Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PRAKTIKUM

PEMANENAN HASIL HUTAN

ACARA III

PEMBUATAN RENCANA TRASE JALAN SARAD

DAN JALAN ANGKUTAN

Disusun Oleh :

Nama : Krisna Bagus Astami

NIM : 18/427431/KT/08743

Shift : Rabu, 15.30 WIB

Co Ass : Wanda Setyagus P.

LABORATORIUM PEMANENAN HASIL HUTAN

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

2020
ACARA III

PEMBUATAN RENCANA TRASE JALAN SARAD DAN JALAN ANGKUTAN

I. TUJUAN
Tujuan dilakukannya praktikum ini adalah:
1. Mempelajari cara-cara pembuatan rencana trase jalan angkutan dengan peta
topografi.
2. Membuat rencana trase jalan angkutan di atas peta topografi.
3. Mempelajari cara-cara pembuatan rencana trase jalan sarad dengan peta potensi
tegakan.
4. Membuat trase jalan sarad di atas peta potensi tegakan.

II. DASAR TEORI


Pembukaan wilayah hutan adalah suatu kegiatan di dalam pengelolaan hutan
yang berusaha menciptakan persyaratan-persyaratan yang lebih baik agar
pengelolaan hutan dapat lestari, serta merupakan perpaduan teknik, ekonomis dan
ekologis dari pembukaan dasar wilayah hutan, pembukaan tegakan dan sistem
penanaman, pemeliharaan, penjarangan dan pemanenan. Pada tahun 1970-an, PWH
merupakan suatu kegiatan pembukaan jalan untuk mengeluarkan kayu dari hutan,
dimana saat itu belum ada usaha untuk mengusahakan agar hutan dapat lestari,
menghasilkan kayu sebanyak-banyaknya dengan biaya sekecil-kecilnya sehingga
terjadi kerusakan hutan. Adapun tujuan PWH adalah untuk mempermudah
penataan hutan, tindakan-tindakan pembinaan hutan (penanaman,pemeliharaan,
penjarangan), pencegahan terhadap gangguan hutan dan pemanenan hasil hutan
terutama penyaradan dan pengangkutan kayu (Wanggai,2002).
Jalan sarad darat menghasilkan erosi yang lebih sedikit dibandingkan dengan
jalan berbilah jalan sarad karena mereka mempertahankan lebih banyak penutup
tanah. Meskipun lereng lebih curam di jalan sarad darat mereka menghasilkan erosi
sekitar 82 persen lebih sedikit dari jalan sarad berbilah. (Aust, 2019)

Peta topografi memiliki dua unsur utama yaitu ukuran planimetrik (ukuran
permukaan bidang datar) dan ukuran relief (berdasarkan variasi elevasi). Ukuran
planimetrik pada peta topografi digambarkan dengan koordinat X dan Y, sedangkan
ukuran relief digambarkan dalam koordinat Z. Elevasi pada peta topografi
ditampilkan dalam bentuk garis-garis kontur yang menghubungkan titiktitik di
permukaan bumi yang memiliki ketinggian yang sama (Yukha, 2019).

Masalah erosi dapat diminimalkan dengan selip yang tepat perencanaan dan
desain jejak sebelum panen. Namun, praktik pengendalian erosi tambahan
direkomendasikan setelah operasi konstruksi dan / atau panen (Vinson, 2017).

III. ALAT DAN BAHAN


Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah :
1. Peta potensi tegakan
2. Peta kontur
3. Peta pohon
4. Kertas kalkir
5. Penggaris
6. Ms. Excel

IV. CARA KERJA


Cara kerja pada praktikum ini adalah sebagai berikut
a. Pembuatan rencana trase jalan angkutan dengan peta topografi

Syarat
gradien/slope jalan
yang akan dibuat
diperhatikan.
Skala, vertikal Jalan utama: slope
interval (VI), dan < 10% dengan Rencana jalan yang
horizontal panjang 4cm. akan dibuat sesuai
equivalen (He) dengan spesifikasi
pada peta Jalan cabang: slope jalan digambar.
topografi diamati. < 15% dengan
panjang 3cm.
Jalan ranting: slope
< 18% dengan
panjang 2,4cm.
Uraian :

