Anda di halaman 1dari 7

III.

INVENTARISASI HUTAN UNTUK RENCANA OPERASIONAL ( IHRO )

A. Inventarisasi Hutan Untuk Rencana Operasional ( IHRO )


Inventarisasi Hutan Untuk Rencana Operasional ( IHRO ) merupakan kegiatan pengumpulan dan
penyusunan data/ informasi mengenai :
1. Potensi hutan,
2. Topografi,
3. Serta data yang berkaitan dengan keperluan operasional pengelolaan dengan cakupan areal yang
terbatas.
Data dan informasi yang diperoleh dari IHRO sebagai dasar penyusunan rencana kegiatan
jangka pendek. Data tersebut antara lain :
1. letak dan luas areal,
2. tipe hutan ,
3. komposisi dan potensi hutan,
4. topografi,
5. jenis tanah dan geologi,
6. pembukaan wilayah/aksesbilitas kawasan.
Data dan informasi yang diperoleh dari IHRO harus cukup lengkap dan rinci. Beberapa
komponen data dikumpulkan secara sensus (pengukuran 100 %) antara lain data potensi massa
tegakan untuk perencanaan operasional pembalakan.
IHRO dilakukan pada bagian atau blok dari suatu unit pengelolaan hutan yang kegiatan
operasional pengelolaan dijadwalkan akan dilaksanakan dalam waktu satu tahun, oleh pihak
pengelola hutan dengan di atur dan diawasi oleh Kementerian Kehutanan.
B. Persiapan Pelaksanaan IHRO
1. Tahap persiapan dari pelaksanaan IHRO meliputi :
a. Penyiapan peta kerja
Peta kerja dari peta areal kerja unit pengelolaan yang bersangkutan (HPH/IUPHHK dan
HPHTI) memuat pembagian areal ( RKL) serta petak tebangan. Peta kerja memuat petak-
petak tebang yang akan diinventarisasi.
b. Bahan dan Alat yang disiapkan meliputi:
1) Bahan alat ukur koordinat (GPS),
2) alat ukur arah (kompas),
3) alat ukur lereng (hagameter, clinometer),
4) alat ukur jarak (pita ukur),
5) alat ukur keliling/diameter pohon (phi band/pita keliling/diameter,
6) alat ukur tinggi pohon (hagameter, christenmeter),
7) tabel konversi jarak lapang ke jarak datar,
8) alat tulis dan alat hitung (kalkulator),
9) alat dokumentasi (kamera),
10) alat kamping dan obat-obatan.
c. Tenaga Kerja
Pelaksana IHRO dilakukan suatu tim yang dibagi menjadi regu kerja terdiri dari :
1) 1 orang Ketua regu merangkap anggota
2) 1 orang Asisten Ketua Regu
3) 8 orang tenaga harian atau kerjantara.
2. Pembuatan batas petak-petak tebangan.
Batas petak tebangan yang telah tergambar dalam peta kerja diwujudkan berupa rintisan
selebar dua (2) meter. Titik awal ditentukan dengan cara mengukur jarak dan azimuth dari titik
markan terdekat.
Titik ikat dapat berupa :
a. Titik triangulasi,
b. Percabangan sungai,
c. Percabangan/ persimpangan jalan atau titik markan lainnya yang tertera di peta dan ditemui di
lapangan.
Pencarian titik markan dan titik awal dapat pula dilakukan dengan menggunakan GPS.
3. Pengumpulan data tegakan
Data tegakan dikumpulkan melalui inventarisasi pada areal yang bersangkutan dengan
cara sebagai berikut :
a. Inventarisasi dilakukan dengan membuat jalur-jalur selebar 20 m yang saling berjejer
sehingga mencakup seluruh areal.
b. Semua pohon yang ditebang antara lain
1) pohon inti,
2) pohon induk, dan
3) pohon yang dilindungi dikenali jenis, diberi nomor dan dipetakan letaknya.
Yang dimaksud pohon inti adalah pohon jenis komersial yang berdiameter 20 cm (
untuk hutan rawa 10 cm) sampai limit diameter tebang :
1) Pohon inti yang ditunjuk secara rata-rata sebanyak 25 pohon tiap hektar.
2) Pohon induk dipilih dari pohon-pohon yang sehat dan telah berbuah yang letaknya dipilih
agar anakan yang dihasilkan dapat menyebar di seluruh areal. Tiap hektar areal minimal
