Anda di halaman 1dari 27

1.

KINERJA GURU DAN DOSEN


2. KOMITMEN ORGANISASI DAN KOMITMEN PROFESI

Mata kuliah

Perilaku Organisasi dalam Pendidikan

Disusun Oleh

Aisah Kurniawati

Negh Gita Noviar

UNIVERSITAS PAMULANG

2024
A. KINERJA GURU
a. Pengertian Guru Profesional

Menurut pandangan tradisional, guru adalah seseorang yang berdiri di depan


kelas untuk menyampaikan ilmu pengetahuan kepada muridnya. Guru adalah orang
yang layak di gugu dan di tiru. Sedangkan menurut kamus besar bahasa indonesia
itu sendiri, guru adalah orang yang pekerjaannya mengajar, yaitu mengajakan ilmu
pengetahuan (Pusat Bahasa Kemdiknas)
Seorang guru di tuntut untuk menjadi orang yang profesional yang dapat
menjadikan murid-muridnya mampu merencanakan, menganalisis, menemukan
dan menyimpulkan masalah yang di hadapi, dengan demikian seorang guru
hendaklah mempunyai cita-cita yang tinggi, berpendidikan tinggi, berkpribadian
kuat dan tegar serta berperikemanusian yang mendalam. Seorang guru juga di tuntut
untuk profesional dalam menjalankan tugasnya.
Profesionalitas adalah suatu sikap dimana seseorang mampu mengelola
kompetensinya dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari (Nurdin, 2002).
Kepribadian guru yang utuh dan berkualitas sangat penting karena di sinilah muncul
tanggung jawab profesional sekaligus menjadi inti kekuatan profesional dan
kesiapan untuk selalu mengembangkan diri.
Tugas seorang guru adalah merangsang potensi peserta didik dan
mengajarkannya supaya mereka selalu rajin belajar. Guru tidak membuat peserta
didik menjadi pintar, melainkan guru hanya memberikan peluang agar potensi itu
di temukan dan di kembangkan. Kejelian itulah yang merupakan ciri guru yang
berkepribadian profesional.

b. Konsep Kinerja Guru


Setiap individu yang diberi tugas atau kepercayaan untuk bekerja pada suatu
organisasi tertentu diharapkan mampu menunjukkan kinerja yang memuaskan dan
memberikan konstribusi yang maksimal terhadap pencapaian tujuan organisasi
tersebut.
Kinerja adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk melaksanakan,
menyelesaikan tugas dan tanggung jawab sesuai dengan harapan dan tujuan yang
telah ditetapkan (Supardi, 2014). Pendapat lain bahwa kinerja merupakan hasil dari
fungsi pekerjaan atau kegiatan tertentu yang di dalamnya terdiri dari tiga aspek
yaitu: (1) kejelasan tugas atau pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya, (2)
kejelasan hasil yang diharapkan dari suatu pekerjaan atau fungsi, (3) kejelasan
waktu yang diperlukan untuk menyelesikan suatu pekerjaan agar hasil yang
diharapkan dapat terwujud (Tempe, A Dale, 1992).
Dari penjelasan di atas dapat di simpulkan bahwa kinerja guru profesional
adalah tingkat keberhasilan seorang guru dalam melaksanakan tugas dan tanggung
jawabnya serta kemampuan untuk mencapai tujuan dan standar yang telah
ditetapkan.

c. Indikator-Indikator Kinerja Guru

Kinerja merefleksikan kesuksesan suatu organisasi, maka dipandang


penting untuk mengukur karakteristik tenaga kerjanya. Kinerja guru merupakan
kulminasi dari tiga elemen yang saling berkaitan yakni keterampilan, upaya sifat
keadaan dan kondisi eksternal. Tingkat keterampilan merupakan bahan mentah
yang dibawa seseorang ke tempat kerja seperti pengalaman, kemampuan,
kecakapan-kecakapan antar pribadi serta kecakapan teknik. Upaya tersebut
diungkap sebagai motivasi yang diperlihatkan karyawan untuk menyelesaikan
tugas pekerjaannya. Sedangkan kondisi eksternal adalah tingkat sejauh mana
kondisi eksternal mendukung produktivitas kerja.
Kinerja dapat dilihat dari beberapa kriteria, menurut Castetter (dalam
Mulyasa, 2003) mengemukakan ada empat kriteria kinerja yaitu: (1). Karakteristik
individu, (2) Proses, (3) Hasil dan (4) Kombinasi antara karakter individu, proses
dan hasil.
Secara individu, kinerja seseorang ditentukan beberapa bidang sebagai
berikut: (a) Kemampuan (ability), (b) Komitmen (commitment), (c) Umpan balik
(feedback), (d) Kompleksitas tugas (task complexity), (e) Kondisi yang
menghambat (situational constraint), (f) Tantangan (challenge), (g) Tujuan (goal),
(h) Fasilitas, kekuatan dirinya (self-aficacy), (i) Arah (direction), Usaha (effort), (j)
Daya tahan/ketekunan (persistence), (k) Strategi khusus dalam menghadapi tugas
(task specific strategies) (Locke and Latham, 1990) dalam (Supardi, 2014)
Kinerja seseorang dapat ditingkatkan bila ada kesesuaian antara pekerjaan
dengan keahliannya, begitu pula halnya dengan penempatan guru pada bidang
tugasnya. Menempatkan guru sesuai dengan keahliannya secara mutlak harus
dilakukan. Bila guru diberikan tugas tidak sesuai dengan keahliannya akan
berakibat menurunnya prestasi dan hasil pekerjaan mereka, juga akan menimbulkan
rasa tidak puas pada diri mereka. Rasa kecewa akan menghambat perkembangan
moral kerja guru. Jadi kinerja dapat ditingkatkan dengan cara memberikan
pekerjaan seseorang sesuai dengan bidang kemampuannya. Hal ini dipertegas oleh
Munandar (1992) yang mengatakan bahwa kemampuan bersama-sama dengan
bakat merupakan salah satu faktor yang menentukan prestasi individu, sedangkan
prestasi ditentukan oleh banyak faktor diantaranya kecerdasan.
Kinerja dipengaruhi juga oleh kepuasan kerja yaitu perasaan individu
terhadap pekerjaan yang memberikan kepuasan batin kepada seseorang sehingga
pekerjaan itu disenangi dan digeluti dengan baik. Untuk mengetahui keberhasilan
kinerja perlu dilakukan evaluasi atau penilaian kinerja dengan berpedoman pada
parameter dan indikator yang ditetapkan yang diukur secara efektif dan efisien
seperti produktivitasnya, efektivitas menggunakan waktu, dana yang dipakai serta
bahan yang tidak terpakai. Sedangkan evaluasi kerja melalui perilaku dilakukan
dengan cara membandingkan dan mengukur perilaku seseorang dengan teman
sekerja atau mengamati tindakan seseorang dalam menjalankan perintah atau tugas
yang diberikan, cara mengkomunikasikan tugas dan pekerjaan dengan orang lain.
Hal ini diperkuat oleh pendapat As’ad (1995) dan Robbins (1996) yang
menyatakan bahwa dalam melakukan evaluasi kinerja seseorang dapat dilakukan
dengan menggunakan kriteria yaitu dengan hasil tugas. Hasil tugas, evaluasi hasil
tugas adalah mengevaluasi hasil pelaksanaan kerja individu dengan beberapa
kriteria (indikator) yang dapat diukur. Evaluasi perilaku dapat dilakukan dengan
cara membandingkan perilakunya dengan rekan kerja yang lain dan evaluasi ciri
individu adalah mengamati karaktistik individu dalam berprilaku maupun berkerja,
cara berkomunikasi dengan orang lain.

d. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Guru


Guru merupakan ujung tombak keberhasilan pendidikan dan dianggap
sebagai orang yang berperanan penting dalam pencapaian tujuan pendidikan yang
merupakan percerminan mutu pendidikan. Keberadaan guru dalam melaksanakan
tugas dan kewajibannya tidak lepas dari pengaruh faktor internal maupun faktor
eksternal yang membawa dampak pada perubahan kinerja guru. Beberapa faktor
yang mempengaruhi kinerja guru yang dapat diungkap tersebut antara lain :

1. Kepribadian dan dedikasi


Kepribadian adalah keseluruhan dari individu yang terdiri dari unsur psikis
dan fisik, artinya seluruh sikap dan perbuatan seseorang merupakan suatu gambaran
dari kepribadian orang itu, dengan kata lain baik tidaknya citra seseorang
ditentukan oleh kepribadiannya. Kepribadian inilah yang akan menentukan apakah
ia menjadi pendidik dan pembina yang baik bagi anak didiknya ataukah akan
menjadi perusak atau penghancur bagi hari depan anak didik, terutama bagi anak
didik yang masih kecil dan mereka yang sedang mengalami kegoncangan jiwa.
Kepribadian adalah suatu cerminan dari citra seorang guru dan akan mempengaruhi
interaksi antara guru dan anak didik. Oleh karena itu kepribadian merupakan faktor
yang menentukan tinggi rendahnya martabat guru.
Kepribadian guru akan tercermin dalam sikap dan perbuatannya dalam
membina dan membimbing anak didik. Semakin baik kepribadian guru, semakin
baik dedikasinya dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya sebagai guru,
ini berarti tercermin suatu dedikasi yang tinggi dari guru dalam melaksanakan tugas
dan fungsinya sebagai pendidik.

2. Pengembangan Profesi
Profesi guru kian hari menjadi perhatian seiring dengan perubahan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi yang menuntut kesiapan agar tidak ketinggalan. Tetapi
pekerjaan itu harus diterapkan kepada masyarakat untuk kepentingan masyarakat
umum, bukan untuk kepentingan individual, kelompok, atau golongan tertentu.
Dalam melaksanakan pekerjaan itu harus memenuhi norma-norma itu. Orang yang
melakukan pekerjaan profesi itu harus ahli, orang yang sudah memiliki daya pikir,
ilmu dan keterampilan yang tinggi. Disamping itu ia juga dituntut dapat
mempertanggung jawabkan segala tindakan dan hasil karyanya yang menyangkut
profesi itu.
Pekerjaan profesi harus berorientasi pada layanan sosial. Seorang
profesional ialah orang yang melayani kebutuhan anggota masyarakat baik secara
perorangan maupun kelompok. Sebagai orang yang memberikan pelayanan sudah
tentu membutuhkan sikap rendah hati dan budi halus. Sikap dan budi halus ini
menjadi sarana bagi terjalinnya hubungan yang baik yang ikut menentukan
keberhasilan profesi.
Apabila syarat-syarat profesionalisme guru di atas itu terpenuhi akan
mengubah peran guru yang tadinya pasif menjadi guru yang kreatif dan dinamis.
Hal ini sejalan dengan pendapat Semiawan (1991) bahwa pemenuhan persyaratan
guru profesional akan mengubah peran guru yang semula sebagai orator yang
verbalistis menjadi berkekuatan dinamis dalam menciptakan suatu suasana dan
lingkungan belajar yang invitation learning environment.
Upaya meningkatkan profesionalisme guru di antaranya melalui (1)
Peningkatan kualifikasi dan persyaratan jenjang pendidikan yang lebih tinggi bagi
tenaga pengajar, (2) Program sertifikasi, Selain sertifikasi, menurut Supriadi (1998)
yaitu mengoptimalkan fungsi dan peran kegiatan dalam bentuk PKG (Pusat
Kegiatan Guru), KKG (Kelompok Kerja Guru), dan MGMP (musyawarah Guru
Mata Pelajaran) yang memungkinkan para guru untuk berbagi pengalaman dalam
memecahkan masalah-masalah yang mereka hadapi dalam kegiatan mengajarnya.
Pengembangan profesi guru harus pula diimbangi dengan usaha lain seperti
mengusahakan perpustakaan khusus untuk guru-guru yang mencakup segala bidang
studi yang diajarkan di sekolah, sehingga guru tidak terlalu sulit untuk mencari
bahan dan referensi untuk mengajar di kelas. Peranan profesi adalah sebagai
motivator, supervisor, penanggung jawab dalam membina disiplin, model perilaku,
pengajar dan pembimbing dalam proses belajar, pengajar yang terus mencari
pengetahuan dan ide baru untuk melengkapi dan meningkatkan pengetahuannya,
komunikator terhadap orang tua murid dan masyarakat, administrator kelas, serta
anggota organisasi profesi pendidikan.
Menyadari akan profesi merupakan wujud eksistensi guru sebagai
komponen yang bertanggung jawab dalam keberhasilan pendidikan maka menjadi
satu tuntutan bahwa guru harus sadar akan peran dan fungsinya sebagai pendidik.

