Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PRAKTIKUM

PEMANENAN HASIL HUTAN


ACARA III
PEMBUATAN RENCANA TRASE JALAN SARAD
DAN JALAN ANGKUTAN

Disusun oleh:
Nama : Jeffy Immanuel Gunadi
NIM : 20/455346/KT/09194
Co-Ass : Irawan Sulaksono
Shift : Rabu, pukul 15.30 WIB

LABORATORIUM PEMANENAN HASIL HUTAN


DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2022
ACARA III
PEMBUATAN RENCANA TRASE JALAN SARAD
DAN JALAN ANGKUTAN

I. TUJUAN
Tujuan dari praktikum ini adalah:
1. mempelajari cara-cara pembuatan rencana trase jalan angkutan dengan
peta topografi;
2. membuat rencana trase jalan angkutan di atas peta topografi;
3. mempelajari cara-cara pembuatan rencana trase jalan sarad dengan peta
potensi tegakan; dan
4. membuat trase jalan sarad di atas peta potensi tegakan.

II. DASAR TEORI


Kegiatan pemanenan hasil hutan, khususnya hasil hutan berbentuk
kayu merupakan rangkaian kegiatan kompleks yang melibatkan banyak
sektor dalam kegiatan penebangan hingga kegiatan pada tempat
pengumpulan kayu di sekitar area pemanenan atau jauh di tempat industri
penggergajian. Proses yang dilakukan dalam kegiatan pemanenan ini
diharuskan sesuai dengan pedoman RIL atau reduce impact logging yang
merupakan pedoman dari sistem pemanenan kayu yang diterapkan di
seluruh dunia dengan melakukan pendekatan sistematis dalam perencanaan,
pemantauan, dan evaluasi demi tercapainya kesempurnaan praktik
pembuatan jalan, penebangan, dan pembuatan sistem penyaradan yang
kompleks pada kawasan yang akan dipanen (Elias, Applegate, Kartawinata,
Machfudh, & Klassen, 2001). Dengan diterapkannya pembalakan
berdampak rendah ini, diharapkan hal-hal berdampak baik untuk
pemanenan masa kini dan masa yang akan datang, seperti peningkatan
efisiensi pembalakan, penurunan kerusakan atau tingkat kerusakan terhadap
tegakan tinggal yang terjadi karena manuver alat berat, peningkatan
penerimaan pasar dan produktivitas hutan khususnya pada produk kayu,
dan meningkatkan dukungan terhadap proyek pemanenan dari berbagai
pihak (Subarudi, Alviya, Salaka, & Salminah, 2018).
Salah satu kegiatan dalam rangkaian kegiatan pemanenan hasil hutan
adalah kegiatan penyaradan atau skidding. Menurut (Simmond, 1951) dalam
(DeArmond, Ferraz, & Higuchi, 2021), penyaradan merupakan kegiatan
pemindahan log atau kayu gelondong dari titik penebangan hingga ke lokasi
pengumpulan dengan melintasi permukaan tanah. Perlunya penyaradan
yang berpedoman pada RIL karena menurut (Suhartana & Yuniawati, 2019)
kegiatan penyaradan yang dilakukan pada hutan alam pada umumnya
menimbulkan kerusakan yang besar dengan produktivitas hutan yang
cenderung kecil. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan
jalan sarad adalah sebagai berikut:
1. jalur-jalur mampu menjangkau lokasi seluruh pohon yang akan
ditebang;
2. jarak sarad rata-rata minimal, perlu pula diperhatikan penentuan letak
TPN (landing);
3. meminimalkan kerusakan lingkungan, misalnya jalur direncanakan
pada tertawa atau lokasi dengan kerapatan pohon inti atau permudaan
relatif jarang; dan
4. Kelerengan jalan sarad diusahakan sesuai dengan kemampuan mendaki
alat sarad (gradebility), untuk mengurangi pekerjaan penggusuran dan
penimbunan dalam membuka jalur sarad (Mintari, 2020).
Selain itu, lokasi dimana TPn (tempat pengumpulan kayu sementara)
dibangun juga menjadi salah satu pertimbangan dalam pembuatan jalan
sarad karena TPn akan menjadi tujuan akhir dari jalan sarad ini sebelum
beralih menjadi jalan angkutan yang menjadi jalur transportasi kayu dari
TPn menuju tempat pengolahan atau penimbunan kayu selanjutnya.
Menurut (Suhartana & Yuniawati, 2019), produktivitas dan biaya
pemanenan kayu pada suatu kawasan hutan dipengaruhi oleh karakteristik
tegakan dan kayu, volume, jenis spesies, kondisi cabang, topografi, keadaan
lingkungan yang mencakup: iklim, suhu, dan kelembaban, jarak tempuh
alat, diameter setinggi dada, serta volume kayu yang diangkut.
III. ALAT DAN BAHAN
Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah sebagai
berikut:
1. peta topografi (peta kontur);
2. peta potensi tegakan;
3. peta pohon;
4. kertas kalkir;
5. busur derajat;
6. penggaris; dan
7. alat tulis.

