Anda di halaman 1dari 10

PENGARUH PANDEMI COVID-19 TERHADAP KESEHATAN

JIWA REMAJA

RIA OKTAVIANY

riariaok29@gmail.com

ABSTRAK

Pandemi masih belum berakhir. Covid-19 masih menjadi momok yang menakutkan
bagi
masyarakat Indonesia dan negara-negara lain. Kasus positif di Indonesia saat ini
mencapai
1.537.967 orang dan meninggal sebanyak 41.815 orang (kemkes, 2021). Seluruh
masyarakat dari
berbagai kelompok usia turut merasakan dampak akibat pandemi Covid-19 ini. Situasi
yang
mencekam saat ini dapat menyebabkan masalah kesehatan mental seperti stres,
kecemasan, gejala
depresi, insomnia, penolakan, kemarahan dan ketakutan (Torales, O'Higgins,
Mauricio,
Castaldelli-Maia, & Ventriglio, 2020). Hal tersebut juga dirasakan oleh remaja dan
bahkan anak-
anak. Remaja merupakan tahapan yang rawan terhadap perkembangan emosional dan
perilaku
karena merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa. Tahap remaja
merupakan
tahapan yang mengalami banyak perubahan baik biologis, psikologis, dan sosial
(Huang, et al.,
2007 dalam Aulia, 2016). Metode yang digunakan dalam penyusunan karya tulis ini
adalah dengan
menggunakan metode studi pustaka tersistematis dari berbagai literatur ilmiah
seperti jurnal dan
textbook, dan artikel ilmiah yang tentunya memiliki keterkaitan dengan judul karya
tulis. Dari
hasil kajian literatur diperoleh adanya hubungan pandemi Covid-19 terhadap
kesehatan jiwa
remaja. Ketakutan, kekhawatiran dan stres adalah respon normal terhadap ancaman
yang dirasakan
atau nyata dan pada saat dihadapkan pada ketidakpastian atau yang tidak diketahui
(WHO, 2020).
Banyaknya survei ysng telakukan membuat kita sadar bahwa pandemi Covid-19 ini mampu
mengganggu kesehatan jiwa remaja..

LATAR BELAKANG

Data WHO 2020 mendata bahwa saat ini Covid-19 merupakan penyebab kematian
nomor
satu di dunia, sekaligus mempengaruhi sosioekonomi sehingga dampaknya meluas tidak
hanya
pada orang tetapi juga pada daerah yang terkena virus. Covid-19 telah menyerang 221
negara
dengan kasus terkonfirmasi sebanyak 1.282.931 orang dan meninggal 72.774 orang.
Dengan kasus
positif di Indonesia mencapai 1.537.967 orang dan meninggal sebanyak 41.815 orang
(kemkes,
2021).

Virus Covid-19 menyebar melalui tetesan kecil dari hidung atau mulut
ketika seseorang
batuk atau menghembuskan nafas. Tetesan ini kemudian jatuh ke benda yang di sentuh
orang lain,
kemudian orang tersebut menyentuh mata, hidung, atau mulut (WHO, 2019). Dengan kata
lain
virus ini menyebar melalui droplet orang yang sudah terinfeksi. Karena kemungkinan
penularan
sebelum gejala terjadi, maka individu yang tetap tanpa gejala dapat menularkan
virus, sehingga
isolasi adalah cara terbaik untuk menahan epidemi ini (Guo et al., 2020).

Untuk menekan angka penularan Covid-19 maka Kemenkes mengeluarkan


peraturan yang
PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) dimana aturannya termuat dalam Peraturan
Menteri
Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020. Dalam peraturan ini, aktivitas masyarakat diusahakan
agar
dirumah saja dan semaksimal mungkin mengusahakan agar tidak keluar rumah kecuali
dalam
kebutuhan yang mendesak.

Seluruh masyarakat dari berbagai kelompok usia turut merasakan dampak


akibat pandemi
Covid-19 ini. Situasi yang mencekam saat ini dapat menyebabkan masalah kesehatan
mental
seperti stres, kecemasan, gejala depresi, insomnia, penolakan, kemarahan dan
ketakutan (Torales,
O'Higgins, Mauricio, Castaldelli-Maia, & Ventriglio, 2020). Hal tersebut juga
dirasakan oleh
remaja dan bahkan anak-anak. Upaya pemerintah agar kegiatan pembelajaran tetap
berjalan di
masa pandemi seperti ini adalah metode pembelajaran daring di Indonesia bahkan si
seluruh dunia.
Ketidaksiapan pemerintah, tenaga pendidik, orang tua, siswa dan teknologi yang
mendukung
membuat kegiatan belajar daring ini kurang menyenangkan. Tak hanya itu, remaja
sulit
berinteraksi dengan lingkungan sosialnya karena PSBB dan juga kegiatan belajar
daring yang
mengaharuskan mereka tetap di rumah saja.