3. Kemampuan Mengajar
Untuk melaksanakan tugas-tugas dengan baik, guru memerlukan
kemampuan. Cooper (dalam Zahera, 1997) mengemukakan bahwa guru harus
memiliki kemampuan merencanakan pengajaran, menuliskan tujuan pengajaran,
menyajikan bahan pelajaran, memberikan pertanyaan kepada siswa, mengajarkan
konsep, berkomunikasi dengan siswa, mengamati kelas, dan mengevaluasi hasil
belajar
Kompetensi guru adalah kemampuan atau kesanggupan guru dalam
mengelola pembelajaran. Titik tekannya adalah kemampuan guru dalam
pembelajaran bukanlah apa yang harus dipelajari (learning what to be learnt), guru
dituntut mampu menciptakan dan menggunakan keadaan positif untuk membawa
mereka ke dalam pembelajaran agar anak dapat mengembangkan kompetensinya
(Rusmini, 2003).
Kompetensi Keterampilan proses belajar mengajar adalah penguasaan
terhadap kemampuan yang berkaitan dengan proses pembelajaran. Kompetensi
dimaksud meliputi kemampuan dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi
pembelajaran, kemampuan dalam menganalisis, menyusun program perbaikan dan
pengayaan, serta menyusun program bimbingan dan konseling sedangkan
Kompetensi Penguasaan Pengetahuan adalah penguasaan terhadap kemampuan
yang berkaitan dengan keluasan dan kedalaman pengetahuan. Kompetensi
dimaksud meliputi pemahaman terhadap wawasan pendidikan, pengembangan diri
dan profesi, pengembangan potensi peserta didik, dan penguasaan akademik
(Rusmini, 2003).
Kemampuan mengajar guru sebenarnya merupakan pencerminan penguasan
guru atas kompetensinya. Kemampuan mengajar guru yang sesuai dengan tuntutan
standar tugas yang diemban memberikan efek positif bagi hasil yang ingin dicapai
seperti perubahan hasil akademik siswa, sikap siswa, keterampilan siswa, dan
perubahan pola kerja guru yang makin meningkat, sebaliknya jika kemampuan
mengajar yang dimiliki guru sangat sedikit akan berakibat bukan saja menurunkan
prestasi belajar siswa tetapi juga menurunkan tingkat kinerja guru itu sendiri.

4. Hubungan dan Komunikasi


Pentingnya komunikasi bagi organisasi tidak dapat dipungkiri, adanya
komunikasi yang baik suatu organisasi dapat berjalan dengan lancar dan berhasil
dan begitu pula sebaliknya. Misalnya Kepala Sekolah tidak menginformasikan
kepada guru-guru mengenai kapan sekolah dimulai sesudah libur maka besar
kemungkinan guru tidak akan datang mengajar. Komunikasi yang efektif adalah
penting bagi semua organisasi oleh karena itu para pemimpin organisasi dan para
komunikator dalam organisasi perlu memahami dan menyempurnakan kemampuan
komunikasi mereka (Kohler, 1981). Guru dalam proses pelaksanaan tugasnya perlu
memperhatikan hubungan dan komunikasi baik antara guru dengan Kepala
Sekolah, guru dengan guru, guru dengan siswa, dan guru dengan personalia lainnya
di sekolah. Hubungan dan komunikasi yang baik membawa konsekwensi
terjalinnya interaksi seluruh komponen yang ada dalam sistem sekolah.
Kegiatan pembelajaran yang dilakukan guru akan berhasil jika ada
hubungan dan komunikasi yang baik dengan siswa sebagai komponen yang diajar.
Kinerja guru akan meningkat seiring adanya kondisi hubungan dan komunikasi
yang sehat di antara komponen sekolah sebab dengan pola hubungan dan
komunikasi yang lancar dan baik mendorong pribadi seseorang untuk melakukan
tugas dengan baik.
Terbinanya hubungan dan komunikasi di dalam lingkungan sekolah
memungkinkan guru dapat mengembangkan kreativitasnya sebab ada jalan untuk
terjadinya interaksi dan ada respon balik dari komponen lain di sekolah atas
kreativitas dan inovasi tersebut, hal ini menjadi motor penggerak bagi guru untuk
terus meningkatkan daya inovasi dan kreativitasnya.

5. Hubungan dengan Masyarakat


Sekolah merupakan lembaga sosial yang tidak dapat dipisahkan dari
masyarakat lingkungannya, sebaliknya masyarakat pun tidak dapat dipisahkan dari
sekolah sebab keduanya memiliki kepentingan, sekolah merupakan lembaga formal
yang diserahi mandat untuk mendidik, melatih, dan membimbing generasi muda
bagi peranannya di masa depan, sementara masyarakat merupakan pengguna jasa
pendidikan itu.
Hubungan sekolah dengan masyarakat merupakan bentuk hubungan
komunikasi ekstern yang dilaksanakan atas dasar kesamaan tanggung jawab dan
tujuan. Masyarakat merupakan kelompok individu–individu yang berusaha
menyelenggarakan pendidikan atau membantu usaha-usaha pendidikan. Dalam
masyarakat terdapat lembaga-lembaga penyelenggaran pendidikan, lembaga
keagamaan, kepramukaan, politik, sosial, olah raga, kesenian yang bergerak dalam
usaha pendidikan. Dalam masyarakat juga terdapat individu-individu atau pribadi-
pribadi yang bersimpati terhadap pendidikan di sekolah.
Manfaat hubungan dengan masyarakat sangat besar bagi peningkatan
kinerja guru melalui peningkatan aktivitas-aktivitas bersama, komunikasi yang
kontinu dan proses saling memberi dan saling menerima serta membuat
instrospeksi sekolah dan guru menjadi giat dan kontinu. Setiap aktivitas guru dapat
diketahui oleh masyarakat sehingga guru akan berupaya menampilkan kinerja yang
lebih baik. Hal ini dipertegas Pidarta (1999) yang menyatakan bahwa bila guru tidak
mau belajar dan tidak mampu menampilkan diri sangat mungkin masyarakat tidak
akan menghiraukan mereka. Keadaan ini seringkali menimbulkan cap kurang baik
terhadap guru. Citra guru di mata masyarakat menjadi pudar.

6. Kedisiplinan
The Liang Gie (1972) memberikan pengertian disiplin sebagai berikut
Disiplin adalah suatu keadaan tertib di mana orang-orang yang tergabung dalam
suatu organisasi tunduk pada peraturan-peraturan yang telah ada dengan rasa
senang. Disiplin adalah ketaatan dan ketepatan pada suatu aturan yang dilakukan
secara sadar tanpa adanya dorongan atau paksaan pihak lain atau suatu keadaan di
mana sesuatu itu berada dalam tertib, teratur dan semestinya serta tiada suatu
pelanggaran-pelanggaran baik secara langsung maupun tidak langsung.
Tujuan disiplin menurut Arikunto, S. (1993) yaitu agar kegiatan sekolah
dapat berlangsung secara efektif dalam suasana tenang, tentram dan setiap guru
beserta karyawan dalam organisasi sekolah merasa puas karena terpenuhi
kebutuhannya.