ditunjuk 10 pohon induk.
c. Semua pohon yang akan ditebang diukur :
1) Diameter
Diameter diukur setinggi dada (1,30 m di atas permukaan tanah) atau 20 cm di atas batas
banir apabila tinggi banir pohon yang bersangkutan lebih dari 1,10 m dari permukaan tanah
2) Tinggi
Tinggi yang diukur adalah tinggi batang bebas cabang. Untuk pohon berbanir dalam tally
sheet adalah tinggi bebas cabang dikurangi dengan tinggi banir.
3). Semua pohon inti, pohon induk dan pohon-pohon yang dilindungi diukur dan dicatat
diameternya.
d. Data inventarisasi dicatat dalam tally sheet antara lain :
1) Data nomor pohon
2) Nama jenis pohon
3) Diameter dan tinggi dituliskan pada label plastik warna merah dan label tersebut
ditempelkan pada pohon yang bersangkutan. Label plastik tersebut terdiri dari tiga (3)
bagian yang mudah dipotong satu sama lain.
Data pohon yang dituliskan pada ketiga bagian tersebut, dan guna label tersebut
apabila pohon ditebang :
1) Satu bagian label ditempelkan di tunggak pohon,
2) Satu bagian ditempel di batang kayu dan
3) Satu bagian dibawa tukang tebang (chainsawman) untuk bahan laporan.
e. Nomor pohon, nama jenis dan data diameter dari pohon inti, pohon induk dan pohon-
pohon yang dilindungi dituliskan dalam label plastik warna kuning.
4. Pengumpulan data penunjang.
a. Letak dan luas.
Letak areal digambarkan dalam peta yang memuat letak petak-petak tebangan yang akan
diinventarisasi di dalam areal kerja unit pengelolaan hutan yang bersangkutan. Data luas areal
yang dimaksud adalah jumlah luas petak-petak tebangan yang diinventarisasi.
b. Tipe hutan
Tipe hutan dikenali dengan cara membaca peta tipe hutan yang merupakan hasil inventarisasi
hutan untuk rencana pengelolaan (IHRP) terbaru yang mencakup areal yang akan
diinventarisasi.
c. Topografi, jenis tanah dan geologi
Data kondisi topografi/lereng dikumpulkanbersamaan dengan pembuatan jalur inventarisasi
potensi tegakan . Lereng diukur setiap jarak 25 m menggunakan clinometer atau hagameter.
Data geologi dan tanah dikutip dari hasil inventarisasi hutan untuk rencana pengalolaan
(IHRP).
d. Aksesibilitas areal
Aksesibilitas areal yang diinventarisasi dinyatakan dalam tingkat kemudahannya untuk
mengeluarkan kayu baik melalui sungai maupun jalan darat.
5. Pengolahan data
a. Pembuatan daftar jenis
Data hasil pencacahan dan pengukuran pohon dalam jalur disusun dalam Daftar Nama jenis
yang memuat nama perdagangan, nam daerah/ lokal, nama botanis dan familia. Jenis-jenis
dikelompokkan berdasarkan pengelompokan jenis kayu perdagangan yang telah diatur dalam
keputrusan Menteri kehutanan No. 311/Kpts-IV/1995 yaitu kelompok kayu meranti,
kelompok kayu rimba campuran dan kelompok kayu indah.
b. Perhitungan massa tegakan
Perhitungan massa tegakan dilakukan untuk pohon-pohon yang akan ditebang berupa jumlah
pohon serta volume kayu tiap petak tebangan. Hasil perhitungan disajikan dalam bentuk tabel
yang disebut Tabel Laporan Hasil Cruising (LHC).
Contoh Tabel LHC untuk areal hutan tanah kering seperti disajikan pada Tabel 3.1 :
Tabel 3.1 : Tabel Laporan Hasil Cruising
Nomor Petak :
Nama HPH/ IUPHHK Jumlah dan volume pohon menurut kelas diameter
V Rata2
Luas 20 cm-49 cm 50 cm-59 cm 60 cm up (m3/ph)
Lokasi N V N V N V
Blok RKL/RKT (m3) (m3) (m3)
Jenis
Kelompok Meranti-
Jumlah Meranti
Kelompok Rimba Campuran-
Jumlah Rimba Campuran
Kelompok Kayu Indah--
Jumlah Kayu Indah
Jumlah Total
Rata-rata tiap hektar

