Anda di halaman 1dari 62

i

KATA PENGANTAR

Hutan alam merupakan salah satu ekosistem yang mempunyai


kekayaan hayati yang didominasi oleh family Dipterocarpaceae
terutama jenis-jenis tanaman dari genus Shorea sp. (meranti)dan dapat
berkontribusi sebagai penghasil kayu, hasil hutan bukan kayu (HHBK)
dan jasa lingkungan. Upaya peningkatan produktivitas hutan alam
khususnya hutan alam sekunder menjadi salah satu kunci
keberhasilan kelestarian pengelolaan hutan alam dimasa mendatang.
Upaya ini dapat dilakukan dengan penerapan teknik Silvikultur Intensif
(SILIN) meranti merupakan perpaduan antara 3 elemen utama, yaitu
pemuliaan pohon, manipulasi lingkingan dan pengelolaan organisme
pengganggu tanaman (OPT).
Implementasi teknik SILIN telah terbukti nampu meningkatkan
produktivitas hutan alam sekunder 2-3 kali dari potensi hutan alam
yang ada sekarang. Perbaikan hutan alam dengan Teknik SILIN
mempunyai beberapa keunggulan, yaitu (1) peningkatan produktivitas
hutan alam bekas tebangan sebagai tumpuan penghasil bahan baku
industri perkayuan, (2) penyelamat hutan alam bekas tebangan,
sehingga berfungsi sebagai penjaga keragaman flora dan fauna, gudang
bahan baku obat dan sumber daya genetik, dan (3) memperbaiki jasa
lingkungan antara lain dengan menyerap karbon dioksida (CO2),
perlindungan tata air dan jasa lingkungan lainnya.
Terbitnya buku petunjuk praktis SILIN meranti merupakan
langkah penting untuk mendorong kegiatan penanaman pada hutan
alam sekunder. Buku ini diharapkan dapat menjadi pegangan dan
petunjuk bagi pelaksana lapangan khususnya bagian pembinaan hutan
di IUPHHK-HA sehingga kegiatan penanaman tersebut dapat
menghasilkan pertumbuhan tanaman meranti yang optimal.
Kepada berbagai pihak yang telah memberikan kontribusi bagi
terbitnya buku petubjuk praktis ini, kami menyampaikan
pernghargaan dan ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.

ii
Semoga buku ini dapat memberikan kontribusi positif bagi
terlaksanaya implemtasi Teknik SILIN Meranti dalam mendorong
kelestarian pengelolaan hutan alam Indonesia

Jakarta, Juni 2019


Direktorat Jenderal Pengelolaan Hutan Produksi Lestari

Dr. Hilman Nugraho


NIP. 19590615 198603 1 004

iii
DAFTAR ISI

Hal

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI iii
BAB 1. PERENCANAAN TAPAK SILIN 1
BAB 2. PENGADAAN BIBIT/PEMBIBITAN 8
BAB 3. PENYIAPAN LAHAN DAN PEMBUATAN LUBANG TANAM 15
BAB 4. PENANAMAN 21
BAB 5. PEMELIHARAAN 27
BAB 6. PENGELOLAAN ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN 33
(OPT) BERBASIS EKOSISTEM
BAB 7. PEMANENAN AKHIR DAUR TANAMAN SILIN 43

iv
BAB 1
PERENCANAAN TAPAK SILIN

Kegiatan perencanaan tapak SILIN bertujuan untuk mendukung


kegiatan penanaman pada hutan alam sekunder dengan nenilih areal
yang mempunyai sifat fisik dan kimia tanah serta keterbukaan yang
baik untuk mendukung pertumbuhan tanaman meranti. Pemilihan
tapak ini juga bertujuan untuk menyediakan nutrisi dan cahaya untuk
menunjang pertumbuhan tanaman meranti karena dua hal tersebut
merupakan kunci sukses dalam membangun hutan tanaman meranti.
Kegiatan perencanaan penanaman pada areal hutan sekunder
dengan teknik SILIN dilaksanakan sesuai dengan kondisi tapak di areal
kerja dan ditetapkan dalam RKUPHHK. Kondisi tapak sebagaimana
dimaksud adalah:
a. areal hutan produksi bekas tebangan dengan potensi rendah;
b. kemiringan areal penanaman maksimum 25 %
c. aksesibilitas baik;
d. drainase baik dan menghindari areal yang memiliki kepadatan
tanah yang tinggi yang disebabkan oleh penggunaan alat berat
dalam kegiatan pemanenan
Tahap awal dalam kegiatan penanaman ini dilakukan dengan
melakukan Perencanaan Tapak SILIN untuk memilih lokasi untuk pola
tanam jalur dan atau rumpang. Target areal SILIN dalam RKU
maksimum 20% areal efektif produksi. Tata cara pemilihan tapak SILIN
dapat dilakukan dengan beberapa tahap, yaitu:
A. Melakukan penapisan areal berdasarkan kelerengan (<25%),
aksesibilitas mudah, dan drainase baik. Kegiatan penapisan tersebut
dilakukan dengan memanfaatkan peta pohon yang dihasilkan oleh
tim perencanaan dalam kegiatan inventarisasi tegakan sebelum
penebangan (ITSP) yang mengacu pada ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. dan pemanenan hutan pada
suatu petak yang akan dilakukan kegiatan penanaman SILIN.

1
Langkah-langkah Pendataan Lapangan Membuat Peta Topografi dan
Sebaran Pohon :
a. Membuat Baseline Petak dan Jalur ITSP
1.Mengambil data koordinat ( X, Y, Z ) menmggunakan GPS
2.Mengukur sejauh 20 meter atau tergantung kodisi lapangan,
apabila adanya sunga,parit,punggung maka di ukur dengan
titik tersebut.
3.Mengambil data kelerengannya menggunakan clinometer
tuliskan pada buku catatan lapangan.
4.Memperhatikan kondisi lapangan sekitar jalur pengukuran,
menggagambarkan kondisinya pada buku catatan lapangan
(Gambar 1)

Gambar 1. Ilustrasi buku lapangan pelaksanaan ITSP


5.Melakukan pendataan seperti di atas mengikuti batas petak
sampai kembali ke titik semula untuk pembuatan baseline
petak.
6.Untuk pendataan jalur ITSP Lakukan seperti pembuatan
baseline sepanjang jalur dan semua jalur dengan tahapan
sebagai berikut :
a. Mengambil koordinat UTM (X,Y, dan Z) pada setiap Patok
batas petak.

2
b. Mengambil data topografi (kelerengan, azimuth, jarak datar
dan keterangan lainnya)
c. Menandai titik ikat jalur cruising per 20 meter.
d. Ikatkan jalur pada data baseline dan mengambil data
lapangan jalur.
b. Pendataan Sebaran Pohon
1. Melakukan pendataan pohon dari jalur pertama
2. Menggambarkan posisi pohon pada buku catatan
lapangan
3. Memberikan no pohon sesuai dengan no barcode yang
telah di order
4. Menggambarkan kondisi lapangan apabila ditemukan
sungai,anak sungai, batu, rawa dan bentuk alam lainnya
yang spesifik.
5. Lebih detail lihat buku catatan lapangan sebagai
berikut :

Gambar 2. Ilustrasi pendataan individu pohon di lapangan


dalam kegiatan ITSP.
6. Melakukan pendataan dan penggambaran sebaran pohon dan
kondisi lapangan pada setiap jalur sampai semua jalur dalam
satu petak selesai didata.
7. Selanjutnya data tofografi dan sebaran pohon diinput ke excel
untuk pembuatan peta digitalnya.

3
C. Pembuatan Peta Tophografi dan Sebaran Pohon
1. Menginput data lapangan (baseline dan jalur) pada form hitung
excel.
2. Memasukkan data koordinat UTM (X,Y dan Z) awal dan akhir
jalur.
3. Mengambil data X, Y dan Z pada form hitung program excel.
contoh form excel :

Gambar 3. Ilustrasi data X, Y dan Z pada form hitung program excel


4. Menyimpan data X, Y, dan Z pada format excel, dbf4 atau txt.
5. Mengktifkan ArcView atau ArcGIS atau software pemetaan
lainnya
6. Memasukkan extension yang akan digunakan.
7. Memasukkan data X, Y dan Z tabel pada ArcGIS.
8. Membuat poligon baseline.
9. Masukkan data jalur pada ArcView atau Arc GIS
10. Menggabungkan data jalur dan baseline untuk pembuatan
kontur.
11. Mendigitasi jaringan sungai.
12. Melakukan edit kontur (jika diperlukan).
13. Mendigitasi letak pohon dengan poin, dan pemberian
logo/simbol pohon. (FRM/PRO/PC/004/02)

4
14. Penomoran pohon dan memasukkan data penunjang/legenda
lainnya.
15. Membuat layout peta (Gambar 4 dan 5)

Gambar 4. Peta Digital Hasil Pengolahan Data Lapangan

Keterangan:
: Pohon diameter > 40 cm yang
ditebang
: Pohon diameter > 40 cm yang
tidak ditebang
: Pohon inti (diameter 20-39 cm)

Gambar 5. Ilustrasi peta pohon hasil ITSP

5
D. Melakukan ground survey areal bekas tebangan untuk melihat
keterbukaan lahan akibat pemanenan sebagai calon untuk kegiatan
penanaman SILIN dengan mengacu pada peta pohon setelah
penebangan (Gambar 6).

