Anda di halaman 1dari 42

NAMA : NUR ARAFAH

NIM : 202051106
MATA UJIAN : FARMAKOEKONOMI

DOSEN PENGAMPU : SIVA FAUZIAH M.FARM., APT

1. . Mencari dan membahas jurnal penelitian (Publish jurnal minimal tahun 2020) terkait
Metode Farmakoekonomi Analisis Minimalisasi Biaya/Cost Minimization Analysis.
Pembahasan mencakup:
a Latar belakang penelitian !
b Tujuan penelitian !
c Metode Penelitian !
d Hasil dan Kesimpulan !

Jawab :
Judul penelitian : COST MINIMALYZATION ANALYSIST PENGGUNAAN
ANTIDIABETIK METFORMIN DAN GLIMEPIRID PADA PASIEN DIABETES
MELITUS DI PUSKESMAS CIMANGGU 1

Latar belakang penelitian

Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit kronis yang sering terjadi ketika pankreas
tidak dapat menghasilkan cukup insulin. Diabetes melitus dapat diatasi dengan obat
oabtan. Pengobatan DM di Indonesia sering menggunakan Metformin dan Glimepiride
yang mana kedua obat ini memiliki mekanisme kerja yang berbeda dan dapat membantu
mengontrol kadar gula darah pasien. Biaya pengobatan dan jumlah penderita DM yang
terus meningkat dari tahun ke tahun. Peningkatan ini disebabkan karena populasi
pasien yang semakin banyak mengakibatkan meningkatnya penggunaan obat dan
adanya obat-obat baru yang lebih mahal. Peningkatan harga ini menyebabkan
masyarakat harus mempertimbangkan obat yang akan digunakan selain dari
efektivitasnya karena pertimbangan biaya juga menjadi faktor penting dalam
pengambilan keputusan pengobatan alternatif pemilihan obat yang beragam, untuk
itu perlu adanya suatu kebijakan guna menentukan terapi mana yang efesien dan
memiliki biaya yang terendah dengan salah satu metode yaitu cost minimization analysis
(CMA) atau analisis minimalisasi biaya.

Tujuan penelitian
menganalisis Cost Minimization Analysis (CMA) penggunaan antidiabetik Metformin
dan Glimepiride pada pasien diabetes melitus di Puskesmas Cimanggu 1. Populasi
dalam penelitian ini adalah pasien dengan diagnosisdiabetes melitus di Puskesmas
Cimanggu 1 periode Januari-Desember 2021, sedangkan pengambilan sampel dengan
cara total sampling yang mana data dikumpulkan melalui catatan tertulis. Hasilnya
diketahui bahwa biaya total rata-rata antidiabetik metformin adalah Rp. 194.218/
pasien, biaya total total rata-rata antidiabetik glimepiride adalah Rp. 196.303/ pasien
dan antidiabetik yang memiliki biaya paling minimal pada pasien prolanis diabetes
melitus di Puskemas Cimanggu 1 Majenang Kabupaten Cilacap adalah metformin.

Metode Penelitian

Penelitian tentang Cost Minimization Analysistpenggunaan antidiabetik metformin dan


glimepiride pada pasien diabetes melitus merupakan penelitian observasional komparatif
dengan metode retrospektif cross-sectionalyaitu analisis dengan metode
pengumpulan data dimulai dari akibat yang telah terjadi sebelumnya untuk
memberikan gambaran mengenai subyek penelitian melalui data yang diperoleh
dalam satu waktu.
Dilakukan analisis minimalisasi biaya untuk mengetahui biaya pengobatan yang
paling minimal diantara obat yang diberikan pada pasien DM. Untuk menentukan
biaya paling minimal dari masing-masing pasien digunakan rumus.

Hasil pembahasaan

Berdasarkan tabel 2 menyatakan bahwa dari 520 pasien prolanis diabetes melitus di
Puskemas Cimanggu 1 Majenang Kabupaten Cilacap menunjukkan bahwa
penggunaan obat antidiabetik metformin sebanyak 498 orang. Biaya pengobatan
antidiabetik metformin sebanyak 498 orang sebesar Rp.2.300.760. Biaya pemeriksaan
sebanyak 498 orang sebesar Rp. 32.620.000. Biaya pemeriksaan sebanyak 498
orang sebesar Rp.7.470.000. Sehingga biaya total yang digunakan dari 498
pasien adalah Rp. 42.390.760 dengan biaya total total rata-rata yang digunakan
adalah Rp. 85.122/ pasien.
berdasarkan hasil penelitian yang di peroleh di atas, antidiabetik yang memiliki biaya
paling minimal yaitu glimepiride dengan biaya total rata-rata sebesar Rp. 83.427/pasien.
Perbedaan rata-rata total biaya medik langsung dari masing-masing pengobatan
kemungkinan besar dikarenakan oleh biaya pemeriksaan dan konsultasi yang berbeda
serta lama konsumsi obat yang berbeda. Biaya pemeriksaan, konsultasi dan lama
konsumsi obat yang berbeda akan mempengaruhi total biaya.

Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukanmaka dapat disimpulkan bahwa


biaya total total rata-rata antidiabetik metformin adalah Rp. 85.122/ pasien.
Biaya total total rata-rata antidiabetik glimepiride otal biaya rata-rata pengobatan
metformin yaitu sebesar 498.628(Romadhoni, 2018 ). Hasil penelitian lainnya juga
menyatakanbah- adalah Rp. 83.427/ pasien, sedangkan antidiabetik yang
memiliki biaya paling minimal pada pasien prolanis diabetes melitus di Puskemas
Cimanggu 1 Majenang Kabupaten Cilacap adalah glimepiride.

2. Mencari dan membahas Jurnal penelitian (Publish jurnal minimal tahun 2020) terkait
Metode Farmakoekonomi Analisis Efektifitas Biaya/Cost Effectiveness Analysis.
Pembahasan mencakup:
a. Latar belakang penelitian !
b. Tujuan penelitian !
c. Metode Penelitian !
d. Hasil dan Kesimpulan !
Jawab :

Judul :
Analisis Efektivitas Biaya Pengobatan Demam Berdarah Pada Pasien Riwayat Inap

Latar belakang penelitian


Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan
oleh infeksi virus DEN-1, DEN-2, DEN-3 atau DEN-4. DBD merupakan
penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan
nyamuk Aedes aegypti. Kunci keberhasilan terapi pada penyakit demam
berdarah adalah pemberian cairan termasuk jenis dan jumlahnya . Penderita penyakit
Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia mencapai 129.650 orang dengan
jumlah kematian 1.071 orang pada tahun 2015. Perkembangan kasus DBD yang
cenderung meningkat dan penyebarannya yang semakin luas merupakan salah
satu masalah kesehatan yang menjadi perhatian di Indonesia. Penyakit DBD
memberikan beban ekonomi bagi pemerintah dan masyarakat. Penelitian ini
bertujuan untuk menganalisis efektivitas biaya pengobatan DBD pada pasien rawat
inap di indonesia Kata Kunci: Analisis Efektivitas Biaya, Terapi, Demam Berdarah
Dengue.

Tujuan penelitian
untuk mengetahui kualitas dan kuantitas dari penggunaan obat. Metode untuk
mengukur konsumsi obat di sarana pelayanan kesehatan yaitu dengan
menggunakan sistem Analisis efektivitas biaya adalah suatu metode
farmakoekonomi yang dapat digunakan untuk menilai serta memilih program atau
pengobatan yang terbaik pada beberapa pilihan terapi dengan tujuan yang
sama.

Metode Penelitian

Penelitiaan ini berjenis penelitiaan dengan metode literature review . Literature


review dilakukan dengan cara sistematis dengan cara penelusuran dan penelitiian
kepustakaan dengan membaca bebagai buku dan jurnal . bertujuaan untuk
menghasilkan satu tulisan dengan satu topik atau isyu tertentu. Dalam jurnal ini kita
mengangkat topik atau isyu tentang “Analisis Efektifitas Biaya Pengobatan Demam
Berdarah Pada Pasien Rawat Inap Di Indonesia” . Dari berbagai buku dan jurnal
yang telah dikaji ada berbagai macam metode yang di gunakan di Indonesia
untuk pengobatan demam berdarah. Ada yang menggunakan metode
observasional dengan pengambilan data Cara retrospektif, data diproleh dari rekam
medis pasien DBD (bpjs) rawat inap pada tahun 2014 dan 2015. Ada juga yang
menggunakan metode penelitiaan observasional yang bersifat analitik dengan
rancangan cross sectional. Pengambilan data menggunakan pendekatan
retrospektif melalui penelusuran medik
Copyright@ Dedy Frianto,Dila Afrina,FidyaSyahfitri, Irdiyani Fariha, Kokom
GunawarmanPermatasari, Lola Pitaloka,TasyaPutri Pratiwipasien. Ada yang
menggunakan metode dari kedua metode ini banyak tenaga medis yang menggunakan
metode deskriftif observasional dengan pendekatan cross-sectional karena metode ini
dianggap lebih efektif.

Hasil pembahasaan
Berdasarkan hasil artikel didapatkan bahwa hasil dengan karakteristik dengan jenis
kelamin lakilaki dan perempuan memiliki hasil yang berbeda dan lebih banyak
pada pasien perempuan. Penyakit DBD (Demam Berdarah Dengue) tidak
dipengaruh jenis kelamin, dengan rentang usia 6-12 tahun memiliki hasil
terbanyak yang terkena DBD karena banyaknya aktivitas diluar rumah sehingga
kekebalan tubuh yang masih rendah dengan dibandingkan usia dewasa. Pada hasil
artikel, memiliki golongan obat yang banyak digunakan Elektrolit infus RL. Pada
pasien DBD penggunaan infus Elektrolit ini untuk pengganti cairan yang
diakibatkan kebocoran plasma yang terjadi saat cairan dalam pembuluh darah
keluar di antara sel.Diberikannya obat Antipiretik bertujuan untuk menurunkan
suhu tubuh karena DBD dengan gejala utamanya mengalami demam. Hasil dari
artikel terdapat penderita DBD seperti anoreksia, mual, muntah, diare, konstripasi
dan hilangnya nafsu makan sehingga menyebabkan asam lambung. Tentunya
tidak semua penderita DBD pemberian obat sama semua. Ada beberapa golongan
obat diberikan seperti antiulcer, laksatif, pemberian antibiotik, diuretik dan beberapa
sumplemen vitamin karena pada umumnya penderita DBD kurangnya nafsu makan
maka diperlukannya vitamin. Penggunaan obat pada tiap golongan, seperti pada
golongan antiulcer diberikannya obat ranitidin, omeprazole dan sukralfat. Pada
golongan laksatif atau pencahar diberikannya obat Microlax dan Lactulosa. Pada
artikel pemberian golongan antibiotik pada pengobatan DBD tidak diperlukannya
dengan kecuali adanya infeksi yang disebabkan oleh bakteri dan terjadinya DSS
(Dengue Syok Sydrome). Hasil dari artikel terdapat pemberian antibiotik diantara
lainnya Cefixime, Cefriaxone, Ampisilin, Cefotaxime dan Meropenem.
Golongan obat diuretik yaitu Dexamethasone dan Furosemid. Pada pemberian
suplemen vitamin yaitu Imunos, Albuforce, Curliv, Imboost, Liprolac, Zink, Likurmin
dan obat herbal Psidii.

Kesimpulan

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh
infeksi virus DEN-1, DEN-2, DEN-3 atau DEN-4. DBD merupakan penyakit
yang disebabkan olevirus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes
aegypti. Dari berbagai buku dan jurnal yang telah dikaji ada berbagai macam metode
yang digunakan di Indonesia untuk pengobatan demam berdarah. Ada yang
menggunakan metode observasional dengan pengambilan data Cara retrospektif,
data diproleh dari rekam medis pasien DBD (bpjs) rawat inap pada tahun 2014
dan 2015. Ada juga yang menggunakan metode penelitiaan observasional yang
bersifat analitik dengan rancangan cross sectional. Pada artikel pemberian golongan
antibiotik pada pengobatan DBD tidak diperlukannya dengan kecuali adanya infeksi
yang disebabkan oleh bakteri dan terjadinya DSS (Dengue Syok Sydrome). Hasil
dari artikel terdapat pemberian antibiotik diantara lainnya Cefixime, Cefriaxone,
Ampisilin, Cefotaxime dan Meropenem. Golongan obat diuretik yaitu
Dexamethasone dan Furosemid. Pada pemberian suplemen vitamin yaitu Imunos,
Albuforce, Curliv, Imboost, Liprolac, Zink, Likurmin dan obat herbal Psidii.
Menurut KemenkesRI (2011) keuntungan menggunakan antibiotik dalam bentuk
kombinasi yaitu dapat meningkatkan aktivitas antibiotik pada infeksi spesifik
(efek sinergis), dan memperlambat serta mengurangi risiko timbulnya bakteri
resiten.
3. Mencari dan membahas Jurnal penelitian (Publish jurnal minimal tahun 2020) terkait
Metode Farmakoekonomi Analisis Biaya dan Kualitas Hidup/Cost Utility Analysis
Pembahasan mencakup:
a Latar belakang penelitian !
b Tujuan penelitian !
c Metode Penelitian !
d Hasil dan Kesimpulan !
Jawab :

Judul : ANALISIS BIAYA DAN KUALITAS HIDUP PASIEN RAWAT JALAN DM


TIPE 2 DENGAN TERAPI GLIQUIDONE DIBANDINGKAN GLIMEPIRIDE DI
RSUD SURAKARTA TAHUN 2021

Latar belakang
Penyakit Diabetes Melitus tipe 2 merupakan penyakit degeneratif yang diderita oleh
pasien seumur hidup. WHO memperkirakan jumlah penderita diabetes di Indonesia
sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Pengontrolan gula darah yang buruk pada pasien DM
berdampak pada penurunan kualitas hidup dan peningkatan biaya kesehatan

Tujuan penelitian
ntuk menganalisis biaya terapi gliquidone dibandingkan dengan glimepiride dan kualitas
hidup pasien DM tipe 2 rawat jalan di RSUD Surakarta pada tahun 2021. Penelitian
dilakukan dengan menggunakan desain studi cross sectional. Sampel dalam penelitian ini
didapat melalui metode purposive sampling dengan pasien yang memenuhi kriteria
inklusi. Analisis biaya menggunakan metode CUA (Cost Utility Analysis) dilakukan
dengan cara menghitung biaya medik dan non medik langsung diikuti dengan
menghitung nilai RUB (Rasio Utilitas Biaya) untuk mengetahui terapi yang paling cost
utility. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus-September 2021. Data biaya meliputi
total biaya langsung dan biaya transportasi. Kualitas hidup dalam penelitian ini diukur
menggunakan kuesioner DQOL (Diabetes Quality Of Life). Hasil menunjukkan nilai
RUB gliquidone Rp. 5.389.203; U = 0,749 sedangkan glimepiride Rp. 4.117.949; U =
0,754. Hasil uji sensitivitas menunjukkan biaya obat non ADO memiliki rentang yang
paling panjang sehingga menjadi faktor yang paling berpengaruh. Penggunaan glimepirid
lebih cost utility dibandingkan dengan gliquidone.

Metode penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan pendekatan cross sectional.
Waktu pengambilan data pada bulan Agustus-September 2021. Data yang diambil
merupakan data primer berupa jawaban kuesioner pasien, data sekunder dari data rekam
medik dan data billing pasien DM tipe 2 yang menjalani rawat jalan di RSUD Surakarta
pada tahun 2021. Pengambilan sampel menggunakan metode purposive sampling.
Penelitian ini sudah memperoleh persetujuan dari Komisi Etik Penelitian Kesehatan
RSUD Dr. Moewardi dengan nomor 819/VIII/HREC/2021
Hasil
Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan pendekatan cross sectional.
Waktu pengambilan data pada bulan Agustus-September 2021. Data yang diambil
merupakan data primer berupa jawaban kuesioner pasien, data sekunder dari data rekam
medik dan data billing pasien DM tipe 2 yang menjalani rawat jalan di RSUD Surakarta
pada tahun 2021. Pengambilan sampel menggunakan metode purposive sampling.
Penelitian ini sudah memperoleh persetujuan dari Komisi Etik Penelitian Kesehatan
RSUD Dr. Moewardi dengan nomor 819/VIII/HREC/2021. Angka kejadian DM tipe 2
meningkat dengan bertambahnya usia juga karena salah satu faktor yakni penuaan.
Penuaan dapat mempengaruhi berbagai hormon yang mengatur proses metabolisme
tubuh serta terjadinya penurunan fungsi organ tubuh, terutama pada fungsi sel pankreas
terhadap glukosa yang sensitivitasnya menurun (Muliyani, 2019).
Rata-rata total score pada penggunaan terapi gliquidone adalah 48,037 dengan score
utilitas 0,739 dan memiliki persentase sebesar 73,9%. Rata-rata total score pada terapi
glimepiride adalah 49,033 dengan score utililas 0,754 yakni lebih tinggi dibandingkan
terapi gliquidone dengan persentase sebesar 75,4%, dari hasil data tersebut disimpulkan
bahwa kedua obat yang dibandingkan memiliki selisih yakni 1,02%. Pasien DM tipe 2
yang menjalani penggobatan menggunakan glimepiride memiliki kualitas hidup yang
lebih baik dibandingkan yang menggunakan gliquidone walaupun pada pasien yang
menggunakan gliquidone juga memiliki kualitas hidup yang baik.

Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, penggunaan terapi gliquidone maupun
glimepiride mampu memberikan kualitas hidup yang baik, namun terapi glimepiride
memiliki nilai RUB yang lebih tinggi yaitu Rp. 4.117.949 dengan persentase utilitas
sebesar 75,4%. Maka dapat disimpulkan bahwa penggunaan terapi glimepiride lebih cost
utility dibandingkan dengan penggunaan terapi gliquidone.

4. Mencari dan membahas Jurnal penelitian (Publish jurnal minimal tahun 2020) terkait
Metode Farmakoekonomi Analisis Biaya dan Manfaat/Cost Benefit Analysis.
Pembahasan mencakup:
A Latar belakang penelitian !
b Tujuan penelitian !
c Metode Penelitian !
d Hasil dan Kesimpulan !
Jawab :

Judul : KAJIAN FARMAKOEKONOMI YANG MENDASARI PEMILIHAN


PENGOBATAN DI INDONESIA

Latar belakang
Farmakoekonomi merupakan multidisiplin ilmu yang mencakup ilmu ekonomi dan
kesehatan yang bertujuan meningkatkan taraf kesehatan dengan meningkatkan efektivitas
perawatan kesehatan. Pemahaman tentang konsep farmakoekonomi sangat dibutuhkan
oleh banyak pihak seperti industri farmasi, farmasi klinik, pembuat kebijakan.
Pemahaman mengenai farmakoekonomi dapat membantu apoteker membandingkan input
(biaya untuk produk dan layanan farmasi) dan output (hasil pengobatan). Analisis
farmakoekonomi memungkinkan apoteker untuk membuat keputusan penting tentang
penentuan formularium, manajemen penyakit, dan penilaian pengobatan(2) .
Farmakoekonomi juga dapat menbantu pembuat kebijakan dan penyedia pelayanan
kesehatan dalam membuat keputusan dan mengevaluasi keterjangkauan dan akses
pengunaan obat yang rasional. Kunci utama dari kajian farmakoekonomi adalah efisiensi
dengan berbagai strategi yang dapat dilakukan untuk mendapatkan manfaat semaksimal
mungkin dengan sumber daya yang digunakan. Terdapat empat jenis utama analisis
farmakoekonomi yaitu Cost Effectiveness Analysis (CEA); Cost Minimization Analysis
(CMA); Cost Utility Analysis (CUA) dan Cost Benefit Analysis (CBA (3) .

Tujuan penelitian
untuk memberikan kajian farmakoekonomi yang dapat digunakan sebagai dasar untuk
pertimbangan pemilihan pengobatan di Indonesia. Metode yang digunakan dalam
pengerjaan literatur review ini adalah studi literatur yang bersumber dari jurnal nasional
dan internasional dengan tahun terbit maksimal 5 tahun terakhir. Kajian farmakoekonomi
menjadi salah satu hal sangat diperlukan dalam pemilihan pengobatan di Indonesia
karena memberikan informasi mengenai pengobatan yang paling efektif, efisien, utilitas
dan bermanfaat diantara banyak pengobatan.

Metode penelitian
Metode yang digunakan dalam penulisan literatur review ini adalah studi literatur dengan
sumber yang digunakan berupa data primer yaitu jurnal penelitian yang telah
dipublikasikan yang dapat diunduh secara online di website jurnal nasional dan
Internasional. Sumberdata lainnya yang digunakan adalah e-book. Pemilihan jurnal
didasarkan pada kriteria tertentu. Kriteria inklusi yaitu jurnal yang memuat informasi
mengenai kajian farmakoekonomi dalam pemilihan pengobatan dengan tahun terbit 5
tahun terakhir. Kriteria eksklusi berupa jurnal dengan tahun terbit sebelum tahun 2013.

Hasil pembahasaan
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Hadning dkk (2015) menyatakan bahwa komponen
biaya terbesar dalam suatu pengobatan adalah biaya obat dan biaya alat kesehatan yang
memakan biaya hingga 44%(15). Sedangkan menurut penelitian yang dilakukan Baroroh
dan Fauzi (2017) menyatakan setelah biaya obat komponen terbesar kedua merupakan
biaya akomodasi rawat inap dan komponen ketiga merupakan biaya alat kesehatan(16) .
Pada CEA rata-rata biaya didapat dari jumlah biaya pengobatan dibagi dengan jumlah
kasus atau jumlah pasien(14) .
Efektivitas mengacu pada kemampuan suatu pengobatan atau program kesehatan
memberikan peningkatan kesehatan(4) . indikator yang menyatakan efektivitas suatu
pengobatan seperti lama perawatan(1) dan waktu yang dibutuhkan untuk menghilangkan
gejala (contoh: demam)(9) . Lama perawatan (Length of Stay) yang dimaksud merupakan
lama rawat inap pasien mulai dari pasien masuk rumah sakit dan jumlah malam yang
dihabiskan untuk perawatan di rumah sakit(1) .

Kesimpulan

Kajian farmakoekonomi sangat diperlukan dalam pemilihan pengobatan di Indonesia


karena memberikan informasi mengenai pengobatan yang paling efektif, efisien, utilitas
dan bermanfaat diantara banyak pengobatan. Kajian farmakoekonomi yang dilakukan
meliputi Cost Effectiveness Analysis (CEA); Cost Minimization Analysis (CMA); Cost
Utility Analysis (CUA) dan Cost Benefit Analysis (CBA).
2023 Seminar Nasional Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (SNPPKM) ISSN: 2809-2767
Purwokerto, Indonesia, 05 Oktober 2023

COST MINIMALYZATION ANALYSIST PENGGUNAAN ANTIDIABETIK


METFORMIN DAN GLIMEPIRID PADA PASIEN DIABETES MELITUS DI
PUSKESMAS CIMANGGU 1
(Cost Minimalyzation Analysis of the Use of Antidiabetic Metformin
and Glimepirid in Diabetes Mellitus Patients at Cimanggu 1 Health
Center)

Diana Fika Sari1*, Sunarti2, Khamdiyah Indah Kurniasih3


Prodi Farmasi, Fakultas Kesehatan, Universitas Harapan Bangsa, Indonesia
Jl. Raden patah no. 100, ledug, kembaran, banyumas 53182, indonesia
1dianafika216@gmail.com*; 2 sunarti@uhb.ac.id; 3khamdiyah@uhb.ac.id

ABSTRACT

Diabetes mellitus (DM) is a chronic disease that often occurs when the pancreas cannot produce
enough insulin. Diabetes mellitus can be treated with medication. DM treatment in Indonesia often
uses Metformin and Glimepiride, both of which have different mechanisms of action and can help
control the patient's blood sugar levels. Treatment costs and the number of DM sufferers continue
to increase from year to year. This increase is due to the increasing patient population resulting in
increased drug use and the emergence of new, more expensive drugs. This increase in prices
causes people to have to consider the drugs they will use apart from their effectiveness because
consideration of cost is also an important factor in making alternative treatment decisions in
selecting various drugs, for this reason there is a need for a policy to determine which therapy is
efficient and has the lowest cost. One method is cost minimization analysis (CMA) or cost
minimization analysis. The aim of this study is to analyze the Cost Minimization Analysis (CMA) of
the use of the antidiabetik Metformin and Glimepiride in diabetes mellitus patients at Cimanggu 1
Community Health Center. The population in this study were patients diagnosed with diabetes
mellitus at Cimanggu 1 Community Health Center for the period January-December 2021, while
sampling was carried out using total sampling method in which data is collected through written
notes. The results show that the average total cost of antidiabetik metformin is Rp. 194,218/ patient,
the average total cost of antidiabetik glimepiride is Rp. 196,303/patient and the antidiabetik that
has the lowest cost for diabetes mellitus prolanis patients at the Cimanggu 1 Majenang Community
Health Center, Cilacap Regency is metformin.

Keywords : Diabetes Melitus, CMA, Metformin, Glimepiride

ABSTRAK

Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit kronis yang sering terjadi ketika pankreas tidak dapat
menghasilkan cukup insulin. Diabetes melitus dapat diatasi dengan obat-oabtan. Pengobatan DM
di Indonesia sering menggunakan Metformin dan Glimepiride yang mana kedua obat ini memiliki
mekanisme kerja yang berbeda dan dapat membantu mengontrol kadar gula darah pasien. Biaya
pengobatan dan jumlah penderita DM yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Peningkatan ini
disebabkan karena populasi pasien yang semakin banyak mengakibatkan meningkatnya

* Diana Fika Sari This work is licensed under a Creative Commons Attribution-Share Alike 4.0
Email: dianafika216@gmail.com
penggunaan obat dan adanya obat-obat baru yang lebih mahal. Peningkatan harga ini
menyebabkan masyarakat harus mempertimbangkan obat yang akan digunakan selain dari
efektivitasnya karena pertimbangan biaya juga menjadi faktor penting dalam pengambilan
keputusan pengobatan alternatif pemilihan obat yang beragam, untuk itu perlu adanya suatu
kebijakan guna menentukan terapi mana yang efesien dan memiliki biaya yang terendah dengan
salah satu metode yaitu cost minimization analysis (CMA) atau analisis minimalisasi biaya. Tujuan
dari penelitian ini adalah menganalisis Cost Minimization Analysis (CMA) penggunaan antidiabetik
Metformin dan Glimepiride pada pasien diabetes melitus di Puskesmas Cimanggu 1. Populasi
dalam penelitian ini adalah pasien dengan diagnosis diabetes melitus di Puskesmas Cimanggu 1
periode Januari-Desember 2021, sedangkan pengambilan sampel dengan cara total sampling
yang mana data dikumpulkan melalui catatan tertulis. Hasilnya diketahui bahwa biaya total rata-
rata antidiabetik metformin adalah Rp. 194.218/ pasien, biaya total total rata-rata antidiabetik
glimepiride adalah Rp. 196.303/ pasien dan antidiabetik yang memiliki biaya paling minimal pada
pasien prolanis diabetes melitus di Puskemas Cimanggu 1 Majenang Kabupaten Cilacap adalah
metformin.

Kata kunci : Diabetes Melitus, CMA, Metformin, Glimepiride

Populasi dunia diperkirakan selama periode ini


PENDAHULUAN akan meningkat 20%, sedangkan jumlah
penderita DM akan meningkat sebesar 46%
Penyakit Diabetes Melitus menyebabkan (Webber, 2021).
4,2 juta kematian pada tahun 2019 dan dari
436 juta orang dewasa antara usia 20 dan 79 Pelayanan kefarmasian telah mengalami
tahun menderita DM, dan jumlahnya perubahan pradigma, dari fokus awal hanya
diperkirakan akan meningkat menjadi 700 juta pada obat (drug oriented) menjadi pendekatan
pada tahun 2045. DM adalah penyebab utama yang lebih holistic, mencangkup pelayanan
setidaknya $720 miliar dalam biaya medis obat dan pelayanan farmasi klinik dengan
pada tahun 2019. Fakta mengungkapkan tujuan meningkatkan kualitas hidup pasien
bahwa beban penderita DM tipe 2 kurang (patient oriented) dengan tanggung jawab
terwakili karena satu dari 3 penderita kurang langsung terkait pengobatan (pharmaceutical
terdiagnosis atau setara dengan 232 juta care), pada akhirnya apoteker diharuskan
pendertia DM. Kebanyakan penderita DM untuk meningkatkan pengetahuan dan
berusia antara 40 dan 59 tahun (Galicia et al., kemampuan agar sanggup menyediakan dan
2020). Biaya pelayanan DM meningkat tajam memberikan pelayanan kefarmasian yang
beberapa dekade terakhir dan kecenderungan berkualitas akan berdampak terhadap
ini tampaknya akan terus berlangsung, hal ini kepuasan pelaynan yang diterima pasien
disebabkan karena populasi pasien DM yang (Akbari et al., 2022; Tresnowati et al., 2022).
semakin banyak dengan konsekuensi Terapi pada pasien diabetes melitus salah
meningkatnya penggunaan obat dan adanya satunya dengan pemberian obat
obat-obat baru yang lebih mahal (Haluang et antihiperglikemia. Penggunaan obat terbanyak
al., 2015). di Indonesia adalah metformin, disusul oleh
Diabetes melitus (DM) merupakan salah obat golongan sulfonilurea khususnya
satu penyakit yang termasuk kedalam glibenkamid dan glimepiride (Khairinnisa &
kelompok metabolik yang ditandai dengan Yusmaini, 2020). Metformin dan Glimepiride
peningkatan glukosa darah secara tidak merupakan dua obat antidiabetik yang sering
normal (Nafingah et al., 2022). Dalam Atlas digunakan dalam pengobatan diabetes
International Diabetes Federation (IDF) edisi melitus. Kedua obat ini memiliki mekanisme
10, prevalensi DM memperkirakan pada tahun kerja yang berbeda dan dapat membantu
2021, setidaknya 537 juta orang dewasa mengontrol kadar gula darah pasien. Namun,
berusia 20-79 tahun (10,5% dari semua orang di samping efektivitasnya, pertimbangan biaya
dewasa dalam kelompok usia ini) akan juga menjadi faktor penting dalam
didiagnosis menderita DM di seluruh dunia. pengambilan keputusan pengobatan alternatif
Jumlah ini diperkirakan akan terus meningkat pemilihan obat yang beragam, untuk itu perlu
mencapai 634 juta pada tahun 2030 dan pada adanya suatu kebijakan guna menentukan
tahun 2045 mencapai 783 juta mengalami DM. terapi mana yang efesien dan memiliki biaya

