Anda di halaman 1dari 95

SEMINAR HASIL

Hari : Kamis, 11 Oktober 2018


Jam : 10.00-12.00 WITA
Tempat : Ruang Seminar Fakultas Farmasi UHO
Dosen Penguji :
1. Wahyuni, S.Si., M.Si., Apt.
2. Muh. Hajrul Malaka, S.Si., M.Si.
3. Andi Nafisah Tendri A., S,Farm., M.Sc.
Dosen Pembimbing :
Hasil Penelitian 4. Suryani, S.Farm., M.Sc., Apt.
5. Dian Munasari Solo, S.Farm., M.Si., Apt.

UJI AKTIVITAS PERTUMBUHAN RAMBUT DARI EKSTRAK ETANOL


BIJI NANGKA (Artocarpus heterophyllus Lamk.) TERHADAP HEWAN
COBA KELINCI (Oryctolagus cuniculus)

OLEH : NURLELA

SUNDARI Z.
O1A1 14 034

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2018
HALAMAN PERSETUJUAN

Hasil Penelitian

UJI AKTIVITAS PERTUMBUHAN RAMBUT DARI EKSTRAK ETANOL


BIJI NANGKA (Artocarpus heterophyllus Lamk.) TERHADAP HEWAN
COBA KELINCI (Oryctolagus cuniculus)

Diajukan oleh:

NURLELA SUNDARI Z.
O1A1 14 034

Telah disetujui oleh:


Pembimbing I, Pembimbing II,

Suryani, S.Farm., M.Sc., Apt. Dian Munasari Solo, S.Farm., M.Si. Apt.
NIP. 19810626 200801 2 012 NIP.

Mengetahui,
Ketua Program Studi Farmasi,

Nur Illiyyin Akib, S.Si., M.Si., Apt.


NIP. 19810319 200801 2 006

ii
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah


‫ ﮫﻧﺎﺤﺒﺳ ﻰﺎﻟﻌﺗو‬yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah serta karunia-Nya

sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan hasil yang

berjudul “Uji Aktivitas Pertumbuhan Rambut dari Ekstrak Etanol Biji

Nangka (Artocarpus heterophyllus Lamk.) Terhadap Hewan Coba Kelinci

(Oryctolagus cuniculus)”. Sholawat serta salam semoga selalu tercurahkan


kepada junjungan kita Nabi Muhammad ‫ ﷲ ﻰﻠﺻ ﮫﯿﻠﻋ ﻢﻠﺳو‬yang telah menuntun

umatnya dari lembah kegelapan menuju jalan yang terang benderang.

Melalui kesempatan ini dengan segala bakti penulis haturkan terima kasih

yang tak terhingga kepada orang tua penulis ayahanda Zainuddin Dg. Sewang

dan ibunda Nursidah (Almh.) atas segala doa, restu, semangat, bimbingan,

arahan, nasehat yang memberikan kedamaian hati serta ketabahan dalam

mendidik, membesarkan dan menitipkan harapan besar penulis. Semoga Allah

SWT selalu melindungi dan melimpahkan rahmat-Nya kepada orang-orang yang

penulis sayangi ini.

Terima kasih penulis haturkan kepada Ibu Suryani, S.Farm., M.Sc., Apt.

selaku pembimbing pertama dan Ibu Dian Munasari Solo, S.Farm., M.Si. Apt.

selaku pembimbing kedua yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran

dalam mengarahkan dan membimbing penulis selama mengikuti perkuliahan

maupun dalam proses penyelesaian hasil penelitian ini.

3
Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada :

1. Rektor Universitas Halu Oleo.

2. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Halu Oleo.

3. Ketua Jurusan Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Halu Oleo.

4. Ibu Fery Indradewi Armadany,, S.Si., M.Si., Apt. Dan Ibu A. Eka Purnama

Putri, S.Farm., M.Sc., Apt. selaku Pembimbing Akademik yang telah

memberikan bimbingan di bidang akademik.

5. Bapak Yamin, S.Pd., M.Sc. selaku Kepala Laboratorium Farmasi yang telah

memberikan izin penggunaan laboratorium.

6. Ibu Wahyuni, S.Si., M.Si., Apt., Bapak Muh. Hajrul Malaka, S.Si., M.Si., dan

Ibu Andi Nafisah Tendri Ajeng. S.Farm., M.Sc. selaku Dewan Penguji yang

telah banyak memberikan ide dan saran bagi penulis dalam menyelesaikan

tugas akhir.

7. Bapak dan Ibu dosen Jurusan Farmasi, serta seluruh staf di lingkungan

Fakultas Farmasi UHO atas segala fasilitas dan pelayanan yang diberikan

selama penulis dalam menuntut ilmu.

8. Keluarga besar penulis yang telah memberikan motivasi dan semangat kepada

penulis.

9. Rekan team Artocarpus heterophyllus Lamk. (Astried Amalia Amanat dan

Fadilah Ayu Lestari) yang bekerja keras untuk menyelesaikan tugas akhir ini

dengan penuh kesabaran dan solidaritas.

4
10. Sahabat terbaikku keluarga abalone’s Astried Amalia Amanat, I s r a w a

t i W a b u l a , Putri Candra Sari, Ade Israwati, Nimbar Arasti, Ridho

Fajriyah Jamri, Nurnaningsih, Fadilah Ayu Lestari dan Risnawati. Momen

bersama kalian yang tidak bisa terlupakan serta terimakasih untuk selalu ada

dan menemani penulis baik dalam suka maupun duka serta semangat dan

dukungannya.

11. Sahabat-Sahabat tercinta penulis yang telah memberikan kebahagian,

semangat dan motivasi, serta bantuan kepada penulis: Devita Suba Mairi, Lili

Handayani, Ismar Wulan, Mika Febryati Kadir, Fadilah Ayu Lestari, Nur

Resky Permatasari, Aisyah Hambali, Nabila Saraswati Hendra, Nur Alif

Fatuh, Rezky Nahdiati, Pradanasti Desma, Rindy Gisratami, Ahmad

Waliuddin , La Ode Muh. Hidayat Haofu, Malindo Sufriadin, Muh. Israwan

Azis, Muh. Ridwan Esi, Hendra Febriansyah.

12. Kakak-kakak senior 2010-2013 yang telah berbaik hati membantu dan

memberi motifasi kepada penulis.

13. Teman-teman Emulsi 2014, kelas A dan kelas farmasi industri dan teknologi

formulasi yang kompak, kerja sama yang baik dan selalu memberikan

dukungan serta semangat kepada penulis.

14. Teman-teman SMPN 9 Kendari (Halin Bahayulanda, Winda Alifia, Nitra Sari,

Indri, Andys Barlianta, Ahmad Zainal) yang selalu memberikan motivasi,

dukungan, dan bantuan kepada penulis.

5
15. Teman-teman SMAN 4 Kendari (Qarima Nurul, Miftahul Jannah, Eka

Wahyuni, Sarifah, Muh. Ervin, Ahmad Zakir) yang selalu memberikan

motivasi, dukungan, dan bantuan kepada penulis.

16. Seluruh pihak yang telah membantu melancarkan penelitian dan penulisan ini

yang tidak tersebutkan namanya ucapan terima kasih tidak terhingga dari

penulis.

Akhirnya penulis menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya

kepada semua pihak dan apabila masih terdapat kesalahan dalam hasil ini, sudilah

kiranya memberikan koreksi untuk lebih baiknya tulisan ini. Semoga Allah SWT

memberi taufik kepada kita semua untuk mencintai ilmu yang bermanfaat dan

amalana yang shalih serta memberikan ridho balasan yang sebaik-baiknya.

Kendari, Oktober 2018

Penulis

6
DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN ii
KATA PENGANTAR iii
DAFTAR ISI vii
ABSTRAK ix
ABSTRACT xiii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 4
C. Tujuan 4
D. Manfaat 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6
A. Uraian Umum Biji Nangka (A. heterophyllus Lamk.) 6
B. Rambut 9
C. Ekstraksi 18
D. Skrining Fitokimia 22
E. Hewan Coba Kelinci 25
F. Uji Aktivitas Pertumbuhan Rambut 27
G. Kerangka Konsep 28
BAB III METODE PENELITIAN 29
A. Waktu dan Tempat Penelitian 29
B. Jenis Penelitian 29
C. Bahan Penelitian 29
D. Alat Penelitian 29
E. Variabel 30
F. Definisi Operasional 30
G. Determinasi dan Pengumpulan Tumbuhan 31
H. Ekstraksi 31
I. Skrining Fitokimia 32
J. Uji Karakterisasi Ekstrak 33
K. Prosedur Penelitian 35

vii
L. Analisis Data 37
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 38
A. Determinasi Tanaman 38
B. Pengolahan Sampel 38
C. Ekstraksi 39
D. Skrining Fitokimia 41
E. Karakterisasi Ekstrak 45
F. Uji Aktivitas Pertumbuhan Rambut 47
BAB V PENUTUP 53
A. Kesimpulan 53
B. Saran 53
DAFTAR PUSTAKA 54
LAMPIRAN 61
Lampiran 1. Surat Kelayakan Etik (Ethical Clearance) 61
Lampiran 2. Surat Determinasi Tanaman 62
Lampiran 3. Diagram Alir Metode Penelitian 63
Lampiran 4. Perhitungan Rendemen Ekstrak 66
Lampiran 5. Perhitungan Pembuatan Larutan Uji 67
Lampiran 6. Karakterisasi Ekstrak 68
Lampiran 7. Berat Badan Hewan Percobaan (Kelinci) 70
Lampiran 8. Data Rata-rata Pertumbuhan Rambut 71
Lampiran 9. Analisis Data 72
Lampiran 10. Dokumentasi Penelitian 77

8
DAFTAR TABEL

No. Teks Halaman


1. Hasil Skrining Fitokimia 41
2. Hasil Karakterisasi Ekstrak 44
3. Hasil Pengukuran Panjang Rambut Kelinci 47
4. Analisis Data Uji Normalitas 72
5. Analisis Data Uji Homogenitas 72
6. Analisis Data dengan Metode ANOVA 72
7. Analisis Data dengan Uji lanjutan (LSD) 73

9
DAFTAR GAMBAR

No. Teks Halaman


1. Tanaman Nangka (A. heterophyllus Lamk.) 8
2. Biji Nangka (A. heterophyllus Lamk.) 9
3. Anatomi Rambut 14
4. Siklus Pertumbuhan Rambut 15
5. Kelinci (Oryctolagus cuniculus) 25
6. Kerangka Konsep 28
7. Ilustrasi Pengujian Aktivitas Pertumbuhan Rambut Pada 36
Punggung Kelinci
8. Ekstrak Biji Nangka 40
9. Kurva Panjang Rata-Rata Rambut Kelinci Selama Perlakuan 47

10
DAFTAR LAMPIRAN

No. Teks Halaman


1. Surat Kelayakan Etik (Ethical Clearance) 62
2. Surat Determinasi Tanaman 63
3. Diagram Alir Metode Penelitian 64
4. Perhitungan Rendemen Ekstrak 67
5. Perhitungan Pembuatan Larutan Uji 68
6. Karakterisasi Ekstrak 69
7. Berat Badan Hewan Percobaan (Kelinci) 71
8. Data Rata-Rata Pertumbuhan Rambut 72
9. Analisis Data 73
10. Dokumentasi Penelitian 78

11
ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN

± Kurang lebih (plus minus)


= Sama dengan
% Persen
0
C Derajat celcius
mm Milimeter
Mg Magnesium
HCl Asam klorida
FeCl3 Feri klorida
≤ Kurang dari sama dengan
b/v Berat per volume
ANOVA Analysis of Variance
SPSS Statistical Product And Service Solution
Sig. Signifikan
SD Standar deviasi
LSD Least Significant Differences

xii
Uji Aktivitas Pertumbuhan Rambut Dari Ekstrak Etanol Biji Nangka
(Artocarpus heterophyllus Lamk.) Terhadap Hewan Coba Kelinci
(Oryctolagus cuniculus)

NURLELA SUNDARI Z
O1A1 14 034

ABSTRAK

Biji nangka (Artocarpus heterophyllus Lamk.) adalah salah satu tumbuhan


yang berpotensi memiliki aktivitas dalam pertumbuhan rambut karena
mengandung metabolit sekunder yaitu polifenol, flavonoid dan saponin. Tujuan
penelitian ini adalah menguji aktivitas pertumbuhan rambut kelinci jantan
menggunakan ekstrak etanol biji nangka (Artocarpus heterophyllus Lamk.).
Ekstrak etanol biji nangka diperoleh dengan cara sokletasi menggunakan etanol
96%. Sokletasi merupakan proses ekstraksi yang menggunakan penyarian
berulang dan pemanasan. Uji aktivitas pertumbuhan rambut dilakukan dengan
mengaplikasikan ekstrak dengan variasi konsentrasi ekstrak 2,5%; 5%; 7,5% dan
10% pada kulit kelinci secara topikal. Panjang rambut diukur pada hari ke-7, 14
dan 21 menggunakan jangka sorong. Data dianalisis menggunakan uji ANOVA.
Data rata-rata panjang rambut kelinci daerah kontrol normal, kontrol positif,
kontrol negatif, ekstrak 2,5%; 5%; 7,5% dan 10% pada hari ke-21 berturut-turut
adalah 3,81 mm; 7,89 mm; 3,92 mm; 5,34 mm; 6,79 mm; 7,85 mm; 10,40 mm
Berdasarkan analisis data, dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi konsentrasi
ekstrak, maka semakin tinggi pula aktivitas yang dihasilkan. Dimana ekstrak
etanol biji nangka dengan konsentrasi 10% menunjukkan aktivitas pertumbuhan
paling baik (Sig. < 0,05).

Kata Kunci : Pertumbuhan rambut, metabolit sekunder, ekstrak biji nangka,


sokletasi.

13
HAIR GROWTH ACTIVITY TEST FROM JACKFRUIT SEED
ETHANOL EXTRACT (Artocarpus heterophyllus Lamk.) AGAINST
RABBIT (Oryctolagus cuniculus)

NURLELA SUNDARI Z
O1A1 14 034

ABSTRACT

Jackfruit seed (Artocarpus heterophyllus Lamk.) is one of the plants that


have the potential to have activity in hair growth because they contain secondary
metabolites which are polyphenols, flavonoids and saponins. The purpose of this
study is to examine the hair growth activity of male rabbit using jackfruit seed
ethanol extract (Artocarpus heterophyllus Lamk.). Jackfruit seed ethanol extract
was obtained by socletation using 96% ethanol. Socletation is an extraction
process that uses repeated filtering and heating. Hair growth activity test was done
by applying extracts with variations of extract concentrations of 2.5%; 5%; 7.5%
and 10% on rabbit’s skin topically. Hair length was measured on the 7th day, 14th
day, and 21st day using calipers. Data were analyzed using ANOVA test. The
average data of rabbit hair in normal control area, positive control, negative
control, extract 2.5%; 5%; 7.5% and 10% on the 21st day in a row are 3.81 mm;
7.89 mm; 3.92 mm; 5.34 mm; 6.79 mm; 7.85 mm; 10.40 mm. Based on data
analysis, it can be concluded that the higher the extract concentration, the higher
the activity produced. Where the jackfruit seed ethanol extract with a
concentration of ten percent showed the best growth activity (Sig < 0.05).

Keywords: Hair growth, secondary metabolites, jackfruit seed extract, and


socletation.

14
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Rambut merupakan mahkota seseorang dan menjadi salah satu unsur yang

tidak bisa diabaikan karena rambut mencerminkan kepribadian, umur, dan

kesehatan. Pada dasarnya merawat rambut sangatlah mudah, diawali dengan

membersihkan rambut minimal 2 hari sekali serta merawat dengan intensif bila

mempunyai masalah pada rambut dan kulit kepala (Anisah dkk., 2017).

Rambut memiliki peranan yang sangat penting karena dapat berfungsi

sebagai pelindung kepala dari sengatan sinar matahari, penghangat dan estetika.

Rambut yang tebal, panjang, hitam, berkilau dan sehat merupakan keinginan

setiap orang, namun tidak semua orang dapat memilikinya. Hal ini dikarenakan

adanya faktor genetik, usia dan lainnya yang dapat membuat rambut rusak, rontok

dan akhirnya menyebabkan kebotakan (Kuncari dkk., 2015).

Kerontokan rambut yang dapat mengakibatkan kebotakan merupakan

salah satu masalah yang paling dikhawatirkan setiap orang. Kerontokan rambut

dapat terjadi normal atau tidak normal tergantung dari banyaknya helai rambut

yang rontok setiap hari. Seseorang yang sehat dengan kulit kepala bersih, sehat

dan terawat, angka berkisar antara 0 sampai 40 jika angka kerontokan tidak

melebihi 40, masih disebut normal (Priskila, 2012; Subekhi dkk., 2009).

