Anda di halaman 1dari 27

ANALISIS PERENCANAAN LABA DENGAN MENGGUNAKAN ANALISIS

BIAYA, VOLUME DAN LABA DAN ANALISI BREAK EVENT POINT

(Studi Kasus Pada Pabrik Batu Bata CV. Riski Perdana)

MAKALAH

Oleh:

KELOMPOK THE BEATLES

Anggota;

Febrian Tri Irawan (1601103010020)

Reza Fahlevi (16011030100

Afdhalu Zikri Abdullah

Susilo Arief (1501103010061)

Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Syiah Kuala Banda Aceh

2018
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam membangun perusahaan, baik itu perusahaan dagang, perusahaan jasa,


maupun perusahaan manufaktur, memiliki setiap aktivitas yang berbeda. Dan tentu saja
berbeda pula cara perhitungannya. Di perusahaan manufaktur, bahan baku mentah diproses
hingga menjadi barang jadi yang siap dijual ke konsumen.

Perbedaan yang terdapat dalam akuntasi untuk perusahaan manufaktur dengan


perusahaan dagang,disebabkan oleh adanya perbedaan dalam sifat operasinya.ciri pokok
operasi perusahaan dagang adalah menjual barang dagangan tanpa mengolah lebih dahulu
barang yang dibelinnya.dengan perkataan lain perusaahaan dagang tidak melakukan proses
produksi,sehingga barang yang dibeli langsung dijual.dengan demikian penentuan harga
pokok barang yang dibeli maupun dijual dalam perusahaan dagang relative mudah.operasi
perusahaan manufaktur tidak sesederhana perusahaan dagang,karena perusahaan manufaktur
membuat sendiri barang yang akan dijualnya.

Di perusahaan manufaktur, penentuan harga pokok barang yang diproduksi dan


harga pokok penjualan harus melalui beberapa tahapan yang lebih rumit.perusahaan
manufaktur harus menggabungkan harga bahan yang dipakai,dengan biaya tenaga kerja dan
biaya produksi lain untuk dapat menentukan harga pokok barang yang siap untuk dijual.

Kegiatan dalam suatu perusahaan manufaktur yaitu untuk mencapai produksi dan
produktifitas yang optimal agar dapat digunakan untuk pengambilan-pengambilan keputusan
atau kebijakan dalam memilih alternative sehingga operasional produksinya dapat lebih
efektif dan efesien. Untuk dapat membuat perencanaan dan pengambilan keputusan yang
baik, perusahaan perlu melakukan analisis volume, biaya dan laba. Karena analisis biaya
volume laba (CVP) menekankan keterkaitan antara biaya, kuantitas yang terjual, dan harga,
semua informasi keuangan perusahaan terkandung di dalamnya. Analisis CVP dapat menjadi
suatu alat yang bermanfaat untuk mengidentifikasi cakupan dan besarnya kesulitan ekonomi
yang dihadapi suatu divisi dan membantu mencari pemecahannya.

Tujuan dari suatu perusahaan adalah untuk memperoleh laba yang maksimal agar
kelangsungan hidup perusahaan terus berjalan dari waktu ke waktu. Besar kecilnya laba
perusahaan akan menjadi ukuran sukses tidaknya manajemen dalam mengelola perusahaan.
Sedang faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat laba adalah harga jual, biaya dan volume
penjualan.

Dengan harga jual, volume yang dijual, serta pengklasifikasian biaya, maka analisis
Cost-Volume-Profit dapat dilaksanakan dengan menggunakan elemen-elemen analisis.
Elemen tersebut antara lain analisis peramalan penjualan yang terdiri atas peramalan
kuantitas penjualan dan harga jual, dasar-dasar analisis cost-volume-profit yaitu analisis
contribution margin, analisis operating leverage analisis break even point, dan analisis
margin of safety serta analisis cost-volume-profit dalam pemanfaatannya dalam perencanaan
yaitu analisis target laba dan analisis sensivitas. Sebagai contoh pembelajaran bagi kami,
kami memilih usaha pabrik batu bata CV. Riski Perdana untuk kami analisis Cost-Volume-
Profit nya.