Diana Fika Sari, Sunarti, Khamdiyah Indah Kurniasih 266


yang terendah. Salah satu metode yang bisa Rp.3.870.065.- yang menggunakan obat
digunakan ialah Cost Minimization Analysis candesartan 16mg kombinasi amlodipin 10mg
(CMA) atau Analisis Minimalisasi Biaya. Jika dengan rata-rata rawat inap selama 7 hari.
dua terapi atau dua (jenis, merek) obat setara Maka, rata-rata biaya yang dikeluarkan oleh
secara klinis, yang perlu dibandingkan hanya pasien perhari nya yaitu biaya obat
biaya untuk melakukan intervensi. Sesuai antihipertensi sebesar Rp.4.952.-. Sehingga
prinsip efisiensi ekonomi, jenis atau merek obat total biaya perhari yang dikeluarkan oleh
yang menjanjikan nilai terbaik adalah yang pasien yaitu sebesar Rp.552.866.- (Roby dan
membutuhkan biaya paling kecil. Mariani, 2022). Oleh karena itu pada penelitian
ini, akan dikaji analisis minimalisasi biaya atau
Cost Minimization Analysis (CMA)
Cost Minimization Analysis (CMA) penggunaan
merupakan salah satu analisis yang sangat
antidiabetik Metformin dan Glimepiride pada
penting dilakukan karena bisa dijadikan
pasien diabetes melitus di Puskesmas
sebagai salah satu acuan untuk menentukan
kebijakan terkait pemilihan obat di Rumah Cimanggu..
Sakit / Puskesmas (Webber, 2021). Selain itu
analisis farmakoekonomi terdiri dari Cost METODE PENELITIAN
Manfaat dari adanya metode analisis Penelitian tentang Cost Minimization
minimalisasi biaya atau Cost Minimization Analysist penggunaan antidiabetik metformin
Analysis (CMA) pada pasien DM dan glimepiride pada pasien diabetes melitus
menyebabkan seseorang dapat mengetahui merupakan penelitian observasional
dan membandingkan pilihan terapi yang paling komparatif dengan metode retrospektif cross-
efektif dan seseorang juga dapat menentukan sectional yaitu analisis dengan metode
biaya pengobatan paling rendah dan pengumpulan data dimulai dari akibat yang
ekonomis, yang mana hal ini sangat telah terjadi sebelumnya untuk memberikan
bermanfaat karena biaya terapi pengobatan gambaran mengenai subyek penelitian
pasien DM cenderung besar seperti biaya melalui data yang diperoleh dalam satu
pengobatan dan administrasi lainnya di rumah waktu. Populasi penelitian ini adalah pasien
sakit, dikarenakan terapi pengobatan DM dengan diagnosis diabetes melitus di
membutuhkan waktu yang lama (Dewi et al., Puskesmas Cimanggu 1 periode Januari-
2019). Desember 2021. Sedangkan sampel yang
Penerapan analisis biaya (Cost Analysis) di digunakan yaitu pasien dengan diagnosis
rumah sakit selalu mengacu pada diabetes melitus di Puskesmas Cimanggu 1
penggolongan biaya. Salah satu periode Januari-Desember 2021. Dilakukan
penggolongannya adalah biaya langsung. analisis minimalisasi biaya untuk mengetahui
Biaya langsung (Direct Cost) yaitu seluruh biaya pengobatan yang paling minimal
biaya yang telah dikeluarkan pasien terkait diantara obat yang diberikan pada pasien
dengan pelayanan jasa medis. Biaya DM. Untuk menentukan biaya paling minimal
tersebut antara lain biaya perawatan, dari masing-masing pasien digunakan rumus
pengobatan serta biaya laboratorium (Sunarti (Akbar et al., 2018).
et al., 2019). Pada penelitian sebelumnya
tentang pasien hipertensi yang dianalisis HASIL DAN PEMBAHASAN
menggunakan metode analisis minimalisasi
biaya atau Cost Minimization Analysis (CMA) Tabel 1. Karakteristik responden betes melitus
pada menyatakan bahwa CMA merupakan di Puskesmas Cimanggu 1
analisis farmakoekonomi yang dilakukan Jenis %
Frekuensi
dengan membandingkan dua atau lebih pilihan Kelamin
terapi untuk menentukan biaya pengobatan Perempuan 448
86.2
yang paling terendah dan ekonomis bagi
13.8
pasien (Akbar et al., 2018; Hasan, 2012; Laki-laki 72
Vogenberg, 2001), dan hasil penelitian 100.0
Jumlah 520
tersebut diketahui bahwa harga obat dihitung
rata-rata perpasien yang diperoleh dari Usia Frekuensi
%
penjumlahan biaya obat, biaya tindakan dan
1.2
perawatan, biaya dokter serta administrasi 26-35 6
ruangan kemudian dibagi dengan jumlah
pasien sehingga diperoleh rata-rata sebesar

Diana Fika Sari, Sunarti, Khamdiyah Indah Kurniasih 267


36-45 13
2.5 obat pasien prolanis berdasarkan data harga
obat PRB (Pasien Rujuk Balik) yang diatur
34.0
46-55 177 oleh BPJS Kesehatan. Untuk biaya jasa
43.1 tenaga kesehatan dan biaya pemeriksaan
56-65 224
gula darah didapatkan pada bagian
>65 100
19.2 administrasi puskesmas berupa daftar harga
pelayanan pasien. Biaya tersebut sama untuk
100.0
Jumlah 520 semua pasien Prolanis diagnosa Diabetes
Melitus Tipe 2 dikarenakan pelayanan dan
jadwal pemeriksaan kesehatan pasien sama
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan yang mana mengikuti berdasarkan program
bahwa pasien diabetes melitus prolanis untuk yang telah diatur oleh pihak pengelola
jenis kelamin, didapatkan bahwa responden Prolanis Puskesmas Cimanggu 1.
perermpuan sebanyak 448 responden Biaya medik merupakan hasil dari
(86,2%) dan pasien laki-laki sebanyak 72 penjumlahan seluruh total biaya yang
responden (13,8%), sehingga dapat diketahui digunakan pasien dalam menjalankan terapi
bahwa sebagian besar jenis kelamin pasien pengobatan diabetes melitus tipe 2. Jumlah
diabetes di Puskesmas Cimanggu 1 adalah biaya tersebut merupakan hasil dari
Perempuan. Sedangkan untuk usia penjumlahan biaya non medik langsung
menunjukkan bahwa pasien diabetes melitus dengan biaya medik langsung. Biaya non
prolanis untuk jenis usia, didapatkan bahwa medik langsung sama untuk semua jenis
responden dengan rentang usia 26 sampai terapi yang diberikan dikarenakan sumber
>65 sebanyak 520 responden. Berdasarkan pengeluaran berasal dari pasien maupun
hasil pada tabel dapat diketahui bahwa pasien keluarga pasien, berbeda dengan biaya medik
dengan diabetes melitus prolanis terbanyak langsung yang di golongkan berdasarkan jenis
berada pada rentang usia 56-65 (43,1%). terapi yang diberikan dikarenakan merupakan
tanggungan BPJS yang dibayar berdasarkan
Tabel 2. Daftar Harga Obat Antidiabetik jenis terapi. Oleh karena itu seluruh pasien
mengeluarkan biaya non medik langsung
Obat Tablet Total (Rp)
dengan jumlah yang sama.
Metformin Tablet 77 Harga biaya langsung obat metformin dan
glimepiride berbeda yang mana metformin
Glimepiride Tablet 93 sebesar Rp 4.620 sedangkan glimepiride Rp
2.790. Pada biaya jasa tenaga kesehatan dan
Metformin Glimepiride
Biaya Langsung
(Rp) (Rp) pemeriksaan Laboratorium antara obat
metformin dan glimepiride sama. Pada biaya
Biaya obat 4.620 2.790 jasa tenaga kesehatan berkisar Rp 15.000.
Harga Pemeriksaan berkisar antara Rp
Jasa tenaga
15.000 15.000 60.000 untuk pemeriksaan urine, lalu berkisar
kesehatan
antara Rp 80.000 untuk pemeriksaan faeces
60.000, 80.000 60.000, 80.000 dan berkisar antara Rp 100.000 unutk
Pemeriksaan Lab
dan 100.000 dan 100.000 pemeriksaan darah yang mana perbedaan
harga pemeriksaan Laboratorium tersebut
Biaya medik langsung seperti biaya obat, berdasarkan jenisnya pemeriksaan yang akan
biaya jasa tenaga kesehatan dan biaya dilakukan pasien.
pemeriksaan didapatkan pada bagian Berdasarkan tabel 2 menyatakan bahwa
pengelola Prolanis dan administrasi dari 520 pasien prolanis diabetes melitus di
Puskesmas data yang didapatkan berupa Puskemas Cimanggu 1 Majenang Kabupaten
billing untuk masing-masing perlayanan serta Cilacap menunjukkan bahwa penggunaan
dilakukan pecocokan menggunakan data obat antidiabetik metformin sebanyak 498
resep yang tertera pada rekam medik. Data orang. Biaya pengobatan antidiabetik
biaya medik langsung berbeda-beda untuk metformin sebanyak 498 orang sebesar Rp.
masing-masing jenis terapi, hal itu 2.300.760. Biaya pemeriksaan sebanyak 498
dikarenakan adanya perbedaan harga satuan orang sebesar Rp. 32.620.000. Biaya
obat untuk masingmasing terapi. Data harga pemeriksaan sebanyak 498 orang sebesar
obat didapatkan pada apotik dimana harga Rp.7.470.000. Sehingga biaya total yang
digunakan dari 498 pasien adalah Rp.

Diana Fika Sari, Sunarti, Khamdiyah Indah Kurniasih 268


42.390.760 dengan biaya total total rata-rata total biaya rata-rata pengobatan metformin
yang digunakan adalah Rp. 85.122/ pasien. yaitu sebesar 498.628 (Romadhoni, 2018 ).
Hasil sebelumnya yang menyatakan bahwa Hasil penelitian lainnya juga menyatakan bah-
wa rata-rata biaya medis langsung pasien adalah Rp. 83.427/ pasien, sedangkan
diabetes melitus tipe 2 yang menerima antidiabetik yang memiliki biaya paling
metformin tunggal yaitu Rp 682.173,91. Jadi, minimal pada pasien prolanis diabetes melitus
dapat diketahui bahwa hasil penelitian ini dan di Puskemas Cimanggu 1 Majenang
penelitian sebelumnya mengalami Kabupaten Cilacap adalah glimepiride.
perbedaaan yang mana hal ini disebabkan
oleh total biaya metformin pada penelitian SARAN
sebelumnya yang lebih besar karena adanya Disarankan sebagai bahan acuan bagi
biaya pendaftaran dan biaya obat non pengambil kebijakan (puskesmas) untuk
antidiabetik (Fitria et al., 2022). menggunakan antidiabetik metformin untuk
Pada penelitian ini menunjukkan bahwa pasien prolanis diabetes melitus dalam
dari 520 pasien prolanis diabetes melitus di rangka pemilihan dan penggunaan obat
Puskemas Cimanggu 1 Majenang Kabupaten yang efektif dan efisien, sehingga
Cilacap menunjukkan bahwa penggunaan meningkatkan efisiensi pelayanan
obat antidiabetik glimepiride sebanyak 259 kesehatan dengan tetap mempertahankan
orang. Biaya pengobatan antidiabetik kualitas obat yang digunakan.
glimepiride sebanyak 259 orang sebesar Rp.
722.610. Biaya pemeriksaan sebanyak 259 DAFTAR PUSTAKA
orang sebesar Rp. 17.000.000. Biaya Akbar, M., Ardana, M., & Kuncoro, H. (2018).
pemeriksaan sebanyak 259 orang sebesar Analisis Minimalisasi Biaya (Cost-
Rp. 3.885.000. Sehingga biaya total yang
Minimization Analysis) Pasien Gastritis
digunakan dari 259 pasien adalah Rp.
21.607.610 dengan biaya total total rata-rata Rawat Inap di RSUD Abdul Wahab
yang digunakan adalah Rp. 83.427/ pasien. Sjahranie Samarinda Muhammad.
Hasil penelitian sebelumnya menyatakan total Mulawarman Pharmaceutival
biaya rata-rata pengobatan glimepiride yaitu Conference, 135(4), 12–13.
sebesar Rp 432.221. Jadi, dapat diketahui
bahwa hasil penelitian ini dan penelitian Arikunto. (2021). Pengantar Metodologi
sebelumnya mengalami perbedaaan yang Penelitian. In Antasari Press.
mana hal ini disebabkan karena total biaya American Diabetes Association. (2022). 2 .
glimeirid pada penelitian sebelumnya lebih Classification and Diagnosis of Diabetes :
besar yang disebabkan karena adanya biaya Standards of Medical Care in Diabetes —
pendaftaran dan biaya obat non antidiabetik 2022. American Diabetes Association,
(Romadhoni, 2018). 45(Suppl), 17–38.
Jadi, berdasarkan hasil penelitian yang di
Badriah, S. (2021). Model Keperawatan
peroleh di atas, antidiabetik yang memiliki
Keluarga Peka Budaya Sunda dalam
biaya paling minimal yaitu glimepiride dengan
Meningkatkan Pengetahuan Keluarga
biaya total rata-rata sebesar Rp.
Dan Menurunkan Kadar Gula Darah
83.427/pasien. Perbedaan rata-rata total
Pada Diabetisi Lansia. Frontiers in
biaya medik langsung dari masing-masing
Neuroscience, 14(1), 1–13.
pengobatan kemungkinan besar dikarenakan
oleh biaya pemeriksaan dan konsultasi yang Bailey, C. J. (2017). Metformin: historical
berbeda serta lama konsumsi obat yang overview. Diabetologia, 60(9), 1566–
berbeda. Biaya pemeriksaan, konsultasi dan 1576. https://doi.org/10.1007/s00125-
lama konsumsi obat yang berbeda akan 017-4318-z
mempengaruhi total biaya.
Bilous, R., & Donelly, R. (2014). Buku
SIMPULAN Pegangan Diabetes Edisi ke-4. Bumi
Medika.
Berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa Desianti, S., Dan, K., Lestari, K., Raya
biaya total total rata-rata antidiabetik Bandung, J., Km, S., & Barat, J. (2018).
metformin adalah Rp. 85.122/ pasien. Biaya Review Artikel: Kajian Farmakoekonomi
total total rata-rata antidiabetik glimepiride yang Mendasari Pemilihan Pengobatan

Diana Fika Sari, Sunarti, Khamdiyah Indah Kurniasih 269


di Indonesia. Farmaka, Universitas Diabetes Pada Pasien Diabetes Melitus
Padjadjaran, Bandung, 16 Nomor 3. Berdasarkan Algoritme Naranjo.
Dipiro, J. ., Yee, G. ., & Posey, L. . (2020). Pharmaceutical Journal of Indonesia,
Pharmacotherapy, Pathophysiologic 2(2), 45–50.
Approach. Eleventh Edition. https://doi.org/10.21776/ub.pji.2017.002.
http://www.inahea.org/wp- 02.3
content/uploads/2018/11/Aida-InaHEA-
1-Nov-2018.pdf Kemenkes , R. (2020). Infodatin Pusat Data
dan Informasi Kementrian Kesehatan RI.
Engkartini. (2017). Trend Prevalensi Penyakit
Diabetes Melitus (Dm) Tipe 2 Di Rumah Khairinnisa, A., & Yusmaini, H. H. (2020).
Sakit Umum Daerah (Rsud) Cilacap Perbandingan Penggunaan
Tahun 2009-2015. Research Repository, Glibenklamid-Metformin dan Glimepirid-
Dm, 11. Metformin Terhadap Efek Samping
Hipoglikemia Pasien Diabetes Melitus
Galicia-Garcia, U., Benito-Vicente, A., Jebari, Tipe-2 di Kota …. Seminar Nasional …,
S., Larrea-Sebal, A., Siddiqi, H., Uribe, K. Dm, 147–154.
B., Ostolaza, H., & Martín, C. (2020).
Pathophysiology of type 2 diabetes Khoiriyah, S., & Lestari, K. (2018). Kajian
mellitus. International Journal of Farmakoekomoni yang Mendasari
Molecular Sciences, 21(17), 1–34. Pemilihan Pengobatan di Indonesia.
https://doi.org/10.3390/ijms21176275 Farmaka, 16(3), 134–145.

Gu, S., Tang, Z., Shi, L., Sawhney, M., Hu, H., Lestari, L., Zulkarnain, Z., & Sijid, S. A. (2021).
& Dong, H. (2015). Cost-Minimization Diabetes Melitus: Review etiologi,
Analysis of Metformin and Acarbose in patofisiologi, gejala, penyebab, cara
Treatment of Type 2 Diabetes. Value in pemeriksaan, cara pengobatan dan cara
Health Regional Issues, 6, 84–88. pencegahan. Prosiding Seminar Nasional
https://doi.org/10.1016/j.vhri.2015.03.012 Biologi, 7(1), 237–241.

Haluang, O., Tjitrosantoso, H., & Kojong, N. S. http://journal.uin-


(2015). Analisis Biaya Penggunaan alauddin.ac.id/index.php/psb/article/view/
Antibiotik Pada Penderita Demam Tifoid 24229.
Anak di Instalasi Rawat Inap RSUP Nafingah, I., Sunarti., Melani, R., dan
PROF. DR. R.D. Kandou Manado Periode Kurniasih, K. I. (2022). Studi
Januari 2013- Juni 2014. Pharmacon, Penggunaan Antibiotik pada Ulkus
7(2), 17–27. Diabetikum di RSUD Margono Soekarjo
Hardianto, D. (2021). Telaah Komprehensif
Purwokerto pada Tahun. 602–609.
Diabetes Melitus: Klasifikasi, Gejala, Norhalimah, N., Agustina, R., & Rusli, R.
Diagnosis, Pencegahan, Dan (2018). Analisis Biaya Minimal dan
Pengobatan. Jurnal Bioteknologi & Efektivitas Terapi Diabetes Melitus Tipe 2
Biosains Indonesia (JBBI), 7(2), 304–317. di RSUD Panglima Sebaya Paser.
https://doi.org/10.29122/jbbi.v7i2.4209 Proceeding of Mulawarman
Pharmaceuticals Conferences, 7, 63–69.
Indrayathi, P. A. (2016). Economic Evaluation https://doi.org/10.25026/mpc.v7i1.294
in Health Care. In Critical Care Update
2007. Ramadan, I. N. (2020). Analisis Biaya
https://doi.org/10.5005/jp/books/10183_2 Antidiabetik Kombinasi pada Pasien
Diabetes Melitus Rawat Inap Jaminan
Joddy, R., Achmad, A., & Rachma Kesehatan Nasional (JKN) di Rumah
Pramestutie, H. (2017). Kejadian Efek Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta.
Samping Potensial Terapi Obat Anti 21(1), 1–9.

