Anda di halaman 1dari 86

Feasibility Study Ruas Tanjungsari - Banyumudal dan Ruas Butuh - Bowongso

METODOLOGI DAN PENDEKATAN

FEASIBILITY STUDY RUAS TANJUNGSARI –


BANYUMUDAL DAN RUAS BUTUH – BOWONGSO

1 Metode Pendekatan
Metode yang digunakan adalah metode with and without, sehingga
dalam Studi Kelayakan Pembangunan Jalan Ru as Tan ju n gs ari – Ban yum u da l
dan Bu tuh - Bowon gs o ini menggunakan metode pendekatan pembandingan
kondisi dengan proyek (with project) dan tanpa proyek (without project) dan atas
dasar pendekatan kebijakan publik atau pendekatan economic analysis.
Pendekatan dengan proyek (with project) diasumsikan sebagai suatu kondisi,
dimana diperlukan suatu investasi/proyek yang besar yang dilaksanakan untuk
meningkatkan kapasitas maupun struktur jalan.Untuk pendekatan tanpa proyek
(without project) diasumsikan sebagai suatu kondisi, dimana tidak ada
investasi/proyek yang dilaksanakan untuk meningkatkan kapasitas maupun struktur
jalan, kecuali untuk mempertahankan fungsi pelayanan jalan, yaitu berupa
pemeliharaan rutin dan pemeliharaan berkala.
Tahapan analisis yang dilakukan, antara lain:
1. Formulasi dari sasaran proyek jalan, monitoring dan evaluasi manfaat
proyek di masa mendatang akan merujuk pada sasaran ini
2. Formulasi dari satu atau lebih alternatif solusi yang potensial
3. Analisis ekonomi untuk memperoleh/membandingkan kelayakan ekonomi
dari seluruh alternatif solusi
4. Analisis kelayakan menyeluruh yang menggabungkan hasil analisis
ekonomi dengan aspek non ekonomi yang relevan

WAHANA KONSULTAN – Proposal Teknis


Feasibility Study Ruas Tanjungsari - Banyumudal dan Ruas Butuh - Bowongso

Gambar 1 Kerangka Konseptual Pelaksanaan Studi Kelayakan


Pembangunan Ruas Tanjungsari-Banyumudal dan Butuh-Bowongso

Kerangka konseptual pendekatan pelaksanaan Studi Kelayakan


Pembangunan Jalan Ruas Tanjungsari - Banyumudal dan Ruas Butuh – Bowongso
sebagaimana yang diilustrasikan pada gambar 4.1. Kegiatan Studi kelayakan ini pada
dasarnya harus mengacu kepada peraturan dan perundang-undangn terkait, seperti
yang menyangkut tata ruan, Jalan, lalu lintas, lingkungan, serta perasarana Jalan
baik yang tertuang di dalam undang-undang,

WAHANA KONSULTAN – Proposal Teknis


Feasibility Study Ruas Tanjungsari - Banyumudal dan Ruas Butuh - Bowongso

peraturan pemerintah, peraturan menteri, serta peraturan-peraturan lainnya yang


relevan.
Setelah mendapatkan gambaran tentang arahan kebijakan,
kemudian dilakukan penggalian data primer dan data skunder yang disertai dengan
orientasi lapangan dan survei data teknis.Survei data teknis yang berkaitan dengan
traffic counting, travel time, topografi, harga tanah dan tata guna lahan. Survei data
skunder meliputi kebijakan tata ruang (RTRW), system transportasi wilayah
(tatrawil) , dan rencana sistem jaringan Jalan.
Studi Kelayakan Pembangunan Jalan Ruas Tanjungsari - Banyumudal dan
Ruas Butuh – Bowongso ditinjau dari empat aspek utama, yaitu teknis, ekonomi,
lingkungan dan sosial. Aspek teknik menyangkut pemilihan trase jalan, perencanaan
geometric jalan dan perkerasan jalan.Perlu ditekankan bahwa tinjauan aspek teknis
ini harus mengacu pada persyaratan dan kreteria perencanaan teknis jalan
sebagaimana yang tertuang di dalam Permen PU No. 19/ 2011.
Tinjauan aspek ekonomi merupakan analisis terhadap biaya (cost) dan
keuntungan (benefit). Biaya ini meliputi biaya konstruksi, biaya kemacetan, biaya
kecelakaan, serta biaya inefisiensi akibat adanya sistem jaringan jalan yang tidak
optimum. Selanjutnya, aspek ekonomi studi kelayakan jalan ini akan digunakan suatu
alat (tools) yang lazim dipakai dalam bidang ekonomi, yaitu IRR (Internal Rate of
Return), NPV (Nett Present Value), dan BCR (Benefit Cost Ratio).
Untuk aspek lingkungan, akan dilakukan identifikasi terhadap kondisi
lapangan yang akan dilalui oleh trase jalan. Selanjutnya, dilakukan prediksi
terhadap dampak yang ditimbulkan akibat adanya Jalan Ruas Tanjungsari -
Banyumudal dan Ruas Butuh - Bowongso tersebut.Prediksi ini meliputi kerusakan
yang ditimbulkan, pencemaran yang terjadi, serta beberapa kerusakan ekologis
yang lainnya.Sedangkan, aspek sosial meliputi respon

WAHANA KONSULTAN – Proposal Teknis


Feasibility Study Ruas Tanjungsari - Banyumudal dan Ruas Butuh - Bowongso

masyarakat terhadap rencana keberadaan jalan tersebut.Isu yang sering menjadi


persoalan utama adalah mengenai pembebasan lahan dan disparitas pembangunan.
Yang juga harus dipertimbangkan dalam tinjauan aspek sosial ini adalah kondisi sosial
budaya lokal yang sekiranya akan terganggu dan menimbulkan gejolak di dalam
masyarakat. Dengan demikian, maka Studi Kelayakan Pembangunan Jalan Ruas
Tanjungsari - Banyumudal dan Ruas Butuh - Bowongsoini harus mempertimbangkan
dengan cermat keempat aspek tersebut, sehingga tinjauan studi kelayakan ini secara
komprehensif telah meninjau dari beberapa aspek sudut pandang.
Alur utama dalam proses Studi Kelayakan Pembangunan Jalan Ruas
Tanjungsari - Banyumudal dan Ruas Butuh - Bowongsosebagaimana terlihat pada
gambar 4.2 mempunyai lima tahapan, yaitu input, proses, output, outcome, impact.
Masing-masing tahapan pada alur tersebut terdiri dari beberapa komponen
yang saling terkait ke dalam tahapan selanjutnya.
Pada tahap input, peraturan perundang-undangan dan kebijakan
pembangunan menjadi acuan dalam pengumpulan data primer dan data sekunder.
Data-data tersebut harus memenuhi persyaratan dan kriteria perencanaan teknis
jalan, serta mempertimbangkan aspek lingkungan dan
sosial.

Selanjutnya, data-data yang telah sesuai dengan persyaratan dan kriteria


digunakan untuk menentukan trase jalan. Dalam menentukan trase jalan ini juga
memperhatikan arahan koridor yang diusulkan. Penentuan trase jalan tersebut akan
menjadi konsep perencanaan geometrik dan perkerasan jalan untuk kemudian
dilakukan analisa kelayakan jalan dengan menggunakan skenario do nothing dan do
something dengan mempertimbangkan aspek teknis, ekonomi, lingkungan, dan
sosial. Dari analisa tersebut akan diketahui apakah hasilnya layak atau tidak. Apabila
hasilnya tidak layak, maka harus kembali menentukan ulang konsep
perencanaan geometrik dan

WAHANA KONSULTAN – Proposal Teknis


Feasibility Study Ruas Tanjungsari - Banyumudal dan Ruas Butuh - Bowongso

perkerasan jalan dan melakukan analisis lagi.Namun, apabila hasilnya layak, maka
dapat meneruskan ke tahap selanjutnya. Seluruh rangkaian tahapan ini disebut tahap
proses.

WAHANA KONSULTAN – Proposal Teknis


Feasibility Study Ruas Tanjungsari - Banyumudal dan Ruas Butuh - Bowongso

Gambar 4.2 Alur Utama Proses Studi Kelayakan Jalan Ruas


Tanjungsari - Banyumudal dan Ruas
Butuh - Bowongso

WAHANA KONSULTAN – Proposal Teknis


Feasibility Study Ruas Tanjungsari - Banyumudal dan Ruas Butuh - Bowongso

Tahap selanjutnya adalah tahap output, dimana output merupakan hasil dari
analisa yang telah layak. Output tersebut merupakan proses pembuatan keputusan
kelayakan pembangunan Jalan Ruas Tanjungsari - Banyumudal dan Ruas Butuh -
Bowongso.
Selanjutnya adalah tahap outcome, dimana outcome merupakan kelanjutan
dari output yang berisi pedoman dan acuan untuk membuat ruas jalan baru. Dari
outcome tersebut diharapkan akan memberikan dampak berupa transportasi yang
handal, efisien, efektif, aman, nyaman, serta terwujudnya pertumbuhan ekonomi dan
pembangunan.

4.2 Tahap Pelaksanaan Pekerjaan


Proses penyusunan Studi Kelayakan Pembangunan Jalan Lingkar
Selatan Kertek ini meliputi 4 (empat) tahap, yaitu :
1. Tahap Prapendahuluan
2. Tahap Pendahuluan
3. Tahap Pengkajian dan Analisi
4. Tahap Penyusunan Rekomendasi

4.2.1 Tahap Prapendahuluan


Sebelum melangkah pada pekerjaan yang lebih detail, maka terlebih
dahulu dilakukan Survei pendahuluan. Kegiatan ini dimkasudkan untuk
melakukan observasi lapangan dan kunjungan ke instansi-instansiterkait di
wilayah studi untuk memperoleh gambar yang lebih jelas mengenai keadaan wilayah
yang akan menjadi lokasi perencanaan. Hasil Survei prapendahuluan akan didapatkan
:
a. Lokasi Studi Jalan Ruas Tanjungsari - Banyumudal dan Ruas Butuh -
Bowongso.
b. Kondisi umum jalur eksisting Ruas Tanjungsari - Banyumudal dan Ruas
Butuh - Bowongso
c. Keadaan kondisi visual topografi dan tanah dasar.
d. Hasil-hasil rekomendasi dari studi terdahulu.

WAHANA KONSULTAN – Proposal Teknis


Feasibility Study Ruas Tanjungsari - Banyumudal dan Ruas Butuh - Bowongso

4.2.2 Tahap Pendahuluan


Pekerjaan-pekerjaan yang akan dilakukan pada tahap ini meliputi kegiatan
sebagai berikut :
a. Pengumpulan data skunder, data-data skunder yang
diperlukan untuk penyusunan studi kalayakaan yang didalamnya
terdapat Pra-Rencana desain Jalan di antaranya adalah :
- Laporan studi terdahulu : rencana pembangunan
jaringan Jalan, rencana transportasi jangka panjang, rencana tata
ruang wilayah studi.
- Data statistic/ publikasi statistic Indonesia, BPS :
indicator ekonomi yang terakhir (BPS), statistic keuangan
pemerintah kabupaten edisi terakhir (BPS), penduduk kabupaten/
hasil sensus penduduk (BPS), PDRB (edsi terakhir), daftar harga
mobil (edisi terakhir), daftar harga ban (harag berlaku), Indonesia
: Energy Princing Review (edisi terakhir), data tata guna lahan
sepanjang koridor Jalan yang akan dibagun.
- Data peta lainya (apabila tersedia) seperti, Peta dasar rupa
bumi lokasi proyek, peta foto udara/ citra satelit, data lalu lintas,
data hidrologi, geologi, lingkungan, data harga satuan pekerjaan,
peta totpografi skala 1 : 50.000 /1
: 25.000, peta geologi skala 1: 100.000, lokasi situs sejarah,
data lokasi sumber material.
b. Survei Lapangan yang akan dilakukan oleh konsultan adalah
Survei pendahulaun dan Survei primer.
- Survei pendahuluan
Konsultan akan mengadakan peninjauan lapangan untuk
mengidentifikasi daerah studi dan membandingkan

WAHANA KONSULTAN – Proposal Teknis


Feasibility Study Ruas Tanjungsari - Banyumudal dan Ruas Butuh - Bowongso

dengan data-data sekunder yang diperoleh untuk dipergunakan


sebagai bahan analisa data, dilakukan terhadap beberapa aspek
yang meliputi hal-hal sebagai berikut:
Topografi
- Keadaan topografi
Geologi dan Geoteknik
- Sifat-sifat fisik tanah
- Ciri-ciri geologi dan geoteknik
Hidrologi
- Inventarisasi sistem jaringan irigasi teknis
- Identifikasi DAS (catchment area)
- Lokasi dan sifat-sifat genangan
- Curah hujan dan intensitas hujan
Transportasi
- Identifikasi tata guna lahan
- Struktur wilayah administratif
- Identifikasi jaringan Jalan lokal regional
- Identifikasi sarana transportasi
Utilitas
- Inventarisasi utilitas yang terkenaJalan (PLN, PAM,
Telkom, dll).
Budaya
- Inventarisasi situs sejarah dan peninggalan
budaya
Lingkungan
- Inventarisasi komponen lingkungan yang ditelaah (aspek
fisika, kimia, biologi, sosial ekonomi dan budaya)

WAHANA KONSULTAN – Proposal Teknis


Feasibility Study Ruas Tanjungsari - Banyumudal dan Ruas Butuh - Bowongso

- Lalu lintas, sebelum melakukan Survei lalu lintas, akan


dilakukan Survei lapangan untuk mendapatkan hasil yang
memuaskan : Survei lalu lintas terdiri dari :
Traffic Counting pada ruas dan simpang Jalan
- Pengumpulan data pada hari kerja dan hari libur.
- Pengumpulan data dilakukan pada kedua jurusan selama
16 jam dari pukul 06.00 – 22.00 per 15 menit.
- Jenis kendaraan

1. Gol. 1 (sepeda motor)


2. Gol. 2 (sedan/van/jeep)
3. Gol. 3 (oplet, pick up, angkutan perkotaan,
angkutan perdesaan)
4. Gol. 4 (mikro truk)
5. Gol. 5a (bus kecil)
6. Gol. 5b (bus besar)
7. Gol. 6a (truk 2 as ¾”)
8. Gol. 6b (truk sedang 2 as)
9. Gol. 7a (truk besar 3 as)
10. Gol. 7b (truk gandengan)
11. Gol. 7c (truk semi trailer)
12. Gol. 8 (kendaraan tak bermotor)
Travel Time
Survei ini dilakukan dengan metode yang akurat dengan
pencatatan waktutempuh suatu kendaraan dari satu titik ke
titik yang lain pada suatu ruas Jalan. Lokasi survei dipilih
yang dapat mewakili kondisi lalu lintas yang ada
denganwaktu pengamatan pada jam puncak pagi/sore dan
jam kosong.

WAHANA KONSULTAN – Proposal Teknis


Feasibility Study Ruas Tanjungsari - Banyumudal dan Ruas Butuh - Bowongso

- SurveiTopografi, Pemetaan topografi akan dilakukan


mengacu kepada Peta Rupa Bumi dan atau Citra Satelit
eksisting, yang diturunkan menjadi Peta skala 1 : 5.000. Sebagai
kalibrasi akan dilakukan pengukuran ground control di wilayah studi,
sehingga terdapat kesesuaian antara kondisi lapangan, peta dasar
eksisting dan peta topografi yang akan dihasilkan.
Plan skala 1 : 5.000 hasil rekayasa dari peta rupa bumi
Bakosurtanal dan ground survei akan memperlihatkan seluruh
informasi-informasi penting yang ada pada daerah pengaruh pada
kedua sisi Jalan atau as Jalan akses, seperti bangunan,jaringan
Jalan, Jalan kereta api, tata guna tanah (sawah, kuburan, dan
lain-lain), jaringan listrik tegangan tinggi, utilitas bawah tanah,
saluran irigasi, dan lain-lain. Daerah yang dipetakan dengan
skala 1 : 5.000 adalah sepanjang centerline Jalan dan Jalan
akses, dengan lebar kurang lebih dari 150 m dan pada daerah
simpang susun selebar tidak kurang dari 100 m di luar
batas yang diperlukan.
Pengukuran ground control yang akan dilakukan meliputi:
Pengamatan GPS
Penentuan koordinat (x,y) beberapa titik kontrol (BM)
dilaksanakan dengan metode Global Positioning Sistem
(GPS). Pengukuran GPS dilakukan pada BM dengan interval 5
km. Pengamatan dilakukan pada saat cuaca baik pada siang
maupun malam hari.Koordinat BM-GPS harus mengacu kepada
jaringan titik GPS Nasional.