IV. CARA KERJA


Pada pembuatan rencana trase jalan angkutan, langkah-langkah yang
digunakan adalah:

Dicetak peta topografi pada kertas kalkir, peta potensi tegakan


1 dengan kertas hvs, kemudian dilakukan overlay peta topografi
pada peta potensi tegakan.

Digambar jalan utama dari pojok kiri atas ke pojok kanan


2 bawah pada kertas kalkir yang telah di-overlay, dengan
ketentuan panjang maksimal 4 cm dan kemiringan maksimal
10%.

Digambar jalan cabang di antara segmen jalan utama, dengan


3 ketentuan panjang maksimal 3 cm dan kemiringan maksimal
15%.
Digambar jalan ranting di antara segmen jalan cabang, dengan
4 ketentuan panjang maksimal 2,4 cm dan kemiringan maksimal
18%.

Dari rencana trase jalan sarad yang sudah disusun, dihitung VI,
5 HE lapangan, slope, dan jarak lapangan menggunakan rumus.

Pada praktikum acara III ini, dilakukan dua kali praktik yaitu pembuatan
rencana trase jalan angkut dan pembuatan trase jalan sarad (metode dot
grid). Pada pembuatan jalan angkut, langkah pertama yang dilakukan adalah
mencetak peta kontur pada kertas kalkir dan peta potensi tegakan pada
kertas hvs atau kertas yang tidak tembus pandang kemudian menggambar
garis-garis yang ada pada peta potensi tegakan di peta kontur dengan metode
overlay. Kemudian, digambarkan jalan utama dari pojok kiri atas peta
hingga pojok kanan bawah peta dengan ketentuan panjang segmen tidak
lebih dari 4 cm dan kemiringan maksimal adalah 10%, digambarkan juga
jalan cabang di antara segmen jalan utama dengan panjang tiap segmen tidak
lebih dari 2,4 cm dan kemiringan maksimal 15%, serta jalan ranting di
antara segmen jalan cabang dengan kemiringan maksimum 18% dan
panjang maksimum 2,4 cm. Dari tiap-tiap jalan yang sudah digambar,
dihitung VI, HE lapangan, slope, serta jarak lapangan dari masing-masing
segmen jalan dengan menggunakan rumus:
Penyebut skala
a. VI = 2000
HE peta × penyebut skala peta
b. HE lapangan = 100
𝐴 × 𝑉𝐼
c. Slope (%) = × 100%
HE lapangan

d. Jarak lapangan = √(A × V)2 + (HE peta)2

Pada pembuatan rencana trase jalan sarad dengan metode dot grid, langkah-
langkah yang digunakan adalah:
Dibuat blok-blok persegi berukuran 2 cm × 2 cm pada peta
1 pohon dengan garis terluar blok berhimpit dengan batas terluar
kawasan. Kemudian, diberikan nama berupa angka secara
membujur dan huruf secara melintang

Dihitung jumlah pohon komersial yang ada pada setiap blok,


2 kemudian dihitung dot grid dari suatu blok dengan bantuan
Microsoft Excel.