7. Kesejahteraan
Faktor kesejahteraan menjadi salah satu yang berpengaruh terhadap kinerja
guru di dalam meningkatkan kualitasnya sebab semakin sejahteranya seseorang
makin tinggi kemungkinan untuk meningkatkan kerjanya. Mulyasa (2002)
menegaskan bahwa terpenuhinya berbagai macam kebutuhan manusia, akan
menimbulkan kepuasan dalam melaksanakan apapun tugasnya.
Menurut Supriadi (1999) bahwa tingkat kesejahteraan guru di Indonesia
sangat memprihatinkan, hanya setara dengan kondisi guru di negara miskin di
Afrika. Rendahnya tingkat kesejahteraan tersebut akan semakin tampak bila
dibandingkan dengan kondisi guru di negara lain. Di negara maju, gaji guru
umumnya lebih tinggi dari pegawai yang lain, sementara di Indonesia justru
sebaliknya.
Profesionalitas guru tidak saja dilihat dari kemampuan guru dalam
mengambangkan dan memberikan pembelajaran yang baik kepada peserta didik,
tetapi juga harus dilihat oleh pemerintah dengan cara memberikan gaji yang pantas
serta berkelayakan. Bila kebutuhan dan kesejahteraan para guru telah layak
diberikan oleh pemerintah, maka tidak akan ada lagi guru yang membolos karena
mencari tambahan diluar (Denny Suwarja, 2003).
Peningkatan kesejahteraan berkaitan erat dengan insentif yang diberikan
pada guru. Insentif dibatasi sebagai imbalan organisasi pada motivasi individu,
pekerja menerima insentif dari organisasi sebagai pengganti karena dia anggota
yang produktif dengan kata lain insentif adalah upah atau hukuman yang diberikan
sebagai pengganti kontribusi individu pada organisasi. Menurut Chester l. Barnard
(dalam Sutaryadi, 2001) menyatakan bahwa insentif yang tidak memadai berarti
mengubah tujuan organisasi.
Dari uraian di atas disimpulkan bahwa untuk memaksimalkan kinerja guru
langkah strategis yang dilakukan pemerintah yaitu memberikan kesejahteraan yang
layak sesuai volume kerja guru, selain itu memberikan insentif pendukung sebagai
jaminan bagi pemenuhan kebutuhan hidup guru dan keluarganya. Program
peningkatan mutu pendidikan apapun yang akan diterapkan pemerintah, jika
kesejahteraan guru masih rendah maka besar kemungkinan program tersebut tidak
akan mencapai hasil yang maksimal. Jadi tidak heran kalau guru di negara maju
memiliki kualitas tinggi dan profesional, karena penghargaan terhadap jasa guru
sangat tinggi. Adanya Jaminan kehidupan yang layak bagi guru dapat memotivasi
untuk selalu bekerja dan meningkatkan kreativitas sehingga kinerja selalu
meningkat tiap waktu.

8. Iklim Kerja
Sekolah merupakan suatu sistem yang terdiri dari berbagai unsur yang
membentuk satu kesatuan yang utuh. Di dalam sekolah terdapat berbagai macam
sistem sosial yang berkembang dari sekelompok manusia yang saling berinteraksi
menurut pola dan tujuan tertentu yang saling mempengaruhi dan dipengaruhi oleh
lingkungannya sehingga membentuk perilaku dari hasil hubungan individu dengan
individu maupun dengan lingkungannya.
Litwin dan Stringer (Sergiovanni, 2001) mengemukakan bahwa Iklim
mempengaruhi kinerja guru. Iklim sebagai pengaruh subyektif yang dapat
dirasakan dari sistem formal, gaya informal pemimpin dan faktor-faktor lingkungan
penting lainnya, yang menyangkut sikap/keyakinan dan kemampuan memotivasi
orang-orang yang bekerja pada organisasi tersebut. Sedangkan menurut Henry A
Marray dan Kurt Lewin (Sutaryadi, 1990) mengatakan bahwa Iklim kerja adalah
seperangkat karakteristik yang membedakan antara individu satu dengan individu
lainnya yang dapat mempangaruhi perilaku individu itu sendiri, perilaku
merupakan hasil dari hubungan antara individu dengan lingkungannya.
Jadi Iklim kerja adalah hubungan timbal balik antara faktor-faktor pribadi,
sosial dan budaya yang mempengaruhi sikap individu dan kelompok dalam
lingkungan sekolah yang tercermin dari suasana hubungan kerjasama yang
harmonis dan kondusif antara Kepala Sekolah dengan guru, antara guru dengan
guru yang lain, antara guru dengan pegawai sekolah dan keseluruhan komponen itu
harus menciptakan hubungan dengan peserta didik sehingga tujuan pendidikan dan
pengajaran tercapai.

B. Kinerja Dosen

a. Pengertian Kinerja Dosen

Kinerja dosen adalah sesuatu yang dihasilkan dosen dalam Mencapai


kinerjanya yang bertanggung jawab dan berkualitas (Suryaman dan Hamdan,2016).
Kinerja dosen adalah UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dan
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2009 tentang
Dosen,disebutkan Bahwa dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan
tugas Utama mentransformasikan ,mengembangkan dan menyebarluaskan Ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian Dan pengabdian
kepada masyarakat (Tridarma Perguruan Tinggi). Tridarma Perguruan Tinggi
adalah salah satu visi dari seluruh Perguruan tinggi yang ada di Indonesia. Tridarma
Perguruan Tinggi Terdiri dari 3 yaitu Pendidikan dan pengajaran, Penelitian dan
Pengembangan, Pengabdian kepada Masyarakat. Tugas utama dosen Adalah
melaksanakan Tridharma dengan beban kerja 12 sks, dan paling Banyak 16 sks
pada setiap semester sesuai dengan kualifikasi atau Jadwal periode akademik.

b. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Kinerja Dosen

Faktor – faktor yang mempengaruhi kinerja dosen adalah Motivasi,


kompetensi, dan kepemimpinan. Yang pertama mengenai Motivasi adalah salah
satu dari faktor yang mempengaruhi kinerja Dosen, motivasi merupakan sesuatu
yang mendorong karyawan untuk Menimbulkan perilaku dan mengarahkan dalam
suatu tujuan. Yang Ketiga kompetensi adalah karakter seseorang berdasarkan dari
individu Yang berhubungan dengan ukuran efektif atau tidaknya kinerja dalam
Suatu pekerjaannya. Yang terakhir adalah kepemimpinan yang Mempengaruhi
kinerja karena mendorong individu untuk mencapai Suatu tujuan (Pramudyo,2010).

c. Meningkatkan Kinerja Dosen

Menurut Rachmawati & Daryanto (2013) dalam kinerja dosen Dibutuhkan


peningkatan kinerja agar menjadi lebih baik sebagai Berikut :

 Kesesuaian antara pekerjaan antara pekerjaan dan keahlian


Dalam menempatkan kinerja dibutuhkan kesesuaian dalam kinerja Untuk
meningkatkan kinerja dosen, dan keahlian pekerjaannya Perlu disesuaikan
dengan keahliannya.
 Kepuasan kinerja
Meningkatkan kinerja dosen dibutuhkan kepuasan dalam Kinerjanya, yaitu
seseorang atau individu yang merasa puas dengan pekerjaannya, merasa
senang sehingga pekerjaannya dapat Digeluti dengan baik.Peningkatan dan
pemanfaatan teknologi informasi Meningkatkan kinerja dosen dibutuhkan
pemandaatan teknologi Yang berkembang yaitu dengan memanfaatkan
teknologi informasi Yang berkembang saat ini untuk mendorong dosen
menguasai Teknologi informasi tersebut.

