Kelompok 3 Perilaku Organisasi (Aisah & Nigh Gita)
Kelompok 3 Perilaku Organisasi (Aisah & Nigh Gita)
Mata kuliah
Disusun Oleh
Aisah Kurniawati
UNIVERSITAS PAMULANG
2024
A. KINERJA GURU
a. Pengertian Guru Profesional
2. Pengembangan Profesi
Profesi guru kian hari menjadi perhatian seiring dengan perubahan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi yang menuntut kesiapan agar tidak ketinggalan. Tetapi
pekerjaan itu harus diterapkan kepada masyarakat untuk kepentingan masyarakat
umum, bukan untuk kepentingan individual, kelompok, atau golongan tertentu.
Dalam melaksanakan pekerjaan itu harus memenuhi norma-norma itu. Orang yang
melakukan pekerjaan profesi itu harus ahli, orang yang sudah memiliki daya pikir,
ilmu dan keterampilan yang tinggi. Disamping itu ia juga dituntut dapat
mempertanggung jawabkan segala tindakan dan hasil karyanya yang menyangkut
profesi itu.
Pekerjaan profesi harus berorientasi pada layanan sosial. Seorang
profesional ialah orang yang melayani kebutuhan anggota masyarakat baik secara
perorangan maupun kelompok. Sebagai orang yang memberikan pelayanan sudah
tentu membutuhkan sikap rendah hati dan budi halus. Sikap dan budi halus ini
menjadi sarana bagi terjalinnya hubungan yang baik yang ikut menentukan
keberhasilan profesi.
Apabila syarat-syarat profesionalisme guru di atas itu terpenuhi akan
mengubah peran guru yang tadinya pasif menjadi guru yang kreatif dan dinamis.
Hal ini sejalan dengan pendapat Semiawan (1991) bahwa pemenuhan persyaratan
guru profesional akan mengubah peran guru yang semula sebagai orator yang
verbalistis menjadi berkekuatan dinamis dalam menciptakan suatu suasana dan
lingkungan belajar yang invitation learning environment.
Upaya meningkatkan profesionalisme guru di antaranya melalui (1)
Peningkatan kualifikasi dan persyaratan jenjang pendidikan yang lebih tinggi bagi
tenaga pengajar, (2) Program sertifikasi, Selain sertifikasi, menurut Supriadi (1998)
yaitu mengoptimalkan fungsi dan peran kegiatan dalam bentuk PKG (Pusat
Kegiatan Guru), KKG (Kelompok Kerja Guru), dan MGMP (musyawarah Guru
Mata Pelajaran) yang memungkinkan para guru untuk berbagi pengalaman dalam
memecahkan masalah-masalah yang mereka hadapi dalam kegiatan mengajarnya.
Pengembangan profesi guru harus pula diimbangi dengan usaha lain seperti
mengusahakan perpustakaan khusus untuk guru-guru yang mencakup segala bidang
studi yang diajarkan di sekolah, sehingga guru tidak terlalu sulit untuk mencari
bahan dan referensi untuk mengajar di kelas. Peranan profesi adalah sebagai
motivator, supervisor, penanggung jawab dalam membina disiplin, model perilaku,
pengajar dan pembimbing dalam proses belajar, pengajar yang terus mencari
pengetahuan dan ide baru untuk melengkapi dan meningkatkan pengetahuannya,
komunikator terhadap orang tua murid dan masyarakat, administrator kelas, serta
anggota organisasi profesi pendidikan.
Menyadari akan profesi merupakan wujud eksistensi guru sebagai
komponen yang bertanggung jawab dalam keberhasilan pendidikan maka menjadi
satu tuntutan bahwa guru harus sadar akan peran dan fungsinya sebagai pendidik.
