Anda di halaman 1dari 101

Buku Skill lab

Blok 10, 11

superwin
Daftar isi

1. Blok 10-Reproductive System..............................................3


1.1. PEMERIKSAAN ANTENATAL...............................................................4
1.2. PARTOGRAF.....................................................................................15
1.3. PERSALINAN NORMAL......................................................................27
1.4. PEMERIKSAAN GINEKOLOGI............................................................40
1.5. PEMASANGAN AKDR/IUD................................................................49
1.6. KONTRASEPSI : PEMASANGAN IMPLAN...........................................54
1.7. ANAMNESIS OBSTETRI DAN ...........................................................58
1.8. KONSELING KB..................................................................................65

2. Blok 11-Special Sense........................................................66


2.1. PEMERIKSAAN VISUS DAN KOREKSI ...............................................................67
2.2. PEMERIKSAAN SEGMEN ANTERIOR & POSTERIOR MATA.........................71
2.3. PEMERIKSAAN THT................................................................................................77
2.4. PEMASANGAN TAMPON HIDUNG ANTERIOR......................................................82
2.5. PEMERIKSAAN PENDENGARAN..............................................................................86

2
BLOK 10

Reproduction
System

3
PENUNTUN SKILL LAB-1

PEMERIKSAAN ANTENATAL

BLOK REPRODUCTIVE SYSTEM

DEPARTEMEN ILMU KEBIDANAN & KANDUNGAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UHKBPN

Disusun Oleh :

Prof. Dr.dr. Sarma N Lumbanraja, SpOG(K)

DR.dr.Hotma Partogi Pasaribu, SpOG, dr. Leo Simanjuntak, SpOG,

A. Pendahuluan
Asuhan antenatal adalah upaya preventif program pelayanan obstretik untuk optimalisasi
luaran maternal dan neonatal melalui serangkaian kegiatan pemantauan rutin selama
kehamilan. Ada 6 alasan penting untuk mendapatkan asuhan antenatal yaitu:

1. Membangun rasa saling percaya antara klien dengan petugas kesehatan


2. Mengupayakan terwujudnya kondisi terbaik bagi ibu dan bayi yang dikandungnya.
3. Memperoleh informasi dasar tentang kesehatan ibu dan kehamilannya
4. Mengidentifikasi dan menatalaksana kehamilan risiko tinggi

4
5. Memberikan pendidikan kesehatan yang diperlukan dalam menjaga kualitas
kehamilan dan merawat bayi.
6. Menghindarkan gangguan kesehatan selama kehamilan yang akan membahayakan
keselamatan ibu hamil dan bayi yang dikandungnya.

B. Jadwal kunjungan asuhan antenatal


Bila kehamilan termasuk risiko tinggi maka perhatian dan jadwal kunjungan harus lebih
ketat. Namun bila kehamilan normal jadwal asuhan antenatal cukup 4 kali. Dalam bahasa
program kesehatan ibu & anak (KIA) diberi kode K (kunjungan). Pemeriksaan antenatal
yang lengkap adalah K1, K2, K3, dan K4. Hal ini berarti minimal dilakukan sekali
kunjungan antenatal hingga usia kehamilan 28 minggu, sekali kunjungan antenatal pada
kehamilan 28-36 minggu dan sebanyak dua kali pada kehamilan diatas 36 minggu.

C. Pemeriksaan rutin dan penelusuran penyakit selama kehamilan


1. Identifikasi dan Riwayat Kesehatan
a. Data Umum Pribadi
b. Keluhan saat ini
c. Riwayat haid
Menentukan usia kehamilan dan taksiran persalinan dengan rumus Naegele
d. Riwayat Kehamilan & Persalinan
e. Riwayat kehamilan saat ini
f. Riwayat Penyakit dalam keluarga
g. Riwayat penyakit ibu
h. Riwayat pembedahan
i. Riwayat kontrasepsi
j. Riwayat imunisasi
k. Riwayat menyusui

2. Pemeriksaan
a. Keadaan umum
- Tanda Vital
- Pemeriksaan Fisik

5
b. Pemeriksaan Abdomen
- Inspeksi
- Palpasi menurut Leopold (> 20 minggu)
- Auskultasi DJJ
c. Inspekulo

3. Laboratorium
a. - Darah rutin
- Urin rutin
- Golongan darah
- KGD
- Anti Hepatitis B Virus
- Antibodi Rubella
- HIV/VDRL
b. USG-rutin pada kehamilan 18-22 minggu

D. Pemeriksaan luar obstetrik


Sebelum melakukan pemeriksaan luar, pastikan ibu sudah mengosongkan kandung kemih,
kemudian minta ibu nutuk berbaring. Tempatkan bantal di bawah kepala dan bahunya, dan
minta ibu untuk menekuk lututnya. Bila ibu terlihat gugup, bantu agar ibu merasa nyaman
dengan meminta ibu menarik nafas berulang kali. Jangan biarkan ibu dalam posisi
terlentang selama > 10 menit.

