KATA PENGANTAR
ii
Semoga buku ini dapat memberikan kontribusi positif bagi
terlaksanaya implemtasi Teknik SILIN Meranti dalam mendorong
kelestarian pengelolaan hutan alam Indonesia
iii
DAFTAR ISI
Hal
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI iii
BAB 1. PERENCANAAN TAPAK SILIN 1
BAB 2. PENGADAAN BIBIT/PEMBIBITAN 8
BAB 3. PENYIAPAN LAHAN DAN PEMBUATAN LUBANG TANAM 15
BAB 4. PENANAMAN 21
BAB 5. PEMELIHARAAN 27
BAB 6. PENGELOLAAN ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN 33
(OPT) BERBASIS EKOSISTEM
BAB 7. PEMANENAN AKHIR DAUR TANAMAN SILIN 43
iv
BAB 1
PERENCANAAN TAPAK SILIN
1
Langkah-langkah Pendataan Lapangan Membuat Peta Topografi dan
Sebaran Pohon :
a. Membuat Baseline Petak dan Jalur ITSP
1.Mengambil data koordinat ( X, Y, Z ) menmggunakan GPS
2.Mengukur sejauh 20 meter atau tergantung kodisi lapangan,
apabila adanya sunga,parit,punggung maka di ukur dengan
titik tersebut.
3.Mengambil data kelerengannya menggunakan clinometer
tuliskan pada buku catatan lapangan.
4.Memperhatikan kondisi lapangan sekitar jalur pengukuran,
menggagambarkan kondisinya pada buku catatan lapangan
(Gambar 1)
2
b. Mengambil data topografi (kelerengan, azimuth, jarak datar
dan keterangan lainnya)
c. Menandai titik ikat jalur cruising per 20 meter.
d. Ikatkan jalur pada data baseline dan mengambil data
lapangan jalur.
b. Pendataan Sebaran Pohon
1. Melakukan pendataan pohon dari jalur pertama
2. Menggambarkan posisi pohon pada buku catatan
lapangan
3. Memberikan no pohon sesuai dengan no barcode yang
telah di order
4. Menggambarkan kondisi lapangan apabila ditemukan
sungai,anak sungai, batu, rawa dan bentuk alam lainnya
yang spesifik.
5. Lebih detail lihat buku catatan lapangan sebagai
berikut :
3
C. Pembuatan Peta Tophografi dan Sebaran Pohon
1. Menginput data lapangan (baseline dan jalur) pada form hitung
excel.
2. Memasukkan data koordinat UTM (X,Y dan Z) awal dan akhir
jalur.
3. Mengambil data X, Y dan Z pada form hitung program excel.
contoh form excel :
4
14. Penomoran pohon dan memasukkan data penunjang/legenda
lainnya.
15. Membuat layout peta (Gambar 4 dan 5)
Keterangan:
: Pohon diameter > 40 cm yang
ditebang
: Pohon diameter > 40 cm yang
tidak ditebang
: Pohon inti (diameter 20-39 cm)
5
D. Melakukan ground survey areal bekas tebangan untuk melihat
keterbukaan lahan akibat pemanenan sebagai calon untuk kegiatan
penanaman SILIN dengan mengacu pada peta pohon setelah
penebangan (Gambar 6).
Target Lokasi
Penanaman
meranti dalam
bentuk rumpang
dan atau jalur
Keterangan:
: Pohon diameter >
40 cm yang
ditebang
: Pohon diameter >
40 cm yang tidak
ditebang
: Pohon inti
(diameter 20-39
cm)
6
E. Menghitung luas optimum areal penanaman SILIN (Gambar 7)
7
BAB 2
TEKNIK PEMBIBITAN MERANTI
8
B. SARANA PEMBIBITAN YANG DIPERLUKAN
Sarana pembibitan untuk memenuhi kebutuhan bibit pada
penanaman operasional SILIN terletak pada unit persemaian. Fasilitas
persemaian yang diperlukan adalah :
1. Bedeng tabur, untuk mengecambahkan benih (Gambar 1)
2. Bedeng semai penumbuhan sapihan (Gambar 1)
3. Bedeng semai dengan sungkup aklimatisasi untuk cabutan (Gambar
2)
4. Bedeng semai pengerasan
5. Pondok kerja
6. Pondok pembuatan media termasuk kompos
7. Fasilitas penyiraman
Apabila IUPHHK ingin memproduksi bibit asal stek diperlukan fasilitas
tambahan berupa:
1. Kebun pangkas (Gambar 3)
2. Rumah produksi stek (Gambar 4)
9
Gambar 3. Kebun pangkas meranti
10
C. PERBANYAKAN GENERATIF
Perbanyakan generatif adalah perbanyakan tanaman yang
berasal dari biji. Pembungaan dan pembuahan meranti terkendala oleh
periodisitas pembungaan yang tidak teratur (Ashton, 1998), dan
benihnya tidak dapat disimpan dalam jangka panjang (recalcitrant)
(Sasaki, 1980). Oleh sebab itu teknik pengadaan bibit meranti secara
vegetatif memiliki peranan vital pada saat biji tidak tersedia.