B. Rumusan Masalah

1. Berapakah nilai BEP perusahaan?


2. Berapakah volume penjualan agar perusahaan mencapai Break Even Point
(BEP)?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh dosen terkait


2. Mengevaluasi dampak keuntungan terhadap perubahan biaya
3. Menyajikan analisis CVP usaha pabrik batu bata

D. Manfaat Penulisan

1. Dapat menentukan volume penjualan yang diperlukan agar dapat mencapai target
laba
2. Dapat memahami bagaimana perubahan pada pola biaya tetap dan variabel
mempengaruhi tingkat laba perusahaan.
3. Lebih memahami cara menganalisis volume, biaya dan laba
BAB II
LANDASAN TEORI

A. Perencanaan Laba
1. Pengertian perncanaan laba

Pada dasarnya perencanaan itu merupakan fungsi manajemen yang berhubungan


dengan pemilihan berbagai alternative tindakan dan perumusan kebijakan. Suatu
perencanaan bisa terealisir apabila manajemen berhasil dalam menjalankan
perusahaan yang diukur dengan besar laba. Menurut Machfoedz (1996) perencanaan
laba (profit planning) sering disebut Budget perencanaan atau rencana operasi adalah
rencana dari manjemen yang meliputi seluruh tahap dari operasi dimasa yang akan
datng untuk mencapai tujuan perusahaan dibagi kedalam 2 jenis rencana, yaitu
rencana jangka pendek dan jangka panjang. Menurut Supriono (2002) perencanaan
laba adalah perencanaan yang digambarkan secara kuantitatif dalam keuangan dan
ukuran kuantitatif lainnya. Didalamnya juga ditentukan tujan laba yang dicapai oleh
perusahaan.

2. Manfaat perencanaan laba


Menurut Adolph Matz dkk. (1993: 6-7), adanya perencanaan laba memiliki
manfaat sebagai berikut :
1. Memberikan pendekatan yang terarah dalam pemecahan masalah.
2. Memaksa pihak manajemen untuk secara dini mengadakan penelaahan
terhadap masalah yang dihadapinya dan menanamkan kebiasaan pada organisasi
untuk mengadakan telaah yang seksama sebelum mengambil keputusan.
3. Menciptakan suasana organisasi yang mengarah pada pencapaian laba dan
mendorong timbulnya perilaku yang sadar akan penghematan biaya dan
pemanfaatan sumber daya yang maksimum.
4. Merangsang peran serta dan mengkoordinasi rencana operasi berbagai
segmen dari keseluruhan organisasi manajemen sehingga keputusan akhir dan
rencana yang saling terkait dapat menggambarkan keseluruhan organisasi dalam
bentuk rencana yang terpadu dan menyeluruh.
5. Menawarkan kesempatan untuk menilai secara sistematik setiap segi atau
aspek organisasi maupun untuk memeriksa serta memperbarui kebijakan dan
pedoman dasar secara berkala.
6. Mengkoordinasikan serta mempertemukan semua upaya perusahaan ke
dalam suatu prosedur perencanaan anggaran yang terarah karena inilah satu-satunya
cara yang paling tepat mengungkapkan keselamatan kegiatan manajemen.
7. Mengarahkan penggunaan modal dan daya upaya pada kegiatan yang paling
menguntungkan.
8. Mendorong standar prestasi yang tinggi dengan merangsang
kegairahan untuk bersaing menanamkan hasrat untuk mencapai tujuan, dan
menumbuhkan minat untuk melaksanakan kegiatan secara lebih efektif.
9. Berperan sebagai standar untuk mengukur kegiatan dan menilai
kebijakan manajemen dan tingkat kemampuan dari setiap pelaksana.

B. Biaya

Pengertian biaya menurut Horngren, et al (2008:31) adalah sumber daya yang


dikorbankan ( sacrificed ) atau dilepaskan ( forgone) untuk mencapai tujuan tertentu.

Konsep Biaya

Carter (2009:31) juga menyatakan bahwa akuntan yang terlibat dalam perencanaan
dan pengambilan keputusan juga harus bekerja dengan biaya masa depan, biaya
penggantian (replacement costs), biaya diferensial (differential cost), dan biaya oportunitis
(opportunity costs), di mana tidak satu pun dari biaya-biaya tersebut yang dicatat dan
dilaporkan dalam laporan keuangan eksternal.