WAHANA KONSULTAN – Proposal Teknis


Feasibility Study Ruas Tanjungsari - Banyumudal dan Ruas Butuh - Bowongso

Pengukuran Poligon
Perapatan titik kontrol horisontal (x,y) akan dilakukan
menggunakan metoda poligon tertutup, yang harus
diikatkan kepada titik BM-GPS. Pengukuran poligon harus
mengikuti ketelitian pengukuran orde-2.
Pengukuran Waterpas (Sifat Datar)
Pengukuran sifat datar dilaksanakan pada tempat yang
diperkirakan merupakan centerline Jalan, sesuai dengan jalur
pengukuran polygon dan merupakan lokasi (pada peta rupa
bumi dari Bakosurtanal) yang akan ditingkatkan ketelitian data
elevasinya. Jalur pengukuran sifat datar dibagi dalam
beberapa seksi yang mana setiap seksi diukur ketinggiannya
dengan sistem pengukuran pergi pulang.
Toleransi pengukuran pergi pulang yang harus dipenuhi adalah
tidak lebih dari 5,0 – 10,0 √ D mm (D
= jarak dalam km).
Pematokan As Jalan
Pematokan as/sumbu rencana Jalanakan dilakukan pada trase
terpilih.Pematokan dilakukan dengan interval 100
meter.Pematokan dilakukan menggunakan total station atau
GPS RTK ( Real Time Kinematik).
- Survei Nilai Harga Tanah

Survei dilakukan untuk memperoleh nilai harga tanah dilakukan di


sepanjang koridor rencana Jalan dan daerah yang bertetangga (bila
diperlukan), yang bertujuan untuk

WAHANA KONSULTAN – Proposal Teknis


Feasibility Study Ruas Tanjungsari - Banyumudal dan Ruas Butuh - Bowongso

memperkirakan nilai harga tanah yang harus dibebaskan untuk


pembangunan Jalan.
Lingkup kerja meliputi: data harga tanah, inventarisasi

bangunan, tanaman dan benda-benda lain, survei tata guna lahan,


analisis penilaian harga pembuatan petanilai tanah (hasil
inventarisasi), dan perkiraan harga tanah, bangunan, tanaman, dan
benda-benda lainnya.
Survei dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu pengumpulan data
sekunder dan pengumpulan data primer atau kombinasi dari
keduannya.
Survei harga tanah dibuat dalam tabel yang memberikan informasi
land-use tanah, lokasi (kelurahan/desa, kecamatan, kabupaten) dan
harga.

4.2.3 Tahap Pengkajian dan Analisis


Kajian lalu lintas bertujuan untuk mendapatkan volume lalu lintas dan
pergerakannya di lokasi dan wilayah jalan pada tahun sekarang dan tahun-tahun
mendatang sampai tahun yang dibutuhkan.
Cakupan kegiatan melliputi :
- Penyusunan Kalibrasi Model Peruntukan Lalu Lintas Proyeksi lalu
lintas dilakukan dengan pendekatan pemodelan konvensional.
Permintaan (demand) lalu lintas dibebankan ke model jaringan
Jalan (sudah terkomputerisasi) dengan memanfaatkan
perangkat lunak perencanaan transportasi, pemodelan dan
perangkat lunak yang digunakan harus mendapat persetujuan dari
pengguna jasa.
Untuk meringkas waktu, Konsultan akan memanfaatkan sistem
database, model dasar yang sudah dikembangkan oleh Kementrian
Pekerjaan Umum atau dari studi-studi lainnya

WAHANA KONSULTAN – Proposal Teknis


Feasibility Study Ruas Tanjungsari - Banyumudal dan Ruas Butuh - Bowongso

yang relevan. Model-model ini harus dikalibrasi dan divalidasi


berdasarkan hasil survei lalu lintas yang dilakukan.

- Model Jaringan Jalan


Model jaringan Jalan yang dimaksud adalah model yang
terkomputerisasi dengan data-data dan tahun-tahun rencana dimasa
depan berdasarkan suatu skenario pengembangan jaringan Jalan
yang mempertimbangkan hasil-hasil studi yang ada maupun dari
sumber lain yang relevan tentang pengembangan Jalan.
- Kerangka Pengembangan Sosial Ekonomi
Permintaan lalu lintas merupakan turunan langsung dari kegiatan sosial
ekonomi di suatu wilayah. Untuk kepentingan ini, Konsultan akan
menyusun kerangka pengembangan sosial ekonomi dimasa
mendatang berdasarkan skenario perencanaan ditingkat nasional
maupun wilayah (misalnya perencanaan Tata Ruang Wilayah,
parameter yang sangat relevan yang harus diprediksikan antara lain
populasi, ketenaga kerjaan, PDRB, kepemilikan kendaraan.
- Proyeksi Volume Lalu Lintas
Dalam memproyeksi lalu lintas, Konsultan juga akan memberikan
analisis proyeksi pada ruas Jalan dimaksud dan setiap segmen Jalan
diantaranya bila pembangunan dilaksanakan secara bertahap.

4.3 Tahap Penyusunan Rekomendasi,


Hasil akhir dari seluruh kegiatan Perencanaan Teknik Infrastruktur Jalan
Ruas Tanjungsari - Banyumudal dan Ruas Butuh - Bowongso di Kabupaten
Wonosobo berdasarkan evaluasi yang telah dilakukan.

WAHANA KONSULTAN – Proposal Teknis


Feasibility Study Ruas Tanjungsari - Banyumudal dan Ruas Butuh - Bowongso

4.4 Metode Analisis


4.4.1 Analisis Lokasi Kegiatan
Analisi ini dilakukan untuk menentukan lokasi yang sesuai untuk kegiatan
perencanaan infrastruktur jalan dengan pertimbangan :
a. Sistem Jaringan Jalan
Untuk pemilihan rute, sistem jaringan Jalan perlu dipertimbangkan agar
rencana Jalan yang baru tidak merusak sistem jaringan Jalan yang
sudah ada. Juga diupayakan agar terbentuk tata ruang yang efektif dan
aksesibel. Peranan jaringan Jalan ini diharapkan dapat meningkatkan
kualitas pelayanan terhadap perkembangan lalu lintas, sehingga
jaringan Jalan yang terbentuk akan semakin terintegrasi dengan baik.
b. Kondisi Lalu Lintas
Aspek lain yang sangat menentukan adalah arah dan pola
pergerakan lalu lintas, kedua aspek ini perlu dipelajari untuk
mendapatkan koridor optimum serta prioritas pelaksanaan
pembangunannya.
c. Kondisi Tata Guna Lahan
Pengembangan daerah yang terjadi karena rencana ruas jalan ini
harus sejalan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
Kabupaten Wonosobo. Hal-hal yang biasanya dihindari adalah
perumahan padat penduduk, perkantoran, industri, tempat militer,
kawasan wisata, kawasan rawan sosial, dan lain-lain.
d. Kondisi Topografi
Kondisi topografi memberikan pertimbangan untuk mendapatkan gerak
dan kelandaian yang menguntungkan. Jarak yang lebih pendek
memberikan harga yang lebih murah

WAHANA KONSULTAN – Proposal Teknis


Feasibility Study Ruas Tanjungsari - Banyumudal dan Ruas Butuh - Bowongso

dari pada jarak yang lebih panjang. Demikian pula Jalan landai
akan memberikan harga yang lebih murah daripada yang curam dan
sebagainya.
e. Aspek pelaksanaan konstruksi
Tingkat kemudahan atau kesulitan pelaksanaan konstruksi harus
menjadi dasar pertimbangan dan menentukan koridor dan jenis
konstruksi.
f. Lingkungan dan Pusat kegiatan
Pusat-pusat kegiatan, terutama yang sedang tumbuh harus menjadi
pertimbangan dalam menentukan alternatif koridor. Perkampungan
yang terbelah kemungkinan memberikan dampak negatif terhadap
kehidupan sosial masyarakat di daerah tersebut.

4.4.2 Biaya Oprasional Kendaraan (BOK)


Biaya operasi kendaraan adalah total biaya yang dikeluarkan oleh pemakai
jalan dengan menggunakan moda tertentu dari zona asal ke zona tujuan. Biaya
operasi kendaraan terdiri dari dua komponen yaitu biaya tetap dan biaya tidak
tetap. Biaya tetap (fixed cost) adalah biaya yang tidak berubah (tetap walaupun
terjadi perubahan pada volume produksi jasa sampai ke tingkat tertentu),
sedangkan biaya tidak tetap (variable cost) adalah biaya yang berubah apabila
terjadi perubahan pada volume produksi jasa.
Dalam penetapan nilai operasi kendaraan, Button (1993)
menyatakan bahwa penetapan harga layanan transportasi (pricing) bertujuan untuk
memaksimasi kepentingan penyedia jasa transportasi dengan tetap
mempertimbangkan kesejahteraan masyarakat (maximizing welfare). Kondisi ini
akan stabil untuk jangka panjang atau Long Run Marginal Cost (LRMC). LRMC
merupakan komponen biaya yang mempengaruhi penetapan harga dengan
memperhatikan biaya-biaya

WAHANA KONSULTAN – Proposal Teknis


Feasibility Study Ruas Tanjungsari - Banyumudal dan Ruas Butuh - Bowongso

kapital atau biaya-biaya tetap lainnya yang mempengaruhi kelangsungan kendaraan


pada kondisi yang akan datang.
Pada Studi Kelayakan Jalan Lingkar Selatan Kertek, metode

yang digunakan untuk menghitung BOK adalah metode PCI tahun 1988.
Penghitungan biaya operasi kendaraan mobil penumpang menggunakan Metode PCI
1988 sebagaimana dikutip pada Lembaga Afiliasi Penelitian dan Industri (LAPI) ITB
(1996)untuk jenis Jalan perkotaan (non toll road).
Komponen biaya dan persamaan penghitungan BOK adalah sebagai
berikut:
1. Pemakaian bahan bakar
Biaya pemakaian bahan bakar ditentukan dengan menghitung bahan
bakar yang digunakan (liter/1.000km) dikalikan dengan harga tiap
liternya. Pemakaian bahan bakar untuk jenis kendaraan mobil
penumpang sesuai
dengan persamaan berikut ini:
2
Y = 0,05693 S – 6,42593 S + 269,18567 ...... (1.1)

Keterangan: Y = konsumsi BBM (liter/1.000km) S =


kecepatan (km/jam)
2. Pemakaian oli/minyak pelumas

Pemakaian oli/minyak pelumas untuk jenis kendaraan mobil

penumpang sesuai dengan persamaan berikut ini:


2
Y = 0,00037 S – 0,04070 S + 2,20403 ....... (1.2)

Keterangan: Y = konsumsi minyak pelumas/oli


(liter/1.000km)
S = kecepatan (km/jam)
3. Pemakaian ban
Pemakaian ban untuk jenis kendaraan mobil penumpang sesuai
dengan persamaan berikut ini:

WAHANA KONSULTAN – Proposal Teknis


Feasibility Study Ruas Tanjungsari - Banyumudal dan Ruas Butuh - Bowongso

Y = 0,0008848 S - 0,004533 ................... (1.3) Keterangan: Y


= konsumsi ban setiap 1.000 km (ban/1.000km)
S = kecepatan (km/jam)
4. Biaya perawatan kendaraan
Biaya perawatan kendaraan terdiri dari biaya suku cadang dan
montir, sesuai dengan persamaan berikut ini:
a. Suku cadang
Y = 0,0000064 S + 0,0005567 ..................... (1.4)
Keterangan: Y = pemeliharaan suku cadang setiap
1.000 km
S = kecepatan (km/jam)

b. Montir
Y = 0,00362 S + 0,36267 ........................... (1.5)
Keterangan: Y = jasa untuk setiap 1.000 km
(jam/1.000km)
S = kecepatan (km/jam)
5. Biaya penyusutan kendaraan
Biaya penyusutan untuk jenis kendaraan mobil penumpang sesuai
dengan persamaan berikut ini:
Y = 1 / (2,50 S + 125 ) .................................... (1.6)
Keterangan: Y = biaya penyusutan kendaraan setiap 1.000 km
(sama dengan ½ nilai penyusutan
kendaraan/1.000 km)
S = kecepatan (km/jam)

6. Asuransi
Biaya asuransi untuk jenis kendaraan mobil penumpang sesuai
dengan persamaan berikut ini:

WAHANA KONSULTAN – Proposal Teknis


Feasibility Study Ruas Tanjungsari - Banyumudal dan Ruas Butuh - Bowongso

Y = 38 / (500 S)...................................... (1.7)


Keterangan: Y = biaya asuransi setiap 1.000 km
S = kecepatan (km/jam)
7. Bunga Modal
Y = 150 / 500 S ...................................... (1.8)
Keterangan: Y = biaya bunga modal setiap 1.000 km (sama
dengan ½ nilai penyusutan
kendaraan/1.000 km)
S = kecepatan (km/jam)

4.4.3 Analisis Lalu Lintas


Analisis ini dilakukan untuk mengetahui kinerja lalu lintas saat ini, pola
pergerakan dan asal tujuan dari pengendara. Dari analisis ini akan diketahui kinerja
maupun asal tujuan perJalanan yang dominan yang melalui wilayah studi.
Tahapan-tahapan yang dilakukan pada analisis ini meliputi:
1. Melakukan analisis kinerja Jalan eksisting yang meliputi derajat
kejenuhan, kecepatan tempuh serta waktu tempuh.
2. Melakukan analisis peramalan kebutuhan pergerakan lalu lintas
berdasarkan hasil survei yang telah dilakukan. Analisis peramalan ini
dilakukan dengan melihat kondisi lalu lintas yang terjadi akibat:
– Normal Traffic
Adalah lalu lintas yang terjadi karena kegiatan ekonomi yang
umum di wilayah pengaruh dari Jalan tersebut. Akibat perbaikan
Jalan, normal trafficakan memperoleh keuntungan akibat turunnya
biaya operasi kendaraan (BOK). Dalam memprakirakan normal
traffic di masa datang, faktor-faktor yang dipertimbangkan
antara lain

WAHANA KONSULTAN – Proposal Teknis


Feasibility Study Ruas Tanjungsari - Banyumudal dan Ruas Butuh - Bowongso

pertumbuhan penduduk, pertumbuhan PDRB, dan peralihan peJalan


kaki ke kendaraan bermotor dan sepeda yang meningkat akibat
pembangunan atau perbaikan ruas Jalan tersebut.
– Diverted Traffic
Adalah lalu lintas yang merubah rute, dengan asal-tujuan yang
sama, dan dengan moda tetap sama, yaitu moda Jalan raya.
– Generated Traffic
Adalah lalu lintas yang timbul karena pembangunan ruas Jalan
tersebut yang mengakibatkan berkembangnya wilayah di sekitar
Jalan tersebut.
Besarnya prakiraan generated traffic akibat adanya pembangunan
ruas Jalan baru besarnya bervariasi, antara lain dipengaruhi oleh:
Tingkat perkembangan suatu wilayah (sudah

berkembang/belum)

Struktur penyebaran pemukiman, pertanian, industri, dan


potensi-potensi ekonomi lainnya.
Ketersediaan prasarana Jalan lain yang akan menyerap

sebagian pengaruh dari pembangunan Jalan baru.