Perbanyakan generatif meranti dapat dilakukan dengan
mengecambahkan biji dan menggunakan cabutan anakan alam.
11
C2. Pembibitan meranti asal cabutan
Cabutan anakan alam dapat dikumpulkan dari lantai hutan
pada area yang telah ditunjuk untuk pengumpulan seperti halnya pada
pengumpulan biji. Area pengumpulan dapat berupa kawasan tegakan
benih, area produksi benih dan kebun benih. Bibit cabutan dibungkus
dengan pelepah pisang atau plastik dan bagian akarnya diberi media
tanah basah seperti pada Gambar 6. Selanjutnya bibit cabutan siap
untuk diangkut ke persemaian
Penyemaian bibit cabutan harus melalui proses adaptasi dalam
sungkup plastik transparan yang ditempatkan pada bedeng semai
(Gambar 7). Periode aklimatisasi berbeda antar jenisnya yang berkisar
1 sampai 24 bulan.
12
D. PERBANYAKAN VEGETATIF
Perbanyakan vegetatif merupakan teknik pebayakan tanaman
yang diperoleh dari organ vegetatif tanaman seperti batang dan tunas
pucuk. Teknik perbanyakan vegetatif meranti yang umum digunakan
adalah stek pucuk.
Badan Litbang Kehutanan bekerjasama dengan Komatsu Ltd.
telah pengembangan teknik stek yang sederhana dan ekonomis. Teknik
tersebut dinamakan KOFFCO system akronim dari Komatsu – FORDA
Fog Cooling system. Sistim ini mengatur temperatur pada rumah kaca
yaitu dengan pendingin kabut (fog-cooling system) (Gambar 8).
Komponen utama sistem ini adalah pompa air, nozel dan termostat.
Sistem ini bekerja secara otomatis bila temperatur dalam rumah kaca
mencapai 300C (Sakai & Subiakto, 1997; Subiakto & Sakai, 1997).
13
ditempatkan dalam sungkup plastik pada rumah kaca dengan sistim
pendinginan kabut.
14
BAB 3
PENYIAPAN LAHAN DAN PEMBUATAN LUBANG TANAM
A. PENGERTIAN
1. Penyiapan lahan merupakan kegiatan menyiapkan lahan sesuai
dengan sistem silvikultur yang digunakan agar pertumbuhan
tanaman optimal, yang meliputi pembuatan peta rencana
penanaman dengan memperhatikan arah jalur tanam, jarak
antar jalur, kawasan sempadan sungai dan rawa, dan jalan
angkutan.
2. Lubang tanam adalah lubang yang dibuat dengan ukuran
tertentu pada jalur penanaman/rumpang untuk penanaman
bibit.
3. Jalur tanam adalah jalur yang dipersiapkan untuk penanaman.
4. Jalur antara adalah jalur hutan alam di antara dua jalur tanam.
5. Rumpang adalah areal terbuka di dalam hutan alam.
6. Antar rumpang adalah areal hutan alam di antara rumpang.
7. Ajir adalah patok kayu yang pada bagian uungnya diberi tanda
warna untuk ditancapkan pada jalur penanaman sebagai tanda
posisi lubang tanam yang akan dibuat
C. PERSIAPAN PELAKSANAAN
1. Persiapan satuan kerja.
a) Regu kerja kegiatan penyiapan lahan dan pembuatan lubang
tanam terdiri dari pekerja dengan pembagian tugas
diantaranya yaitu ketua tim (merangkap sebagai pencatat);
15
pemegang kompas; perintis jalur; pembuat/penyiang jalur;
pencari ajir dan pemasang ajir; pembuat lubang tanam; dan
penjaga pondok kerja
b) Regu kerja pelaksaanaan kegiatan ini dipimpin oleh tenaga
kerja teknis kehutanan khususnya yang telah mendapat
pelatihan pembinaan hutan.
2. Persiapan peralatan.
a) Mempersiapkan peta kerja dengan skala 1:5.000 atau
1:10.000
b) Terpal plastik serta peralatan camping lainya;
c) Kompas dan Clinometer;
d) Meteran saku;
e) Tali tambang sepanjang 25 meter;
f) Meteran 50 meter;
g) Buku ekspedisi dan ATK yang dibutuhkan;
h) Parang, kapak, Chainsaw;
i) Alat Pelindung Diri (APD) sesuai dengan SOP yang berlaku;
j) Cangkul;
D. PELAKSANAAN KEGIATAN
1. Penetapan lokasi kegiatan
Lokasi kegiatan merupakan lokasi yang telah ditentukan
sebelumnya pada peta kerja dengan skala 1:5.000 atau 1:10.000.
Lokasi penyiapan lahan berupa areal petak yang kegiatan
penebangannya telah selesai. Pemilihan tapak jalur dilakukan
pada areal dengan kelerengan maksimum 25%, berdrainase baik
dan mudah terjangkau.
2. Pelaksanaan di lapangan dengan pola jalur
a) Penandaan tiap jalur dilakukan terlebih dahulu menggunakan
patok yang disertai dengan keterangan nomor petak dan
nomor jalur tanam untuk memudahkan pengecekan kembali.