Kerontokan rambut dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain

umur, genetik, ras tertentu, hormonal, imunologis, defisiensi gizi, stres psikis,

trauma fisik, penyakit kulit tertentu dan penyebab lain yang belum diketahui.

1
Salah satu cara pencegahan kerontokan rambut dapat dilakukan dengan

melakukan perawatan rambut (Purnamasari, 2013).

Obat sintetik seperti minoxidil dan finasterid sering digunakan dan telah

terbukti dalam mengatasi kerontokan dan kebotakan rambut. Namun, penggunaan

obat sintetik sering memberikan efek samping pada penggunaan jangka panjang

seperti alergi pada kulit, sakit kepala, vertigo, lemas dan edema. Sehingga dalam

menangani kerontokan dan kebotakan rambut, sering dilakukan pengobatan

alternatif menggunakan tanaman herbal untuk menghindari efek samping yang

tidak diinginkan (Jain dkk., 2015).

Tanaman yang dapat digunakan untuk membantu pertumbuhan rambut

adalah biji tanaman nangka (Artocarpus heterophyllus Lamk.). Biji nangka sangat

bermanfaat dalam pertumbuhan rambut. Biji nangka dapat meningkatkan sirkulasi

darah yang sehat, dan memberikan pencernaan yang sehat (Tejpal dan Parle,

2016). Di Indonesia tanaman nangka yang dikenal dengan nama botani

Artocarpus integra Merr. atau Artocarpus heterophyllus Lamk. sudah banyak

dimanfaatkan, baik sebagai sayuran maupun sebagai penyusun suatu hidangan

karena baunya yang disenangi. Selain buahnya yang enak, biji nangka juga dapat

dimanfaatkan dalam industri pangan. Namun, masyarakat umumnya tidak

mengkonsumsi biji, sehingga biji nangka biasanya dibuang sebagai limbah padat

tanpa ada pengolahan lebih lanjut, padahal biji nangka memiliki kandungan gizi

yang bermanfaat meliputi karbohidrat, asam organik, mineral (kalsium dan

fosfor), Vitamin A, Vitamin B dan Vitamin C (Fairus, 2010; Nusa, 2014).

2
Kandungan vitamin A, Vitamin B diketahui mampu merangsang

pertumbuhan rambut dan menjaga rambut tetap sehat serta berkilau. Vitamin C

berguna untuk memproduksi kolagen yang memberikan struktur rambut

(Tambunan dkk., 2012; Nurjannah dkk., 2014). Menurut Delphin dkk (2014)

skrining fitokimia ekstrak biji nangka positif mengandung senyawa saponin,

tanin, terpenoid dan flavonoid. Hasil ini berbeda dengan penelitian hasil

sebelumnya yang dilakukan oleh Gupta (2011) yang menyatakan bahwa ekstrak

biji nangka mengandung senyawa flavonoid, saponin dan steroid. Perbedaan hasil

yang diperoleh kemungkinan disebabkan karena dipengaruhi tempat tumbuh dari

tanaman yang berbeda. Faktor lingkungan, seperti iklim, cuaca dan lokasi tumbuh

sangat berpengaruh terhadap komponen aktif suatu tumbuhan (Akinmutimi,

2006).

Kandungan saponin, fenol dan flavonoid memiliki kemampuan sebagai

penumbuh rambut. Saponin mempunyai kemampuan untuk membentuk busa yang

berarti mampu membersihkan kulit dari kotoran serta sifatnya sebagai

konteriritan, akibatnya terjadi peningkatan sirkulasi darah perifer sehingga

meningkatkan pertumbuhan rambut. Demikian juga dengan derivat fenol yang

mempunyai aktivitas keratolitik, desinfektan, serta flavonoid yang mempunyai

aktivitas sebagai bakterisid dan anti virus yang dapat menekan pertumbuhan

bakteri dan virus, sehingga dapat mempercepat pertumbuhan rambut dan

mencegah kerontokan (Marchaban dkk., 2010).

Kandungan flavonoid dapat mencegah radikal bebas dan mempercepat

pertumbuhan rambut. Saponin dapat meningkatkan aliran darah ke folikel rambut

3
sehingga memberi nutrisi dan mempercepat pertumbuhan rambut. Polifenol dan

tanin dapat mengikat dan melindungi protein yang dibutuhkan untuk pertumbuhan

rambut (Akib dkk., 2016; Sitompul, 2002).

Oleh karena masih kurangnya data ilmiah yang memanfaatkan biji nangka

sebagai perawatan kulit kepala dan pertumbuhan rambut, maka perlu dilakukan

penelitian lebih lanjut mengenai aktivitas sebagai penumbuh rambut serta

konsentrasi yang optimal dalam menumbuhkan rambut.

B. Rumusan Masalah

Masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah :

1. Kandungan metabolit sekunder apakah yang terkandung dalam ekstrak etanol

biji nangka (A. heterophyllus Lamk.) yang terdapat di Desa Koronua,

Kecamatan Seblakoa, Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara?

2. Bagaimana aktivitas pertumbuhan rambut yang dihasilkan oleh ekstrak etanol

biji nangka (A. heterophyllus Lamk.) serta pengaruh volume konsentrasi

ekstrak terhadap pertumbuhan rambut?

C. Tujuan

Tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui kandungan metabolit sekunder dalam ekstrak etanol biji

nangka (A. heterophyllus Lamk.) yang terdapat di Desa Koronua, Kabupaten

Konawe Selatan.

2. Untuk mengetahui aktivitas pertumbuhan rambut yang dihasilkan oleh

ekstrak etanol biji nangka (A. heterophyllus Lamk.) serta pengaruh volume

konsentrasi ekstrak terhadap pertumbuhan rambut.

4
D. Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa :

1. Bagi peneliti, menambah pengalaman, pengetahuan dan keahlian dalam

pengujian aktivitas pertumbuhan rambut dari suatu tumbuhan.

2. Bagi institusi, penelitian ini dapat memberikan informasi dalam bidang obat

dan kosmetik serta menambah wawasan mengenai aktivitas pertumbuhan

rambut yang dihasilkan oleh ekstrak etanol biji nangka (A.

heterophyllus Lamk.).

3. Bagi ilmu pengetahuan, penelitan ini dapat memberikan kontribusi berupa

hasil penelitian sehingga dapat digunakan sebagai acuan untuk

pengembangan penelitian selanjutnya.

4. Bagi masyarakat, dapat memberikan informasi mengenai khasiat dan manfaat

serta penggunaan tumbuhan biji nangka secara empiris.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Uraian Umum Biji Nangka (A. heterophyllus Lamk.)

1. Klasifikasi Nangka

Menurut Heyne (1987), klasifikasi untuk tanaman A. heterophyllus Lamk.

sebagai berikut :

Regnum : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Kelas : Dicotyledoneae

Ordo : Morales

Famili : Moraceae

Genus : Artocarpus
Gambar 1. Tanaman nangka
Species : Artocarpus heterophyllus Lamk. (A. heterophyllus Lamk.)
(Dokumentasi Pribadi, 2018)
2. Nama Tanaman dan Daerah

Menurut Heyne (1987), tanaman A. heterophyllus Lamk. memiliki nama

daerah di Indonesia, antara lain Nongko, Nangka (Jawa); Langge (Gorontalo);

Anane (Ambon); Lumasa, Malasa (Lampung); Nanal, Krour (Irian Jaya); Nangka

(Sunda). Beberapa nama asing yaitu jacfruit (Inggris), Nangka (Malaysia),

Kapiak (Papua Nugini), Liangka (Filipina), Peignai (Myanmar), Khnaor

(Kamboja), Mimiz, Miizhnang (Laos), Khanun (Thailand) dan Mit (Vietnam).

6
3. Morfologi Tanaman Nangka

Pohon A. heterophyllus Lamk. memiliki tinggi 10-15 m. Batangnya tegak,

berkayu, bulat, kasar dan berwarna hijau kotor. Daun A. heterophyllus Lamk.

tunggal, berseling, lonjong, memiliki tulang daun yang menyirip, daging daun

tebal, tepi rata, ujung runcing, panjang 5-15 cm, lebar 4-5 cm, tangkai panjang

lebih kurang 2 cm dan berwarna hijau.

Bunga nangka merupakan bunga majemuk yang berbentuk bulir, berada di

ketiak daun dan berwarna kuning. Bunga jantan dan betinanya terpisah dengan

tangkai yang memiliki cincin, bunga jantan ada di batang baru di antara daun atau

di atas bunga betina. Buah berwarna kuning ketika masak, oval, dan berbiji coklat

muda (Heyne, 1987).

Biji nangka yang sering disebut dengan beton oleh masyarakat Jawa

Tengah ini merupakan jenis biji-bijian yang terdapat pada buah nangka, biji

nangka juga merupakan hasil samping dari buah nangka. Biji buah nangka atau

nama latinnya yaitu Artocarpus Integra atau Artocarpus heterophyllus Lamk.

yang termasuk pada keluarga Moraceae. Pada umumnya, biji nangka berbentuk

bulat lonjong berukuran kecil berkisar antara 3,5 cm hingga 4,5 cm dan berkeping

dua.

Gambar 2. Biji nangka (A. heterophyllus Lamk.) (Dokumentasi Pribadi, 2018)

7
Kulit biji nangka terdiri dari tiga lapisan kulit yaitu kulit luar yang

berwarna kuning tekstur lunak, kulit tengah yang berwarna putih dan kulit ari

yang tipis berwarna coklat menempel pada daging biji nangka (Lies, 2004). Biji

nangka mempunyai karakteristik tekstur yang keras, bergetah, dan licin.

Biji nangka berbentuk bulat sampai lonjong, berukuran kecil lebih kurang

panjang biji nangka sekitar 3,5 cm-4,5 cm dengan berat berkisar 3 hingga 9 gram.

Biji nangka berkeping dua, jumlah rata-rata biji setiap buah nangka adalah 30

hingga 50 biji, dan rasio berat biji terhadap buah sekitar sepertiga dimana sisanya

adalah kulit dan daging buah (Nusa, 2014).

4. Kandungan Kimia dan Manfaat

Biji nangka memiliki banyak kandungan yang bermanfaat, antara lain

mineral (kalsium dan fosfor) dan vitamin yaitu vitamin A, vitamin C, dan vitamin

B1. Kandungan vitamin A, Vitamin B dikenal mampu merangsang pertumbuhan

rambut dan menjaga rambut tetap sehat serta berkilau. Vitamin C berguna untuk

memproduksi kolagen yang memberikan struktur rambut (Nusa, 2014; Nurjannah

dkk., 2014; Tambunan dkk., 2012).

Biji nangka sangat bermanfaat dalam pertumbuhan rambut dan

meningkatkan sirkulasi darah (Tejpal dan Parle, 2016). Biji nangka juga dapat

dikonsumsi sebagai sumber nutrisi yang baik (Sreeletha AS dkk., 2017). Biji

nangka yang merupakan salah satu sumber pangan untuk manusia, juga dapat

memberikan kegunaan-kegunaan lainnya, seperti obat-obatan, komponen dalam

minuman, dan sebagai sumber minyak untuk industri. Pada tumbuhan tingkat

8
tinggi, asam lemak terakumulasi dalam bentuk trigliserida pada biji nangka yang

berperan sebagai cadangan makanan (Renata, 2009).

Menurut Adikhairani (2012) terdapat keunggulan lain yaitu terdapatnya

kandungan kalsium, besi dan fosfor yang relatif besar, kandungan besi yang

terdapat pada biji nangka berperan aktif melancarkan sirkulasi darah yang

kandungan tersebut baik untuk pertumbuhan rambut sehat.

Biji nangka merupakan sumber protein dan pati yang baik. Biji nangka juga

mengandung lignan, isoflavon, saponin, yang disebut pitonutrien dan memiliki

banyak manfaat kesehatan seperti anti kanker, anti penuaan dan antioksidan (Noor

dkk., 2014). Menurut Delphin dkk (2014) skrining fitokimia ekstrak biji nangka

positif mengandung senyawa saponin, tanin, terpenoid dan flavonoid. Flavonoid

dan polifenol berfungsi sebagai antioksidan untuk mengurangi radikal bebas dan

sebagai antibakteri dan antivirus bekerja menghambat bakteri dan virus sehingga

dapat mempercepat pertumbuhan dan mencegah rambut rontok. Saponin dapat

meningkatkan aliran darah ke folikel rambut sehingga memberi nutrisi dan

mempercepat pertumbuhan rambut. Polifenol dan tanin dapat mengikat dan

melindungi protein yang dibutuhkan untuk pertumbuhan rambut (Robinson, 1995;

Achmad dkk., 1990; Sitompul, 2002).

B. Rambut

1. Definisi Rambut

Rambut merupakan mahkota seseorang dan menjadi salah satu unsur yang

tidak bisa diabaikan karena rambut mencerminkan kepribadian, umur, dan

kesehatan. Pada dasarnya merawat rambut sangatlah mudah, diawali dengan

9
membersihkan rambut minimal 2 hari sekali serta merawat dengan intensif bila

mempunyai masalah pada rambut dan kulit kepala (Anisah, 2017).

Rambut mempunyai peranan yang sangat penting bagi manusia. Rambut

berperan sebagai proteksi terhadap lingkungan yang merugikan, antara lain suhu

dingin atau panas dan sinar ultraviolet. Selain itu, rambut juga berfungsi sebagai

pengatur suhu, pendorong penguapan keringat dan sebagai indera peraba yang

sensitif. Di saat ini, peranan rambut lebih condong pada keserasian dan estetika

(Purnamasari, 2013).

Ilmu tentang rambut (trichologi) membagi rambut manusia menjadi rambut

terminal, yang umumnya kasar (misalnya rambut kepala, alis, rambut ketiak, dan

rambut kelamin), dan rambut vellus, yang berupa rambut halus pada pipi, dahi,

punggung, dan lengan (Tranggono dkk., 2007).

2. Anatomi Rambut

Struktur kulit terdiri dari tiga bagian yaitu bagian jaringan subkutan, dermis

dan epidermis. Rambut tumbuh di bagian dermis, selain terdapat rambut, di

bagian dermis juga terdapat pembuluh darah kapiler, kelenjar keringat, otot

penegak rambut dan kelenjar minyak untuk rambut. Dalam menjalankan

fungsinya, rambut didukung oleh otot penegak rambut (arrector pili muscle) dan

kelenjar minyak. Otot penegak rambut berfungsi untuk menegakkan rambut

sehingga posisi semua rambut tegak dan teratur. Sedangkan kelenjar minyak,

berfungsi untuk melumasi rambut sehingga terlihat lembab dan menghindari

kerusakan seperti kering, kaku dan kasar (Kartodimedjo, 2013).

10
Semua jenis rambut tumbuh dari akar rambut yang ada di dalam lapisan

dermis dari kulit. Menurut letaknya, rambut dibagi menjadi 2 yaitu bagian yang

ada di dalam kulit yang disebut akar rambut dan bagian yang ada di luar kulit

yang disebut batang rambut (Soedibyo dan Dalimartha, 1998). Batang rambut

merupakan struktur keratin keras yang dihasilkan oleh bangunan epitelial

berbentuk kantung yaitu folikel rambut. Pada ujung basal folikel melebar

melingkari papila pili terdiri atas jaringan ikat, pembuluh darah dan saraf yang

penting bagi kelangsungan hidup folikel rambut; bagian yang melebar disebut

bulbus pili. Sel-sel terdalam pada bulbus, yang meliputi papila pili menghasilkan

batang rambut yang akan muncul ke permukaan kulit. Sel-sel yang membungkus

bulbus merupakan lanjutan sel-sel stratum basal dan spinosum epidermis kulit.

Sel-sel tersebut terus menerus mengalami mitosis dan menghasilkan berbagai

selubung selular bagi rambut. Sel-sel papila memiliki sifat induktif terhadap

aktivitas folikel, dan nutrien dari kapilernya adalah esensial untuk fungsi

normalnya. Sel-sel epitel yang membungkus papila dapat disamakan dengan sel-

sel stratum basal pada epidermis, dan mereka membentuk matriks rambut.

Dasarnya proliferasi berfungsi menumbuhkan rambut (Kalangi, 2013).

