Disusun oleh:
Nama : Jeffy Immanuel Gunadi
NIM : 20/455346/KT/09194
Co-Ass : Irawan Sulaksono
Shift : Rabu, pukul 15.30 WIB
I. TUJUAN
Tujuan dari praktikum ini adalah:
1. mempelajari cara pemilihan metode kerja dan peralatan yang sesuai
kebutuhan dengan menggunakan analisis Break Even Point (BEP); dan
2. mampu menginterpretasikan hasil perhitungan Break Even Point (BEP).
Ditentukan biaya tetap dan biaya variabel yang ada pada satu
2 fase kegiatan pemanenan
Langkah pertama yang dilakukan pada praktikum ini adalah mencari artikel
penelitian berupa jurnal atau yang lainnya yang berisi tentang waktu
dilaksanakannya kegiatan pemanenan hasil hutan. Kemudian, tiap-tiap data
dalam kegiatan pemanenan, yaitu penebangan, penyaradan, bongkar muat,
dan pengangkutan di rekap dan dikelompokkan untuk mengetahui biaya
tetap dan biaya variabel. Total dari kedua biaya tersebut dapat digunakan
sebagai bahan perhitungan volume kerja dan biaya yang akan dibutuhkan,
kemudian hasil dari perhitungan tersebut dibuat grafik break-even untuk
mengetahui dibutuhkan atau tidak membeli atau mengontrak alat pada satu
kegiatan pemanenan. Data acara sebelumnya yang digunakan pada acara ini
adalah data jatah tebang pada acara IV.
V. HASIL
Hasil dari praktikum ini adalah analisis break-even pada setiap
kegiatan pemanenan yang meliputi penebangan, penyaradan, muat-bongkar,
dan pengangkutan sehingga dapat diketahui hubungan antara volume
produksi, biaya produksi, serta laba ataupun rugi atau langkah yang harus
dilakukan suatu perusahaan dalam menyikapinya. Grafik dan hasil analisis
terlampir pada data.
Contoh perhitungan pada bagian penebangan;
a. Depresiasi
Harga perolehan 15.000.000
= = = Rp3.000.000/tahun
life time 5
g. TC beli
= (n × (TVC × Q)) + (n × TFC)
= (15 × (2.092 × 148.000)) + (15 × 30.050.000)
= 5.095.637.077
h. TC kontrak
= Q × harga kontrak
= 148.000 × 75.000
= 11.100.000.000
i. Q BEP
n × FC beli 15 × 30..050.000
= = = 10.334,656
VC kontrak × (n × VC beli) 75.000 × (15 × 2.092)
= Rp4.675.000/m3
VI. PEMBAHASAN
Pada praktikum pemanenan hasil hutan acara V, dibahas tentang
salah satu hal penting dalam kegiatan pemanenan hasil hutan yaitu cara
mengetahui kebutuhan dari suatu perusahaan pemanenan apakah sudah
cukup untuk melaksanakan kegiatan dalam jangka waktu tertentu atau
belum. Alat-alat yang digunakan dalam pemanenan hasil hutan memiliki
spesifikasi yang berbeda-beda, sehingga membutuhkan kecermatan dalam
memilih dan mengombinasikan alat tersebut sesuai dengan kebutuhan.
Maka dari hal itu, diperlukan analisis untuk menentukan kombinasi dan
keputusan yang tepat dalam pengusahaannya. Pada praktikum ini pemilihan
alat lebih didasarkan pada aspek ekonomi yaitu dengan analisis break-even.
Analisis break-even adalah suatu cara atau suatu teknik yang
digunakan untuk mengetahui tingkat volume hasil atau output tingkat
keuntungan sebesar nol atau impas. Penentuan untuk membeli atau
memborong didasarkan pada analisis BEP. Analisis BEP bertujuan untuk
mengetahui hubungan antara volume produksi, biaya produksi dan laba atau
rugi perusahaan. Fungsi Q BEP (nilai BEP) adalah untuk dasar pengambilan
keputusan. Apabila Q BEP lebih kecil dari jatah tebang yang belum
terselesaikan, maka diputuskan membeli alat, apabila Q BEP lebih besar
dari jatah tebang yang belum terselesaikan maka diputuskan untuk
diborongkan, sedangkan jika Q BEP = 0, maka diputuskan tidak membeli
maupun memborong, karena alat yang ada sudah mencukupi kebutuhan.