C. KOMITMEN ORGANISASI

a. Pengertian Komitmen Organisasi


Setiap organisasi mengharapkan dapat mencapai tujuan dan meraih
kesuksesan. Untuk mencapai kesuksesan tersebut, organisasi membutuhkan sumber
daya manusia yang berkualitas. Sumber daya manusia akan berkualitas apabila
memiliki kompetensi yang diperlukan untuk menjalankan tugasnya. Namun,
sebenarnya kompetensi sendiri tidak cukup untuk membuat organisasi sukses.
Organisasi memerlukan dukungan dari sumber daya manusianya, untuk itu
organisasi perlu memberikan perhatian terhadap kesejahteraan dan pengembangan
sumber daya manuisanya. Dengan demikian, akan terjalin perasaan saling
keterkaitan antara organisasi dan sumber daya manusianya. Sumber daya manusia
merasakan bahwa organisasi yang ia geluti adalah organisasi yang peduli kepada
mereka dan sebagai tempat yang terbaik untuk bekerja. Oleh karena itu, mereka
akan merasa dan terikat dengan organisasi dan tidak akan meninggalkannya.
Keadaan ini menunjukkan bahwa sumber daya manusia mempunyai komitmen
organisasi.1
Komitmen organisasi merupakan tingkat loyalitas yang dirasakan individu
terhadap organisasi.2 Seseorang dikatakan memiliki komitmen yang tinggi terhadap
organisasi apabila memilliki ciri-ciri sebagai berikut: seseorang mempunyai
kepercayaan dan penerimaan yang kuat terhadap tujuan dan nilai-nilai organisasi,
kemauan yang kuat untuk bekerja demi organisasi dan keinginan yang kuat agar
tetap menjadi anggota dalam organisasi tersebut.
Berikut ini merupakan beberapa pengertian komitmen organisasi menurut para ahli,
antara lain:

1. Greenberg dan Baron

Komitmen organisasi merupakan derajat dimana individu terlibat dalam


organisasinya dan berkeinginan untuk tetap menjadi anggotanya, dimana di
dalamnya mengandung sikap kesetiaan dan kesediaan karyawan untuk bekerja
secara maksimal bagi organisasi tempat karyawan tersebut bekerja.

2. Allen dan Meyer

Komitmen organisasi merupakan kelekatan emosi, identifikasi dan


keterlibatan individu dengan organisasi serta keinginan untuk tetap menjadi
anggota organisasi.

3. Steers dan Porter

.
Komitmen organisasi merupakan suatu sikap dimana individu
mengidentifikasi dirinya terhadap tujuan-tujuan dan harapan-harapan
organisasi tempat ia bekerja serta berusaha menjaga keanggotaan dalam
organisasi untuk mewujudkan tujuan organisasi tersebut.

4. Luthans

Komitmen organisasi merupakan keinginan kuat untuk tetap sebagai


anggota organisasi tertentu, keinginan untuk berusaha keras sesuai dengan
keinginan organisasi dan keyakinan tertentu juga penerimaan nilai dan tujuan
organisasi.

5. McShane dan Von Glinow

Komitmen organisasi merupakan pengaruh yang paling kuat, dimana orang


mengidentifikasi terhadap permintaan dan sangat termotivasi untuk
melaksanakannya, bahkan ketika sumber motivasi tidak lagi hadir.

6. Mathins dan Jackshon

“organizational Commitment is the degree to which empleyes believe in a


accept organizational goals and desire to remain with the organization”
Komitmen organisasi merupakan derajat dimana karyawan mempercayai dan
menerima tujuan-tujuan organisasi serta tidak akan meninggalkan organisai
tersebut.
Secara konseptual, komitmen organizational ditandai oleh tiga hal:
a. Adanya rasa percaya yang kuat dan penerimaan seseorang terhadap tujuan
dan nilai-nilai organisasi
b. Adanya keinginan seseorang untuk melakukan usaha secara sungguh-
sungguh
c. Adanya hasrat yang kuat untuk mempertahankan keanggotaan dalam
organisasi

7. Griffin
Seorang individu yang memiliki komitmen yang tinggi kemungkinan akan
melihat dirinya sebagai anggota sejati organisasi, dan untuk melihat dirinya
sendiri menjadi anggota jangka panjang dari organisasi. Sebaliknya, seorang
individu yang memiliki komitmen rendah lebih cenderung untuk melihat
dirinya sebagai orang luar, dan mereka tidak ingin melihat dirinya sebagai
anggota jangka panjang dari organisasi.

8. Mowday

Mowday adalah orang pertama yang menyebut komitmen organisasi dengan


komitmen kerja. Mowday berpendapat bahwa komitmen organisasi merupakan
dimensi perilaku manusia yang digunakan untuk menilai loyalitas karyawan
terhadap perusahaannya.

9. O’Reilly

O’Reilly menyebutkan, bahwa komitmen pada sebuah organisasi sebagai


ikatan kejiwaan seseorang terhadap organisasi yang mencakup keterlibatan
kerja, kesetiaan dan perasaan percaya terhadap nilai-nilai organisasi.

10. Lincoln

Lincoln memberikan pendapat mengenai komitmen organisasional yang


mencakup kebanggaan anggota, kesetiaan anggota dan kemauan anggota pada
organisasi.

11. Robbins dan Judge

Komitmen organisasi merupakan suatu keadaan dimana seorang karyawan


memihak terhadap tujuan-tujuan organisasi serta memiliki keinginan kuat untuk
mempertahankan keanggotaannya dalam organisasi tersebut.