1.Objek Biaya
Pengertian dari objek biaya (cost object ), atau tujuan biaya (cost objective) menurut
Carter (2009:31) adalah sebagai suatu item atau aktivitas yang biayanya diakumulasi dan
diukur. Sedangkan item-item dan aktivitas-aktivitas yang dapat menjadi objek biaya adalah
produk, batch dari unit-unit sejenis, pesanan pelanggan, kontrak, lini produk, proses,
departemen, divisi, proyek dan tujuan strategis.

2. Kemampuan untuk Menelusuri Biaya ke Objek Biaya


Menurut Carter (2009:31) kemampuan untuk menelusuri biaya menentukan seberapa
objektif, handal, dan berartinya ukuran biaya yang dihasilkan, dan oleh karena itu seberapa
yakinnya pengambilan keputusan dalam memahami dan mengandalkan ukuran biaya
tersebut sebagai dasar untuk membuat prediksi dan mengambil keputusan.
Klasifikasi Biaya

Klasifikasi biaya menurut Carter (2009:40) adalah sangat penting untuk membuat
ikhtisar yang berarti atas data biaya. Klasifikasi biaya ini didasarkan pada hubungan anatara
biaya dengan hal-hal berikut:

a. Biaya dalam hubungannya dengan produk

1. Biaya manufaktur Biaya manufaktur menurut Carter (2009:40) yang sering juga disebut
biaya produksi ataupun biaya pabrik adalah jumlah dari tiga elemen biaya: bahan baku
langsung dan tenaga kerja langsung yang keduanya disebut biaya utama ( prime cost ).
Tenaga kerja langsung dan overhead pabrik disebut biaya konversi. –
2. Bahan baku langsung
Menurut Horngern, Et al (2008:43) biaya bahan langsung adalah biaya perolehan
semua bahan yang pada akhirnya akan menjadi bagian dari objek biaya (barang dalam
proses dan kemudian barang jadi) dan yang dapat ditelusuri ke objek biaya dengan cara
yang ekonomis.
3. Tenaga kerja langsung
Menurut Horngern, et al (2008:43) biaya tenaga kerja manufaktur langsung adalah
meliputi kompensasi atas seluruh tenaga kerja manufaktur yang dapat ditelusuri ke
objek biaya (barang dalam proses dan kemudian barang jadi) dengan cara yang
ekonomis.
4. Overhead pabrik
Menurut Garrison, et al overhead pabrik adalah elemen ketiga biaya produk mencakup
seluruh biaya prosuksi yang tidak termasuk dalam bahan langsung dan tenaga kerja
langsung.
5. Bahan baku tidak langsung
Bahan tidak langusng menurut Carter (2009:42) adalah bahan yang diperlukan untuk
penyelesaian suatu produk tetapi tidak diklasifikasikan sebagai bahan baku langsung
karena bahan baku tersebut tidak menjadi bagian dari produk.
6. Tenaga kerja tidak langsung Tenaga kerja tidak langsung menurut Carter (2009:42)
adalah tenaga kerja yang tidak secara langsung ke kontruksi atau komposisi produk
jadi.
7. Biaya komersial
Biaya komersial menurut Carter (2009:43) terdiri dari dua klasifikasi umum:

-Biaya pemasaran
Biaya ini dimulai dari titik di mana biaya manufaktur berakhir dan ketika proses
manufaktur selesai serta produk ada dalam kondisi siap dijual. Sedangkan menurut
Garrison, et al (2008:52) biaya pemasaran atau penjualan meliputi semua biaya yang
diperlukan untuk menangani pesanan konsumen dan memperoleh produk atau jasa
untuk disampaikan kepada konsumen.
-Biaya administrasi
Biaya ini meliputi beban yang terjadi dalam mengarahkan dan mengendalikan
organisasi. Sedangkan menurut pendapat Garrison, et al (2008:53) biaya administrasi
meliputi pengeluaran eksekutif, organisasional, dan klerikal yang berkaitan dengan
manajemen umum organisasi.

b.Biaya dalam hubungannya dengan volume produksi (perilaku biaya)

-Biaya Variabel
Menurut Carter (2009:69) biaya variabel (variable cost) adalah biaya yang totalnya
meningkat secara proposional terhadap peningkatan dalam aktivitas dan menurun
secara proposional terhadap penurunan dalam aktivitas.
-Biaya Tetap
Biaya tetap ( fixed cost ) adalah biaya yang secara total tidak berubah ketika aktivitas
bisnis meningkat dan menurun.
-Biaya Semivariabel

Menurut Carter, (2009:70) biaya semivariabel juga dapat disebut biaya campuran
adalah biaya yang memperlihatkan baik karakteristik-karakteristik dari biaya tetap maupun
biaya variabel.