Ada beberapa jenis lalu lintas yang mungkin terjadi di Jalan yang sedang
ditinjau, yaitu:
1. Lalu lintas normal (normal traffic)
Lalu lintas yang diharapkan tumbuh secara normal di wilayah studi yang
tidak dipengaruhi dengan adanya proyek
2. Lalu lintas teralih (diverted traffic)
Pertambahan lalu lintas akibat beralihnya lalu lintas dari rute lain
yang pararel. Asal dan tujuan dari perJalanan tidak

WAHANA KONSULTAN – Proposal Teknis


Feasibility Study Ruas Tanjungsari - Banyumudal dan Ruas Butuh - Bowongso

berubah. Alihan ini terjadi karena alasan ekonomis, dimana para


pelaku perJalanan akan memperoleh manfaat dari berkurangnya biaya
perJalanan akibat memanfaatkan proyek.
3. Lalu lintas alih moda
Lalu lintas tambahan yang terjadi akibat beralihnya perJalanan dari moda
lain ke moda Jalan. Asal dan tujuan dari perJalanan tidak berubah, hanya
modanya saja yang berubah. Alihan ini terjadi karena alasan ekonomis,
dimana para pelaku perJalanan akan memperoleh manfaat dari
mengalihkan moda perJalanan akibat adanya proyek.
4. Lalu lintas terbangkit (generated traffic)
Lalu lintas baru yang belum ada sebelumnya.Bangkitnya perJalanan ini
terjadi karena turunnya biaya perJalanan akibat adanya
proyek.PerJalanan yang sebelumnya tidak layak secara ekonomis menjadi
layak untuk dilaksanakan.
5. Lalu lintas yang merubah tujuan
Lalu lintas yang merubah tujuan perJalanan akibat adanya proyek.
Maksud dari perJalanan tidak berubah, hanya tujuan yang berubah
karena alasan ekonomis, dimana pada tujuan yang baru maksud
perJalanannya terpenuhi secara lebih ekonomis. PerJalanan untuk
berbelanja, berpariwisata, ataupun memperoleh bahan baku merupakan
contoh perJalanan yang dapat merubah tujuan.
6. Lalu lintas yang terpendam (suppressed traffic)
Lalu lintas yang sebelumnya tidak dapat terjadi karena pelaku perJalanan
kekurangan waktu.Akibat adanya proyek, maka waktu perJalanan
berkurang dan sisa waktunya dipergunakan untuk perJalanan baru.

WAHANA KONSULTAN – Proposal Teknis


Feasibility Study Ruas Tanjungsari - Banyumudal dan Ruas Butuh - Bowongso

Pertumbuhan lalu lintas dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi,


pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan kepemilikan kendaraan. Prakiraan
pertumbuhan lalu lintas di awal periode rencana merupakan kombinasi dari
pertumbuhan normal dengan satu atau lebih jenis pertumbuhan lainnya. Setelah
suatu periode awal, keseluruhan lalu lintas akan tumbuh dengan suatu nilai
pertumbuhan normal yang baru, yang besarnya dapat saja lebih besar dari
pertumbuhan normal sebelumnya.
Analisis lalu lintas menghasilkan LHR tahunan, baik untuk tahun dasar
maupun untuktahun-tahun berikutnya selama umur rencana. LHR tahunan
merupakan lalu lintas harian rata-rata untuk waktu satu tahun, nilai ini dapat berbeda
jauh dari LHR hari kerja di daerah perkotaan atau LHR akhir minggu di Jalan
antar kota yang melayani lalu lintas pariwisata. LHR pada tahun dasar
diperoleh dari pencacahan lalu lintas selama beberapa hari penuh. Pencacahan
lalu lintas dapat dilakukan secara manual atau secara semi otomatik dengan
penggunaan detektor kendaraan atau secara otomatik penuh dengan alat pencacah
elektronik. Kecukupan data survei akan menentukan akurasi dari LHR tahun dasar
yang dicari.
Karakteristik dari volume jam sibuk pada hari sibuk diwakili
dengan suatu faktor k. Nilai k ini tergantung pada karakteristik fluktuasi dalam waktu
dari arus lalu lintas di wilayah studi dan besarnya resiko yang diambil untuk
terlampauinya prakiraan nilai rencana di tahun rencana. Nilai k diperoleh dari analisis
data volume lalu lintas per jam.Untuk pedoman umum besarnya faktor k
dapat dilihat pada pedoman yang berlaku.Volume jam perencanaan (VJP) untuk
volume lalu lintas dua arah diperoleh dari hubungan empiris sebagai berikut:
VJP = K x LHR
Dimana:
VJP = volume jam perencanaan

WAHANA KONSULTAN – Proposal Teknis


Feasibility Study Ruas Tanjungsari - Banyumudal dan Ruas Butuh - Bowongso

K =faktor volume lalu lintas pada jam sibuk (%terhadap


LHRT)
LHR = lalu lintas harian rata-rata pada tahun rencana
Lalu lintas dalam arah sibuk pada jam sibuk turut menentukan geometri
dari penampang Jalan. Distribusi dalam jurusan sibuk dinyatakan dengan
faktor SP yang diperoleh dari analisis data volume lalu lintas.Untuk nilai patokan
faktor SP dapat dilihat pada pedoman yang berlaku.

VJP dalam arah sibuk =

Dimana:
VJP = volume jam perencanaan
SP = distribusi dalam jurusan sibuk (directional split)

4.4.4 Volume Lalu Lintas


Volume lalu lintas adalah jumlah kendaraanyang melalui suatu ruas Jalan

pada periode waktutertentu. Volume lalu lintas dapat dirumuskansebagai berikut:

Dimana :
Q = volume lalu lintas (kend/jam).
n = jumlah kendaraan yang melaluititik tersebut dalam
intervalwaktu T
T = interval waktu pengamatan (jam).

4.4.5 Kapasitas Jalan


Kapasitas Jalan adalah arus lalu lintasmaksimum melalui suatu titik di Jalan
yang dapatdipertahankan per satuan jam pada kondisitertentu. Kapasitas dinyatakan
dalam satuan mobilpenumpang sebagai berikut:
C = Co x FCw x FCsp x FCsf x FCcs
Dimana :
Feasibility Study Ruas Tanjungsari - Banyumudal dan Ruas Butuh - Bowongso

C = Kapasitas sesungguhnya (smp/jam). Co


= Kapasitas dasar (ideal)
FCw = Faktor penyesuaian lebar Jalan

FCsp = Faktor penyesuaian pemisaharah


FCsf = Faktor penyesuaian hambatansamping
FCcs = Faktor penyesuaian ukuran kota

4.4.6 Derajad Kejenuhan


Derajat kejenuhan (DS) adalah rasio arusterhadap kapasitas dan
digunakan sebagai faktor utama penentuan tingkat kinerja Jalan berdasarkantundaan
dan segmen Jalan. Persamaan derajatkejenuhan
adalah:

Dimana :
DS = Derajat kejenuhan
Q = Arus lalu lintas (smp/jam)
C = Kapasitas ruas Jalan (smp/jam)

4.4.7 Kecepatan Tempuh


Kecepatan tempuh didefinisikan dalammanual ini sebagai perbandingan

antara panjang jalan dengan waktu tempuh, yang dirumuskan sebagai berikut:

Dimana:
V = Kecepatan rata-rata (km/jam) L
= Panjang segmen (km)
TT = Waktu tempuh rata-ratasepanjang segmen (jam)
Feasibility Study Ruas Tanjungsari - Banyumudal dan Ruas Butuh - Bowongso

4.4.8 Tingkat Pelayanan Jalan


Tingkat pelayanan Jalan adalah ukuran kecepatan laju kendaraan yang
dikaitkan dengan kondisi dan kapasitas Jalan.Hubungan antara tingkat pelayanan
dengan kecepatan laju kendaraan sifatnya tidak universal.Dalam kondisi normal, laju
kendaraan cukup tinggi sedangkan arus kendaraan relatif sedikit.Dalam kondisi
sebaliknya, arus kendaraan relative banyak dan laju kendaraan rendah atau macet.
Makin besar arus kendaraan, laju kendaraan makin tidak leluasa sehingga kecepatan
makin rendah (Warpani, Suwardjoko P., Pengelolaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan,
2002; 103).
Berdasarkan Permenhub No. 14 Tahun 2006 tentang Manajemen dan
Rekayasa Lalu Lintas di Jalan, maka tingkat pelayanan pada ruas Jalan yang
akan digunakan pada Studi Kelayakan Pembangunan Jalan Ruas Tanjungsari -
Banyumudal dan Ruas Butuh - Bowongsodiklasifikasikan atas tingkat pelayanan Jalan
pada Jalan arteri primer dan Jalan kolektor primer.
Tabel 4.1Klasifikasi Tingkat Pelayanan Jalan Pada Jalan Arteri Primer
Tingkat Pelayanan Karakteristik Operasi Terkait
Arus bebas
Kecepatan lalu lintas > 100 km/jam
Jarak pandang bebas untuk mendahului harus selalu ada
A Volume lalu lintas mencapai 20% dari kapasitas (yaitu
400 smpperjam, 2 arah)
Sekitar 75% dari gerakan mendahului dapat dilakukan
dengan sedikit atau tanpatundaan
Awal dari kondisi arus stabil
Kecepatan lalu lintas > 80 km/jam
B
Volume lalu lintas dapat mencapai 45% dari kapasitas
(yaitu 900 smp perjam, 2 arah)
Arus masih stabil
Kecepatan lalu lintas > 65 km/jam
C
Volume lalu lintas dapat mencapai 70% dari kapasitas
(yaitu 1400 smp perjam, 2 arah)
Mendekati arus tidak stabil
Kecepatan lalu lintas turun sampai 60 km/jam
D
Volume lalu lintas dapat mencapai 85% dari kapasitas
(yaitu 1700 smp perjam, 2 arah)
Kondisi mencapai kapasitas dengan volume mencapai
E
2000 smp perjam, 2 arah
Feasibility Study Ruas Tanjungsari - Banyumudal dan Ruas Butuh - Bowongso

Tingkat Pelayanan Karakteristik Operasi Terkait


Kecepatan lalu lintas pada umumnya berkisar 50
km/jam
Kondisi arus tertahan
F Kecepatan lalu lintas < 50 km/jam
Volume dibawah 2000 smp per jam

Tabel 4.2 Klasifiksai Tingkat Pelayanan Jalan Pada Kolektor Primer


Tingkat Pelayanan Karakteristik Operasi Terkait
Kecepatan lalu lintas > 100 km/jam
A Volume lalu lintas sekitar 30% dari kapasitas (yaitu 600
smp/jam/lajur)
Awal dari kondisi arus stabil
Kecepatan lalu lintas sekitar 90 km/jam
B
Volume lalu lintas tidak melebihi 50% kapasitas (yaitu
1000 smp/jam/lajur)
Arus stabil
Kecepatan lalu lintas > 75 km/jam
C
Volume lalu lintas tidak melebihi 75% kapasitas (yaitu
1500 smp/jam/lajur)
Mendekati arus tidak stabil
Kecepatan lalu lintas sekitar 60 km/jam
D
Volume lalu lintas sampai 90% kapasitas (yaitu 1800
smp/jam/lajur)
Arus pada tingkat kapasitas (yaitu 2000 smp/jam/lajur)
E
Kecepatan lalu lintas sekitar 50 km/jam
Arus tertahan, kondisi terhambat (congested)
F
Kecepatan lalu lintas < 50 km/jam

Jumlah kendaraan yang berada pada suatu jalur gerak yang mempunyai
pengaruh yang besar terhadap kecepatan volume kendaraan dengan melihat
hubungan fundamental arus kendaraan. Oleh karena itu, walaupun terdapat suatu
volume maksimum yang dapat ditampung oleh suatu fasilitas transportasi, penting
juga untuk mengetahui hubungan antara kecepatan dan volume untuk setiap kerja
transportasi yang praktis, karena kecepatan merupakan salah satu karakteristik yang
penting dalam mutu pelayanan transportasi (Morlock, Pengantar Teknik dan
Perencanaan Transportasi, 1988; 209-210).
Feasibility Study Ruas Tanjungsari - Banyumudal dan Ruas Butuh - Bowongso

4.4.9 Pemodelan Pembebanan Lalu Lintas


Trip assignment adalah prosedur dimana perencana memprediksi jalur
perJalanan yang akan ditempuh. Proses trip assignmentdimulai dengan
perencanaan rute dengan menggunakankendaraan dan jaringan Jalan pada wilayah
studi. Peta jaringan tersebut menunjukkan jalur yang mungkin dapat dipilih. Output
dari analisis trip assignment menunjukkan jalur dari seluruh perJalanan yang akan
diambil dan sejumlah kendaraan pada masing-masing Jalan dan sejumlah
penumpang pada masing-masing rute yang dipilih.
Terdapat beberapa teknik yang digunakan untuk menentukan jalur
mana yang melalui suatu jaringan perJalanan yang ditetapkan antar zona.Setidaknya
ada dua teknik yang umum dikenal, yaitulintasan terpendek (minimum path) dan
lintasan terpendek dengan batasan kapasitas.
a. Teknik lintasan terpendek
Berdasarkan asumsi bahwa pelaku perJalanan menggunakan rute
impedansi (hambatan: jarak, waktu, dan biaya) yang terkecil
antara dua titik.
b. Lintasan terpendek dengan batasan kapasitas

Berdasarkan temuan bahwa dengan meningkatnya arus lalu

lintas, maka kecepatan menurun.

Dimana:
TQ = waktu perJalanan pada arus lalu lintas
Q (menit)
T0 = arus bebas (zero-flow) waktu perJalanan
(menit)
= waktu perJalanan pada kapasitas praktis
× 0,87
Feasibility Study Ruas Tanjungsari - Banyumudal dan Ruas Butuh - Bowongso

Q = arus lalu lintas (kendaraan/jam)

Qmax = kapasitas praktis = × arus jenuh

(kendaraan/jam)
α, β = parameter

Rute 1 (jarak, waktu, biaya)

A B

Rute 2 (jarak, waktu, biaya)

Gambar 4.3 Pemilihan Rute dari Berbagai Alternatif Rute


Jalan

Pemilihan rute ini dapat diilustrasikan seperti pada gambar 4.3.


Berdasarkan gambar di atas, terdapat dua lokasi, yaitu titik A dan titik B. Kedua titik
tersebut dihubungkan oleh dua alternatif rute, dimana masing-masing rute
tersebut perlu dipertimbangkan jarak, waktu, dan biaya dalam melakukan
perJalanan dari titik A ke titik B dan sebaliknya. Dari pertimbangan tersebut, maka
akan terpilih rute alternatif yang lebih efektif dari pertimbangan jarak yang lebih
pendek, waktu tempuh yang lebih cepat, dan biaya yang lebih murah.
Dalam analisis selanjutnya, teori pemilihan rute ini juga dapat
dikembangkan lebih lanjut dengan menggunakan Teori Kesetimbangan Wardrop
(Wardrop’s Equilibrium). Menurut Wardrop, arus lalu lintas yang terjadi di antara rute
alternatif yang ada akan terjadi kesetimbangan. Artinya bahwa arus lalu lintas yang
dipilih selalu mendekati kesamaan
Feasibility Study Ruas Tanjungsari - Banyumudal dan Ruas Butuh - Bowongso

kondisi lalu lintasnya terutama yang menyangkut tingkat pelayanan Jalan


(Level Of Service/LOS).

4.4.10 Geometrik Jalan


Perencanaan geometrik Jalan merupakan bagian dari perencanaan Jalan yang
dititikberatkan pada perencanaan bentuk fisik sehingga dapat memenuhi fungsi dasar
dari Jalan yaitu memberikan pelayanan yang optimum pada arus lalu lintas dan
sebagai akses ke rumah-rumah.Dalam lingkup perencanaan geometrik tidak termasuk
perencanaan tebal perkerasan Jalan, walaupun dimensi dari perkerasan merupakan
bagian dari perencanaan geometrik sebagai bagian dari perencanaan Jalan
seutuhnya.Demikian pula dengan drainase Jalan.Jadi tujuan dari perencanaan
geometrik Jalan adalah menghasilkan infrastruktur yang aman, efisiensi pelayanan
arus lalu lintas dan memaksimalkan ratio tingkat penggunaan/biaya
pelaksanaan.Ruang, bentuk, dan ukuran Jalan dikatakan baik, jika dapat memberikan
rasa aman dan nyaman kepada pemakai Jalan.
Yang menjadi dasar perencanaan geometrik adalah sifat gerakan,
dan ukuran kendaraan, sifat pengemudi dalam mengendalikan gerak kendaraannya,
dan karakteristik arus lalu lintas.Hal-hal tersebut haruslah menjadi bahan
pertimbangan perencana sehingga dihasilkan bentuk dan ukuran Jalan, serta ruang
gerak kendaraan yang memenuhi tingkat kenyamanan dan keamanan yang
diharapkan.
Elemen-elemen geometrik Jalan yang akan:
1. Alinyemen horisontal
Alinyemen horizontal adalah poyeksi sumbu Jalan pada bidang
horizontal. Alinyemen horizontal dikenal juga dengan nama
“situasi Jalan” atau “trase Jalan”. Alinyemen horizontal terdiri dari
garis-garis lurus yang dihubungkan dengan garis-garis lengkung.Garis
lengkung tersebut dapat
Feasibility Study Ruas Tanjungsari - Banyumudal dan Ruas Butuh - Bowongso

terdiri dari busur lingkaran ditambah busur peralihan, busur peralihan


saja atau busur lingkaran saja.