1. Inspeksi
2. Palpasi :
- Menentukan letak janin, jumlah janin, bila kehamilan > 28 minggu.
- Tinggi fundus uteri (dalam centimeter) :
Diukur dari tepi atas simfisis sampai ke fundus uteri dengan menggunakan pita
pengukur, mengikuti aksis atau linea mediana dinding abdomen. Pastikan
pengukuran dilakukan pada saat uterus tidak sedang kontraksi. Lebar pita harus
menempel pada dinding abdomen ibu.

6
Gb. 1 Pengukuran TFU

- Pemeriksaan Leopold I – IV
Pada pemeriksaan Leopold I – III, pemeriksa menghadap ke arah muka ibu,
sedangkan pada pemeriksaan Leopold IV, pemeriksa menghadap ke arah kaki ibu.

i. Leopold I
Dilakukan untuk menentukan :

- Tinggi fundus uteri : dengan mengetahui tinggi fundus uteri, dengan


membandingkan dengan patokan simfisis, umbilikus, processus xiphoideus,
dapat diketahui perkiraan umur kehamilan

Gb. 2 Tinggi Fundus Uteri

- Bagian janin yang ada di fundus uteri :


 Teraba bagian yang bulat dan keras, kesan pemeriksaan kepala janin
 Teraba bagian yang bulat dan lunak, maka kesan pemeriksan bokong janin

ii. Leopold II

7
Dilakukan untuk mementukan batas samping uterus, serta bagian janin yang ada
di samping ibu. Dapat menentukan letak punggung janin yang membujur dari atas
ke bawah dengan menghubungkan bokong dengan kepala. Pada letak lintang,
dapat menentukan letak kepala janin.

iii. Leopold III


Dilakukan untuk menentukan bagian janin yang terletak di sebelah bawah ibu.
Pegang bagian terbawah janin yang mengisi bagian bawah abdomen (di atas
simfisis pubis) ibu. Bagian yang berada diantara ibu jari dan jari tengah penolong
adalah penunjuk presentasi bayi. Untuk menentukan presentasi kepala atau
bokong, maka perhatikan dan pertmbangkan bentuk, ukuran dan kepadatan bagian
tersebut.
- Kepala : bagian berbentuk bulat, teraba keras, berbatas tegas, dan mudah
digerakan (bila belum masuk rongga panggul)
- Bokong : bentuk kurang tegas, teraba kenyal, relatif lebih besar dan sulit
terpegang secara mantap. Istilah sungsang digunakan untuk menunjukan
bahwa bagian terbawah janin bokong.

iv. Leopold IV
Dilakukan untuk menentukan apakah bagian terendah janin sudah memasuki Pintu
Atas Panggul (PAP) atau belum. Bila belum masuk, akan teraba ballotemen
kepala.

Gb. 3 Pemeriksaan Leopold : a. Leopold I, b. Leopold II, c. Leopold III, d. Leopold IV

8
Gb. 4 Presentasi normal

Gb. 5 Presentasi bokong (sungsang)

Gb. 6 Letak lintang

- Penilaian penurunan kepala janin dilakukan dengan menghitung proporsi bagian


terbawah janin yang masih berada di atas tepi atas simfisis dan dapat diukur dengan
lima jari tangan pemeriksa (perlimaan). Bagian di atas simfisis adalah proporsi yang
belum masuk Pintu Atas Panggul (PAP), dan sisanya yang tidak teraba menunjukan

9
sejauh mana bagian terbawah janin telah masuk ke dalam rongga panggul. Pada
pemeriksaan ini dapat dilakukan perabaan dengan perbandingan telapak tangan
pemeriksa, bagian terendah janin dapat teraba 5/5, 4/5, 3/5, 2/5, atau 1/5 bagian.

Penurunan bagian terbawah janin dengan metode perlimaan :


- 5/5 : bagian terbawah janin seluruhnya teraba di atas simfisis pubis
- 4/5 : sebagian (1/5) bagian terbawah janin telah masuk PAP
- 3/5 : sebagian (2/5) bagian terbawah janin telah memasuki rongga panggul
- 2/5 : jika hanya sebagian dari bagian terbawah janin masih berada di atas simfisis
dan 3/5 bagian telah turun melewati bidang tengah rongga panggul (tidak dapat
digerakan)
- 1/5 : jika hanya 1 dari 5 jari masih dapat meraba bagian terbawah janin yang
berada di atas simfisis, dan 4/5 bagian telah masuk ke dalam rongga panggul
- 0/5 : jika bagian terbawah janin sudah tidak dapat diraba dari pemeriksaan luar,
dan seluruh bagian terbawah janin sudah masuk ke dalam rongga panggul

Gb. 7 Perabaan perlimaan

10
Gb. 8 Interpertasi perabaan perlimaan

- Pemeriksaan his (kontraksi) : tangan penolong diletakan di atas uterus dan palpasi
jumlah / frekuensi kontraksi yang terjadi dalam kurun waktu 10 menit, lama / durasi
setiap kontraksi yang terjadi, kekuatan, relaksasi, simetri, dan dominasi fundus. Pada
fase aktif, minimal terjadi dua kontraksi dalam 10 menit, lama kontraksi 40 detik atau
lebih. Di antara dua kontraksi akan terjadi relaksasi dinding uterus.