Menurut Carter (2009: 74-77), Pemisahan biaya semi variabel dapat dilakukan dengan
tiga metode yaitu:
a. Metode Titik-Rendah (High and Low Point)

Dalam metode Tinggi-Rendah (High and Low Point), elemen tetap dan elemen

variabel dari suatu biaya dihitung menggunakan dua titik. Titik data (periode)

yang dipilih dari data historis merupakan periode dengan aktivitas tertinggi

dan terendah. Periode-periode ini biasanya, meskipun tidak selalu, memiliki

jumlah tertinggi dan terendah untuk biaya yang dianalisis. Jika titik dengan

tingkat aktivitas tertinggi atau terendah tidak berada pada periode yang sama
dengan titik yang memiliki jumlah biaya tertinggi atau terendah, maka tingkat

aktivitas yang seharusnya dipilih karena aktivitas dianggap sebagai pemicu

biaya. Periode tinggi dan periode rendah dipilih karena keduanya mewakili

kondisi dari dua tingkat aktivitas yang paling berjauhan. Tetapi, harus hati-hati

untuk tidak menggunakan data dari periode yang terdistorsi oleh kondisi-

kondisi abnormal.

b. Metode Scattergraph

Metode Scattergraph dapat digunakan untuk menganaliis perilaku biaya.

Dalam metode ini, biaya yang dianalisis disebut variabel dependen dan diplot

di sepanjang garis vertical atau yang disebut sumbu y. aktivitas terkait disebut

sebgai variabel independen- misalnya, biaya tenaga kerja langsung, jam tenaga

kerja langsung, jam mesin, unit output, atau persentase kapasitas dan diplot di

sepanjang garis horizontal yang disebut sumbu x.

c. Metode Regresi Kuadrat Terkecil

Metode regresi kuadrat terkecil (least squares), kadang kala disebut analisis

regresi, menentukan secara matematis garis yang paling sesuai, atau garis

regresi linear, melalui sekelompok titik. Garis regresi meminimalkan jumlah

kuadrat deviasi setiap titik aktual yang diplot dari titik di atas atau di

bawahnya dalam garis regresi. Persamaan regresi pada metode kuadrat terkecil

adalah:

𝑌 = 𝑎 + 𝑏𝑋

Keterangan:
a: Konstanta (menggambarkan biaya tetap)
b: Koefisien (menggambarkan biaya
variabel) Y: Biaya campuran

X: Aktivitas
Perhitungan a dan b dapat dilakukan dengan rumus:

∑𝑦 − 𝑏∑𝑥
𝑎=
𝑛
𝑛 ∑ 𝑥𝑦 − ∑ 𝑥 ∑ 𝑦
𝑏=
𝑛 ∑ 𝑥 2 − (∑ 𝑥 2 )

Dalam hal ini variabel Y adalah biaya, sedangkan variabel X

merupakan volume kegiatan.

C. Analisis Break Even Point

1. Pengertian Analisis Break even point

Analisis Break even point atau titik impas merupakan suatu titik

yang menunjukkan bahwa pendapatan total yang dihasilkan perusahaan

sama dengan jumlah biaya yang dikeluarkan, sehingga perusahaan tidak

memperoleh laba dan tidak mengalami kerugian. Analisis Break even

point dapat diartikan suatu keadaan dimana dalam operasi, perusahaan

tidak memperoleh laba dan tidak menderita rugi (penghasilan = total

biaya) (Munawir, 2007: 184).

Analisis Break even point dalam istilah lain sering disebut dengan

titik impas. Perusahaan dapat mengalami titik impas jika antara modal dan

biaya-biaya yang dikeluarkan tidak mengalami kerugian atau tidak

memperoleh laba, jadi laba yang dihasilkan adalah 0 (nol).

Analisis Break even point ini digunakan oleh manager perusahaan

untuk meramal jumlah volume yang akan diproduksi agar perusahaan bisa

mengoptimalkan laba yang diperoleh. Selain itu analisis break even point

juga bisa digunakan untuk menargetkan laba yang akan diperoleh di tahun
mendatang. Jadi analisis break even point ini sangat penting digunakan

oleh seorang manager perusahaan dalam mengambil kebijakan untuk

meramal laba yang akan datang.