3. Kemampuan Mengajar
Untuk melaksanakan tugas-tugas dengan baik, guru memerlukan
kemampuan. Cooper (dalam Zahera, 1997) mengemukakan bahwa guru harus
memiliki kemampuan merencanakan pengajaran, menuliskan tujuan pengajaran,
menyajikan bahan pelajaran, memberikan pertanyaan kepada siswa, mengajarkan
konsep, berkomunikasi dengan siswa, mengamati kelas, dan mengevaluasi hasil
belajar
Kompetensi guru adalah kemampuan atau kesanggupan guru dalam
mengelola pembelajaran. Titik tekannya adalah kemampuan guru dalam
pembelajaran bukanlah apa yang harus dipelajari (learning what to be learnt), guru
dituntut mampu menciptakan dan menggunakan keadaan positif untuk membawa
mereka ke dalam pembelajaran agar anak dapat mengembangkan kompetensinya
(Rusmini, 2003).
Kompetensi Keterampilan proses belajar mengajar adalah penguasaan
terhadap kemampuan yang berkaitan dengan proses pembelajaran. Kompetensi
dimaksud meliputi kemampuan dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi
pembelajaran, kemampuan dalam menganalisis, menyusun program perbaikan dan
pengayaan, serta menyusun program bimbingan dan konseling sedangkan
Kompetensi Penguasaan Pengetahuan adalah penguasaan terhadap kemampuan
yang berkaitan dengan keluasan dan kedalaman pengetahuan. Kompetensi
dimaksud meliputi pemahaman terhadap wawasan pendidikan, pengembangan diri
dan profesi, pengembangan potensi peserta didik, dan penguasaan akademik
(Rusmini, 2003).
Kemampuan mengajar guru sebenarnya merupakan pencerminan penguasan
guru atas kompetensinya. Kemampuan mengajar guru yang sesuai dengan tuntutan
standar tugas yang diemban memberikan efek positif bagi hasil yang ingin dicapai
seperti perubahan hasil akademik siswa, sikap siswa, keterampilan siswa, dan
perubahan pola kerja guru yang makin meningkat, sebaliknya jika kemampuan
mengajar yang dimiliki guru sangat sedikit akan berakibat bukan saja menurunkan
prestasi belajar siswa tetapi juga menurunkan tingkat kinerja guru itu sendiri.
6. Kedisiplinan
The Liang Gie (1972) memberikan pengertian disiplin sebagai berikut
Disiplin adalah suatu keadaan tertib di mana orang-orang yang tergabung dalam
suatu organisasi tunduk pada peraturan-peraturan yang telah ada dengan rasa
senang. Disiplin adalah ketaatan dan ketepatan pada suatu aturan yang dilakukan
secara sadar tanpa adanya dorongan atau paksaan pihak lain atau suatu keadaan di
mana sesuatu itu berada dalam tertib, teratur dan semestinya serta tiada suatu
pelanggaran-pelanggaran baik secara langsung maupun tidak langsung.
Tujuan disiplin menurut Arikunto, S. (1993) yaitu agar kegiatan sekolah
dapat berlangsung secara efektif dalam suasana tenang, tentram dan setiap guru
beserta karyawan dalam organisasi sekolah merasa puas karena terpenuhi
kebutuhannya.
7. Kesejahteraan
Faktor kesejahteraan menjadi salah satu yang berpengaruh terhadap kinerja
guru di dalam meningkatkan kualitasnya sebab semakin sejahteranya seseorang
makin tinggi kemungkinan untuk meningkatkan kerjanya. Mulyasa (2002)
menegaskan bahwa terpenuhinya berbagai macam kebutuhan manusia, akan
menimbulkan kepuasan dalam melaksanakan apapun tugasnya.
Menurut Supriadi (1999) bahwa tingkat kesejahteraan guru di Indonesia
sangat memprihatinkan, hanya setara dengan kondisi guru di negara miskin di
Afrika. Rendahnya tingkat kesejahteraan tersebut akan semakin tampak bila
dibandingkan dengan kondisi guru di negara lain. Di negara maju, gaji guru
umumnya lebih tinggi dari pegawai yang lain, sementara di Indonesia justru
sebaliknya.