11
Gambar 3. Anatomi Rambut (Raylene, 2008)

3. Siklus Pertumbuhan Rambut

Rambut terdapat diseluruh kulit kecuali telapak tangan kaki dan bagian

dorsal dari falang distal jari tangan, kaki, labia minor dan bibir. Terdapat 2 jenis

rambut yaitu rambut terminal dan rambut velus. Rambut mempunyai siklus

kehidupan sendiri yang dimulai dari rambut tumbuh sampai rontok. Masa tumbuh

setiap helai rambut hanya antara 2 hingga 6 tahun, lalu rontok pada pori-pori yang

sama, rambut baru mulai tumbuh. Siklus rambut dimulai dari fase pertumbuhan

(anagen), fase transisi (katagen) yang pendek dan fase istirahat (telogen). Rambut

berhenti tumbuh selama tiap-tiap fase istirahat. Fase pertumbuhan terdiri atas fase

pertumbuhan awal dan fase pertumbuhan aktif. Sel-sel matris melalui mitosis

membentuk sel-sel baru mendorong sel-sel lebih tua ke atas aktivitas ini lamanya

2-6 tahun. 90% dari 100.000 folikel rambut kulit kepala normal mengalami fase

pertumbuhan pada suatu saat. Setelah itu ada fase transisi, dimulai dari penebalan

jaringan ikat di sekitar folikel rambut. Bagian tengah akar rambut menyempit dan

bagian di bawahnya melebar mengalami pertandukan sehingga terbentuk rambut

12
gada (clubbed hair), berlangsung 2-3 minggu lalu fase istirahat yang berlangsung

±4 bulan, rambut mengalami kerontokan 50-100 lembar rambut rontok dalam tiap

harinya dan terdapat gerak merinding jika terjadi trauma, stress disebut piloreksi.

Pada fase pertumbuhan berikutnya, rambut yang sudah beristirahat akan didorong

keluar dari pori-pori kulit kepala. Hal ini yang menyebabkan rambut rontok

(Kartodimedjo, 2013).

Gambar 4. Siklus Pertumbuhan Rambut (Nusmara, 2012)

a. Fase Pertumbuhan (Anagen)

Sel-sel matriks melalui mitosis membentuk sel-sel baru yang mendorong

sel-sel fase pertumbuhan lebih tua ke atas. Aktivitas ini berlangsung dua sampai

lima tahun. Sekitar 85% dari 100.000 folikel rambut kulit kepala normal

mengalami fase pertumbuhan pada satu saat yang sama (Sinaga dkk., 2012).

b. Fase Transisi (Katagen)

Fase katagen yakni fase dimana selaput dan jaringan ikat sekitar kandung

rambut di daerah umbi rambut menebal, papil rambut mengeriput atau menyusut,

serta bergerak ke atas menjauhi dermal papila sehingga umbi rambut tidak lagi

memperoleh makanan atau nutrisi dan oksigen bagi pembelahan dirinya.

Pembelahan sel-sel matriks rambut terhenti. Dengan demikian, rambut tidak

13
tumbuh lagi. Fase katagen merupakan fase transisi sebelum aktivitas kandung

rambut masuk ke fase berikutnya. Bagian terdalam akar rambut kemudian

membulat sebagai gada. Dalam keadaan demikian, rambut disebut sebagai rambut

gada (clubbed hair). Rambut ini tidak segera rontok karena masih dipertahankan

dalam kandung rambut oleh ujungnya yang membulat secara melebar. Namun

demikian, secara lambat laun rambut tersebut akan terdorong ke atas sehingga

akhirnya rontok. Fase katagen berlangsung selama kurang lebih 14-21 hari atau

sekitar 2-3 minggu (Sinaga dkk., 2012).

c. Fase Istirahat (Telogen)

Tahap ini berlangsung tiga sampai empat bulan, dan rambut yang

mengalami aktivasi setiap saat 14%. Rambut mengalami kerontokan 50–100 helai

setiap harinya, kemudian dimulai lagi dengan fase anagen yang baru, yaitu papila

rambut yang mengeriput selama masa katagen akan berkembang kembali. Umbi

rambut terbentuk disekeliling papila rambut dan rambut tumbuh kembali. Dengan

kembalinya fase anagen, rambut lama atau rambut gada (clubbed hair) yang sudah

berada dibagian atas kandung rambut terdorong lepas oleh tumbuhnya rambut

baru (Sinaga dkk., 2012).

14
4. Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Rambut

Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan rambut adalah sebagai

berikut :

1. Keadaan Fisiologik

a. Hormon

Hormon yang berperan adalah androgen, estrogen, tiroksin, dan

kortikosteroid. Masa pertumbuhan rambut 0,35 mm/hari, lebih cepat pada wanita

daripada pria. Hormon androgen dapat merangsang dan mempercepat

pertumbuhan dan menebalkan rambut di daerah janggut, kumis, ketiak, kemaluan,

dada, tungkai laki-laki, serta rambut-rambut kasar lainnya. Namun, pada kulit

kepala penderita alopesia androgenetik hormon androgen bahkan memperkecil

diameter batang rambut serta memperkecil waktu pertumbuhan rambut anagen.

Pada wanita aktivitas hormon androgen akan menyebabkan hirsutisme, sebaliknya

hormon estrogen dapat memperlambat pertumbuhan rambut, tetapi

memperpanjang anagen (Kusumadewi, 2011; Soepardiman dan Lily, 2010).

b. Nutrisi

Malnutrisi berpengaruh pada pertumbuhan rambut terutama malnutrisi

protein dan kalori. Keadaan ini rambut menjadi kering dan suram. Adanya

kehilangan pigmen setempat sehingga rambut tampak berbagai warna.

Kekurangan vitamin B12, asam folat, asam amino, karbohidrat, lemak, vitamin,

mineral dan zat besi juga dapat menyebabkan kerontokan rambut (Soepardiman

dan Lily, 2010).

15
c. Kehamilan

Pada kehamilan muda, yaitu tiga bulan pertama, jumlah rambut telogen

masih dalam batas normal, tetapi pada kehamilan tua menurun sampai 10%

(Kusumadewi, 2011).

d. Masa Pubertas

Pada masa ini terjadi peningkatan kadar hormon seks. Ini berakibat

pertumbuhan rambut ketiak dan rambut kemaluan, tetapi rambut kepala justru

akan rontok (Kusumadewi, 2011).

e. Kelahiran

Dalam masa 3 bulan setelah melahirkan folikel-folikel rambut kepala sang

ibu dengan cepat beralih ke fase telogen, sehingga selama masa ini dijumpai nilai

telogen 35% (Kusumadewi, 2011).

f. Masa baru lahir

Jika rambut janin dalam rahim seluruhnya berada dalam fase anagen, maka

beberapa minggu setelah bayi lahir akan tampak kerontokan rambut, yang disusul

dengan pertumbuhan rambut baru selama tahun pertama dan kedua kehidupannya

(Kusumadewi, 2011).

g. Masa tua

Wanita dan pria sama-sama menderita kerontokan rambut karena usia

lanjut. Dimulai di ubun-ubun, dahi, dan pelipis, lalu bergeser ke belakang. Di

bagian-bagian ini fase anagen rambut menjadi singkat, rambut lebih cepat rontok

dan rambut halus tumbuh sebagai gantinya folikel rambut mengalami atrofi, fase

16
pertumbuhan bertambah singkat, rambut lepas lebih cepat dan densitas rambut

juga berkurang (Kusumadewi, 2011; Pusponegoro dan Erdina, 2002).

h. Vaskularisasi

Vaskularisasi dapat mempengaruhi pertumbuhan rambut, namun bukan

merupakan penyebab primer dari gangguan pertumbuhan rambut, karena destruksi

bagian 2/3 bawah folikel sudah berlangsung sebelum susunan pembuluh darah

mengalami perubahan (Soepardiman dan Lily, 2010).

2. Keadaan Patologik

a. Peradangan sistemik/setempat

Bakteri lepra yang menyerang kulit akan menyebabkan kulit menjadi atrofi

dan folikel rambut rusak, akan terjadi kerontokan rambut pada alis mata dan bulu

mata (madarosis). Penyakit eritematosis sifilis stadium II dapat menyebabkan

rambut menipis secara rata maupun setempat secara tidak rata sehingga disebut

moth eaten appearance. Infeksi jamur di kulit kepala dan rambut akan

menyebabkan kerontokan maupun kerusakan batang rambut. Infeksi akut lainnya

seperti demam tinggi juga dapat mempengaruhi pertumbuhan rambut. Mekanisme

terjadinya kerontokan setelah demam karena percepatan fase anagen ke telogen

(Soepardiman dan Lily, 2010).

b. Obat

Setiap obat menghalangi pembentukan batang rambut dapat menyebabkan

kerontokan, umumnya obat antineoplasma misalnya bleomisin, endoksan,

vinkristin, dan obat antimitotik, misalnya kolkisin. Obat antikoagulan heparin atau

kumarin dapat mempercepat terjadinya perubahan folikel anagen ke dalam fase

17
telogen dalam jumlah besar, sehingga menyebabkan effluvium telogen. Logam

berat yang akan terikat pada grup sulfhidril dalam keratin antara lain talium,

merkuri dan arsen juga bisa mempengaruhi pertumbuhan rambut (Soepardiman

dan Lily, 2010).

c. Mekanis

Mencabut rambut lama atau melukai folikel rambut akan mempercepat

terjadinya masa anagen dengan mempersingkat masa telogen (Kusumadewi,

2011).

d. Kelainan endokrin

Kelainan endokrin dapat mempengaruhi fisiologi folikel rambut, menambah

atau mengurangi produksi rambut. Hipotiroidisme dapat menyebabkan

mengecilnya diameter rambut dan meningkatkan kerontokan rambut

(Soepardiman dan Lily, 2010).

e. Penyakit kronis

Kerontokan rambut tidak selalu didapatkan pada penyakit kronis, kecuali

terdapat kekurangan protein dalam jumlah besar (Soepardiman dan Lily, 2010).

C. Ekstraksi

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut

sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Dan hasil

dari ekstraksi adalah ekstrak. Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan

mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani

menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut

18
diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga

memenuhi baku yang telah ditetapkan (Illing dkk., 2017).

Ekstraksi adalah proses pemisahan suatu bahan dari campurannya yang

biasanya menggunakan pelarut, Kaidah sederhana yang berlaku dalam ekstraksi

yaitu ”like dissolve like” yang artinya senyawa polar akan larut dengan baik pada

fase polar dan senyawa nonpolar akan larut dengan baik pada fase nonpolar (Illing

dkk., 2017).

Pemilihan metode ekstraksi tergantung pada sifat bahan dan senyawa yang

akan diisolasi. Sebelum memilih suatu metode, target ekstraksi perlu ditentukan

terlebih dahulu. Ada beberapa target ekstraksi, diantaranya:

1. Senyawa bioaktif yang tidak diketahui

2. Senyawa yang diketahui ada pada suatu organisme

3. Sekelompok senyawa dalam suatu organisme yang berhubungan secara

struktural.

Semua senyawa metabolit sekunder yang dihasilkan oleh suatu sumber

tetapi tidak dihasilkan oleh sumber lain dengan kontrol yang berbeda, misalnya

dua jenis dalam marga yang sama atau jenis yang sama tetapi berada dalam

kondisi yang berbeda. Identifikasi seluruh metabolit sekunder yang ada pada suatu

organisme untuk studi sidik jari kimiawi dan studi metabolomik. Proses ekstraksi

khususnya untuk bahan yang berasal dari tumbuhan adalah sebagai berikut:

1. Pengelompokan bagian tumbuhan (daun, bunga, akar, rimpang, biji, buah),

pengeringan dan penggilingan bagian tumbuhan.

2. Pemilihan pelarut.

19
3. Pelarut polar seperti air, etanol, metanol, dan sebagainya.

4. Pelarut semipolar seperti etil asetat, diklorometan, dan sebagainya.

5. Pelarut nonpolar seperti n-heksan, petrole-um eter, kloroform, dan sebagainya

(Mukhriani, 2014).

Pembagian metode ekstraksi menurut Ditjen POM (2000) yaitu cara

dingin (maserasi dan perkolasi) dan cara panas (refluks, sokletasi, digesti dan

infundasi/dekok). Pemilihan metode penyarian disesuaikan dengan kepentingan

untuk memperoleh kandungan kimia yang diinginkan (Depkes RI, 1985). Ada

suatu jenis pemisahan lainnya dimana satu fase dapat berulang-ulang dikontakkan

dengan fase yang lain, misalnya ekstraksi berulang-ulang suatu larutan dalam

pelarut air dan pelarut organik. Proses pemisahan ini menggunakan suatu metode

yang disebut dengan metode ekstraksi soxhlet. Metode ekstraksi soxhlet adalah

suatu metode ekstraksi bahan yang berupa padatan dengan solven berupa cairan

secara kontinu. Peralatan yang digunakan dinamakan ekstraktor soxhlet.

Mekanisme kerja ekstraksi soxhlet ini yaitu pada sokletasi pelarut pengekstraksi

yang mula-mula ada dalam labu dipanaskan sehingga menguap. Uap pelarut ini

naik melalui pipa pengalir uap dan cell pendingin sehingga mengembun dan

menetes pada bahan yang diekstraksi. Cairan ini menggenangi bahan yang

diekstrak dan bila tingginya melebihi tinggi sifon, maka akan keluar dan mengalir

ke dalam labu penampung ekstrak. Ekstrak yang sudah terkumpul dipanaskan

sehingga pelarutnya menguap tetapi substansinya tertinggal pada labu

penampung. Dengan demikian terjadilah pendaur-ulangan (recycling) pelarut dan

bahan tiap kali diekstraksi dengan pelarut yang baru (Elda dkk., 2014).

20
Sokletasi merupakan proses ekstraksi yang menggunakan penyarian

berulang dan pemanasan. Penggunaan metode sokletasi adalah dengan cara

memanaskan pelarut hingga membentuk uap dan membasahi sampel. Pelarut yang

sudah membasahi sampel kemudian akan turun menuju labu pemanasan dan

kembali menjadi uap untuk membasahi sampel, sehingga penggunaan pelarut

dapat dihemat karena terjadi sirkulasi pelarut yang selalu membasahi sampel.

Proses ini sangat baik untuk senyawa yang tidak terpengaruh oleh panas (Darwis.,

2000).

Ekstraksi dilakukan dengan alat soklet. Pelarut penyari yang ditempatkan

di dalam labu akan menguap ketika dipanaskan melewati pipa samping alat soklet

dan mengalami pendinginan saat melewati kondensor. Pelarut yang telah

berkondensasi akan jatuh pada bagian dalam alat soklet yang berisi sampel yang

telah dibungkus dengan kertas saring dan merendamnya hingga mencapai bagian

atas tabung sifon. Satu daur sokletasi dapat dikatakan telah terlewati, apabila alat

soklet berisi pelarut telah terendam pelarut sampai bagian atas tabung sifon,

kemudian seluruh bagian pelarut tersebut akan tertarik dan ditampung pada labu

tempat pelarut awal. Proses ini berlangsung terus-menerus sampai diperoleh hasil

ekstraksi yang dikehendaki. Alat soklet terdiri dari labu destilasi sebagai tempat

menampung pelarut dan ekstrak, tabung sifon sebagai tempat menampung sampel

dan tempat terjadinya ekstraksi, pipa di samping tabung sifon sebagai jalur pelarut

yang menguap kemudian didinginkan dan akan jatuh kedalam tabung sifon

(Harbone, 1996).

21
Pelarut yang digunakan dalam ekstraksi ini adalah etanol. Etanol

merupakan pelarut yang tidak selektif sehingga diharapkan metabolit sekunder

yang terdapat dalam simplisia sebagian besar terambil, selain itu etanol tidak

bersifat toksik. Pelarut penyari menggunakan etanol 96% yang lebih polar dengan

tujuan agar metabolit sekunder lebih banyak yang tersari sehingga didapatkan

hasil ekstraksi yang maksimal dan lebih banyak dari penelitian sebelumnya.

Selanjutnya, pemekatan ekstrak dilakukan dengan menggunakan rotary evaporator

sehingga diperoleh ekstrak kental (Pratiwi, 2009).

D. Skrining Fitokimia

Skrining fitokimia dilakukan untuk memberikan gambaran tentang

golongan senyawa yang terkandung dalam ekstrak (Rahman, 2017). Skrining

fitokimia merupakan tahap pendahuluan dalam suatu penelitian fitokimia yang

bertujuan untuk memberikan gambaran tentang golongan senyawa yang

terkandung dalam tanaman yang sedang diteliti. Metode skrining fitokimia

dilakukan dengan melihat reaksi pengujian warna dengan menggunakan suatu

pereaksi warna. Hal penting yang berperan penting dalam skrining fitokimia

adalah pemilihan pelarut dan metode ekstraksi (Kristianti dkk., 2008).

1. Flavonoid

Flavonoid adalah metabolit sekunder dengan berat molekul rendah yang

diproduksi oleh tanaman, dan umumnya digambarkan sebagai hal yang non-

esensial untuk kelangsungan hidup tanaman, tidak seperti metabolit primer.