Ada dua cara dalam menentukan impas yaitu melalui pendekatan

teknik persamaan dan pendekatan grafis. Pendekatan teknik persamaan ini

mendasarkan pada persamaan pendapatan sama dengan biaya ditambah

dengan laba. Sedangkan, pendekatan grafis ini dihitung dengan mencari

titik potong antara garis pendapatan dan biaya dalam suatu grafik.

Impas (break-even) adalah keadaan suatu usaha yang tidak

memperoleh laba dan tidak menderita rugi. Dengan kata lain, suatu usaha

dikatakan impas jika jumlah pendapatan (revenues) sama dengan jumlah

biaya, atau apabila laba kontribusi hanya dapat digunakan untuk menutup

biaya tetap saja. Analisis impas adalah suatu cara untuk mengetahui

volume penjualan minimum agar suatu usaha tidak menderita rugi,

tetapi juga belum memperoleh laba (dengan kata lain labanya sama

dengan nol) (Mulyadi, 1993: 230).

Perhitungan impas dapat ditulis dengan rumus sebagai berikut:

Penjualan = biaya + laba

Dalam keadaan impas i = 0, oleh karena itu persamaan impas

adalah

𝑎
𝑥=
𝑝−𝑏

Keterangan :
X: Volume
penjualan

a: Biaya tetap

b: Biaya variabel per unit


Jika diperlukan informasi impas dalam rupiah, rumus tersebut
dikembangkan
menjadi :

𝑎
𝑝𝑋 =
𝑏
1−
𝑝

Keterangan:

pX: Jumlah rupiah produk yang


dijual a: Total biaya tetap

b: Biaya variabel per


unit p: Harga jual per
unit

Titik impas bisa juga digunakan untuk merencanakan laba yang ingin
dicapai pada perusahaan sebagai berikut:

𝑎+1
𝑥=
𝑝−𝑏

Keterangan:
X: Jumlah produk yang
dijual a : Total biaya tetap

b: Biaya variabel per


unit

p: Harga jual per unit

I: Laba yang dianggarkan

2. Manfaat Analisis Break Even point

Analisis Break even point sangat bermanfaat untuk merencanakan

laba operasi dan volume penjualan suatu perusahaan. Setelah mengetahui

informasi besarnya hasil titik impas yang dicapai, maka industri dapat

melakukan kebijakan, yaitu menentukan berapa jumlah produk yang harus

dijual (budget sales), harga jualnya (sales price) apabila industri


menginginkan laba tertentu dan dapat meminimalkan kerugian yang akan

terjadi (Ariyanti et. al., 2014: 3).

3. Asumsi dan Keterbatasan Analisis Break Even Point

Menurut Munawir (2007: 197) Analisis impas bergantung pada

sejumlah asumsi yang membatasi. Diantaranya asumsi tersebut adalah:

a. Bahwa biaya harus dapat dipisahkan atau diklasifikasikan menjadi dua,

yaitu biaya tetap dan variabel dan prinsip variabilitas biaya dapat

diterapkan dengan tepat.

b. Bahwa biaya tetap secara total akan selalu konstan sampai tingkat

kapasitas penuh.

c. Bahwa biaya variabel akan berubah secara proposional (sebanding)

dengan perubahan volume penjualan dan adanya sinkronisasi antara

produksi dan penjualan.

d. Harga jual per satuan barang tidak akan berubah berapapun jumlah

satuan barang yang dijual atau tidak ada perubahan harga secara umum.

e. Bahwa hanya ada satu macam barang yang di produksi atau dijual atau

jika lebih dari satu macam, maka kombinasi atau komposisi penjualannya

(sales mix) akan tetap konstan.

D. Analisis Biaya-Volume-Laba

2. Pengertian Analisis Biaya-Volume-Laba

Analisis biaya-volume-laba merupakan alat yang digunakan untuk

merencanakan dan membuat keputusan. Analisis biaya-volume-laba

menekankan pada hubungan biaya, volume dan harga jual. Jadi, analisis

biaya-volume-laba merupakan alat yang berguna untuk mengidentifikasi

mengenai permasalahan yang ada pada perencanaan dan membantu


perusahaan untuk memecahkan suatu permasalahan.