Dari hasil yang telah di dapatkan, digambarkan dot grid pada


3 peta pohon dan dihubungkan ke jalan utama dengan syarat
membentuk sudut sebesar 90°.

Langkah kedua yang digunakan pada praktikum ini adalah membuat


rencana trase jalan sarad dengan metode dot grid. Langkah pertama yang
dilakukan adalah mencetak peta pohon pada kertas HVS, kemudian
menggambar blok-blok persegi berukuran 2 cm × 2 cm pada peta pohon
dengan garis terluar blok berimpitan dengan batas area terluar. Kemudian
diberikan nama secara melintang berupa huruf (A, B, C, dst.) dan secara
membujur berupa angka (0, 1, 2, dst.). Pemberian nama ini ditempatkan di
luar blok yang sudah dibuat. Langkah selanjutnya adalah menghitung
jumlah pohon komersial di setiap blok dan dihitung dot grid dari hasil
tersebut dengan menggunakan rumus:
∑ xi × fi
DG =
∑ fi
Hasil dari perhitungan ini menjadi hasil dari dot grid yang dicari. Kemudian
digambarkan dot grid sesuai dengan posisinya pada peta pohon dan ditarik
garis lurus dengan sudut yang berhimpit dari jalan utama sebesar 90°.
V. HASIL
Pembuatan rencana trase jalan sarad dan jalan angkut menghasilkan hasil berupa data, sebagai berikut:
Tabel 1. Data rencana pembuatan trase jalan angkut
HE HE
Slope Jarak
Segmen Status jalan A (n) VI A x VI Peta Lapangan Keterangan
(%) lapangan (m)
(cm) (m)
1 Jalan utama 3 12,5 37,5 4 1000 3,75 1.000,70288 Tidak melewati sungai
2 Jalan utama 1 12,5 12,5 3 750 1,7 750,10416 Tidak melewati sungai
2.1 Jalan cabang 3 12,5 37,5 3 750 5 750,93691 Tidak melewati sungai
2.2 Jalan cabang 5 12,5 62,5 3 750 8,3 752,59966 Tidak melewati sungai
3 Jalan utama 5 12,5 62,5 4 1000 6,25 1.001,95122 Melewati sungai
4 Jalan utama 6 12,5 75,0 3,5 875 8,6 878,20840 Tidak melewati sungai
4.1 Jalan cabang 6 12,5 75,0 3 750 10 753,74067 Tidak melewati sungai
4.2 Jalan cabang 1 12,5 12,5 2,5 625 2 625,12499 Tidak melewati sungai
4.2.1 Jalan ranting 2 12,5 25,0 2 500 5 500,62461 Tidak melewati sungai
5 Jalan utama 5 12,5 62,5 4 1000 6,25 1.001,95122 Tidak melewati sungai
6 Jalan utama 2 12,5 25,0 2 500 5 500,62461 Melewati sungai

Contoh perhitungan:
Penyebut skala 25000
1. VI = = = 12,5
2000 2000
HE peta × penyebut skala peta
2. HE lapangan = 100
3 × 25000
Segmen 2 = = 750 m
100
2 × 25000
Segmen 4.2.1 = = 500 m
100
4 × 25000
Segmen 5 = = 1000 m
100
𝐴 × 𝑉𝐼
3. Slope (%) = × 100%
HE lapangan
5 × 12,5
Segmen 2.2 = × 100% = 8,3 %
750
5 × 12,5
Segmen 3 = × 100% = 6,25 %
1000
2 × 12,5
Segmen 4.2.1 = × 100% = 5 %
500