Remaja merupakan tahapan yang rawan terhadap perkembangan emosional dan


perilaku
karena merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa. Tahap remaja
merupakan
tahapan yang mengalami banyak perubahan baik biologis, psikologis, dan sosial
(Huang, et al.,
2007 dalam Aulia, 2016). Remaja lebih menyukai kegiatan di luar rumah dan
berinteraksi dengan
teman-teman sebayanya. Kelompok teman sebaya memiliki peran penting dalam odentitas
remaja
( Marcell, 2007). Hal ini tentu menjadi tantangan bagi tumbuh kembang remaja dari
segi
psikososial, perkembangan emosinya, dan juga kesehatan jiwanya. Kesehatan jiwa
remaja sama
pentingnya dengan kesehatan fisik.

Gangguan dalam kesehatan jiwa anak memiliki dampak yang signifikan terhadap
aspek
lain dalam perkembangan anak dan remaja seperti penyesuaian diri di sekolah yang
buruk,
konsentrasi berkurang, masalah dalam prestasi dan hubungan sosial. (Cavioni &
Zanetti, 2015;
Cefai et al., 2014; Cullinan & Sabornie, 2004; Macklem, 2011; Ornaghi dkk., 2016;
Tempelaar
dkk., 2014; Thorlacius & Gudmundsson, 2019). Oleh karena itu setiap aspek dalam
tumbuh
kembang remaja harus diperhatikan sama pentingnya di setiap aspek.

METODE

Karya tulis ini disusun menggunakan metode studi pustaka tersistematis dari
berbagai
literatur ilmiah seperti jurnal dan textbook, dan artikel ilmiah yang tentunya
memiliki keterkaitan
dengan judul karya tulis. Informasi yang didapatkan dari berbagai sumber tersebut
selanjutnya
diseleksi untuk mendapatkan kajian yang relevan dan paling sesuai dengan topik
karya tulis.
Selanjutnya hasil kajian tersebut dianalisis dan disintesis untuk kemudian disusun
menjadi karya
tulis ilmiah.

HASIL

Dari hasil kajian literatur diperoleh adanya hubungan pandemi Covid-19


terhadap
kesehatan jiwa remaja. Ketakutan, kekhawatiran dan stres adalah respon normal
terhadap ancaman
yang dirasakan atau nyata dan pada saat dihadapkan pada ketidakpastian atau yang
tidak diketahui
(WHO, 2020). Pandemi COVID 19 merupakan bencanan non alam yang dapat memberikan
dampak pada kondisi kesehatan jiwa dan psikososial (Kemenkes RI, 2020). Remaja yang
dipengaruhi oleh jarak fisik, karantina dan penutupan sekolah merasa terisolasi,
cemas, bosan,
takut dan sedih akibat dampak virus. Remaja tiba-tiba kehilangan banyak aktivitas
yang bermakna
bagi mereka, seperti sekolah, interaksi sosial, kegiatan ekstrakurikuler, dan
aktivitas fisik seperti
olahraga dengan klub teman sebaya mereka. Kehilangan yang tiba-tiba tersebut dapat
memunculkan gejala depresi, kemudian mendorong remaja dari lingkungan sosial karena
sudah
terbiasa terisolasi dengan dirinya sendiri, keputusasaan, kecemasan, yang tentunya
membuat
remaja tidak fokus dalam belajar. Kesehatan jiwa remaja di masa pandemi tetap perlu
diperhatikan.
Karena apabila gangguan jiwa tidak segera diatasi, maka meskipun pandemi berakhir
kesehatan
jiwa mereka terganggu dan justru menjadi semakin parah. Terdapat asosiasi positif
yang kuat
antara kesehatan jiwa dan kesuksesan akademis. (Adelman & Taylor, 1999, 2000;
Atkins, Frazier,
Adil, & Talbott, 2003; Bishop et al., 2004; Catalano, Haggerty, Oesterle, Fleming,
& Hawkins,
2004; Klern & Connell, 2004; Libbey, 2004; McNeely & Falci, 2004; Weist, 1997;
Wilson, 2004).
Maka dapat disimpulkan pandemi Covid-19 berdampak besar terhadap kesehatan jiwa
remaja dan
juga kesuksesan belajarnya.