Pertama-tama amati skala yang tertera pada peta, Vertical Interval (VI), dan
Horizontal Equivalent (HE) pada peta topografi yang digunakan. Selanjutnya
memperhatikan syarat jalan yang akan dibuat. Syarat slope jalan utama adalah slope <
10% dengan panjang 4cm; jalan cabang dengan slope < 15% dengan panjang 3cm; dan
jalan ranting dengan slope < 18% dengan panjang 2,4cm. Gambar rencana jalan yang akan
dibuat sesuai dengan spesifikasi jalan dan titik permulaan serta mengukur jalan dan
kelerengan.

b. Pembuatan rencana trase jalan sarad dengan peta pohon/potensi tegakan

dilakukan
perencanaan
Petak-petak jalan dengan
berukuran Titik berat setiap acuan titik berat
2x2cm dibuat blok dihitung. yang ada (tegak
dalam peta TB=(∑fi*xi)/∑fi lurus dengan
pohon. jalan utama dan
berada pada
tengah blok).

Uraian :

Peta pohon yang sudah ada dibuat kotak-kotak dengan ukuran 2x2cm. Setelah itu titik
berat tiap blok dihitung untuk memudahkan penentuan jalan trase. Dari titik berat yang
diperoleh dirancang jalan yang tegak lurus dengan jalan utama dan berada pada tengah
blok.

V. DATA DAN HASIL PERHITUNGAN

1. Tabel Trase Jalan Sarad

Blok xi fi xi.fi DG Pola Jalan Sarad dan Alasan


1 0 0 Pola : Tanduk Rusa
A 2 0 0 0 Alasan : Kawasan
3 0 0 merupakan hutan alam
4 0 0
5 0 0
sehingga metode yang
6 0 0 dilakukan tebang pilih dan
Jumlah 0 0
1 0 0 Pola : Tanduk Rusa
2 0 0 Alasan : Kawasan
3 1 3 merupakan hutan alam
B 4.9 sehingga metode yang
4 6 24
5 2 10 dilakukan tebang pilih dan
daerahnya landai
6 6 36
Jumlah 15 73
1 1 1 Pola : Tanduk Rusa
2 5 10 Alasan : Kawasan
3 7 21 merupakan hutan alam
C 4.0 sehingga metode yang
4 5 20
5 9 45 dilakukan tebang pilih dan
daerahnya landai
6 5 30
Jumlah 32 127
1 2 2 Pola : Tanduk Rusa
2 7 14 Alasan : Kawasan
3 3 9 merupakan hutan alam
D 3.8 sehingga metode yang
4 3 12
5 5 25 dilakukan tebang pilih dan
daerahnya landai
6 6 36
Jumlah 26 98
1 0 0 Pola : Tanduk Rusa
2 1 2 Alasan : Kawasan
3 7 21 merupakan hutan alam
E 3.8 sehingga metode yang
4 6 24
5 3 15 dilakukan tebang pilih dan
daerahnya landai
6 1 6
Jumlah 18 68
1 0 0 Pola : Tanduk Rusa
2 0 0 Alasan : Kawasan
3 6 18 merupakan hutan alam
F 4.4 sehingga metode yang
4 5 20
5 5 25 dilakukan tebang pilih dan
daerahnya landai
6 5 30
Jumlah 21 93
1 0 0 Pola : Tanduk Rusa
2 0 0 Alasan : Kawasan
3 0 0 merupakan hutan alam
G 5.0 sehingga metode yang
4 6 24
5 8 40 dilakukan tebang pilih dan
daerahnya landai
6 6 36
Jumlah 20 100
1 0 0 Pola : Tanduk Rusa
2 0 0 Alasan : Kawasan
3 0 0 merupakan hutan alam
H 5.1 sehingga metode yang
4 4 16
5 4 20 dilakukan tebang pilih dan
daerahnya landai
6 6 36
Jumlah 14 72
1 0 0 Pola : Tanduk Rusa
2 0 0 Alasan : Kawasan
3 0 0 merupakan hutan alam
I 5.3 sehingga metode yang
4 1 4
5 7 35 dilakukan tebang pilih dan
daerahnya landai
6 4 24
Jumlah 12 63
1 0 0 Pola : Tanduk Rusa
2 0 0 Alasan : Kawasan
3 0 0 merupakan hutan alam
J 5.5 sehingga metode yang
4 0 0
5 7 35 dilakukan tebang pilih dan
daerahnya landai
6 6 36
Jumlah 13 71