2. Alinyemen vertikal
Alinyemen vertikal adalah perpotongan bidang vertikal dengan bidang
permukaan perkerasan Jalan melalui sumbu Jalan untuk Jalan 2 lajur
2 arah atau melalui tepi dalam masing-masing perkerasan untuk
Jalan dengan median.Sering kali disebut juga sebagai penampang
memanjang Jalan.
Untuk lebih jelasnya mengenai alinyemen horizontal dan vertikal akan
dibahas sebagai berikut:
A. Alinyemen Horizontal
Perencanaan alinyemen horizontal meliputi :
1) Jari-Jari Tikungan Minimum
Jari-jari tikungan minimum untuk kecepatan rencana 80
km/jam sebesar 210 m yang didasarkan pada super elevasi
maksimum dan gesekan sisi dengan rumus:
V2
R min
127(f e)
Dengan:

Rmin = Jari-jari tikungan minimum horisontal (m) V


= kecepatan rencana (km/jam)
f = koefisien gesek untuk perkerasan aspal (0,012
– 0,017)
e = superelevasi
Tabel 4.3 Jari-Jari Tikungan Minimum yang Disarankan,(emax =
VR 6%)
100 90 80 70 60 50 40 30
(km/h)
fmax 0,12 0,13 0,14 0,14 0,15 0,16 0,17 0,17
Rmin (m) 435 335 250 195 135 90 55 30
Feasibility Study Ruas Tanjungsari - Banyumudal dan Ruas Butuh - Bowongso

2) Panjang Lengkung Minimum


Untuk menjamin kelancaran mengemudi, diperlukan tikungan yang cukup
panjang, sehingga diperlukan waktu 6 detik atau lebih untuk
melintasinya. Panjang lengkung minimum dihitung
dengan rumus:
L=t×V

dengan:

L = panjang lengkung horisontal dengan jari-jari


minimum (m)
t = waktu tempuh (6 detik)
V = kecepatan rencana (km/jam)
Tabel 4.4 Panjang Lengkung Minimum

Panjang Tikungan
VR(km/h)
Minimum (m)
100 170
80 135
60 105
50 85
40 70
30 55

3) Jarak Pandang Henti


Jarak pandangan henti yang cukup diperlukan untuk keamanan dan
kenyamanan pengemudi. Jarak pandangan henti di setiap titik
sepanjang Jalan sekurang-kurangnya harus memenuhi jarak rata-rata
yang diperlukan pengemudi dan kendaraan untuk berhenti.
Tabel 4.5 Jarak Pandang Henti Minimum
Kecepatan Rencana Jarak Pandangan Henti
(VR,)(km/jam) (m)
120 250
100 175
80 120
60 75
50 55
40 40
30 27
Feasibility Study Ruas Tanjungsari - Banyumudal dan Ruas Butuh - Bowongso

Kecepatan Jarak Pandangan


Rencana Henti
(VR,)(km/ja
20 (m)
16
m)

4) Jarak Pandang Mendahului


Bila ruas Jalan merupakan dua arah dan dua lajur dengan jarak
pandangan yang cukup panjang, maka kendaraan dapat mendahului
kendaraan lain yang lebih lambat. Dengan demikian diperlukan ada 2
(dua) macam jarak pandangan menyiap yaitu jarak pandangan menyiap
total dan jarak pandangan menyiap minimum. Jarak pandangan menyiap
total memungkinkan gerakan menyiap mulai saat bergerak ke arah jalur
yang berlawanan, sedangkan jarak pandangan menyiap minimum
memungkinkan kendaraan memulainya dari titik tempat kendaraan
menyalip tersebut menyusul bagian belakang kendaraan yang disiap
(disalip). Dalam hal yang terakhir, kendaraan yang menyiap (menyalip)
kembali ke jalur semula jika menjumpai kendaraan yang sedang
mendekat dari arah berlawanan.
Feasibility Study Ruas Tanjungsari - Banyumudal dan Ruas Butuh - Bowongso

Gambar 4.4 Jarak Pandang Mendahului


Jd adalah jarak yang memungkinkan suatu kendaraan mendahului
kendaraan lain di depannya dengan aman sampai kendaraan tersebut ke
lajur semula sperti pada gambar 4.3. Jd diukur berdasarkan asumsi
bahwa tinggi mata pengemudi adalah 105 Cm dan tinggi halangan dalah
105 Cm.
Dalam satuan meter Jd dtentikan sebagai berikut :
Jd =
d1+d2+d3+d4
Dimana :
d1 = Jarak yang ditempuh selama waktu tanggap (m)
d2 = Jarak yang ditempuh selama mendahului samapi
dengan kembali ke lajur semual (m)
d3 = Jarak antar kendaraan yang mendahului dengan
kendaraan yang datang dari arah berlawanan setelah proses
mendahului selesai (m)
d4 = Jarak yang ditempuh oleh kendaraan yang datang
dari arah berlawanan, yang besarnya diambil sama dengan
213 d2 (m).
Feasibility Study Ruas Tanjungsari - Banyumudal dan Ruas Butuh - Bowongso

5) Lengkung Melintang
Lereng melintang normal dibuat sebesar 2% untuk memperlancar aliran
air (drainase) di permukaan Jalan, sedangkan pada tikungan lereng
melintang disesuaikan dengan superelevasinya.
6) Lengkung Peralihan
Lengkung peralihan berfungsi untuk memberikan kesempatan kepada
pengemudi untuk mengantisipasi perubahan alinyemen Jalan dari
bentuk lurus (R tak hingga) sampai bagian lengkung Jalan berjari-jari
tetap R. dengan demikian, gaya sentrifugal yang bekerja pada
kendaraan saat melintasi tikungan berubah secara berangsur-angsur,
baik ketika kendaraan mendekati tikungan maupun meinggalkan
tikungan. Ketentuan lengkung peralihan adalah sebagai berikut:
Bentuk lengkung peralihan yang digunakan adalah
bentuk Spiral.

Panjang lengkung peralihan (Ls) ditetapkan atas


pertimbanganwaktu perJalanan. Waktu perJalanan melintasi
lengkung peralihan perlu dibatasi untuk menghindarkan kesan
perubahan alinyemen yang mendadak, ditetapkan minimum
2 detik (pada
kecepatan VR). kriteria ini dapat dihitung dengan rumus:

VR
Ls T
3,6
Dengan pengertian:

T = waktu tempuh pada lengkung peralihan,


ditetapkan 2 detik
Feasibility Study Ruas Tanjungsari - Banyumudal dan Ruas Butuh - Bowongso

VR = kecepatan rencana (km/h)

Tabel 4.6 Panjang Minimum Bagian Peralihan

Standar Minimum
Kecepatan
Lengkung
Rencana
Peralihan (m)
(Km/jam
100
) 56
80 44
60 33
50 28
40 22
30 17

Pada lengkung horizontal yang tumpul dengan jari-jari yang besar


lintasan kendaraan masih dapat tetap berada pada lajur Jalannya, tetapi
pada tikungan tajam kendaraan akan menyimpang dari lajur yang
disediakan, mengambil lajur lain disampingnya. Guna menghindari hal
tersebut, sebaiknya dibuatkan lengkung dimana lengkung tersebut
merupakan peralihan dari R = tak berhingga ke R = Rc. Lengkung
ini disebut lengkung peralihan.
Bentuk lengkung peralihan yang memberkan bentuk yang sama
dengan jejak kendaraan ketika beralih dari Jalan lurus ke tikungan
berbentuk busur lingkaran dan sebaliknya, dipengaruhi oleh sifat
pengemudi, kecepatan kendaraan, radius lengkung, dan kemiringan
melintang Jalan. Bentuk lengkung spiral atau clothoid adalah bentuk
yang banyak dipergunakan saat ini.
Keuntungan dari penggunaan lengkung peralihan pada alinyemen
horizontal:
1. Pengemudi dapat dengan mudah mengikuti lajur yang telah
disediakan untuknya, tanpa melintasi lajur lain yang
berdampingan.
Feasibility Study Ruas Tanjungsari - Banyumudal dan Ruas Butuh - Bowongso

2. Memungkinkan mengadakan perubahan dari lereng Jalan


normal ke kemirigan sebesar superelevasi secara berangsur-
angsur sesuai dengan gaya sentrifugal yang timbul.
3. Memungkinkan mengadakan peralihan pelebaran
perkerasan yang diperlukan dari Jalan lurus ke kebutuhan lebar
perkerasan pada tikungan-tikungan yang tajam.
4. Menambah keamanan dan kenyamanan bagi
pengemudi, karena sedikit kemungkinan pengemudi keluar dari
lajur.
5. Menambah keindahan bentuk dari Jalan tersebut,
menghindarikesan patahnya Jalan pada batasan bagian lurus
dan lengkung busur lingkaran.

Pencapaian kemiringan melintang Jalan dari kemiringan Jalan normal


pada Jalan lurus ke kemiringan melintang sebesar superelevasi dan
sebaliknya dilakukan pada awal dan akhir lengkung.
Panjang lengkung peralihan menurut Bina Marga
diperhitungkan sepanjang mulai dari penampang melintang
en en
berbentuk crown sampai penampang
melintang dengan kemiringan sebesar superelevasi. Sedangkan
AASHTO’90 memperhitungkan panjang lengkung peralihan dari
penampang melintang berbentuk , sampai penampang
melintang dengan kemiringan sebesar surelevasi.
Feasibility Study Ruas Tanjungsari - Banyumudal dan Ruas Butuh - Bowongso

Sb. Jalan Sb. Jalan

Tepi perkerasan
Tepi Sebelah luar
perkerasan

Tepi perkerasan
Sebelah dalam

Panjang lengkung peralihan Ls Panjang Lengkung Peralihan Ls

Gambar 4.5 Panjang Lengkung Peralihan Menurut Bina Marga dan


AASHTO’90.

Ada 3 bentuk lengkung horizontal yaitu :

Lengkung busur lingkaran sederhana (circle)


Tidak semua lengkung dapat dibuat berbentuk busur lingkaran
sederhana, hanya lengkung dengan radius besar yang diperbolehkan.
Pada tikungan yang tajam, dimana radius lengkung kecil dan
superelevasi yang dibutuhkan besar, lengkung berbentuk busur
lingkaran akan menyebabkan perubahan kemiringan melintang yang
besar yang mengakibatkan timbulnya kesan patah pada tepi
perkerasan sebelah luar. Efek negatif tersebut dapat dikurangi
dengan membuat lengkung peralihan seperti
Feasibility Study Ruas Tanjungsari - Banyumudal dan Ruas Butuh - Bowongso

dijelaskan pada bagian sebelum ini. Lengkung busur lingkaran


sederhana hanya dapat dipilih untuk radius lengkung yang besar,
dimana superelevasi yang dibutuhkan kurang atau sama dengan 3%.

Gambar 4.6 Lengkung Busur Lingkaran Sederhana

Gambar di atas menunjukkan lengkung horizontal berbentuk


busur lingkaran sederhana. Bagian lurus dari jalan (di kiri TC atau
di kanan CT) dinamakan bagian “TANGEN”. Titik peralihan dari bentuk
tangen ke bentuk busur lingkaran (circle) dinamakan titik TC dan titik
peralihan dari busur lingkaran (circle) ke tangen dinamakan titik CT.
Jika bagian-bagian lurus dari jalan tersebut diteruskan akan
memotong titik yang diberi nama PH (Perpotongan Horizontal), sudut
yang dibentuk oleh kedua garis tersebut, dinamakan “sudut
perpotongan”, bersimbol β. Jarak antara TC – PH diberi simbol Tc.
Ketajaman lengkung dinyatakan oleh radius Rc. Jika lengkung yang
dibuat simetris, maka garis 0-PH merupakan garis bagi sudut TC-O-
CT. Jarak antara titik PH dan busur lingkaran dinamakan Ec. Lc
adalah panjang busur lingkaran.
Feasibility Study Ruas Tanjungsari - Banyumudal dan Ruas Butuh - Bowongso

Lengkung busur lingkaran dengan lengkung peralihan


(spiral – circle – spiral).
Gambar di bawah ini menggambarkan sebuah lengkung spiral –
lingkaran – spiral (S-C-S) simetris (panjang lengkung peralihan dari
TS ke SC sama dengan dari CS ke ST (=Ls).

Gambar 4.7 Lengkung Spiral – Lingkaran – Spiral

Lengkung TS-SC adalah lengkung peralihan bebentuk spiral (clothoid)


yang menghubungkan bagian lurus dengan lurus tak berhingga di
awal spiral (kiri TS) dan bagian berbentuk lingkaran dengan radius
= Rc di akhir spiral (kanan SC). Titik TS adalah titik peralihan
bagian lurus ke bagian berbentuk spiral dan titik SC adalah titik
peralihan bagian spiral ke bagian lingkaran.
Guna membuat ruangan untuk spiral sehingga lengkung lingkaran
dapat ditempatkan di ujung lengkung spiral, maka lengkung lingkaran
tersebut digeser ke dalam pada posisi FF’, dimana HF = H’F’ = p
terletak sejauh k dari awal lengkung peralihan.
Lengkung peralihan saja (spiral – spiral)
Feasibility Study Ruas Tanjungsari - Banyumudal dan Ruas Butuh - Bowongso

Lengkung horizontal berbentuk spiral–spiral adalah lengkung tanpa


busur lingkaran, sehingga titik SC berimpit dengan titik CS. Panjang
busur lingkaran Lc = 0, dan θs = ½ β. Rc yang dipilih harus
sedemikian rupa sehingga Ls yang dibutuhkan lebih besar dari Ls
yang menghasilkan landai relatif minimum yang disyaratkan. Jadi
dalam hal ini tabel
4.6 s/d tabel 4.9 hanya dipergunakan untuk menentukan besarnya
superelevasi yang dibutuhkan saja. Panjang lengkung peralihan Ls
yang dipergunakan haruslah yang diperoleh dari persamaan 18,
sehingga bentuk lengkung adalah lengkung spiral dengan sudut θs =
½ β.
Rumus-rumus untuk lengkung berbentuk spiral – lingkaran

– spiral dapat dipergunakan juga untuk lengkung spiral –


spiral asalkan memperhatikan hal yang tersebut di atas.

Gambar 4.8 Diagram Superelavasi Lengkung Spiral –


Spiral
Metode Bina Marga.

7) Lebar Lajur Perkerasan


Lebar jalur perkerasan dibuat 3,50 m sehingga memberikan ruang bebas
yang memadai di antara truk atau kendaraan besar komersil lainnya.
Lebar lajur terdiri dari lebar kendaraan dan
Feasibility Study Ruas Tanjungsari - Banyumudal dan Ruas Butuh - Bowongso

ruang bebas menyiap yang berubah yang tergantung dari kecepataan


kendaraan.