3. Auskultasi detak jantung janin (DJJ)


Dilakukan untuk menentukan denyut jantung janin permenit, janin mati / hidup, gawat
janin / tidak. Dilakukan dengan meletakan stetskop Laenec, fetoskop Pinnards, atau
Doppler pada daerah tempat punggung janin berada, dimana DJJ terdengar paling kuat.
Penghitungan DJJ, dilakukan dengan menghitung jumlah denyut jantung janin selama 1
menit (60 detik), dengarkan sampai setidaknya 30 detik setelah kontraksi berakhir.
Lakukan penilaian DJJ pada lebih dari satu kontraksi. Perhatikan pula irama DJJ. Nilai
DJJ selama dan segera setelah kontraksi uterus. Mulai penilaian sebelum atau selama
puncak kontraksi. Denyut jantung janin normal berkisar antara 120 – 160 x/menit. Denyut
jantung janin < 110 x / menit, disebut bradikardi, dan bila > 160 x / menit, disebut
takikardi. Gangguan kondisi kesehatan janin dicerminkan dari DJJ < 100 atau > 160 x /
menit. Bila demikian, baringkan ibu ke sisi kiri dan anjurkan ibu untuk relaksasi. Nilai
kembali DJJ setelah 5 menit dari pemeriksaan sebelumnya, lalu simpulkan perubahan
yang terjadi.

11
Gb. 9 Stetoskop Monoaural Gb. 10 Pemeriksaan DJJ dengan stetoskop monoaural

Gb. 11 Fetoskop Gb. 12 Pemeriksaan DJJ dengan fetoskop

Gb. 13 Daptone Gb. 14 Pemeriksaan DJJ dengan Daptone

E. Lembar Pengamatan Antenatal

No Langkah Pengamatan
0 1 2 3

12
33
I Memberi salam dan memperkenalkan diri
II Menjelaskan tujuan dan prosedur pemeriksaan minta izin
lisan pemeriksaan
III Mempersiapkan ibu berbaring ditempat tidur periksa
1. Tidur berbaring pakai bantal dan lutut ditekuk
2. Kedua tangan ditaruh disisi badan kiri & kanan
3. Baju disisihkan ke atas sehingga perut nampak dan tungkai
ditutup dengan selimut/kain
IV Pemeriksaan
1. Mencuci dan mengeringkan tangan
2. Memberitahukan kepada pasien bahwa akan dimulai
pemeriksaan
3. Pemeriksaan Palpasi Leopold I
a. Pemeriksa berdiri disebelah kanan dan menghadap muka
pasien
b. Menetukan tinggi fundus uteri (TFU), dengan kedua
tangan difundus
c. Mengukur tinggi fundus uteri (TFU) dengan meteran
mulai dari pinggir atas simfisis pubis sepanjang linea
medialis pada dinding perut sampai puncak fundus uteri.
(dilakukan setelah kehamilan 20 minggu)
d. Menentukan bagian janin yang berada di fundus (kepala
keras, melenting, bokong terasa lunak
e. Melaporkan hasil pemeriksaan
 Tinggi fundus uteri dalam Cm
 Bagian janin pada fundus uteri
4. Melakukan Palpasi Leopold II
a. Posisi Pemeriksa tetap seperti pada Leopold I
b. Tempatkan tangan kanan pada sisi kiri dan tangan kiri
pada sisi kanan perut ibu
c. Tentukan letak punggung janin yaitu bagian yang keras,
rata dan memanjang dan bagian-bagian kecil
(ekstremitas) dengan palpasi mulai dari fundus kearah
bawah kedua tangan bergerak bergantian atau simultan.
d. Melaporkan hasil pemeriksaan (punggung kiri atau
kanan)
5. Melakukan Palpasi Leopold III