Diana Fika Sari, Sunarti, Khamdiyah Indah Kurniasih 270


Ramadona, A., Rustam, E., & Syauqie, M. WHO. (2019). Classification of diabetes
(2021). Hubungan Kepatuhan Minum mellitus. In Clinics in Laboratory Medicine
Obat dengan Munculnya Gejala (Vol. 21, Issue 1).
Neuropati Pada Pasien Diabetes Melitus https://doi.org/10.5005/jp/books/12855_8
Tipe 2 Di Puskesmas Andalas. Jurnal 4
Farmasi Higea, 13(1), 14–22.
Hasdinah. 2012. Mengenal Diabetes Melitus
http://jurnalfarmasihigea.org/index.php/hi
pada Orang Dewasa dan Anak-Anak
gea/article/view/326
dengan Solusi Herbal. Yogyakarta: Nuha
Ratnasari, P. M. D., Andayani, T. M., & Medika
Endarti, D. (2019). Analisis Kualitas Hidup
Retnoningsih A, Suharso. 2017. Kamus Besar
Pasien Diabetes Melitus Tipe 2
Bahasa Indonesia. Semarang: Widya
Berdasarkan Pola Peresepan Antidiabetik
Karya.
dan Komplikasi. JURNAL MANAJEMEN
DAN PELAYANAN FARMASI (Journal of Rita, nova. (2018). Hubungan Jenis Kelamin,
Management and Pharmacy Practice), Olah Raga Dan Obesitas Dengan
9(4), 260. Kejadian Diabetes Mellitus Pada Lansia.
https://doi.org/10.22146/jmpf.45862 Jik- Jurnal Ilmu Kesehatan, 2(1), 93–100.
https://doi.org/10.33757/jik.v2i1.52
Rena, G., Hardie, D. G., & Pearson, E. R.
(2017). The mechanisms of action of Tandra H. 2018. Segala Sesuatu yang Harus
metformin. Diabetologia, 60(9), 1577– Anda Ketahui Tentang Diabetes,
1585. Panduan Lengkap Mengenal dan
Mengatasi Diabetes dengan Cepat dan
Saftarina, F. (2018). Analisis Efektivitas Biaya
Mudah. kedua. Jakarta: PT Gramedia
Dan Minimalisasi Biaya Pada Penderita
Pustaka Utama.
Diabetes Melitus Tipe 2 Di Instalasi Rawat
Inap Rsup Dr.Wahidin. Tresnowati, G. I., Kusuma, I. Y., & Sunarti.
(2022). Monitoring Kepatuhan
Soelistijo, A. S. (2021). Pengelolaan dan Pengobatan Pasien Diabetes Melitus
Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Tipe 2 dengan Media Adherence Pill Box
Indonesia 2021. Perkumpulan Unit Daily Dose. Jurnal Farmasi
Endokrinologi Indonesia, 3(1), 17–23. Indonesia, 14(2), 97–104.
Romadhoni H.A. (2018). Analisis efektivitas
Sunarti, Sholihah, N. A., & Oetari. (2019). biaya penggunaan antara metformin dan
Efektivitas Biaya Penggunaan glimepiride pada penderita diabetes
Omeprazole Dan Ranitidin Pada Pasien melitus tipe 2 rawat jalan di rumah sakit
Gastritis. Viva Medika | VOLUME, 12(1), pku muhammadiyah delanggu. Skripsi.
86–96. Program Studi Farmasi Fakultas Farmasi
http://ejournal.uhb.ac.id/index.php/VM/iss Universitas Muhammadiyah Surakarta.
ue/archive
Wahyuni. (2014). Faktor-Faktor yang
Webber, S. (2021). International Diabetes Berhubungan dengan Penyakit Diabetes
Federation. In Diabetes Research and Mellitus Didaerah Perkotaan di Indonesia.
Clinical Practice (Vol. 102, Issue 2). Univ Islam Syarif Hidayatullah
https://doi.org/10.1016/j.diabres.2013.10. .http//skripsi.universitas.islam.syarif.hida
013 yatullah.Jakarta.ac.id.
WHO. (2016). Global Report on Diabetes.
Isbn, 978, 6–86.

Diana Fika Sari, Sunarti, Khamdiyah Indah Kurniasih 271


INNOVATIVE: Journal Of Social Science Research
Volume 3 Nomor 2 Tahun 2023 Page 3089-3096
E-ISSN 2807-4238 and P-ISSN 2807-4246
Website: https://j-innovative.org/index.php/Innovative

Analisis Efektivitas Biaya Pengobatan Demam Berdarah Pada Pasien Riwayat Inap
Di Indonesia : Literature Review Article

Dedy Frianto1, Dila Afrina2, Fidya Syahfitri3, Irdiyani Fariha4, Kokom Gunawarman
🖂
Permatasari5, Lola Pitaloka6, Tasya Putri Pratiwi7
Prodi Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Buana Perjuangan Karawang
6🖂
Email: fm20.lolapitaloka@mhs.ubpkarawang.ac.id

Abstrak
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus DEN-
1, DEN-2, DEN-3 atau DEN-4. DBD merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang
ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Kunci keberhasilan terapi pada penyakit demam
berdarah adalah pemberian cairan termasuk jenis dan jumlahnya . Penderita penyakit Demam Berdarah
Dengue (DBD) di Indonesia mencapai 129.650 orang dengan jumlah kematian 1.071 orang pada tahun
2015. Perkembangan kasus DBD yang cenderung meningkat dan penyebarannya yang semakin luas
merupakan salah satu masalah kesehatan yang menjadi perhatian di Indonesia. Penyakit DBD
memberikan beban ekonomi bagi pemerintah dan masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis efektivitas biaya pengobatan DBD pada pasien rawat inap di indonesia
Kata Kunci: Analisis Efektivitas Biaya, Terapi, Demam Berdarah Dengue

Copyright @ Dedy Frianto, Dila Afrina,Fidya Syahfitri, Irdiyani Fariha, Kokom


Gunawarman Permatasari, Lola Pitaloka,Tasya Putri Pratiwi
Abstract
Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) is a disease caused by infection with the DEN-1, DEN-2, DEN-3 or
DEN-4 viruses. DHF is a disease caused by the dengue virus which is transmitted through the bite of
the Aedes aegypti mosquito. The key to successful therapy for dengue fever is the administration of
fluids including the type and amount. Patients with Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) in Indonesia
reached 129,650 people with 1,071 deaths in 2015. The development of DHF cases which tends to
increase and its wider spread is one of the health problems that is of concern in Indonesia. Dengue
fever provides an economic burden for the government and society. This study aims to analyze the
cost-effectiveness of DHF treatment in inpatients in Indonesia
Keywords: Cost Effectiveness Analysis, Therapy, Dengue Hemorrhagic Fever.

PENDAHULUAN
Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen
bangsa Indonesia yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat Kesehatan masyarakat
yang setinggitingginya, sebagai investasi bagi Pembangunan sumber daya manusia yang
produktif secara sosial dan ekonomis. Pembangunan Nasional harus berwawasan
kesehatan, yaitu setiap kebijakan publik selalu memperhatikan dampak pada Kesehatan
(Kemenkes RI, 2013).
Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen
bangsa Indonesia yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat Kesehatan masyarakat
yang setinggitingginya, sebagai investasi bagi Pembangunan sumber daya manusia yang
produktif secara sosial dan ekonomis. Pembangunan Nasional harus berwawasan
kesehatan, yaitu setiap kebijakan publik selalu memperhatikan dampak pada Kesehatan
(Kemenkes RI, 2013).
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit menular yang disebarkan oleh
vektor nyamuk Aedes aegypty dan Aedes albopictus yang membawa virus dengue.1
Penderita DBD di Indonesia dari 34 provinsi pada tahun 2015 sebanyak 129.650 dengan
jumlah pasien yang meninggal 1.071 orang.2 Di Provinsi Banten, jumlah pasien DBD
terdapat sebanyak 4.291 orang (angka kejadian 37,9 per 100.000) pada tahun 2013, dengan

Copyright @ Dedy Frianto, Dila Afrina,Fidya Syahfitri, Irdiyani Fariha, Kokom


Gunawarman Permatasari, Lola Pitaloka,Tasya Putri Pratiwi
kasus meninggal dunia 31 orang (angka kematian 28,58%).
Pengobatan DBD dilakukan dengan cara pemberian cairan oral atau intravena untuk
mencegah dehidrasi dan pemberian antipiretik yang bersifat simtomatik dan suportif.4 Jenis
cairan yang direkomendasikan oleh World Health Organization (WHO) adalah larutan ringer
laktat (RL), ringer asetat (RA), garam faali (GF) (golongan kristaloid), dekstran 40, plasma,
dan albumin (golongan koloid).4 Rekomendasi penanganan penyakit demam berdarah
yaitu memperbaiki kondisi dan terapi komplikasi penyakit DBD. Perawatan yang berkualitas
dapat memberikan pengaruh pada prognosis penyakit DBD.
Evaluasi pengobatan pasien memiliki tujuan untuk mengetahui kualitas dan kuantitas
dari penggunaan obat. Metode untuk mengukur konsumsi obat di sarana pelayanan
kesehatan yaitu dengan menggunakan sistem Analisis efektivitas biaya adalah suatu
metode farmakoekonomi yang dapat digunakan untuk menilai serta memilih program atau
pengobatan yang terbaik pada beberapa pilihan terapi dengan tujuan yang sama. Cara
tersebut dilakukan untuk mengetahui pengobatan mana yang lebih cost efektive dari kedua
alternatif pengobatan yang dipilih (Musdalipah et al., 2018). Cost Effectiveness Analysis yang
merupakan salah satu metode farmakoekonomi untuk memilih dan menilai program atau
obat yang terbaik pada beberapa pilihan terapi dengan tujuanyang sama. (Andayani, 2013).
METODE PENELITIAN
Penelitiaan ini berjenis penelitiaan dengan metode literature review . Literature review
dilakukan dengan cara sistematis dengan cara penelusuran dan penelitiian kepustakaan
dengan membaca bebagai buku dan jurnal . bertujuaan untuk menghasilkan satu tulisan
dengan satu topik atau isyu tertentu.
Dalam jurnal ini kita mengangkat topik atau isyu tentang “Analisis Efektifitas Biaya
Pengobatan Demam Berdarah Pada Pasien Rawat Inap Di Indonesia” . Dari berbagai buku
dan jurnal yang telah dikaji ada berbagai macam metode yang di gunakan di Indonesia
untuk pengobatan demam berdarah. Ada yang menggunakan metode observasional
dengan pengambilan data Cara retrospektif, data diproleh dari rekam medis pasien DBD
(bpjs) rawat inap pada tahun 2014 dan 2015. Ada juga yang menggunakan metode
penelitiaan observasional yang bersifat analitik dengan rancangan cross sectional.
Pengambilan data menggunakan pendekatan retrospektif melalui penelusuran medik

Copyright @ Dedy Frianto, Dila Afrina,Fidya Syahfitri, Irdiyani Fariha, Kokom


Gunawarman Permatasari, Lola Pitaloka,Tasya Putri Pratiwi
pasien. Ada yang menggunakan metode dari kedua metode ini banyak tenaga medis yang
menggunakan metode deskriftif observasional dengan pendekatan cross-sectional karena
metode ini dianggap lebih efektif.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Berdasarkan hasil artikel didapatkan bahwa hasil dengan karakteristik dengan jenis
kelamin lakilaki dan perempuan memiliki hasil yang berbeda dan lebih banyak pada
pasien perempuan. Penyakit DBD (Demam Berdarah Dengue) tidak dipengaruh jenis
kelamin, dengan rentang usia 6-12 tahun memiliki hasil terbanyak yang terkena DBD
karena banyaknya aktivitas diluar rumah sehingga kekebalan tubuh yang masih rendah
dengan dibandingkan usia dewasa. Pada hasil artikel, memiliki golongan obat yang
banyak digunakan Elektrolit infus RL. Pada pasien DBD penggunaan infus Elektrolit ini
untuk pengganti cairan yang diakibatkan kebocoran plasma yang terjadi saat cairan
dalam pembuluh darah keluar di antara sel.
Diberikannya obat Antipiretik bertujuan untuk menurunkan suhu tubuh karena
DBD dengan gejala utamanya mengalami demam. Hasil dari artikel terdapat penderita
DBD seperti anoreksia, mual, muntah, diare, konstripasi dan hilangnya nafsu makan
sehingga menyebabkan asam lambung. Tentunya tidak semua penderita DBD
pemberian obat sama semua. Ada beberapa golongan obat diberikan seperti antiulcer,
laksatif, pemberian antibiotik, diuretik dan beberapa sumplemen vitamin karena pada
umumnya penderita DBD kurangnya nafsu makan maka diperlukannya vitamin.
Penggunaan obat pada tiap golongan, seperti pada golongan antiulcer diberikannya
obat ranitidin, omeprazole dan sukralfat. Pada golongan laksatif atau pencahar
diberikannya obat Microlax dan Lactulosa. Pada artikel pemberian golongan antibiotik
pada pengobatan DBD tidak diperlukannya dengan kecuali adanya infeksi yang
disebabkan oleh bakteri dan terjadinya DSS (Dengue Syok Sydrome). Hasil dari artikel
terdapat pemberian antibiotik diantara lainnya Cefixime, Cefriaxone, Ampisilin,
Cefotaxime dan Meropenem. Golongan obat diuretik yaitu Dexamethasone dan
Furosemid. Pada pemberian suplemen vitamin yaitu Imunos, Albuforce, Curliv, Imboost,
Liprolac, Zink, Likurmin dan obat herbal Psidii.

Copyright @ Dedy Frianto, Dila Afrina,Fidya Syahfitri, Irdiyani Fariha, Kokom


Gunawarman Permatasari, Lola Pitaloka,Tasya Putri Pratiwi
Adanya golongan obat Antihistamin seperti Loratadin, CTM, Eflin dam Cetrizin.
Penambahan golongan obat mukolitik seperti Rhindovect, Prome dan Ambroxol. Obat
golongan anti asma seperti Combivents, Fartolin dan Salbutamol. Penggunaan
antibiotik yang tepat dan rasional memberikan dampak efektif dari segi biaya dengan
peningkatan efek terapeutik klinis. Meminimalkan toksisitas obat dan meminimalkan
terjadinya resistensi (kementrian kesehatan RI, 2011). Menurut Kemenkes RI (2011)
keuntungan menggunakan antibiotik dalam bentuk kombinasi yaitu dapat
meningkatkan aktivitas antibiotik pada infeksi spesifik (efek sinergis), dan
memperlambat serta mengurangi risiko timbulnya bakteri resiten. Penggunaan
antibiotik pada saat pasien dirawat paling banyak yaitu 3 dan 4 hari sesuai kondisi pasien
ketika dirumah sakit. Menurut kemenkes RI (2006) mengenai lama penggunaan
antibiotik harus disesuaikan dengan petunjuk aturan pemakaiannya agar tidak
menimbulkan resitensi.
Pemberian terapi tambahan pada kasus DBD dapat dipertimbangkan jika diberikan sesuai
dengan gejala yang dialami pasien namun bukan merupakan elemen dasar tatalaksana DBD
(WGO, 2009). Penggunaan kortikosteroid pada kondisi demem berdarah dengue tidak
tercantum dalam panduan WHO, namun dalam prakteknya masih dipergunakan pada kasus
DBD. Membaiknya trombosit dan hematokrit pada kelompok pasien yang sesuai terapi ini
kemungkinan dikarenakan derajat penyakit atau grade demam berdarah yang dialami lebih
ringan yaitu grade 1. Pada DHF grade 1 tanda dan gejala yang dialami pasien adalah demam
yang disertai manifestasi hemoragik ditunjukan dengan tes tourniquet positif, dan terjadi
perembesan plasma. Data laboratorium yang mendukung adalah nilai Trombosit.
Adapun penggunaan terapi kombinasi dengan H2RA dan PPI, tetapi terapi ini belum
disarankan karena adanya penambahan biaya pengobatan. Terapi ini digunakan untuk pasien
yang memiliki komplikasi. Pada pengobatan dengan antipireutik bisa digunakan dengan obat
paracetamol, pemberian dosis paracetamol ini harus diberikan harus sesuai dengan usia.
Pengobatan ini bisa secara simtomatif dan suportif yaitu dengan istirahat selama demam. Ini
ditujukan untuk mencegah penderita masuk ke fase syok. Bisa dengan suportif pemberian cairan
ringer laktat/asetat disertai monitoring karena kemungkinan terjadinya kebocoran plasma.