Profesionalitas guru tidak saja dilihat dari kemampuan guru dalam
mengambangkan dan memberikan pembelajaran yang baik kepada peserta didik,
tetapi juga harus dilihat oleh pemerintah dengan cara memberikan gaji yang pantas
serta berkelayakan. Bila kebutuhan dan kesejahteraan para guru telah layak
diberikan oleh pemerintah, maka tidak akan ada lagi guru yang membolos karena
mencari tambahan diluar (Denny Suwarja, 2003).
Peningkatan kesejahteraan berkaitan erat dengan insentif yang diberikan
pada guru. Insentif dibatasi sebagai imbalan organisasi pada motivasi individu,
pekerja menerima insentif dari organisasi sebagai pengganti karena dia anggota
yang produktif dengan kata lain insentif adalah upah atau hukuman yang diberikan
sebagai pengganti kontribusi individu pada organisasi. Menurut Chester l. Barnard
(dalam Sutaryadi, 2001) menyatakan bahwa insentif yang tidak memadai berarti
mengubah tujuan organisasi.
Dari uraian di atas disimpulkan bahwa untuk memaksimalkan kinerja guru
langkah strategis yang dilakukan pemerintah yaitu memberikan kesejahteraan yang
layak sesuai volume kerja guru, selain itu memberikan insentif pendukung sebagai
jaminan bagi pemenuhan kebutuhan hidup guru dan keluarganya. Program
peningkatan mutu pendidikan apapun yang akan diterapkan pemerintah, jika
kesejahteraan guru masih rendah maka besar kemungkinan program tersebut tidak
akan mencapai hasil yang maksimal. Jadi tidak heran kalau guru di negara maju
memiliki kualitas tinggi dan profesional, karena penghargaan terhadap jasa guru
sangat tinggi. Adanya Jaminan kehidupan yang layak bagi guru dapat memotivasi
untuk selalu bekerja dan meningkatkan kreativitas sehingga kinerja selalu
meningkat tiap waktu.
8. Iklim Kerja
Sekolah merupakan suatu sistem yang terdiri dari berbagai unsur yang
membentuk satu kesatuan yang utuh. Di dalam sekolah terdapat berbagai macam
sistem sosial yang berkembang dari sekelompok manusia yang saling berinteraksi
menurut pola dan tujuan tertentu yang saling mempengaruhi dan dipengaruhi oleh
lingkungannya sehingga membentuk perilaku dari hasil hubungan individu dengan
individu maupun dengan lingkungannya.
Litwin dan Stringer (Sergiovanni, 2001) mengemukakan bahwa Iklim
mempengaruhi kinerja guru. Iklim sebagai pengaruh subyektif yang dapat
dirasakan dari sistem formal, gaya informal pemimpin dan faktor-faktor lingkungan
penting lainnya, yang menyangkut sikap/keyakinan dan kemampuan memotivasi
orang-orang yang bekerja pada organisasi tersebut. Sedangkan menurut Henry A
Marray dan Kurt Lewin (Sutaryadi, 1990) mengatakan bahwa Iklim kerja adalah
seperangkat karakteristik yang membedakan antara individu satu dengan individu
lainnya yang dapat mempangaruhi perilaku individu itu sendiri, perilaku
merupakan hasil dari hubungan antara individu dengan lingkungannya.
Jadi Iklim kerja adalah hubungan timbal balik antara faktor-faktor pribadi,
sosial dan budaya yang mempengaruhi sikap individu dan kelompok dalam
lingkungan sekolah yang tercermin dari suasana hubungan kerjasama yang
harmonis dan kondusif antara Kepala Sekolah dengan guru, antara guru dengan
guru yang lain, antara guru dengan pegawai sekolah dan keseluruhan komponen itu
harus menciptakan hubungan dengan peserta didik sehingga tujuan pendidikan dan
pengajaran tercapai.
