2018). Asuhan Kebidanan Nifas dan Menyusui (R. Mawardi
(ed.); Cetakan I). Kemenkes RI.
http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-
content/uploads/2018/09/Asuhan-Kebidanan-Nifas-dan-Menyusui_SC.pdf
Wijayanti, T. R. A., & Safitri, R. (2018). Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun
Belimbing Wuluh (Averrhoa Bilimbi Linn) Terhadap Pertumbuhan Bakteri
Staphylococcus Aureus Penyebab Infeksi Nifas. Care : Jurnal Ilmiah Ilmu
Kesehatan, 6(3), 277. https://doi.org/10.33366/cr.v6i3.999

Anda mungkin juga menyukai