4. Jarak lapangan = √(A × V)2 + (HE peta)2

Segmen 1 = √(3 × 12,5)2 + (4)2 = 1.0000,7 m

Segmen 2.1 = √(3 × 12,5)2 + (3)2 = 750,9 m

Segmen 4,2,1 = √(2 × 12,5)2 + (2)2 = 500,6 m


Tabel 2. Data perhitungan dot grid untuk pembuatan rencana trase jalan
sarad
Blok xi fi xi.fi Dot grid Dot grid x2 Pola jalur sarad
1 0 0
2 0 0
3 0 0
A 4 0 0 0 0 -
5 0 0
6 0 0
Σ 0 0
1 0 0 Pola tanduk rusa,
2 0 0 karena sesuai
3 2 6 diterapkan pada hutan
B 4 6 24 4,8 9,5 alam dengan sistem
5 2 10 tebangan tebang-pilih,
6 6 36 dengan areal yang
Σ 16 76 datar hingga landai
1 1 1 Pola tanduk rusa,
2 5 10 karena sesuai
3 6 18 diterapkan pada hutan
C 4 5 20 4,0 7,9 alam dengan sistem
5 10 50 tebangan tebang-pilih,
6 4 24 dengan areal yang
Σ 31 123 datar hingga landai
1 3 3 Pola tanduk rusa,
2 6 12 karena sesuai
3 3 9 diterapkan pada hutan
D 4 4 16 3,6 7,2 alam dengan sistem
5 4 20 tebangan tebang-pilih,
6 5 30 dengan areal yang
Σ 25 90 datar hingga landai
1 0 0 Pola tanduk rusa,
2 3 6 karena sesuai
3 6 18 diterapkan pada hutan
E 4 4 16 3,6 7,3 alam dengan sistem
5 2 10 tebangan tebang-pilih,
6 2 12 dengan areal yang
Σ 17 62 datar hingga landai
1 0 0
2 0 0 Pola tanduk rusa,
karena sesuai
3 6 18
F 4,5 9,0 diterapkan pada hutan
4 5 20
alam dengan sistem
5 6 30 tebangan tebang-pilih,
6 6 36
dengan areal yang
Σ 104
23 datar hingga landai
1 0 0 Pola tanduk rusa,
2 0 0 karena sesuai
3 0 0 diterapkan pada hutan
G 4 7 28 4,9 9,8 alam dengan sistem
5 6 30 tebangan tebang-pilih,
6 5 30 dengan areal yang
Σ 18 88 datar hingga landai
1 0 0 Pola tanduk rusa,
2 0 0 karena sesuai
3 0 0 diterapkan pada hutan
H 4 4 16 5,1 10,2 alam dengan sistem
5 7 35 tebangan tebang-pilih,
6 6 36 dengan areal yang
Σ 17 87 datar hingga landai
1 0 0 Pola tanduk rusa,
2 0 0 karena sesuai
3 0 0 diterapkan pada hutan
I 4 1 4 5,2 10,3 alam dengan sistem
5 8 40 tebangan tebang-pilih,
6 3 18 dengan areal yang
Σ 12 62 datar hingga landai
1 0 0 Pola tanduk rusa,
2 0 0 karena sesuai
3 0 0 diterapkan pada hutan
J 4 3 12 5,2 10,4 alam dengan sistem
5 5 25 tebangan tebang-pilih,
6 6 36 dengan areal yang
Σ 14 73 datar hingga landai