13
a. Pemeriksa disisi kanan dan menghadap ke muka ibu
b. Dengan menggunakan satu tangan kanan diletakkan
diatas simfisis.
Tentukan bagian terbawah janin, apakah teraba keras
dan melenting berarti kepala janin atau teraba lunak
yaitu bokong janin, atau kosong pada letak lintang.
c. Tentukan apakah bagian terbawah janin sudah masuk
pintu atas panggul dengan cara mencengkram lalu
digoyangkan dengan lembut.
d. Melaporkan hasil pemeriksaan yaitu bagian terbawah
janin (kepala, bokong atau kosong pada letak lintang)
6. Melakukan palpasi Leopold IV (pada kehamilan> 37 minggu)
a. Pemeriksa disisi kanan dan menghadap kaki ibu
b. Menilai seberapa jauh bagian terbawah janin sudah
masuk pintu atas panggul (PAP) dengan meletakkan
kedua tangan pada sisi kiri dan kanan perut bawah
dengan ujung jari mengarah PAP (Konvergen= belum
masuk PAP atau Divergen= sudah masuk PAP)
c. Menentukan bagian kepala yang masih berada diatas
simfisis
d. dengan ukuran jari, dengan tangan kiri memfiksasi
kepala kearah PAP dan jari tangan kanan mengukur.
 Bila Teraba 5 Jari diatas Simpisis disebut 5/5
 Bila Teraba 4 Jari diatas Simpisis disebut 4/5
 Bila Teraba 3 Jari diatas Simpisis disebut 3/5
 Bila Teraba 2 Jari diatas Simpisis disebut 2/5
 Bila Teraba 1 Jam diatas Simpisis disebut 1/5
7. Memeriksa denyut jantung janin dengan stetoskop monoaural Laennec
a. Memegang stetoskop monoaural laenec dan
menempelkan ujungnya pada perut ibu sesuai dengan
posisi punggung janin
b. Menempelkan telinga kiri dan mendengarkan detak
jantung janin selama 1 menit
c. Melaporkan hasil pemeriksaan yaitu frekuensi dan irama
jantung regular/ireguler ( Normal 120-160 x/i)
8. Memberitahukan ibu bahwa pemeriksaan telah selesai
9. Mencuci tangan serta mengeringkan dengan handuk bersih
10. Menjelaskan hasil pemeriksaan pada ibu:
a. Usia kehamilan

14
b. Letak Janin
c. Bagian terbawah sudah masuk PAP/belum
d. Kondisi dari Janin (sesuai hasil pemeriksaan DJJ)
e. Merencanakan kunjungan berikut
f. Membuat rekaman medic
PEMERIKSAAN PANGGUL

No Langkah klinis
I Persetujuan pemeriksaan
1. Menyapa dan memperkenalkan diri.
2. Menjelaskan tujuan pemeriksaan dan minta persetujuan lisan
II. Persiapan.
1. Ranjang periksa,kapas dan larutan antiseptik,sarung
tangan,sabun dan air mengalir, apron.
2. Meminta ibu mengosongkan kandung kemih, dan berbaring
diranjang periksa.
III. Pemeriksaan.
1. Pemeriksa mencuci tangan lalu dikeringkan dengan handuk
kering.
2. Memakai sarung tangan steril atau DTT tangan kiri dan
kanan.
3. Meminta ibu menekuk lutut atau posisi litotomi.
4. Labium mayus dibuka dengan jari telunjuk dan ibu jari
tangan kiri.
5. Masukkan jari telunjuk dan jari tengah tangan kanan kedalam
vagina.
6. Tangan kiri dipindahkan kefundus uteri.
7. Tentukan besar sudut arkus pubis yaitu sudut yang dibentuk
os pubis kiri dan kanan menggunakan bagian palmar kedua
jari.
8. Telusuri linea innominata kiri dan kanan.
9. Menilai dinding panggul dengan cara meraba dinding
panggul mulai dari bagian tengah linea innominata kiri dan
kanan kearah bawah (normal dinding panggul rata.)

15
10. Meraba tonjolan tulang spina iskiadika yang berlokasi kira-
kira 5 cm dari PAP kearah bawah, meneruskan perabaan
dinding panggul.
11. Meraba tuberosits iskiadikum dengan meneruskan perabaan
dinding panggul kiri dan kanan lalu nilai distansia
intertuberosum.
12. Meraba tulang sakrum dengan menggeser tangan kebelakang,
nilai konkavitas dengan meraba keatas dan kebawah pada
bagian tengahnya.
13 Meraba tulang koksigeus dengan meneruskan perabaan
panggul kebawah, lalu nilai inklinasi, kedepan kearah jalan
lahir atau kebelakang.
14. Meraba promontorium dengan memindahkan jari kelinea
innominata dan menelusuri kebelakang. Apabila
promontorium teraba ukur tentukan panjang konjugata
diagonalis dengan penggaris.
15. Beritahukan ibu pemeriksaan telah selesai.
III. Pencegahan infeksi.
1. Kumpulkan semua alat yang digunakan lalu rendam dengan
larutan klorin 0,5% dan rendam selama 10 menit.
2. Cuci tangan dengan sabun dibawah air mengalir.
3. Keringkan tangan dengan handuk kering.
IV. Penjelasan hasil pemeriksaan.
1. Beritahukan hasil pemeriksaan pada ibu.
2. Buat rekam medik.