8) Jumlah Lajur Perkerasan


Jumlah lajur perkerasan di hitung dari perbandingan antara volume
lalu lintas standar dengan volume lalu lintas rencana yang diproyeksikan.
Apabila volume lalu lintas yang diproyeksikan melebihi volume lalu lintas
standar pada perencanaan awal, maka jalan tersebut harus ditingkatkan
kapasitasnya dengan menambah jumlah lajur.
9) Bahu Jalan
Bahu jalan sangat mutlak diperlukan pada jalan tol dan harus diperkeras.
Bahu jalan berfungsi sebagai lajur lalu lintas darurat, tempat
kendaraan berhenti sementara dan atau tempat kendaraan parkir
darurat. Selain itu, bahu jalan sebagai ruang bebas samping bagi
pengemudi dan penyangga samping bagi kestabilan konstruksi
perkerasan lajur lalu lintas.
B. Alinyemen Vertikal
Perencanaan alinyemen vertikal dipengaruhi oleh besarnya biaya pembangunan
yang tersedia. Alinyemen vertikal yang mengikuti muka tanah asli akan
mengurangi pekerjaan tanah, tetapi mungkin saja akan mengakibatkan jalan itu
terlalu banyak mempunyai tikungan. Tentu saja hal ini belum tentu sesuai
dengan persyaratan yang diberikan sehubungan dengan fungsi jalannya.Muka
jalan sebaiknya diletakkan sedikit di atas muka tanah asli sehingga
memudahkan dalam pembuatan drainase jalannya, terutama di daerah yang
datar.Pada daerah yang sering kali dilanda banjir sebaiknya penampang
memanjang jalan diletakkan di atas elevasi muka banjir.Di daerah
perbukitan atau pegunungan diusahakan
Feasibility Study Ruas Tanjungsari - Banyumudal dan Ruas Butuh - Bowongso

banyaknya pekerjaan galian seimbang dengan pekerjaan timbunan, sehingga


keseluruhan biaya yang dibutuhkan tetap dapat dipertanggungjawabkan. Jalan
yang terletak di atas lapisan tanah yang lunak harus pula diperhatikan akan
kemungkinan besarnya penurunan dan perbedaan penurunan yang mungkin
terjadi. Dengan demikian penarikan alinyemen vertikal sangat dipengaruhi oleh
berbagai pertimbangan seperti:
Kondisi tanah dasar

Keadaan medan

Fungsi jalan

Muka air banjir

Muka air tanah

Kelandaian yang masih memungkinkan

Perlu pula diperhatikan bahwa alinyemen vertikal yang direncanakan itu


akan berlaku untuk masa panjang, sehingga sebaiknya alinyemen vertikal yang
dipilih tersebut dapat dengan mudah mengikuti perkembangan lingkungan.
Alinyemen vertikal disebut juga penampang jalan yang terdiri dari garis-garis
lurus dan garis-garis lengkung.Garis lurus tersebut dapat datar, mendaki atau
menurun, biasa disebut berlandai.Landai jalan dinyatakan dengan persen.
Pada umumnya gambar rencana suatu jalan dibaca dari kiri ke kanan,
maka landai jalan diberi tanda positif untuk pendakian dari kiri ke kanan, dan
landai negatif untuk penurunan dari kiri. Pendakian dan penurunan memberi
efek yang berarti terhadap gerak kendaraan.
Perencanaan alinyemen vertikal meliputi kelandaian, panjang kritis, lengkung
vertikal dan jalur pendakian.

Kelandaian jalan untuk jalan diperlukan dua jenis kelandaian yaitu


kelandaian maksimum standar dan kelandaian maksimum mutlak yang
besarnya tergantung pada kecepatan rencana seperti yang tercantum
dalam tabel di bawah ini.

Tabel 4.7 Kelandaian Maksimum


Feasibility Study Ruas Tanjungsari - Banyumudal dan Ruas Butuh - Bowongso

Kecepatan Landai Maksimum


Rencana (%
(Km/jam
100 5)
)
80 6
60 7
50 8

Panjang Kritis
Panjang kritis diperlukan untuk membatasi waktu tempuh pada
kelandaian-kelandaian yang melebihi landai maksimum standar
hingga 1 menit. Apabila disediakan jalur tanjakan, maka panjang
landai kritis dapat melebihi nilai yang tercantum pada tabel di atas.

Lengkung Vertikal
Untuk meredam guncangan dan untuk menjamin jarak pandangan
henti, lengkung vertikal harus disediakan pada setiap lokasi dengan
kelandaian berubah. Lengkung vertikal berbentuk parabola sederhana
yang ukurannya ditentukan oleh panjangnya.

Tabel 4.8 Rencana Radius Minimum Lengkung


Vertikal
Kecepata Lengkung Standar Rencana Radius Minimum
n Cembung & minimum Lengkung Vertikal
Rencana Cekung (m) (m)
(Km/jam) Cembung 6 500 10 000
100
Cekung 3 000 4 000
Cembung 3 000 4 500
80
Cekung 2 000 3 000
60 Cembung 1 400 2 000
Feasibility Study Ruas Tanjungsari - Banyumudal dan Ruas Butuh - Bowongso

Kecepata Lengkung Standar Rencana Radius Minimum


n Cembung & minimum Lengkung Vertikal
Rencana Cekung (m) (m)
(Km/jam) Cekung 1 000 1 500
Cembung 800 1 200
50
Cekung 700 1 000
Cembung 450 700
40
Cekung 450 700
Cembung 250 400
30
Cekung 250 400

Pergantian dari satu kelandaian ke kelandaian yang lain


dilakukan dengan mempergunakan lengkung vertikal.
Lengkung vertikal tersebut direncanakan sedemikian rupa sehingga
memenuhi keamanan, kenyamanan dan drainase. Jenis lengkung
vertikal dilihat dari letak titik perpotongan kedua bagian lurus
(tangen), adalah:

1. Lengkung vertikal cekung, adalah lengkung di mana titik


perpotongan antara kedua tangen berada di bawah
permukaan jalan.
2. Lengkung vertikal cembung, adalah lengkung dimana titik
perpotongan antara kedua tangen berada di atas
permukaan jalan yang bersangkutan.

Lengkung vertikal dapat berbentuk salah satu dari enam


kemungkinan pada gambar berikut.
Feasibility Study Ruas Tanjungsari - Banyumudal dan Ruas Butuh - Bowongso

Gambar 4.9 Jenis Lengkung Vertikal Dilihat dari Titik


Perpotongan
Kedua Tangen.

Lengkung vertikal tipe a, b dan c dinamakan lengkung vertikal


cekung.
Lengkung vertikal tipe d, e dan f dinamakan lengkung vertikal
cembung.
Bentuk lengkung vertikal yang umum dipergunakan adalah

berbentuk lengkung parabola sederhana.

Gambar 4.10 Lengkung Vertikal Parabola

Titik A, titik peralihan dari bagian tangen ke bagian


lengkung vertikal. Biasa diberi simbul PLV (peralihan
Feasibility Study Ruas Tanjungsari - Banyumudal dan Ruas Butuh - Bowongso

lengkung vertikal). Titik B, titik peralihan dari bagian lengkung


vertikal ke bagian tangen (peralihan tangen vertikal = PTV).
Titik perpotongan kedua bagian tangen diberi nama titik PPV
(pusat perpotongan vertikal). Letak titik-titik pada lengkung vertikal
dinyatakan dengan ordinat Y dan X terhadap sumbu koordinat yang
melalui titik A.
Pada penurunan rumus lengkung vertikal terdapat beberapa asumsi
yang dilakukan, yaitu:

Panjang lengkung vertikal sama dengan panjang


proyeksi lengkung pada bidang horizontal = L.

Perubahan garis singgung tetap (d2Y/dx2 = r)

Besarnya kelandaian bagian tangen dinyatakan dengan g1 dan g2 %.


Kelandaian diberi tanda positif jika pendakian, dan diberi tanda
negatif jika penurunan, yang ditinjau dari kiri.

A = g1 – g2 (perbedaan aljabar landai)


Ev = pergeseran vertikal dari titik PPV ke bagian
lengkung
Lengkung Vertikal Cembung

Bentuk lengkung vertikal seperti yang diuraikan terdahulu, berlaku


untuk lengkung vertikal cembung atau lengkung vertikal cekung.
Hanya saja untuk masing-masing lengkung terdapat batasan-batasan
yang berhubungan dengan jarak pandangan.
Pada lengkung vertikal cembung, pembatasan berdasarkan jarak
pandangan dapat dibedakan atas 2 keadaan yaitu:
Feasibility Study Ruas Tanjungsari - Banyumudal dan Ruas Butuh - Bowongso

1. Jarak pandangan berada seluruhnya dalam daerah


lengkung (S<L).
2. Jarak pandangan berada di luar dan di dalam daerah

lengkung (S>L).
Lengkung vertical cembung dengan S < L

Gambar 4.11 Jarak Pandang Pada Lengkung Vertikal Cembung (S>L)


Lengkung Vertikal cembung dengan S>L.

Gambar 4.12 Jarak Pandang Pada Lengkung Vertikal Cembung


(S>L)

Lengkung Vertikal Cekung


Di samping bentuk lengkung yang berbentuk parabola sederhana,
panjang lengkung vertikal cekung juga harus ditentukan dengan
memperhatikan:

Jarak penyinaran lampu kendaraan

Jarak pandangan bebas di bawah bangunan

Persyaratan drainase

Keluwesan bentuk
Feasibility Study Ruas Tanjungsari - Banyumudal dan Ruas Butuh - Bowongso

Jangkauan lampu depan kendaraan pada lengkung vertikal cekung


merupakan batas jarak pandangan yang dapat dilihat oleh
pengemudi pada malam hari. Di dalam perencanaan umumnya tinggi
lampu depan diambil setiggi
60 cm, dengan sudut penyebaran sebesar 1°.
Letak penyinaran lampu dengan kendaraan dapat dibedakan atas
2 keadaan yaitu:
1. Jarak pandangan akibat penyinaran lampu depan < L.
2. Jarak pandangan akibat penyinaran lampu depan > L.

Gambar 4.13 Lengkung Vertikal Cekung Dengan Jarak


Pandangan
Penyinaran Lampu Depan
<L

Gambar 4.14 Lengkung Vertikal Cekung Dengan Jarak


Pandang
Penyinaran Lampu Depan
>L
Feasibility Study Ruas Tanjungsari - Banyumudal dan Ruas Butuh - Bowongso

Jarak pandangan bebas di bawah bangunan pada


lengkung vertikal cekung
Jarak pandangan bebas pengemudi pada jalan raya yang
melintasi bangunan-bangunan lain seperti jalan lain, jembatan
penyeberangan, viaduct, equaduct, sering kali terhalangi oleh bagian
bawah bangunan tersebut. Panjang lengkung vertikal cekung
minimum diperhitungkan berdasarkan jarak pandangan henti
minimum dengan mengambil tinggi mata pengemudi truk yaitu 1,80
m dan tinggi objek 0,50 m (tinggi lampu belakang kendaraan). Ruang
bebas vertikal minimum 5 m, disarankan mengambil yang lebih besar
untuk perencanaan yaitu ± 5,5 m, untuk memberi kemungkinan
adanya lapisan tambahan di kemudian hari.

Gambar 4.15 Jarak Pandang Bebas di Bawah Bangunan


Pada
Lengkung Vertikal Cekung S<L
Feasibility Study Ruas Tanjungsari - Banyumudal dan Ruas Butuh - Bowongso

Gambar 4.16 Jarak Pandang Bebas di Bawah Bangunan


Pada
Lengkung Vertikal Cekung Dengan S>L

Jalur Pendakian
Lebar jalur tanjakan/pendakian minimum 3m. Jalur pendakian
disediakan untuk menampung truk yang bermuatan berat atau untuk
kendaraan lain yang lebih lambat agar kendaraan lain dapat
mendahului kendaraan tersebut tanpa menggunakan jalur lawan.
Jalur ini disediakan pada ruas jalan yang mempunyai kelandaian tinggi
dan menerus serta volume lalu lintas padat. Penempatan jalur
pendakian harus dilakukan dengan ketentuan:

Panjang kritis terlampaui, VLHR > 15.000 smp/hari dan


persentase truk > 15%.

Lebar jalur pendakian sama dengan lebar rencana.

Desain Penampang Melintang


Yaitu penampang melintang geometrik jalan, yang menggambarkan
lebar jalan (berdasarkan jumlah lajur yang telah ditentukan) beserta
kemiringan melintang jalan, baik pada segmen lurus maupun pada
segmen tikungan horisontal. Pada desain potongan melintang,
juga akan
ditentukan lebarnya median/pembatas jalur, bahu, rumija (ROW)
dan ruwasja. Penentuan dimensi-dimensi potongan melintang jalan
akan mengacu kepada besarnya kapasitas jalan rencana, kondisi
lingkungan jalan serta lalu lintas pengguna jalan rencana.
Feasibility Study Ruas Tanjungsari - Banyumudal dan Ruas Butuh - Bowongso

Gambar 4.17 Tipikal Jalan Arteri/Kolektor dengan Planted


Strip; Areal Perumahan dan Bisnis

Gambar 4.18 Tipikal Jalan Arteri/Kolektor dengan Lajur


Berhenti; Areal Bisnis

Gambar 4.19Tipikal Jalan Arteri/Kolektor 4 Lajur dengan Median dan


Trotoar

4.4.11 Perencanaan Perkerasan Jalan


Terdapat beberapa metode dalam perencanaan pekerasan jalan. Perencanaan
perkerasan jalan pada Studi Kelayakan Pembangunan Jalan Ruas Tanjungsari -
Banyumudal dan Ruas Butuh - Bowongsomenggunakan metode yang dikeluarkan oleh
Bina Marga.
Pemilihan tipe dan material perkerasan akan didasarkan pada pertimbangan
dari segi ekonomi, kondisi setempat, tingkat kebutuhan, kemampuan
pelaksanaan, dan syarat teknis lainnya.
Feasibility Study Ruas Tanjungsari - Banyumudal dan Ruas Butuh - Bowongso

A. Rigid pavement
1. Sifat umum rigid pavement, yaitu:
a. Mempunyai keandalan tinggi

Umur panjang: 20 – 40 tahun

Tahan terhadap proses pelapukan, oksidasi, abrasi, dan lain- lain


Pemeliharaan ringan
b. Konstruksi lapis tunggal

Secara struktural terdiri dari satu lapis beton mutu tinggi


Sub base tidak terlalu structural

c. Sangat kaku

E rigid pavement = 15 – 25 E flexible pavement

Penyebaran beban ke tanah dasar lebih luas


Peranan kekuatan tanah dasar kecil
d. Perilaku

Sistem satu lapis

Faktor internal: tanah dasar, temperatur

Faktor eksternal: lalu lintas

2. Susunan konstruksi rigid pavement


a. Tanah dasar
b. Pondasi
c. Slab beton
d. Sambungan: susut (construction joint) muai (expansion joint),
konstruksi (contrustion joint)
3. Bahan
a. Perkerasan beton semen (rigid pavement) adalah campuran
agregat dan portiant cement
b. Beton harus mempunyai kekuatan atas dasar flexurat strength 45

kg/cm2 atau kekuatan tekan 350 kg/cm2


c. Semen: memenuhi syarat SNI 0013-77 atau AASHTO M55, batang
pengikat ulir, dowel tulangan polos
Feasibility Study Ruas Tanjungsari - Banyumudal dan Ruas Butuh - Bowongso

B. Flexible pavement
1. Prinsip-prinsip perencanaan tebal perkerasan
Jumlah jalur dan koefisien distribusi kendaraan
Feasibility Study Ruas Tanjungsari - Banyumudal dan Ruas Butuh - Bowongso
Feasibility Study Ruas Tanjungsari - Banyumudal dan Ruas Butuh - Bowongso

terhadap beton
B. Flexible pavement
1. Prinsip-prinsip perencanaan tebal perkerasan
Jumlah jalur dan koefisien distribusi kendaraan
Feasibility Study Ruas Tanjungsari - Banyumudal dan Ruas Butuh - Bowongso

Jalur rencana merupakan salah satu jalur lalu lintas dari suatu
arus jalan yang menampung lalu lintas terbesar. Koefisien distribusi
kendaraan (C) untuk kendaraan ringan dan berat yang lewat pada jalur
rencana ditentukan sesuai dalam “daftar koefisien distribusi kendaraan (C)”.
Angka ekivalen beban sumbu kendaraan (E)

Tabel 4.9 Angka Ekivalen (E) Beban Sumbu Kendaraan


Beban Sumbu Angka Ekivalen
Kg Lb Sumbu Sumbu
Tunggal Ganda
1000 2205 0,0002 -
2000 4407 0,0036 0,0003
3000 6614 0,0183 0,0016
4000 8818 0,0577 0,0050
5000 11023 0,1410 0,0121
6000 13228 0,2923 0,0251
7000 15432 0,5415 0,0466
8000 17637 0,9238 0,0794
8160 18000 1,0000 0,0860
9000 19841 1,4798 0,1273
10000 22046 2,2555 0,1940
11000 24251 3,3022 0,2840
12000 26455 4,6770 0,4022
13000 28660 6,4419 0,5540
14000 30864 8,6647 0,7452
15000 33069 11,4184 0,9820
16000 35276 14,7815 1,2712

Lalu Lintas Harian Rata-rata (LHRT)


LHR setiap jenis kendaraan ditentukan pada awal umur rencana, yang
dihitung untuk diusahakan pada jalan tanpa median atau masing-masing arah
pada jalan dengan median.
Feasibility Study Ruas Tanjungsari - Banyumudal dan Ruas Butuh - Bowongso

Lintas Ekivalen Permulaan (LEP)

j = jenis kendaraan
Lintas Ekivalen Akhir (LEA)

UR = Umur Rencana
i = perkembangan lalu lintas
Lintas Ekivalen Tengah (LET)

Lintas Ekivalen Rencana (LER)


LER = LET x FP

Daya Dukung Tanah Dasar (DDT) dan CBR


Daya dukung tanah dasar ditetapkan berdasarkan grafik koleksi
dengan CBR dalam buku standar Bina Marga.
Indeks Permukaan pada Awal Umur Rencana (IPo)
Dalam menentukan indeks permukaan pada awal umur rencana
perlu diperhatikan jenis lapis permukaan jalan
(kerataan/kehalusan serta kekokohan) pada awal umur rencana. Koefisien
Kekuatan Relatif (a)
Koefisien kekuatan relatif masing-masing bahan dan kegunaannya
sebagai lapis permukaan, pondasi ditentukan/digunakan.
Indeks Tebal Perkerasan (ITP)
Penentuan tebal perkerasan dinyatakan oleh ITP ITP
= a1.D1+a2.D2+a3.D3
Feasibility Study Ruas Tanjungsari - Banyumudal dan Ruas Butuh - Bowongso

a1, a2, a3 = koefisien kekuatan relative bahan


D1, D2, D3 = tebal masing-masing lapis perkerasan

Tanah Dasar
Gambar 4.21 Sketsa Lapisan Perkerasan.