16
b) Pembuatan jalur tanam
(1) Membersihkan jalur tanam selebar 3 – 5 meter (1.5 – 2.5 m
kiri – kanan poros jalur tanam) dengan cara membebaskan
jalur tersebut dari tegakan tinggal, semak, liana dan perdu
serta mempertahankan pohon-pohon yang termasuk dalam
kategori jenis pohon komersial, dilindungi dan langka.
Perintisan dapat dilakukan secara manual
(2) Jarak tanam dalam jalur 2.5 – 5 m jarak datar
(3) Jarak antar sumbu jalur tanam adalah 20 m dengan lebar
jalur antara sebesar 15 – 17 m yang berfungsi untuk
mempertahankan keanekaragaman flora dan fauna. Jalur
antara merupakan jalur yang tidak dibersihkan atau
dibiarkan sesuai dengan kondisi alaminya.
(4) Jalur tanam dibuat dengan arah utara-selatan atau tegak
lurus kontur dan dimulai dari masing-masing batas petak
ukur
c) Pembuatan dan pemasangan ajir
(1) Ajir terbuat dari bahan bambu atau bahan kayu dengan
panjang ±1.5 m dengan bagian pangkal dibuat runcing
untuk memudahkan penancapan
(2) Pada jalur tanam selebar 3 – 5 m, dipasang ajir yang telah
disiapkan dengan jarak antara ajir selebar 2.5 – 5 m.
(3) Setiap 20 ajir dilakukan pengecetan pada ujung ajir dan
diberi label (bila perlu, no. petak, no. jalur) untuk
memudahkan kegiatan monitoring.
d) Pembuatan lubang tanam
(1) Pada sebelah kiri tempat ajir, dibuat lubang tanaman
berukuran 40 cm x 40 cm x 30 cm. Posisi lubang tanam
dibuat secara konsisten atau tetap (tidak berubah) agar
alur tanam dapat dipertahankan
(2) Pada lubang tanam diberikan humus/kompos secukupnya
(3) Lubang tanam dibuat ±1 minggu sebelum penanaman
17
(4) Apabila di dekat ajir dalam radius 1 m terdapat
permudaaan alami jenis tanaman komersial (meranti
uggul) maka di tempat tersebut tidak perlu dibuat lubang
tanam.
3. Pelaksanaan di lapangan dengan pola rumpang
a) Penandaan tiap areal rumpang dilakukan terlebih
menggunakan patok yang disertai dengan keterangan nomor
petak dan nomor blok rumpang untuk memudahkan
pengecekan kembali
b) Pembuatan jalur tanam
(1) Luas setiap rumpang yang digunakan maksimum 2 ha.
(2) Lakukan pembersihan dari semak beluar dan jenis-jenis
non komersial pada rumpang-rumpang yang akan
ditanami.
(3) Apabila ditemui di lapangan jenis pohon komersial (jenis
meranti atau dari kelompok Dipterocarpa lainnya) dengan
diameter ≥20 cm, pohon dilindungi dan pohon langka tetap
dipertahankan.
(4) Jalur tanam yang dapat digunakan pada pola ini ialah 3 x
3 m; 5 x 5 m; atau 6 x 3 m.
c) Pembuatan dan pemasangan ajir
(1) Ajir terbuat dari bahan bambu atau bahan kayu dengan
panjang ±1,5 m dengan bagian pangkal dibuat runcing
untuk memudahkan penancapan
d) Pembuatan lubang tanam
(1) Pada sebelah kiri tempat ajir, dibuat lubang tanaman
berukuran 40 cm x 40 cm x 30 cm. Posisi lubang tanam
harus dilakukan secara konsisten agar alur tanam dapat
dipertahankan
(2) Pada lubang tanam diberikan humus/kompos secukupnya
serta ditutupi top soil gembur
(3) Lubang tanam dibuat ±1 minggu sebelum penanaman
18
(4) Apabila di dekat ajir dalam radius 30 cm terdapat
permudaaan alami jenis tanaman niagawi (meranti nuggul)
maka ditempat tersebut tidak perlu dibuat lubang tanam
19
2. Skema pola rumpang
20
BAB 4
PENANAMAN MERANTI
A. PENGERTIAN
1. Penanaman merupakan kegiatan regenerasi buatan berupa
memindahkan bibit dari persemaian ke lahan yang telah
disiapkan dilanjutkan dengan menanam bibit tersebut ke dalam
lubang tanam yang telah disiapkan. Bibit dapat berupa hasil
pembiakan generatif maupun vegetatif.
2. Pengangkutan bibit merupakan kegiatan pengepakan dan
mengangkut bibit siap tanam ke lokasi penanaman, termasuk
kegiatan pemeliharaan bibit selama proses pengangkutan,
penyimpanan sementara dan distribusi ke petak penanaman.
C. PERSIAPAN PELAKSANAAN
1. Persiapan satuan kerja
a) Regu kerja kegiatan penanaman terdiri dari pekerja dengan
pembagian tugas diantaranya yaitu ketua tim (merangkap
sebagai pencatat); pengecer bibit dan penanam bibit
b) Regu kerja pelaksaanaan kegiatan ini dipimpin oleh tenaga
kerja teknis kehutanan khususnya yang telah mendapat
pendidikan/pelatihan pembinaan hutan.