2. Tabel Trase Jalan Angkut

HE Peta HE Lapangan Slope Jarak


Segmen Status Jalan A (n) VI A x VI Keterangan
(cm) (m) (%) Lapangan (m)
1 Jalan utama 8 12.5 100 4 1000 10 1004.9876 tidak melewati sungai
2 Jalan utama 4 12.5 50 4 1000 5 1001.2492 tidak melewati sungai
3 Jalan utama 8 12.5 100 4 1000 10 1004.9876 melewati sungai
4 Jalan utama 4 12.5 50 4 1000 5 1001.2492 tidak melewati sungai
4.1 Jalan cabang 4 12.5 50 3 750 6.6667 751.6648 tidak melewati sungai
4.1.1 Jalan ranting 4 12.5 50 2.4 600 8.3333 602.0797 tidak melewati sungai
4.2 Jalan cabang 6 12.5 75 3 750 10 753.7407 tidak melewati sungai
5 Jalan utama 5 12.5 62.5 3 750 8.3333 752.5997 tidak melewati sungai
6 Jalan utama 2 12.5 25 2.8 700 3.5714 700.4463 melewati sungai

Contoh Perhitungan :
1. Perhitungan Trase Jalan Sarad
∑ fi . xi
TB =
∑fi
a. Blok B
∑ fi . xi
TB =
∑ fi
( 1 x 0 ) + ( 2 x 0 )+ (3 x 1 )+ ( 4 x 6 ) + ( 5 x 2 ) +(6 x 6)
=
15
= 4.9
b. Blok C
∑ fi . xi
TB =
∑fi
( 1 x 1 )+ ( 2 x 5 ) + ( 3 x 7 )+ ( 4 x 5 )+ ( 5 x 9 ) +(6 x 5)
=
32
= 4.0
2. Perhitungan Trase Jalan Angkut
a. Jalan Utama
Segmen 1
A(n) =8
HE peta = 4 cm
VI = 12.5
A x VI = 100
He peta x skala 4 x 25000
 He lap = = = 1000 m
100 100
AxV 1 8 x 12.5
 Slope = x 100 = x 100 = 10 %
He Lap 1000
 Jarak Lap = √ (¿ 12.5 x 8) ² ¿+ 10002 = 1004.9876 m
Segmen 2
A(n) =4
HE peta = 4 cm
VI = 12.5
A x VI = 50
He peta x skala 4 x 25000
 He lap = = = 1000 m
100 100
AxV 1 4 x 12.5
 Slope = x 100 = x 100 = 5 %
He Lap 1000
 Jarak Lap = √ (¿ 12.5 x 4)² ¿+ 10002 = 1001.2492 m
b. Jalan Cabang
Segmen 4.1
A(n) =4
HE peta = 3 cm
VI = 12.5
A x VI = 50
He peta x skala 3 x 25000
 He lap = = = 750 m
100 100
AxV 1 3 x 12.5
 Slope = x 100 = x 100 = 6.667 %
He Lap 750
 Jarak Lap = √ (¿ 12.5 x 3) ² ¿+ 7502 = 751.664 m
Segmen 4.2
A(n) =6
HE peta = 3 cm
VI = 12.5
A x VI = 75
He peta x skala 3 x 25000
 He lap = = = 750 m
100 100
AxV 1 6 x 12.5
 Slope = x 100 = x 100 = 10 %
He Lap 750
 Jarak Lap = √ (¿ 12.5 x 6)² ¿ + 7502 = 753.7407 m
c. Jalan Ranting
Segmen 4.1.1
A(n) =4
HE peta = 2.4 cm
VI = 12.5
A x VI = 50
He peta x skala 2.4 x 25000
 He lap = = = 600 m
100 100
AxV 1 4 x 12.5
 Slope = x 100 = x 100 = 8.33 %
He Lap 600
 Jarak Lap = √ (¿ 12.5 x 4)² ¿+ 6002 = 602.0797 m
Peta Kontur