B. Kinerja Dosen
C. KOMITMEN ORGANISASI
.
Komitmen organisasi merupakan suatu sikap dimana individu
mengidentifikasi dirinya terhadap tujuan-tujuan dan harapan-harapan
organisasi tempat ia bekerja serta berusaha menjaga keanggotaan dalam
organisasi untuk mewujudkan tujuan organisasi tersebut.
4. Luthans
7. Griffin
Seorang individu yang memiliki komitmen yang tinggi kemungkinan akan
melihat dirinya sebagai anggota sejati organisasi, dan untuk melihat dirinya
sendiri menjadi anggota jangka panjang dari organisasi. Sebaliknya, seorang
individu yang memiliki komitmen rendah lebih cenderung untuk melihat
dirinya sebagai orang luar, dan mereka tidak ingin melihat dirinya sebagai
anggota jangka panjang dari organisasi.
8. Mowday
9. O’Reilly
10. Lincoln
3. Kesediaan berkorban dari para anggota baik moral maupun material demi
kelangsungan hidup kelompoknya.
4. Adanya rasa bangga dari para anggota kelompok apabila kelompok tersebut
mendapat nama baik dari masyarakat.
6. Adanya niat baik dari para anggota kelompok untuk tetap menjaga nama
baik kelompoknya dalam keadaan apapun.
2. Build the tradition merupakan segala sesuatu yang baik dalam organisasi.
Hal ini dijadikan sebagai suatu tradisi yang secara terus menerus dipelihara,
dijaga oleh generasi berikutnya.
7. Share and share a like yaitu organisasi membuat kebijakan antara karyawan
level bawah sampai paling atas dan tidak terlalu membedakan dalam
kompensasi yang diterima, gaya hidup, penampilan fisik, dan lain-lain.
11. Commit to actualizing yaitu Setiap karyawan diberi kesempatan yang sama
untuk mengaktualisasikan diri secara maksimal di organisasi sesuai
kapasitas masing-masing.
12. Provide first year job chalengge yaitu karyawan masuk ke organisasi
dengan membawa mimpi, harapan dan kebutuhannya.
13. Enrich and empower yaitu menciptakan kondisi yang inovatif agar kinerja
karyawan tidak monoton, karena rutinitas akan menimbulkan perasaan
bosan bagi karyawan.
14. Promote from within yaitu apabila ada lowongan jabatan sebaiknya
kesempatan pertama diberikan kepada intern perusahaan sebelum merekrut
karyawan dari luar perusahaan.
16. The question of employee security yaitu apabila karyawan merasa aman baik
fisik maupun psikis, maka komitmen akan muncul dengan sendirinya.
17. Commit to people first value yaitu membangun komitmen karyawan pada
perusahaan merupakan proses yang panjang dan tidak bisa dibentuk secara
instan. Oleh karena itu perusahaan harus memberi perlakuan yang benar
pada masa awal karyawan memasuki organisasi.
18. Put in writing adalah data tentang organisasi dimuat dalam bentuk tulisan,
tidak hanya dalam bentuk lisan.
19. Hire right kind managers yaitu apabila pimpinan ingin menanamkan nilai-
nilai, kebiasaan, dan lain-lain sebaiknya pimpinan sendiri memberikan
teladan dala bentuk sikap dan perilaku sehari-hari.
20. Walk the walk yaitu tindakan jauh lebih efektif dari pada kata-kata. Faktor-
faktor pembentuk komitmen organisasional akan berbeda bagi karyawan
yang baru bekerja, setelah mengalami masa kerja yang cukup lama, serta
bagi karyawan yang bekerja dalam tahapan yang lama yang menganggap
perusahaan atau organisasi tersebut sudah menjadi bagian dalam hidupnya.