2. Asumsi-Asumsi dalam Analisis Biaya-Volume-Laba

Menurut Siregar (2013: 334), ada beberapa asumsi pada analisis

biaya-volume-laba yaitu:

a. Analisis mengasumsi bahwa fungsi pendapatan dan fungsi biaya bersifat

linear.

b. Analisis mengasumsikan bahwa harga, biaya tetap total, dan biaya

variabel per unit dapat diidentifikasi secara akurat dan akan selalu

konstan selama dalam kisaran relevan.

c. Analisis mengasumsikan bahwa jumlah yang diproduksi sama dengan

jumlah yang dijual.

d. Pada analisis multiproduk, bauran penjualan diasumsikan telah diketahui

sebelumnya.

e. Harga jual dan biaya diasumsikan telah diketahui dengan pasti.

3. Penerapan Analisis Biaya-Volume-Laba

Penerapan analisis-biaya-volume-laba digunakan untuk menentukan

volume yang ditargetkan, yaitu volume yang diperlukan untuk mencapai

laba operasi yang ditargetkan. Analisis ini juga menyajikan informasi

pada manajemen mengenai dampak perubahan pada biaya, pendapatan,

volume, dan laba. Beberapa bentuk analisis biaya-volume-laba sebagai

berikut:

a. Menghitung Impas

Dalam perhitungan ini sudah dijelaskan pada materi tentang break

even point diatas.

b. Batas Keamanan (Margin Of Safety)

Margin of safety adalah penjualan yang dapat dijual diatas volume

impas. Margin of safety ini diharapkan akan diperoleh diperusahaan


diatas volume impas. Analisis impas dapat memberikan informasi

tentang volume penjualan minimal agar perusahaan tidak menderita

rugi. Jika impas dihubungakan dengan angka pendapatan penjualan

dianggarkan maka akan memperoleh informasi berapa volume

penjualan yang dianggarkan dengan volume penjulan impas yang

merupakan angka dari margin of safety. Batas keamanan adalah

persentase yang menunjukkan batas sampai seberapa jauh penjualan

yang dibudgetkan boleh turun tetapi perusahaan tidak menderita rugi

(Supriyono, 1989: 356).

Dapat menggunakan rumus sebagai berikut :

𝑆𝐵 − 𝑆𝐵𝐸
𝑀𝑠 = 𝑋 100%
𝑆𝐵

Keterangan:
MS: Margin of safety atau batas keamanan dinyatakan
dalam %

SB: Penjualan dianggarkan

SBE: Penjualan pada saat break even

c. Contribution Margin

Contribution margin berarti sisa hasil penjualan setelah menutup biaya

variabel, yang disumbangkan untuk menutup biaya tetap, dan

selanjutnya untuk keuntungan suatu periode (Garrison, 1987: 275).

Contribution margin mempunyai hubungan yang erat dengan

perhitungan volume penjualan dalam keadaan impas.

Rumus perhitungan volume penjualan dalam keadaan impas adalah:


𝑎
𝑋=
𝑝−𝑑

Keterangan :

X: Jumlah produk yang


dijual a: Total biaya tetap

b: Biaya variabel per


unit

p: Harga jual per unit

Apabila rumus tersebut dikaitkan dengan contribution margin akan

menjadi:

𝑎
𝑋=
𝑐𝑜𝑛𝑠𝑡𝑟𝑖𝑏𝑢𝑡𝑖𝑜𝑛 𝑀𝑎𝑟𝑔𝑖𝑛 𝑝𝑒𝑟 𝑠𝑎𝑡𝑢𝑎𝑛

Dari rumus tersebut dapat dilihat bahwa contribution margin adalah

harga jual per unit dikurangi biaya variabel per unit.