Sebelum Pemanenan Setelah Pemanenan

Target Lokasi
Penanaman
meranti dalam
bentuk rumpang
dan atau jalur

Keterangan:
: Pohon diameter >
40 cm yang
ditebang
: Pohon diameter >
40 cm yang tidak
ditebang
: Pohon inti
(diameter 20-39
cm)

Gambar 6. Ilustari peta pohon hasil setelah pemanenan

6
E. Menghitung luas optimum areal penanaman SILIN (Gambar 7)

Gambar 7. Pembuatan rencana lokasi kegiatan penanaman


 Melakukan penandaan batas-batas areal yang memenuhi
syarat untuk lokasi penanaman.
 Menggambarkan hasil survey dan penandaan areal yang akan
ditunjuk sebagai lokasi penanaman.
 Menghitung luas areal hasil survey yang selanjutnya sebagai
dasar perencanaan kebutuhan tenaga, waktu pelaksanaan dan
kebutuhan bibit.

7
BAB 2
TEKNIK PEMBIBITAN MERANTI

A. SUMBER BENIH MERANTI UNGGUL


Benih meranti unggul untuk penerapan SILIN adalah bibit yang
pertumbuhan dilapangan dapat mencapai riap diameter diatas 1,7
cm/tahun. Sumber benih (biji dan cabutan) yang dapat digunakan
dalam pembibitan untuk SILIN adalah (P.I/Menhut-II/2009) :
1. Tegakan benih terindentifikasi
2. Tegakan benih terseleksi
3. Areal produksi benih
4. Tegakan benih provenan
5. Kebun benih semai
6. Kebun benih klon
7. Kebun pangkas

Sumber benih unggul lainnya yang dapat dikembangkan adalah


khususnya bagi IUPHHK yang baru menerapkan SILIN adalah:
1. Bibit superior terseleksi dari persemaian
2. Pohon induk superior terseleksi dari blok tanaman SILIN yang
diperbanyak secara masal dengan stek pucuk
3. Pohon induk hybrid superior terseleksi yang diperbanyak secara
masal dengan stek pucuk.
Keunggulan dari sumber benih yang digunakan perlu diuji
dilapangan untuk menilai tingkat keunggulannya. Parameter utama
untuk menilai keunggulan adalah riap diameter. Paramter lain yang
dapat diamati antara lain tinggi, bentuk batang dan percabangan.

8
B. SARANA PEMBIBITAN YANG DIPERLUKAN
Sarana pembibitan untuk memenuhi kebutuhan bibit pada
penanaman operasional SILIN terletak pada unit persemaian. Fasilitas
persemaian yang diperlukan adalah :
1. Bedeng tabur, untuk mengecambahkan benih (Gambar 1)
2. Bedeng semai penumbuhan sapihan (Gambar 1)
3. Bedeng semai dengan sungkup aklimatisasi untuk cabutan (Gambar
2)
4. Bedeng semai pengerasan
5. Pondok kerja
6. Pondok pembuatan media termasuk kompos
7. Fasilitas penyiraman
Apabila IUPHHK ingin memproduksi bibit asal stek diperlukan fasilitas
tambahan berupa:
1. Kebun pangkas (Gambar 3)
2. Rumah produksi stek (Gambar 4)

Gambar 1. Bedeng tabur biji meranti (gambar kiri); bedeng semai


sapihan (Gambar kanan)

Gambar 2. Bedeng sungkup aklimatisasi cabutan

9
Gambar 3. Kebun pangkas meranti

Gambar 4. Rumah produksi stek

Penanaman SILIN pola jalur dengan jarak tanam 2,5 x 20 m


memerlukan bibit 200 anakan per hektarnya, sedangkan penanaman
pola rumpang dengan jarak tanam 3 x 6 m memerlukan bibit 560
anakan per hektarnya. Untuk menghitung kebutuhan total bibit adalah
dengan mengalikan luas tanaman dengan jumlah bibit untuk masing-
masing pola tanamnya. Jumlah tersebut masih harus ditambah 20%
sebagai antisipasi kebutuhan bibit untuk penyulaman.
Luas persemaian yang perlu dibangun disesuaikan dengan
kebutuhan bibit tahunan. Tabel 1 berikut menyajikan kapasitas
produksi bibit persemaian per hektar luas persemaian.
Tabel 1. Kapasitas satu hektar persemaian
Jenis dan ukuran Satu rotasi/thn Tiga rotasi/thn
wadah (meranti) (Jabon)
Polybag 15 x 20 cm 352.800 bibit 1.058.400 bibit
Polytube 15 tubes/tray 352.800 bibit 1.058.400 bibit
Polytube 45 tubes/tray 1.058.400 bibit 3.175.200 bibit
Polytube 80 tubes/tray 1.881.600 bibit 5.644.800 bibit

10
C. PERBANYAKAN GENERATIF
Perbanyakan generatif adalah perbanyakan tanaman yang
berasal dari biji. Pembungaan dan pembuahan meranti terkendala oleh
periodisitas pembungaan yang tidak teratur (Ashton, 1998), dan
benihnya tidak dapat disimpan dalam jangka panjang (recalcitrant)
(Sasaki, 1980). Oleh sebab itu teknik pengadaan bibit meranti secara
vegetatif memiliki peranan vital pada saat biji tidak tersedia.
Perbanyakan generatif meranti dapat dilakukan dengan
mengecambahkan biji dan menggunakan cabutan anakan alam.

C1. Pembibitan meranti asal biji


Pembibitan meranti unggulan untuk program SILIN dengan
menggunakan biji, dapat dilakukan pada saat terjadinya musim buah.
Pengumpulan biji idealnya dilakukan di kawasan tegakan benih, area
produksi benih atau kebun benih. Setelah biji terkumpul selanjutnya
dilakukan pengecambahan biji, pada bedeng tabur (Gambar 5). Biji
meranti berukuran besar seperti biji S. macrophylla dapat langsung
ditanam pada wadah penyemaian (polybag atau polytube).

Gambar 5. Pengecambahan benih meranti

11
C2. Pembibitan meranti asal cabutan
Cabutan anakan alam dapat dikumpulkan dari lantai hutan
pada area yang telah ditunjuk untuk pengumpulan seperti halnya pada
pengumpulan biji. Area pengumpulan dapat berupa kawasan tegakan
benih, area produksi benih dan kebun benih. Bibit cabutan dibungkus
dengan pelepah pisang atau plastik dan bagian akarnya diberi media
tanah basah seperti pada Gambar 6. Selanjutnya bibit cabutan siap
untuk diangkut ke persemaian
Penyemaian bibit cabutan harus melalui proses adaptasi dalam
sungkup plastik transparan yang ditempatkan pada bedeng semai
(Gambar 7). Periode aklimatisasi berbeda antar jenisnya yang berkisar
1 sampai 24 bulan.

Gambar 6. Pengepakan cabutan meranti

Gambar 7. Penanaman cabutan meranti dalam sungkup

12
D. PERBANYAKAN VEGETATIF
Perbanyakan vegetatif merupakan teknik pebayakan tanaman
yang diperoleh dari organ vegetatif tanaman seperti batang dan tunas
pucuk. Teknik perbanyakan vegetatif meranti yang umum digunakan
adalah stek pucuk.
Badan Litbang Kehutanan bekerjasama dengan Komatsu Ltd.
telah pengembangan teknik stek yang sederhana dan ekonomis. Teknik
tersebut dinamakan KOFFCO system akronim dari Komatsu – FORDA
Fog Cooling system. Sistim ini mengatur temperatur pada rumah kaca
yaitu dengan pendingin kabut (fog-cooling system) (Gambar 8).
Komponen utama sistem ini adalah pompa air, nozel dan termostat.
Sistem ini bekerja secara otomatis bila temperatur dalam rumah kaca
mencapai 300C (Sakai & Subiakto, 1997; Subiakto & Sakai, 1997).