2. Persiapan peralatan
a) Mempersiapkan peta kerja dengan skala 1:5.000 atau
1:10.000
b) Mempersiapkan peta penyiapan lahan
c) Terpal plastik serta peralatan camping lainya;
21
d) Kompas;
e) Buku ekspedisi dan ATK yang dibutuhkan;
f) Parang;
g) Cangkul;
h) Alat Pelindung Diri (APD) sesuai dengan SOP yang berlaku;
i) Alat pengangkut bibit, bisa berupa tas, plastik, bak, atau yang
lainnya.
D. PELAKSANAAN KEGIATAN
1. Hitung kebutuhan bibit yang akan ditanm dengan jumlah
ditambah 20% untuk keperluan sulaman.
2. Jenis tanaman yang digunakan adalah jenis-jenis dari famili
dipterocarpaceae, seperti Shorea leprosula, S. parvifolia, S.
johorensis, S. platyclados, S. macrophylla, dan S. stenoptera
3. Periksa dan seleksi terlebih dahulu bibit yang akan digunakan
untuk kegiatan penanaman. Kriteria yang umum digunakan
dalam seleksi bibit diantaranya yaitu tidak rusak (patah pucuk,
patah batang, terdapat luka, dll) dan bebas dari hama penyakit;
memiliki batang tunggal, kuat; memiliki pertumbuhan cabang
yang simetris; sistem perakaran sehat dan tidak mengalami
kerusakan atau gangguan; media bibit cukup kompak dan
perakaran bibit telah menyatu dengan media; tinggi bibit minimal
30 cm; memiliki daun minimal 10 helai.
A B B B
Gambar 1 Pemilihan bibit yang baik (a) dan bibit tidak baik (b)
22
5. Kegiatan inti penanaman meliputi kegiatan pengangkutan bibit
dan penanaman bibit
6. Pengangkutan bibit
a) Sebelum bibit diangkut dan dikirim ke lahan siap tanam, bibit
harus disiram terlebih dahulu untuk menjaga
kelembabannya.
b) Upayakan pengangkutan dilakukan pada cuaca tidak panas
(misal pagi atau sore hari) serta menggunakan peralatan dan
kendaraan yang menjamin.
c) Teknik muat bongkat bibit dari/ke alat angkut, tingkat
goncangan selama angkutan, seleksi dan pengepakan bibit,
semua harus dilakukan secara hati-hati untuk menghindari
adanya kerusakan bibit
d) Bibit dapat dikemas menggunakan kotak untuk memudahkan
pengangkutan.
7. Penanaman bibit
a) Penanaman dilakukan disaat hujan cukup banyak dan
merata. Waktu penanaman sebaiknya dilakukan pada pagi
atau sore hari untuk mengurangi tingkat stress bibit akibat
sinar matahari. Bibit disiram terlebih dahulu sebelum
ditanam.
b) Lakukan pengeceran bibit dengan memilih bibit yang sehat
pada setiap ajir.
23
Gambar 3 Cara pengangkutan bibit yang salah
24
Gambar 4 Pembuatan lubang tanam dan penanaman (Barkah 2009).
25
E. PENGOLAHAN DATA DAN PELAPORAN
1. Ketua tim melakukan rekapitulasi data hasil kegiatan
penanaman untuk setiap petak kerja (100 ha). Rekapitulasi
memuat total tanaman yang ditanam di jalur ataupun rumpang
2. Rekapitulasi pada tiap jalur/rumpang memuat no jalur
tanam/no rumpang, jenis tanaman, jumlah tanaman, anakan
alam, ajir yang ada/tanpa tanaman dan total tanaman
3. Laporan monitoring harian kegiatan penanaman (juga mencakup
penyiapan lahan)
4. Kegiatan penanaman dipetakan dengan bentuk cetakan digital
5. Pelaporan harus ditandatangani oleh manager pembinaan hutan
yang bersangkutan
26
BAB 5
PEMELIHARAAN TANAMAN MERANTI
A. PENGERTIAN
1. Pemeliharaan tanaman adalah pekerjaan perawatan tanaman
dengan cara membersihkan jalur penanaman, membunuh gulma
dan pohon penaung, menebas rumput sepanjang jalur
penanaman, dan menyulam tanaman mati. Pemeliharaan
tanaman terdiri atas pemeliharaan awal tahun pertama, kedua
dan ketiga setelah penanaman (Pt+1,2,3) dan pemeliharaan
lanjutan setelah tahun kelima (Pt+ 5 ke atas).
2. Penyiangan adalah kegiatan pemeliharaan tanaman muda
dengan cara membebaskan tanaman pokok dari tumbuhan
pengganggu.
3. Penyulaman adalah kegiatan pemeliharaan tanaman dengan cara
mengganti tanaman yang mati/berpenyakit
4. Pendangiran adalah kegiatan pemeliharaan dengan cara
menggemburkan tanah di sekeliling tanaman
5. Penjarangan adalah kegiatan pemeliharaan tegakan dengan cara
mengurangi kerapatan pohon untuk mendapatkan ruang
tumbuh optimal.