Selain itu fungsi Q BEP adalah sebagai dasar merancang kegiatan
operasional dalam usaha mencapai laba tertentu, serta mengendalikan
kegiatan operasional yang berjalan (planning).
Biaya operasional produksi adalah seluruh biaya yang
dikeluarkan untuk menjalankan proses produksi. Biaya yang dikeluarkan
oleh pengelola terdiri dari biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap
(variable cost). Biaya tetap (fixed cost) merupakan suatu biaya yang
konstan (tetap) dalam total tanpa mempertimbangkan berbagai
perubahan tingkat aktivitas dalam suatu kisaran relevan tertentu. Apabila
suatu biaya tetap dinyatakan menurut biaya per unit, maka biaya tersebut
akan berubah secara terbalik dengan tingkat aktivitas. Pada praktikum ini,
biaya tetap berupa depresiasi, upah tetap operator, upah tetap helper, pajak
dan asuransi. Biaya variabel yang ada dalam praktikum ini adalah bahan
bakar minyak, pelumas, suku cadang, ban, upah variabel operator dan upah
variabel helper.
Unsur-unsur rencana pemanenan, meliputi tempat, waktu kegiatan,
pelaksanaan, teknik pelaksanaan, dan landasan atau dasar-dasar penyusunan
rencana. Setelah membuat rencana pemanenan, langkah selanjutnya
dilakukan penebangan. Rencana pemanenan hasil hutan menurut waktu dan
tempat terdiri atas lima (5) macam kegiatan, yaitu penebangan, pemuatan,
penyaradan, pemuatan, pembongkaran dan pengangkutan. Berdasarkan
acara taksiran produksi transportasi diketahui bahwa jatah tebangan sebesar
147.713,44 m3/tahun. Jatah tebang tersebut juga dipakai dalam analisis BEP
dan penentuan alat atau metode
Dari hasil yang didapat, data telah diamati dan dibuat rencana
pemanenan dengan menghitung dispersi dengan membagi harga perolehan
dengan life time. Kemudian dicari harga masing-masing variabel dengan
membagi harga per jam dengan prestasi kerja. Untuk variabel bahan bakar
pengangkutan dilakukan dengan mengalikan biaya variabel dengan 2 dikali
dengan jarak tempuh dan dibagi dengan kapasitas truk. Kemudian dicari
TVC dengan jumlah keseluruhan biaya atau biaya total. TVC secara berurut-
turut dari proses penebangan, penyaradan, muat, bongkar dan pengangkutan
yaitu Rp2.092/m3; Rp8.473/m3; Rp2.679/m3; Rp2.864/m3; dan
Rp22.724/m3. Kemudian dicari BEP dan TC beli TC kontrak pada masing-
masing kegiatan. Diperoleh TFC dari tiap kegiatan yang berbeda-beda,
mulai dari penebangan, penyaradan, pemuatan, pembongkaran hingga
pengangkutan secara berurutan adalah Rp30.050.000/tahun ;
Rp687.500.000/ tahun; Rp495.000.000/tahun; Rp495.000.000/tahun; dan
Rp.440.500.000/ tahun. Kemudian diketahui biaya kontrak yang dibutuhkan
pada tiap kegiatan dari penebangan hingga pengangkutan yang secara
berurutan yaitu Rp75.000/jam; Rp185.000/jam; Rp50.000/jam;
Rp50.000/jam; dan Rp170.000.000/ jam. Setelah itu dicari jumlah alat yang
dibutuhkan, volume selesai dengan alat yang dimiliki, jatah tebangan yang
belum diselesaikan dan kekurangan alat. Kemudian dicari Q BEP pada
kegiatan penebangan, penyaradan dan pengangkutan. Q BEP dicari melalui
pembagian TFC dengan harga beli yang dikurangi dengan perkalian TVC
dengan prestasi kerja. Dari data yang diperoleh, Q BEP secara berurutan
10.334,656 m3 untuk penebangan, 99.017,33 m3 untuk penyaradan, dan 2,59
m3 untuk pengangkutan. Dari data, diketahui bahwa kegiatan penebangan,
penyaradan, dan pengangkutan mengalami kondisi kekurangan alat
sehingga produktivitas tebangan tidak akan selesai dalam waktu yang akan
ditentukan. Keputusan akan tidaknya membeli atau mengontrak alat
didasarkan pada kemampuan finansial dari perusahaan pengelola
pemanenan hasil hutan. Apabila membeli atau mengontrak alat dirasa akan
meningkatkan produktivitas, maka keputusan tersebut bisa diambil. Apabila
tidak, bisa dilakukan perpanjangan waktu pemanenan atau dengan
mengganti sumber daya yang dirasa kurang produktif dengan sumber day
yang masih produktif atau memiliki tingkat produktivitas yang lebih tinggi..