Gambar 8. Konsep KOFFCO system


Proses pembuatan stek diawali dengan pengumpulan pucuk
juvenil meranti dari kebun pangkas atau persemaian (Subiakto 2001),
selanjutnya dipotong separuh dari daunnya, kemudian dipotong-potong
dengan ukuran minimal dua ruas.
Media campuran antara sekam dan sabut kelapa dengan ratio
2:1. Campuran media yang telah diaduk secara homogen selanjutnya
dimasukkan kedalam wadah penanaman stek yaitu pot-tray.
Sebelum ditanam, ujung dari potongan stek diberi hormon
tumbuh. Perlu dijelaskan disini bahwa pemberian hormon tumbuh
bukan suatu keharusan, khususnya tunas juvenil dari bibit muda.
Potongan stek tersebut selanjutnya ditanam dalam pot-tray dengan
media yang telah disiapkan (Gambar 9). Selanjutnya pot-tray tersebut

13
ditempatkan dalam sungkup plastik pada rumah kaca dengan sistim
pendinginan kabut.

Gambar 9. Penanaman stek meranti

Stek telah berakar sekitar tiga bulan setelah penanaman.


Selanjutnya sungkup dibuka dan dibiarkan selama seminggu. Hal ini
untuk membiasakan stek pada kondisi dengan kelembaban dibawah
95%. Setelah seminggu dibuka, stek yang telah berakar dapat disapih
kedalam polybag. Media yang digunakan untuk penyapihan adalah
campuran antara topsoil dengan sekam padi dengan perbandingan 2:1.

E. PEMELIHARAAN BIBIT DI PERSEMAIAN

Selama dipersemaian bibit dipelihara selama kurang lebih 8


bulan, perawatan yang dilakukan meliputi penyiraman, pemupukan,
pembersihan gulma, pengendalian hama dan penyakit serta
pengerasan.

14
BAB 3
PENYIAPAN LAHAN DAN PEMBUATAN LUBANG TANAM

A. PENGERTIAN
1. Penyiapan lahan merupakan kegiatan menyiapkan lahan sesuai
dengan sistem silvikultur yang digunakan agar pertumbuhan
tanaman optimal, yang meliputi pembuatan peta rencana
penanaman dengan memperhatikan arah jalur tanam, jarak
antar jalur, kawasan sempadan sungai dan rawa, dan jalan
angkutan.
2. Lubang tanam adalah lubang yang dibuat dengan ukuran
tertentu pada jalur penanaman/rumpang untuk penanaman
bibit.
3. Jalur tanam adalah jalur yang dipersiapkan untuk penanaman.
4. Jalur antara adalah jalur hutan alam di antara dua jalur tanam.
5. Rumpang adalah areal terbuka di dalam hutan alam.
6. Antar rumpang adalah areal hutan alam di antara rumpang.
7. Ajir adalah patok kayu yang pada bagian uungnya diberi tanda
warna untuk ditancapkan pada jalur penanaman sebagai tanda
posisi lubang tanam yang akan dibuat

B. MAKSUD DAN TUJUAN


1. Sebagai pedoman pelaksanaan pada tahapan kegiatan penyiapan
lahan dan pembuatan lubang tanam
2. Mempersiapkan lahan tanam menjadi tempat pertumbuhan
tanaman yang optimal

C. PERSIAPAN PELAKSANAAN
1. Persiapan satuan kerja.
a) Regu kerja kegiatan penyiapan lahan dan pembuatan lubang
tanam terdiri dari pekerja dengan pembagian tugas
diantaranya yaitu ketua tim (merangkap sebagai pencatat);

15
pemegang kompas; perintis jalur; pembuat/penyiang jalur;
pencari ajir dan pemasang ajir; pembuat lubang tanam; dan
penjaga pondok kerja
b) Regu kerja pelaksaanaan kegiatan ini dipimpin oleh tenaga
kerja teknis kehutanan khususnya yang telah mendapat
pelatihan pembinaan hutan.
2. Persiapan peralatan.
a) Mempersiapkan peta kerja dengan skala 1:5.000 atau
1:10.000
b) Terpal plastik serta peralatan camping lainya;
c) Kompas dan Clinometer;
d) Meteran saku;
e) Tali tambang sepanjang 25 meter;
f) Meteran 50 meter;
g) Buku ekspedisi dan ATK yang dibutuhkan;
h) Parang, kapak, Chainsaw;
i) Alat Pelindung Diri (APD) sesuai dengan SOP yang berlaku;
j) Cangkul;

D. PELAKSANAAN KEGIATAN
1. Penetapan lokasi kegiatan
Lokasi kegiatan merupakan lokasi yang telah ditentukan
sebelumnya pada peta kerja dengan skala 1:5.000 atau 1:10.000.
Lokasi penyiapan lahan berupa areal petak yang kegiatan
penebangannya telah selesai. Pemilihan tapak jalur dilakukan
pada areal dengan kelerengan maksimum 25%, berdrainase baik
dan mudah terjangkau.
2. Pelaksanaan di lapangan dengan pola jalur
a) Penandaan tiap jalur dilakukan terlebih dahulu menggunakan
patok yang disertai dengan keterangan nomor petak dan
nomor jalur tanam untuk memudahkan pengecekan kembali.

16
b) Pembuatan jalur tanam
(1) Membersihkan jalur tanam selebar 3 – 5 meter (1.5 – 2.5 m
kiri – kanan poros jalur tanam) dengan cara membebaskan
jalur tersebut dari tegakan tinggal, semak, liana dan perdu
serta mempertahankan pohon-pohon yang termasuk dalam
kategori jenis pohon komersial, dilindungi dan langka.
Perintisan dapat dilakukan secara manual
(2) Jarak tanam dalam jalur 2.5 – 5 m jarak datar
(3) Jarak antar sumbu jalur tanam adalah 20 m dengan lebar
jalur antara sebesar 15 – 17 m yang berfungsi untuk
mempertahankan keanekaragaman flora dan fauna. Jalur
antara merupakan jalur yang tidak dibersihkan atau
dibiarkan sesuai dengan kondisi alaminya.
(4) Jalur tanam dibuat dengan arah utara-selatan atau tegak
lurus kontur dan dimulai dari masing-masing batas petak
ukur
c) Pembuatan dan pemasangan ajir
(1) Ajir terbuat dari bahan bambu atau bahan kayu dengan
panjang ±1.5 m dengan bagian pangkal dibuat runcing
untuk memudahkan penancapan
(2) Pada jalur tanam selebar 3 – 5 m, dipasang ajir yang telah
disiapkan dengan jarak antara ajir selebar 2.5 – 5 m.
(3) Setiap 20 ajir dilakukan pengecetan pada ujung ajir dan
diberi label (bila perlu, no. petak, no. jalur) untuk
memudahkan kegiatan monitoring.
d) Pembuatan lubang tanam
(1) Pada sebelah kiri tempat ajir, dibuat lubang tanaman
berukuran 40 cm x 40 cm x 30 cm. Posisi lubang tanam
dibuat secara konsisten atau tetap (tidak berubah) agar
alur tanam dapat dipertahankan
(2) Pada lubang tanam diberikan humus/kompos secukupnya
(3) Lubang tanam dibuat ±1 minggu sebelum penanaman

17
(4) Apabila di dekat ajir dalam radius 1 m terdapat
permudaaan alami jenis tanaman komersial (meranti
uggul) maka di tempat tersebut tidak perlu dibuat lubang
tanam.
3. Pelaksanaan di lapangan dengan pola rumpang
a) Penandaan tiap areal rumpang dilakukan terlebih
menggunakan patok yang disertai dengan keterangan nomor
petak dan nomor blok rumpang untuk memudahkan
pengecekan kembali
b) Pembuatan jalur tanam
(1) Luas setiap rumpang yang digunakan maksimum 2 ha.
(2) Lakukan pembersihan dari semak beluar dan jenis-jenis
non komersial pada rumpang-rumpang yang akan
ditanami.
(3) Apabila ditemui di lapangan jenis pohon komersial (jenis
meranti atau dari kelompok Dipterocarpa lainnya) dengan
diameter ≥20 cm, pohon dilindungi dan pohon langka tetap
dipertahankan.
(4) Jalur tanam yang dapat digunakan pada pola ini ialah 3 x
3 m; 5 x 5 m; atau 6 x 3 m.
c) Pembuatan dan pemasangan ajir
(1) Ajir terbuat dari bahan bambu atau bahan kayu dengan
panjang ±1,5 m dengan bagian pangkal dibuat runcing
untuk memudahkan penancapan
d) Pembuatan lubang tanam
(1) Pada sebelah kiri tempat ajir, dibuat lubang tanaman
berukuran 40 cm x 40 cm x 30 cm. Posisi lubang tanam
harus dilakukan secara konsisten agar alur tanam dapat
dipertahankan
(2) Pada lubang tanam diberikan humus/kompos secukupnya
serta ditutupi top soil gembur
(3) Lubang tanam dibuat ±1 minggu sebelum penanaman

18
(4) Apabila di dekat ajir dalam radius 30 cm terdapat
permudaaan alami jenis tanaman niagawi (meranti nuggul)
maka ditempat tersebut tidak perlu dibuat lubang tanam

E. PENGOLAHAN DATA DAN PELAPORAN


1. Ketua tim melakukan rekapitulasi data hasil kegiatan penyiapan
lahan dan pembuatan lubang tanam untuk setiap petak kerja
(100 ha). Rekapitulasi dapat berupa jumlah ajir dan lubang yang
telah dibuat.
2. Melakukan pencatatan terhadap areal-areal yang tidak dapat
ditanami seperti adanya rawa, anak sungai, daerah konservasi
dan lain sebagainya.
3. Melakukan pembuatan peta penyiapan lahan sementara di atas
kertas millimeter blok
4. Menyusun rekapitulasi data yang sudah dilakuka terhadap
kegiatan penyiapan lahan harus ditandatangani oleh manager
pembinaan hutan perusahaan yang bersangkutan.