Produk sekunder secara biologis aktif dalam banyak hal, dan lebih dari 10.000

varian struktural flavonoid telah dilaporkan. Karena sifat fisik dan biokimiainya,

22
flavonoid juga mampu berinteraksi dengan beragam target di lokasi subselular

untuk menghasilkan berbagai aktivitas pada mikroba, tumbuhan dan hewan

(Weston dan Ulrike, 2013). Flavonoid yang mempunyai aktivitas sebagai

bakterisid dan anti virus yang dapat menekan pertumbuhan bakteri dan virus,

sehingga dapat mempercepat pertumbuhan rambut dan mencegah kerontokan

(Marchaban dkk., 2010).

2. Saponin

Saponin merupakan senyawa glikosida triterpenoida ataupun glikosida

steroida yang merupakan senyawa aktif permukaan dan bersifat seperti sabun

serta dapat dideteksi berdasarkan kemampuannya membentuk busa dan

menghemolisa sel darah merah. Saponin memperkuat akar rambut, mencegah

kerontokan, menghambat radikal bebas, menetralkan racun, dan melindungi kulit

kepala dari infeksi (Harborne, 1996).

3. Polifenol

Senyawa fenol dapat di definisikan secara kimiawi oleh adanya satu cincin

aromatik yang membawa satu (fenol) atau lebih (polifenol) substitusi hidroksil,

termasuk derifat fungsionalnya. Polifenol adalah kelompok zat kimia yang

ditemukan pada tumbuhan. Zat ini memiliki tanda khas yakni memiliki banyak

gugus fenol dalam molekulnya. Polifenol menstimulasi dan meningkatkan

poliferasi sel pada sel papilla dermal rambut, menekan produksi necrosis factor

alpha yang dapat memicu terjadinya kebotakan (Robinson,1995).

23
4. Alkaloid

Alkaloid adalah senyawa yang mengandung nitrogen dengan berat

molekul rendah yang terutama ditemukan pada tumbuhan, tetapi juga pada tingkat

yang lebih rendah pada mikroorganisme dan hewan. Alkaloid mengandung satu

atau lebih atom nitrogen, biasanya sebagai amina primer, sekunder, atau tersier,

dan ini biasanya memberi sifat basa pada alkaloid, memfasilitasi isolasi dan

pemurnian, karena garam yang dapat larut dalam air dapat terbentuk dengan

adanya asam mineral. Nama alkaloid sebenarnya berasal dari alkali. Namun,

tingkat kebasaannya sangat bervariasi, tergantung pada struktur molekul alkaloid

dan pada keberadaan dan lokasi gugus fungsional lainnya. Alkaloid mengandung

amina kuartener juga ditemukan di alam. Aktivitas biologis dari banyak alkaloid

sering bergantung pada fungsi amina yang diubah menjadi sistem kuartener

dengan protonasi pada nilai pH fisiologis (Dewick, 2009). Alkaloid merupakan

vasodilator karena dapat meningkatkan pembuluh darah sehingga dapat

mempercepat pertumbuhan rambut (Rahmawati dkk., 2009).

5. Terpenoid

Terpenoid merupakan suatu golongan hidrokarbon yang banyak dihasilkan

oleh tumbuhan dan terutama terkandung pada getah dan vakuola selnya. Pada

tumbuhan senyawa-senyawa golongan terpen dan turunannya merupakan hasil

metabolisme sekunder. Terpen atau terpenoid aktif terhadap bakteri, virus dan

protozoa. Terpenoid yang terdapat dalam minyak esensial tanaman telah

bermanfaat untuk mengontrol Listeria monocytogenes pada makanan. Mekanisme

penghambatan pertumbuhan bakteri oleh senyawa terpenoid diduga senyawa

24
terpenoid akan bereaksi dengan porin (protein transmembran) pada membran luar

dinding sel bakteri membentuk ikatan polimer yang kuat sehingga mengakibatkan

rusaknya porin. Rusaknya porin yang merupakan pintu keluar masuknya

substansi, akan mengurangi permaebilitas dinding sel bakteri yang akan

mengakibatkan sel bakteri akan kekurangan nutrisi sehingga pertumbuhan bakteri

terhambat atau mati (Salni dkk., 2011).

E. Hewan Coba Kelinci

Kelinci sebagai hewan coba paling umum digunakan untuk menguji

sediaan kosmetik topikal pada pertumbuhan rambut. Kelinci memiliki siklus

pertumbuhan rambut hampir serupa dengan manusia dibanding hewan coba

lainnya, dimana cara pengujiaanya yaitu kosmetik dioleskan pada pungung

kelinci, dan dipantau pada selang waktu yang telah ditentukan. Jika rambut kelinci

memiliki pertumbuhan yang baik, kemungkinan manusia juga akan menunjukkan

reaksi yang sama (Parker, 2010).

Gambar 5. Kelinci (Oryctolagus cuniculus) (Damron, 2003)

25
Menurut Damron (2003), kelinci diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Mammalia

Ordo : Lagomorpha

Famili : Leporidae

Genus : Oryctolagus

Spesies : Oryctolagus cuniculus

Menurut Kartadisastra (1997) syarat kelinci (Oryctolagus cuniculus)

sebagai hewan uji yang digunakan dalam penelitian yaitu :

1. Berbadan sehat (tidak cacat)

2. Umur 2-3 bulan

3. Berat badan 1,5- 2,0 kg

Hewan uji yang digunakan adalah kelinci putih jantan, karena memiliki

beberapa keunggulan dibandingkan hewan uji yang lain yaitu ukuran tubuh

(termasuk punggung tersebut) yang cukup luas sebagai area uji sehingga

memudahkan pencukuran rambut, kemudahan dalam menanganinya (tidak mudah

stres). Tidak menggunakan mencit atau tikus karena permukaan tubuh mencit

lebih sempit sedangkan tikus mudah sekali stress, padahal pencukuran

memerlukan waktu yang relatif lama dan juga harus dilakukan hati-hati agar tidak

melukai kulit hewan uji (Handayani, 2009).

26
F. Uji Aktivitas Pertumbuhan Rambut

Metode yang digunakan untuk uji pertumbuhan rambut berdasarkan

Tanaka dkk (1980). Hewan uji yang digunakan berupa kelinci sebanyak 3 ekor.

Punggung kelinci dibersihkan dari rambut dengan cara dicukur hingga bersih,

dibagi menjadi beberapa bagian yang masing-masing berbentuk segi empat 2 x

2,5 cm dan jarak antar daerah 1 cm. Kemudian dilakukan pengolesan pada bagian-

bagian tersebut baik dengan larutan uji, kontrol positif, kontrol negatif maupun

kontrol normal. Setelah pencukuran dan sebelum dilakukan pengolesan, punggung

kelinci yang telah dibagi diolesi dengan etanol 70% sebagai antiseptik. Sebelum

diberi perlakuan kelinci diadaptasikan dahulu selama seminggu supaya tidak

terjadi stress. Pengolesan dilakukan tiap hari dua kali yaitu pada pagi dan sore hari

dengan volume 1 ml pada masing-masing bagian. Hari pertama pengolesan

dianggap hari ke-0. Pengamatan dilakukan selama 21 hari. Penentuan daerah

pengolesan dilakukan secara acak karena kemungkinan tiap daerah memiliki

pertumbuhan rambut yang berbeda-beda. Dengan pengacakan ini diharapkan

aktivitas pertumbuhan rambut semua daerah dengan perlakuan yang berbeda dapat

terwakili. Pengamatan dilakukan dengan mengambil 5 helai yang terpanjang

kemudian diletakkan pada kertas hitam (Marchaban, 2010). Untuk

mempermudahkan pengukuran, rambut kelinci diletakkan pada selotip bening

kemudian diukur panjangnya dengan jangka sorong (Aini, 2017).

27
G. Kerangka Konsep

Masyarakat umumnya tidak


Biji nangka positif
mengkonsumsi biji, sehingga biji
mengandung senyawa
nangka biasanya dibuang sebagai
saponin, tanin, terpenoid
limbah padat, padahal biji nangka
dan flavonoid (Delphin
memiliki kandungan gizi yang
dkk., 2014). Penelitian
meliputi karbohidrat, asam organik,
sebelumnya yang
Vitamin B dan Vitamin C (Fairus, Biji Nangka dilakukan oleh Akib dkk
2010). Biji nangka sangat bermanfaat
dalam pertumbuhan rambut dan (2016) senyawa yang
meningkatkan sirkulasi darah (Tejpal bermanfaat sebagai
dan Parle, 2016). Kandungan vitamin pertumbuhan rambut yaitu
yang terdapat didalam biji nangka saponin, flavonoid,
dapat bermanfaat untuk menyehatkan polifenol dan tanin
rambut. Biji nangka dapat digunakan (Achmad, 1990; Sitompul,
sebagai obat batuk dan tonik (Heyne, 2002; Robinson,1995).
1987).

Ekstrak Etanol Biji Nangka

Aktivitas Pertumbuhan
Skrining Fitokimia Karakterisasi Ekstrak Rambut

Analisis Data
Keterangan :

: Variabel Bebas/Independen

: Variabel Terikat/Dependen

Gambar 6. Kerangka konsep

28
BAB III METODE
PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan April sampai bulan Agustus 2018 yang

bertempat di Laboratorium Penelitian Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas

Halu Oleo.

B. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimental yang

secara keseluruhan dilakukan di Laboratorium Penelitian Farmasi, Fakultas

Farmasi, Universitas Halu Oleo.

C. Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah air suling (One Med®),

aluminium foil (Klin Pak®), ekstrak biji nangka (A. heterophyllus Lamk), etanol

96% (One Med®), kertas saring, kelinci putih jantan (Oryctolagus cuniculus).

D. Alat Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat gelas (Pyrex®),

batang pengaduk, gelas ukur (MC®), mistar, gunting, pencukur rambut, pisau,

pipet ukur, pipet tetes, kertas saring, saringan, sendok tanduk, rotary vaccum

evaporator (Rotavapor® R-300), rangkaian alat sokletasi, jangka sorong,

timbangan analitik (Precisa XB 220A®), oven (Gallenkamp Civilab-Australia),

waterbath (Stuart®).

29
E. Variabel

Variabel dalam penelitian ini terbagi menjadi dua yaitu variabel bebas dan

variabel terikat.

1. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah konsentrasi ekstrak etanol biji

nangka (A. heterophyllus Lamk.).

2. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah aktivitas pertumbuhan rambut

pada ekstrak etanol biji nangka (A. heterophyllus Lamk.).

F. Definisi Operasional

Untuk menghindari salah pengertian dan penafsiran terhadap variabel-

variabel pada penelitian ini, maka diberikan suatu pengertian dan definisi

operasional sebagai berikut:

1. Ekstrak etanol biji nangka (A. heterophyllus Lamk.) yang dimaksud dalam

penelitian ini adalah ekstrak etanol biji nangka yang diekstraksi dengan

metode sokletasi yang kemudian dipekatkan dengan rotary vacum

evaporator.

2. Uji aktivitas pertumbuhan rambut adalah uji yang dilakukan dengan

memperhatikan aktivitas panjang rambut kelinci selama perlakuan yang

mengandung ekstrak etanol biji nangka dengan variasi konsentrasi 2,5%, 5%,

7,5%, 10% kemudian dilakukan pengukuran panjang rambut menggunakan

jangka sorong.

30
G. Determinasi dan Pengumpulan Tumbuhan

1. Determinasi Tumbuhan

Identifikasi tumbuhan berkhasiat obat yang digunakan dapat dilakukan

dengan cara menggunakan kunci determinasi secara dikotomis (Rosanti dan

Rupiah, 2014). Tujuan dari determinasi tanaman adalah apakah tanaman yang

digunakan dalam sampel penelitian ini benar jenis biji nangka (A. heterophyllus

Lamk.). Determinasi dilakukan di Laboratorium Jurusan Pendidikan Biologi

FKIP UHO Kendari.

2. Penyiapan Sampel

Sampel berupa biji nangka (A. heterophyllus Lamk.) diperoleh dari Desa

Koronua, Kecamatan Soblakoa, Kabupaten Konawe Selatan, Provinsi Sulawesi

Tenggara. Biji nangka dikumpulkan, selanjutnya dibersihkan dari kotoran yang

melekat dengan cara dicuci dengan air mengalir kemudian dipotong kecil-kecil

dan dikeringkan dibawah sinar matahari hingga kering.

H. Ekstraksi

Langkah pertama yaitu peralatan ekstraksi dirangkai sesuai aturan,

kemudian sampel ditimbang sebanyak 15 gram, kemudian dibungkus dengan

kertas saring dan dimasukkan ke dalam thimbel. Masukan pelarut etanol 96%

sebanyak 500 ml ke dalam labu, dan kemudian dipanaskan pada suhu 65°C yang

akan bekerja selama ± 2 jam sampai tetesan siklus tidak berwarna lagi atau

kurang lebih sebanyak 15 siklus. Setelah proses sokletasi selesai, ekstrak

dipisahkan dengan pelarutnya menggunakan rotary evaporator pada suhu 50oC

untuk mendapatkan ekstrak cair dan dipekatkan dengan memanaskan ekstrak

31
didalam water bath yang telah diatur pada suhu 50°C sehingga diperoleh ekstrak

kental biji nangka. Ekstrak biji nangka lalu dihitung rendemennya.

% Rendemen = x 100% (1)

I. Skrining Fitokimia

a) Uji Flavonoid

Sebanyak 2 mL larutan ekstrak ditambahkan air panas, didihkan selama 5

menit, kemudian disaring. Filtrat ditambahkan sedikit serbuk Magnesium (Mg)

dan 1 mL Asam klorida (HCl) pekat, kemudian dikocok. Uji positif ditunjukkan

oleh terbentuknya warna merah, kuning atau jingga (Illing dkk., 2017).

b) Uji Saponin

Sebanyak 2 mL larutan ekstrak ditambahkan air panas, kemudian

ditambahkan beberapa tetes Asam klorida (HCl) pekat. Uji positif ditunjukkan

dengan terbentuknya busa permanen ± 15 menit (Illing dkk., 2017).

c) Uji Polifenol

Sebanyak 2 mL larutan ekstrak ditambahkan beberapa tetes Feri klorida

(FeCl3). Uji positif ditunjukkan dengan terbentuknya warna biru kehitaman (Illing

dkk., 2017).

d) Uji Alkaloid

Sebanyak 2 mL larutan ekstrak ditambahkan 1 ml Asam klorida (HCl) 2 N

dan 6 mL air suling, kemudian dipanaskan selama 2 menit, dinginkan kemudian

disaring. Filtrat diuji adanya senyawa alkaloid dengan pereaksi Mayer. Sebanyak

4 mL filtrat dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berbeda kemudian

32
ditambahkan 1 mL pereaksi Mayer. Terbentuknya endapan putih atau krem

mengindikasikan uji positif alkaloid (Illing dkk., 2017).

e) Uji Terpenoid

Dilakukan dengan cara bahan uji dilarutkan dengan kloroform, setelah itu

ditambahkan dengan asam asetat anhidrat sebanyak 0,5 ml, selanjutnya

ditambahkan 2 ml asam sulfat pekat melalui dinding tabung. Adanya triterpenoid

ditandai dengan terbentuknya cincin kecoklatan atau violet pada perbatasan

larutan (Nirwana dkk., 2015).

J. Uji Karakterisasi Ekstrak

Karakterisasi ekstrak meliputi penetapan kadar sari larut air, penetapan

kadar sari larut etanol, penetapan kadar air dan penetapan kadar abu.

a) Penetapan Kadar Sari Larut Air

Sebanyak 2,5 gram ekstrak dengan 100 mL air kloroform P (dicampurkan

2,5 mL klroform dengan air secukupnya hingga 100 mL dikocok hingga larut)

dimasukan ke dalam erlenmeyer sambil dikocok selama 6 jam pertama dan

kemudian dibiarkan selama 18 jam, kemudian disaring. Diuapkan 20 mL filtrat

hingga kering dalam cawan. Dipanaskan pada suhu 105oC hingga bobot tetap.

Dihitung kadar dalam persen sari larut dalam air, (Depkes, 2008).
( )
Kadar sari larut air = x 100% (2)

Keterangan :

A = Berat ekstrak

B = Berat cawan kosong

C = Berat cawan + ekstrak setelah diuapkan

33
b) Penetapan Kadar Sari Larut Etanol

Penetapan kadar sari larut etanol dilakukan dengan cara 2,5 gram ekstrak

dengan 100 mL etanol 96%, dimasukan dalam erlenmeyer sambil dikocok selama

6 jam pertama dan kemudian dibiarkan selama 18 jam. Disaring cepat dengan

menghindari penguapan etanol 96%. Diuapkan 20 mL filtrat hingga kering dalam

cawan suhu 105oC hingga bobot tetap. Dihitung kadar dalam persen sari yang

larut dalam etanol 96%, (Depkes, 2008).