Copyright @ Dedy Frianto, Dila Afrina,Fidya Syahfitri, Irdiyani Fariha, Kokom


Gunawarman Permatasari, Lola Pitaloka,Tasya Putri Pratiwi
SIMPULAN
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan
oleh infeksi virus DEN-1, DEN- 2, DEN-3 atau DEN-4. DBD merupakan penyakit yang
disebabkan ole virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Dari
berbagai buku dan jurnal yang telah dikaji ada berbagai macam metode yang digunakan
di Indonesia untuk pengobatan demam berdarah. Ada yang menggunakan metode
observasional dengan pengambilan data Cara retrospektif, data diproleh dari rekam
medis pasien DBD (bpjs) rawat inap pada tahun 2014 dan 2015. Ada juga yang
menggunakan metode penelitiaan observasional yang bersifat analitik dengan
rancangan cross sectional. Pada artikel pemberian golongan antibiotik pada pengobatan
DBD tidak diperlukannya dengan kecuali adanya infeksi yang disebabkan oleh bakteri
dan terjadinya DSS (Dengue Syok Sydrome). Hasil dari artikel terdapat pemberian
antibiotik diantara lainnya Cefixime, Cefriaxone, Ampisilin, Cefotaxime dan Meropenem.
Golongan obat diuretik yaitu Dexamethasone dan Furosemid. Pada pemberian
suplemen vitamin yaitu Imunos, Albuforce, Curliv, Imboost, Liprolac, Zink, Likurmin dan
obat herbal Psidii. Menurut Kemenkes RI (2011) keuntungan menggunakan antibiotik
dalam bentuk kombinasi yaitu dapat meningkatkan aktivitas antibiotik pada infeksi
spesifik (efek sinergis), dan memperlambat serta mengurangi risiko timbulnya bakteri
resiten.
DAFTAR PUSTAKA
Banggai CE, Suliati VL, Kusumowardhani D, Firmansyah I, Montain M. Association between
hemoconcentration and longer hospitalization day of dengue patients. Health Sci J Indones.
2017;8(1):19–24. doi: 10.22435/hsji.v8i1.6434.
Beatty M, Beutels P, Meltzer MI, Shepard DS, Hombach J, Hutubessy R, et.al. Health economics of
dengue: A systematic literature review and expert panel’s assessment. Am J Trop Med Hyg.
2011;84(3):473–88. doi: 10.4269/ajtmh.2011.10-0521.
Beg MA Study on drug prescribing pattern in dengue patients in a tertiary care hospital-A tool to
teach clinical pharmacology. J Drug Deliv Therapeutics. 2015;5(2):73–6. doi:
10.22270/jddt.v5i2.1093
Beg MA, Dutta SB, Bawa S, Kaur A, Vishal S, Kumar U. Drug utilization pattern of analgesics as a
teaching tool for rational therapy to MBBS students in a medical college at Dehradun,

Copyright @ Dedy Frianto, Dila Afrina,Fidya Syahfitri, Irdiyani Fariha, Kokom


Gunawarman Permatasari, Lola Pitaloka,Tasya Putri Pratiwi
Uttarakhand, India. Int J Basic Clin Pharmacol. 2017; 6(4):842–4. doi: 10.18203/2319-2003ijbc
p20171089
Bergman U, Popa C, Tomson Y, Wattermark B, Einarson TR, Aberg H, et al. Drug utilization-90% a
simple method for assessing the quality of drug prescribing. Eur J Clin Pharmacol.1998;54:113–
8. doi: 10.1007/s002280050431
Dinas Kesehatan Provinsi Banten. Profil kesehatan Provinsi Banten tahun 2013. Banten: Dinas
Kesehatan Provinsi Banten; 2014.
Direktorat Jenderal Pelayanan Medik Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman tata
laksana klinis infeksi dengue di sarana pelayanan kesehatan. Jakarta: Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia; 2005.
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia. Pedoman penerapan kajian farmakoekonomi. Jakarta: Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia: 2013.
Dung NM, Day NP, Tan DT, Loan HT, Chau HT, Minh LN, et al. Fluid replacement in dengue shock
syndrome: A randomized, double-blind comparison of four intravenous-fluid regimens clinical
infectious diseases. Clin Infect Dis. 1999; 29(4):787–94. doi: 10.1086/520435
Edillo FE, Hasala YA, Largo FM, Easmo JNV, Amoin NB, Alera MTP, et al. Economic cost burden of
dengue in The Philippines. Am J Trop Med Hyg. 2015; 92 (2):360–6. doi: 10.4269/ajtmh.14-0139
Herminingrum, Yuniar I, Maliya, Arina. Hubungan antara tingkat pengetahuan masyarakat tentang
penyakit DBD dengan upaya pencegahan DBD di Desa Sukorejo Musuk Boyolali. 2011
Huy R, Wichmann O, Beatty M, Ngan C, Duong S, Margolis HS, et al. Cost of dengue and other
febrile illnesses to households in rural Cambodia: A prospective community -based case-
control study. BMC Public Health. 2009;9:155–60. doi: 10.1186/147 1-2458-9- 155
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
nomor 27 tahun 2014 tentang petunjuk teknis sistem indonesian case base groups (INA-
CBGS). Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 2014.
Kittayapong P, Wilder-Smith A. Use of insecticide-treated school uniforms for prevention of dengue
in schoolchildren: A cost-effectiveness analysis. PLoS One. 2014:9(9):e108017. doi:
10.1371/journalpon e. 0108017.
Pranata IWA, Artini IGA. Gambaran pola penatalaksanaan demam berdarah dengue (DBD) pada
anak di instalasi rawat inap rumah sakit umum daerah Kabupaten Buleleng tahun 2013. EJurnal
Medika. 2017;6(5):21–7.
Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Buletin jendela epidemiologi

Copyright @ Dedy Frianto, Dila Afrina,Fidya Syahfitri, Irdiyani Fariha, Kokom


Gunawarman Permatasari, Lola Pitaloka,Tasya Putri Pratiwi
topik utama demam berdarah dengue. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia;
2010
Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Situasi DBD di Indonesia.
Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 2016.
Rascati KL. Essentials of pharmacoeconomics. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkies; 2009.
Rotter T, Kinsman L, James EL, Machotta A, Gothe H, Willis J, et al. Clinical pathways: Effects on
professional practice, patient outcomes, length of stay and hospital cost. Cochrane Database
Syst Rev. 2010; (3):CD006632. doi: 10.1002/14651858.CD006 632.pub2.
Shalini S, Ravichandran V, Mohanty BK, Dhanaraj SK, Saraswathi R. Drug utilization studies-An
overview. Int J Pharmaceuti Sci Nanotech. 2010;3(1):803 – 10.
Shepard DS, Halasa YA, Tyagi BK, Adhish SV, Nandan D, Karthiga KS, et al. Economic and disease
burden of dengue illness in India. Am J Trop Med Hyg. 2014; 91(6):1235–42. doi: 10.4269/ajtmh
.14-0002
Suaya JA, Shepard DS, Siqueira JB, Martelli CT, Lum LC, Tan LH, et al. Cost of dengue cases in eight
countries in the Americas and Asia: A prospective study. Am J Trop Med Hyg. 2009;80(5):846–
55. doi: 10.4269/ajtmh.2009.80.846
Tran BX, Thu Vu G, Hoang Nguyen L, Tuan Le Nguyen A, Thanh Tran T, Thanh Nguyen B, et al.
Cost-of-illness and the health-related quality of life of patients in the dengue fever outbreak in
Hanoi in 2017. Int J Environ Res Public Health. 2018;15(6):2–9. doi: 10.3390/ijer ph15061174
Vong S, Khieu V, Glass O, Ly S, Duong V, Huy R, et al. Dengue incidence in urban and rural
Cambodia: Results from population-based active fever surveillance, 2006–2008. PLoS Negl
Trop Dis. 2010;4(11):1–10. doi: 10.1371/ journal.pntd.0000903
Vo NTT, Phan TND, Vo TQ. Direct medical costs of dengue fever Vietnam: A retrospective study in a
tertia hospital. Malays J Med Sci. 2017;24(3):66–72. doi: 10.21315/mjms2017.24.3.8.

Copyright @ Dedy Frianto, Dila Afrina,Fidya Syahfitri, Irdiyani Fariha, Kokom


Gunawarman Permatasari, Lola Pitaloka,Tasya Putri Pratiwi
JURNAL FARMASI UDAYANA | pISSN: 2301-7716; eISSN: 2622-4607 | VOL. 11, NO. 2, 2023
https://doi.org/10.24843/JFU.2022.v11.i02.p03

ANALISIS BIAYA DAN KUALITAS HIDUP PASIEN


RAWAT JALAN DM TIPE 2 DENGAN TERAPI
GLIQUIDONE DIBANDINGKAN GLIMEPIRIDE DI
RSUD SURAKARTA TAHUN 2021

Ela Dewi Puspita Sari1 , Samuel Budi Harsono1 dan Inaratul Rizkhy Hanifah1
1 Program Studi S1 Farmasi, Universitas Setia Budi, Surakarta, 57127

Reception date of the manuscript: 2022-01-20


Acceptance date of the manuscript: 2022-12-06
Publication date: 2023-01-31

Abstract— Diabetes Mellitus type 2 is a degenerative disease suffered by patients for life. WHO estimates that Indonesia’s number of
people with diabetes will be around 21.3 million in 2030. Poor blood sugar control in DM patients impacts the decreasing quality of life
and increasing health costs. The aim of this study was to analyze the cost of gliquidone therapy compared to glimepiride and the quality
of life of outpatients with type 2 DM at the Surakarta Hospital in 2021. The research was conducted using a cross-sectional study design.
The sample in this study was obtained through the purposive sampling method with patients who met the inclusion criteria. Cost analysis
using the CUA (Cost Utility Analysis) was carried out by calculating direct medical and non-medical costs, followed by calculating the
RUB (Cost Utility Ratio) value to determine which therapy had the most cost-utility. This study was conducted in August-September 2021.
Cost data includes total medical costs from hospitals and transportation costs. Quality of life value in this study was measured using the
D-QOL (Diabetes Quality Of Life) questionnaire. The results showed that the RUB value was Rp. 5,389,203; U = 0.749 while glimepiride
was Rp. 4,117.949; U = 0.754. The sensitivity test results showed that the cost of non-ADO drugs had the longest range, so it became the
most influential factor. More cost-utility compared to gliquidone.

Keywords—Oral antidiabetic, CUA (Cost Utility Analysis), Diabetes Mellitus, Quality of life

Abstrak— Penyakit Diabetes Melitus tipe 2 merupakan penyakit degeneratif yang diderita oleh pasien seumur hidup. WHO memper-
kirakan jumlah penderita diabetes di Indonesia sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Pengontrolan gula darah yang buruk pada pasien DM
berdampak pada penurunan kualitas hidup dan peningkatan biaya kesehatan. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis biaya terapi
gliquidone dibandingkan dengan glimepiride dan kualitas hidup pasien DM tipe 2 rawat jalan di RSUD Surakarta pada tahun 2021. Peneli-
tian dilakukan dengan menggunakan desain studi cross sectional. Sampel dalam penelitian ini didapat melalui metode purposive sampling
dengan pasien yang memenuhi kriteria inklusi. Analisis biaya menggunakan metode CUA (Cost Utility Analysis) dilakukan dengan cara
menghitung biaya medik dan non medik langsung diikuti dengan menghitung nilai RUB (Rasio Utilitas Biaya) untuk mengetahui terapi
yang paling cost utility. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus-September 2021. Data biaya meliputi total biaya langsung dan biaya
transportasi. Kualitas hidup dalam penelitian ini diukur menggunakan kuesioner DQOL (Diabetes Quality Of Life). Hasil menunjukkan
nilai RUB gliquidone Rp. 5.389.203; U = 0,749 sedangkan glimepiride Rp. 4.117.949; U = 0,754. Hasil uji sensitivitas menunjukkan biaya
obat non ADO memiliki rentang yang paling panjang sehingga menjadi faktor yang paling berpengaruh. Penggunaan glimepirid lebih cost
utility dibandingkan dengan gliquidone.

Kata Kunci—Antidiabetik oral, CUA, Cost Utility Analysis, Diabetes Mellitus, Kualitas hidup

(Fatimah, 2015). DM merupakan penyakit kronis yang me-


merlukan pengobatan seumur hidup untuk penyembuhan dan
1. P ENDAHULUAN pencegahan komplikasi, sehingga membutuhkan biaya pela-
Diabetes Mellitus (DM) adalah penyakit degeneratif yang yanan yang tinggi (Baroroh, Solikah and Urfiyya, 2016). DM
terjadi karena gangguan metabolisme yang ditandai dengan tipe 2 adalah penyakit kronis yang tidak dapat disembuhkan
adanya kenaikan kadar gula darah melebihi batas normal sepenuhnya dan berhubungan dengan kualitas hidup (Adiku-
suma et al., 2016).
Penulis koresponden: Inaratul Rizkhy Hanifah, Pengukuran kualitas hidup memiliki manfaat yang sangat
Email: inaratul.rh.setiabudi@gmail.com penting untuk evaluasi intervensi klinis, memantau efek pen-

SARI DKK. 49
JURNAL FARMASI UDAYANA | pISSN: 2301-7716; eISSN: 2622-4607 | VOL. 11, NO. 2, 2023
https://doi.org/10.24843/JFU.2022.v11.i02.p03

gobatan, dan dapat dijadikan sebagai acuan keberhasilan dari 4. PEMBAHASAN


suatu terapi. Pengukuran kualitas hidup bertujuan untuk me-
4.1. Distribusi berdasarkan umur
lihat apakah terapi yang dijalani sudah tepat. Apabila kuali-
tas hidup pasien kurang baik maka perlu dilakukan perbaikan Distribusi pasien DM tipe 2 rawat jalan di RSUD Sura-
terapi. (Prihandiwati et al, 2019). karta tahun 2021 berdasarkan umur cukup beragam, namun
dalam penelitian ini diambil subjek penelitian yang berusia
Biaya merupakan pengeluaran ekonomi yang diperhitung-
45 tahun ke atas, hal ini sesuai dengan pernyataan American
kan untuk memperkirakan sumber daya dalam suatu produk-
Diabetes Association ADA (2013) bahwa usia 45 tahun me-
si atau jasa (Hanifah, Arayni and Oetari, 2021). Aplikasi far-
rupakan salah satu faktor resiko terjadinya penyakit DM.
makoekonomi digunakan untuk mengevaluasi intervensi le-
bih lanjut dengan cara menghubungkan manfaat dan hasil Berdasarkan tabel 1 pasien yang memiliki usia diatas 60
dengan biaya (Tjandrawinata, 2016). Pengobatan yang baik tahun memiliki persentase yang paling tinggi. Angka keja-
dan benar sangat bermanfaat bagi pasien, baik dari segi ke- dian DM tipe 2 akan meningkat seiring dengan pertambahan
sehatan maupun penyembuhan penyakit serta biaya yang ha- umur hingga 65 tahun. Risiko penyakit DM tipe 2 meningkat
rus ditanggung, terutama bagi pasien yang harus mengkon- saat usia >45 tahun (Swastini et al, 2016). Hal ini dikare-
sumsi obat dalam waktu yang lama. Sehingga perlu dilihat nakan seiring bertambahnya usia, terjadi penurunan aktivitas
seberapa besar biaya yang dihabiskan untuk pengobatan DM fisik. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Ramadhan
tipe 2 yang membutuhkan pengobatan seumur hidup untuk dan Marissa (2015) yang menyatakan bahwa pasien dengan
kemudian dapat dilakukan evaluasi (Hartanto dan Mulyani, umur 46 tahun sampai 65 tahun memiliki resiko besar terke-
2017). CUA (Cost Utility Analysis) merupakan suatu metode na DM.
analisis pada kajian farmakoekonomi yang dapat memban- Angka kejadian DM tipe 2 meningkat dengan bertambahn-
dingkan biaya pengobatan dengan kualitas hidup yang dipe- ya usia juga karena salah satu faktor yakni penuaan. Penuaan
roleh dari suatu pengobatan, sehingga metode ini dapat di- dapat mempengaruhi berbagai hormon yang mengatur proses
gunakan untuk menganalisis biaya pengobatan dan melihat metabolisme tubuh serta terjadinya penurunan fungsi organ
outcome berupa kualitas hidup pasien DM tipe 2. Indikasi di- tubuh, terutama pada fungsi sel pankreas terhadap glukosa
lakukan CUA menurut Drummond, yaitu jika kualitas hidup yang sensitivitasnya menurun (Muliyani, 2019).
merupakan kriteria yang penting dan jika kualitas hidup me-
rupakan parameter outcome sesudah intervensi. Berdasarkan 4.2. Distribusi berdasarkan jenis kelamin
latar belakang diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan Prevalensi DM tipe 2 di RSUD Surakarta berdasarkan je-
penelitian mengenai analisis biaya dan kualitas hidup pasien nis kelamin menunjukkan bahwa pada terapi A pasien laki-
rawat jalan DM tipe 2 dengan terapi Gliquidone dibanding- laki memiliki persentase sebesar 51,85 % dan pasien perem-
kan Glimepiride di RSUD Surakarta pada tahun 2021. puan sebanyak 48,15 %, sedangkan terapi B pasien laki-laki
maupun perempuan memiliki persentase yang sama yaitu se-
2. M ETODE besar 50 %, sehingga dapat dikatakan bahwa jenis kelamin
pasien tidak berpengaruh signifikan terhadap resiko penya-
Bahan dan Alat kit DM tipe 2. Hal ini sesuai dengan pernyataan American
Lembar pengumpul data, kuisioner DQOL, dan inform Diabetes Association (ADA) yang menyatakan bahwa jenis
consent. Rekam medis, rekam pengobatan, billing, serta daf- kelamin tertentu bukan merupakan faktor resiko terjadinya
tar peralatan penunjang medis pasien. DM tipe 2.