F. SKETSA DAN CONTOH


1. Skema jalur tanam dan jalur antara

19
2. Skema pola rumpang

20
BAB 4
PENANAMAN MERANTI

A. PENGERTIAN
1. Penanaman merupakan kegiatan regenerasi buatan berupa
memindahkan bibit dari persemaian ke lahan yang telah
disiapkan dilanjutkan dengan menanam bibit tersebut ke dalam
lubang tanam yang telah disiapkan. Bibit dapat berupa hasil
pembiakan generatif maupun vegetatif.
2. Pengangkutan bibit merupakan kegiatan pengepakan dan
mengangkut bibit siap tanam ke lokasi penanaman, termasuk
kegiatan pemeliharaan bibit selama proses pengangkutan,
penyimpanan sementara dan distribusi ke petak penanaman.

B. MAKSUD DAN TUJUAN


1. Sebagai pedoman pelaksanaan kegiatan penanaman
2. Meningkatkan produktivitas hutan
3. Menunjang kelestarian hasil, konservasi maupun lingkungan

C. PERSIAPAN PELAKSANAAN
1. Persiapan satuan kerja
a) Regu kerja kegiatan penanaman terdiri dari pekerja dengan
pembagian tugas diantaranya yaitu ketua tim (merangkap
sebagai pencatat); pengecer bibit dan penanam bibit
b) Regu kerja pelaksaanaan kegiatan ini dipimpin oleh tenaga
kerja teknis kehutanan khususnya yang telah mendapat
pendidikan/pelatihan pembinaan hutan.
2. Persiapan peralatan
a) Mempersiapkan peta kerja dengan skala 1:5.000 atau
1:10.000
b) Mempersiapkan peta penyiapan lahan
c) Terpal plastik serta peralatan camping lainya;

21
d) Kompas;
e) Buku ekspedisi dan ATK yang dibutuhkan;
f) Parang;
g) Cangkul;
h) Alat Pelindung Diri (APD) sesuai dengan SOP yang berlaku;
i) Alat pengangkut bibit, bisa berupa tas, plastik, bak, atau yang
lainnya.
D. PELAKSANAAN KEGIATAN
1. Hitung kebutuhan bibit yang akan ditanm dengan jumlah
ditambah 20% untuk keperluan sulaman.
2. Jenis tanaman yang digunakan adalah jenis-jenis dari famili
dipterocarpaceae, seperti Shorea leprosula, S. parvifolia, S.
johorensis, S. platyclados, S. macrophylla, dan S. stenoptera
3. Periksa dan seleksi terlebih dahulu bibit yang akan digunakan
untuk kegiatan penanaman. Kriteria yang umum digunakan
dalam seleksi bibit diantaranya yaitu tidak rusak (patah pucuk,
patah batang, terdapat luka, dll) dan bebas dari hama penyakit;
memiliki batang tunggal, kuat; memiliki pertumbuhan cabang
yang simetris; sistem perakaran sehat dan tidak mengalami
kerusakan atau gangguan; media bibit cukup kompak dan
perakaran bibit telah menyatu dengan media; tinggi bibit minimal
30 cm; memiliki daun minimal 10 helai.

A B B B

Gambar 1 Pemilihan bibit yang baik (a) dan bibit tidak baik (b)

4. Kegiatan penanaman dilakukan setelah kegiatan penyiapan


lahan dan pembukaan naungan selesai dilaksanakan, umumnya
kegiatan penanaman dilaksanakan pada musim hujan.

22
5. Kegiatan inti penanaman meliputi kegiatan pengangkutan bibit
dan penanaman bibit
6. Pengangkutan bibit
a) Sebelum bibit diangkut dan dikirim ke lahan siap tanam, bibit
harus disiram terlebih dahulu untuk menjaga
kelembabannya.
b) Upayakan pengangkutan dilakukan pada cuaca tidak panas
(misal pagi atau sore hari) serta menggunakan peralatan dan
kendaraan yang menjamin.
c) Teknik muat bongkat bibit dari/ke alat angkut, tingkat
goncangan selama angkutan, seleksi dan pengepakan bibit,
semua harus dilakukan secara hati-hati untuk menghindari
adanya kerusakan bibit
d) Bibit dapat dikemas menggunakan kotak untuk memudahkan
pengangkutan.

Gambar 2. Kotak atau bak yang dapat digunakan dalam pengangkutan


bibit

7. Penanaman bibit
a) Penanaman dilakukan disaat hujan cukup banyak dan
merata. Waktu penanaman sebaiknya dilakukan pada pagi
atau sore hari untuk mengurangi tingkat stress bibit akibat
sinar matahari. Bibit disiram terlebih dahulu sebelum
ditanam.
b) Lakukan pengeceran bibit dengan memilih bibit yang sehat
pada setiap ajir.

23
Gambar 3 Cara pengangkutan bibit yang salah

c) Setelah kegiatan pengeceran bibit, sebelum ditanam kantong


plastik/polybag dilepas dengan cara menggunting samping
dan usahakan agar media tetap kompak/gumpalan tanah
yang menyelimuti akar tidak pecah. Cara lain yang dapat
digunakan agar media tetap kompak ialah merobek polybag
ketika tanaman dimasukkan kedalam lubang tanam. Bekas
polybag dapat diletakkan di bagian atas ajir
d) Usahakan penanaman bibit dilakukan dengan posisi tegak
lurus dan bagian bibit yang masuk kedalam tanah adalah
sampai leher akar.
e) Bibit yang sudah terdapat di dalam lubang kemudian diisi
tanah gembur dan dipadatkan secara hati-hati dengan cara
menekan bagian atas sekeliling batang bibit menggunakan
tangan atau tumit kaki hingga tanah benar-benar padat dan
mengikat akar dengan kuat.

24
Gambar 4 Pembuatan lubang tanam dan penanaman (Barkah 2009).

f) Pengisian tanah di lubang tanam dilakukan sampai


menggunduk agar air tidak menggenang
g) Setelah penanaman bibit, dilakukan pendangiran dengan
radius 50 cm di sekeliling tanaman. Selain itu juga dilakukan
pemulsaan dengan serasah/bahan organik (humus)
8. Kegiatan selanjutnya ialah pemasangan patok depan
jalur/rumpang untuk memberikan informasi bahwa di
jalur/rumpang tersebut terdapat jalur tanam/rumpang dan
tanaman. Patok dicat dengan dua warna yang kontras dimana
ditulis informasi no petak, no jalur/rumpang dan jumlah
tanaman
9. Pengamatan dan pencatatan
a) Yang perlu diamati dan dicatat pada daftar ukur adalah:
(1) Lokasi penanaman pada pola tanam jalur ataupun
rumpang (nomor petak, tahun penebangan)
(2) Jenis dan jumlah bibit yang ditanam pada masing-masing
petak ukur serta data ajir yang terdapat anakan alam (ajir
yang tidak dapat ditanam)
(3) Hari orang kerja (HOK) yang digunakan
(4) Data-data lain yang berkaitan dengan kegiatan
penanaman, kumpulkan data selengkap mungkin

25
E. PENGOLAHAN DATA DAN PELAPORAN
1. Ketua tim melakukan rekapitulasi data hasil kegiatan
penanaman untuk setiap petak kerja (100 ha). Rekapitulasi
memuat total tanaman yang ditanam di jalur ataupun rumpang
2. Rekapitulasi pada tiap jalur/rumpang memuat no jalur
tanam/no rumpang, jenis tanaman, jumlah tanaman, anakan
alam, ajir yang ada/tanpa tanaman dan total tanaman
3. Laporan monitoring harian kegiatan penanaman (juga mencakup
penyiapan lahan)
4. Kegiatan penanaman dipetakan dengan bentuk cetakan digital
5. Pelaporan harus ditandatangani oleh manager pembinaan hutan
yang bersangkutan