( )
Kadar sari larut etanol = x 100%

(3)

Keterangan :

A = Berat ekstrak

B = Berat cawan kosong

C = Berat cawan + ekstrak setelah diuapkan

c) Penetapan Kadar Air

Sejumlah 1 gram ekstrak ditimbang dalam krus porselen bertutup yang

sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 105°C selama 90 menit dan telah ditera.

Ratakan dengan menggoyangkan hingga merupakan lapisan setebal 10 – 15 mm

dan dikeringkan pada suhu penetapan hingga bobot tetap, buka tutupnya, biarkan

krus dalam keadaan tertutup dan mendingin dalam desikator hingga suhu kamar,

kemudian dicatat bobot tetap yang diperoleh untuk menghitung persentase susut

pengeringannya (Depkes, 2008).

Kadar air = x 100% (4)

Keterangan :

34
A = Berat ekstrak

35
B = Berat cawan kosong

C = Berat cawan + ekstrak setelah dikeringkan

D = Berat kadar air

d) Penetapan Kadar Abu

Sejumlah 2 gram ekstrak ditimbang dengan seksama ke dalam krus yang

telah ditera, dipijarkan perlahan-lahan. Kemudian suhu dinaikkan secara bertahap

hingga 600 ± 25°C sampai bebas karbon, Selanjutnya, didinginkan dalam

desikator, serta ditimbang berat abu. Kadar abu dihitung dalam persen berat

sampel awal (Depkes, 2008).

Kadar abu = x 100% (5)

Keterangan :

A = Berat ekstrak

B = Berat cawan kosong

C = Berat cawan + ekstrak setelah pemijaran

D = Berat abu

K. Prosedur Penelitian

a) Penyiapan Hewan Uji

Hewan uji yang digunakan adalah 3 ekor kelinci putih jantan dengan bobot

rata-rata 1.8–2.5 kg. Sebelum dilakukan percobaan, kelinci perlu diadaptasikan

terlebih dahulu terhadap tempat, kandang, dan makanan selama satu minggu.

Selama adaptasi dan pengujian hewan uji diberikan makan dan minum dengan

jenis dan jumlah yang sama (Aini, 2017).

36
b) Pembuatan Larutan Uji

Pembuatan larutan ekstrak etanol biji nangka dilakukan dengan

menimbang ekstrak etanol sesuai konsentrasi masing-masing 2,5%, 5%, 7,5%,

dan 10%. Setelah masing-masing konsentrasi didapatkan, ekstrak dilarutkan

dengan etanol 96% hingga 100 ml.

c) Uji Aktivitas terhadap Pertumbuhan Rambut

Metode yang digunakan untuk uji pertumbuhan rambut berdasarkan

Tanaka dkk (1980). Hewan uji yang digunakan berupa kelinci sebanyak 3 ekor.

Perlakuan yang diberikan diantaranya punggung kelinci dicukur mengunakan

gunting dan pisau cukur, kemudian di bagi menjadi 7 daerah dengan masing-

masing sisi ± 2 cm, dan antara daerah yang satu dengan daerah yang lain diberi

jarak ± 1 cm. Setiap bagian diberi perlakuan sebagai berikut :

Gambar 7. Ilustrasi pengujian aktivitas pertumbuhan rambut pada punggung kelinci

Keterangan :

1 : Kontrol normal (tanpa perlakuan)

2 : Kontrol positif (sediaan penumbuh rambut yang beredar di pasaran)

3 : Kontrol negatif (etanol 96% yang digunakan sebagai pelarut)

4 : Ekstrak biji nangka 2,5%

37
5 : Ekstrak biji nangka 5%

6 : Ekstrak biji nangka 7,5%

7 : Ekstrak biji nangka 10%

Pemberian ekstrak dilakukan pada pagi dan sore hari dengan volume 1 mL

pada masing-masing bagian. Hari pertama penetesan dianggap hari ke-0.

Pemberian ekstrak dilakukan selama 21 hari. Pengamatan panjang rambut tiap

daerah dilakukan pada hari ke-7, 14 dan 21. Sebelum diukur, rambut dicabut

sebanyak 5 helai yang terpanjang kemudian diletakkan pada kertas hitam. Untuk

mempermudahkan pengukuran, rambut kelinci diletakkan pada selotip bening

kemudian diukur panjangnya dengan jangka sorong (Aini, 2017).

L. Analisis Data

Data yang dikumpulkan berupa data kuantitatif. Data kuantitatif diperoleh

dari hasil pengukuran panjang rambut uji aktivitas pertumbuhan rambut. Hasil

pengukuran panjang rambut, diuji statistik dengan metode uji ANOVA, SPSS 22.

38
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Determinasi Tanaman

Determinasi tanaman bertujuan untuk memastikan kebenaran biji nangka

yang digunakan dalam penelitian. Proses determinasi terhadap biji nangka

dilakukan di Laboratorium Biologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,

Universitas Halu Oleo Kendari. Determinasi dari biji nangka dilakukan dengan

cara mencocokkan morfologi biji dengan menggunakan buku acuan Flora Untuk

Sekolah di Indonesia (Van Steenis dkk., 2008). Kunci determinasi : 1a-2a-3b-4b-

5a-6b-7a (Lampiran 2.). Kunci determinasi tersebut menyatakan bahwa sampel

yang digunakan adalah benar biji nangka dengan spesies Artocarpus

heterophyllus Lamk.

B. Pengolahan Sampel

Sampel diperoleh dari Desa Koronua, Kecamatan Soblakoa, Kabupaten

Konawe Selatan, Provinsi Sulawesi Tenggara. Sampel biji nangka ditimbang dan

diperoleh berat sampel biji nangka sebanyak 3.500 gram, kemudian dilakukan

sortasi basah. Biji nangka lalu dicuci dengan air mengalir untuk membersihkan

kotoran yang melekat pada biji nangka. Sampel biji nangka yang telah dicuci

dipotong-potong kecil kemudian dikeringkan untuk mengurangi kadar air yang

dapat menjadi media pertumbuhan kapang dan jasad renik lainnya sehingga

simplisia tidak mudah rusak dan dapat disimpan lebih lama (Prasetyo dan Inoriah,

2013).

39
Pengeringan dilakukan dengan cara dijemur di bawah sinar matahari dan

ditutup dengan kain hitam agar sampel tidak terkena sinar matahari secara

langsung sehingga metabolit sekunder dalam simplisia tidak rusak dan juga

memiliki sirkulasi udara yang baik sehingga mengoptimalkan proses pengeringan.

Sampel kemudian disortasi kering terhadap pengotor yang tertinggal dari proses

sebelumnya. Sampel biji kemudian dihaluskan dengan menggunakan lumpang

dan alu untuk mengubah ukuran sampel menjadi lebih kecil sehingga memperluas

bidang kontak antara pelarut dengan sampel sehingga memaksimalkan proses

ekstraksi (Utomo dkk., 2009). Serbuk simplisia yang diperoleh sebanyak 2.000

gram.

C. Ekstraksi

Ekstraksi biji nangka menggunakan metode sokletasi karena cairan penyari

yang diperlukan lebih sedikit dan secara langsung diperoleh hasil yang lebih pekat

dan juga karena sampel yang digunakan berupa biji padatan yang cukup keras

sehingga lebih memudahkan proses penyarian. Sampel biji nangka disari oleh

cairan penyari yang murni, sehingga dapat menyari zat aktif lebih banyak

(Rahmawati dkk., 2009). Keuntungan dari metode sokletasi adalah penyarian

yang dilakukan berulang-ulang dengan jumlah pelarut yang relatif konstan,

sehingga komponen atau senyawa kimia dalam sampel akan terisolasi dengan

baik. Metode ini digunakan karena proses ekstraksinya terjadi secara sempurna

sehingga hasil ekstrak yang diperoleh juga lebih banyak serta dengan adanya

proses pemanasan yang dapat membantu mempercepat proses ekstraksi (Wijaya

dkk., 2018).

40
Sampel biji nangka 2.000 gram diekstraksi menggunakan metode sokletasi

menggunakan pelarut etanol 96% sebanyak 500 ml. Pelarut yang digunakan

dalam penelitian ini adalah etanol 96% karena etanol relatif kurang toksik

dibandingkan metanol, murah, mudah didapat dan ekstrak yang diperoleh tidak

mudah ditumbuhi jamur dan bakteri serta umum digunakan dalam pembuatan

ekstrak. Di samping itu, etanol bersifat semipolar sehingga memungkinkan

senyawa polar maupun non polar yang terdapat dalam simplisia dapat tertarik

(Rahmawati dkk., 2009).

Ekstrak yang dihasilkan dievaporasi dengan menggunakan rotary

vacum evaporator pada suhu 50oC untuk memisahkan pelarut dari filtratnya,

kemudian dipekatkan menggunakan water bath pada suhu 50°C. Penggunaan

water bath untuk menguapkan pelarut etanol sehingga terpisah dari ekstrak hingga

diperoleh ekstrak kental sebanyak 213,9 gram. Ekstrak kental biji nangka yang

diperoleh lalu dihitung rendemennya dan diperoleh sebesar 10,7% (Lampiran 4).

Hasil ekstrak biji nangka berwarna cokelat tua kehitaman dengan aroma bau khas

biji nangka. Ekstrak biji nangka dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Ekstrak biji nangka (Dokumentasi Pribadi, 2018)

41
D. Skrining Fitokimia

Skrining fitokimia dilakukan sebagai tahap awal untuk mengetahui

golongan senyawa yang terkandung dalam ekstrak etanol biji nangka. Skrining

fitokimia merupakan tahap pendahuluan dalam suatu penelitian fitokimia yang

bertujuan untuk memberikan gambaran tentang golongan senyawa yang

terkandung dalam tanaman yang sedang diteliti. Metode skrining fitokimia

dilakukan dengan melihat reaksi pengujian warna dengan menggunakan suatu

pereaksi warna. Hal penting yang berperan penting dalam skrining fitokimia

adalah pemilihan pelarut dan metode ekstraksi (Kristianti dkk., 2008). Hasil

skrining kandungan kimia biji nangka disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil Skrining Fitokimia

Uji Fitokimia Pereaksi Rujukan Hasil Kesimpulan

Terbentuknya Terjadi
warna merah, perubahan
Flavonoid Mg + HCl kuning atau warna
jingga (Illing menjadi
dkk., 2017). merah.
Positif

Air panas + Terbentuknya


Asam buih yang stabil Terbentu
Saponin
klorida (Illing dkk., k buih.
(HCl) 2017).

Positif

42
Terjadi
perubaha
Terbentuknya
Feri n warna
warna biru
Polifenol klorida menjadi
kehitaman (Illing
(FeCl3) biru
dkk., 2017).
kehitama
n. Positif

Terbentuknya Terbentu
endapan putih knya
Alkaloid Mayer
(Illing dkk., endapan
2017). putih.
Positif

terbentuknya
Kloroform Terbentu
cincin kecoklatan
+ asam knya
atau violet pada
Terpenoid asetat cincin
perbatasan
anhidrat + kecoklata
larutan (Nirwana
H2SO4 n.
dkk., 2015).
Positif

1. Flavonoid

Berdasarkan uji flavonoid yang dilakukan, diperoleh hasil positif,

ditunjukkan dengan timbulnya warna merah tua hingga jingga. Warna merah pada

uji flavonoid disebabkan terbentuknya garam flavilium (Agustina dkk., 2014).

Reaksi yang terjadi pada uji flavonoid ditunjukan oleh Gambar 9.

43
O
O
HCl
+ Cl
OH
OH

O OH

O O

Cl + Cl

OH OH

OH OH

Gambar 9. Reaksi pembentukan garam favilium pada uji flavonoid (Illing dkk., 2017)

2. Saponin

Uji Saponin dikatakan memiliki hasil positif apabila terbentuk busa yang

mantap (tidak hilang selama 30 detik). Saponin merupakan senyawa yang

mempunyai gugus hidrofilik dan hidrofob. Saponin pada saat digojok terbentuk

buih karena adanya gugus hidrofil yang berikatan dengan air sedangkan hidrofob

akan berikatan dengan udara sehingga membentuk misel. Pada struktur misel,

gugus polar menghadap ke luar sedangkan gugus non polar menghadap ke dalam

(Simaremare, 2014).

Gambar 10. Reaksi hidrolisis saponin dalam air (Setyowati dkk., 2014)

3. Polifenol

Uji polifenol dengan hasil positif ditunjukkan dengan terbentuknya warna

hijau sampai hitam kehijauan yang menunjukkan adanya senyawa fenol.

44
Perubahan warna terjadi ketika penambahan FeCl3 (Setyowati dkk., 2014).

Pengujian polifenol dilakukan dengan melakukan penambahan FeCl3 yang

bereaksi dengan salah satu gugus hidroksil yang ada pada senyawa polifenol.

Pada penambahan FeCl3 pada ekstrak uji menghasilkan merah atau warna hijau

kehitaman yang menunjukkan bahwa sampel mengandung senyawa polifenol

(Setyowati dkk., 2014).

Gambar 11. Reaksi antara polifenol dan FeCl3 (Setyowati dkk., 2014)

4. Alkaloid

Pada pengujian alkaloid dilakukan penambahan HCl sebelum ditambahkan

pereaksi karena alkaloid bersifat basa sehingga diekstrak dengan pelarut yang

mengandung asam (Harborne, 1996). Berdasarkan hasil pengujian terhadap

ekstrak biji nangka diketahui bahwa sampel tersebut positif alkaloid. Ketika

ditetesi dengan pereaksi Mayer, sampel ekstrak biji nangka berubah warna

menjadi ungu kehitaman, dan menghasilkan adanya endapan putih.

45
Gambar 12. Reaksi Alkaloid dengan reagen Mayer (Setyowati dkk., 2014)

5. Terpenoid

Kandungan terpenoid/steroid dalam sampel diuji dengan menggunakan

reagen Lieberman-Buchard (asam asetat). Hasil yang diperoleh pada pengujian

ekstrak etanol biji nangka menunjukkan hasil positif dengan terbentuknya cincin

kecoklatan pada perbatasan larutan. Pada penambahan pereaksi Lieberman-

Buchard, molekul- molekul asam anhidrida asetat dan asam sulfat akan berikatan

dengan molekul senyawa terpenoid/steroid sehingga menghasilkan reaksi yang

tampak pada perubahan warna (Sangi dkk., 2013).


O O O
H2SO4
CH3 C O C CH3 CH3
O C OH

OH O C CH3

Gambar 10. Reaksi uji Liebermann-Buchard (Sangi dkk., 2013)

E. Karakterisasi Ekstrak

Karakterisasi ekstrak etanol biji nangka (A. heterophyllus Lamk.) dilakukan

sebagai upaya untuk menjamin bahwa ekstrak mempunyai nilai parameter tertentu

yang konstan dan ditetapkan (dirancang dalam formula) terlebih dahulu (Depkes

RI, 2000). Karakterisasi ekstrak meliputi penetapan kadar sari larut air, kadar sari

46
larut etanol, penetapan kadar air dan kadar abu. Karakteristik ekstrak dapat dilihat

pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil Karakterisasi ekstrak


Acuan Pustaka
Sampel Uji Hasil (%) (%) (Depkes,
2008)
Kadar sari 19,213 % -
larut air
Kadar sari 15,72 % -
Biji nangka ( A. larut etanol
heterophyllus Lamk.)
Kadar air 7,31 % ≤ 10%

Kadar abu 3,9 % ≤ 7%

Penetapan kadar sari larut air dan kadar sari larut etanol merupakan

pendekatan klasik untuk memperkirakan kadar senyawa aktif berdasarkan sifat

kepolaran. Melalui penetapan tersebut dapat dikalkulasi persentase senyawa polar

dan semi polar sampai non polar pada ekstrak. Hasilnya merupakan perkiraan

kasar senyawa-senyawa yang bersifat polar (larut air) dan senyawa-senyawa

yang bersifat semi polar sampai non polar (larut etanol) (Saifudin dkk., 2011).

Kadar sari larut air ekstrak etanol biji nangka adalah 19,213% dan kadar sari larut

etanol ekstrak etanol biji nangka adalah 15,72%. Hal ini menunjukkan bahwa

kandungan senyawa yang terdapat dalam ekstrak etanol biji nangka lebih bersifat

polar dibandingkan senyawa semi hingga non polar.

Penentuan kadar air bertujuan untuk menjaga kualitas ekstrak yaitu untuk

menghindari pertumbuhan jamur dalam ekstrak (Angelina dkk., 2015). Kadar air

pada ekstrak etanol biji nangka adalah 7,31%. Kadar air ekstrak sudah memenuhi

47
persyaratan yaitu ≤ 10% (Depkes, 2008). Kadar air dalam ekstrak yang melebihi

10% akan memudahkan tumbuhnya jamur dan kemungkinan akan membahayakan

kesehatan (Isnawati, 2013).