Keputusan ini dapat melalui diagram TC beli dan TC kontrak, apabila garis
TC beli berada di bawah TC kontrak setelah titik Q BEP maka artinya bahwa
lebih murah apabila dilakukan pembelian alat.
Jumlah waktu yang menjadi tenggat akhir kegiatan pemanenan ini
adalah tiga (3) bulan, dari bulan Mei hingga bulan Agustus awal. Pada
kegiatan penebangan, hasil analisis BEP dapat diketahui bahwa kegiatan
penebangan akan selesai sesuai dengan tenggat waktu yang diberikan
apabila memiliki alat tebang sejumlah 22 alat. Tetapi alat yang dimiliki
hanya 7 sehingga terdapat kekurangan alat sejumlah 15 buah. Dengan
adanya kekurangan alat, maka dapat diketahui bahwa terdapat kekurangan
sumber daya manusia juga untuk melakukan penebangan. Sehingga saran
dari penulis ada beberapa, yaitu bisa dengan menambah jam kerja dari
operator penebangan dan menambah upah, atau dengan menambah jumlah
pekerja operator penebangan tetapi tidak mencapai 15 orang dan menambah
upah, atau dengan menambah pekerja operator penebangan sebanyak 15
orang dan alat tetapi tidak menambah jam kerja ataupun upah kerja. Pada
kegiatan penyaradan, jumlah kebutuhan alat adalah 18 agar bisa selesai
setelah tenggat waktu yang diberikan, tetapi alat yang dimiliki hanya 6 buah
sehingga kekurangan alat adalah 12 buah. Disarankan untuk dapat membeli
atau mengontrak alat sesuai dengan kondisi perusahaan, Dan pada kegiatan
pengangkutan terdapat kekurangan sebanyak 0,4 alat sehingga walaupun
pada grafik BEP perusahaan disarankan untuk membeli alat, itu bisa tidak
dilakukan karena mungkin dengan kekurangan sejumlah 0,4 alat
keterlambatan kegiatan hanya berlaku satu (1) hingga tujuh (7) hari saja.
Pada kegiatan bongkar muat dapat diketahui bahwa terdapat kelebihan alat
sejumlah dua (2) buah sehingga alat tersebut bisa dikurangi untuk dapat
membeli atau mengontrak alat pada fase penebangan lain seperti
penebangan dan penyaradan sehingga terjadi keseimbangan dalam kegiatan
ini.
VII. KESIMPULAN
Dari praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa:
1. Analisis break-even point dapat digunakan untuk mengetahui titik
dimana suatu perusahaan pemanenan hasil hutan mendapatkan atau
tidak suatu keuntungan dari hasil analisis antara volume produksi, biaya
produksi, serta laba dan rugi dari suatu perusahaan. Selain itu, analisis
ini dapat digunakan untuk menilai cukup tidaknya alat-alat yang
digunakan dalam satu rangkaian kegiatan pemanenan dalam volume
tebangan dan waktu tertentu sehingga perusahaan dapat mengetahui
perlu tidaknya membeli atau menyewa alat agar target pemanenan
tercapai.
2. Langkah analisis break-even diawali dengan penentuan RTRW
berdasarkan suatu acuan penelitian, kemudian dilakukan perhitungan
untuk mengetahui biaya tetap atau fixed cost dan biaya variabel atau
variable cost. Kemudian dibuat grafik hubungan antara TC, TVC, FC,
dan dilakukan analisis dan perhitungan dengan melibatkan jatah tebang,
jumlah alat, volume yang dapat diselesaikan, jatah tebang belum selesai,
dan kekurangan alat. Sehingga apabila hasil dari kekurangan alat adalah
negatif maka tidak dilanjutkan perhitungan atau dengan kata lain,
perusahaan tidak perlu membeli atau menyewa alat. Apabila hasil dari
kekurangan alat adalah positif, maka perlu dilanjutkan perhitungan
untuk mengetahui hubungan antara TC beli dan TC kontrak, dibuah
grafik, kemudian dilakukan analisis BEP.