Contoh perhitungan:
∑ xi × fi
DG =
∑ fi
90
1. Blok D = = 3,6
29
87
2. Blok H = = 5,1
17
73
3. Blok J = = 5,2
14
VI. PEMBAHASAN
Pemanenan hasil hutan merupakan serangkaian kegiatan kompleks
yang terdiri atas penebangan, penyaradan, pengangkutan, serta pemuatan
kayu atau log yang bertujuan untuk mengubah pohon berdiri menjadi pohon
rebah dan dipotong menjadi gelondong atau log dengan ukuran tertentu
untuk mempermudah pengangkutan menuju lokasi pengolahan kayu, baik
pengolahan primer maupun pengolahan sekunder. Pemanenan kayu
membutuhkan waktu yang cukup lama dan biaya yang cukup besar selama
rangkaian kegiatannya sehingga diperlukan teknik-teknik dan perencanaan
dalam tahapan pra-pemanenan, juga tetap berdasarkan pedoman reduce
impact logging atau RIL. Pada praktikum ini dibahas bagian dari
pemanenan hasil hutan yang berupa penyaradan dan pengangkutan.
Kegiatan penyaradan merupakan kegiatan pemindahan kayu dari
lokasi penebangan menuju lokasi penimbunan kayu sementara atau yang
biasa disebut dengan TPn. Kegiatan ini memiliki berbagai macam metode
yang mana pemilihan metode ini dipengaruhi oleh kondisi medan dan lahan,
serta volume kayu yang akan diangkut. Salah satu bentuk gangguan terbesar
dalam pemanenan hasil hutan adalah kerusakan tanah akibat alat berat atau
pun hal yang lainnya. Penyaradan ini adalah salah satu yang memiliki
dampak kerusakan berupa kerusakan tegakan tinggal, kerusakan tanah,
pemadatan tanah, dan lain-lain yang disebabkan oleh pembukaan jalan
dengan menggunakan alat berat atau pun manuver dan pergerakan alat berat
itu sendiri sehingga perlu perencanaan yang matang agar dampak kerusakan
yang ditimbulkan oleh kegiatan ini tidak terlalu parah.
Kegiatan pengangkutan merupakan kegiatan yang sama dengan
penyaradan, hanya saja jalan angkutan biasanya lebih panjang dari pada
jalan sarad dan memiliki kondisi yang lebih bagus daripada jalan atau jalur
sarad. Jalan angkut biasanya berawal dari TPn menuju tempat pengolahan
kayu sehingga alat transportasi maupun bentuk kegiatannya cukup berbeda
dengan penyaradan. Jalan angkutan dapat menentukan efisiensi hasil
apabila dipandang dari segi pengeluaran yang digunakan untuk jalan
dibandingkan dengan pendapatan yang diperoleh dari hasil pemanenan.
Prinsip pembuatan jalan angkut dan jalan sarad adalah jalan harus
dibuat dengan perencanaan yang baik dan matang agar efisiensi biaya
pengangkutan, pembuatan serta pemeliharaan jalan dapat tercapai, serta
jalan harus dibuat sedemikian rupa sehingga jarak transportasi menjadi
sependek mungkin dan jalan harus dilewatkan pada daerah-daerah yang
potensi tegakannya tinggi. Sehingga dapat dirumuskan beberapa
persyaratan yang perlu dipenuhi dalam pembuatan jalan sarad dan jalan
angkut, sebagai berikut:
a. jalan angkut dan jalan sarad tidak melewati areal hutan lindung atau
hutan konservasi;
b. jalan sarad sedekat mungkin dengan jalan angkut;
c. jalan angkut dan jalan sarad dibuat selurus mungkin dengan kontur;
d. jalan angkut dan jalan sarad harus menghindari tempat yang curam, dan
tanah tidak stabil;
e. jalan angkut dan jalan sarad sebisa mungkin tidak memotong aliran
sungai; dan
f. pembuatan jalan meminimalkan pekerjaan tanah.
Pada rencana trase jalan angkut, hal-hal yang harus diketahui adalah
segmen, jenis jalan, jumlah kontur (n), Vertikal Interval (VI), Horizontal
Ekuivalen (HE) peta dan lapangan, jarak lapangan, slope (%), dan
keterangan yang ada. Vertikal Interval semua segmen sama yaitu 12,5 yang
diperoleh dari perbandingan faktor skala dengan angka 2000. Panjang
maksimal HE peta untuk ketiga jenis jalan (jalan utama, jalan cabang, dan
jalan ranting) berturut-turut adalah 4 cm untuk jalan utama, 3 cm untuk jalan
cabang, dan 2,4 cm untuk jalan ranting. Dari hasil penghitungan yang telah
dilakukan sudah mampu membatasi jalan-jalan yang telah dibuat sesuai HE
peta yang telah ditentukan dan juga HE lapangan tidak melebihi batas yang
diperbolehkan. Selain itu, untuk Slope (%) pada jalan utama sebesar 10%,
untuk jalan cabang sebesar 15%, dan untuk jalan ranting sebesar 18%.
Untuk penghitungan slope yang telah dilakukan didapatkan sudah
memenuhi syarat atau tidak melebihi batas yang ditentukan.
Pada HPH Suka-suka peta potensi A3 dan peta kontur C1, dibuat
rencana trase jalan angkut, sehingga di dapatkan hasil berupa jalan dari
petak A hingga ke petak O. Pada segmen 1, jarak jalan pada peta adalah 4