6. Penjarangan tajuk/pembebasan adalah penjarangan yang
dilakukan untuk membuang penaung dan pendesak tajuk
tanaman pokok
7. Penyaing adalah pohon bukan tanaman pokok yang tajuknya
menaungi atau mendesak tajuk tanaman pokok
B. MAKSUD DAN TUJUAN
1. Menciptakan kondisi tempat tumbuh dengan mempertahankan
jumlah tanaman dan meningkatkan laju pertumbuhan (riap)
tanaman pokok.
27
2. Membebaskan tanaman pokok dari berbagai bentuk gangguan
tumbuhan pengganggu dan menyulam tanaman yang mati
dengan bibit yang sehat
C. PERSIAPAN PELAKSANAAN
1. Persiapan satuan kerja
a) Regu kerja kegiatan pemeliharaan awal (Pt+1,2,3) terdiri dari
pekerja dengan pembagian tugas diantaranya yaitu ketua tim
(merangkap sebagai pencatat); penyiang; pendangir dan
pemberi mulsa; penyulam tanaman; pembantu umum
b) Regu kerja kegiatan pemeliharaan lanjutan (Pt+ 5 ke atas)
terdiri dari pekerja dengan pembagian tugas diantaranya yaitu
ketua tim (merangkap sebagai pencatat); penebas belukar
atau pohon penyaing sekitar tanaman pokok; penyiang
sekaligus membuat piringan; pembantu umum
c) Regu kerja pelaksaanaan kegiatan ini dipimpin oleh tenaga
kerja teknis kehutanan khususnya yang telah mendapat
pendidikan pembinaan hutan.
2. Persiapan peralatan
a) Pemeliharaan awal (Pt+1,2,3)
(1) Peta kerja skala 1:5.000 atau 1:10.000;
(2) Peta hasil kegiatan penanaman
(3) Terpal plastik serta peralatan camping lainya;
(4) Kompas;
(5) Parang/kapak;
(6) Buku ekspedisi dan ATK yang dibutuhkan;
(7) Cangkul;
(8) Alat pengangkut bibit untuk penyulaman
(9) Alat Pelindung Diri (APD) sesuai dengan SOP yang berlaku;
28
(3) Terpal plastik serta peralatan camping lainya;
(4) Kompas;
(5) Parang/kapak atau chainsaw bila diperlukan;
(6) Buku ekspedisi dan ATK yang dibutuhkan;
(7) Cangkul;
(8) Alat Pelindung Diri (APD) sesuai dengan SOP yang berlaku;
29
b) Pada waktu pemeriksaan tanaman, dilakukan sensus
tanaman yang mati/diserang hama dan penyakit/merana,
dan diberi tanda pada ajir tersebut.
c) Penyulaman dilakukan dengan cara mengganti tanaman-
tanaman yang mati atau merana tersebut dengan tanaman
sehat.
d) Penyulaman menggunakan bibit dari persemaian, dan
usahakan memiliki umur yang hampir sama dengan tanaman
yang terdapat di lapangan. Namun apabila ketersediaan bibit
dengan umur yang sama tidak ada, dapat digunakan bibit
yang memiliki tinggi dan ukuran tidak jauh berbeda.
e) Usahakan mengganti jenis tanaman yang sama antara yang
mati di lapangan dan yang terdapat di persemaian
f) Penyulaman dilakukan pada musim hujan (sama dengan
kegiatan penanaman).
5. Pendangiran dan pemulsaan
a) Pendangiran dilakukan pada radius 1 meter atau selebar
piringan tanaman pokok.
b) Pendangiran bertujuan untuk menggemburkan tanah di
sekitar tanaman pokok.
c) Kegiatan pendangiran dilakukan hingga tahun ketiga.
d) Tahapan pendangiran yaitu dengan mencangkuli sekitar
tanaman sebesar diameter piringan. Usahakan dilakukan
secara hati-hati karena dikhawatirkan proses pencangkulan
akan mengenai akar.
e) Setelah pendangiran, dilakukan pemulsaan sebesar diameter
piringan. Mulsa yang digunakan adalah daun-daun kering
atau lebih baik lagi apabila ditemukannya humus disekitar
jalur penanaman.
30
E. PELAKSANAAN KEGIATAN PEMELIHARAAN LANJUTAN (Pt+ 5 ke
atas)
1. Mengecek kembali patok sumbu pada tiap jalur atau rumpang di
lapangan yang rusak dan hilang, dan segera lakukan perbaikan
terhadap patok-patok tersebut.
2. Waktu pemeliharaan lanjutan ialah ketika umur tanaman lebih
dari 5 tahun dimana tanaman pokok telah saling bersaing satu
sama lain, begitu juga pohon-pohon yang berada di jalur antara.