Pada tahap kedua, individu menetapkan sejauh mana mereka akan terlibat
dengan organisasi atau perusahaan bersangkutan. Dalam tahapan ini, individu akan
mengidentifikasi tujuan-tujuan organisasi, nilai-nilai organisasi, serta keinginan
untuk bekerja keras dalam mewujudkan visi dan misi organisasi. Dalam tahapan ini
akan terlihat bagaimana komitmen individu pada sebuah organisasi atau
perusahaan. Jika terjadi penurunan atau degradasi dalam komitmen individu
terhadap organisasi atau perusahaan, maka organisasi atau perusahaan perlu
melakukan evaluasi terhadap faktor-faktor penyebab terjadinya penurunan
komitmen individu tersebut, untuk kemudian melakukan langkah-langkah strategis
agar mampu mengembalikan komitmen individu tersebut agar tetap tinggi.
Dari ke empat faktor ini dapat kita pisahkan, sehingga terbagi menjadi dua
faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Yang termasuk faktor internal
yaitu karakteristik personal dan pengalaman kerja, sedangkan yang termasuk faktor
eksternal antara lain karakteristik pekerjaan dan karakteristik struktur.
1. Identifikasi
2. Keterlibatan
Keterlibatan atau partisipasi pegawai dalam aktivitas-aktivitas kerja penting
untuk diperhatikan, karena adanya keterlibatan pegawai menyebabkan mereka
akan mau dan senang bekerja sama, baik dengan pimpinan maupun dengan
sesame teman kerja. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk memancing
keterlibatan pegawai adalah dengan memancing partisipasi mereka dalam
berbagai kesempatan pembuatan keputusan, yang dapat menumbuhkan
keyakinan pada pegawai bahwa apa yang telah diputuskan merupakan keputusan
bersama. Di samping itu, dengan melakukan hal tersebut, maka pegawai akan
merasakan bahwa mereka diterima sebagai bagian yang utuh dari organisasi, dan
konsekuensi lebih lanjut. Mereka merasa wajib untuk melaksanakan bersama
apa yang telah diputuskan karena adanya rasa keterkaitan dengan apa yang
mereka ciptakan (Sutarto, 1989: 79). Hasil riset menunjukkan bahwa tingkat
kehadiran mereka akan melibatkan rasa keterlibatan dalam organisasi. Mereka
hanya absen jika mereka sakit hingga benar-benar tidak dapat masuk kerja. Jadi,
tingkat kemangkiran yang disengaja pada individu tersebut lebih rendah
dibandingkan dengan pegawai yang keterlibatannya lebih rendah.
3. Loyalitas
D. Komitemen Profesi
a. Pengertian
Menurut Lee et al. (2000) bahwa individu dengan komitmen profesi yang
tinggi memiliki identifikasi yang lebih kuat, dan mengalami hal yang lebih positif
tentang profesinya dibandingkan dengan individu dengan komitmen profesi yang
rendah. Komitmen profesi dapat dikembangkan melalui pengalaman profesional
positif atau pengembangan keahlian profesional. Komitmen profesi dibangun
selama proses sosialisasi ketika profesi tersebut memberikan penekanan terhadap
pemahaman nilai-nilai dan norma-norma yang disyaratkan oleh suatu profesi. Oleh
karena itu komitmen seseorang terhadap profesinya akan meningkat sesuai dengan
proses sosialisasi dan pengalamannya tentang suatu profesi (Jeffrey dan
Weatherholt, 1996). Selanjutnya Lee et al. (2002) mengidentifikasi ada empat
alasan mengenai pentingnya memahami komitmen profesi, yaitu karena:
Menurut Hall et al. (2005), komitmen profesi bukanlah suatu konstruk yang
bersifat unidimensional tetapi bersifat multi dimensional karena konsep komitmen profesi
dikembangkan dari konsep yang lebih mapan yaitu konsep komitmen organisasi. Mereka
mengajukan dimensi komitmen profesi sebagai berikut :