26
BAB 5
PEMELIHARAAN TANAMAN MERANTI

A. PENGERTIAN
1. Pemeliharaan tanaman adalah pekerjaan perawatan tanaman
dengan cara membersihkan jalur penanaman, membunuh gulma
dan pohon penaung, menebas rumput sepanjang jalur
penanaman, dan menyulam tanaman mati. Pemeliharaan
tanaman terdiri atas pemeliharaan awal tahun pertama, kedua
dan ketiga setelah penanaman (Pt+1,2,3) dan pemeliharaan
lanjutan setelah tahun kelima (Pt+ 5 ke atas).
2. Penyiangan adalah kegiatan pemeliharaan tanaman muda
dengan cara membebaskan tanaman pokok dari tumbuhan
pengganggu.
3. Penyulaman adalah kegiatan pemeliharaan tanaman dengan cara
mengganti tanaman yang mati/berpenyakit
4. Pendangiran adalah kegiatan pemeliharaan dengan cara
menggemburkan tanah di sekeliling tanaman
5. Penjarangan adalah kegiatan pemeliharaan tegakan dengan cara
mengurangi kerapatan pohon untuk mendapatkan ruang
tumbuh optimal.
6. Penjarangan tajuk/pembebasan adalah penjarangan yang
dilakukan untuk membuang penaung dan pendesak tajuk
tanaman pokok
7. Penyaing adalah pohon bukan tanaman pokok yang tajuknya
menaungi atau mendesak tajuk tanaman pokok
B. MAKSUD DAN TUJUAN
1. Menciptakan kondisi tempat tumbuh dengan mempertahankan
jumlah tanaman dan meningkatkan laju pertumbuhan (riap)
tanaman pokok.

27
2. Membebaskan tanaman pokok dari berbagai bentuk gangguan
tumbuhan pengganggu dan menyulam tanaman yang mati
dengan bibit yang sehat
C. PERSIAPAN PELAKSANAAN
1. Persiapan satuan kerja
a) Regu kerja kegiatan pemeliharaan awal (Pt+1,2,3) terdiri dari
pekerja dengan pembagian tugas diantaranya yaitu ketua tim
(merangkap sebagai pencatat); penyiang; pendangir dan
pemberi mulsa; penyulam tanaman; pembantu umum
b) Regu kerja kegiatan pemeliharaan lanjutan (Pt+ 5 ke atas)
terdiri dari pekerja dengan pembagian tugas diantaranya yaitu
ketua tim (merangkap sebagai pencatat); penebas belukar
atau pohon penyaing sekitar tanaman pokok; penyiang
sekaligus membuat piringan; pembantu umum
c) Regu kerja pelaksaanaan kegiatan ini dipimpin oleh tenaga
kerja teknis kehutanan khususnya yang telah mendapat
pendidikan pembinaan hutan.
2. Persiapan peralatan
a) Pemeliharaan awal (Pt+1,2,3)
(1) Peta kerja skala 1:5.000 atau 1:10.000;
(2) Peta hasil kegiatan penanaman
(3) Terpal plastik serta peralatan camping lainya;
(4) Kompas;
(5) Parang/kapak;
(6) Buku ekspedisi dan ATK yang dibutuhkan;
(7) Cangkul;
(8) Alat pengangkut bibit untuk penyulaman
(9) Alat Pelindung Diri (APD) sesuai dengan SOP yang berlaku;

b) Pemeliharaan lanjutan (Pt+ 5 ke atas)


(1) Peta kerja skala 1:5.000 atau 1:10.000;
(2) Peta hasil kegiatan penanaman

28
(3) Terpal plastik serta peralatan camping lainya;
(4) Kompas;
(5) Parang/kapak atau chainsaw bila diperlukan;
(6) Buku ekspedisi dan ATK yang dibutuhkan;
(7) Cangkul;
(8) Alat Pelindung Diri (APD) sesuai dengan SOP yang berlaku;

D. PELAKSANAAN KEGIATAN PEMELIHARAAN AWAL (Pt+1,2,3)


1. Mengecek kembali patok pada tiap jalur atau rumpang di
lapangan yang rusak dan hilang, dan segera lakukan perbaikan
terhadap patok-patok tersebut.
2. Waktu pengaturan pemeliharaan awal, sebagai berikut:
a) Sampai umur 1 tahun pemeliharaan dilakukan sebanyak 3
bulan sekali
b) Sampai umur 1-3 tahun pemeliharaan dilakukan sebanyak
minimal 6 bulan sekali
3. Penyiangan
a) Jalur tanaman dibersihkan agar bibit terbebas dari gulma
ataupun tanaman perambat. Untuk anakan alam meranti
yang tumbuh pada jalur tanam tetap dipertahankan.
b) Penyiangan dilakukan dengan cara pemotongan liana,
membersihkan rumput-rumputan, alang-alang, perdu, semak,
herba dan tumbuhan bawah lainnya. Penyiangan dikerjakan
secara manual dengan menggunakan parang.
c) Pembersihan/penyiangan dilakukan selebar jalur tanam (3 – 5
meter, jika pada pola tanam jalur dan radius 1 meter dari
pokok tanaman jika pada pola tanam rumpang)
4. Penyulaman
a) Penyulaman dilakukan setelah tanaman berumur lebih dari 1
bulan dan penyulaman kedua dilakukan yaitu ketika tanaman
berumur 1 (satu) tahun.

29
b) Pada waktu pemeriksaan tanaman, dilakukan sensus
tanaman yang mati/diserang hama dan penyakit/merana,
dan diberi tanda pada ajir tersebut.
c) Penyulaman dilakukan dengan cara mengganti tanaman-
tanaman yang mati atau merana tersebut dengan tanaman
sehat.
d) Penyulaman menggunakan bibit dari persemaian, dan
usahakan memiliki umur yang hampir sama dengan tanaman
yang terdapat di lapangan. Namun apabila ketersediaan bibit
dengan umur yang sama tidak ada, dapat digunakan bibit
yang memiliki tinggi dan ukuran tidak jauh berbeda.
e) Usahakan mengganti jenis tanaman yang sama antara yang
mati di lapangan dan yang terdapat di persemaian
f) Penyulaman dilakukan pada musim hujan (sama dengan
kegiatan penanaman).
5. Pendangiran dan pemulsaan
a) Pendangiran dilakukan pada radius 1 meter atau selebar
piringan tanaman pokok.
b) Pendangiran bertujuan untuk menggemburkan tanah di
sekitar tanaman pokok.
c) Kegiatan pendangiran dilakukan hingga tahun ketiga.
d) Tahapan pendangiran yaitu dengan mencangkuli sekitar
tanaman sebesar diameter piringan. Usahakan dilakukan
secara hati-hati karena dikhawatirkan proses pencangkulan
akan mengenai akar.
e) Setelah pendangiran, dilakukan pemulsaan sebesar diameter
piringan. Mulsa yang digunakan adalah daun-daun kering
atau lebih baik lagi apabila ditemukannya humus disekitar
jalur penanaman.

30
E. PELAKSANAAN KEGIATAN PEMELIHARAAN LANJUTAN (Pt+ 5 ke
atas)
1. Mengecek kembali patok sumbu pada tiap jalur atau rumpang di
lapangan yang rusak dan hilang, dan segera lakukan perbaikan
terhadap patok-patok tersebut.
2. Waktu pemeliharaan lanjutan ialah ketika umur tanaman lebih
dari 5 tahun dimana tanaman pokok telah saling bersaing satu
sama lain, begitu juga pohon-pohon yang berada di jalur antara.
3. Pada pemeliharaan lanjutan kegiatan yang dilakukan ialah
penjarangan tanaman pokok
4. Penjarangan.
a) Menebang tanaman pokok yang sakit, cacat ataupun
berukuran lebih kecil diantara yang lain
b) Terhadap pohon penyaing yang terdapat di jalur antara,
memiliki diameter lebih besar dan nilai ekonomis yang
rendah yang berpotensi menggangu tanaman pokok juga
dilakukan penebangan.
c) Tajuk tanaman pokok harus terbebas dari pohon penyaing
atau pendesak
d) Penjarangan dilakukan secara bertahap dengan rentang 5
tahun atau lebih
5. Pengamatan dan pencatatan
a) Yang perlu diamati dan dicatat pada daftar ukur adalah:
(1) Lokasi pemeliharaan pada pola tanam jalur ataupun
rumpang (nomor petak, tahun penebangan)
(2) Jenis dan jumlah bibit sulaman pada masing-masing petak
ukur beserta informasi jalur/rumpangnya. Jumlah
tanaman pokok yang dijarangi atau dibebaskan juga
diinformasikan (pada pemeliharaan lanjutan).
(3) Hari orang kerja (HOK) yang digunakan
(4) Data-data lain yang berkaitan dengan kegiatan
pemeliharaan, kumpulkan data selengkap mungkin.