3. Pada pemeliharaan lanjutan kegiatan yang dilakukan ialah
penjarangan tanaman pokok
4. Penjarangan.
a) Menebang tanaman pokok yang sakit, cacat ataupun
berukuran lebih kecil diantara yang lain
b) Terhadap pohon penyaing yang terdapat di jalur antara,
memiliki diameter lebih besar dan nilai ekonomis yang
rendah yang berpotensi menggangu tanaman pokok juga
dilakukan penebangan.
c) Tajuk tanaman pokok harus terbebas dari pohon penyaing
atau pendesak
d) Penjarangan dilakukan secara bertahap dengan rentang 5
tahun atau lebih
5. Pengamatan dan pencatatan
a) Yang perlu diamati dan dicatat pada daftar ukur adalah:
(1) Lokasi pemeliharaan pada pola tanam jalur ataupun
rumpang (nomor petak, tahun penebangan)
(2) Jenis dan jumlah bibit sulaman pada masing-masing petak
ukur beserta informasi jalur/rumpangnya. Jumlah
tanaman pokok yang dijarangi atau dibebaskan juga
diinformasikan (pada pemeliharaan lanjutan).
(3) Hari orang kerja (HOK) yang digunakan
(4) Data-data lain yang berkaitan dengan kegiatan
pemeliharaan, kumpulkan data selengkap mungkin.
31
F. PENGOLAHAN DATA DAN PELAPORAN
1. Ketua tim melakukan rekapitulasi kegiatan pemeliharaan,
memuat total tanaman yang dipelihara, tanaman hidup, tanaman
mati, serta persentasenya pada jalur/rumpang. Jika dibutuhkan
juga dilakukan rekapitulasi terhadap tanaman sakit.
2. Rekapitulasi kegiatan pemeliharaan tanaman pada tiap
jalur/rumpang memuat no jalur tanam/no rumpang, jenis
tanaman, jumlah tanaman yang hidup dan mati, dan jumlah
tanaman yang dijarangi (pada pemeliharaan lanjutan).
3. Laporan monitoring harian kegiatan pemeliharaan
4. Rincian biaya pemeliharaan
5. Peta kegiatan pemeliharaan dipetakan dengan bentuk cetakan
digital
6. Pelaporan harus ditandatangani oleh manager pembinaan hutan
yang bersangkutan
32
BAB 6
PENGELOLAAN ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN (OPT)
BERBASIS EKOSISTEM
33
3. Melakukan pembersihan gulma di persemaian, kebun pangkas
dan areal penanaman untuk mendukung kesehatan bibit dan
tanaman pokok.
4. Melakukan seleksi bibit sehat sebelum penanaman
5. Tidak memasang lampu yang terang disekitar persemaian, agar
tidak mengundang datangnya serangga hama.
6. Melakukan monitoring rutin di persemaian, kebun pangkas dan
areal penanaman untuk deteksi dini adanya serangan OPT
potensial.
7. Melakukan tindakan pengendalian yang diperlukan dengan
memperhatikan kelestarian ekosistem setempat.
a
b c
34
Gambar 1. a. Semai yang berjamur akibat sungkup yang lembab, b.
Daun dan c. Batang meranti merah yang berjamur akibat
kondisi bedeng yang terlampau lembab.
a b
Gambar 2. Batang semai meranti merah yang ditumbuhi a. lumut
kerak dan b. Lumut hijau akibat kondisi bedeng yang
terlampau lembab dan media semai yang telah sangat
memadat.
a b c d
e f g h
i j k l
Gambar 3. Gejala kerusakan daun oleh jamur di persemaian. a., b.,
c., e., f., g., h., i., j. Gejala bercak daun oleh berbagai jamur
patogen, d, gejala oleh jamur embun jelaga, k., f., gejala
kelainan semai oleh jamur dan virus.
35
D. PENGELOLAAN PENYAKIT DENGAN GEJALA SEPERTI
GAMBAR 1, 2 DAN 3 DAPAT DILAKUKAN DENGAN:
1. Melakukan monitoring secara rutin untuk mengetahui kapan
gejala tersebut muncul dan berkembang.
2. Eradikasi langsung yaitu memetik dan menyingkirkan daun
yang telah menunjukkan gejala, serta menyingkirkan semai yang
telah mati.
3. Menyingkirkan semai yang menunjukkan gejala kelainan dari
persemaian
4. Mengupayakan agar peletakan semai tidak terlalu rapat dan
meningkatkan aerasi serta menjaga kondisi lingkungan
persemaian agar tidak terlampau lembab.
5. Melakukan sanitasi untuk menjamin persemaian tetap bersih
dan sehat.
a b c
d e f
36
g h i
Gambar 4. Serangan hama di persemaian meliputi : a., b., c., kutu
daun, d., e. Ulat dau, f. Serangga penghisap airan daun ,
g.,h.,i., bermacam bentuk ulat kantung di persemaian
a b c d
37
e f g h
Gambar 5. Gejalatumor padasemai yang dipicu oleh adanya infeksi
serangga midge dan virus. a., b. tumor berbentuk buah dan
durian, c., d., larva dan telur serangga midge didalam tumor pad
apucuk, daun dan ranting, e. bentuk malformasi dan
pembentukan bunga palsu, f. bunga palsu yang telah busuk dan
kering berisi serangga midge pada pucuk, g.,h. tumor pada batang
a b
Gambar 6. Gejala prolepsis pada a. batang, b. ruas dan buku semai
meranti
38
3. Segera menyingkirkan tumor sedini mungkin untuk mencegah
pecahnya tumor dan menyebarnya serangga midge pada semai
disekitarnya atau di persemaian secara luas.