Pengkelasan Lereng
Data pengukuran lereng ditabulasikan untuk mendapatkan gambaran kondisi topografi
lapangan pentabulasian dilakukan dengan menggunakan klasifikasi lereng seperti disajikan
pada Tabel 3.2
Tabel 3.2 : Klasifikasi lereng
Kelas lereng Jumlah data Luas Areal *)
0 – 8%
8% - 15%
15% - 25%
25% - 40%
>40%
*) Data yang dikumpulkan dari setiap jarak 25 m, maka setiap data mewakili areal seluas 0,05 hektar, sehingga
kolom luas areal diisi dengan hasil dari jumlah data yang diambil x 0,05 hektar.

6. Pelaporan.
Hasil IHRO secara keseluruhan disajikan dalam bentuk Rekapitulasi Hasil Cruising yang
salah satu copynya dikirimkan kepada instansi kehutanan. Rekapitulasi Hasil Cruising tidak perlu
ditandatangani oleh petugas kehutanan di daerah, cukup oleh petugas perusahaan yang
bersangkutan dan kepala regu cruising.
Laporan IHRO merupakan dasar autentik untuk penyusunan Rencana Karya Tahunan (RKT)
perusahaan yang bersangkutan.
C. Inventarisasi Hutan Menyeluruh Berkala (IHMB)
1. Penentuan Jumlah Plot Untuk Hutan Alam
Karena jumlah plot contoh ditentukan berdasarkan kelas luasan IUPHHK, maka jumlah plot
contoh dalam Tabel 3.3 merupakan patokan (ancar-ancar/perkiraan) jumlah plot contoh. Patokan
utama dalam rancangan sampling untuk menentukan jumlah plot contoh yang akan diukur dalam
IHMB digunakan jarak antar plot dalam jalur (JP).
Tabel 3.3 : Jumlah plot yang perlu dibuat pada IHMB Hutan Alam pada luasan efektif tertentu
Luas Efektif N - plot Jarak antar jalur (JJ) LW (m2) JP (m) Is (%)
(Ha) (m)
< 10.000 200 1.000 500.000 500 0,50
10.000 - < 20.000 300 1.000 500.000 500 0,50
20.000 - < 30.000 400 1.000 625.000 625 0,40
30.000 - < 40.000 500 1.000 700.000 700 0,36
40.000 - < 50.000 600 1.000 750.000 750 0,33
50.000 - < 60.000 650 1.000 846.154 850 0,30
60.000 - < 70.000 750 1.000 866.667 870 0,29
70.000 - < 80.000 850 1.000 882.353 880 0,28
80.000 - < 90.000 950 1.000 894.737 895 0,28
90.000 - < 100.000 1.000 1.000 1.000.000 1.000 0,25
>100.000 1.200 1.000 1.250.000 1.250 0,20
Catatan:
Lw =Luas efektif * 10.000 / n-plot (m2), JJ = 1000 m (tetap), JP = berubah-ubah, JP = Lw / 1000
Untuk mencari jarak antar plot dalam jalur dengan rumus :
2
𝐿𝑢𝑎𝑠 𝐻𝑢𝑡𝑎𝑛 𝐸𝑓𝑒𝑘𝑡𝑖𝑓 (𝐻𝑎) 𝑥 10.000( 𝑚 ⁄𝐻𝑎 )
𝐽𝑃 =
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑃𝑙𝑜𝑡 𝑥 𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑎𝑛𝑡𝑎𝑟 𝑗𝑎𝑙𝑢𝑟
Contoh:
1. Suatu IUPHHK luas areal efektifnya 8.500 ha, maka dari Tabel 1 diperoleh jumlah plot