31
F. PENGOLAHAN DATA DAN PELAPORAN
1. Ketua tim melakukan rekapitulasi kegiatan pemeliharaan,
memuat total tanaman yang dipelihara, tanaman hidup, tanaman
mati, serta persentasenya pada jalur/rumpang. Jika dibutuhkan
juga dilakukan rekapitulasi terhadap tanaman sakit.
2. Rekapitulasi kegiatan pemeliharaan tanaman pada tiap
jalur/rumpang memuat no jalur tanam/no rumpang, jenis
tanaman, jumlah tanaman yang hidup dan mati, dan jumlah
tanaman yang dijarangi (pada pemeliharaan lanjutan).
3. Laporan monitoring harian kegiatan pemeliharaan
4. Rincian biaya pemeliharaan
5. Peta kegiatan pemeliharaan dipetakan dengan bentuk cetakan
digital
6. Pelaporan harus ditandatangani oleh manager pembinaan hutan
yang bersangkutan

32
BAB 6
PENGELOLAAN ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN (OPT)
BERBASIS EKOSISTEM

Pengelolaan organisme pengganggu tanaman (OPT) berbasis


ekosistem adalah pengelolaan yang diarahkan untuk meminimalisir
ancaman kerusakan hutan akibat OPT dengan memperhatikan
kelestarian ekosistem. Dengan demikian pemahaman terhadap
karakteristik OPT meliputi hama, patogen penyebab penyakit dan
gulma serta bagaimana interaksinya dengan faktor lingkungan fisik
yang lain sangat diperlukan. Secara prinsip pencegahan dan
monitoring menjadi kunci utama dalam pengelolaan OPT berbasis
ekosistem di hutan alam.

A. PRINSIP PENGELOLAAN OPT DALAM TEKNIK SILVIKULTUR


INTENSIF MELIPUTI:
1. Mengidentifikasi masalah kesehatan hutan,
2. Menjaga kondisi pohon tetap sehat,
3. Mencegah kerusakan tanaman mulai dari kegiatan perbenihan
sampai pemeliharaan di lapangan,
4. Memonitor status OPT di persemaian dan di lapangan.

B. KEGIATAN POKOK PENGELOLAAN OPT MELIPUTI:


1. Melakukan seleksi pohon induk dan anakan alam yang
berpenampilan baik, sehat dan terbebas dari OPT.
2. Melakukan sanitasi disekitar tegakan penghasil benih,
persemaian dan kebun pangkas serta areal penanaman. Sanitasi
dapat dilakukan secara fisik dan mekanik dengan menyingkirkan
tunggul, sarang rayap, badan buah jamur akar dan sumber
inokulum lain yang berpotensi menyebabkan kerusakan tanaman
pokok.Bila diperlukan sanitasi dapat menggunakan pestisida
nabati.

33
3. Melakukan pembersihan gulma di persemaian, kebun pangkas
dan areal penanaman untuk mendukung kesehatan bibit dan
tanaman pokok.
4. Melakukan seleksi bibit sehat sebelum penanaman
5. Tidak memasang lampu yang terang disekitar persemaian, agar
tidak mengundang datangnya serangga hama.
6. Melakukan monitoring rutin di persemaian, kebun pangkas dan
areal penanaman untuk deteksi dini adanya serangan OPT
potensial.
7. Melakukan tindakan pengendalian yang diperlukan dengan
memperhatikan kelestarian ekosistem setempat.

C. PENGELOLAAN OPT DI PERSEMAIAN

Permasalahan utama yang menyebabkan munculnya organisme


pengganggu tanaman (OPT) di persemaian adalah : (1). Kondisi
lingkungan persemaian yang terlampau lembab, (2) media tumbuh
semai yang kurang optimal, (3) kualitas cabutan alam yang sangat
bervariasi, (4) kebersihan lingkungan semai yang kurang memadai.
Penempatan semai yang terlampau rapat, penyiraman yang
berlebihan serta penyimpanan semai yang terlampau lama, dapat
menimbulkan kerusakan bahkan kematian semai karena semai
menjadi berjamur (Gambar 1) dan berlumut (Gambar 2), atau terjadi
gangguan penyakit bercak daun (Gambar 3) dan berkembangnya
serangga hama perusak semai (Gambar 4).

a
b c

34
Gambar 1. a. Semai yang berjamur akibat sungkup yang lembab, b.
Daun dan c. Batang meranti merah yang berjamur akibat
kondisi bedeng yang terlampau lembab.

a b
Gambar 2. Batang semai meranti merah yang ditumbuhi a. lumut
kerak dan b. Lumut hijau akibat kondisi bedeng yang
terlampau lembab dan media semai yang telah sangat
memadat.

a b c d

e f g h

i j k l
Gambar 3. Gejala kerusakan daun oleh jamur di persemaian. a., b.,
c., e., f., g., h., i., j. Gejala bercak daun oleh berbagai jamur
patogen, d, gejala oleh jamur embun jelaga, k., f., gejala
kelainan semai oleh jamur dan virus.

35
D. PENGELOLAAN PENYAKIT DENGAN GEJALA SEPERTI
GAMBAR 1, 2 DAN 3 DAPAT DILAKUKAN DENGAN:
1. Melakukan monitoring secara rutin untuk mengetahui kapan
gejala tersebut muncul dan berkembang.
2. Eradikasi langsung yaitu memetik dan menyingkirkan daun
yang telah menunjukkan gejala, serta menyingkirkan semai yang
telah mati.
3. Menyingkirkan semai yang menunjukkan gejala kelainan dari
persemaian
4. Mengupayakan agar peletakan semai tidak terlalu rapat dan
meningkatkan aerasi serta menjaga kondisi lingkungan
persemaian agar tidak terlampau lembab.
5. Melakukan sanitasi untuk menjamin persemaian tetap bersih
dan sehat.

a b c

d e f

36
g h i
Gambar 4. Serangan hama di persemaian meliputi : a., b., c., kutu
daun, d., e. Ulat dau, f. Serangga penghisap airan daun ,
g.,h.,i., bermacam bentuk ulat kantung di persemaian

E. PENGELOLAAN HAMA SEPERTI PADA GAMBAR 4 DAPAT


DILAKUKAN DENGAN:

1. Melakukan monitoring rutin untuk mengetahui kapan fase fase


serangga berkembang di persemaian.
2. Mengambil dan menyingkirkan secara manual telur, larva atau
serangga hama dewasa dari persemaian.
3. Menjaga agar kondisi semai tidak terlampau rapat dan udara
dipersemaian tidak terlampau lembab.
4. Melakukan sanitasi secara rutin untuk membersihkan
lingkungan semai maupun persemaian terutama dari gulma
yang dapat digunakan untuk bertelur atau bertahan serangga
hama
5. Tidak memasang lampu yang terang disekitar persemaian

a b c d

37
e f g h
Gambar 5. Gejalatumor padasemai yang dipicu oleh adanya infeksi
serangga midge dan virus. a., b. tumor berbentuk buah dan
durian, c., d., larva dan telur serangga midge didalam tumor pad
apucuk, daun dan ranting, e. bentuk malformasi dan
pembentukan bunga palsu, f. bunga palsu yang telah busuk dan
kering berisi serangga midge pada pucuk, g.,h. tumor pada batang

a b
Gambar 6. Gejala prolepsis pada a. batang, b. ruas dan buku semai
meranti

F. PENGELOLAAN TUMOR DANPROLEPSIS SEPERTIPADAGAMBAR


5 DAN 6 DAPATDILAKUKANDENGAN
1. Menyeleksi dan menyingkirkan anakan alam dan cabutan
yang telah menunjukkan gejala tumor dan prolepsis dari alam.
2. Melakukan monitoring dan deteksi dini semai semai yang telah
menunjukkan gejala tumor maupun prolepsis, dan memotong
bagian semai yang menunjukkan tumor (apabila dimungkinkan)
atau menyingkirkan semai yang telah menunjukkan gejala
tumor dan prolepsis serta mengubur atau membakar semai
yang telah menunjukkan gejala.

38
3. Segera menyingkirkan tumor sedini mungkin untuk mencegah
pecahnya tumor dan menyebarnya serangga midge pada semai
disekitarnya atau di persemaian secara luas.
4. Gejala tumor sering terjadi pada jenis Shorea leprosulla, S.
Parvifolia, S. Ovalis dan S. seminis, sedangkan gejala prolepsis
umum terjadi pada kelompok meranti putih seperti misal S.
lamellata. Mengingat gejala tumor maupun prolepsis dapat
terbawa dan berkembang di lapangan, maka seleksi semai sehat
perlu dilakukan sebelum semai dibawa ke lapangan.
5. Perlu dilakukan pelatihan secara umum untuk mengenali dan
mengelola hama, penyakit dan gangguan lain di persemaian.