4. Gejala tumor sering terjadi pada jenis Shorea leprosulla, S.
Parvifolia, S. Ovalis dan S. seminis, sedangkan gejala prolepsis
umum terjadi pada kelompok meranti putih seperti misal S.
lamellata. Mengingat gejala tumor maupun prolepsis dapat
terbawa dan berkembang di lapangan, maka seleksi semai sehat
perlu dilakukan sebelum semai dibawa ke lapangan.
5. Perlu dilakukan pelatihan secara umum untuk mengenali dan
mengelola hama, penyakit dan gangguan lain di persemaian.
a a
c d
Gambar 7. a., b. Gejala tumor pada batang, c. Pupa lepidoptera dan d.
Kerusakan batang oleh serangga Penggerek batang di kebun
pangkas meranti
39
Pengelolaan OPT seperti pada Gambar 7 dapat dilakukan dengan:
1. Sanitasi, yaitu pembersihan lingkungan kebun pangkas dari
semua sumber inokulum OPT yang terdapat di kebun pangkas
tersebut.
2. Monitoring rutin dan peremajaan kebun pangkas yang telah tua
dan tidak produktif.
Secara umum dihutan alam tidak banyak OPT yang dapat mengganggu
tanaman meranti yang secara alami tumbuh di ekosistem hutan alam
tersebut. Namun dengan penanaman meranti baik dengan sistem
jalur maupun rumpang, beberapa OPT mulai muncul. Permasalahan
utama OPT di lapangan adalah (1) terbawanya OPT dari pembibitan
yang kemudian akan berkembang di lapangan, (2) terjadinya luka fisik
pada tanaman saat penanaman yang kemudian dapat digunakan
sebagai pintu masuk bagi hama atau patogen di lapangan, (3) teknik
penanaman yang tidak tepat dan ceroboh, (4) gangguan oleh gulma
pencekik dan pemanjat yang dapat mematikan tanaman muda di
lapangan. Berbagai masalah utama di lapangan dapat dilihat pada
Gambar 8.
40
4. Menanam dengan teknik yang tepat dan dimensi penanaman
semai yang peletakannya tegak lurus dengan lobang tanam.
5. Jangan lupa membuka plastik polybag dan menghindari
penanaman pada lokasi yang tergenang.
6. Melakukan monitoring dan pengawasan intensif setiap bulan,
serta melakukan tindakan pembebasan dan pembersihan gulma
(terutama di lokasi yang sesuai untuk berkembangnya gulma),
sampai tanaman berumur 1 tahun.
7. Melakukan pembersihan pada piringan tanaman meranti,
khususnya untuk menghambat dan mencegah munculnya
gangguan oleh gulma pelilit dan pencekik.
d
c
a b
a a
e g h
g
g
Gambar 8. Berbagai gangguan di alam meliputi: a. Gall ringan, b. Gall
berat pada baatang yang di picu oleh serangga midge terbawa
dari persemaian, c. Ulat kantong dengan serangan ringan dan
musiman, d. Luka yang diikuti keluarnya blendok atau resin
yang berkembang pada batang akibat luka fisik saat awal
penanaman, e. Batang bengkok atau melengkung akibat
peletakan semai ke lubang tanam yang tidak tegak, f. Akar
41
yang melingkar (J root) akibat teknik penanaman yang tidak
tepat atau penanaman ditempat yang terbiasa tergenang air di
musim penghujan, g. Gulma pelilit atau pencekik yang dapat
merusak dan mematikan tanaman muda (kurang dari 1 tahun)
maupun h. Tanaman dewasa (lebih dari 3 tahun).
42
BAB 7
TEKNIK PEMANENAN KAYU SILIN
Perencanaan Pemanenan
Et-1 Konstruksi Jalan Hutan Angkutan
Persiapan Lapangan Sebelum Pemanenan (Penandaan
Lokasi TPN, Persiapan Peralatan dan Organisasi Kerja)
Pembuatan TPN
Operasi Penebangan dan Pembagian Batang
Operasi Penyaradan
Et-0
Pengulitan, Pengukuran dan Penumpukan Kayu di TPN
Pengangkutan Kayu
Perbaikan Areal Pasca Panen
Inspeksi dan Pelaporan
Et-0 = tahun waktu pemanenan kayu SILIN; (-) = tahun sebelum pemanenan kayu SILIN
43
SISTEM-SISTEM PEMANENAN KAYU SILIN
Batas
Pemotongan
Batang
= 2m
< 4m
> 4m
Full Tree Tree Length Long Wood Short Wood Pulp Wood Chips
Whole Tree
Bentuk-Bentuk Sortimen Kayu Hasil Produksi Pemanenan Kayu
1
(Assortment method)
3
Short Wood
1
Trunk Method
Elias-2/00
44
SISTEM PEMANENAN BERDASARKAN ORGANISASI KERJA
DAN SORTIMEN KAYU YANG DIPRODUKSI
1
Tree Method
3
Part Method
1
Tree
1
Chipping Method
Elias-2/00
45
ALTERNATIF SISTEM PEMENENAN KAYU SILIN DI INDONESIA
46
TEKNIK PEMANENAN KAYU SILIN
47
INFORMASI PENTING DALAM RKT
1. Peta skala sedang yang meliputi seluruh areal RKT tanaman SILIN
2. Deskripsi areal RKT meliputi: lokasi, blok, subblok, petak-petak tebang, dan batas-
batas areal yang akan ditebang.