Penentuan kadar abu bertujuan untuk memberikan gambaran kandungan

mineral internal dan eksternal yang berasal dari proses awal sampai terbentuknya

ekstrak. Kadar abu pada ekstrak etanol biji nangka adalah 3,9%. Kadar abu

ekstrak sudah memenuhi persyaratan yaitu ≤ 7% (Depkes, 2008). Kadar abu

dalam ekstrak yang melebihi 7% menunjukkan bahwa ekstrak tercemar logam-

logam mineral (Isnawati, 2013).

F. Uji Aktivitas Pertumbuhan Rambut

Ekstrak kental biji nangka yang telah dibuat kemudian ditimbang sesuai

masing-masing konsentrasi ekstrak yaitu 2,5%; 5%; 7,5% dan 10%. Setelah itu

dilarutkan masing-masing dengan pelarut yang digunakan. Selanjutnya diuji

aktivitas pertumbuhan rambut terhadap hewan uji kelinci jantan. Jenis kelamin

jantan dipilih karena diharapkan pertumbuhan rambut tidak dipengaruhi oleh

hormon estrogen (Sari dkk., 2016). Sebelum diberikan perlakuan pada hewan

coba kelinci yang akan digunakan, terlebih dahulu dilakukan aklimatisasi selama

satu minggu dengan tujuan agar hewan uji dapat beradaptasi dengan lingkungan

yang baru. Aklimatisasi merupakan proses yang dilakukan untuk menentukan

kenormalan fisiologi tubuh hewan coba yang akan digunakan (Siska dkk., 2011).

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui efek dari ekstrak biji nangka

dalam membantu pertumbuhan rambut pada kelinci jantan. Daerah perlakuan

dibagi menjadi 7 bagian daerah yang terdiri dari kontrol normal (tanpa

48
pemberian), kontrol negatif (pelarut yang digunakan), kontrol positif (sediaan

yang beredar) dan konsentrasi ekstrak biji nangka 2,5%; 5%; 7,5% dan 10%.

Proses pengukuran panjang rambut dilakukan selama 21 hari. Pada hari ke-7

(minggu ke-1) pertumbuhan rambut sudah dapat terlihat oleh mata sehingga dapat

dilakukan pengukuran. Pengukuran selanjutnya dilakukan pada minggu ke-2 dan

ke-3. Dalam proses pengukuran, dipilih 5 rambut kelinci terpanjang pada tiap

daerah, dan dihitung rata-ratanya (Fitria, 2016). Pengukuran pertumbuhan rambut

dilakukan menggunakan jangka sorong. Dari data pengukuran panjang rambut

yang didapat kemudian dihitung rata-rata panjang rambut tiap-tiap perlakuan

dari 3 ekor kelinci jantan. Hasil rata-rata panjang rambut kelinci dapat dilihat

pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil Pengukuran Panjang Rambut Kelinci

Rata-rata panjang rambut (mm) ± SD


Perlakuan
Minggu ke-1 Minggu ke-2 Minggu ke-3

Kontrol normal 2,61 ± 0,23 3,31 ± 0,13 3,81 ± 0,13

Kontrol positif 6,07 ± 1,00 6,69 ± 1,62 7,89 ± 1,11

Kontrol negatif 3,02 ± 0,87 3,35 ± 1,21 3,92 ± 1,22

Ekstrak 2,5% 4,23 ± 0,92 4,63 ± 0,91 5,34 ± 0,90

Ekstrak 5% 5,55 ± 1,54 6,18 ± 1,65 6,79 ± 1,61

Ekstrak 7,5% 5,96 ± 1,29 6,64 ± 1,31 7,85 ± 1,41

Ekstrak 10% 7,16 ± 1,54 8,26 ± 1,41 10,40 ± 1,44

49
12,00
Panjang rambut Kelinci (mm) 10,00
Kontrol normal
8,00 Kontrol positif
6,00 Kontrol negatif
4,00 Ekstrak 2,5%
Ekstrak 5%
2,00
Ekstrak 7,5%
0,00
Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Ekstrak 10%

Waktu (Minggu)

Gambar 9. Kurva Panjang Rata-rata Rambut Kelinci Selama Perlakuan

Hasil uji aktivitas pertumbuhan rambut terlihat bahwa pada hari ke-7 atau

minggu pertama sudah menunjukkan adanya pertumbuhan rambut yang ditandai

dengan bertambahnya panjang rambut. Panjang rambut mengalami pertambahan

panjang setiap minggunya pada semua perlakuan. Berdasarkan Gambar 9 terlihat

bahwa kontrol normal yang tidak menerima perlakuan menggambarkan

pertumbuhan yang normal, dimana pertumbuhannya hampir sama dengan

pertumbuhan pada daerah kontrol negatif yaitu lebih lambat dibandingkan dengan

daerah kontrol positif dan daerah yang diberi ekstrak biji nangka 2,5%; 5%; 7,5%

dan 10%. Pada Gambar 9 menunjukkan bahwa selama pengamatan 21 hari,

semua kelompok perlakuan mengalami pertumbuhan rambut yang berbeda-beda,

dimana pertumbuhan rambut yang paling lambat yaitu pada daerah kontrol normal

dan kontrol negatif. Pada daerah kontrol negatif (perlakuan pelarut yang

digunakan) panjang rambut terlihat tidak berbeda nyata dengan kontrol normal,

sehingga dapat dikatakan bahwa pelarut yang digunakan dalam proses ekstraksi

tidak mempunyai efek yang signifikan dalam membantu pertumbuhan rambut.

50
Hal ini menunjukkan bahwa efek pertumbuhan rambut bukan disebabkan oleh

pelarut yang digunakan, namun dari Gambar 9 dapat dilihat bahwa semakin

tinggi konsentrasi ekstrak maka semakin besar aktivitas pertumbuhan rambut

yang diberikan. Pada daerah kontrol positif (sediaan yang beredar di pasaran)

panjang rambut terlihat tidak berbeda nyata dengan ekstrak 7,5% dibandingkan

dengan pemberian konsentrasi ekstrak 2,5%; 5% dan 10%. Sedangkan

pertumbuhan rambut yang tercepat yaitu pada daerah yang diolesi dengan ekstrak

biji nangka 10%.

Pada kurva di atas memperlihatkan bahwa ekstrak biji nangka konsentrasi

10% b/v dapat memberikan efektivitas pertumbuhan rambut yang lebih cepat

dibandingkan dengan kontrol normal, kontrol negatif, kontrol positif dan ekstrak

biji nangka dengan konsentrasi 2,5% b/v, 5% b/v, dan 7,5% b/v. Hal ini

disebabkan jumlah zat aktifnya yang lebih banyak dibandingkan dengan

konsentrasi yang lain sehingga akan meningkatkan aktivitas pertumbuhan rambut

lebih cepat (Anisah dkk., 2017).

Data panjang rambut kelinci diuji normalitasnya untuk melihat data

panjang rambut kelinci pada setiap daerah perlakuan terdistribusi secara normal

atau tidak terdistribusi secara normal. Hasil analisis normalitas menunjukkan

bahwa panjang rambut kelinci pada setiap daerah perlakuan memiliki distribusi

yang normal, yaitu berdasarkan pada nilai taraf signifikansi pada masing-masing

daerah perlakuan semua (P ≥ 0,05). Kemudian dilanjutkan pada uji homogenitas

untuk melihat populasi data yang homogen dengan ketentuan signifikan (P ≥ 0,05)

yang berarti data memiliki sifat yang sama atau homogen. Minggu pertama,

51
kedua, dan ketiga, menunjukkan data terdistribusi normal dan homogen dinilai

dari (P ≥ 0,05), sehingga dapat dilanjutkan dengan uji ANOVA (Indriaty dkk.,

2014).

Uji ANOVA dilakukan bertujuan untuk mengetahui perbedaan antara data

panjang rambut kelinci pada masing-masing daerah perlakuan apakah memiliki

perbedaan yang signifikan (berbeda nyata) atau tidak memiliki perbedaan yang

signifikan (tidak berbeda nyata). Tabel 6 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan

yang signifikan (berbeda nyata) antara minggu pertama, kedua, dan ketiga data

panjang rambut antara daerah perlakuan, yaitu berdasarkan nilai taraf

signifikansinya lebih kecil dari 0,05. Data panjang rambut kelinci pada setiap

daerah perlakuan terdapat perbedaan yang signifikan (berbeda nyata) artinya

semua ekstrak memiliki aktivitas sebagai penumbuh rambut dan memiliki

aktivitas yang berbeda-beda.

Analisis data dilanjutkan dengan uji Least Significant Differences (LSD).

Uji LSD bertujuan untuk mengetahui ekstrak yang paling besar memberikan efek

sebagai penumbuh rambut. Pada data panjang rambut kelinci menunjukkan

bahwa ekstrak 10% memiliki aktivitas yang paling baik jika dibandingkan

dengan konsentrasi ekstrak yang lain, dapat dilihat pada Lampiran 8, demikian

juga jika ekstrak 10% dibandingkan dengan baris kontrol positif (sediaan yang

beredar) nilai signifikansinya 0,260 lebih dari dari 0,05, dapat dilihat pada

Lampiran 9. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak 10% memiliki aktivitas yang

tidak berbeda nyata atau setara dengan kontrol positif karena tidak terdapat

perbedaan yang signifikan.

52
Tabel uji LSD, pada baris kontrol normal dapat dilihat bahwa kontrol

negatif (pelarut yang digunakan) tidak terdapat perbedaan yang signifikan (tidak

berbeda nyata) jika dibandingkan dengan kontrol normal yaitu berdasar nilai taraf

signifikansinya 0,671 lebih besar dari 0,05 dapat dilihat pada uji LSD

(Lampiran 9). Hal tersebut menunjukkan bahwa pelarut yang digunakan untuk

melarutkan ekstrak tidak membantu aktivitas ekstrak sebagai penumbuh rambut.

Selain itu, kontrol normal dan kontrol negatif juga tidak berbeda nyata atau setara

dengan ekstrak 2,5% karena memiliki nilai signifikansi lebih dari 0,05 yaitu 0,104

dan 0,671. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak 2,5% tidak memiliki aktivitas

yang cukup kuat untuk memberikan efek terhadap pertumbuhan rambut.

Data pada minggu ke-3, pertumbuhan rambut kelinci menunjukkan bahwa

ekstrak 10% memiliki aktivitas yang paling baik jika dibandingkan dengan

konsentrasi ekstrak yang lain, bahkan menunjukkan aktivitas yang lebih baik dari

kontrol positif. Hal ini dapat dilihat pada tabel uji LSD (Lampiran 9) yaitu pada

baris kontrol positif, nilai taraf signifikansinya terhadap ekstrak 10% adalah 0,023

lebih kecil dari 0,05. Nilai taraf signifikansi yang lebih kecil dari 0,05

menunjukkan bahwa ekstrak 10% dan kontrol positif terdapat perbedaan yang

signifikan (berbeda nyata) dengan nilai rata-rata ekstrak 10% lebih tinggi

dibandingkan dengan kontrol positif sehingga dapat menggantikan kontrol positif

dalam memberi efek terhadap pertumbuhan rambut.

53
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan:

1. Kandungan metabolit sekunder yang terdapat dalam ekstrak etanol biji

nangka (Artocarpus heterophyllus Lamk.) adalah flavonoid, saponin,

polifenol, alkaloid dan terpenoid.

2. Ekstrak etanol biji nangka menunjukkan aktivitas yang mampu mempercepat

pertumbuhan rambut. Berdasarkan hasil analisis data, dapat disimpulkan

bahwa semakin tinggi konsentrasi ekstrak, maka semakin tinggi pula aktivitas

yang dihasilkan. Dimana ekstrak etanol biji nangka dengan konsentrasi 10%

menunjukkan aktivitas paling baik (Sig. < 0,05).

B. Saran

Saran yang dapat diberikan dalam penelitian ini adalah perlu dilakukan uji

toksisitas, uji stabilitas dan uji iritasi serta perlu dilakukan penelitian lebih lanjut

terhadap ekstrak air biji nangka untuk melihat perbandingan aktivitas

pertumbuhan rambut dari ekstrak etanol biji nangka.

54
DAFTAR PUSTAKA

Achmad, A. S., Hakim, E. H., dan Makmur, L., 1990, Flavonoid dan Fitomedika,
Kegunaan dan Prospek, Jakarta, Phyto-Medika.

Adikhairani., 2012, Pemanfaatan Limbah Nangka (Biji : Artocarpus


Heterophyllus, Lamk. Dan Dami Nangka) Untuk Pembuatan Berbagai
Jenis Pangan Dalam Rangka Penganekaragaman Penyediaan Pangan,
Jurnal Pendidikan Teknologi dan Kejuruan Fakultas Teknik Unimed, 14
(1), 8-9.

Aini, Q., 2017, Uji Aktivitas Pertumbuhan Rambut Kelinci Jantan dari Sediaan
Hair Tonic yang Mengandung Ekstrak Etanol Daun Mangkokan
(Nothopanax scutellarium L.), Jurnal Farmasi Lampung, 6(2), 5.

Akib, N. I., Salim, Armin, N. A., Malaka, M. H., dan Baka, W. A., 2016,
Development and Evaluation of Waru (Hibiscus tiliaceus Linn.) Leaf and
Avocado (Persea americana Mill.) Fruit Extracts for Hair Growth,
International Journal of Chemical, Environmental & Biological Sciences
(IJCEBS), 4(2), 138.

Akinmutimi, A. H., 2006, Nutritive Value of Raw and Processed Jack Fruit Seeds
(Artocarpus heterophyllus): Chemical Analysis. Agricultural Journal, 1:
266-271.

Angelina M., Puteri Amelia., dan Muchammad Irsyad., 2015, Karakterisasi


Ekstrak Etanol Herba Katumpangan Air (Peperomia pellucida L. Kuntuh),
Biopropal Industri, 6(2): 53-61.

Anisah, S., Sari, P., dan Ikhsanudin, M., 2017, Pengaruh Konsentrasi Ekstrak
Daun Teh (Camelia sinensis L.) sebagai Pertumbuhan Rambut pada
Kelinci (Lepus spp.) dengan Metode Maserasi, Jurnal Para Pemikir, 6(2),
161.

Damron M, 2003, Klasifikasi Makhluk Hidup : Mamali, Gramedia Pustaka Utama,


dan Keindahan Rambut, Jakarta, 1-13.

Darwis, D., 2000, Teknik Dasar Laboratorium Dalam Penelitian Senyawa Bahan
Alam Hayati, Workshop Pengembangan Sumber Daya Alam Hayati dan
Rekayasa Bioteknologi, FMIPA, Universitas Andalas, Padang.

55
Delphin, D. V., Haripriya, R., Subi, S., Jothi, D., dan Thirumalai, P. V., 2014,
Phytochemical Screening of Various Ethanolic Seed Extracts, World
Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences, 3(7), 1047.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1985, Formularium Kosmetika


Indonesia, Depkes RI, Jakarta, 200-261.

Departemen Kesehatan., 2008, Farmakope Herbal Indonesia, Edisi Kesatu,


Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

Dewick, P.M., 2009, Medicinal Natural Products : A Biosynthetic Approach, 3rd


Edition, John & Wiley Sans, United Kingdom.

Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan., 2000, Parameter Standar


Umum Ekstrak Tumbuhan Obat, 1, 3, Jakarta, Departemen Kesehatan
Rebublik Indonesia.

Elda, M., Fatmawati., dan Santy, O., 2014, Ekstraksi Minyak Biji Kapuk Dengan
Metode Ekstraksi Soxhlet, Jurnal Teknik Kimia, 20(1), 23.

Fairus, dan Sirin, 2010, Pengaruh Konsentrasi HCL dan waktu hidrolisis terhadap
perolehan glukosa yang dihasilkan dari pati Biji nangka. Jurnal prosiding,
Bandung, Institut Teknologi Nasional Bandung.

Fitria Ayu., 2016, Uji Aktivitas Pertumbuhan Rambut, Uji Iritasi, Dan Uji
Hedonik Sediaan Hair Tonic Dari Kombinasi Ekstrak Etanol Rimpang
Lengkuas (Alpinia Galanga L.) Dengan Filtrat Daun Lidah Buaya (Aloe
Vera L.), [Skripsi], Fakultas Farmasi, Universitas Halu Oleo.

Gupta, D., Mann, S., Sood, A., dan Gupta, R. K., 2011, Phytochemical,
Nutritional and Antioxidant Activity Evaluation of Seeds of jackfruit
(Artocarpus Heterophyllus Lam.), International Journal of Pharma and
Bio Sciences, 2(4).