G. PENGELOLAAN OPT DI KEBUN PANGKAS


Kebun pangkas yang telah tua dan tidak terawat dengan baik justru
akan dapat mengalami banyak gangguan OPT, bahkan dapat menjadi
sarang inokulum potensial bagi hama maupun patogen yang ada di
sekitarnya. Secara umum gangguan OPT di kebun pangkas dapat
berupa: berkembangnya tumor oleh serangga midge, serangan oleh
ulat kantong, gangguan oleh serangga hama lainnya yang bersifat
musiman, seperti terlihat pada Gambar 7.

a a
c d
Gambar 7. a., b. Gejala tumor pada batang, c. Pupa lepidoptera dan d.
Kerusakan batang oleh serangga Penggerek batang di kebun
pangkas meranti

39
Pengelolaan OPT seperti pada Gambar 7 dapat dilakukan dengan:
1. Sanitasi, yaitu pembersihan lingkungan kebun pangkas dari
semua sumber inokulum OPT yang terdapat di kebun pangkas
tersebut.
2. Monitoring rutin dan peremajaan kebun pangkas yang telah tua
dan tidak produktif.

H. PENGELOLAAN OPT DI LAPANGAN

Secara umum dihutan alam tidak banyak OPT yang dapat mengganggu
tanaman meranti yang secara alami tumbuh di ekosistem hutan alam
tersebut. Namun dengan penanaman meranti baik dengan sistem
jalur maupun rumpang, beberapa OPT mulai muncul. Permasalahan
utama OPT di lapangan adalah (1) terbawanya OPT dari pembibitan
yang kemudian akan berkembang di lapangan, (2) terjadinya luka fisik
pada tanaman saat penanaman yang kemudian dapat digunakan
sebagai pintu masuk bagi hama atau patogen di lapangan, (3) teknik
penanaman yang tidak tepat dan ceroboh, (4) gangguan oleh gulma
pencekik dan pemanjat yang dapat mematikan tanaman muda di
lapangan. Berbagai masalah utama di lapangan dapat dilihat pada
Gambar 8.

Pengelolaan OPT di lapangan seperti pada Gambar 7 dapat


dilakukan dengan:
1. Tidak menanam semai yang telah menunjukkan gejala tumor,
meskipun masih gejala awal, di lapangan.
2. Menyingkirkan sumber inokulum berupa struktur serangga
maupun patogen yang ada pada pertanaman, terutama saat
tanaman masih berumur kurang dari 1 tahun di lapangan.
3. Menghindari adanya kegiatan yang menyebabkan luka fisik
pada tanaman

40
4. Menanam dengan teknik yang tepat dan dimensi penanaman
semai yang peletakannya tegak lurus dengan lobang tanam.
5. Jangan lupa membuka plastik polybag dan menghindari
penanaman pada lokasi yang tergenang.
6. Melakukan monitoring dan pengawasan intensif setiap bulan,
serta melakukan tindakan pembebasan dan pembersihan gulma
(terutama di lokasi yang sesuai untuk berkembangnya gulma),
sampai tanaman berumur 1 tahun.
7. Melakukan pembersihan pada piringan tanaman meranti,
khususnya untuk menghambat dan mencegah munculnya
gangguan oleh gulma pelilit dan pencekik.

d
c
a b

a a

e g h
g
g
Gambar 8. Berbagai gangguan di alam meliputi: a. Gall ringan, b. Gall
berat pada baatang yang di picu oleh serangga midge terbawa
dari persemaian, c. Ulat kantong dengan serangan ringan dan
musiman, d. Luka yang diikuti keluarnya blendok atau resin
yang berkembang pada batang akibat luka fisik saat awal
penanaman, e. Batang bengkok atau melengkung akibat
peletakan semai ke lubang tanam yang tidak tegak, f. Akar

41
yang melingkar (J root) akibat teknik penanaman yang tidak
tepat atau penanaman ditempat yang terbiasa tergenang air di
musim penghujan, g. Gulma pelilit atau pencekik yang dapat
merusak dan mematikan tanaman muda (kurang dari 1 tahun)
maupun h. Tanaman dewasa (lebih dari 3 tahun).

42
BAB 7
TEKNIK PEMANENAN KAYU SILIN

BAGAN ALIR PEMANENAN KAYU SILIN

Et-3  Penataan Areal Hutan

 Survey Inventarisasi Hutan dan Pemetaan Garis Kontur


Et-2 dan Lokasi Pohon
 Pembuatan Peta Garis Kontur dan Lokasi Pohon
 Perencanaan Jaringan Jalan Angkutan Hutan

 Perencanaan Pemanenan
Et-1  Konstruksi Jalan Hutan Angkutan
 Persiapan Lapangan Sebelum Pemanenan (Penandaan
Lokasi TPN, Persiapan Peralatan dan Organisasi Kerja)

 Pembuatan TPN
 Operasi Penebangan dan Pembagian Batang
 Operasi Penyaradan
Et-0
 Pengulitan, Pengukuran dan Penumpukan Kayu di TPN
 Pengangkutan Kayu
 Perbaikan Areal Pasca Panen
 Inspeksi dan Pelaporan

Et-0 = tahun waktu pemanenan kayu SILIN; (-) = tahun sebelum pemanenan kayu SILIN

43
SISTEM-SISTEM PEMANENAN KAYU SILIN

SISTEM PEMANENAN BERDASARKAN SORTIMEN KAYU YANG DIPRODUKSI

Batas
Pemotongan
Batang

= 2m
< 4m
> 4m

Full Tree Tree Length Long Wood Short Wood Pulp Wood Chips

Whole Tree
Bentuk-Bentuk Sortimen Kayu Hasil Produksi Pemanenan Kayu

SISTEM PEMANENAN BERDASARKAN ORGANISASI KERJA


DAN SORTIMEN KAYU YANG DIPRODUKSI
Me- Penyaradan Peng- Pembongkaran
No Tegakan & Jalan Sarad Muat
tode (Jalan Sarad) angkutan

1
(Assortment method)

3
Short Wood

1
Trunk Method

Elias-2/00
44
SISTEM PEMANENAN BERDASARKAN ORGANISASI KERJA
DAN SORTIMEN KAYU YANG DIPRODUKSI

Me- Penyaradan Peng- Pembongkaran


No Tegakan & Jalan Sarad Muat
tode (Jalan Sarad) angkutan

1
Tree Method

3
Part Method

1
Tree

1
Chipping Method

Elias-2/00

45
ALTERNATIF SISTEM PEMENENAN KAYU SILIN DI INDONESIA

Sistem 1. Motor Manual Short Wood System


Penebangan: chainsaw sedang atau kecil
Penyaradan: kerbau atau monorel
Muat Bongkar: manual
Pengangkutan: truk biasa (17 ton)

Sistem 2. Mechenized Short (Long) Wood System


Penebangan: chainsaw ukuran sedang.
Penyaradan: skidder atau forwarder
Muat-bongkar: loader ukuran sedang sampai kecil.
Pengangkutan darat: truk semi trailer atau truk biasa
Pengankutan air: ponton.

Sistem 3: Mechenized Tree Length System


Penebangan: chainsaw ukuran sedang
Penyaradan: fortable cable system, log fisher, rimbaka.
Muat-bongkar: Knuckle boom
Pengangkutan darat: truk semi trailer atau truk biasa,
dan pengankutan air: ponton.

Sistem 4: Mechenized Cut to Length System


Penebangan dan pembagian batang: feller buncher atau
harvester.
Penyaradan: forwarder.
Muat-Bongkar: excavator yang dilengkapi capit
Pengangkutan: truk.

46
TEKNIK PEMANENAN KAYU SILIN

PERENCANAAN PEMANENAN KAYU SILIN

RENCANA PENGELOLAAN HUTAN (RKU)

Perencanaan pemanenan kayu SILIN merupakan salah satu bagian dari


perencanaan pengelolaan hutan (RKU).
Perencanaan pemanenan kayu SILIN terdiri:
1. Perencanaan dalam RKU
2. Perencanaan dalam RKT
3. Perencanaan Pelaksanaan Pemanenan Kayu
Perencanaan dalam RKU adalah meliputi skala waktu satu rotasi
tebang terhadap seluruh areal unit kelestarian tanaman SILIN, yang
meliputi:

 Perencanaan penataan areal blok-blok RKT


 Perencanaan pembukaan wilayah hutan
 Perencanaan penataan petak-petak tiap blok RKT
 Perencanaan sistem pemanenan kayu SILIN
 Perencanaan produksi tahunan, meliputi jenis kayu, jumlah batang,
volume, dan bentuk sotimen kayu yang akan diproduksi.

RENCANA PEMANENAN KAYU DALAM RKT

Rencana pemanenan kayu dalam RKT dipersiapkan dalam bentuk

deskripsi verbal dan dalam bentuk gambar di atas peta.

Isi deskripsi verbal menjelaskan rencana kegiatan pemanenan pada RKT


yang bersangkutan dan menjelaskan rencana lokasi dan rencana kegiatan
pemanenan kayu yang digambarkan di atas peta. Peta Pemanenan Kayu yang
dipergunakan berskala sedang (1: 10 000 s.d 1: 25 000) untuk peta RKT dan
berskala besar (1: 500 s.d 1: 2 000) untuk peta petak dan blok tebang.