Peta Pohon
VI. PEMBAHASAN
Praktikum kali ini membahas mengenai pembuatan jalan angkut dan jalan
sarad. Dalam sistem pemanenan, pengangkutan sendiri merupakan kegiatan
mengangkut hasil tebangan dari tempat penampungan di dalam hutan menuju ke
tepi jalan ataupun ke tempat produksi. Pengangkutan sendiri sering disebut sebagai
tranportasi jarak jauh (major transportation). Penyaradan adalah kegiatan
mengangkut hasil tebangan dari petak tebangan menuju ke tempat penampungan
sementara (TPN). Penyaradan sering disebut juga transportasi pertama atau
pengangkutan jarak dekat (minor transportation). Jalan angkut dan jalan sarad
merupakan dua komponen yang memfasilitasi kedua kegitan tersebut. Istilah lain
yang sering digunakan adalah penarikan, yarding, dan extraction. Kegiatan
penyaradan dapat dilakukan dengan berbagai cara misalnya dengan hewan, tenaga
manusia, traktor, kabel, forwarder bahkan helikopter. Efektifitas penggunaan
sumber tenaga mungkin akan mengakibatkan dampak bagi lantai hutan berupa
pembersihan permukaan.
Pengangkutan merupakan kegiatan memindahkan atau membawa kayu dari
lokasi penimbunan sementara atau tepi jalan hutan yang berlokasi di petak tebangan
menuju keindustri pengolahan kayu, pasar, tempat penimbunan kayu (TPK),
logyard atau logpond.
Pembuatan jalan angkutan berfungsi untuk penunjang operasional yakni
kegiatan pengangkutan hasil panen. Pembuatan jalan dilaksanakan khususnya di
areal hutan yang belum terbuka atau dipandang masih diperlukan adanya
pembuatan jalan baru. Jalan angkutan tidak hanya berfungsi untuk mendukung
kegiatan pemanenan, tetapi berfungsi pula untuk mendukung seluruh kegiatan
pengelolaan hutan, misalnya untuk perencanaan, sarana pembinaan hutan, sarana
inspeksi, penataan areal dan tenaga kerja, penanaman, pemeliharaan, perlindungan
dan pengamanan hutan serta kegiatan lainnya. Jaringan jalan yang ada juga akan
dimanfaatkan oleh masyarakat yang tinggal di dalam atau sekitar hutan dan
terkadang sebagai pembuka isolasi bagi daerah yang terpencil.
Pembuatan jalan dalam hutan harus mempertimbangkan beberapa faktor. Faktor
yang perlu diperhatikan dalam pembuatan jalan sarad dan jalan angkut dipengaruhi
oleh kegunaan dari masing-masing jaringan jalan. Faktor-faktor tersebut adalah
faktor sosial, ekonomi, fisik, dan teknis.
a. Faktor sosial yang dimaksud adalah ketenagakerjaan (tenaga manusia yang
ada disekitar hutan), norma atau pranata sosial yang setempat, peraturan
perundangan yang berkaitan dengan kegiatan pemanenan, serta kesehatan dan
keselamatan kerja. Faktor sosial ini ada bertujuan agar dapat diterima
berbagai pihak terkait dan tidak menimbulkan konflik.
b. Faktor ekonomis ketika akan membuat jalan yang perlu diperhatikan adalah
banyaknya biaya total yang harus dikeluarkan untuk membuat dan merawat
jalan. Biaya yang harus dikeluarkan adalah biaya terendah yang tetap akan
memberikan keuntungan bagi pelaku penebang atau pelaku yang mengambil
hasil hutan.
c. Faktor fisik yang perlu diperhatikan dalam pembuatan jalan adalah kondisi
tanah, jenis tanah, fromasi geologi lokal, dan bahan perkerasan jalan. Faktor
fisik ini berkaitan dengan bentuk atau rupa muka bumi yang akan dibuat
jalan.
d. Faktor teknis. Faktor teknis yang dimaksud disini adalah faktor teknis yang
berpengaruh dalam pembuatan dan fungsi jalan, seperti kondisi lapangan,
volume angkut, topografi, dan faktor lainnya.
Dalam pembuatan jalan angkut dan jalan sarad terdapat syarat-syarat yang
harus dipenuhi. Syarat-syarat tersebut antara lain:
1. Meminimalkan pekerjaan tanah agar dapat meminimalkan biaya produksi dan
meminimalisir terjadinya erosi. Tumpukan tanah sebaiknya jauh dari kawasan
penyangga air agar ketika hujan tanah tidak jatu ke air hingga menyebabkan
pendangkalan
2. Meminimalkan pemotongan aliran air agar biaya produksi tidak melambung
3. Menghindari rawa dan mangrove. Hal ini disebabkan karena wilayah ini
sering terjadi pasang surut air sehingga sulit digunakan untuk jalan angkutan
4. Menghindari kawasan lindung dan kawasan konservasi agar hutan tetap
lestari dan ekosistem dalam hutan tersebut terjaga
5. Menghindari situs budaya yang ada sehingga tidak menimbulkan konflik
sosial
6. Menghindari kawaan yang curam dan tidak stabil. Hal ini karena kawasan
tersebut sangat berpotensi terjadi longsor sehingga membahayakan
keselamatan tenaga kerja. Dalam pembuatan jalan sarad kemiringan
maksimum yang diperbolehkan yaitu < 45%. Sedangkan untuk pembuatan
jalan angkut, kemiringan yang diperbolehkan yaitu:
 Jalan utama dengan slope < 10%
 Jalan cabang dengan slope < 15%
 Jalan ranting dengan slope < 18%
7. Jalan yang dibuat memiliki jarak yang pendek namun memiliki potensi yang
besar agar keuntungan yang didapat semakin banyak. Jarak tiap segmen jalan