PEMBAHASAN

Remaja adalah kelompok penduduk di suatu wilayah yang memiliki rentang usia
10-19
tahun (WHO 2015). Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak menuju
masa
dewasa (Stuart, 2013). Selama tahap pertumbuhan dan perkembangan remaja terdapat
banyak
perubahan. Perubahan yang terjadi diantaranya adalah perubahan biologis, psikologis
dansosial.
Namun umumnya proses pematangan kejiwaan terjadi lebih lambat ketimbang proses
pematangan
fisik (Indarjo, 2009). Status kesehatan mental anak-anak dan remaja menjadi
perhatian dunia
karena 10-20% dari remaja mengalami gangguan mental (WHO 2017). Belum lagi pandemi
Covid-19 ini memungkinkan angka tersebut akan bertambah bila tidak ditangani secara
serius.

Pandemi Covid-19 telah membawa tantangan terbesar dunia bagi suatu generasi
saat ini.
Pandemi ini membawa dampak terhadap kesehatan global, perekonomian dunia, kohesi
sosial, dan
aktivitas keseharian yang berubah dari awalnya saling tatap muka menjadi serba
virtual. Pandemi
ini disebabkan oleh virus Corona dimana virus ini dapat ditemukan pada manusia dan
hewan.
Sebagian virusnya dapat menginfeksi manusia serta menyebabkan berbagai penyakit,
mulai dari
penyakit umum seperti flu, hingga penyakit-penyakit yang lebih fatal, seperti
Middle East
Respiratory Syndrome (MERS) dan Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS). Tanda dan
gejala umum infeksi Covid-19 antara lain gejala gangguan pernapasan akut seperti
demam, batuk
dan sesak napas.

Masa inkubasi virus ini rata-rata 5-6 hari dengan masa inkubasi terpanjang
14 hari. Kasus
Covid-19 yang berat dapat menyebabkan pneumonia, sindrom pernapasan akut, gagal
ginjal, dan
bahkan kematian. Tanda-tanda dan gejala klinis yang dilaporkan pada sebagian besar
kasus adalah
demam, dengan beberapa kasus mengalami kesulitan bernapas, dan hasil rontgen
menunjukkan
infiltrat pneumonia luas di kedua paru (Dirjen Pencegahan dan Pengendalian
Penyakit, 2020).
Virus ini telah banyak memakan korban jiwa. Melihat tingginya angka kematian dan
mudahnya
penyebaran membuat pandemi ini menjadi momok yang menakutkan kepada mereka.
Perasaan
cemas, takut, stres, jenuh dirasakan selama pandemi oleh berbagai kalangan usia.

Anak-anak dan remaja di masa pandemi ini sangat rentan terhadap risiko stres
berkelanjutan sehingga kesehatan jiwa mereka membutuhkan pertimbangan khusus selama
dan
setelah pandemi berakhir. Depresi dan ansietas merupakan gangguan jiwa yang paling
umum
ditemukan pada usia anak-anak dan juga remaja dimana gangguan tersebut memberikan
dampak
buruk yang signifikan dan bahkan dapat mencetus ide bunuh diri pada mereka
(Courney, D., et.al.
2020). Jarnawi (2020) juga menyimpulkan bahwa pandemi ini tidak hanya mengacaukan
tatanan
hidup tetapi juga memunculkan gangguan psikologis seperti stres dalam bentuk
ketakutan,
kegelisahan dan kecemasan.

Tak sedikit remaja yang mengeluhkan sulit fokus selama pembelajaran daring.
Hal ini
termasuk salah datu gejala dari beberapa gangguan jiwa seperti ansietas. Aspek
kecemasan sendiri
yang dijelaskan oleh Stuart dalam Annisa & Ifdil (2020) yaitu aspek perilaku,
kognitif, dan juga
afektif. Dimana aspek perilaku diantaranya adalah perasaan gelisah, fisik terasa
tegang, tremor,
reaksi terkejut, bicara cepat, kurang koordinasi, cenderung terkena cedera, menarik
diri dari
hubungan interpersonal, inhibisi, lari dari masalah, menghindar, hiperventilasi
serta merasa sangat
waspada. Lalu aspek kognitif diantaranya adalah perhatian terganggu, konsentrasi
memburuk,
mudah lupa, salah menilai, preokupasi, pikiran terhambat, lapang persepsi menurun,
kreativitas
menurun, bingung, sangat waspada,keasadaran diri, kehilangan objektivitas, takut
kehilangan
kendali, takut pada gambaran visual, takut cedera atau kematian, kilas balik,
danmimpi buruk. Lalu
aspek afektif, diantaranya adalah mudah terganggu, tidak sabar, gelisah, tegang,
gugup, ketakutan,
waspada, kengerian, kekhawatiran, kecemasan, mati rasa, rasa bersalah, dan malu.