Nilai = ______ x 100% =

PENUNTUN SKILL LAB-2


PARTOGRAF
BLOK REPRODUCTIVE SYSTEM
DEPARTEMEN ILMU KEBIDANAN & KANDUNGAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UHKBPN
Disusun Oleh :

16
Prof.Dr.dr. Sarma N Lumbanraja, SpOG(K)
Dr. dr.Hotma Partogi Pasaribu, SpOG, Dr. dr. Leo Simanjuntak,
SpOG,
------------------------------------------------------------------------------------
---------
Kasus Untuk Skills Lab “Partograf”
1. Ny X, G2P1A0, datang diantar suaminya ke klinik bersalin pada tanggal 15 maret
2016 pukul 17:35. Ia mengeluh mules-mules sejak pukul 10:00 pagi. Dilakukan
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan dalam dan didapatkan hasil:
a. Tekanan darah 110/60, nadi 80x/menit, temperature 36,70C.
b. Presentasi belakang kepala, presentasi kepala dengan penurunan 3/5. Kontraksi
uterus terjadi 4 kali dalam 10 menit, masing-masing berlangsung 20-40 detik.
Denyut jantung janin 130x/menit.
c. Pembukaan serviks 5cm, tidak ada penyusupan dan selaput ketuban utuh.
Suhu, nadi, DJJ, dan kontraksi uterus diukur lagi setiap 30 menit dan hasilnya adalah
sebagai berikut:

a. Pukul 18:05 : Suhu 36,70C, nada 82x/menit, DJJ 135x/menit, kontraksi 4 kali
dalam 10 menit berlangsung 20-40 detik.
b. Pukul 18:35 : Suhu 36,70C, nadi 85x/menit, DJJ 140x/menit, kontraksi 4 kali
dalam 10 menit dan berlangsung 20-40 detik.
c. Pukul 19:05 : Suhu 36,70C, nadi 88x/menit, DJJ 135x/menit, kontraksi 4 kali
dalam 10 menit dan berlangsung selama 20-40 detik.
Pada pukul 21:35, dilakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan dalam.

a. Tekanan darah 110/70, nadi 86x/menit, 36,70C.


b. Penurunan kepala 2/5. Kontraksi uterus 4 kali dalam 10 menit dan berlangsung
20-40 detik/kontraksi. DJJ 140x/menit.
c. Pembukaan serviks 8 cm, selaput ketuban utuh, tidak ada penyusupan.
Pada pukul 23:05 mules bertambah. Dilakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
dalam.

Hasilnya :

a. Tekanan darah 110/70, nadi 88x/menit, suhu 36,80C.


b. Penurunan kepala 1/5. Kontraksi uterus 5 kali dalam 10 menit dan berlangsung 45
detik/kontraksi, DJJ 140x/menit.
c. Pembukaan serviks lengkap.
Selaput ketuban pecah pukul 23:15, cairan ketuban jernih.

17
Pada pukul 23:35, Ny. X partus normal, bayi perempuan dengan berat 3200 gram,
panjang badan 48 cm, menangis spontan.

2. Ny. Y, G1P0A0, datang diantar suaminya ke klinik bersalin pada tanggal 17 maret
2016 pukul 10:00. Dilakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan dalam. Hasilnya :
a. Tekanan darah 110/60, nadi 82x/menit, suhu 36,50C.
b. Penurunan kepala 5/5. Kontraksi uterus 2 kali dalam 10 menit, dengan lama his
kurang dari 20 detik, DJJ 140x/menit.
c. Pembukaan serviks 4 cm, selaput ketuban utuh, tidak ada penyusupan.
Pemeriksaan diulang kembali pukul 14:00. Dilakukan pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan dalam. Hasilnya :

a. Tekanan darah 110/70, nadi 88x/menit, suhu 36,70C.


b. Penurunan kepala 5/5, kontraksi 1 kali dalam 10 menit dengan his kurang dari 20
detik, DJJ 140x/menit.
c. Pembukaan serviks 4 cm, ketuban pecah spontan, dan cairan ketuban jernih.
Apa yang harus dilakukan?

PARTOGRAF
Partograf adalah alat bantuk untuk memantau kemajuan kala satu persalinan dan informasi
untuk membuat keputusan klinik. Tujuan utama dari penggunaan partograf adalah untuk :

 Mencatat hasil observasi dan kemajuan persalinan dengan menilai pembukaan serviks
melalui periksa dalam.
 Mendeteksi apakah proses persalinan berjalan secara normal. Dengan demikian juga
dapat mendeteksi secara dini kemungkinan terjadinya partus lama.
 Data pelengkap yang terkait dengan pemantauan kondisi ibu, kondisi bayi, grafik
kemajuan proses persalinan, bahan dan medikamentosa yang diberikan, pemeriksaan
laboratorium, membuat keputusan klinik dan asuhan atau tindakan yang diberikan
dimana semua itu dicatatkan secara rinci pada status atau rekam medic ibu bersalin
dan bayi baru lahir.
Jika digunakan dengan tepat dan konsisten, partograf akan membantu penolong persalinan
untuk :

 Mencatat kemajuan persalinan.