minimalnya adalah 200 plot. Jarak antar plot dalam jalur
2
8.500(𝐻𝑎) 𝑥 10.000( 𝑚 ⁄𝐻𝑎 )
𝐽𝑃 = = 425 𝑚
200 𝑥 1.000 𝑚
2. Suatu IUPHHK luas areal efektifnya 42.500 ha, maka dari Tabel 1 diperoleh jumlah plotnya
sebanyak 600 plot. Jarak antar plot dalam jalur
2
42.500 (𝐻𝑎) 𝑥 10.000( 𝑚 ⁄𝐻𝑎 )
𝐽𝑃 = = 708 𝑚
600 𝑥 1.000 𝑚
3. Suatu IUPHHK luas areal efektifnya 86.400 ha, maka dari Tabel 1 diperoleh jumlah plot
sebanyak 950 plot. Jarak antar plot dalam jalur
2
86.400 (𝐻𝑎) 𝑥 10.000( 𝑚 ⁄𝐻𝑎 )
𝐽𝑃 = = 909 𝑚
950 𝑥 1.000 𝑚
4. Suatu IUPHHK luas areal efektifnya 180.000 ha, maka dari Tabel 1 diperoleh jumlah plot
sebanyak 1200 plot. Jarak antar plot dalam jalur
2
180.000 (𝐻𝑎) 𝑥 10.000( 𝑚 ⁄𝐻𝑎 )
𝐽𝑃 = = 1.500 𝑚
1.200 𝑥 1.000 𝑚
Untuk areal IUPHHK yang luasnya lebih besar dari 100.000 Ha maka akan diperoleh jarak
antar plot dalam jalur akan menjadi lebih besar dari 1 km. Berdasarkan hasil tersebut di atas,
maka semua bentuk metode inventarisasi sistematik berjalur dengan intensitas sampling yang
lebih tinggi dari 0,5% yang telah dan sedang dilaksanakan dan koordinat titik pusat plot atau
koordinat sumbu jalur diketahui maka inventarisasi tersebut dapat diterima.
2. Penentuan Jumlah Plot Untuk Hutan Tanaman seperti disajikan pada Tabel 3.4.
Tabel 3. 4: Perkiraan jumlah plot dan jarak antar plot pada setiap kisaran luas IUPHHK Hutan
Tanaman
Luas efektif (HA) Jumlah total plot per IUPHHK Perkiraan Jarak antar plot (m)*
4 KU 5 KU 6 KU 4 KU 5 KU 6 KU
< 10.000 400 500 600 500 447 408
10.000 - < 20.000 420 525 630 598 535 488
20.000 - < 30.000 448 560 672 747 668 610
30.000 - < 40.000 464 580 696 869 777 709
40.000 - < 50.000 484 605 726 964 862 787
50.000 - < 60.000 504 630 756 1.045 934 853
60.000 - < 70.000 526 658 789 1.111 994 907
70.000 - < 80.000 547 684 821 1.117 1.047 956
80.000 - < 90.000 568 711 853 1.223 1.094 998
90.000 - < 100.000 589 737 884 1.269 1.135 1.037
100.000 - <110.000 611 763 916 1.311 1.173 1.071
110.000 - < 120.000 632 789 947 1.349 1.207 1.102
120.000 - < 130.000 653 816 979 1.384 1.238 1.130
130.000 - < 140.000 674 842 1.011 1.416 1.266 1.156
140.000 - < 150.000 695 868 1.042 1.445 1.292 1.180
150.000 - < 160.000 716 895 1.074 1.472 1.316 1.202
160.000 - < 170.000 737 921 1.105 1.496 1.338 1.222
170.000 - < 180.000 758 947 1.137 1.520 1.359 1.241
180.000 -< 190.000 779 974 1.168 1.541 1.378 1.258
>190.000 800 1.000 1.200 1.561 1.396 1.275