Dari keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa komitmen organisasi


pada dasarnya merupakan kesediaan seseorang untuk mengikatkan diri dan
menunjukkan loyalitas pada organisasi karena merasakan dirinya terlibat dalam
kegiatan organisasi tersebut. Seseorang yang memiliki keinginan yang kuat,
kesediaan berusaha demi organisasi, dan keyakinan dalam organisasi, maka ia
teermasuk anggota yang memiliki komitmen yang tinggi kepada organisasi. Ketika
seorang telah berkomitmen dalam suatu organisasi berarti ia harus menyesuaikan
diri dengan nilai-nilai dan norma-norma yang ada dalam organisasi tersebut. Ia juga
menyamakan langkah untuk menuju suatu tujuan yang sama.

b. Proses Terbentuknya Komitmen Organisasi

Komitmen organisasional timbul secara bertahap dalam diri pribadi


karyawan. Berawal dari kebutuhan pribadi terhadap organisasi, kemudian beranjak
menjadi kebutuhan bersama, dan rasa memiliki dari para anggota (karyawan)
terhadap organisasi. Bashaw dan Grant menjelaskan bahwa komitmen karyawan
terhadap organisasi merupakan sebuah proses berkesinambungan dan merupakan
sebuah pengalaman individu ketika bergabung dalam sebuah organisasi. Wursanto
mengemukakan bahwa rasa memiliki dari para karyawan terhadap kelompoknya
dapat dilihat dalam hal-hal sebagai berikut :

1. Adanya loyalitas dari para anggota terhadap anggota lainnya.

2. Adanya loyalitas anggota terhadap kelompoknya.

3. Kesediaan berkorban dari para anggota baik moral maupun material demi
kelangsungan hidup kelompoknya.

4. Adanya rasa bangga dari para anggota kelompok apabila kelompok tersebut
mendapat nama baik dari masyarakat.

5. Adanya letupan emosi dari para anggota apabila kelompoknya mendapat


celaan, baik itu dilakukan oleh individu maupun kelompok lain.

6. Adanya niat baik dari para anggota kelompok untuk tetap menjaga nama
baik kelompoknya dalam keadaan apapun.

Menurut Garry Dessler yang dapat dilakukan untuk membangun komitmen


karyawan pada organisasi yaitu:
1. Make it charismatic yaitu menjadikan visi dan misi organisasi sebagai
sesuatu yang dijadikan pijakan, dasar bagi setiap karyawan dalam
berperilaku, bersikap, dan bertindak.

2. Build the tradition merupakan segala sesuatu yang baik dalam organisasi.
Hal ini dijadikan sebagai suatu tradisi yang secara terus menerus dipelihara,
dijaga oleh generasi berikutnya.

3. Have comprehensive grievance prosedures yaitu apabila ada keluhan dari


pihak luar ataupun dari internal organisasi, maka organisasi harus memiliki
prosedur untuk mengatasi keluhan tersebut secara menyeluruh.

4. Provide extenxive two-way communications yaitu menjalin komunikasi dua


arah di organisasi tanpa memandang rendah bawahan.

5. Create a sense of community yaitu menjadikan semua unsur dalam


organisasi sebagai suatu komunitas, di mana di dalamnya ada nilai-nilai
kebersamaan, rasa memiliki, kerjasama, dan lain-lain.

6. Build value – based homogeneity yaitu membangun nilai-nilai yang


didasarkan adanya kesamaan. Setiap anggota organisasi memiliki
kesempatan yang sama.

7. Share and share a like yaitu organisasi membuat kebijakan antara karyawan
level bawah sampai paling atas dan tidak terlalu membedakan dalam
kompensasi yang diterima, gaya hidup, penampilan fisik, dan lain-lain.

8. Emphasize barnraising, cross utilization, and teamwork yaitu organisasi


sebagai suatu komunitas yang harus bekerja sama, saling berbagi, saling
memberi manfaat, dan memberikan kesempatan yang sama pada anggota
organisasi.

9. Get together yaitu organisasi mengadakan acara dengan melibatkan semua


anggota organisasi untuk menjalin kebersamaan.
10. Support employee development yaitu organisasi memperhatikan
perkembangan karier karyawan dalam jangka panjang.

11. Commit to actualizing yaitu Setiap karyawan diberi kesempatan yang sama
untuk mengaktualisasikan diri secara maksimal di organisasi sesuai
kapasitas masing-masing.

12. Provide first year job chalengge yaitu karyawan masuk ke organisasi
dengan membawa mimpi, harapan dan kebutuhannya.

13. Enrich and empower yaitu menciptakan kondisi yang inovatif agar kinerja
karyawan tidak monoton, karena rutinitas akan menimbulkan perasaan
bosan bagi karyawan.

14. Promote from within yaitu apabila ada lowongan jabatan sebaiknya
kesempatan pertama diberikan kepada intern perusahaan sebelum merekrut
karyawan dari luar perusahaan.

15. Provide developmental activities yaitu apabila organisasi membuat


kebijakan untuk merekrut karyawan dari dalam sebagai prioritas maka
dengan sendirinya akan memotivasi karyawan untuk berkembang.

16. The question of employee security yaitu apabila karyawan merasa aman baik
fisik maupun psikis, maka komitmen akan muncul dengan sendirinya.

17. Commit to people first value yaitu membangun komitmen karyawan pada
perusahaan merupakan proses yang panjang dan tidak bisa dibentuk secara
instan. Oleh karena itu perusahaan harus memberi perlakuan yang benar
pada masa awal karyawan memasuki organisasi.

18. Put in writing adalah data tentang organisasi dimuat dalam bentuk tulisan,
tidak hanya dalam bentuk lisan.

19. Hire right kind managers yaitu apabila pimpinan ingin menanamkan nilai-
nilai, kebiasaan, dan lain-lain sebaiknya pimpinan sendiri memberikan
teladan dala bentuk sikap dan perilaku sehari-hari.
20. Walk the walk yaitu tindakan jauh lebih efektif dari pada kata-kata. Faktor-
faktor pembentuk komitmen organisasional akan berbeda bagi karyawan
yang baru bekerja, setelah mengalami masa kerja yang cukup lama, serta
bagi karyawan yang bekerja dalam tahapan yang lama yang menganggap
perusahaan atau organisasi tersebut sudah menjadi bagian dalam hidupnya.

Proses terbentuknya komitmen karyawan pada sebuah organisasi itu berbeda.


Dalam gagasannya, Steerme memberikan pendapat mengenai tahapan
pembentukan komitmen menjadi 3 bagian. Pada tahapan pertama, individu akan
memilih organisasi atau perusahaan yang dimasukinya. Dalam hal ini setiap
individu akan menyesuaikan nilai-nilai, profesi, dan karir individu dengan
organisasi yang akan dimasukinya. Pada tahap ini pula, kedua belah pihak sama-
sama menentukan pilihan. Individu dapat memilih organisasi atau perusahaan yang
akan dimasukinya, sedangkan perusahaan juga dapat memilih individu yang akan
bekerja serta menjalankan peran di dalamnya.

Pada tahap kedua, individu menetapkan sejauh mana mereka akan terlibat
dengan organisasi atau perusahaan bersangkutan. Dalam tahapan ini, individu akan
mengidentifikasi tujuan-tujuan organisasi, nilai-nilai organisasi, serta keinginan
untuk bekerja keras dalam mewujudkan visi dan misi organisasi. Dalam tahapan ini
akan terlihat bagaimana komitmen individu pada sebuah organisasi atau
perusahaan. Jika terjadi penurunan atau degradasi dalam komitmen individu
terhadap organisasi atau perusahaan, maka organisasi atau perusahaan perlu
melakukan evaluasi terhadap faktor-faktor penyebab terjadinya penurunan
komitmen individu tersebut, untuk kemudian melakukan langkah-langkah strategis
agar mampu mengembalikan komitmen individu tersebut agar tetap tinggi.