 Mencatat kondisi ibu dan janinnya.
 Mencatat asuhan yang diberikan selama persalinan dan kelahiran.
 Menggunakan informasi yang tercatat untuk identifikasi dini penyulit persalinan.
 Menggunakan informasi yang tersedia untuk membuat keputusan klinik yang sesuai
dan tepat waktu.
Partograf harus digunakan :

18
 Untuk semua ibu dalam fase aktif kala satu persalinan dan merupakan elemen
penting dari asuhan persalinan. Partograf harus digunakan untuk semua persalinan,
baik normal maupun patologis. Partograf sangat membantu penolong persalinan
dalam memantau, mengevaluasi dan membuat keputusan klinik, baik persalinan
dengan penyulit maupun yang tidak disertai dengan penyulit.
 Selama persalinan dan kelahiran bayi di semua tempat (rumah, puskesmas, klinik
bidan swasta, rumah sakit, dll).
 Secara rutin oleh semua penolong persalinan yang memberikan asuhan
persalinan kepada ibu dan proses kelahiran bayinya (Spesialis Obstetri, Bidan,
Dokter Umum, Residen dan Mahasiswa Kedokteran).
Penggunaan partograf secara rutin dapat memastikan bahwa ibu dan bayinya mendapatkan
asuhan yang aman, adekuat dan tepat waktu serta membantu mencegah terjadinya penyulit
yang dapat mengancam keselamatan jiwa mereka.

1. Pencatatan selama Fase Laten Kala Satu Persalinan


Seperti yang sudah dibahas di awal bab ini, kala satu persalinan terdiri dari dua fase, yaitu
fase laten dan fase aktif yang diacu pada pembukaan serviks :

 Fase Laten : Pembukaan serviks Kurang dari 4 cm


 Fase Aktif : pembukaan serviks dari 4 sampai 10 cm
Selama fase laten, semua asuhanm pengamatan dan pemeriksaan dan pemeriksaan
harus dicatat. Hal ini dapat dicatat secara terpisah, baik di catatan kemajuan persalinan
maupun di Kartu Menuju Sehat (KMS) Ibu Hamil. Tanggal dan waktu harus dituliskan setiap
kali membuat catatan selama fase laten persalinan. Semua asuhan dan intevensi juga harus
dicatatkan.

Kondisi ibu dan bayi juga harus dinilai dan dicatat dengan seksama, yaitu :

 Denyut jantung janin : setiap 1/2 jam


 Frekuensi dan lamanya kontraksi uterus : setiap 1/2 jam
 Nadi : setiap 1/2 jam
 Pembukaan serviks : setiap 4 jam
 Penurunan bagian terbawah janin : setiap 4 jam
 Tekanan darah dan temperature tubuh : setiap 4 jam
 Produksi urin, aseton dan protein : setiap 2 sampai 4 jam
Jika ditemui gejala dan tanda penyulit, penilaian kondisi ibu dan bayi harus lebih sering
dilakukan. Lakukan tindakan yang sesuai apabila pada diagnosis disebutkan adanya penyulit
dalam persalinan. Jika frekuensi kontraksi berkurang dalam satu atau dua jam pertama, nilai
ulang kesehatan dan kondisi actual ibu dan bayinya. Bila tidak ada tanda-tanda kegawatan
atau penyulit, ibu boleh pulang dengan instruksi untuk kembali jika kontraksinya menjadi
teratur, intensitasnya makin kuat dan frekuensinya meningkat. Apabila asuhan persalinan
dilakukan di rumah, penolong persalinan hanya boleh meninggalkan ibu setelah dipastikan

19
bahwa ibu dan bayinya dalam kondisi baik. Pesankan pada ibu dan keluarganya untuk
menghubungi kembali penolong persalinan jika terjadi peningkatan frekuensi kontraksi.
Rujuk ibu ke fasilitas kesehatan yang sesuai jika fase laten berlangsung lebih dari 8
jam.

2. Pencatatan Selama Fase Aktif Persalinan : Partograf


Halaman depan partograf (Lihat Gambar 2-4) menginstruksikan observasi dimulai pada fase
aktif persalinan dan menyediakan lajur dan kolom untuk mencatat hasil-hasil pemeriksaan
selama fase aktif persalinan, yaitu :

Informasi tentang ibu :

1. Nama, umur;
2. Gravida, para, abortus (Keguguran);
3. Nomor catatan medic/nomer puskesmas;
4. Tanggal dan waktu mulai dirawat (atau jika di rumah, tanggal, dan waktu penolong
persalinan mulai merawat ibu);
5. Waktu pecahnya selaput ketuban.
Kondisi janin :

1. DJJ;
2. Warna dan adanya air ketuban;
3. Penyusupan (molase) kepala janin.
Kemajuan persalinan :

1. Pembukaan serviks;
2. Penurunan bagian terbawah atau presentasi janin;
3. Garis waspada dan garis bertindak.
Jam dan waktu :

1. Waktu mulainya fase aktif persalinan;


2. Waktu actual saat pemeriksaan atau penilaian.
Kontraksi uterus :

1. Frekuensi kontraksi dalam waktu 10 menit;


2. Lama kontraksi (dalam detik).
Obat-obatan dan cairan yang diberikan :

1. Oksitosin;
2. Obat-obatan lainnya dan cairan IV yang diberikan.
Kondisi ibu :

1. Nadi, tekanan darah dan temperature tubuh;


2. Urin (volume, aseton atau protein).

20
Asuhan, pengamatan, dan keputusan klinik lainnya (dicatat dalam kolom yang tersedia di
sisi partograf atau di catatan kemajuan persalinan).