Telah banyak penelitian yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh pandemi


terhadap
kesehatan jiwa. Diantaranya survei yang dilakukan di Tiongkok pada awal wabah
COVID-19
menemukan bahwa 53,8% responden mengalami dampak psikologisnya sedang hingga parah;
16,5% mengalami gejala depresi sedang hingga berat; 28,8% mengalami gejala
kecemasan sedang
hingga berat, dan 8,1% mengalami tingkat stres sedang hingga berat (Wang et al.,
2020). Penelitian
yang dilakukan di China pada siswa selama pandemi covid-19 ditemukan bahwa sekitar
25% dari
responden mengalami gejala kecemasan, yang positif berkorelasi dengan meningkatnya
kekhawatiran tentang keterlambatan akademik, dampak ekonomi akibat pandemi, dan
dampak
pada kehidupan sehari-hari (Cao et al., 2020). Selanjutnya, di antara banyak survei
siswa yang
dikelola di seluruh dunia, satu survei oleh YoungMinds menunjukkan bahwa terdapat
83%
responden muda setuju bahwa pandemi memperburuk kondisi kesehatan mental yang sudah
ada
sebelumnya, terutama karena penutupan sekolah, kehilangan rutinitas, dan koneksi
sosial terbatas
(Thomas, 2020). Banyaknya survei ysng telakukan membuat kita sadar bahwa pandemi
Covid-19
ini mampu mengganggu kesehatan jiwa remaja..

PENUTUP

Remaja adalah kelompok penduduk di suatu wilayah yang memiliki rentang usia
10-19
tahun (WHO 2015). Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak menuju
masa
dewasa (Stuart, 2013). Selama tahap pertumbuhan dan perkembangan remaja terdapat
banyak
perubahan.. Anak-anak dan remaja di masa pandemi ini sangat rentan terhadap risiko
stres
berkelanjutan sehingga kesehatan jiwa mereka membutuhkan pertimbangan khusus selama
dan
setelah pandemi berakhir. Depresi dan ansietas merupakan gangguan jiwa yang paling
umum
ditemukan pada usia anak-anak dan juga remaja dimana gangguan tersebut memberikan
dampak
buruk yang signifikan dan bahkan dapat mencetus ide bunuh diri pada mereka
(Courney, D., et.al.
2020). Jarnawi (2020) juga menyimpulkan bahwa pandemi ini tidak hanya mengacaukan
tatanan
hidup tetapi juga memunculkan gangguan psikologis seperti stres dalam bentuk
ketakutan,
kegelisahan dan kecemasan.
DAFTAR PUSTAKA

Aulia, N., Yulastri., Sasmita, H. (2019). Analisis hubungan faktor risiko bunuh
diri dengan ide
bunuh diri pada remaja. Jurnal Keperawatan, 11(4), 303- 310.

Courtney, D., et.al. (2020). COVID-19 Impacts on Child and Youth Anxiety and
Depression:
Challenges and Opportunities. The Canadian Journal of Psychiatry / La Revue
Canadienne
de Psychiatrie, 65(10), 688-691.

Fatimah, S., Mahmudah, U. (2020). How E-Learning Affects Students' Mental Health
During
Covid-19 Pandemic: An Empirical Study. DWIJA CENDEKIA: Jurnal Riset
Pedagogik,
4(1), 114-124.

Gavin, B., Lyne, J., & McNicholas, F. (2020). Mental health and the COVID-19
pandemic. Irish
Journal of Psychological Medicine, 37(3), 156–158.

Ilahi, A.D.W., Rachma, V., Janastri, W., & Karyani, U. (2021). The Level of Anxiety
of Students
during the Covid-19 Pandemic: Tingkat Kecemasan Mahasiswa di Masa Pandemi
Covid-
19. Proceding of Inter-Islamic University Conference on Psychology, 1(1), 1-
6.

Kyle, T., Carman, S. (2013). Essential of pediatric nursing (2nd ed.). China :
Wolters Kluwer
Health, Lippincott Williams & Wilkins.

Masyah, B. (2020). Pandemi Covid 19 terhadap kesehatan mental dan psikosoial.


Mahakam
Nursing Journal, 2(8), 353-362.

Rosyanti, L., Hadi, I. (2020). Dampak Psikologis dalam Memberikan Perawatan dan
Layanan
Kesehatan Pasien COVID-19 pada Tenaga Profesional Kesehatan. HIJP : Health
Information Jurnal Penelitian, 12(1), 107-130.

Santoso, A., et.al. (2020). Tingkat Depresi Mahasiswa Keperawatan di Tengah Wabah
COVID-
19. Journal of Holistic Nursing and Health Science, 3(1), 1-8.

Supriyadi., Setyorini, A. (2020). Pengaruh pendidikan kesehatan tentang pencegahan


Covid-19
terhadap kecemasan pada masyarakat di Yogyakarta. Jurnal Keperawatan, 12(4),
767-776.

Anda mungkin juga menyukai