Metode 4.3. Analisis kualitas hidup


Penelitian menggunakan kuesioner DQOL (Diabetes Qua-
Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan lity Of Life). DQOL yaitu kuesioner yang spesifik digunakan
pendekatan cross sectional. Waktu pengambilan data pada untuk mengukur kualitas hidup pasien DM. Kuesioner terdi-
bulan Agustus-September 2021. Data yang diambil merupa- ri dari 3 domain dan 13 pertanyaan dari versi aslinya yang
kan data primer berupa jawaban kuesioner pasien, data se- terdiri dari 3 domain dan 46 pertanyaan. Scoring pada kue-
kunder dari data rekam medik dan data billing pasien DM sioner dilakukan dengan menjumlah dan merata-rata semua
tipe 2 yang menjalani rawat jalan di RSUD Surakarta pada nilai angket dari domain yang ada. Nilai score pada kuesio-
tahun 2021. Pengambilan sampel menggunakan metode pur- ner ini adalah 1-5 dan score tertinggi pada kuesioner adalah
posive sampling. Penelitian ini sudah memperoleh persetu- 65 yang diasumsikan sebagai kesehatan 100 %.
juan dari Komisi Etik Penelitian Kesehatan RSUD Dr. Moe-
wardi dengan nomor 819/VIII/HREC/2021. Rata-rata total score pada penggunaan terapi gliquidone
adalah 48,037 dengan score utilitas 0,739 dan memiliki per-
sentase sebesar 73,9 %. Rata-rata total score pada terapi gli-
3. H ASIL
mepiride adalah 49,033 dengan score utililas 0,754 yakni le-
Penelitian dilakukan dengan mengolah data secara far- bih tinggi dibandingkan terapi gliquidone dengan persentase
makoekonomi dengan metode CUA (Cost Utility Analysis). sebesar 75,4 %, dari hasil data tersebut disimpulkan bahwa
Metode CUA dilakukan dengan mencari nilai RUB (Rasio kedua obat yang dibandingkan memiliki selisih yakni 1,02 %.
Utilitas Biaya) dan RIUB (Rasio Inkremental Utilitas Bia- Pasien DM tipe 2 yang menjalani penggobatan mengguna-
ya). Analisis dilakukan pada komponen biaya selama pasien kan glimepiride memiliki kualitas hidup yang lebih baik di-
menderita DM tipe 2 hingga penelitian dilakukan dan out- bandingkan yang menggunakan gliquidone walaupun pada
come terapi dengan melihat kualitas hidup pasien DM tipe pasien yang menggunakan gliquidone juga memiliki kualitas
2. hidup yang baik.

SARI DKK. 50
JURNAL FARMASI UDAYANA | pISSN: 2301-7716; eISSN: 2622-4607 | VOL. 11, NO. 2, 2023
https://doi.org/10.24843/JFU.2022.v11.i02.p03

TABEL 1: D ISTRIBUSI PASIEN DM TIPE 2 RAWAT JALAN DI RSUD S URAKARTA TAHUN 2021 BERDASARKAN UMUR

Usia (tahun) Terapi Gliquidone Persentase ( %) Terapi Glimepiride Persentase ( %)


45-59 9 33,33 % 13 43,33
60 18 66,66 % 17 56,66

TABEL 2: D ISTRIBUSI PASIEN DM TIPE 2 RAWAT JALAN DI RSUD S URAKARTA TAHUN 2021 BERDASARKAN JENIS KELAMIN

Jenis Kelamin Jumlah pasien Terapi Gliquidone Persentase ( %) Terapi Glimepiride Persentase ( %)
Laki-laki 29 14 51,85 15 50
Perempuan 28 13 48,15 15 50

TABEL 3: H ASIL PENGUKURAN KUALITAS HIDUP PASIEN DM TIPE 2 RAWAT JALAN DI RSUD S URAKARTA TAHUN 2021
MENGGUNAKAN KUESIOER DQOL

Jenis Terapi Rata-rata total score Rata-rata Utilitas Rata-rata time preference Persentase ( %)
Terapi Gliquidone 48,037 0,739 2,8 73,9
Terapi Glimepiride 49,033 0,754 3 75,4

TABEL 4: P ENGGUNAAN JENIS TERAPI PADA PASIEN DM TIPE 2 RAWAT JALAN DI RSUD S URAKARTA TAHUN 2021

Jenis Terapi Jumlah pasien Persentase ( %)


Terapi Gliquidone 27 47,37
Terapi Glimepiride 30 52,63

TABEL 5: B IAYA MEDIK DAN NON MEDIK LANGSUNG PASIEN DM TIPE 2 RAWAT JALAN DI RSUD S URAKARTA TAHUN 2021

Jenis Terapi Rata-rata total biaya medik langsung (Rp) Rata-rata total biaya non medik langsung (Rp)
Terapi Gliquidone 8.247.474 2.897.778
Terapi Glimepiride 6.734.563 2.572.000

TABEL 6: H ASIL PERHITUNGAN NILAI RUB PADA PASIEN DM TIPE 2 RAWAT JALAN DI RSUD S URAKARTA TAHUN 2021

Jenis Terapi Persentase( %) Jumlah pasien Total biaya rata” RUB


Terapi Gliquidone 73,9 27 11.155.652 5.389.203
Terapi Glimepiride 75,4 30 9.306.563 4.117.949

TABEL 7: A NALISIS SENSITIVITAS PENGGUNAAN TERAPI GLIMEPIRIDE PADA PASIEN DM TIPE 2 DI RSUD S URAKARTA TAHUN
2021

Komponen Biaya (Rp)


Biaya ADO Biaya non ADO Biaya Pemeriksaan Biaya Lab Biaya Transportasi Total Biaya rata-rata
Glimepiride 7.990 94.863 30.000 29.267 71.833 233.953
+25 % 9.987 118.578 37.500 36.583 89.791 292.441
-25 % 5.993 71.148 22.500 21.951 53.875 175.465
Selisih 3.994 47.430 15.000 14.632 35.916 116.976

4.4. Penggunaan jenis terapi biaya rata-rata pada setiap jenis terapi. Dari data tersebut, ter-
dapat biaya tetap dari segi pandang rumah sakit, yaitu biaya
Dari data yang didapatkan distribusi penggunaan gliqui-
registrasi Rp. 3.500, biaya pemeriksaan sebesar Rp. 30.000
done pada pasien DM tipe 2 di RSUD Surakarta pada bulan
setiap kunjungan, dan biaya rata-rata laboraturium sebesar
Agustus hingga September yang memenuhi kriteria seban-
Rp. 30.133 pada setiap kunjungan.
yak 27 pasien dengan persentase 47,37 %, sedangkan peng-
gunaan glimepiride sebanyak 30 pasien dengan persentase Biaya terapi rata – rata pasien DM tipe 2 pada tabel 5 me-
sebesar 52,63 %. nunjukkan bahwa pasien yang menggunakan terapi A men-
geluarkan biaya lebih besar dibandingkan dengan biaya tera-
4.5. Perhitungan total biaya pi rata – rata pasien DM tpe 2 yang menggunakan terapi B,
Berdasarkan tabel 5 komponen biaya medik langsung pada dimana total biaya rata – rata penggunaan terapi gliquidone
pasien DM tipe 2 rawat jalan di RSUD Surakarta tahun 2021 sebesar Rp. 8.247.474 dan total biaya rata – rata penggunaan
dengan jenis pembiayaan BPJS. Pada tabel 5, terdapat total glimepiride adalah Rp. 6.734.563. Tingginya total rata-rata

SARI DKK. 51
JURNAL FARMASI UDAYANA | pISSN: 2301-7716; eISSN: 2622-4607 | VOL. 11, NO. 2, 2023
https://doi.org/10.24843/JFU.2022.v11.i02.p03

Gambar. 1: Diagram tornado berdasarkan analisis sensitivitas penggunaan terapi glimepiride pada pasien DM tipe 2 di RSUD Surakarta
tahun 2021

biaya pengobatan penggunaan terapi gliquidone dapat terja- yang menunjukkan rentang paling panjang merupakan faktor
di karena salah satu faktor yakni komponen biaya non ADO. biaya yang paling berpengaruh.
Total rata-rata biaya non medik langsung pada penggunaan Berdasarkan diagram tornado yang ditunjukkan pada gam-
terapi gliquidone sebesar Rp. 2.897.778 dan pada penggu- bar 3 dapat diketahui parameter yang paling sensitif mem-
naan terapi glimepiride sebesar Rp. 2.572.000, biaya ini me- pengaruhi total biaya yang dikeluarkan oleh pasien adalah
rupakan biaya transportasi yang dikeluarkan oleh pasien se- biaya obat non antidiabetik oral dikarenakan biaya obat non
lama menjalani pengobatan ke rumah sakit hingga penelitian antidiabetik oral menunjukkan diagram yang memiliki bar
ini dilakukan. dengan rentang yang paling panjang dibandingkan dengan
parameter yang lainnya. Urutan parameter dari yang paling
4.6. Analisis perhitungan RUB
sensitif secara berturut-berturut adalah biaya obat non anti-
Pada penelitian ini nilai RUB diperoleh dengan memban- diabetik oral, biaya transportasi, biaya pemeriksaan, biaya
dingkan total biaya rata-rata medik langsung dan non me- laboraturium dan biaya obat antidiabetik oral.
dik langsung pasien dengan skor Quality Adjusted Life Years
(QALY). Pada tabel 5 terdapat hasil perhitungan RUB terha- 5. KESIMPULAN
dap penggunaan terapi gliquidone dan penggunaan terapi gli- Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, penggunaan
mepiride pada pasien DM tipe 2 rawat jalan di RSUD Sura- terapi gliquidone maupun glimepiride mampu memberikan
karta tahun 2021. kualitas hidup yang baik, namun terapi glimepiride memili-
Nilai Rasio Utilitas Baya diperoleh dari perhitungan rata- ki nilai RUB yang lebih tinggi yaitu Rp. 4.117.949 dengan
rata biaya medik dan non medik langsung yang dikeluar- persentase utilitas sebesar 75,4 %. Maka dapat disimpulkan
kan oleh pasien dibagi dengan QALY. QALY didapat dari bahwa penggunaan terapi glimepiride lebih cost utility diban-
perhitungan rata-rata score utilitas yang kemudian dikalikan dingkan dengan penggunaan terapi gliquidone.
dengan time preferance. Nilai RUB paling rendah dipero-
leh pada penggunaan terapi glimepiride dibandingkan den- 6. UCAPAN TERIMAKASIH
gan penggunaan terapi gliquidone, nilai RUB (glimepiride =
Terimakasih kepada Seluruh dosen beserta staf di Jurusan
Rp. 4.117.949; U = 0,754) dengan nilai QALY 2,26. Nilai
Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Setia Budi Surakarta,
RUB (gliquidone = Rp. 5.389.203; U = 0,749) dengan nilai
Seluruh staf/karyawan di IFRS RSUD Surakarta, serta ke-
QALY 2,07 maka dari data tersebut penggunaan terapi gli-
luarga dan sahabat penulis atas kritik, saran, serta dukungan
mepiride mempunyai nilai RUB yang lebih rendah yaitu Rp.
yang selalu diberikan.
4.136.250 dengan kualitas hidup baik (U = 0,754) dan den-
gan nilai QALY 2,26. 7. DAFTAR P USTAKA
4.7. Analisis Sensitivitas Adikusuma, W., Perwitasari, D. A., Supadmi, W. 2016. Pen-
Analisis sensitivitas merupakan suatu teknik analisis yang gukuran Kualitas Hidup Pasien Diabetes Melitus Tipe 2
dapat digunakan untuk mengukur ketidakpastian dari data yang Mendapat Antidiabetik Oral di Rumah Sakit PKU
yang digunakan maupun data yang dihasilkan dalam kajian Muhammadiyah Bantul Yogyakarta. Jurnal Ilmiah Ibnu
farmakoekonomi (KEMENKES, 2013). Tahap analisa sensi- Sina, 1(1), 1-8.
tivitas dilakukan untuk mengetahui pengaruh dari parameter- American Diabetes Association (ADA). 2014. Diagnosis
parameter biaya yang diperhitungkan terhadap total biaya And Classification Of Diabetes Mellitus. Diabetes Care,
secara keseluruhan. Dengan melakukan analisa sensitivitas 37(1), 81–90
diharapkan akibat yang mungkin saja terjadi akibat dari pe- Baroroh, F., Solikah, W. Y. 2016. Analisis biaya terapi Dia-
rubahan parameter-parameter tersebut dapat diketahui. Hasil betes Melitus tipe 2 di Rumah Sakit PKU Muhammadi-
analisis sensitivitas ini sering direpresentasikan sebagai dia- yah Bantul Yogyakarta. Jurnal Farmasi Sains dan Prak-
gram tornado, pada diagram tornado hasil uji sensitivitas bar tis, 1(2), 11-21.