Contribution margin = harga jual per unit – biaya variabel per unit

Selain itu untuk perhitungan dalam jumlah rupiah dapat dibuat rumus

sebagai berikut:
BAB III

PEMBAHASAN

A. Profil Perusahaan

Nama Perusahaan : CV. Riski Perdana

Didirikan Pada : 4 Mei 2005

Alamat : Desa Kajhu, Dusun Lamteng, Baitussalam, Aceh Besar

Nama Pemilik : M. Fikri

Jenis Usaha : Perusahaan Manufaktur

Jenis Produksi : Batu Bata

Luas Lokasi Usaha : 60 x 7 meter

Jumlah Tenaga Kerja : 4 Orang

Jumlah Aktiva Tetap : 4 Unit

Daerah Cakupan : Banda Aceh, Sigli, Calang

2.9 VISI DAN MISI PERUSAHAAN

Visi :

Menjual batu bata kepada konsumen yang mementingkan kualitas daripada kuantitas
sehingga konsumen puas

Misi :

Memberikan konsumen batu bata yang berkualitas tinggi dengan harga yang terjangkau
serta menjadi pabrik batu bata yang dapat dipercaya oleh konsumen
TRANSAKSI DALAM SATU KALI PRODUKSI

1. Bahan baku

a. Tanah Liat
Di beli oleh perusahaan setiap satu kali produksi sebanyak 9 muatan truk,
dengan biaya sebesar Rp 240.000,-/mobil. Jika di kalkulasikan sekitar Rp
2.160.000,-/-.

b. Pasir Laut
Di beli dalam satu kali produksi sebanyak 3 truk, dengan biaya sebesar Rp
250.000,-/ per truk. Jumlah biaya sekitar Rp 750.000,-.

2. Tenaga kerja langsung

a. Perusahaan membayar kewajiban bagi karyawannya dengan menggunakan


metode borongan dengan jumlah batu bata sebagai acuan. Dibawah terdapat
rincian dengan asumsi pekerja mampu mencetak 47.000 batu bata, yang mana
ini merupakan jumlah kapasitas penuh yang mampu diproduksi oleh pabrik
dalam satu kali produksi.

Biaya cetak per satu batu bata/Rp 110 : Rp 5.170.000,-


Biaya Angkat per satu batu bata/Rp20 : 940.000,-
Biaya Bakar : 800.000,-
Biaya bongkar per satu batu bata/Rp 15 : 705.000,-
Total : Rp 7.615.000,-

Terdapat 4 (empat) orang tenaga kerja langsung dalam perusahaan ini.

3. Overhead pabrik
a. Kayu Bakar
Dalam satu kali produksi perusahaan membutuhkan 5 truk kayu bakar dengan
biaya per truk Rp 1.200.000,-. Jika di kalkulasikan perusahaan mengeluarkan
biaya Rp 6.000.000,- untuk kayu bakar.

b. Abu Cetak
Perusahaan memutuhkan abu cetak untuk memaksimalkan produk dimana
dalam satu kali produksi perusahaan mengeluarkan Rp 240.000,- untuk abu
cetak.
c. Tanah Campur
Dalam satu kal produksi perusahaan mengeluarkan biaya Rp 200.000,- untuk
tanah yang akan dicampur dengan bahan baku langsung.

d. Minyak Traktor
Dalam satu kali produksi komsumsi minyak untuk traktor berkisar 15 liter
minyak. Total biaya untuk minyak adalah Rp 97.500,-.

e. Listrik
Dalam satu bulan perusahaan mengeluarkan biaya untuk listrik dengan rataan
Rp 200.000,-. Dalam satu kali produksi membutukan 25 hari kerja, maka
dalam satu kali produksi perusahaan mengeluarkan biaya sekitar Rp
166.000,- untuk kebutuhan listrik

f. Penyusutan mesin Traktor


Biaya perolehan mesin traktor adalah Rp 30.000.000,-. Diperkirakan masa
manfaatnya 10 tahun, dengan nilai residu Rp 5.000.000,-. maka beban
penyusutannya dalam 25 hari/satu kali produksi dengan menggunakan
metode garis lurus adalah sekitar Rp 171.232,-.

g. Penyusutan Pabrik
Biaya pembangunan pabrik adalah Rp 200.000.000,-. Diperkirakan masa
manfaatnya 15 tahun, dengan nilai residu Rp 20.000.000. maka beban
penyusutannya dalam 25 hari/satu kali produksi dengan menggunkan metode
garis lurus adalah sekitar Rp 822.000,-.