cm, jarak lapangan 1000 m, slope 3,75%, dan jumlah kontur yang dilewati
adalah 3. Segmen 2, jarak jalan pada peta adalah 3 cm, jarak lapangan 750
m, slope 1,7%, dan jumlah kontur yang dilewati adalah 1. Segmen 3, jarak
jalan pada peta adalah 4 cm, jarak lapangan 1000 m, slope 6,25%, dan
jumlah kontur yang dilewati adalah 5. Segmen 4, jarak jalan pada peta
adalah 3,5 cm, jarak lapangan 875 m, slope 8,6%, dan jumlah kontur yang
dilewati adalah 6. Segmen 5, jarak jalan pada peta adalah 4 cm, jarak
lapangan 1000 m, slope 6,25%, dan jumlah kontur yang dilewati adalah 5.
Segmen 6, jarak jalan pada peta adalah 2 cm, jarak lapangan 500 m, slope
5%, dan jumlah kontur yang dilewati adalah 2. Dibuat juga jalan cabang di
antara segmen 2 dan 3 jalan utama, serta segmen 4 dan 5 jalan utama dengan
hasil segmen 2.1 jarak jalan pada peta adalah 3 cm, jarak lapangan 750 m,
slope 5%, dan jumlah kontur yang dilewati adalah 3. Segmen 2.2, jarak jalan
pada peta adalah 3 cm, jarak lapangan 750 m, slope 8,3%, dan jumlah kontur
yang dilewati adalah 5. Segmen 4.1, jarak jalan pada peta adalah 3 cm, jarak
lapangan 750 m, slope 10%, dan jumlah kontur yang dilewati adalah 6.
Segmen 4.2, jarak jalan pada peta adalah 2,5 cm, jarak lapangan 625 m,
slope 2%, dan jumlah kontur yang dilewati adalah 1. Jalan ranting hanya
terdapat di antara segmen jalan cabang 4.1 dan 4.1 dengan hasil segmen
4.2.1 dengan jarak jalan pada peta 2 cm, jarak lapangan 500 m, slope 5%,
dan jumlah kontur yang dilewati adalah 2. Pada peta ini, segmen 3 dan
segmen 6 terpaksa melewati sungai dikarenakan tidak ada jalan lain yang
tidak dilewati oleh sungai karena sungai membujur dan membelah petak
menjadi dua bagian. Total petak yang dilewati oleh jalan ini adalah 8 petak,
yaitu A, E, I, J, K, M, N, dan O.
Pada peta pohon HPH Suka-suka disusun rencana pembuatan trase jalan
sarad dengan metode dot grid, yang melibatkan jumlah pohon komersial dan
banyaknya blok yang dibuat. Dari data, diketahui bahwa blok yang terdapat
pohon komersial adalah blok B, C, D, E, F, G, H, I, dan J. Dengan jumlah
total pohon komersial dan hasil perhitungan dot grid berurutan: 16 dan 4,8;
31 dan 4,0; 25 dan 3,6; 17 dan 3,6; 24 dan 4,5; 18 dan 4,9; 17 dan 5,1; 12
dan 5,2; serta 14 dan 5,2. Dari hasil ini dapat diketahui bahwa jumlah total
pohon komersial yang ada di HPH Suka-suka adalah 173 pohon dengan
jumlah terbanyak berada pada blok C. Lokasi titik dot grid yang menjadi
hasil perhitungan juga diketahui tidak terlalu jauh dari jalan utama, hanya
saja pada blok B, dot grid yang terbentuk melewati dua blok dikarenakan
posisi pohon komersial yang berada pada blok tersebut. Pola jalan sarad
yang digunakan pada area ini adalah pola tanduk rusa karena sesuai
diterapkan pada hutan alam dengan sistem tebangan tebang-pilih, dengan
areal yang datar hingga landai. Tetapi pada teorinya, pola pembuatan jalan
sarad dibagi menjadi pola pararel, pola sunburn, pola daun semanggi, dan
pola tanduk rusa. Pola paralel dengan ciri jalan sarad terpendek hanya
sampai cabang , diterapkan pada sistem tebang habis, areal datar sampai
landai, dan biasanya untuk hutan alam. Pola sunburn dengan ciri wilayah
dikelilingi perbukitan, diterapkan pada sistem tebang habis dan pola daun
semanggi dengan ciri ada hambatan seperti bukit, rawa kecil, gundukan dan
pegunungan kecil, diterapkan pada sistem tebang pilih, areal lebih curam,
dan biasanya untuk hutan tanaman
Pemilihan pola tanduk rusa didasarkan atas jalan sarad pendek dan
cenderung datar-landai serta pada areal hutan tanaman. Pemilihan pola
tanduk rusa juga didasarkan atas kondisi tegakan yang tidak terlalu
menyebar sehingga pola tanduk rusa sangat cocok untuk diterapkan. Arah
sarad sebaiknya menuruni bukit (berdasarkan gravitasi) sehingga beban
sarad seolah-olah bertambah ringan, sehingga traktor sarad dapat lebih
lancar jalannya dan lebih cepat sampai tujuan. Selain itu, rute jalan sarad
harus dilewatkan pada lokasi yang banyak pohon yang akan ditebang agar
kegiatan dapat dilakukan secara efektif dan efisien. Untuk melewatkan areal
potensial tadi, salah satu cara adalah dengan menggunakan peta hasil
cruising sedemikian rupa sehingga dengan metode titik berat sebuah garis
rute jalan sarad dapat direncanakan. Titik berat merupakan titik
keseimbangan sempurna atau sebuah pusat distribusi berat yang dibuat pada
peta persebaran pohon.