angkut yang diperbolehkan yaitu (dengan asumsi skala peta 1 : 25000):
 Jalan utama memiliki panjang tiap segmen maksimum 4 cm
 Jalan cabang memiliki panjang tiap segmen maksimum 3 cm
 Jalan ranting memiliki panjang tiap segmen maksimum 2,4 cm
Perhitungan dan pembuatan jalan perlu memperhatikan kontur yang ada agar
alat angkut dan atau sarad yang bekerja dapat memindahkan hasil hutan dengan
maksimum dengan tenaga yang efisien. Jalan dengan topografi yang buruk akan
mengakibatkan alat angkut/sarad mudah rusak sehingga membutuhkan perawatan
lebih agar dapat dipakai kembali. Selain itu, kondisi medan yang buruk akan
membuat bahan bakar yang digunakan juga lebih banyak. Pembuatan jalan
dilakukan sesuai dengan syarat jalan yang sudah ada. Jalan utama segmen pertama
melewati delapan garis kontur dengan panjang jalan pada peta 4 cm, sehingga
perhitungan slope yang didapat 10%. Slope ini kurang dari sama dengan 10%
sehingga jalan tersebut sadah memenuhi syarat. Begitu pula pada segmen kedua
didapat slope 5% sedangkan segmen ketiga didapat slope 10%, segmen keempat
didapatkan slope 5%, segmen kelima didapat slope 8,3%, segmen keenam didapat
slope sebesar 3.5%. Hal ini berarti kemiringan memenuhi syarat untuk dibuka
menjadi jalan utama. Begitu pula dua jalan cabang yang dibuat. Slope yang didapat
pada jalan cabang segmen empat secara berturut-turut adalah 8,3% dan 10%. Untuk
jalan ranting yang dibuat, pada segmen empat, dibuat satu jalan ranting yaitu pada
jalan cabang keempat dengan slope yang didapat 8,3%. Semua slope yang didapat
berada dibawah angka 18% dan ini menandakan bahwa jalan dapat dibuat.
Seluruh segmen yang dibuat melewati petak yang memiliki potensi lebih dari
200 m³ dan yang mampu dijangkau dari pembuatan jalan yang memiliki panjang
tertentu dalam peta. Pembuatan jalan diprioritaskan pada daerah dengan potensi
yang tinggi karena pada potensi yang rendah tidak dapat memberi keuntungan
secara ekonomi. Petak yang tidak dilewati jalan adalah petak H dengan potensi 866
m³ dikarenakan jaraknya yang terlalu jauh dari jalan utama dan jalan cabang
membuat jalan ranting yang dibuat tidak sampai ke daerah tersebut.
Pembuatan jalan utama segmen pertama hanya melewati satu petak saja yaitu
petak A. Jalan utama segmen pertama ini tidak melewati sungai. Hal ini karena
ingin menghemat biaya dengan tidak melewati sungai dan potensi yang diambil
cukup besar yaitu 715 m³. Segmen kedua melewati petak B, L, dan E dengan
panjang segmen jalan 4cm. Pemilihan jalan pada segmen dua ini agar dapat
mengambil daerah dengan potensi sebesar 413 m³, 636 m³, dan 657 m³. Alasan lain
agar jumlah konturnya kecil pula, sehingga didapat jalan dengan kemiringan <10%.
Jalan kedua ini tidak melewati sungai karena ingin meminimalisir melewati sungai.
Segmen ketiga jalan utama masih berada didalam petak E hal ini karena petak E
yang cukup luas, namun juga melewati petak D dan F dengan potensi 378 m³ dan
486 m³. Jalan utama segmen ketiga ini melewati sungai karena dalam peta, sungai
berada tepat ditengah-tengah semua petak, sehingga untuk menuju ke petak yang
lebih jauh memang harus melewati sungai tersebut. Segmen keempat dibuat
sepanjang 4cm melewati segmen F dan J yang memiliki potensi sebanyak 486 m³
dan 415 m³ berturut-turut. Pembuatan jalan segmen ini dibuat agar dapat
mengambil potensi yang tinggi di dua petak tersebut secara bersamaan dengan
kemiringan yang memenuhi syarat. Segmen kelima dibuat dengan panjang segmen
3 cm melewati petak J dan K sekaligus. Hal ini untuk memaksimalkan pengambilan
karena dibanding dengan petak K, petak J memiliki potensi yang lebih besar yaitu
415 m³ sedangkan K 168 m³.
Jalan cabang dibuat pada segmen keempat dilakukan untuk mengambil potensi
pada petak G dan I lebih maksimal. Walaupun potensi kedua petak besar tetapi bila
jalan utama dibuat pada petak ini maka jalan utama akan sangat panjang dan tidak
praktis. Hal ini juga akan membantu efisiensi alat angkut agar tidak cepat rusak
karena sulitnya akses. Jalan ranting yang dibuat pada pada jalan cabang ini
bertujuan untuk mengambil semua potensi yang masih bisa diambil dari semua
petak dan petak yang berjauhan. Seperti pada segmen ke-empat, jalan ranting
dibuat untuk memaksimalkan pemanenan di petak C mengingat potensi di petak
tersebut cukup besar yaitu 636 m³. Begitu pula pada segmen ketiga diperlukan jalan
ranting untuk memaksimalkan pengambilan potensi di petak H yang memiliki
potensi terbesar dari semua petak yaitu 578 m³. Pembuatan jalan yang sangat
banyak ini bertujuan untuk memaksimalkan pemanenan dan efisiensi pengangkutan
dengan akses yang lebih meudah sehingga hasil yang dipungutpun juga maksimal
dan dapat memberikan keuntungan yang lebih.