h. Biaya lain-lain
Biaya lain lain di perkirakan RP 300.000 /satu kali produksi

PELAPORAN HARGA POKOK PRODUKSI

CV. RISKI PERDANA

LAPORAN HARGA POKOK PRODUKSI

31 DESEMBER 2017

BAHAN BAKU

Persediaan Awal Rp 0

Pembelian bahan baku Rp 2.910.000 +

Total Bahan Baku Rp 2.910.000

Persediaan akhir Rp 0 -

Bahan Baku yang dipakai Rp 2.910.000


TENAGA KERJA

Gaji/upah karyawan Rp 7.615.000

Total Biaya Tenaga Kerja Rp 7.615.000

OVERHEAD PABRIK

Biaya bahan penolong Rp 6.537.500

Biaya listrik Rp 166.000

Biaya penyusutan mesin traktor Rp 171.232

Biaya penyusutan pabrik Rp 822.000

Biaya lain – lain Rp 300.000

Total Overhead Pabrik Rp 7.996.732+

JUMLAH BIAYA PRODUKSI Rp 18.521.732

BARANG DALAM PROSES

Barang dalam proses awal Rp 0

Jumlah biaya produksi Rp 18.521.732 +

Rp 18.521.732

Barang dalam proses akhir Rp 0 -

HARGA POKOK PRODUKSI Rp18.521.732

BARANG JADI

Persediaan barang jadi awal Rp 7.050.000

Harga pokok produksi Rp 18.521.732 +

Total Persediaan barang jadi Rp 25.571.732

Persediaan barang jadi akhir Rp 0 -

HARGA POKOK PENJUALAN Rp25.571.732


1. Menghitung Nilai BEP?

Berdasarkan laporan harga pokok produksi tersebut maka dapat ditentukan bahwa biaya
tetap perusahaan adalah sebesar Rp. 9.698.333 dan biaya variabel sebesar Rp. 10.735.500 :
47000 = Rp. 228.414

𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑇𝑒𝑡𝑎𝑝
𝐵𝐸𝑃 𝑟𝑢𝑝𝑖𝑎ℎ = 𝑏𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑣𝑎𝑟𝑖𝑎𝑏𝑒𝑙 𝑝𝑒𝑟𝑢𝑛𝑖𝑡
1− ℎ𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑗𝑢𝑎𝑙 𝑝𝑒𝑟𝑢𝑛𝑖𝑡

9.698.333
𝐵𝐸𝑃 𝑟𝑢𝑝𝑖𝑎ℎ =
228.414
1−
650
𝐵𝐸𝑃 𝑟𝑢𝑝𝑖𝑎ℎ = 𝑅𝑝. 14.943.502,3

𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑡𝑒𝑡𝑎𝑝
𝐵𝐸𝑃 𝑈𝑛𝑖𝑡 =
ℎ𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑝𝑒𝑟𝑢𝑛𝑖𝑡 − 𝑏𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑣𝑎𝑟𝑖𝑎𝑏𝑒𝑙 𝑝𝑒𝑟𝑢𝑛𝑖𝑡

9.698.333
𝐵𝐸𝑃 𝑈𝑛𝑖𝑡 =
421.586
𝐵𝐸𝑃 𝑢𝑛𝑖𝑡 = 23.004
2. Volume Penjualan yang Harus Dicapai

Batas keamanannya (Margin of safety) ;

𝑆𝐵−𝑆𝐵𝐸
𝑀𝑠 = X 100%
𝑆𝐵

47.000 − 23.004
𝑀𝑠 = 𝑋 100%
47000

𝑀𝑠 = 51 %

Agar dapat mencapai break even point perusahaan setidak-tidaknya harus mampu
melakukan penjualan batu bata sebanyak 23.004 unit dalam sekali produksi atau untuk
jangka waktu 1 bulan. Atau dalam jumlah rupiah sebesar Rp. 14.943.502,3

KESIMPULAN

Setelah menghitung nilai BEP dari pabrik batu bata CV. Riski Perdana dalam jangka

waktu sekali produksi maka CV. Riski Perdana harus mampu melakukan penjualan

setidaknya sebanyak 23.004 unit atau sebesar Rp.14.943.502,3. Perhitungan BEP sangat

berguna bagi perusahaan untuk dapat menentukan target penjualan, sehingga sangat

membantu dalam pengambilan kebijakan. Namun kelemahannya Bahwa biaya harus

dapat dipisahkan atau diklasifikasikan menjadi dua, yaitu biaya tetap dan variabel dan

prinsip variabilitas biaya dapat diterapkan dengan tepat.

Anda mungkin juga menyukai