VII. KESIMPULAN
Dari praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa:
1. Pembuatan rencana trase jalan angkut dan jalan sarad dibuat dengan
menggunakan peta topografi dan peta potensi tegakan. Cara yang
dilakukan yaitu pertama-tama dilakukan pengamatan terhadap skala
peta, vertical interval (VI), horizontal equivalent (HE) pada peta
topografi yang digunakan. Selanjutnya diperhatikan syarat slope jalan
yang akan dibuat. Dalam menggambar jalan angkutan perlu
diperhatikan juga kontur, potensi petak yang akan diambil, dan syarat-
syarat lainnya.
2. Syarat pembuatan rencana trase jalan angkutan adalah: jalan utama
mempunyai panjang maksimal 4 cm dan slope < 10%; jalan cabang
mempunyai panjang maksimal 3 cm dan slope < 15%; dan jalan ranting
mempunyai panjang maksimal 2,4 cm dan slope < 18%. Sehingga pada
rencana trase jalan angkutan HPH Suka-suka, terdapat enam (6) segmen
jalan utama, empat (4) segmen jalan cabang, dan satu (1). Segmen jalan
utama dengan kemiringan tertinggi ada pada segmen 4 dengan
kemiringan sebesar 8,6%, sedangkan kemiringan terendah ada pada
segmen 2 dengan kemiringan sebesar 1,7%. Kemiringan jalan cabang
tertinggi ada pada segmen 4.1 dengan kemiringan 10% dan kemiringan
terendah ada pada segmen 4.2 dengan besar kemiringan 2%.
3. Pembuatan rencana trase jalan sarad dengan metode dot grid, dilakukan
dengan mencari titik berat dari setiap blok dengan membuat blok
berbentuk persegi dengan ukuran 2 cm × 2 cm pada peta potensi pohon,
kemudian diberi penomoran tertentu dari atas ke bawah dan kiri ke
kanan. Kemudian dilakukan perhitungan jumlah pohon komersial yang
terletak pada satu bujur blok dan dihitung titik berat dengan mengalikan
jumlah pohon komersial dengan blok dan dibagi dengan total pohon
pada satu blok. Pada HPH Suka-suka, terdapat titik berat pada enam (6)
segmen dan 10 blok serta jumlah total pohon komersial adalah 173
pohon, yang tersebar pada: blok B (16 pohon), blok C (31 pohon), blok
D (25 pohon), blok E (17 pohon), blok F (23 pohon), blok G (18 pohon),
blok H (17 pohon), blok I (12 pohon), dan blok J (14 pohon)
VIII. DAFTAR PUSTAKA
DeArmond, D., Ferraz, J., & Higuchi, N. (2021). Natural Recovery of Skid
Trails: A Review. Canadian Science Publishing, 51(7), 948-961.