VII. KESIMPULAN
Dari praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa :
1. Tahap pertama yang dilakukan dalam pembuatan rencana trase jalan angkutan
dengan peta topografi yaitu meng-overlay peta kontur dan peta potensi tegakan.
Kemudian mengamati skala yang digunakan, Vertical Interval (VI), Horizontal
Equivalent (HE) pada peta yang digunakan. Perhatikan pula syarat slope jalan
yang akan dibuat. Yang perlu diperhatikan dalam pembuatan jalan angkutan
adalah kontur yang dilewati dalam peta kontur dan peta potensi tegakan yang ada,
serta slope maksimal untuk tiap tipe jalan.
2. Pembuatan rencana trase jalan angkutan dengan peta topografi perlu
memperhatikan batas maksimal slope tiap jalan dan panjang maksimal
Horixontal Equivalent pada peta. Slope maksimal untuk jalan utama yaitu 10%,
jalan cabang 15%, dan jalan ranting 18%. Horizontal Equivalent pada peta sesuai
persyaratan jalan angkut yang akan dibuat yaitu 4 cm untuk jalan utama, 3 cm
untuk jalan cabang dan 2,4 cm untuk jalan ranting.
3. Dalam pembuatan rencana trase jalan sarad dengan peta potensi tegakan
menggunakan titik berat untuk memperoleh arah jalan yang akan dibuat, langkah-
langkahnya:
a. Membagi peta potensi pohon blok ukuran 2x2 cm2,
b. Membuat buat titik berat,
c. Menghubungkan dengan jalan utama secara tegak lurus (sudut 90 o) lalu yang
terbentuk adalah jalan sarad.
4. Trase jalan sarad pada peta pohon HPH Suka-Suka dibuat dengan menarik garis
tegak lurus dari jalan utama ke titik berat yang didapat pada masing-masing blok.
Titik Berat dari 10 blok yaitu TB-A:0; TB-B:4,9; TB-C:4,0; TB-D:3,8; TB-E:3,8;
TB-F:4,4; TB-G:5,0; TB-H:5,1; TB-I:5,3; dan TB-J: 5,5.

VIII. DAFTAR PUSTAKA

Aust, W. Michael. 2019. Effectiveness of Skid Trail Closure Tecniques Forest


Operation Research Highlight. Virginia Tech. Page : 1-4
Vinson, J. Andrew. 2017. Evaluation Of Bladed Skid Trail Closure Methods In The
Ridge And Valley Region. Forest Science. Page : 432-440
Wanggai. 2002. Merencanakan Sistem Pengangkutan. Bandung : ITB Press.
Yukha, I. (2019). Optimalisasi Pembuatan Peta Kontur Skala Besar Menggunakan
Kombinasi Data Pengukuran Terestris dan Foto Udara Format Kecil. Jurnal
Geodesi, 180.
Screenshot Jurnal

Anda mungkin juga menyukai