Pada tahapan yang terakhir, akan terlihat kecenderungan individu dengan


kondisi tinggi rendahnya komitmennya terhadap organisasi. Individu dengan
komitmen yang rendah akan cenderung memiliki motivasi yang rendah, kinerjanya
buruk, tingkat keterlibatannya rendah, serta puncaknya individu tersebut cenderung
ingin keluar dari organisasi tersebut. Sedangkan individu dengan komitmen yang
tinggi akan cenderung berusaha untuk tetap bertahan pada organisasi tersebut.
Individu dengan komitmen yang tinggi akan cenderung memiliki motivasi yang
tinggi, kinerjanya akan cenderung meningkat, dan individu ini akan selalu terlibat
dalam interaksi organisasi. Individu dengan komitmen tinggi juga akan berkorban
demi tercapainya tujuan dari organisasi tersebut, karena hal tersebut merupakan
suatu kepuasan tersendiri bagi individu yang memiliki komitmen tinggi terhadap
organisasi.

c. Faktor yang Mempengaruhi Komitmen Organisasi

Komitmen yang dimiliki karyawan terhadap organisasi ini merupakan


upaya karyawan dalam melibatkan diri untuk perusahaan. Komitmen yang dimiliki
karyawan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Baik itu berasal dari faktor internal
maupun eksternal karyawan. Menurut Minner faktor tersebut antara lain:

1. Karakteristik personal, seperti halnya usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan,


serta kepribadian.

Ada suatu keyakinan bahwa produktivitas merosot sejalan dengan makin


tua usia seseorang. Namun hal itu tidak dapat dijadikan patokan karena ada
beberapa orang yang sudah berusia lanjut namun masih tetap memiliki
semangat yang membara dalam bekerja. Tetapi harus kita akui bahwa usia
muda seseorang lebih produktif dibanding ketika berusia tua.3 Usia muda
biasanya memiliki tingkat komitmen yang lebih tinggi diabnding pada orang
yang berusia tua.

Mengenai jenis kelamin, ada pendapat yang mengatakan bahwa ada


perbedaan antara pria dan wanita yang mempengaruhi kinerja. Ada juga yang
berpendapat tidak ada perbedaan yang konsisten antara pria dan wanita dalam
kemampuan memecahkan masalah, ketrampilan analisis, dorongan kompetitif,
sosiabilitas atau kemampuan belajar.
Mengenai kepribadian, kepribadian sendiri merupakan total jumlah dari
seorang individu dalam beraksi dan berinteraksi dengan orang lain. Dapat pula
dikatakan bahwa kepribadian merupakan himpunan karakteristik dan
kecenderungan yang stabil serta menentukan sifat umum dan perbedaaan
dalam perilaku seseorang. Oleh karena itu kepribadian juga akan menentukan
tingkat tinggi rendahnya komitmen seseorang pada suatu organisasi.4
Kepribadian juga dapat diartikan seperangkat karakteristik dan
kecenderungamn yang stabil yang menentukan keumuman dan perbedaan
tingkah laku psikologik (berfikir, merasa. Dan gerakan) dari seseorang dalam
waktu yang panjang dan tidak dapat difahami secara sederhana sebagai hasil
dari tekanan sosial dan tekanan biologic saat itu.5

Komitmen termasuk kepribadian yang bersifat umum dan khas.


Kepribadian bersifat umum adalah suatu kepribadian yang menunjuk pada sifat
umum seseorang (fikiran, kegiatan, perasaan) yang berpengaruh secara
sistematik terhadap keseluruhan tingkah lakunya. Sedangkan kepribadian yang
bersifat khas adalah suatu kepribadian yang dipakai untuk menjelaskan sifat
individu yang membedakan dia dengan orang lain, semacam tanda tangan, atau
sidik jari psikologik, bagaimana individu berbeda dengan orang lain. Sama
halnya dengan komitmen, seseorang yang memiliki komitmen yang tinggi, ia
akan memiliki tingkah laku dan sifat yang berbeda dengan yang lain atau yang
tidak memiliki komitmen.

2. Karakteristik pekerjaan, seperti lingkup jabatan, tantangan dalam pekerjaan,


konflik peran, dan tingkat kesulitan dalam pekerjaan.

3. Karakteristik struktur, seperti besar kecilnya organisasi, bentuk organisasi seperti


sentralisasi atau desentralisasi, kehadiran serikat kerja, dan tingkat pengendalian
yang dilakukan oleh organisasi terhadap karyawan
4. Pengalaman kerja. Pengalaman kerja karyawan sangat berpengaruh terhadap
tingkat komitmen karyawan pada organisasi. Karyawan yang baru beberapa tahun
bekerja dan karyawan yang sudah lama bekerja dalam organisasi tentu memiliki
tingkat komitmen yang berbeda.6

Dari ke empat faktor ini dapat kita pisahkan, sehingga terbagi menjadi dua
faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Yang termasuk faktor internal
yaitu karakteristik personal dan pengalaman kerja, sedangkan yang termasuk faktor
eksternal antara lain karakteristik pekerjaan dan karakteristik struktur.

Selain faktor yang mempengaruhi komitmen organisasi, ia juga memiliki


tiga aspek utama, yaitu: identifikasi, keterlibatan dan loyalitas pegawai terhadap
organisasi, berikut penjelasannya:

1. Identifikasi

Identifikasi merupakan keyakinan dan penerimaan terhadap serangkaian


nilai dan tujuan organisasi. Dimensi ini tercermin dalam beberapa perilaku,
seperti adanya kesamaan nilai dan tujuan pribadi dengan nilai dan tujuan
organisasi, penerimaan terhadap kebijakan organisasi serta adanya kebanggaan
menjadi bagian dari organisasi. Aspek identifikasi ini dapat dikembangkan
dengan memodivikasi tujuan organisasi, sehingga mencakup beberapa tujuan
pribadi pada karyawan. Dengan kata lain, perusahaan memasukkan kebutuhan
dan keinginan karyawan dalam tujuan organisasinya, sehingga akan
membuahkan suasana saling mendukung diantara para karyawan dengan
organisasi. Suasana tersebut akan membawa karyawan dengan rela
menyumbangkan sesuatu bagi tercapainya tujuan organisasi, karena karyawan
menerima tujuan organisasi yang dipercayai telah disusun demi memenuhi
kebutuhan pribadi mereka juga.