Elias, Applegate, G., Kartawinata, K., Machfudh, & Klassen, A. (2001).


Pedoman Reduce Impact Logging Indonesia. Bogor: Center for
International Forestry Research (CIFOR).

Mintari, L. D. (2020). Skripsi. Pengaruh Jarak Sarad, Volume Sarad dan


Kemiringan Jalan Sarad terhadap Produktivitas Penyaradan di PT.
Toba Pulp Lestarii, Tbk. Sektor Habinsaran. Medan: Fakultas
Kehutanan, Universitas Sumatera Utara.

Subarudi, Alviya, I., Salaka, F., & Salminah, M. (2018). Reduce Impact
Logging - Carbon (RIL-C): Kunci Sukses Pengelolaan Hutan Lestari
dan Penurunan Emisi. Policy Brief, 12(17), 1-4.

Suhartana, S., & Yuniawati. (2019). Produktivitas Penebangan dan


Penyaradan Kayu di Hutan Alam (Studi Kasus PT. Karya Lestari).
Jurnal Hutan Tropis, 7(3), 325-333.

Suhartana, S., & Yuniawati. (2019). Teknik Penyaradan RIL Guna


Meningkatkan Produktivitas serta Meminimalkan Biaya Produksi
dan Kerusakan Lingkungan (Studi Kasus di PT INHUTANI II
Malinau). Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea, 8(2), 113-123.
LAMPIRAN

Lampiran 1. Hasil pembuatan rencana trase jalan angkut

Lampiran 2. Hasil pembuatan rencana trase jalan sarad dengan metode dot grid
Lampiran 3. Hasil tangkapan layar halaman judul dan bagian yang disitasi dari
jurnal Natural Recovery of Skid Trails: A Review

Lampiran 4. Hasil tangkapan layar halaman judul dan bagian yang disitasi dari buku
Pedoman Reduce Impact Logging Indonesia

Lampiran 5. Hasil tangkapan layar halaman judul dan bagian yang disitasi dari
skripsi Pengaruh Jarak Sarad, Volume Sarad dan Kemiringan Jalan
Sarad terhadap Produktivitas Penyaradan di PT. Toba Pulp Lestarii,
Tbk. Sektor Habinsaran.
Lampiran 6. Hasil tangkapan layar halaman judul dan bagian yang disitasi dari
jurnal Reduce Impact Logging - Carbon (RIL-C): Kunci Sukses
Pengelolaan Hutan Lestari dan Penurunan Emisi.

Lampiran 7. Hasil tangkapan layar halaman judul dan bagian yang disitasi dari
jurnal Produktivitas Penebangan dan Penyaradan Kayu di Hutan Alam
(Studi Kasus PT. Karya Lestari)
Lampiran 8. Hasil tangkapan layar halaman judul dan bagian yang disitasi dari
jurnal Teknik Penyaradan RIL Guna Meningkatkan Produktivitas
serta Meminimalkan Biaya Produksi dan Kerusakan Lingkungan
(Studi Kasus di PT INHUTANI II Malinau)

Anda mungkin juga menyukai