ada hutan tanaman, jarak antar plot contoh dibuat sama, baik jarak antar jalur maupun jarak
antar plot contoh dalam jalur. Jarak antar plot contoh selanjutnya diberi notasi k.
Untuk mencari jarak antar plot ( k ) dalam jalur dengan rumus :
2
𝐿𝑢𝑎𝑠 ℎ𝑢𝑡𝑎𝑛 𝑒𝑓𝑒𝑘𝑡𝑖𝑓 (𝐻𝑎) 𝑥 10.000 ( 𝑚 ⁄𝐻𝑎 )
𝑘= √
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑙𝑜𝑡
Keterangan: *)
Perkiraan jarak antar plot dihitung berdasarkan nilai tengah dari kisaran luas daerah efektif
IUPHHK. Contoh, untuk luas efektif antara 150.000 Ha - < 160.000 Ha nilai tengahnya adalah
155.000 Ha. Oleh karena jumlah plot untuk 4 KU sebanyak 716, 5 KU sebanyak 895 dan 6 KU
sebanyak 1.074, maka jarak antar plot diperoleh 1.472 m untuk 4 KU, 1.316 m untuk 5 KU dan
1.202 m untuk 6 KU.
Contoh:
1. Suatu IUPHHK hutan tanaman mempunyai luas areal efektif 4.000 ha. Berdasarkan Tabel 2
diperoleh minimal jumlah total plot sebanyak 400 plot ( 4 KU ), 500 plot ( 5 KU ) dan 600
plot ( 6 KU )
Besarnya jarak antar plot dengan 4 KU :
2
4.000 (𝐻𝑎) 𝑥 10.000 ( 𝑚 ⁄𝐻𝑎 )
𝑘= √ = 316 𝑚
400
Besarnya jarak antar plot dengan 5 KU :
2
4.000 (𝐻𝑎) 𝑥 10.000 ( 𝑚 ⁄𝐻𝑎 )
𝑘= √ = 283 𝑚
500
Besarnya jarak antar plot dengan 6 KU :
2
√4.000 (𝐻𝑎) 𝑥 10.000 ( 𝑚 ⁄𝐻𝑎 )
𝑘= = 258 𝑚
600
2. Untuk IUPHHK hutan tanaman yang mempunyai luas areal efektif 83.500 ha.
Berdasarkan Tabel 2 diperoleh jumlah total plot adalah 568 plot ( 4 KU ) 711 plot ( 5 KU )
dan 853 plot ( 6 KU )
Besarnya jarak antar plot dengan 4 KU
2
√ 83.500 (𝐻𝑎) 𝑥 10.000 ( 𝑚 ⁄𝐻𝑎 )
𝑘= = 1.212 𝑚
568
Besarnya jarak antar plot dengan 5 KU :
2
83.500 (𝐻𝑎) 𝑥 10.000 ( 𝑚 ⁄𝐻𝑎 )
𝑘= √ = 1.084 𝑚
711
Besarnya jarak antar plot dengan 6 KU :
2
83.500 (𝐻𝑎) 𝑥 10.000 ( 𝑚 ⁄𝐻𝑎 )
𝑘= √ = 990 𝑚
853
3. Jika IUPHHK hutan tanaman dengan luas efektif seluas 210.000 Ha. Berdasarkan Tabel 2
minimal jumlah total plot adalah 800 plot ( 4 KU ) 1.000 plot ( 5 KU ) dan 1.200 plot ( 6 KU )

Besarnya jarak antar plot dengan 4 KU :


2
210.000 (𝐻𝑎) 𝑥 10.000 ( 𝑚 ⁄𝐻𝑎 )
𝑘= √ = 1.620 𝑚
800
Besarnya jarak antar plot dengan 5 KU :
2
√ 210.000 (𝐻𝑎) 𝑥 10.000 ( 𝑚 ⁄𝐻𝑎 )
𝑘= = 1.449 𝑚
1.000
Besarnya jarak antar plot dengan 6 KU :
2
210.000 (𝐻𝑎) 𝑥 10.000 ( 𝑚 ⁄𝐻𝑎 )
𝑘= √ = 1.323 𝑚
800

Anda mungkin juga menyukai