3. Mencatat Temuan dan Partograf

a. Informasi Tentang Ibu


Lengkapi bagian awal (atas) partograf secara teliti pada saat memulai asuhan persalinan.
Waktu kedatangan (tertulis sebagai :‘jam atau pukul’ pada partograf) dan perhatikan
kemungkinan ibu datang dalam fase laten. Catat waktu pecahnya selaput ketuban.

b. Kondisi Janin
Bagan atas grafik pada partograf adalah untuk pencatatan denyut jantung janin (DJJ), air
ketuban dan penyusupan (kepala janin)

1. Denyut jantung janin


Dengan menggunakan metode seperti yang diuraikan pada bagian Pemeriksaan Fisik dalam
bab ini, nilai dan catat denyut jantung janin (DJJ) setiap 30 menit (lebih sering jika ada
tanda-tanda gawat janin). Setiap kotak di bagian atas partograf menunjukkan waktu 30 menit.
Skala angka di sebelah kolom paling kiri menunjukkan DJJ. Catat DJJ dengan memberi tanda
titik pada garis yang sesuai dengan angka yang menunjukkan DJJ. Kemudian hubungkan
yang satu dengan titik lainnya dengan garis tegas dan bersambung (Gambar 2-6).

Kisaran normal DJJ terpapar pada partograf diantara garis tebal pada angka 180 dan 100.
Sebaiknya, penolong harus waspada bila DJJ mengarah hingga dibawah 120 atau diatas 160.
Lihat Tabel 2-1 untuk tindakan-tindakan segera yang harus dilakukan jika DJJ melampaui
kisaran normal ini. Catat tindakan-tindakan yang dilakukan pada ruang yang tersedia di salah
satu dari kedua sisi partograf.

2. Warna dan adanya air ketuban


Nilai air kondisi ketuban setiap kali melakukan periksa dalam dan nilai warna air ketuban jika
selaput ketuban pecah. Catat temuan-temuan dalam kotak yang sesuai di bawah lajur DJJ
(Gambar2-6). Gunakan lambang-lambang berikut ini :

 U : selaput ketuban masih utuh (belum pecah)


 J : selaput ketuban sudah pecah dan air ketuban jernih
 M : selaput ketuban sudah pecah dan air ketuban bercampur meconium
 D : selaput ketuban sudah pecah dan air ketuban bercampur darah
 K : selaput ketuban sudah pecah tapi air ketuban tidak mengalir lagi (“kering”)

Meconium dalam cairan ketuban tidak selalu menunjukkan adanya gawat janin. Jika
terdapat mekonium, pantau DJJ dengan seksama untuk mengenali tanda-tanda gawat janin
selama proses persalinan. Jika ada tanda-tanda gawat janin (denyut jantung janin < 100 atau >
180 kali per menit) maka ibu harus segera dirujuk (lihat Tabel 2-1).

21
Tetapi jika terdapat mekonium kental, segera dirujuk ibu ke tempat yang memiliki
kemampuan penatalaksanaan gawatdaruratan obstetri dan bayi baru lahir (lihat Tabel 2-1).

3. Penyusupan (Molase) Tulang Kepala Janin


Penyusupan adalah indicator penting tentang seberapa jauh kepala bayi dapat menyesuaikan
diri terhadap bagian keras (tulang) panggul ibu. Semakin besar derajat penyusupan atau
tumpang tindih antar tulang kepala semakin menunjukkan risiko disproporsi kepala-panggul
(CPD). Ketidak-mampuan untuk berakomodasi atau disproporsi ditunjukkan melalui derajat
penyusupan atau tumbang-tindih (molase) yang berat sehingga tulang kepala yang saling
menyusup, sulit untuk dipisahkan. Apabila ada dugaan disproporsi kepala-panggul maka
penting untuk tetap memantau kondisi janin serta kemajuan persalinan. Lakukan tindakan
pertolongan awal yang sesuai dan rujuk ibu dengan dugaan proporsi kepala-panggul (CPD)
ke fasilitas kesehatan rujukan.