SARI DKK. 52
JURNAL FARMASI UDAYANA | pISSN: 2301-7716; eISSN: 2622-4607 | VOL. 11, NO. 2, 2023
https://doi.org/10.24843/JFU.2022.v11.i02.p03

Fatimah, R. N. 2015. Diabetes melitus tipe 2. Jurnal Majo-


rity, 4(5).
Hanifah, I. R., Arayni, W. C. T., Oetari, R. A. (2021, Octo-
ber). Cost Effectiveness Analysis Of Combination An-
tihypertensive Drug On Hypertension Outpatients At
RSUD Kabupaten Karanganyar 2020. In International
Conference on Health Science (Vol. 1, No. 1, pp. 852-
859).
Hartanto, D., Mulyani, T. T. 2017. Gambaran Biaya Pasien
Diabetes Melitus Tipe 2 Dengan Terapi Antidiabetik
Oral Di RSUD Ulin Banjarmasin. Jurnal Ilmiah Ibnu
Sina, 2(1): 109-116.
Muliyani, N. I. 2019. Karakteristik Pasien Diabetes Mellitus
Tipe 2 Yang Mendapatkan Terapi Antidiabetik Oral di
Rsud Dr. H. Moch. Ansari Saleh Banjarmasin. Jurnal
Kajian Ilmiah Kesehatan Dan Teknologi, 1(1): 11-16.
Prihandiwati, E., Pratiwi, M. D., Ayuchecaria, N., Ariani, N.,
Aisyah, N., Mardiana, M. 2019. Kualitas Hidup Pasien
Kanker Payudara Di Ruang Edelweis Rsud Ulin Ban-
jarmasin. Jurnal Ilmiah Ibnu Sina, 4(1): 176-185. Ra-
madhan, N., Marissa, N. 2015. Karakteristik Penderita
Diabetes Mellitus Tipe 2 Berdasarkan Kadar Hba1c Di
Puskesmas Jayabaru Kota Banda Aceh.
Swastini, D. A., Putri, S. A., Rudiarta, N. M., Wiryanthini,
I. A. D. (2016). Gambaran Terapi Layanan Jkn pada Pa-
sien Hipertensi Stage I dan Diabetes Melitus Tipe 2 di
Unit Rawat Jalan Rumah Sakit Udayana. Jurnal Farmasi
Udayana, 5(1), 279781.
Tjandrawinata, R. R. 2016. Peranan Farmakoekonomi da-
lam Penentuan Kebijakan yang Berkaitan dengan Obat-
Obatan. Jurnal Medicinus, 29(1)

SARI DKK. 53
Farmaka
Suplemen Volume 16 Nomor 3 134

REVIEW ARTIKEL: KAJIAN FARMAKOEKONOMI YANG MENDASARI


PEMILIHAN PENGOBATAN DI INDONESIA

Shahnaz Desianti Khoiriyah dan Keri Lestari


Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran
Jl. Raya Bandung Sumedang KM 21, Jatinangor, Sumedang, Jawa Barat 45363
shahnazdk96@gmail.com ; lestarikd@unpad.ac.id

ABSTRAK

Biaya pelayanan kesehatan di Indonesia terus mengalami peningkatan sehingga perlu adanya
kajian farmakoekonomi yang dapat dijadikan dasar dalam pemilihan pengobatan di Indonesia.
Pemahaman mengenai farmakoekonomi sangat diperlukan oleh banyak pihak terutama oleh
seorang apoteker untuk menentukan pengobatan terbaik yang akan diberikan kepada pasien.
Kajian farmakoekonomi bertujuan untuk memberikan pengobatan yang efektif dengan
peningkatan kualitas kesehatan. Kajian farmakoekonomi yang dilakukan meliputi Analisis
Efektivitas Biaya (AEB); Analisis Minimalisasi Biaya (AMiB); Analisis Utilitas Biaya (AUB)
dan Analisis Manfaat Biaya. Tujuan dari literatur review ini adalah untuk memberikan kajian
farmakoekonomi yang dapat digunakan sebagai dasar untuk pertimbangan pemilihan
pengobatan di Indonesia. Metode yang digunakan dalam pengerjaan literatur review ini
adalah studi literatur yang bersumber dari jurnal nasional dan internasional dengan tahun
terbit maksimal 5 tahun terakhir. Kajian farmakoekonomi menjadi salah satu hal sangat
diperlukan dalam pemilihan pengobatan di Indonesia karena memberikan informasi mengenai
pengobatan yang paling efektif, efisien, utilitas dan bermanfaat diantara banyak pengobatan.
Kata Kunci: Farmakoekonomi, Analisis Efektivitas Biaya, Analisis Minimalisasi Biaya,
Analisis Utilitas Biaya, Analisis Manfaat Biaya

ABSTRACT
The cost of health services in Indonesia continuous increase so that there is a need for a
pharmacoeconomic study that can be used as a basis in the selection of treatment in
Indonesia. Understanding of pharmacoeconomics is needed by many parties, especially by a
pharmacist to determine the best treatment that will be given to the patient. The
pharmacoeconomic study aims to provide effective treatment with improved quality of health.
The pharmacoeconomic studies include the Cost Effectiveness Analysis (CEA); Cost
Minimization Analysis (CMA); Cost Utility Analysis (CUA) and Cost Benefit Analysis (CBA).
The purpose of this review literature is to provide a pharmacoeconomic review that can be
used as a basis for consideration of treatment options in Indonesia. The method used in this
literature review is literature study which is sourced from national and international journals
with the maximum 5 years published. The pharmacoeconomic review is one of the most
important issues in the selection of medication in Indonesia because it provides information
on the most effective, efficient, utility and useful treatment among many treatments.
Keywords: Pharmacoeconomic, Cost Effectiveness Analysis, Cost Minimization Analysis,
Cost Utility Analysis, Cost Benefit Analysis
Diserahkan: 30 Agustus 2018, Diterima 1 September 2018

PENDAHULUAN sehinga perlu adanya kajian-kajian


mengenai peningkatan efisiensi dan
Biaya pelayanan kesehatan di
efektivitas biaya pelayanan kesehatan.
Indonesia dirasakan semakin meningkat
Kajian-kajian ini berkaitan dengan bidang
Farmaka
Suplemen Volume 16 Nomor 3 135

farmakoekonomi yang memiliki peran digunakan. Terdapat empat jenis utama


penting dalam mendeskripsikan dan analisis farmakoekonomi yaitu Cost
menganalisis biaya terapi pada suatu Effectiveness Analysis (CEA); Cost
sistem pelayanan kesehatan(1). Minimization Analysis (CMA); Cost Utility
Analysis (CUA) dan Cost Benefit Analysis
Farmakoekonomi merupakan
(CBA (3).
multidisiplin ilmu yang mencakup ilmu
ekonomi dan kesehatan yang bertujuan Berdasarkan pemaparan diatas,
meningkatkan taraf kesehatan dengan perlu adanya kajian lebih lanjut mengenai
meningkatkan efektivitas perawatan pemilihan pengobatan dari sudut pandang
kesehatan. Pemahaman tentang konsep farmakoekonomi. Maka dari itu penulisan
farmakoekonomi sangat dibutuhkan oleh literatur review ini bertujuan untuk
banyak pihak seperti industri farmasi, memberikan kajian farmakoekonomi yang
farmasi klinik, pembuat kebijakan. dapat digunakan sebagai dasar untuk
Pemahaman mengenai farmakoekonomi pertimbangan pemilihan pengobatan di
dapat membantu apoteker membandingkan Indonesia.
input (biaya untuk produk dan layanan
METODE
farmasi) dan output (hasil pengobatan).
Analisis farmakoekonomi memungkinkan Metode yang digunakan dalam

apoteker untuk membuat keputusan penulisan literatur review ini adalah studi

penting tentang penentuan formularium, literatur dengan sumber yang digunakan

manajemen penyakit, dan penilaian berupa data primer yaitu jurnal penelitian

pengobatan(2). yang telah dipublikasikan yang dapat


diunduh secara online di website jurnal
Farmakoekonomi juga dapat
nasional dan Internasional. Sumberdata
menbantu pembuat kebijakan dan penyedia
lainnya yang digunakan adalah e-book.
pelayanan kesehatan dalam membuat
Pemilihan jurnal didasarkan pada kriteria
keputusan dan mengevaluasi
tertentu. Kriteria inklusi yaitu jurnal yang
keterjangkauan dan akses pengunaan obat
memuat informasi mengenai kajian
yang rasional. Kunci utama dari kajian
farmakoekonomi dalam pemilihan
farmakoekonomi adalah efisiensi dengan
pengobatan dengan tahun terbit 5 tahun
berbagai strategi yang dapat dilakukan
terakhir. Kriteria eksklusi berupa jurnal
untuk mendapatkan manfaat semaksimal
dengan tahun terbit sebelum tahun 2013.
mungkin dengan sumber daya yang
Farmaka
Suplemen Volume 16 Nomor 3 136

HASIL

Kajian
Kriteria Kekurangan Kelebihan
Farmakoekonomi
Biaya dinyatakan dalam - Pengobatan atau - Efek pengobatan
nilai moneter (rupiah). program kesehatan tidah dinyatakan
Efek dari salah satu yang dibandingkan dalam nilai
pengobatan atau harus memiliki hasil moneter(4).
program kesehatan lebih yang sama atau
Cost tinggi dibandingkan berkaitan(5).
Effectiveness dengan pengobatan atau - Pengobatan atau
Analysis (CEA) program kesehatan program kesehatan
lainnya. Efek yang dibandingkan
pengobatan dinyatakan dapat diukur dengan
dalam unit ilmiah atau unit kesehatan yang
indikator kesehatan sama(4).
lainnya(4).
Biaya dinyatakan dalam - Jika Outcome yang - Metode
nilai moneter (rupiah)(4), diasumsikan sama farmakoekonomi
efek dari pengobatan ternyata memiliki paling
atau program kesehatan outcome yang sederhana(6).
yang dibandingkan berbeda dapat
sama atau dianggap menyebabkan hasil
Cost
sama(6). analisis yg tidak
Minimization
akurat dan tidak
Analysis (CMA)
bernilai(6).
- Kenaikan harga obat,
penurunan daya beli
pasien dan diskon
tidak
diperhitungkan(7,8).
Biaya dinyatakan dalam - Tidak adanya - Satu-satunya
nilai moneter (rupiah). standarisasi, memicu metode
Cost Utility
Efek dari salah satu inkonsistensian pada farmakoekonomi
Analysis (CUA)
pengobatan atau penyajian data(5). yang
program kesehatan lebih memperhatikan
Farmaka
Suplemen Volume 16 Nomor 3 137

Kajian
Kriteria Kekurangan Kelebihan
Farmakoekonomi
tinggi dibandingkan kualitas hidup
dengan pengobatan atau dalam metode
program kesehatan analisisnya(5).
lainnya. Efek
pengobatan dinyatakan
dalam quality adjusted
life years (QALY (4).
Biaya dinyatakan dalam - Sulitnya - Dapat digunakan
nilai moneter (rupiah). mengkonversi untuk
Efek dari salah satu manfaat dari suatu pembandingkan
pengobatan atau pengobatan dalam pengobatan yang
program kesehatan lebih nilai moneter(5). tidak saling
tinggi dibandingkan - Sulitnya berhubungan dan
Cost Benefit
dengan pengobatan atau kenguantifikasi nilai outcome
Analysis
program kesehatan kesehatan dan hidup berbeda(5).
lainnya. Efek manusia maka
pengobatan dinyatakan metode ini memicu
dalam rupiah(4). kontroversi sehingga
metode ini jarang
dilakukan(4).

Tabel 1. Perbandingan Kajian Farmakoekonomi


Biaya Langsung (Cost of treatment)
Biaya Tidak Langsung
Medis Non Medis
- Biaya obat - Biaya administrasi - Biaya konsumsi
- Biaya jasa tenaga kesehatan - Biaya ambulans - Biaya pendamping
- Biaya operasi - Biaya pelayanan - Biaya hilangnya
- Biaya uji laboratorium informal produktivitas (pekerjaan)
- Biaya pemeriksaan penunjang
Biaya Akibat Sakit (Cost of illness) = Biaya Langsung + Biaya Tidak Langsung
Farmaka
Suplemen Volume 16 Nomor 3 138

Tabel 2. Klasifikasi Biaya dalam Farmakoekonomi(4)

Cost Effectiveness Analysis (CEA) (Incremental Cost Effectiveness Ratio)(1)

Rata−rata Biaya (9)


Pada kajian CEA hasil digambarkan 𝐴𝐶𝐸𝑅 = Efektivitas Terapi
dalam rasio yaitu ACER (Average Cost
∆ Biaya (9)
Effectiveness Ratio) atau sebagai ICER 𝐼𝐶𝐸𝑅 = ∆ Outcome

Efektivitas Biaya Biaya Lebih Rendah Biaya Sama Biaya Lebih Tinggi
Efektivitas Lebih A B C
Rendah (Perlu Perhitungan ACER) (Didominasi)
Efektivitas Sama D E F
Efektivitas Lebih G H I
Tinggi (Dominan)

Tabel 3. Tabel Efektivitas Biaya(4)

Cost Minimization Analysis (CMA) Cost Benefit Analysis

Pehitungan CMA diperoleh dengan Pada kajian Cost Benefit Analysis


menghitung rata-rata biaya total dapat dilakukan perhitungan manfaat
pengobatan, lalu dibanding rata-rata biaya bersih dan Cost Benefit Ratio.
total pengobatan antara satu pengobatan
Manfaat Bersih = Manfaat − Biaya (5)
dengan pengobatan alternatif lain(10).
Manfaat (5)
𝐶𝑜𝑠𝑡 𝐵𝑒𝑛𝑒𝑓𝑖𝑡 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 =
Cost Utility Analysis (CUA) 𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎

Pada kajian CUA terlebih dahulu PEMBAHASAN

dicari life years (LY) dan utilitas untuk Cost Effectiveness Analysis (CEA)
mendapatkan nilai quality adjusted life
CEA merupakan suatu analisis yang
years (QALY). Hasil CUA digambarkan
digunakan untuk memilih dan menilai
dalam Cost Utility Ratio dan Incremental
suatu program kesehatan atau pengobatan
Cost Utility Ratio (ICUR).
yang terbaik dari beberapa pilihan
(11)
𝑄𝐴𝐿𝑌 = 𝐿𝑌 x utilitas pengobatan yang memiliki tujuan
Biaya (12) pengobatan yang sama. CEA mengonversi
𝐶𝑜𝑠𝑡 𝑈𝑡𝑖𝑙𝑖𝑡𝑦 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 = QALY
biaya dan efektivitas dalam bentuk
∆ Biaya (12) rasio(13). Pengobatan yang dibandingkan
𝐼𝐶𝑈𝑅 = ∆ QALY
dengan CEA merupakan alternatif
Farmaka
Suplemen Volume 16 Nomor 3 139

pengobatan dengan efikasi dan keamanan indikator yang menyatakan efektivitas


yang berbeda(1). CEA dapat dilakukan suatu pengobatan seperti lama perawatan(1)
dengan membandingkan atara dua atau dan waktu yang dibutuhkan untuk
lebih alternatif pengobatan(9). menghilangkan gejala (contoh: demam)(9).
Lama perawatan (Length of Stay) yang
Untuk melakukan CEA perlu
dimaksud merupakan lama rawat inap
adanya data mengenai biaya pengobatan
pasien mulai dari pasien masuk rumah
dan parameter efektivitas dari pengobatan
sakit dan jumlah malam yang dihabiskan
atau outcome pengobatan(14). Biaya
untuk perawatan di rumah sakit(1).
pengobatan yang dimaksud merupakan
biaya langsung yang dikeluarkan oleh CEA memberikan besaran nilai
pasien selama perawatan. Biaya yang moneter yang harus dikeluarkan untuk
dimaksud dapat meliputi biaya rekam setiap satu unit ilmiah (contoh dalam mg/dl
medis, biaya konsultasi dokter, biaya alat penurunan kolesterol)(4). CEA biasanya
kesehatan, biaya laboratorium, biaya digambarkan dalam perhitungan ACER dan
ruangan dan biaya pelayanan kamar (untuk ICER. ACER merupakan nilai yang
pasien rawat inap)(1). menyatakan besaran biaya yang
dibutuhkan untuk setiap peningkatan
Hasil penelitian yang dilakukan
outcome pengobatan. Pengobatan yang
oleh Hadning dkk (2015) menyatakan
memiliki nilai ACER yang terendah
bahwa komponen biaya terbesar dalam
merupakan pengobatan yang paling cost-
suatu pengobatan adalah biaya obat dan
effective(1). ICER merupakan nilai yang
biaya alat kesehatan yang memakan biaya
menunjukkan biaya tambahan yang
hingga 44%(15). Sedangkan menurut
dibutuhkan untuk menghasilkan setiap
penelitian yang dilakukan Baroroh dan
perubahan satu unit outcome pengobatan(9).
Fauzi (2017) menyatakan setelah biaya
obat komponen terbesar kedua merupakan Untuk mempermudah
biaya akomodasi rawat inap dan komponen mengambilan keputusan dalam
ketiga merupakan biaya alat kesehatan(16). menentukan pengobatan alternatif maka
Pada CEA rata-rata biaya didapat dari dapat menggunakan tabel efektivitas biaya
jumlah biaya pengobatan dibagi dengan (Tabel 3) dan diagram efektivitas biaya
jumlah kasus atau jumlah pasien(14). (Gambar 1). Pengobatan yang berada
didaerah Dominan pasti terpilih dan tidak
Efektivitas mengacu pada
diperlukan perhitungan CEA. Sebaliknya
kemampuan suatu pengobatan atau
dengan daerah dominan, pengobatan pada
program kesehatan memberikan
daerah didominasi tidak perlu disajikan
peningkatan kesehatan(4). Terdapat banyak
pertimbangan pengobatan alternatif dan
Farmaka
Suplemen Volume 16 Nomor 3 140

tidak diperlukan perhitungan CEA. pengobatan dengan biaya paling rendah


Pengobatan yang berasa pada daerah E dengan outcome yang sama(15). CMA juga
bisa dijasikan pertimbangan pengobatan dapat meningkatkan efisiensi, kendali mutu
alternatif dengan berbagai pertimbangan dan kendali biaya. CMA merupakan
seperti cara pemakaian yang lebih mudah metode kajian farmakoekonomi yang
atau pengobatan mudah didapat. Pada paling sederhana sehingga hal ini menjadi
pengobatan yang berada pada daerah A kelebihan tersendiri dari CMA
dan I perlu dilakukan perhitungan ACER dibandingkan dengan kajian
untuk memilih pengobatan alternatif(4). farmakoekonomi lainnya. Namun CMA
sendiri tidak terlepas dari kekurangan,
Kajian farmakoekonomi CEA ini
dimana jika asumsi outcome yang
memiliki keunggulan tersendiri
ditetapkan tidak benar dapat menyebabkan
dibandingkan dengan metode
hasil analisis yang didapat menjadi tidak
farmakoekonomi lainnya. Hasil
akurat dan tidak bernilai(6).
pengobatan pada CEA tidak disajikan
dalam nilai moneter. Selain memiliki CMA berfokus pada penentuan
keunggulan CEA juga memiliki pengobatan yang memiliki biaya perhari
kekurangan dimana pengobatan atau yang paling rendah dengan outcome yang
program kesehatan yang akan sama, serupa, setara atau dianggap
dibandingkan dengan CEA harus memiliki setara(6). Outcome yang biasanya dicapai
hasil yang sama atau berkaitan(5) (contoh: pada CMA berupa waktu yang di butuhkan
antihipertensi)(6,7). Selain itu pada CEA untuk menghilangkan gejala seperti
pengukuran unit kesehatan harus sama(4). tercapaikan penurunan tekanan darah yang
stabil(10) atau Lama perawatan (Length of
Cost Minimization Analysis (CMA)
Stay)(16).
Pemilihan pengobatan dewasa ini
Total biaya pengobatan yang
telah mengalami peningkatan dimana
dimaksud pada CMA merupakan biaya
pemilihan alternatif pengobatan semakin
langsung yang dikeluarkan oleh pasien
banyak. Banyak aspek yang mempengaruhi
yang dapat meliputi biaya obat, biaya alat
pemilihan pengobatan, salah satunya
kesehatan, biaya terapi penunjang, biaya
adalah dari segi biaya. CMA merupakan
laboratorium, biaya adverse effect, biaya
analisis yang dilakukan dengan
konsultasi dokter, biaya jasa perawatan,
membandingkan biaya yang dibutuhkan
biaya administrasi dan biaya rawat inap
oleh dua atau lebih program kesehatan atau
(pada pasien rawat inap)(16).
pengobatan yang bertujuan untuk
mengetahui dan mengidentifikasi
Farmaka
Suplemen Volume 16 Nomor 3 141