Handayani, C. S., Indri, H., dan Susanti, 2009, Uji Fototoksisitas Sediaan Krim
Muka “X” terhadap Kelinci Putih Jantan, Pharmacy, 6(1), 85.

Harborne, J. B., 1996, Metode Fitokimia : Penuntun Cara Modern Menganalisis


Tumbuhan, Terbitan ke-2, Cetakan ke-4, ITB Press, Bandung.

Heyne, K., 1987, Tumbuhan Berguna Indonesia Jilid II, Badan Litbang
Kehutanan, Jakarta

56
Illing, I., Wulan, S., dan Erfiana, 2017, Uji Fitokimia Ekstrak Buah Dengen.
Jurnal Dinamika, 8(1), 77-78.

Indriaty Sulistiorini, Teti Indrawati, Shelly Taurhesia., 2014, Uji Aktivitas


Kombinasi Ekstrak Air Lidah Buaya (Aloe Vera L.) Dan Akar Manis
(Glycyrrhiza Glabra L.) Sebagai Penyubur Rambut, Pharmaciana, 6(1).

Isnawati, A., Alegentina, S., dan Widowati, L., 2013, Karakterisasi Ekstrak Etanol
Biji Klabet (Trigonella foenum-graecum L) Sebagai Tanaman Obat
Pelancar Asi, Buletin Penelitian Kesehatan, 41(2):103-110.

Jain, P. K., dan Dass, D. J., 2015, Evaluating hair growth potential of some
traditional herbs, Asian J Pharm Clin Res, 8(6), 150-152.

Kalangi, S. J. R., 2013, Histofisiologi Kulit, Jurnal Biomedik (JBM), 5(3), S7.

Kartadisastra, H. R., 1997, Ternak Kelinci, Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

Kartodimadjo, S, 2013, Cantik dengan Herbal, Rahasia Puteri Keraton,


Yogyakarta, Citra Media Pustaka, 8-9, 19.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2011, Farmakope Herbal Indonesia,


Edisi ke-1, Suplemen II, Kementrian Kesehatan Republik Indonesia,
Jakarta.

Kristianti, A. N., Aminah, N. S., Tanjung, M., dan Kurniadi, B., 2008, Buku ajar
fitokimia, Surabaya: Jurusan Kimia Laboratorium Kimia Organik
FMIPA Universitas Airlangga.

Kuncari, E. S., Iskandarsyah, dan Praptiwi, 2015, Uji Iritasi dan Aktivitas
Pertumbuhan Rambut Tikus Putih : Efek Sediaan Gel Apigenin dan
Perasaan Herba Seledri (Apium graveolens L.), Media Litbangkes, 25(1),
15-16.

Kusumadewi, 2011, Pengetahuan dan Seni Tata Rambut Moderen, Jakarta,


Meutia Cipta Sarana & DPP, Tiara Kusuma, 19-36.

Larasati, R., Bambang, W., dan Merryana, A., 2016, Pengaruh Pemberian Trans
Fatty Acid (TFA) dari Margarin dan Minyak Kelapa Sawit yang
Dipanaskan Berulang Terhadap Kadar Glukosa Darah Puasa pada Tikus
Wistar, Indonesian J of Pub Health, 11(1), 71.

Lies, S., 2004, Keripik, Manisan Kering, dan Sirup Nangka, Yogyakarta,
Kanisius.

57
Marchaban, Soegihardjo, C. J., dan Kumarawati, F. E., 2010, Uji Aktivitas Sari
Daun Randu (Ceiba pentandra Gaertn.) sebagai Penumbuh Rambut,
Fakultas Parmasi UGM, Yogyakarta.

Martini, F. H., 2001, Fundamentals of Anatomy & Physiology, 5th ed, Prentice
Hall,New Jersey, 144-151.

Mukhriani, 2014, Ekstraksi, Pemisahan Senyawa, dan Identifikasi Senyawa Aktif,


Jurnal Kesehatan, 7(2), 362.

Nirwana, A.P., Okid P.A., dan Tetri W., 2015, Skrining Fitokimia Ekstrak Etanol
Daun Benalu Kersen (Dendrophtoe pentandra L. Miq.), EL-Vivo, 3(2),
11.

Noor, F., Jiaur, M. D., Sultan, M. M., Sorifa, M. A., Aminul, M. I. T., dan Maruf,
A, 2014, Physicochemical properties of flour and extraction of starch
from jackfruit seed, International Journal of Nutrition and Food
Sciences, 3(4), 347.

Nurjannah., Maria Krisnawati., 2014, Pengaruh Hair Tonic Lidah Mertua


(Sanseviera Trifasciata Prain) Dan Seledri (Apium Graveolens Linn)”
Untuk Mengurangi Rambut Rontok, Journal Of Beauty And Beauty
Health Education, 3 (1).

Nusa, M. I., Misril, F., dan Siti, F., 2014, Studi Pengolahan Biji Buah Nangka
dalam Pembuatan Minuman Instan, Agrium, 19(1), 32.

Nusmara, K. G., 2012, Uji Stabilitas Fisik dan Aktivitas Pertumbuhan Rambut
Tikus Putih dari Sediaan Hair Tonic yang Mengandung Ekstrak Etanol
Daun Pare (Momordica charantia), Skripsi, Universitas Indonesia,
Jakarta.

Parker, K., 2010, The Rabbit Handbook, Barron’s Aducational Series, New York.

Prasetyo, dan Inoriah, E., 2013, Pengelolaan Budidaya Tanaman Obat-

Obatan
(Bahan Simplisia), Badan Penerbitan Fakultas Pertanian, UNIB.

Pratiwi, I., 2009, Uji Antibakteri Ekstrak Kasar Daun Acalypha indica terhadap
Bakteri Salmonella choleraesuis dan Salmonella typhimurium, Jurusan
Biologi FMIPA UNS, Surakarta.

Priskila, V., 2012, Uji Stabilitas Fisik dan Uji Aktivitas Pertumbuhan Rambut
Tikus Putih Jantan dari Sediaan Hair Tonic yang Mengandung Ektrak
Air Bonggol Pisang Kepok (Musa Balbisiana), Skripsi, Fakultas MIPA
Program Studi Farmasi, Universitas Indonesia.

58
Purnamasari, D., 2013, Pengaruh Jumlah Air Bonggol Pisang Klutuk terhadap
Sifat Fisik dan Masa Simpan Hair Tonic Rambut Rontok, E-Journal,
2(3), 62.

Purwantini, I., Rima, M., Naniek, D. B. S., 2008, Combination of Teh an


Mangkokan Leaves Extract to Promote Hair Growth, Traditional
Medicine Journal, 13(43).

Pusponegoro, dan Erdina H. D, 2002, Kerontokan Rambut Etiopatogenesis.


Kesehatan dan Keindahan Rambut, Jakarta, 1-13.

Rahman, F. A., Tetiana, H., dan Trianna, W. U., 2017, Skrining Fitokimia dan
Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Sirsak (Annona muricata L.)
pada Streptococcus mutans ATCC 35668, Majalah Kedokteran Gigi
Indonesia, 3(1), 4.

Rahmawati, A., Sudarso., dan Dwi, H., 2009, Efek Hair Tonic Buah Mengkudu
(Morinda citrifolia L.) dan Uji Fitokimianya, Pharmacy, 6(2), 34.

Raylene, M., dan Rospond., 2008, Artikel Kulit, Rambut dan Kuku, Terjemahan
Benediktus Yohan, D.L., Jakarta.

Robinson, T., 1995, Kandungan Organik Tumbuhan Tingkat Tinggi. Edisi ke-6,
Penerbit ITB, Bandung.

Rukmana, R., 2008, Budi Daya Nangka, Yogyakarta : Kanisius.

Salni., Hanifa, M., dan Ratna, W. M., 2011, Isolasi Senyawa Antibakteri Dari
Daun Jengkol (Pithecolobium lobatum Benth) dan Penentuan Nilai
KHM-nya, Jurnal Penelitian Sains, 14(1), 14109-40.

Setyowati Widiastuti. A.E, Sri Retno. D.A, Ashadi, Bakti Mulyani, Rahmawati.,
2014, Skrining Fitokimia dan Identifikasi Komponen Utama Ekstrak
Metanol Kulit Durian (Durio zibethinus Murr.) Varietas Petruk, Seminar
Nasional Kimia dan Pendidikan Kimia, Surakarta.

Simaremare, E.S., 2014, Skrining Fitokimia Ekstrak Etanol Daun Gatal (Laportea
decumana (Roxb.) Wedd), Pharmacy, 11(01).

Sinaga, R., Sunny, W., dan Marie, M. K., 2012, Peran Melanosit pada Proses
Uban. Jurnal Biomedik, 4(3), S7.

Siska, Sadiarso, dan Suryatin A, Daun Pare (Momordica charantia L.)


Sebagai Penyubur Rambut, Jurnal Farmasains, Jakarta, 1(4).

59
Sitompul, S., 2002, Kandungan Senyawa Polifenol dalam Tanaman Lidah Buaya,
Daun Mimba, dan Ampas Buah Mengkudu, Bogor, BPT Ciawi.

Soedibyo, B. R. A. M., dan Dalimartha, S, 1998, Perawatan Rambut dengan


Tumbuhan Obat dan Diet Suplemen, PT. Penebar Swadaya, Bogor.

Soepardiman, dan Lily., 2010, Kelainan Rambut. Dalam: Djuanda, Adhi, dkk.
Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta, Badan Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, 301-311.

Sreeletha A,S., Lini,J,J., Dhanyalekshmi C,S., Sabu, K,R dan Pratap, C,R4., 2017,
Phytochemical, Proximate, Antimicrobial, Antioxidant and FTIR
Analyses of Seeds of Artocarpus heterophyllus Lamk, Research
Article,
5(1), 004-006.

Subekhi, R., Sudarso, dan Dwi, H., 2009, Uji Pendahuluan Efek Hair Tonic
Minyak Biji Wijen (Sesamum indicum L.) terhadap Pertumbuhan Rambut
Kelinci Jantan, Pharmacy, 6(3), 23.

Supomo, Rian, S., dan Risaldi, J., 2016, Karakterisasi dan Skrining Fitokimia
Daun Kerehau (Callicarpa longifolia Lamk.), Jurnal Kimia
Mulawarman, 13(2), 92.

Tambunan, Lidia Romito, 2012, Uji Stabilitas Mikro Emulsi Ektrak Daun Seledri
dan Mikroemulsi Ekstrak Daun Urang Aring dan Efektivitasnya
Terhadap Pertumbuhan Rambut Tikus Jantan Spraque Dawley, Skripsi,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Program Studi
Farmasi.

Tanaka, S., M. Saito., Sabata M., 1980. Bioassay of Crude Drugs for Hair Growth
Promoting Activity in Mice by A New Simple Method, Journal of
Medicinal Plant Research.

Tejpal, A., dan Parle, A., 2016, Jackfruit: A Health Boon, Int. J. Res. Ayurveda
Pharm,7(3).

Tranggono, Retno, I., dan Latifah, F., 2007, Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan
Kosmetik, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama.

Utomo, A.D., Rahayu, W.S., dan Dhiani, B.A., 2009, Pengaruh Beberapa Metode
Pengeringan Terhadap Kadar Flavonoid Total Herba Sambiloto
(Andrographis paniculata), Pharmacy, 6(1):58-68.

60
Weston, L. A. dan Ulrike, M., 2013, Flavonoids: Their Structure, Biosynthesis
and Role in the Rhizosphere, Including Allelopathy, J Chem Echol,
Springer. 39, 283.

Wijaya, H., Novitasari., dan Siti, J., 2018, Perbandingan Metode Ekstraksi
Terhadap Rendemen Ekstrak Daun Rambai Laut (Sonneratia
caseolaris L. Engl), Jurnal Ilmiah Manuntung, 4(1), 82.

Witantri, R. G., Euis, C. A. R., dan Dwi, S. S., 2015, Keanekaragaman Pohon
Berpotensi Obat Antikanker di Kawasan Kampus Kentingan Universitas
Sebelas Maret, Surakarta, Jawa Tengah, Pros Sem Nas Masy Biodiv
Indon, 1(3), 480.

Yulianti, S., Ratman, dan Solfani, 2015, Pengaruh Waktu Perebusan Biji Nangka
(Artocarpus heterophyllus Lamk.) terhadap Kadar Karbohidrat, Protein,
danLemak, J Akad Kim, 4(4), 211.

61
LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Kelayakan Etik (Ethical Clearance)

62
Lampiran 2. Surat Determinasi Tanaman

62
Lampiran 3. Diagram Alir Metode Penelitian

a. Pengelolahan Sampel

Biji Nangka (Artocarpus


heterophyllus)

- dicuci dengan air bersih


- dirajang kecil-kecil
- dikeringkan dibawah sinar matahari hingga kering

Simplisia Biji Nangka

b. Ekstrasi

Simplisia Biji Nangka

- alat soklet dirangkai sesuai aturan


- sampel ditimbang
- dibungkus dengan kertas saring dan dimasukkan ke
dalam thimbel
- dimasukkan pelarut etanol 96% ke dalam labu
- dipanaskan pada suhu 65°C yang akan bekerja
selama ± 5 jam sampai tetesan siklus tidak berwarna
lagi atau kurang lebih sebanyak 7 siklus

Residu Filtrat

- Ditampung
- diuapkan dengan rotary vacuum
evaporator pada suhu 40 °C
dengan kecepatan 40 rpm.
- Diperoleh ekstrak cair.
- Dimasukan kedalam water bath
pada suhu 50 °C.

Estrak kental

63
c. Skrining Fitokimia

Ekstrak kental sampel

- Dilarutkan dalam 10 ml Etanol 96%


- Dipipet masing-masing 2 ml ke dalam tabung
yang berbeda
- Ditambahkan masing-masing pereaksi
- Diamati perubahan reaksi yang terjadi.

Hasil

d. Prosedur Penelitian

a) Penyiapan Hewan Uji


Hewan uji kelinci jantan

- Disiapkan 4 ekor kelinci putih jantan dengan bobot


rata-rata 1.8–2.5 kg.
- Diadaptasikan kelinci sebelum dilakukan perlakuan
terhadap tempat, makanan, selama satu minggu.

Hasil

b) Pembuatan Larutan Uji

Ekstrak kental sampel

- Ditimbang ekstrak etanol biji nangka sesuai


konsentrasi 2,5%, 5%, 7,5% dan 10%.
- Dilarutkan dengan aquades hingga 100 ml

Larutan uji

64
c) Uji Aktivitas terhadap Pertumbuhan Rambut
Hewan Uji

- Disiapkan 4 ekor kelinci


- Dicukur punggung kelinci dengan pisau cukur
dan dibagi menjadi tujuh daerah uji.

Kontrol Kontrol Kontrol Ekstrak Ekstrak Ekstrak Ekstrak


normal positif negatif uji uji 5% uji uji

- Dilakukan pemberian ekstrak pada pagi dan


sore hari dengan volume 1 ml sampai 21 hari
di hitung dari hari ke-0.
- Dilakukan pengukuran pertumbuhan rambut
dengan jangka sorong pada hari ke 7, 14, dan
21.