4.4.12 Analisis Pengembangan Wilayah


Perkembangan wilayah dan tata guna lahan merupakan indikator yang
dapat menentukan kuantitas dan kualitas dari suatu tingkat perjalanan pada suatu
wilayah. Untuk itu dalam studi ini akan dianalisis perkembangan guna lahan dan
perekonomian wilayah akibat dari adanya pembangunan jalan LingkarSelatan Kertek.

4.4.13 Analisa Ekonomi


Analisis kelayakan ekonomi pada dasarnya merupakan bagian terhadap
manfaat yang ditimbulkan dengan adanya peningkatan atau pembangunan ruas jalan
khususnya terhadap aktivitas perekonomian wilayah terpengaruh.Dan dengan
mempertimbangkan biaya yang harus dikeluarkan untuk terlaksananya peningkatan
jalan tersebut.
1. Analisis Benefit Cost Ratio (B/C-R)
Benefit Cost Ratio adalah perbandingan antara Present Value Benefit dibagi
dengan Present Value Cost.Hasil B/C-R dari suatu proyek dikatakan layak secara
ekonomi, bila nilai B/C-R adalah lebih dari 1 (satu).
didiskonto ke tahun dasar dengan memakai nilai suku bunga diskonto
(discount rate) selama tahun rencana.

B/C-R =
Nilai B/C-R yang lebih kecil dari 1 (satu), menunjukkan investasi ekonomi
yang tidak menguntungkan.
Feasibility Study Ruas Tanjungsari - Banyumudal dan Ruas Butuh - Bowongso

2. AnalisisNet Present Value (NPV)


Metode ini dikenal sebagai metode present worth dan digunakan untuk
menentukan apakah suatu rencana mempunyai manfaat dalam periode waktu
analisis. Hal ini dihitung dari selisih Present Value of The Benefit (PVB) dan Present
Value of The Cost (PVC).
Dasar dari metode ini adalah bahwa semua manfaat ( benefit) ataupun biaya
(cost) mendatang yang berhubungan dengan suatu proyek didiskonto ke nilai
sekarang (present values), dengan menggunakan suatu
suku bunga diskon.

Dimana:
NPV : nilai sekarang bersih bi
: manfaat pada tahun i ci
: biaya pada tahun i
r : suku bunga diskonto (discount rate)
n : umur ekonomi proyek, dimulai dari tahap perencanaan sampai
akhir umur rencana jalan
NPV dari suatu proyek yang dikatakan layak secara ekonomi
adalah yang menghasilkan nilai NPV positif.
Feasibility Study Ruas Tanjungsari - Banyumudal dan Ruas Butuh - Bowongso

3. AnalisisEconomic Internal Rate of Return (EIRR)


Economic Internal Rate of Return (EIRR) merupakan tingkat pengembalian
berdasarkan pada penentuan nilai tingkat bunga ( discount rate), dimana semua
keuntungan masa depan yang dinilai sekarang dengan discount rate tertentu
adalah sama dengan biaya kapital present value dari total biaya.
Dalam perhitungan nilai EIRR adalah dengan cara mencoba beberapa
tingkat bunga. Guna perhitungan EIRR dipilih tingkat bunga yang menghasilkan NPV
positif yang terkecil dan tingkat bunga yang menghasilkan NPV negatif
terkecil. Selanjutnya diadakan interpolasi
dengan perhitungan:

Dengan pengertian:
EIRR : Economic Internal Rate of Return
i1 : tingkat bunga yang menghasilkan NPV negatif terkecil i2
: tingkat bunga yang menghasilkan NPV positif terkecil NPV1 : nilai
sekarang dengan menggunakan i1
NPV2 : nilai sekarang dengan menggunakan i2

4. AnalisisFirst Year Rate of Return (FYRR)


Analisis manfaat biaya digunakan untuk membantu menentukan waktu
terbaik untuk memulai proyek.Walaupun dari hasil analisis proyek bermanfaat, tetap
saja ada kasus penundaan awal proyek pada saat lalu lintas terus bertambah untuk
menaikkan laju pengembalian pada tingkat yang diinginkan. Cara terbaik untuk
menentukan waktu dimulainya suatu proyek adalah menganalisis proyek dengan
range waktu investasi untuk melihat mana yang menghasilkan NPV tertinggi.
Bagaimanapun, untuk kebanyakan proyek jalan, dimana lalu lintas terus
bertambah di
Feasibility Study Ruas Tanjungsari - Banyumudal dan Ruas Butuh - Bowongso

masa mendatang, kriteria laju pengembalian tahun pertama dapat


digunakan.
First Year Rate of Return (FYRR) adalah jumlah dari manfaat yang
didapat pada tahun pertama setelah proyek selesai, dibagi dengan present value
dari modal yang dinaikkan dengan discount rate pada tahun yang
sama dan ditunjukkan dalam persen.

Dengan pengertian:
FYRR : First Year Rate of Return
j : tahun pertama dari manfaat bj
: manfaat pada tahun j
ci : biaya pada tahun i
r : suku bunga diskonto (discount rate)
Jika FYRR lebih besar dari discount rate yang direncanakan, maka akan
tepat waktu dan proyek dapat dilanjutkan. Jika kurang dari discount rate tetapi
memiliki NPV positif, maka proyek sebaiknya ditangguhkan dan laju pengembalian
harus dihitung ulang untuk menentukan tanggal dimulainya proyek yang optimum.

4.5 Studi Kelayakan Proyek Jalan dan Jembatan


Studi kelayakan merupakan bagi an akhir dari tahapan evaluasi
kelayakan proyek, untuk menilai tingkat kelayakan suatu alinyemen pada
koridor yang terpilih pada pra studi kelayakan, dan untuk menajamkan
analisis kelayakan bagi beberapa alternatif rute terpilih yang di usulkan.
Lingkup kegiatan studi kelayakan, meliputi:
a. formulasi kebijakan perencanaan yang meli puti kajian
terhadap kebijakan dan sasaran perencanaan, lingkungan dan
penataan ruang, serta pengadaantanah;
Feasibility Study Ruas Tanjungsari - Banyumudal dan Ruas Butuh - Bowongso

b. kajianterhadap kondisi eksisti ng pada wilayah studi;


c. pengambilan data fisik, ekonomi dan li ngkungan;
d. prediksi hasil analisis kuantitati f untuk setiap alternati f sol usi;
e. kajian penggunaan alternati f teknologi dan standar yang
berkaitan dengan kebutuhan proyek;
f. studi komparasi alternati f sol usi pada koridor yangterpilih

dalam pra studi kelayakan.


Hasil kegiatan studi kel ayakan, meli puti :
a. Formulasi sasaran proyek;
b. Merupakan urutan unggulan, atas dasar indikator kelayakan yang teliti
dari alternatif solusi yang distudi, sebagai masukan bagi pihak pengambil
keputusan;
c. Penajaman rencana dan rekomendasi alinyemen yang cocok, serta standar-
standar yang akan digunakan;
d. Rekomendasi waktu optimum (timing optimum) dan program konstruksi;
e. Rekomendasi investigasi lingkungan dan sosial;
f. Kerangka acuan analisis mengenai dampak lingkungan hidup (AMDAL),
jika dibutuhkan atau upaya pengelolaan lingkungan hidup (UKL)
- upaya pemantauan lingkungan hidup (UPL);
g. Kebutuhan survai untuk Detailed Engineering Design (DED);
h. Estimasi biaya.

4.5.1 Aspek Teknis


A. Lalulintas
1. Untuk perancangan geometri dan evaluasi manfaat
ekonomi perl u diketahui besarnya volume l alulintas sekarang dan
prakiraan lalulintas masa depan. Untuk perancangan tebal perkerasan
perlu keterangan tambahan
Feasibility Study Ruas Tanjungsari - Banyumudal dan Ruas Butuh - Bowongso

mengenai jumlah dan berat dari berbagai jenis kendaraan berat


yang ada dal am arus laluli ntas tersebut.
2. Ada beberapa jenis lalulintas yang mungki n terj adi di

jalan yang sedang diti njau, yaitu lalulintas normal (normal traffic),
lalulintas teralih (diverted traffic), lal ulintas alih moda, lalulintas
terbangkit (generated traffic), lal ulintas yang merubah tuj uan,
dan lal ulintas yang terpendam (suppressedtraffic).
a) Lalulintas normal adalah lalulintas yang di harapkan tumbuh
secara normal di wilayah studi yangtidak dipengaruhi dengan
adanya proyek.
b) Lalulintas teralih merupakan pertambahan lalulintas
akibat beralihnya lalulintas dari rute lain yang paral el. Asal
dan tujuan dari perjalanan tidak berubah. Alihan ini terjadi
karena alasan ekonomis, dimana para pelaku perjalanan akan
memperoleh manfaat dari berkurangnya biaya perjalanan akibat
memanfaatkan proyek.
c) Lalulintas moda alih merupakan lalulintas tambahan yang
terjadi akibat beralihnya perjalanan dari moda lain ke moda
jalan. Asal dan tujuan dari perjalanan tidak berubah,
hanya modanya saja yang berubah. Alihan ini terjadi
karena alasan ekonomis, dimana para pelaku perjalanan akan
memperoleh manfaat dari mengalihkan moda perjalanan akibat
adanya proyek.
d) Lalulintas terbangkit merupakan l alulintas baru yang
belum ada sebelumnya. Bangkitnya perjalanan ini terjadi
karena turunnya biaya perjalanan akibat adanya proyek. Perjalanan
yang sebelumnya tidak layak secara ekonomis menj adi layak
untuk dilaksanakan.
Feasibility Study Ruas Tanjungsari - Banyumudal dan Ruas Butuh - Bowongso

e) Lalulintas yang merubah tujuan merupakan lalulintas yang


merubah tujuan perjalanan akibat adanya proyek. Maksud dari
perjalanan tidak berubah, hanya tujuan yang berubah
karena alasan ekonomis, dimana pada tujuan yang baru
maksud perjalanannya terpenuhi secara lebih ekonomis.
Perjalanan untuk berbelanja, berpariwisata, ataupun memperoleh
bahan baku merupakan contoh perjalanan yang dapat berubah
tujuannya.
f) Lalulintas yang terpendam merupakan lalulintas yang
sebelumnya tidak dapat terjadi karena pelaku perjalanan
kekurangan waktu. Akibat adanya proyek, maka waktu
perjalanan berkurang, dan sisa waktunya dipergunakan untuk
perjalanan baru.
3. Pertumbuhan lalulintas di pengaruhi oleh pertumbuhan
ekonomi, pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan kepemilikan
kendaraan. Prakiraan pertumbuhan l alulintas di awal periode
rencana merupakan kombinasi dari pertumbuhan normal
dengan satu atau lebih jenis pertumbuhan lainnya. Setelah suatu
periode awal, keseluruhan lalulintas akan tumbuh dengan suatu
nilai pertumbuhan normal yang baru, yang besarnya dapat saja
lebih besar dari pertumbuhan normal sebelumnya.
4. Analisis lalulintas menghasilkan LHR tahunan, baik untuk tahun
dasar maupun untuk tahun-tahun berikutnya selama umur rencana.
LHR tahunan merupakan laluli ntas harian rata-rata untuk waktu
satu tahun; nilai ini dapat berbeda jauh dari LHR hari kerja di
daerah perkotaan, atau LHR akhir minggu di jalan antar kota
yang melayani lalulintas
Feasibility Study Ruas Tanjungsari - Banyumudal dan Ruas Butuh - Bowongso

pariwisata. LHR pada tahun dasar di peroleh dari pencacahan lalulintas


selama beberapa hari penuh. Pencacahan lal ulintas dapat dil akukan
secara manual atau secara semi otomatik dengan penggunaan
detektor kendaraan, atau secara otomatik penuh dengan alat
pencacah elektronik. Kecukupan data survai akan menentukan
akurasi dari LHR tahun dasar yang dicari. Metoda penentuan
LHR diatur dalam pedoman pencacahan lalulintas yang di
terbitkan oleh Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah
Nomor Pd.T-19-2004-B.
5. Karakteristik dari volume jam sibuk pada hari sibuk diwakili dengan
suatu faktor k. Nilai k ini tergantung pada karakteristik fluktuasi
dalam waktu dari arus lalulintas di wilayah studi, dan besarnya
resiko yang diambil untuk terlampaui nya prakiraan nilai rencana
di tahun rencana. Nilai k diperol eh dari analisis data volume
lalulintas per jam. Untuk pedoman umum besarnya faktor k
dapat dilihat pada pedoman yang berlaku.
6. Lalulintas dalam arah sibuk pada jam sibuk turut
menentukan geometri dari penampang jalan. Distribusi dalam
jurusan sibuk dinyatakan dengan faktor SP yang di peroleh dari analisis
data volume lalulintas.
7. Prakiraan laluli ntas pada tahun-tahun berikutnya setelah tahun
dasar di peroleh melalui suatu model prakiraan. Model prakiraan
tersebut dapat merupakan suatu ekstrapolasi dari data historis, atau
merupakan hasil proses perencanaan transportasi yang lebih
komprehensif.
B. Topografi
Feasibility Study Ruas Tanjungsari - Banyumudal dan Ruas Butuh - Bowongso

1. Peta topografi di perlukan dalam penentuan rute dan


prakiraan biaya proyek, yang berkaitan dengan kondisi eksisting,
kemungkinan pengadaan tanah, realokasi penduduk, kondisi topografi
(datar, berbukit atau pegunungan), jenis bangunan pelengkap,
jembatan dan lain-lain.
2. Rancangan dari alternatif jalan di gambar pada peta
topografi dengan skala pali ng kecil sebesar 1 : 5000 untuk jalan
antar kota, dan skala 1 : 1000 untuk jalan perkotaan. Peta ini
dibuat khusus untuk keperluan studi dan berisi segala informasi
yang diperlukan seperti garis tinggi, jalan air, penggunaan lahan/tanah
dan patok-patok pengukuran.
3. Peta topografi untuk pekerjaan jalan antar kota berupa
suatu peta jalur yang mencakup suatu daerah minimum selebar
100 meter; bila ada pekerjaan pendukung khusus, maka peta jalur
ini harus di perluas seperlunya.
4. Untuk daerah perkotaan, lebar jalur cakupan peta ini dapat
dikurangi sampai seluruh ruang pengawasan jalan saja. Khusus
pada daerah persimpangan, peta harus mencakup kaki persimpangan.
C. Geometri
1. Nilai rancangan dari elemen-elemen geometri jalan di
tentukan oleh suatu kecepatan rencana. Kecepatan rencana ini
ditentukan berdasarkan peran dari jalan yang sedang ditinjau, dan kelas
jalan yang dipilih.
2. Untuk memudahkan perancangan geometri dari jalan dikenal
beberapa kelas jalan. Hal ini diatur dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 43 tahun 1993 tentang prasarana dan lalulintas
jalan pasal 11 dan pasal 80. Adanya
Feasibility Study Ruas Tanjungsari - Banyumudal dan Ruas Butuh - Bowongso

kelas jalan ini mengurangi jumlah alternatf geometri jalan yang dapat di
pertimbangkan.
3. Penampang jalan tergantung pada volume lalulintas yang

diperkirakan akan melewatinya, dan tingkat kinerja yang ingin


dicapai dalam operasi. Untuk prakiraan dari kinerja lalulintas
selama operasi, harus mengacu pada metoda yang diberikan
dalam pedoman yang berlaku.
4. Bila menurut prakiraan akan terdapat banyak kendaraan lambat
dan/atau kendaraan tidak bermotor dalam koridor yang ditinjau,
maka dapat di pertimbangkan untuk menambah lebar jalan,
ataupun menyediakan jalur khusus untuk kendaraan tidak
bermotor/jalur lambat.
5. Jenis persimpangan jalan dan metoda pengendaliannya ditetapkan
sesuai dengan hirarki jalan dan volume lalulintas rencana yang
melewatinya. Jenis pengendalian persimpangan dapat berupa
pengendalian tanpa rambu, dengan rambu hak utama, dengan
alat pemberi isyarat lalulintas (APILL), dengan jalan layang
(flyover) dan underpass, atau dengan persimpangan tak
sebidang lainnya. Perhitungan tentang persimpangan di dasarkan pada
pedoman perencanaan persimpangan sebidang maupun tak sebidang
dan pedoman lain yang berlaku.
6. Elevasi rencana jalan juga dipengaruhi oleh tinggi rencana banjir
sepanjang rute yang ditinjau.
7. Seluruh jalan dan jaringannya harus dilengkapi dengan
marka dan rambu yang baku seperti telah diatur dal am pedoman
yang berlaku.
D. Geologi dan Geoteknik
Feasibility Study Ruas Tanjungsari - Banyumudal dan Ruas Butuh - Bowongso