3. Hasil analisis break-even menghasilkan hasil akhir sebagai berikut:
a. Pada kegiatan penebangan terjadi kekurangan alat sebanyak 15 buah
dengan Q BEP sebesar 10,334,656 sehingga perlu membeli atau
mengontrak alat.
b. Pada kegiatan penyaradan terjadi kekurangan alat sebanyak 12 buah
dengan Q BEP sebesar 99.017,33 sehingga perlu membeli atau
mengontrak alat
c. Pada kegiatan bongkar dan muat terjadi kelebihan alat sebanyak 1
alat pada kegiatan pemuatan dan 2 alat pada kegiatan pembongkaran
sehingga tidak perlu membeli atau mengontrak alat
d. Pada kegiatan pengangkutan terjadi kekurangan alat sebanyak 1
buah dengan Q BEP sebesar 2,59 sehingga perlu membeli atau
mengontrak alat
VIII. DAFTAR PUSTAKA
Faqih, S., Hardiansyah, G., & Roslinda, E. (2018). Analisa Biaya
Pemanenan Tanaman Mangium (Acacia mangium) di PT Bina Silva
Nusa Kecamatan Batu Ampar Kabupaten Kubu Raya. Jurnal Hutan
Lestari, 6(4), 804-813.
Fermana, J. S., Sadjati, E., & Ikhwan, M. (2019). Analisis Biaya Pemanenan
dan Produktivitas Produksi Kayu Ekaliptus (Studi Kasus: HPHTI
PT.PSPI Distrik Petapahan). Wahana Forestra: Jurnal Kehutanan,
14(2), 38-55.
Helmi, M., Rianawati, F., & Sandiana, A. (2020). Analisa Biaya Pemanenan
Kayu Menggunakan Teknik RIL (Reduce Impact Logging) di
IUPHHK-HA PT. Wijaya Sentosa, Papua Barat. Jurnal Hutan
Tropis, 8(3), 260-264.
Oppusunggu, L. (2020). Importance of Break-Even Analysis for the Micro,
Small and Medium Enterprises. International Journal of Research -
GRANTHAALAYAH, 8(6), 212-218.
Sandiana, A., Helmi, M., & Rianawati, F. (2021). Produktivitas Pemanenan
Kayu dengan Teknik RIL di PT. Wijaya Sentosa, Papua Barat.
Jurnal Sylva Scienteae, 4(1), 36-43.
Suhartana, S., & Yuniawati. (2019). Produktivitas Penebangan dan
Penyaradan Kayu di Hutan Alam (Studi Kasus PT. Karya Lestari).
Jurnal Hutan Tropis, 7(3), 325-333.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil tangkapan layar halaman judul dan bagian yang disitasi dari
jurnal Analisa Biaya Pemanenan Tanaman Mangium (Acacia
mangium) di PT Bina Silva Nusa Kecamatan Batu Ampar Kabupaten
Kubu Raya.
Lampiran 2. Hasil tangkapan layar halaman judul dan bagian yang disitasi dari
jurnal Analisis Biaya Pemanenan dan Produktivitas Produksi Kayu
Ekaliptus (Studi Kasus: HPHTI PT.PSPI Distrik Petapahan).
Lampiran 3. Hasil tangkapan layar halaman judul dan bagian yang disitasi dari
jurnal Analisa Biaya Pemanenan Kayu Menggunakan Teknik RIL
(Reduce Impact Logging) di IUPHHK-HA PT. Wijaya Sentosa,
Papua Barat.
Lampiran 4. Hasil tangkapan layar halaman judul dan bagian yang disitasi dari
jurnal Importance of Break-Even Analysis for the Micro, Small and
Medium Enterprises.
Lampiran 5. Hasil tangkapan layar halaman judul dan bagian yang disitasi dari
jurnal Produktivitas Pemanenan Kayu dengan Teknik RIL di PT.
Wijaya Sentosa, Papua Barat.
Lampiran 6. Hasil tangkapan layar halaman judul dan bagian yang disitasi dari
jurnal Produktivitas Penebangan dan Penyaradan Kayu di Hutan Alam
(Studi Kasus PT. Karya Lestari).