3. Peta kontur dan lokasi pohon Silin tiap petak tebang
4. Potensi hutan tanaman SILIN
5. Rencana pembukaan wilayah hutan
6. Rencana target produksi pemanenan kayu SILIN yang meliputi volume, jenis, dan
jumlah pohon yang akan dipanen.
7. Rencana pemanenan dalam tiap lokasi tebang habis tanaman SILIN
8. Rencana peralatan, tenaga kerja, dan jadwal kegiatan pemanenan kayu SILIN
9. Rencana rehabilitasi kerusakan dan pencegahan kerusakan lingkungan lebih lanjut.
Dalam peta rencana pemanenan kayu di setiap lokasi pemanenan kayu SILIN
harus dapat memberikan informasi sebagai berikut:
48
PERENCANAAN PEMANENAN KAYU SILIN
Jalan sarad/jalur tanam
Areal hutan alam
Areal rumpang
Jalan angkutan
TPN
Jalan angkutan
Petak Tebang SILIN Tanam Rumpang Petak Tebang SILIN Tanam Jalur
Jalan sarad
Pemuatan Penyaradan
49
PERENCANAAN LAYOUT PENEBANGAN DAN ARAH REBAH OHON
Ket:
: Tanaman Meranti
Jarak tanam dapat berupa 3x3 m, 5x5 m,
6x3 m atau jarak tanam lainnya
Petak Tebang Silin Tanam Rumpang Layout Rencana Arah Rebah Pohon
TPN
Jalan Angkutan
Petak Tebang Silin Tanam Jalur Layour Rencana Arah Rebah Pohon
50
PENEBANGAN POHON SILIN
Menentukan arah dan posisi pohon rebah. Arah rebah pohon disesuaikan
dengan sistem penyaradan dan arah penyaradan kayu ke TPN.
Merebahkan pohon dengan menggunakan teknik penebangan pohon
Pembagian batang sesuai dengan sortimen kayu yang ingin diproduksi.
f f f
u u u
h h h
b b b
l l
Keterangan
:
H = Engsel F = Arah rebah b = Takik balas
L = Arak kecondongan U =Takik rebah
pohon
51
TEKNIK PENEBANGAN POHON
Arah rebah
pohon
2
Teknik Pemotongan Takik
1 4 Balas Pohon Ukuran Sedang
45° 3
Takik Takik
4
rebah balas Teknik Pemotongan
Takik
Balas Pohon Ukuran
Tahapan Kerja: Besar
Pembuatan Takik Rebah
1 Buatlah potongan datar sedalam 1/4 - 1/3 Ø pohon pada ketinggian maksimum 50 cm
2 Buatlah potongan atap dengan sudut 45° terhadap potongan datar
52
OPERASI PENYARADAN DAN PENGANGKUTAN
OPERASI PENYARADAN
(1) Modus pengangkutan kayu lewat darat melalui jalan hutan dengan semi-trailer
dan atau truk biasa sesuai dengan sortimen kayu yang diproduksi.
(2) Modus pengangkutan kayu lewat air melalui sungai atau kanal dengan ponton
dan atau tongkang.
53
PEMILIHAN ALAT PENYARADAN BERDASARKAN TOPOGRAFI
Skyline Skyline
Harvester/Feller Harvester/Feller
Buncher Buncher
54
PERALATAN PENYARADAN, MUAT-BONGKAR, DAN PENACAH KAYU
Alat Sarad
Tradisional/Manual
Gambar 7-2. Penyaradan Kayu Jati dengan Sapi di Hutan Jati di Pulau Jawa
55
PERALATAN PENGANGKUTAN KAYU
56
PERBAIKAN AREAL PASCA PANEN
(1) Penutupan jalan sarad dan pembuatan sudetan pada jalan sarad
(2) Penutupan jembatan sementara yang dipergunakan pada waktu
penyaradan untuk menyeberangi alur-alur dan sungai kecil
(3) Penanaman dan penutupan areal bekas quari (tempat mengambil batu,
kerikil, dan pasir)
(4) Penanaman dan penutupan areal bekas areal pengambilan tanah dan
tempat penimbunan tanah
(5) Penanaman dan penutupan areal bekas TPN
(6) Penanaman dan penutupan lokasi bekas camp tarik
(7) Penanaman dan penutupan areal bekas tempat bengkel sementara
(8) Pembersihan bekas-bekas oli dan pelumas yang tercecer
(9) Pembersihan dan pembuangan sampah di tempat yang kering. Khusus
untuk sampah yang mengandung bahan beracun harus dikubur di tempat
kering.
57
TEKNIK PERBAIKAN AREAL TPN PASCA PANEN
Drainase
areal TPN
Penanaman areal TPN
Pengembalian
topsoil ke areal TPN
Sudetan
58