47
INFORMASI PENTING DALAM RKT

Infomasi penting yang diperlukan dalam perencanaan dalam RKT adalah:

1. Peta skala sedang yang meliputi seluruh areal RKT tanaman SILIN
2. Deskripsi areal RKT meliputi: lokasi, blok, subblok, petak-petak tebang, dan batas-
batas areal yang akan ditebang.
3. Peta kontur dan lokasi pohon Silin tiap petak tebang
4. Potensi hutan tanaman SILIN
5. Rencana pembukaan wilayah hutan
6. Rencana target produksi pemanenan kayu SILIN yang meliputi volume, jenis, dan
jumlah pohon yang akan dipanen.
7. Rencana pemanenan dalam tiap lokasi tebang habis tanaman SILIN
8. Rencana peralatan, tenaga kerja, dan jadwal kegiatan pemanenan kayu SILIN
9. Rencana rehabilitasi kerusakan dan pencegahan kerusakan lingkungan lebih lanjut.

INFORMASI PENTING DALAM PETA PEMANENAN KAYU SILIN

Dalam peta rencana pemanenan kayu di setiap lokasi pemanenan kayu SILIN
harus dapat memberikan informasi sebagai berikut:

 Batas-batas areal SILIN, areal non-produksi dan areal tebang pilih


 Lokasi pohon tanaman SILIN
 Garis kontur dengan interval 3-5 m
 Lokasi-lokasi yang basah (paya)
 Jaringan sungai dan alur
 Rencana jaringan jalan hutan yang sudah ada dan yang direncanakan akan
dibangun
 Rencana lokasi tempat pengumpulan kayu (TPN), jaringan jalan sarad dan arah
penyaradan
 Rencana arah rebah pohon yang akan ditebang dan arah penyaradan
 Rencana merahabilitasi kerusakan yang terjadi dan mencegah kerusakan lebih
lanjut.

48
PERENCANAAN PEMANENAN KAYU SILIN
Jalan sarad/jalur tanam
Areal hutan alam
Areal rumpang
Jalan angkutan

Areal hutan alam


TP
N Jalan sarad

TPN
Jalan angkutan
Petak Tebang SILIN Tanam Rumpang Petak Tebang SILIN Tanam Jalur

Penebangan Pemotongan Bunching

Jalan sarad
Pemuatan Penyaradan

Rencana Pemanenan Kayu & PWH


Muat-Bongkar Pengangkutan

49
PERENCANAAN LAYOUT PENEBANGAN DAN ARAH REBAH OHON

Ket:
 : Tanaman Meranti
 Jarak tanam dapat berupa 3x3 m, 5x5 m,
6x3 m atau jarak tanam lainnya

Petak Tebang Silin Tanam Rumpang Layout Rencana Arah Rebah Pohon

TPN
Jalan Angkutan

Petak Tebang Silin Tanam Jalur Layour Rencana Arah Rebah Pohon

50
PENEBANGAN POHON SILIN

Teknik penebangan pohon digunakan untuk mengendalikan arah rebah pohon.


Penebangan pohon SILIN berdiameter 20-50 cm menggunakan chainsaw
berukuran sedang atau kecil dengan panjang bilah 30-50 cm.

Penebangan terdiri dari kegiatan sebagai berikut:

 Menentukan arah dan posisi pohon rebah. Arah rebah pohon disesuaikan
dengan sistem penyaradan dan arah penyaradan kayu ke TPN.
 Merebahkan pohon dengan menggunakan teknik penebangan pohon
 Pembagian batang sesuai dengan sortimen kayu yang ingin diproduksi.

TEKNIK MEREBAHKAN POHON SESUAI ARAH REBAH

f f f
u u u
h h h
b b b

l l

Keterangan
:
H = Engsel F = Arah rebah b = Takik balas
L = Arak kecondongan U =Takik rebah
pohon

51
TEKNIK PENEBANGAN POHON

Arah rebah
pohon

2
Teknik Pemotongan Takik
1 4 Balas Pohon Ukuran Sedang
45° 3

Takik Takik
4
rebah balas Teknik Pemotongan
Takik
Balas Pohon Ukuran
Tahapan Kerja: Besar
 Pembuatan Takik Rebah
1 Buatlah potongan datar sedalam 1/4 - 1/3 Ø pohon pada ketinggian maksimum 50 cm
2 Buatlah potongan atap dengan sudut 45° terhadap potongan datar

 Pembuatan Takik Balas


3 Buatlah potongan datar dari belakang takik rebah setinggi 5 - 10 cm dari potongan datar
takik rebah
4 Tinggalkan engsel setebal 1/10 - 1/6 Ø pohon.

52
OPERASI PENYARADAN DAN PENGANGKUTAN

OPERASI PENYARADAN

Bila penyaradan dengan traktor, disarankan menggunakan skidder ukuran sedang


yang dilengkapi winch dan arch atau arch integral atau fairlead.

Hal-hal yang harus dihindari dalam operasi penyaradan adalah:

 Operasi penyaradan pada waktu hujan dan tanah masih basah


 Pada waktu melakukan penyaradan menyebabkan kerusakan pada pohon-
pohon di areal tebang pilih
 Alat penyarad masuk ke areal non-produksi dan areal hutan tebang pilih
(kecuali bila pemanenan kayu di areal SILIN dan pemanenan kayu di areal
tebang pilih dilakukan pada waktu yang sama).

PENGANGKUTAN KAYU SILIN

Terdapat 2 modus pengangkutan kayu SILIN, yaitu:

(1) Modus pengangkutan kayu lewat darat melalui jalan hutan dengan semi-trailer
dan atau truk biasa sesuai dengan sortimen kayu yang diproduksi.

(2) Modus pengangkutan kayu lewat air melalui sungai atau kanal dengan ponton
dan atau tongkang.

53
PEMILIHAN ALAT PENYARADAN BERDASARKAN TOPOGRAFI

Alternatif Alat Penyaradan Kayu Silin

Areal Datar-Landai Areal Sedang Areal Curam


(0-15%) (15-25%) (> 25%)

Monorel/Pancang Ground Cable Highlead

Traktor Skidder Skyline

Forwarder Traktor dengan Winch Chute

Manual/Kerbau, Manual/Gravitasi Manual/Gravitasi


Sapi
Skidder Logfisher/Rimbaka Logfisher/Rimbaka

Highlead Highlead Aereal

Skyline Skyline

Harvester/Feller Harvester/Feller
Buncher Buncher

54
PERALATAN PENYARADAN, MUAT-BONGKAR, DAN PENACAH KAYU

Alat Sarad
Tradisional/Manual

Gambar 7-2. Penyaradan Kayu Jati dengan Sapi di Hutan Jati di Pulau Jawa

Alat Sarad Traktor

Alat Sarad Kabel

Alat Muat Bongkar Alat Pencacah Kayu


(Cheaper)

55
PERALATAN PENGANGKUTAN KAYU

PENGANGKUTAN KAYU DENGAN TRUK

PENGANGKUTAN KAYU DENGAN PONTON

56
PERBAIKAN AREAL PASCA PANEN

REHABILTASI AREAL PASCA PANEN

Setelah kegiatan pemanenan kayu SILIN selesai, sebelum meninggalkan areal


penebangan, para crew pemanenan kayu diwajibkan merehabilitasi areal
bekas pemanenan dan mencegah kerusakan lebih lanjut.

Tindakan pencegahan kerusakan lingkungan lebih lanjut meliputi:

(1) Penutupan jalan sarad dan pembuatan sudetan pada jalan sarad
(2) Penutupan jembatan sementara yang dipergunakan pada waktu
penyaradan untuk menyeberangi alur-alur dan sungai kecil
(3) Penanaman dan penutupan areal bekas quari (tempat mengambil batu,
kerikil, dan pasir)
(4) Penanaman dan penutupan areal bekas areal pengambilan tanah dan
tempat penimbunan tanah
(5) Penanaman dan penutupan areal bekas TPN
(6) Penanaman dan penutupan lokasi bekas camp tarik
(7) Penanaman dan penutupan areal bekas tempat bengkel sementara
(8) Pembersihan bekas-bekas oli dan pelumas yang tercecer
(9) Pembersihan dan pembuangan sampah di tempat yang kering. Khusus
untuk sampah yang mengandung bahan beracun harus dikubur di tempat
kering.

57
TEKNIK PERBAIKAN AREAL TPN PASCA PANEN

Drainase
areal TPN
Penanaman areal TPN
Pengembalian
topsoil ke areal TPN

TEKNIK PEMBUATAN SUDETAN DENGAN INTERVAL 20-30 M

Sudetan

PEMBUANGAN SAMPAH DI TEMPAT KERING DAN DITUTUP

58

Anda mungkin juga menyukai