Pada CMA perbedaan rata-rata pengobatan yang memberikan manfaat


biaya total pengobatan sangat dipengaruhi (benefit) tertinggi(15).
oleh harga obat, terapi penunjang(15) dan
Pada CMA pengobatan yang
tindakan penunjang(16) yang harus
memiliki biaya paling kecil dalam setiap
disertakan karena adanya efek samping
periode pengobatan dengan memberikan
dari pengobatan. Pada penelitian yang
efek yang diharapkan maka dapat
dilakukan oleh Faramitha dkk (2017) yang
dinyatakan pengobatan tersebut sebagai
melakukan analisis minimalisasi biaya
pengobatan paling cost-minimize(6).
terapi antihipertensi antara kombinasi
kaptopril-hidroklorotiazid dan amlodipin- Cost Utility Analysis (CUA)

hidroklorotiazid, hasil penelitian CUA merupakan suatu metode


menunjukkan bahwa rata-rata biaya total analisis dalam farmakoekonomi yang
pengobatan amlodipin-hidroklorotiazid membandingkan biaya pengobatan dengan
lebih tingi dibandingkan dengan rata-rata kualitas hidup yang didapat dari
biaya total pengobatan dengan kaptopril- pengobatan yang diberikan. CUA
hidroklorotiazid hal ini disebabkan karena merupakan metode lanjutan dari CEA.
biaya amlodipin generik yang lebih mahal CUA merupakan satu-satunya metode
dari pada kaptopril dan juga adanya terapi analisis dalam farmakoekonomi yang
penunjang yang diberikan untuk mengatasi menggunakan kualitas hidup dalam
efek samping pengobatan amlodipin perhitungannya yang menjadikan
seperti mual yang diderita oleh 57,14% keunggulan dari metode ini. Namun perlu
pasien dan nyeri kepala yang diderita oleh digaris bawahi bahwa tidak adanya
42,86% pasien(15). standarisasi standarisasi dalam metode ini

Perhitungan CMA dilakukan dapat menyebabkan inkonsistensian dalam

dengan menghitung rata-rata biaya total penyajian data(5).

yang dibutuhkan oleh setiap pengobatan Outcome pengobatan pada CUA


lalu dibandingan rata-rata biaya total dinyatakan dalam life years (LY) dan
pengobatan yang akan dianalisis dengan quality adjusted life years (QALY) yang
CMA. Perhitungan biaya dilakukan dengan didapat dari perkalian LY dengan nilai
asumsi tidak ada kenaikan harga dan utilitas(12). Nilai utilitas dapat diperoleh
penurunan daya beli pasien(16). Pada CMA dari Pubmed and Cochrane database(11).
adanya diskon tidak diperhitungkan karena Nilai utilitas merupakan presentasi
pada CMA hal yang ingin diketahui adalah preferensi yang dinyatakan untuk suatu
pengobatan dengan biaya terendah bukan kondisi kesehatan tertentu. Nilai utilitas
berkisar pada angka 0-1 dimana nilai 0
Farmaka
Suplemen Volume 16 Nomor 3 142

menyatakan kematian sedangkan 1 National List of Essential Drugs


menyatakan sehat sempurna(5). Hasil utama (NLED)(11).
dari CUA adalah biaya per QALY atau
Cost Benefit Analysis (CBA)
Incremental Cost Utility Ratio (ICUR)
yang didapat dengan membandingkan CBA merupakan analisis

perbedaan biaya dengan perbedaan QALY farmakoekonomi yang membandingkan

dari pengobatan yang di bandingkan(12). manfaat yang diberikan dari suatu


pengobatan dengan biaya yang harus
Hasil dari analisis farmakoekonomi
dikeluarkan dalam pemberian pengobatan.
dengan metode CUA dapat memberikan
CBA dapat digunakan untuk efisiensi
informasi mengenai efektivitas biaya
penggunaan sumber daya(17). CBA dapat
pengobatan yang nantinya dapat dijadikan
dilakukan dengan membandingkan dua
pertimbangan bagi penyedia pelayanan
atau lebih suatu produk farmasi atau jasa
kesehatan dan juga pemerintah sebagai
farmasi yang tidak saling berhubungan dan
pembuat kebijakan dalam nentukan
memiliki outcome berbeda yang menjadi
pengobatan yang paling efektif untuk
kelebihan tersendiri dari CBA
diberikan. CUA juga dapat digunakan
dibandingkan dengan kajian
untuk mengevaluasi kebijakan pemerintah
farmakoekonomi lainnya. Selain memiliki
mengenai biaya pengobatan yang
kelebihan, CBA juga memiliki kekurangan
ditanggung oleh negara. Salah satu
dimana sulitnya menentukan nilai noneter
penelitian mengenai penerapan CUA pada
dari manfaat yang diberikan terutama
kebijakan kesehatan pemerintah dilakukan
manfaat yang dirasakan oleh penerima
oleh Tantai et al (2014) yang melakukan
pengobatan(5).
CUA pada pengobatan hepatitis B kronis di
Thailand dengan membandingkan biaya Untuk melakukan CBA perlu

pengobatan dan palliative care adanya data manfaat dan biaya dari

menunjukkan bahwa pengobatan dengan pengobatan yang diberikan yang keduanya

Lamivudine sebagai lini pertama dinyatakan dalam nilai moneter(5). Nilai

pengobatan dan tenofovir sebagai obat manfaat yang diberikan dapat berupa

tambahan yang diberikan ketika terjadi pendapatan yang didapat oleh pemberi

resisten pengobatan pada pasien HbeAg- pelayanan kesehatan dari suatu intervensi.

positif hepatitis B kronik merupakan Penelitian yang dilakukan Nuryadi dkk

pengobatan yang memiliki cost-utility (2014) yang melakukan Cost Benefit

terbaik sehingga dapat dijadikan Analysis antara pembelian alat CT-Scan

pertimbangan bagi pemerintah Thailand dengan Alat Laser Dioda Photocoagulator

untuk memasukkan tenofovir pada di RSD Balung Jember dengan menjadikan


Farmaka
Suplemen Volume 16 Nomor 3 143

pendapatan Rumah Sakit yang didapat dari non medis(4). Biaya langsung medis
pemakaian alat kesehatan sebagai nilai merupakan biaya yang berkaitan secara
manfaat(17). langsung dengan proses pengobatan,
pendeteksian dan pencegahan suatu
Pada CBA untuk mengetahui
penyakit. Contoh biaya langsung adalah
besaran bersih dari manfaat dalam nilai
biaya obat, biaya jasa tenaga kesehatan,
moneter perlu dilakukan perhitungan
biaya uji laboratorium dan sebagainya.
manfaat bersih (net benefit) yang didapat
Biaya langsung non medis merupakan
dengan cara biaya dikurangi dengan
biaya langsung yang berkaitan dengan
manfaat dalam nilai moneter. Hasil
penerimaan suatu jasa atau produk. Contoh
perhitungan CBA disajikan dalam Cost
biaya langsung non medis seperti biaya
Benefit Ratio, dimana Cost Benefit Ratio
ambulans dan pelayanan(5) informal
didapat dengan membagi biaya dengan
(tambahan)(4). Biaya tidak langsung adalah
nilan manfaat dalam nilai moneter(5).
biaya yang ada karena hilangnya
Jika hasil dari perhitungan Cost produktivitas dari pasien dikarenakan suatu
Benefit Ratio >1 maka manfaat yang penyakit. Contoh dari pengobatan tidak
didapat dari suatu pengobatan lebih besar langsung seperti biaya pedampingan
dari biaya yang dibutuhkan. Jika Cost pasien(5). Biaya akibat sakit (Cost of ilness)
Benefit Ratio = 1 maka manfaat yang merupakan biaya yang harus dikeluarkan
dihasilkan dengan biaya yang dibutuhkan karena proses sakit, dimana biaya akibat
sama besar. Jika Cost Benefit Ratio <1 sakit ini meliputi biaya langsung dan biaya
maka biaya yang dibutuhkan lebih besar tidak langsung. Jenis-jenis biaya yang
daripada manfaat yang didapat. Maka diapakai pada kajian farmakoekonomi
pengobatan dengan nilai Cost Benefit Ratio akan tergantung pada hasil yang diinginkan
paling besar merupakan pengobatan paling dari setiap kajian farmakoekonomi. Biaya
(5)
Cost Benefit . dapat dihitung berdasarkan 3 perseptif

Jenis-jenis Biaya yaitu masyarakat, kelembagaan (penyedia


yankes, pemerintah, asuransi) dan
Pada analisis farmakoekonomi
individu(4).
biaya merupakan salah satu hal yang
penting yang nantinya di jadikan sebagai SIMPULAN

perhitungan dalam setiap metode analsis. Kajian farmakoekonomi sangat


Biaya sendiri terdiri dari biaya langsung, diperlukan dalam pemilihan pengobatan di
biaya tidak langsung dan biaya akibat sakit Indonesia karena memberikan informasi
(Cost of ilness). Biaya langsung sendiri mengenai pengobatan yang paling efektif,
terbagi menjadi biaya langsung medis dan efisien, utilitas dan bermanfaat diantara
Farmaka
Suplemen Volume 16 Nomor 3 144

banyak pengobatan. Kajian 4. Kementrian Kesehatan Republik


Indonesia. Pedoman Penerapan Kajian
farmakoekonomi yang dilakukan meliputi
Farmakoekonomi. Kementrian
Cost Effectiveness Analysis (CEA); Cost Kesehatan Republik Indonesia; 2013.
Minimization Analysis (CMA); Cost Utility 5. Tjandrawinata RR. Peran
Analysis (CUA) dan Cost Benefit Analysis Farmakoekonomi dalam Penentuan
Kebjakan yang Berkaitan dengan
(CBA). Obat-Obatan. MEDICINUS.
2016;29(1):46–52.
UCAPAN TERIMAKASIH
6. Merliana H, Sjaaf AC. Analisis
Penulis mengucapkan terimakasih Minimisasi Biaya Amlodipin Generik
kepada ibu Prof. Dr. Keri Lestari, M.Si., dan Bermerk pada Pengobatan
Hipertensi di RS X Pekanbaru Tahun
Apt selaku dosen pembimbing yang telah 2015. J Ekon Kesehat Indones.
membimbing penulis dalam pengerjaan 2017;1(3):114–9.

literatur review ini, kepada bapak Rizky 7. Faramitha A, Prihartanto B, Destiani


DP. Analisis Minimalisasi Biaya
Abdullah, Ph.D., Apt selaku dosen
Terapi Antihipertensi dengan
metodologi penelitian yang telah Kaptopril-Hidroklorotiazid dan
Amlodipin-Hidroklorotiazid di Salah
memberikan arahan mengenai penulisan
Satu Rumah Sakit Kota Bandung. J
literatur review ini serta kepada seluruh Farm Klin Indones. 2017;6(3):220–30.
pihak yang tidak dapat disebutkan satu 8. Purwanti OS, Sinuraya RK, Pradipta
persatu yang berperan dalam kelancaran IS, Abdullah R. Analisis Minimalisasi
Biaya Antibiotik Pasien Sepsis Salah
penulisan literatur review ini. Satu Rumah Sakit Kota Bandung. J
Farm Klin Indones. 2013;2(1):18–27.
DAFTAR PUSTAKA
9. Susono RF, Sudarso, Galistiani GF.
Cost Effectiveness Analysis
1. Musdalipah, Setiawan MA, Santi E.
Pengobatan Pasien Demam Tifoid
Analisis Efektivitas Biaya Antibiotik
Pediatrik menggunakan Cefotaxime
Sefotaxime dan Gentamisin Penderita
dan Chloramphenicol di Instalasi
Pneumonia pada Balita di RSUD
Rawat Inap RSUD Prof. Dr. Margono
Kabupaten Bombana Provinsi
Soekarjo. J Pharm. 2014;11(1):86–97.
Sulawesi Tenggara. J Ilm Ibnu Sina.
2018;3(1):1–11. 10. Rahmawati C, Nurwahyuni A. Analisis
Minimalisasi Biaya Obat
2. Makhinova T, Rascati K.
Antihipertensi antara Kombinasi
Pharmacoeconomics Education in US
Ramipril-Spironolakton dengan
Colleges and Schools of Pharmacy.
Valsartan pada Pasien Gagal Jantung
Am J Pharm Educ. 2013;77(7):1–5.
Kongestif di Rumah Sakit Pemerintah
3. Ahmad A, Patel I, Parimilakrishnan S, XY di Jakarta Tahun 2014. J Ekon
Mohanta GP. The Role of Kesehat Indones. 2017;1(4):119–200.
Pharmacoeconomics in Current Indian
11. Tantai N, Chaikledkaew U,
Healthcare System. J Res Pharm Pr.
Tanwandee T, Werayingyong P,
2013;2(1):3–9.
Teerawattananon Y. A Cost Utility
Analysis of Drug Treatments In
Patients with HBeAg-positive Chronic
Farmaka
Suplemen Volume 16 Nomor 3 145

Hepatitis B in Thailand. Health Serv Pancaran Kasih GMIM Manado.


Res. 2014;14(170):1–13. PHARMACON. 2017;6(3):315–23.

12. Adibe MO, Aguwa CN, Ukwe CV. 15. Hadning I, Ikawati Z, Andayani TM.
Cost Utility Analysis of Stroke Treatment Cost Analysis for
Pharmaceutical Care Intervention Consideration on Health Cost
Versus Usual Care in Management of Determination Using INA- CBGs. Int J
Nigeria Patient with Type 2 Diabetes. Public Health Sci. 2015;4(4):288–93.

13. Faridah N, Machlaurin A, Subagijo P. 16. Baroroh F, Fauzi LA. Analisis Biaya
Analisis Efektivitas Biaya Penggunaan Terapi Stroke pada Pasien Rawat Inap
Antibiotik terhadap Pasien Sepsis di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah
Pediatrik di Rawat Inap RSD dr. Bantul Yogyakarta. J Ilm Ibnu Sina.
Soebandi Kabupaten Jember pada 2017;2(1):93–101.
Tahun 2014. E-J Pustaka Kesehat.
2016;4(2):255–62. 17. Nuryadi, Herawati YT, Triswardhani
R. Cost Benefit Analysis antara
14. Laumba F, Citraningtyas G, Yudistira Pembelian Alat CT-Scan dengan Alat
A. Analisis Efektivitas Biaya (Cost Laser Dioda Photocoagulator di RSUD
Effectiveness Analysis) pada Pasien Balung Jember. J Ilmu Kesehat Masy.
Gastritis Kronik Rawat Inap di RSU 2014;10(1):49–58.

Anda mungkin juga menyukai