Analisis Data menggunakan


Uji ANOVA

Kesimpulan

65
Lampiran 4. Perhitungan Rendemen Ekstrak

Rendemen Ekstrak Etanol Biji Nangka

Berat ekstrak kental = 213,9 gram

Berat simplisa kering = 2000 gram

Rendemen ekstrak = 100%

213,9
= x 100%
2000

= 10,7%

66
Lampiran 5. Perhitungan Pembuatan Larutan Uji
,
a. Ekstrak biji nangka 2,5% = 100% = 2,5 gram

b. Ekstrak biji nangka 5% = 100% = 5 gram


,
c. Ekstrak biji nangka 7,5% = 100% = 7,5 gram

d. Ekstrak biji nangka 10% = 100% = 10 gram

67
Lampiran 6. Karakterisasi Ekstrak

a. Uji Kadar Sari Larut Air


Berat ekstrak (A) = 2,5 gram
Berat cawan kosong (B) = 58,187 gram
Berat cawan + ekstrak setelah diuapkan (C) = 58,667 gram
(C B )
Kadar sari larut air = x100 %
A

(58,667 58,187 )
= x100%
2,5

= 19,2%

b. Uji Kadar Sari Larut Etanol

Berat ekstrak (A) = 2,5 gram


Berat cawan kosong (B) = 40,059 gram
Berat cawan + ekstrak setelah diuapkan (C) = 40,452 gram
(C B )
Kadar sari larut etanol = x 100 %
A

( 40,452 40,059)
= x100%
2,5

= 15,72 %

c. Uji Kadar Air


Berat ekstrak (A) = 1,039 gram
Berat cawan kosong (B) = 37,754 gram
Berat cawan + ekstrak setelah dikeringkan (C) = 38,717 gram
Berat kadar Air (D) = 38,717 gram – 37,754 gram
= 0,963 gram
( A D)
x 100%
Kadar Air (%) = A
1,039 0,963
= x100%
1,039

= 7,31 %

d. Uji Kadar Abu

68
Berat ekstrak (A) = 2 gram

Berat cawan kosong (B) = 27,927 gram

Berat cawan + ekstrak setelah pemijaran (C) = 28,005 gram

Berat abu (D) =28,005 gram – 27,927 gram

= 0,078
D
Kadar abu (%) = x 100 %
A
0,078
= x100%
2
= 3,9 %

69
Lampiran 7. Berat Badan Hewan Percobaan (Kelinci)

Kelinci (Oryctolagus cuniculus)


I II III
2 Kg 2,1 Kg 1,8 Kg

70
Lampiran 8. Data Rata-rata Pertumbuhan Rambut

Rata-rata panjang rambut (mm) ± SD


Kelinci Perlakuan
Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3
I Kontrol normal 2.36 ± 0,65 3.46 ± 0,21 3.96 ± 0,02
Kontrol positif 5.23 ± 0,68 5.54 ± 0,16 7.54 ± 0,21
Kontrol negatif 2.49 ± 0,70 2.40 ± 0,04 3.10 ± 0,06
Ekstrak 2,5% 3.18 ± 0,65 3.58 ± 0,22 4.30 ± 0,10
Ekstrak 5% 4.33 ± 0,45 4.73 ± 0,15 5.45 ± 0,14
Ekstrak 7,5% 5.22 ±0,62 5.77 ± 0,04 7.30 ± 0,15
Ekstrak 10% 8.48 ± 0,49 9.38 ± 0,09 11.50 ± 0,16
II Kontrol normal 2.80 ± 0,28 3.20 ± 0,01 3.70 ± 0,19
Kontrol positif 7.18 ± 0,51 8.55 ± 0,16 9.13 ± 0,05
Kontrol negatif 4.02 ± 0,77 4.72 ± 0,12 5.32 ± 0,20
Ekstrak 2,5% 4.65 ± 0,19 5.15 ± 0,02 5.95 ± 0,04
Ekstrak 5% 7.28 ± 0,81 7.98 ± 0,01 8.58 ± 0,15
Ekstrak 7,5% 7.45 ± 0,59 8.15 ± 0,06 9.45 ± 0,29
Ekstrak 10% 7.52 ± 0,48 8.72 ± 0,20 10.92 ± 0,05
III Kontrol normal 2.68 ± 0,60 3.28 ± 0,06 3.78 ± 0,08
Kontrol positif 5.79 ± 0,06 5.99 ± 0,01 7.00 ± 0,01
Kontrol negatif 2.54 ± 0,81 2.94 ± 0,04 3.34 ± 0,02
Ekstrak 2,5% 4.86 ± 0,72 5.16 ± 0,03 5.76 ± 0,16
Ekstrak 5% 5.04 ± 0,44 5.84 ± 0,04 6.34 ± 0,13
Ekstrak 7,5% 5.20 ± 0,52 6.00 ± 0,01 6.80 ± 0,15
Ekstrak 10% 5.47 ± 0,19 6.67 ± 0,23 8.77 ± 0,15

71
Lampiran 9. Analisis Data

Tabel 4. Analisis Data Uji Normalitas

Tests of Normality
Shapiro-Wilk
Statistic df Sig.

Minggu_1 ,934 21 ,167


Minggu_2 ,947 21 ,296
Minggu_3 ,954 21 ,413

Tabel 5. Analisis Data Uji Homogenitas

Test of Homogeneity of Variances


Levene Statistic df1 df2 Sig.

Minggu_1 1,734 6 14 ,186


Minggu_2 1,832 6 14 ,164
Minggu_3 1,876 6 14 ,156

Tabel 6. Analisis Data dengan Metode ANOVA

ANOVA

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Minggu_1 Between Groups 51,616 6 8,603 6,646 ,002

Within Groups 18,121 14 1,294

Total 69,737 20
Minggu_2 Between Groups 62,670 6 10,445 6,411 ,002
Within Groups 22,808 14 1,629

Total 85,477 20

Minggu_3 Between Groups 102,646 6 17,108 11,746 ,000

Within Groups 20,391 14 1,457

Total 123,037 20

72
Tabel 7. Analisis Data dengan Uji lanjutan (LSD)
Multiple Comparisons
LSD
95% Confidence

Mean Interval

Dependent Difference Lower Upper


Variable (I) Perlakuan (J) Perlakuan (I-J) Std. Error Sig. Bound Bound

Minggu_1 Kontrol Normal Kontrol Positif -3,45333* ,92894 ,002 -5,4457 -1,4610

Kontrol Negatif -,40333 ,92894 ,671 -2,3957 1,5890

Ekstrak 2,5% -1,61667 ,92894 ,104 -3,6090 ,3757

Ekstrak 5% -2,93667* ,92894 ,007 -4,9290 -,9443


Ekstrak 7,5% -3,34333* ,92894 ,003 -5,3357 -1,3510

Ekstrak 10% -4,54333* ,92894 ,000 -6,5357 -2,5510


*
Kontrol Positif Kontrol Normal 3,45333 ,92894 ,002 1,4610 5,4457

Kontrol Negatif 3,05000* ,92894 ,005 1,0576 5,0424

Ekstrak 2,5% 1,83667 ,92894 ,068 -,1557 3,8290

Ekstrak 5% ,51667 ,92894 ,587 -1,4757 2,5090

Ekstrak 7,5% ,11000 ,92894 ,907 -1,8824 2,1024

Ekstrak 10% -1,09000 ,92894 ,260 -3,0824 ,9024

Kontrol Negatif Kontrol Normal ,40333 ,92894 ,671 -1,5890 2,3957

Kontrol Positif -3,05000* ,92894 ,005 -5,0424 -1,0576

Ekstrak 2,5% -1,21333 ,92894 ,213 -3,2057 ,7790

Ekstrak 5% -2,53333* ,92894 ,016 -4,5257 -,5410

Ekstrak 7,5% -2,94000* ,92894 ,007 -4,9324 -,9476

Ekstrak 10% -4,14000* ,92894 ,001 -6,1324 -2,1476

Ekstrak 2,5% Kontrol Normal 1,61667 ,92894 ,104 -,3757 3,6090

Kontrol Positif -1,83667 ,92894 ,068 -3,8290 ,1557

Kontrol Negatif 1,21333 ,92894 ,213 -,7790 3,2057

Ekstrak 5% -1,32000 ,92894 ,177 -3,3124 ,6724

Ekstrak 7,5% -1,72667 ,92894 ,084 -3,7190 ,2657

Ekstrak 10% -2,92667* ,92894 ,007 -4,9190 -,9343


*
Kontrol Normal 2,93667 ,92894 ,007 ,9443 4,9290
Ekstrak 5%
Kontrol Positif -,51667 ,92894 ,587 -2,5090 1,4757

Kontrol Negatif 2,53333* ,92894 ,016 ,5410 4,5257

Ekstrak 2,5% 1,32000 ,92894 ,177 -,6724 3,3124

73
Ekstrak 7,5% -,40667 ,92894 ,668 -2,3990 1,5857

Ekstrak 10% -1,60667 ,92894 ,106 -3,5990 ,3857

Ekstrak 7,5% Kontrol Normal 3,34333* ,92894 ,003 1,3510 5,3357

Kontrol Positif -,11000 ,92894 ,907 -2,1024 1,8824

Kontrol Negatif 2,94000* ,92894 ,007 ,9476 4,9324

Ekstrak 2,5% 1,72667 ,92894 ,084 -,2657 3,7190

Ekstrak 5% ,40667 ,92894 ,668 -1,5857 2,3990

Ekstrak 10% -1,20000 ,92894 ,217 -3,1924 ,7924

Ekstrak 10% Kontrol Normal 4,54333* ,92894 ,000 2,5510 6,5357

Kontrol Positif 1,09000 ,92894 ,260 -,9024 3,0824

Kontrol Negatif 4,14000* ,92894 ,001 2,1476 6,1324


*
Ekstrak 2,5% 2,92667 ,92894 ,007 ,9343 4,9190

Ekstrak 5% 1,60667 ,92894 ,106 -,3857 3,5990

Ekstrak 7,5% 1,20000 ,92894 ,217 -,7924 3,1924

Minggu_2 Kontrol Normal Kontrol Positif -3,38000* 1,04215 ,006 -5,6152 -1,1448
Kontrol Negatif -,04000 1,04215 ,970 -2,2752 2,1952
Ekstrak 2,5% -1,31667 1,04215 ,227 -3,5519 ,9185
Ekstrak 5% -2,87000 * 1,04215 ,016 -5,1052 -,6348

Ekstrak 7,5% -3,32667* 1,04215 ,007 -5,5619 -1,0915

Ekstrak 10% -4,94333* 1,04215 ,000 -7,1785 -2,7081

Kontrol Positif Kontrol Normal 3,38000* 1,04215 ,006 1,1448 5,6152


Kontrol Negatif 3,34000* 1,04215 ,006 1,1048 5,5752
Ekstrak 2,5% 2,06333 1,04215 ,068 -,1719 4,2985
Ekstrak 5% ,51000 1,04215 ,632 -1,7252 2,7452

Ekstrak 7,5% ,05333 1,04215 ,960 -2,1819 2,2885

Ekstrak 10% -1,56333 1,04215 ,156 -3,7985 ,6719

Kontrol Negatif Kontrol Normal ,04000 1,04215 ,970 -2,1952 2,2752


Kontrol Positif -3,34000* 1,04215 ,006 -5,5752 -1,1048
Ekstrak 2,5% -1,27667 1,04215 ,241 -3,5119 ,9585
Ekstrak 5% -2,83000 * 1,04215 ,017 -5,0652 -,5948

Ekstrak 7,5% -3,28667* 1,04215 ,007 -5,5219 -1,0515

Ekstrak 10% -4,90333* 1,04215 ,000 -7,1385 -2,6681

Ekstrak 2,5% Kontrol Normal 1,31667 1,04215 ,227 -,9185 3,5519


Kontrol Positif -2,06333 1,04215 ,068 -4,2985 ,1719
Kontrol Negatif 1,27667 1,04215 ,241 -,9585 3,5119
Ekstrak 5% -1,55333 1,04215 ,158 -3,7885 ,6819

74
Ekstrak 7,5% -2,01000 1,04215 ,074 -4,2452 ,2252
Ekstrak 10% -3,62667* 1,04215 ,004 -5,8619 -1,3915

Ekstrak 5% Kontrol Normal 2,87000* 1,04215 ,016 ,6348 5,1052


Kontrol Positif -,51000 1,04215 ,632 -2,7452 1,7252
Kontrol Negatif 2,83000* 1,04215 ,017 ,5948 5,0652
Ekstrak 2,5% 1,55333 1,04215 ,158 -,6819 3,7885

Ekstrak 7,5% -,45667 1,04215 ,668 -2,6919 1,7785

Ekstrak 10% -2,07333 1,04215 ,067 -4,3085 ,1619

Ekstrak 7,5% Kontrol Normal 3,32667* 1,04215 ,007 1,0915 5,5619


Kontrol Positif -,05333 1,04215 ,960 -2,2885 2,1819
Kontrol Negatif 3,28667* 1,04215 ,007 1,0515 5,5219
Ekstrak 2,5% 2,01000 1,04215 ,074 -,2252 4,2452

Ekstrak 5% ,45667 1,04215 ,668 -1,7785 2,6919

Ekstrak 10% -1,61667 1,04215 ,143 -3,8519 ,6185

Ekstrak 10% Kontrol Normal 4,94333* 1,04215 ,000 2,7081 7,1785


Kontrol Positif 1,56333 1,04215 ,156 -,6719 3,7985
Kontrol Negatif 4,90333* 1,04215 ,000 2,6681 7,1385
Ekstrak 2,5% 3,62667* 1,04215 ,004 1,3915 5,8619

Ekstrak 5% 2,07333 1,04215 ,067 -,1619 4,3085

Ekstrak 7,5% 1,61667 1,04215 ,143 -,6185 3,8519

Minggu_3 Kontrol Normal Kontrol Positif -4,07667* ,98539 ,001 -6,1901 -1,9632
Kontrol Negatif -,10667 ,98539 ,915 -2,2201 2,0068
Ekstrak 2,5% -1,52333 ,98539 ,144 -3,6368 ,5901
Ekstrak 5% -2,97667* ,98539 ,009 -5,0901 -,8632
Ekstrak 7,5% -4,03667* ,98539 ,001 -6,1501 -1,9232
Ekstrak 10% -6,58333* ,98539 ,000 -8,6968 -4,4699

Kontrol Positif Kontrol Normal 4,07667* ,98539 ,001 1,9632 6,1901

Kontrol Negatif 3,97000* ,98539 ,001 1,8565 6,0835

Ekstrak 2,5% 2,55333* ,98539 ,021 ,4399 4,6668

Ekstrak 5% 1,10000 ,98539 ,283 -1,0135 3,2135

Ekstrak 7,5% ,04000 ,98539 ,968 -2,0735 2,1535

Ekstrak 10% -2,50667* ,98539 ,023 -4,6201 -,3932

Kontrol Negatif Kontrol Normal ,10667 ,98539 ,915 -2,0068 2,2201

Kontrol Positif -3,97000* ,98539 ,001 -6,0835 -1,8565

Ekstrak 2,5% -1,41667 ,98539 ,173 -3,5301 ,6968

Ekstrak 5% -2,87000* ,98539 ,011 -4,9835 -,7565

75
Ekstrak 7,5% -3,93000* ,98539 ,001 -6,0435 -1,8165
Ekstrak 10% -6,47667* ,98539 ,000 -8,5901 -4,3632

Ekstrak 2,5% Kontrol Normal 1,52333 ,98539 ,144 -,5901 3,6368

Kontrol Positif -2,55333* ,98539 ,021 -4,6668 -,4399

Kontrol Negatif 1,41667 ,98539 ,173 -,6968 3,5301

Ekstrak 5% -1,45333 ,98539 ,162 -3,5668 ,6601


*
Ekstrak 7,5% -2,51333 ,98539 ,023 -4,6268 -,3999

Ekstrak 10% -5,06000* ,98539 ,000 -7,1735 -2,9465


*
Ekstrak 5% Kontrol Normal 2,97667 ,98539 ,009 ,8632 5,0901

Kontrol Positif -1,10000 ,98539 ,283 -3,2135 1,0135


*
Kontrol Negatif 2,87000 ,98539 ,011 ,7565 4,9835

Ekstrak 2,5% 1,45333 ,98539 ,162 -,6601 3,5668

Ekstrak 7,5% -1,06000 ,98539 ,300 -3,1735 1,0535

Ekstrak 10% -3,60667* ,98539 ,003 -5,7201 -1,4932


*
Ekstrak 7,5% Kontrol Normal 4,03667 ,98539 ,001 1,9232 6,1501

Kontrol Positif -,04000 ,98539 ,968 -2,1535 2,0735


*
Kontrol Negatif 3,93000 ,98539 ,001 1,8165 6,0435

Ekstrak 2,5% 2,51333* ,98539 ,023 ,3999 4,6268

Ekstrak 5% 1,06000 ,98539 ,300 -1,0535 3,1735

Ekstrak 10% -2,54667* ,98539 ,022 -4,6601 -,4332


*
Kontrol Normal 6,58333 ,98539 ,000 4,4699 8,6968
Ekstrak 10%
Kontrol Positif 2,50667* ,98539 ,023 ,3932 4,6201
*
Kontrol Negatif 6,47667 ,98539 ,000 4,3632 8,5901

Ekstrak 2,5% 5,06000* ,98539 ,000 2,9465 7,1735


*
Ekstrak 5% 3,60667 ,98539 ,003 1,4932 5,7201

Ekstrak 7,5% 2,54667* ,98539 ,022 ,4332 4,6601

*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

76
Lampiran 10. Dokumentasi Penelitian

a. Preparasi sampel dan pembuatan ekstrak

Sampel biji buah nangka Perajangan dan penimbangan sampel

Ekstraksi dan evaporasi Ekstraksi kental


b. Skrining fitokimia ekstrak

77
c. Karakterisasi ekstrak

Pengujian kadar abu dan kadar air

Pengujian kadar sari larut etanol Pengujian kadar sari larut air
d. Uji aktivitas terhadap pertumbuhan rambut

Aklimatisasi hewan uji Pencukuran rambut hewan uji

78
Pembuatan sediaan uji

Pengolesan ekstrak pada kulit punggung Pencabutan rambut pada kulit punggung
kelinci kelinci

Pengukuran panjamg rambut kelinci

79
e. Pertumbuhan rambut kelinci

Kelinci Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3

80

Anda mungkin juga menyukai