2. Keterlibatan
Keterlibatan atau partisipasi pegawai dalam aktivitas-aktivitas kerja penting
untuk diperhatikan, karena adanya keterlibatan pegawai menyebabkan mereka
akan mau dan senang bekerja sama, baik dengan pimpinan maupun dengan
sesame teman kerja. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk memancing
keterlibatan pegawai adalah dengan memancing partisipasi mereka dalam
berbagai kesempatan pembuatan keputusan, yang dapat menumbuhkan
keyakinan pada pegawai bahwa apa yang telah diputuskan merupakan keputusan
bersama. Di samping itu, dengan melakukan hal tersebut, maka pegawai akan
merasakan bahwa mereka diterima sebagai bagian yang utuh dari organisasi, dan
konsekuensi lebih lanjut. Mereka merasa wajib untuk melaksanakan bersama
apa yang telah diputuskan karena adanya rasa keterkaitan dengan apa yang
mereka ciptakan (Sutarto, 1989: 79). Hasil riset menunjukkan bahwa tingkat
kehadiran mereka akan melibatkan rasa keterlibatan dalam organisasi. Mereka
hanya absen jika mereka sakit hingga benar-benar tidak dapat masuk kerja. Jadi,
tingkat kemangkiran yang disengaja pada individu tersebut lebih rendah
dibandingkan dengan pegawai yang keterlibatannya lebih rendah.

3. Loyalitas

Loyalitas pegawai terhadap organisasi memiliki makna kesediaan seseorang


untuk melanggengkan hubungannya dengan organisasi. Mereka juga akan
mengorbankan kepentingan pribadinya tanpa mengharapkan apapun. Kesediaan
pegawai untuk mempertahankan diri bekerja dalam organisasi adalah hal yang
penting dalam menunjang komitmen pegawai terhadap organisasi dimana mereka
bekerja. Hal ini dapat diupayakan apabila pegawai merasakan adanya keamanan
dan kepuasan di dalam organisasi dimana ia bergabung untuk bekerja.

D. Komitemen Profesi

a. Pengertian

Komitmen profesi didasarkan pada identifikasi dari suatu keinginan untuk


membantu pencapaian tujuan profesi. Konsep komitmen profesi didasarkan pada
premis bahwa individu membentuk suatu kesetiaan (attachment) terhadap
profesinya selama proses sosialisasi dan profesi tersebut telah menanamkan
nilainilai dan norma-norma profesi. Menurut Aranya dan Ferris (1984) komitmen
profesi dapat didefinisikan sebagai kekuatan relatif dari identifikasi dan
keterlibatan individu terhadap suatu profesi. Menurut mereka, komitmen seseorang
terhadap profesinya diwujudkan dalam tiga karakteristik berikut :

(1) suatu penerimaan atas tujuan-tujuan dan nilainilai profesi,


(2) suatu kemauan untuk melakukan suatu tugas sekuat tenaga demi
kepentingan profesi, dan
(3) suatu keinginan untuk memelihara dan mempertahankan keanggotaan
dalam profesi.

Menurut Lee et al. (2000) bahwa individu dengan komitmen profesi yang
tinggi memiliki identifikasi yang lebih kuat, dan mengalami hal yang lebih positif
tentang profesinya dibandingkan dengan individu dengan komitmen profesi yang
rendah. Komitmen profesi dapat dikembangkan melalui pengalaman profesional
positif atau pengembangan keahlian profesional. Komitmen profesi dibangun
selama proses sosialisasi ketika profesi tersebut memberikan penekanan terhadap
pemahaman nilai-nilai dan norma-norma yang disyaratkan oleh suatu profesi. Oleh
karena itu komitmen seseorang terhadap profesinya akan meningkat sesuai dengan
proses sosialisasi dan pengalamannya tentang suatu profesi (Jeffrey dan
Weatherholt, 1996). Selanjutnya Lee et al. (2002) mengidentifikasi ada empat
alasan mengenai pentingnya memahami komitmen profesi, yaitu karena:

1. ( Karir seseorang merupakan fokus utama dalam hidupnya,


2. (Komitmen terhadap profesi mempengaruhi retensi seseorang
dalam organisasi, komitmen ini memiliki implikasi penting untuk
manajemen sumber daya manusia,
3. Keahlian profesi dibangun dan berkembang dari pengalaman
kerja, kinerja tugas dapat memiliki hubungan dengan komitmen
profesi, dan
4. Studi-studi tentang komitmen profesi memberikan pemahaman
bagaimana individu mengembangkan dan mengintegrasikan
dimensi-dimensi dari komitmen baik di dalam maupun di luar
oragnisasi.
b. Dimensi Dari Komitmen Profesi

Menurut Hall et al. (2005), komitmen profesi bukanlah suatu konstruk yang
bersifat unidimensional tetapi bersifat multi dimensional karena konsep komitmen profesi
dikembangkan dari konsep yang lebih mapan yaitu konsep komitmen organisasi. Mereka
mengajukan dimensi komitmen profesi sebagai berikut :

1) Komitmen profesi afektif, merupakan keterikatan emosional terhadap profesi


dimana individu mengindentifikasikan diri dengan profesi dan menik mati
keanggotaan dalam profesi. Komitmen afektif individu terhadap profesinya
dibangun melalui pertukaran pengalaman positif dan negatif dari profesinya.
2) Komitmen profesi kontinuan, merupakan keterikatan terhadap profesi yang
dibangun individu dengan mempertimbangkan biaya yang dirasakan jika
meninggalkan profesi
3) Komitmen profesi normatif merupakan suatu kesetiaan pada profesi karena
merasakan suatu kewajiban (tanggung jawab) untuk tetap berada dalam profesi.
DAFTAR PUSTAKA

Aka, Hawari. 2012. Guru Yang Berkarakter Kuat. Jakarta: Laksana


Bafadal, Ibrahim. 2003. Peningkatan Profesionalisme Guru di Sekolah Dasar.
Jakarta: PT Bumi Aksara.
Nurdin, Syarifuddin. dkk. 2002. Guru Profesional dan Implementasi Kurikulum.
Jakarta: Ciputat Pers
Saud, Syaefudin. 2009. Pengembangan Profesi Guru. Bandung: CV Alfabet
Supardi. 2014. Kinerja Guru. Jakarta: Rajawali Pers.
Widiastono, Tonny. 2004. Pendidikan Manusia Indonesia. Jakarta: Buku Kompas.
Anwar, S., Rubini, B., & Sunaryo, W. (2021). Effects of Self Efficacy and Job
Satisfaction on The Improvement of Lecturers Professional Commitment.
Turkish Journal of Computer and Mathematic Education, 12(13), 7240–
7250.
E Nurzaman AM. 2021. Pendidikan dan Profesi Keguruan dalam Membangun
Sumber Daya Manusia (SDM). Yogyakarta: Samudra Biru.

Anda mungkin juga menyukai