1. Konstruksi jalan dan jembatan meneruskan beban ke tanah.


Sepanjang suatu koridor jalan kondisi geologi dan
geoteknik dapat bervariasi. Jenis tanah dasar dapat dikelompokkan
menurut karakteristik geologi agar penyelidikan geoteknik dapat
dilakukan secara terstruktur dan efisien. Dengan demikian ruas
jalan terbagi atas beberapa segmen yang homogen secara geoteknik.
2. Masing-masing jenis tanah perlu diteliti daya dukungnya.
Bila konstruksi jalan akan berada pada galian, maka daya dukung
tanah yang dipakai adalah yang berada pada elevasi rencana.
Bila konstruksi akan berada pada timbunan, maka daya
dukung dari tanah timbunan perlu ditentukan sesuai jenis tanah
timbunan yang diusulkan.
3. Untuk jalan antar kota yang baru, analisis geologi dan
geoteknik perlu dilakukan lebih mendalam sehubungan dengan
kondisi geologi kawasan, pekerjaan tanah, lokasi jembatan,
ketersediaan bahan bangunan (quarry), dan pertimbangan lainnya,
yang akan mempengaruhi aspek biaya pembangunan dan/atau
pemeliharaan jalan.
4. Tanah dasar yang lembek mungkin perlu penanganan khusus
berupa stabilisasi dengan bahan tambahan, atau melalui
konsolidasi dengan mengeluarkan air tanah. Tanah lembek dalam
jumlah terbatas dapat di buang dan di ganti dengan tanah
urugan yang lebih baik. Pemilihan penanganan tergantung
pada aspek pembiayaan. Secara kesel uruhan biaya pekerjaan
tanah dapat merupakan bagian yang signifikan dari biaya
konstruksi total.
5. Untuk jalan perkotaan, analisis geologi tidak terlalu menentukan
lagi karena kondisinya sudah dikenal.
Feasibility Study Ruas Tanjungsari - Banyumudal dan Ruas Butuh - Bowongso

6. Daya dukung tanah dasar untuk keperluan perhitungan konstruksi


perkerasan dinyatakan dalam nilai CBR. Penyelidikan untuk
nilai CBR harus dilakukan dalam jumlah yang cukup,
sehingga mewakili masing-masing segmen homogen secara signifikan.
7. Untuk keperluan perhitungan pondasi jembatan,
penyelidikan tanah perlu dilakukan ke arah bawah sampai mencapai
tanah keras.
E. Perkerasan Jalan
1. Perkerasan jalan berfungsi untuk menerima dan menyebarkan
beban lalulintas ke tanah dasar secara ekonomis.
2. Jenis konstruksi jalan meliputi perkerasan lentur dan pekerasan
kaku. Penentuan jenis konstruksi disesuaikan dengan kondisi
eksisting dan memperhatikan aspek ekonomis, dan merupakan
konstruksi terbaik yang mungkin dilaksanakan, dan tidak perlu
merupakan konstruksi terbaik secara teknis.
3. Perancangan kekuatan konstruksi perkerasan jalan terutama dipengaruhi
oleh beban lalulintas yang melewatinya selama umur rencana,
daya dukung tanah dasar, serta kondisi lingkungan diseki tarnya.
4. Untuk jenis perkerasan lentur, beban laluli ntas pada lajur
yang dibebani paling besar menentukan kekuatan konstruksi
dari kesel uruhan konstruksi perkerasan. Berat gandar yang
bervariasi dari lalulintas dikonversikan ke suatu beban gandar standar
sebesar 8,16 ton/equivalent Standard Axle Load (ESAL). Dengan
demikian umur konstruksi perkerasan sebenarnya adalah dalam
kemampuan melewatkan
Feasibility Study Ruas Tanjungsari - Banyumudal dan Ruas Butuh - Bowongso

sejumlah total (jutaan) ESAL selama umur rencana. Untuk


perhitungan perkerasan lentur menggunakan metoda analisis
komponen, yang mengacu pada pedoman perencanaan tebal
perkerasan lentur Nomor Pt.T-01-2002-B
5. Pembangunan bertahap dari konstruksi perkerasan dapat merupakan
alternatif yang ekonomis. Suatu pembangunan bertahap akan
menyebabkan elevasi permukaan jalan meninggi dan hal ini
perlu diantisipasi sehubungan dengan keterkaitannya dengan
prasarana sekelilingnya dan berubahnya ruang bebas di atas permukaan
jalan.
F. Hidrologi dan Drainase
1. Data hujan dapat di peroleh dari rekaman stasiun pengamatan
hujan. Data hujan yang hilang atau tak terekam dapat
diperkirakan dengan metoda perkiraan. Hasil analisis
merupakan keterangan mengenai intensitas curah hujan.
2. Daerah aliran sungai merupakan daerah yang seluruh air
hujannya akan mengalir lewat permukaan ke satu sungai tertentu.
Konstruksi jalan sebaiknya tidak mengganggu pengaliran air ini.
3. Pola drainase konstruksi jalan sejauh mungkin harus berusaha untuk
mempertahankan penyerapan air ke dalam tanah seperti kondisi
sebelumnya. Sasaran utama bukan lagi merupakan pengaliran air
permukaan ke badan jalan terdekat dengan secepatnya.
4. Sasaran dari suatu sistem drainase jalan yang baik adalah:
a) mengalirkan air hujan yang jatuh pada permukaan jalan ke arah
luar;
Feasibility Study Ruas Tanjungsari - Banyumudal dan Ruas Butuh - Bowongso

b) mengendalikan tinggi muka air tanah di bawah konstruksi jalan;


c) mencegah air tanah dan air permukaan yang mengarah ke

konstruksi jalan;
d) mengalirkan air yang melintas melintang jalur jalan secara
terkendali.
5. Data hujan juga diperlukan untuk menentukan koreksi faktor
regional pada perhitungan tebal perkerasan lentur dengan
metoda analisis komponen. Dalam perhitungan dimensi saluran,
salurannya dianggap sebagai saluran terbuka (open channel).
6. Data banjir didapatkan dari data yang ada pada tahun-
tahun sebelumnya. Konstruksi jalan pada dasarnya tidak boleh
terendam banjir. Melalui analisis statistik dapat ditentukan tinggi
banjir rencana yang akan terjadi di sungai. Periode ulang
untuk perhitungan banjir adalah 5 tahun untuk konstruksi jalan,
dan 50 tahun untuk konstruksi jembatan.
7. Dalam perencanaan drainase dapat mengikuti pedoman

teknis perencanaan drainase jalan yang diterbitkan oleh


Departemen Pekerjaan Umum.
G. Struktur Jembatan
1. Struktur jembatan terdiri dari bangunan bagian bawah dan bangunan
bagian atas. Struktur jembatan antara lain dipakai untuk
melintasi aliran air, jalur rel , ataupun jalur jalan yang lain.
2. Struktur jembatan tidak harus memotong aliran air atau alur
lainnya secara tegak lurus, tetapi juga boleh secara serong
(skew), baik ke kanan, maupun ke kiri. Alinyemen
Feasibility Study Ruas Tanjungsari - Banyumudal dan Ruas Butuh - Bowongso

jalan yang lebih baik akan menghasilkan biaya operasi kendaraan


dan waktu perjalanan yang lebih kecil, yang dapat mengimbangi
tambahan biaya struktur jembatan serong (skew).
3. Struktur jembatan tidak harus terletak pada bagian lurus dari
alinyemen horisontal jalan, sehingga dapat berbentuk tikungan.
4. Struktur jembatan tidak harus mendatar, sehingga struktur jembatan
dapat berada pada kelandaian jalan pada alinyemen vertikal.
5. Elevasi jembatan ditentukan oleh bentuk alinyemen memanjang
dari geometri jalan dan dari tinggi bebas di atas muka air
banjir rencana yang dihitung, serta kebutuhan ruang bebas
lalulintas yang ada di bawahnya.
6. Bangunan atas jembatan dapat dibuat dari berbagai bahan konstruksi
seperti kayu, beton bertulang, baja, ataupun secara komposit dengan
dua bahan berbeda seperti baja + beton bertulang, atau baja+
kayu.
7. Jenis bangunan atas meliputi konstruksi pelat, konstruksi
balok + lantai, dan konstruksi rangka baja. Pemilihan bahan
konstruksi terutama ditentukan oleh alasan ekonomi. Sejauh mungkin
harus diusahakan menggunakan komponen standar untuk
bangunan atas. Struktur jembatan standar dirinci dalam pedoman
perancangan struktur beton untuk jembatan Nomor RSNI.T-14-2004.
8. Lebar dari jembatan harus disesuaikan dengan lebar dari jalur
jalan di ujungnya. Lebar bahu j alan dan/atau trotoar di atas
jembatan disesuaikan dengan kebutuhan. Pada
Feasibility Study Ruas Tanjungsari - Banyumudal dan Ruas Butuh - Bowongso

dasarnya arus lalulintas tidak boleh terhambat oleh adanya suatu


konstruksi jembatan.
9. Bangunan bawah terdiri dari pondasi dan abutmen.

Bangunan bawah perlu dirancang secara khusus sesuai dengan


jenis dan kekuatan tanah dasar, dan elevasi jembatan.
10. Pondasi jembatan antara lain dapat berupa pondasi
langsung, pondasi sumuran, dan pondasi tiang pancang.
Masalah penggerusan pada pondasi jembatan perlu diperhatikan secara
khusus.

4.5.2 Aspek Lingkungan dan Keselamatan


A. Lingkungan Biologi
1. Pengaruh terhadap flora
Rencana pembangunan prasarana pada suatu lokasi harus
memperhatikan kemungkinan adanya vegetasi asli dan vegetasi
langka yang dilindungi pada rencana lokasi pembangunan ataupun
wilayah pengaruhnya. Keberadaan vegetasi-vegetasi semacam ini
dapat menjadi kendala bagi kelanjutan pembangunan apabila di
perkirakan akan timbul gangguan dari dampak pembangunan
terhadap kelangsungan keberadaan vegetasi-vegetasi tersebut
dan tidak tersedi anya alternatif untuk mempertahankan
keberadaan vegetasi tersebut. Informasi mengenai keberadaan vegetasi
asli atau langka tersebut biasanya tersedia pada Balai
Konservasi Sumber Daya Alam terdekat atau Dinas Kehutanan.
Selain keberadaan vegetasi langka dan vegetasi asli,
rencana pembangunan prasarana harus memperhitungkan dampak
lain terhadap vegetasi, seperti terjadinya perubahan kerapatan
dan keragaman vegetasi. Konsultasi
Feasibility Study Ruas Tanjungsari - Banyumudal dan Ruas Butuh - Bowongso

dengan ahli biologi dan konservasi kehutanan sangat disarankan


apabila dampak ini diperkirakan akan terjadi.
2. Pengaruh terhadap fauna

Pembangunan prasarana baru akan berpengaruh terhadap fauna yang


ada di sekitar lokasi pembangunan. Pelaksanaan pembangunan
maupun operasional infrastruktur dapat mengganggu habitat fauna
tertentu karena jalan dapat menjadi pembatas pergerakan binatang
sehingga wilayah jelajah binatang tertentu berkurang. Selain
itu, jalan dapat membahayakan migrasi beberapa hewan melata
ataupun burung-burung yang mungkin akan mempengaruhi populasi
hewan-hewan tersebut. Pemrakarsa kegiatan harus melakukan
identifikasi secara akurat terhadap keberadaan dan perilaku
hewan tersebut sehingga dapat memberikan rekomendasi bagi
alternatif solusi yang diusulkan dalam pembangunan prasarana
transportasi.
B. Lingkungan Fisika-Kimia
1. Tanah
Penelitian terhadap tanah yang meliputi kesuburan tanah dan tata
guna lahan/tanah, juga harus dilakukan dalam rencana
pembangunan prasarana baru. Hal ini bertujuan untuk
mengetahui sejauh mana perubahan struktur tanah terhadap
pemanfaatan lahan/tanah di sekitar lokasi pembangunan tersebut.

2. Kualitas air
Air merupakan komponen lingkungan yang sangat penting bagi
kehidupan. Adanya perubahan terhadap kualitas air
Feasibility Study Ruas Tanjungsari - Banyumudal dan Ruas Butuh - Bowongso

akan menimbulkan dampak negatif terhadap habitat dan lingkungan


disekitarnya. Rencana pembangunan prasarana baru harus
memperhatikan kualitas air yang ada di sekitar lokasi
pembangunan, baik air permukaan maupun air tanah, karena
akan berpengaruh terhadap konstruksi dari jalan yang akan
dibangun tersebut.
3. Polusi udara
Penilaian penetapan prakiraan dampak penting dan nilai ambang
kualitas udara mengacu pada Keputusan Menteri Lingkungan Hidup
Nomor 45/10/1997 mengenai standar polusi udara dan Keputusan
Menteri Lingkungan Hidup Nomor 35/10/1993 mengenai buangan
dari kendaraan bermotor, serta Peraturan Pemerintah Nomor 41
tahun 1999 tentang baku mutu udara.
4. Kebisingan dan vibrasi
Penilaian penetapan prakiraan dampak penting dan nilai ambang
kebisingan mengacu pada pedoman teknis prediksi kebisi ngan
akibat lalulintas Nomor Pd. T-10-2004-B dan Keputusan Menteri
Lingkungan Hidup Nomor 48/11/1996 mengenai bunyi di lingkungan.
Sedangkan untuk penilaian prakiraan dampak penting dan nilai
ambang getaran/vibrasi mengacu pada Keputusan Menteri
Lingkungan Hidup Nomor 49/11/1996 mengenai getaran.
C. Lingkungan Sosial, Ekonomi, dan Budaya
1. Kependudukan
Penil aian penetapan prakiraan dampak penti ng
kependudukan/sosial mengacu pada pedoman teknis metode
identi fikasi dan analisis komponen sosial pada pekerjaan
konstruksi jal an, yang diterbitkan ol eh
Feasibility Study Ruas Tanjungsari - Banyumudal dan Ruas Butuh - Bowongso

Departemen Pekerjaan Umum dan Keputusan Ketua Bapedal


Nomor 229/11/1996 mengenai pedoman teknis kajian aspek sosi
al dalam penyusunan AMDAL;
2. Perubahan mata pencaharian ;
3. Pengaruhterhadap kekerabatan;
4. Ganti kerugian dal am pengadaantanah;
5. Keamanan;
6. Kesehatan masyarakat;
7. Pendidikan;
8. Cagar budaya dan peninggalan sej arah;
9. Estetika visual ;
10. Perubahan pola interaksi.
D. Keselamatan Jalan
1. Audit keselamatan lalulintas merupakan suatu kegiatan oleh
badan yang independen untuk menghasilkan usulan- usulan
perbaikan rancangan. Perbaikan ini di harapkan akan meningkatkan
keselamatan lalulintas pada alternatif solusi proyek jalan dan
jembatan yang distudi. Usulan perbaikan ini harus diakomodasi
dalam rancangan aspek teknis yang relevan seperti tersebut di atas.
Untuk memastikan faktor- faktor yang perlu diperbaiki berkaitan
dengan kesel amatan, dapat merujuk pada pedoman audit
kesel amatan yang berlaku.
2. Rancangan proyek yang baik diharapkan meni ngkatkan kesel
amatan lalulintas, dan dapat meliputi aspek sebagai berikut :
a) Interaksi lalulintas kendaraan dengan lingkungan
sepanjang jalan yang terkendali;
b) Pemisahan kendaraan lambat dari kendaraan cepat;
Feasibility Study Ruas Tanjungsari - Banyumudal dan Ruas Butuh - Bowongso

c) Menciptakan arus lalulintas dengan kecepatan yang


seragam, sehingga konflik internal menjadi minimal;
d) Pengendalian konflik antara pejalan kaki dengan lalulintas

kendaraan;
e) Pengendalian persimpangan jalan yang sesuai dengan hirarki
dari jalan yang berpotongan;
f) Ketersediaan rambu dan marka yang lengkap untuk
memandu para pengguna jalan.
3. Kelengkapan rambu dan marka akan mendukung keselamatan
lalulintas. Biaya rambu dan marka menjadi komponen biaya
konstruksi, dan dari biaya pemeliharaan jalan dan jembatan
sepanjang umur rencana.
4. Biaya kecelakaan lalulintas merupakan komponen dari biaya
proyek selama umur rencana. Pengurangan biaya kecelakaan akan
menjadi manfaat dari proyek. Biaya kecelakaan dihitung sebagai
hasil perkalian jumlah kecelakaan dengan biaya satuan
kecelakaan, menurut klasifikasi dari kecelakaan. Dapat dilihat pada
pedoman perhitungan biaya kecelakaan yang berlaku.

4.5.3 Aspek Ekonomi


A. Biaya-Biaya Proyek
1. Biaya pengadaan tanah
Tanah yang diperuntukkan bagi proyek jalan dan jembatan di
bebaskan melalui mekanisme yang sesuai dengan peraturan dan
perundangan yang berlaku dengan mempertimbangkan kriteria/faktor
tata guna lahan/tanah dan kesesuaian lahan/tanah. Estimasi
biaya pengadaan
Feasibility Study Ruas Tanjungsari - Banyumudal dan Ruas Butuh - Bowongso

Pengadaan tanah untuk pembangunan jalan yang dikeluarkan oleh


Departemen Pekerjaan Umum.
2. Biaya administrasi dan sertifikasi

Besarnya biaya administrasi dan sertifikasi disesuaikan dengan


kebutuhan, dan wilayah studi, serta pertimbangan sumber
pendanaan.
3. Biaya perancangan
Biaya perancangan meliputi bi aya-bi aya studi dan penyiapan
Detailed Engineering Design (DED). Besar anggaran biaya desain
disesuaikan dengan kebutuhan dan wilayah studi, serta ertimbangan
sumber pendanaan.
4. Biaya konstruksi
a) Biaya konstruksi dapat meliputi, tetapi tidak terbatas pada hal-hal
berikut:
1) Mobilisasi dan demobilisasi proyek;
2) Relokasi utilitas dan pelayanan yang ada;
3) Jalan dan jembatan sementara;
4) Pekerjaan drainase;
5) Pekerjaan tanah;
6) Pelebaran perkerasan dan bahu jalan;
7) Perkerasan berbutir dan beton semen;
8) Perkerasan aspal;
9) Struktur;
10) Pengendalian kondisi;
11) Pekerjaan harian;
12) Pekerjaan pemeli haraan rutin;
13) Perlengkapan jalan dan utilitas;
14) Biaya tak terduga.
Feasibility Study Ruas Tanjungsari - Banyumudal dan Ruas Butuh - Bowongso

Untuk rincian pokok-pokok pembiayaan dapat dilihat pada spesifikasi


umum pekerjaan jalan dan jembatan.
b) Untuk keperluan analisis ekonomi, komponen biaya

konstruksi adalah biaya ekonomi, atau tanpa komponen pajak.


c) Untuk keperluan membuat owner’s estimate komponen
biaya konstruksi termasuk komponen pajak. Ini adalah harga
yang diperkirakan menjadi harga penawaran dari calon
kontraktor.
d) Harga penawaran dari kontraktor adalah atas dasar harga
satuan yang berlaku pada saat penawaran. Untuk pekerjaan
jangka panjang ada kemungki nan harga barang bangunan
akan berubah. Kenaikan harga satuan dapat diliputi dengan
perhitungan eskalasi, sesuai dengan pedoman yang berlaku.
5. Biaya supervisi
Kegiatan supervisi atau pengawasan pekerjaan adalah untuk
pengendalian terhadap mutu dan volume pekerjaan, dan alokasi
dana pelaksanaan fisik. Besaran anggaran biaya supervisi
disesuaikan dengan kebutuhan dan lokasi pelaksanaan fisik, serta
pertimbangan sumber pendanaan.
6. Komponen bukan biaya proyek
Biaya-biaya berikut berhubungan langsung dengan proyek jalan
dan jembatan, tetapi tidak diperhitungkan sebagai komponen
biaya dalam analisis ekonomi, yaitu:
a) Biaya operasi kendaraan dari lalulintas berhubungan langsung
dengan adanya proyek. Selisih total biaya operasi kendaraan
antara kondisi dengan proyek (with
Feasibility Study Ruas Tanjungsari - Banyumudal dan Ruas Butuh - Bowongso

project) dan kondisi tanpa proyek (without project)


diperhitungkan sebagai manfaat proyek.
b) Biaya pemeliharaan jalan berhubungan langsung dengan
lalulintas yang membebani jalan. Selisih total biaya
pemeliharaan jalan antara kondisi dengan proyek (with project)
dan kondisi tanpa adanya proyek (without project)
diperhitungkan sebagai manfaat proyek.
c) Nilai dari waktu perjalanan berhubungan langsung dengan
penghematan waktu perjalanan karena adanya proyek. Selisih
total nilai waktu perjalanan antara kondisi dengan proyek
(with project) dan kondisi tanpa proyek (without project)
diperhitungkan sebagai manfaat proyek.
d) Biaya kecelakaan lalulintas berhubungan langsung dengan
lalulintas yang melewati jalan. Penurunan biaya kecelakaan, yang
menggambarkan peningkatan dalam keselamatan, akibat adanya
proyek diperhitungkan sebagai manfaat dari proyek.
7. Nilai sisa konstruksi
Ada konstruksi, seperti perkerasan kaku misalnya, yang pada
akhir periode studi masih mempunyai nilai sisa (salvage value)
yang signifikan, karena mempunyai umur rencana yang lebih panjang.
Agar perhitungan biaya konstruksinya dapat dilakukan secara
adil terhadap alternatif lain, maka pada akhir periode studi
perlu di tentukan umur sisa dari konstruksi, berikut nilai
ekonomisnya. Nilai sisa konstruksi ini menjadi biaya yang negatif dalam
perhitungan kelayakan ekonomi.
Feasibility Study Ruas Tanjungsari - Banyumudal dan Ruas Butuh - Bowongso

B. Manfaat Proyek
1. Penghematan biaya operasi kendaraan.
a) Proyek pembangunan jalan akan menyebabkan perubahan
dalam kondisi jal an dan lalulintas. Perubahan ini
akan mengakibatkan perubahan dalam BOK. Penurunan dalam
BOK antara kondisi tanpa proyek (without project) dan
dengan proyek (with project) diperhitungkan sebagai manfaat
dari proyek.
b) Kondisi lalulintas bervariasi sepanj ang hari, dan sebagai
aki batnya BOK juga dapat bervariasi sepanj ang hari. Untuk
memudahkan perhitungan, dapat dilakukan pembagian hari atas
periode waktu dengan kondisi lalulintas yang homogen,
seperti periode sibuk pada waktu pagi dan sore hari, dan
periode non sibuk pada waktu lainnya. Pembagian dan jumlah
periode ini tergantung dari fluktuasi dalam arus lalulintas,
dan apakah proyeknya terletak di kawasan perkotaan
ataupun antar kota. Perhitungan BOK dilakukan secara terpisah
untuk masing-masing periode homogen.
c) Biaya operasi kendaraan terdiri atas biaya
tetap/standing cost dan biaya tidak tetap (running cost).
Karena yang diperhitungkan sebagai manfaat proyek adalah
selisih dalam BOK, maka yang perlu dihitung adalah biaya
tidak tetap saja, baik untuk kondisi dengan proyek (with
project) maupun untuk kondisi tanpa proyek (without project).
Feasibility Study Ruas Tanjungsari - Banyumudal dan Ruas Butuh - Bowongso

d) BOK tidak tetap terutama terdiri atas komponen- komponen


sebagai berikut:
1) Konsumsi bahan bakar, yang dipengaruhi oleh

jenis kendaraan, kelandaian jalan, kecepatan operasi, dan


kekasaran permukaan jalan;
2) Konsumsi minyak pelumas, yang dipengaruhi oleh
jenis kendaraan dan kekasaran permukaan jalan;
3) Pemakaian ban, yang dipengaruhi oleh kecepatan operasi dan
jenis kendaraan;
4) Biaya pemeli haraan kendaraan, yang meliputi suku cadang
dan upah montir, yang dipengaruhi oleh jumlah pemakaian
dan kondisi permukaan jalan. Perhitungan besarnya BOK yang
tidak tetap dilakukan sesuai pedoman BOK yang telah
dikeluarkan dan ditetapkan oleh Departemen Pekerjaan Umum.
e) Perubahan BOK akibat pembangunan jalan dihitung untuk
seluruh jaringan jalan yang berpengaruh, yang meliputi proyek
pembangunan jalan dan jembatan, dan jaringan jalan di sekitarnya.
2. Penghematan nilai waktu perjalanan
a) Penghematan nilai waktu perjalanan diperoleh dari selisih
perhi tungan waktu tempuh untuk kondisi dengan proyek
(with project) dan tanpa proyek (without project).
b) Nilai waktu yang digunakan dapat ditetapkan dari
hasil studi nilai waktu yang menggunakan metode
produktivitas, stated preference atau revealed preference.
1) metode produktivitas adalah metode penetapan nilai waktu
yang menggunakan nilai rata-rata penghasilan
Feasibility Study Ruas Tanjungsari - Banyumudal dan Ruas Butuh - Bowongso

atau product domestic regional bruto (PDRB) per kapita


per tahun yang dikonversi ke dalam satuan nilai moneter
per satuan waktu yang lebih kecil, rupiah per jam.
2) metode stated preference adalah nilai waktu yang diperoleh
melalui wawancara individu untuk kondisi hipotetikal
tentang berbagai skenario waktu dan biaya perjalanan.
3) metode revealed preference adalah nilai waktu yang
diperoleh dari kenyataan pilihan perjalanan yang terjadi dan
dikaitkan dengan biaya perjalanan yang ada.
c) Perkiraan waktu tempuh perjalanan (travel time) pada tahun
dasar untuk berbagai jenis kendaraan di peroleh melalui survai
lapangan menggunakan manual yang ada.
d) Penghematan waktu perjalanan dihitung untuk seluruh jaringan
jalan yang terpengaruh, yang meliputi proyek pembangunan
jalan dan jembatan, dan jaringan jalan di sekitarnya.
3. Penghematan biaya kecelakaan
a) Penghematan biaya kecelakaan diperoleh dari selisih perhitungan
biaya kecelakaan pada kondisi dengan proyek (with project) dan
tanpa proyek (without project).
b) Perhitungan besaran biaya kecelakaan dapat
menggunakan pedoman perhitungan biaya kecelakaan yang
telah dikeluarkan oleh Departemen Pekerjaan Umum.
Feasibility Study Ruas Tanjungsari - Banyumudal dan Ruas Butuh - Bowongso

c) Besaran biaya kecelakaan di hitung berdasarkan jumlah


kecelakaan dan biaya satuan kecelakaan yang
diklasifikasikan dalam :
1) kecelakaan dengan korban mati;
2) kecelakaan dengan korban luka berat;
3) kecelakaan dengan korban luka ringan;
4) kecelakaan dengan kerugian materi
4. Reduksi perhitungan total penghematan biaya
Dengan memperhatikan kurva permintaan (demand curve) total
manfaat untuk lalulintas normal dihitung penuh, sedangkan lalulintas
terbangkit diperhitungkan sebesar :
½ x selisih biaya x volume lalulintas terbangkit
5. Pengembangan ekonomi (producer surplus dan consumer surplus) a)
Kegiatan ini untuk mengkaji dan mengetahui adanya pusat
pertumbuhan pada suatu lokasi yang dapat memacu
tumbuhnya bangkitan pergerakan, sehingga pengembangan
jaringan jalan sebagai sarana perhubungan sangat
dibutuhkan bagi perkembangan suatu daerah. Kegiatan kajian
terhadap pengembangan
ekonomi, meliputi :
1) kajian terhadap tingkat aksesibilitas yang dapat diukur
dari besar-kecilnya aliran pergerakan penduduk antar
wilayah;
2) keberadaan sistem transportasi yang ditunjang oleh
kelengkapan prasarana dan sarana perhubungan, baik
regional maupun lokal.
b) Analisis producer surplus merupakan salah satu parameter
penilai/evaluasi kelayakan proyek. Dal am hal ini kriteria
manfaat (benefit) yang di gunakan
Feasibility Study Ruas Tanjungsari - Banyumudal dan Ruas Butuh - Bowongso

adalah semua surplus yang dinikmati oleh produsen barang


dan jasa yang dijual dan tercakup dalam daerah engaruh
proyek. Pendekatan ini mengacu pada keadaan dimana
volume lalulintas rendah yang mengakibatkan kurangnya
justifikasi surplus konsumen. Keuntungan akibat perubahan
volume dan biaya transport sangat bergantung pada besarnya
keuntungan akibat perubahan harga produk di lokasi produksi.
c) Konsep pendekatan consumer surplus adalah dengan menghitung
pengurangan harga yang dikeluarkan oleh konsumen untuk
memperoleh/menggunakan produk tertentu. Selisih harga awal
dengan harga baru yang harus dikeluarkan merupakan
penghematan (saving) bagi konsumen, sementara itu
sesuai dengan fungsi demand-nya maka akan terdapat
penambahan volume, sehingga manfaat total adalah perkalian
jumlah volume baru dengan selisih harga yang terjadi.
d) Pada umumnya kedua konsep pendekatan ini digunakan untuk
perencanaan jalan antar kota (inter urban).
6. Penghematan dalam pemeliharaan jalan (maintenance benefit)
Pembangunan suatu infrastruktur baru atau peningkatan
terhadap infrastruktur yang ada dapat memberikan
kontribusi keuntungan berupa penghematan biaya
pemeliharaan infrastruktur pada keseluruhan jaringan. Hal ini terjadi
karena adanya perpindahan pengguna infrastruktur lama kepada
infrastruktur baru atau infrastruktur yang ditingkatkan, sehingga
beban infrastruktur lama menurun. Selain itu biaya pemeliharaan
dari jalan hasil pembangunan adalah relatif lebih murah.
Feasibility Study Ruas Tanjungsari - Banyumudal dan Ruas Butuh - Bowongso

4.5.4 Aspek Lain-Lain


Aspek lain-lain meliputi aspek non ekonomi yang dapat mempengaruhi
kelayakan proyek secara keseluruhan. Aspek-aspek ini dapat diperhitungkan
pada waktu menentukan rekomendasi akhir dari studi ini melalui suatu metoda multi
kriteria, antara lain:
1. Suatu ruas jalan baru dapat meningkatkan kehandalan jaringan jalan
karena merupakan alternatif rute, seandai nya terjadi suatu penutupan
yang tidak dapat dihindari pada jaringan jalan. Dengan demikian jalur
baru ini sebenarnya mempunyai nilai strategis yang perlu diperhitungkan;
2. Suatu jalan baru dapat merupakan prasarana yang juga dibutuhkan
dalam sistem pertahanan dan keamanan negara. Manfaat ini tidak
dinikmati sehari-hari tetapi dapat merupakan manfaat yang sangat besar
dalam kondisi tertentu. Perihal ini perlu dipertimbangkan dal am
menentukan kelayakan akhir dari suatu jalan;
3. Demi untuk pemerataan pembangunan, maka proyek-proyek
tidak hanya dikonsentrasikan pada wilayah tertentu saja. Suatu proyek
dengan kelayakan lebih rendah dapat juga di beri prioritas;
4. Ketersediaan dana pembangunan, mungkin saja lebih kecil dari

biaya proyek.

Anda mungkin juga menyukai