Setiap kali melakukan periksa dalam, nilai penyusupan antar tulang (molase) kepala janin.
Catat temuan yang ada di kotak yang sesuai (Gambar 2-6) di bawah lajur air ketuban.
Gunakan lambang-lambang berikut ini :

0 : Tulang-tulang kepala janin terpisah, sutura dengan mudah dapat dipalpasi

1 : Tulang-tulang kepala janin hanya saling bersentuhan

2 : Tulang-tulang kepala janin saling tumpang tindih tetapi masih dapat dipisahkan

3 : Tulang-tulang kepala janin saling tumpang tindih dan tidak dapat dipisahkan

Kemajuan Persalinan

Kolom dan lajur kedua pada partograf adalah untuk pencatatan kemajuan persalinan. Angka 0
– 10 yang tertera di kolom paling kiri adalah besarnya dilatasi serviks (Gambar 2-6). Nilai
setiap angka sesuai dengan besarnya dilatasi serviks dalam satuan centimeter dan menempati
lajur dan kotak tersendiri. Perubahan nilai atau perpindahan lajur satu ke lajur yang lain
menunjukkan penambahan dilatasi serviks sebesar 1 cm. pada lajur dan kotak yang mencatat
penurunan bagian terbawah janin tercantum angka 1 – 5 yang sesuai dengan metode
perlimaan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya (Menentukan Penurunan Janin). Setiap
kotak segi empat atau kubus menunjukkan waktu 30 menit untuk pencatatan waktu
pemeriksaan, denyut jantung janin, kontraksi uterus dan frekuensi nadi ibu.

1. Pembukaan serviks
Dengan menggunakan metode yang dijelaskan di bagian Pemeriksaan Fisik dalam bab ini,
nilai dan catat pembukaan serviks setiap 4 jam (lebih sering dilakukan jika ada tanda-tanda

22
penyulit). Saat ibu berada dalam fase aktif persalinan, catat pada partograf setiap temuan dari
setiap pemeriksaan. Tanda ‘X’ harus dicantumkan di garis waktu yang sesuai dengan lajur
besarnya pembukaan serviks.

Perhatikan :

 Pilih angka pada tepi kiri luar kolom pembukaan serviks yang sesuai dengan besarnya
pembukaan serviks pada fase aktif persalinan yang diperoleh dari hasil periksa dalam.
 Untuk pemeriksaan pertama pada fase aktif persalinan, temuan (pembukaan serviks) dari
hasil periksa dalam harus dicantumkan pada garis waspada. Pilih angka yang sesuai
dengan bukaan serviks (hasil periksa dalam) dan cantumkan tanda ‘X’ pada ordinat atau
titik silang garis dilatasi serviks dan garis waspada.
 Hubungan tanda ‘X’ dari setiap pemeriksaan dengan garis utuh (tidak terputus).
Contoh : Perhatikan contoh partograf untuk Ibu Rohati (Gambar 2 – 6) :

Pada pukul 17:00, pembukaan serviks 5 cm dan ibu ada dalam fase aktif. Pembukaan serviks
dicatat di “garis waspada” dan waktu pemeriksaan ditulis dibawahnya.

Contoh cara pengisian yang salah. Temuan pembukaan serviks tidak dicantumkan pada garis
waspada tetapi pada angka yang tertera pada garis tepi kolom pembukaan.

23
2. Penurunan bagian terbawah janin
Dengan menggunakan metode yang dijelaskan di bagian Pemerisaan Fisik di bab ini. Setiap
kali melakukan periksa dalam (setiap 4 jam), atau lebih sering (jika ditemukan tanda-tanda
penyulit). Cantumkan hasil pemeriksaan penurunan kepala (perlimaan) yang menunjukkan
seberapa jauh bagian terbawah janin telah memasuki rongga panggul. Pada persalinan
normal, kemajuan pembukaan serviks selalu diikuti dengan turunnya bagian terbawah janin.
Tapi ada kalanya, penurunan bagian terbawah janin baru terjadi setelah pembukaan serviks
mencapai 7 cm.

Tulisan “Turunnya kepala” dan garis tidak terputus dari 0 – 5, tertera di sisi yang sama
dengan angka pembukaan serviks. Berikan tanda “O” yang ditulis pada garis waktu yang
sesuai. Sebagai contoh, jika hasil pemeriksaan palpasi kepala di atas simfisi pubis adalah 4/5
maka tuliskan tanda “O” di garis angka 4. Hubungkan tanda ‘O’ dari setiap pemeriksaan
dengan garis tidak terputus.

Contoh : catatan penurunan kepala pada partograf untuk Ibu Rohati (Gambar 2 – 6) :

Pada pukul 17:00 penurunan kepala 3/5

Pada pukul 21:00 penurunan kepala 1/5

3. Garis waspada dan garis bertindak


Garis Waspada dimulai pada pembukaan serviks 4 cm dan berakhir pada titik dimana
pembukaan lengkap diharapkan terjadi jika laju pembukaan adalah 1 cm per jam. Pencatatan
selama fase aktif persalinan harus dimulai di garis waspada. Jika pembukaan serviks
mengarah ke sebelah kanan garis waspada (pembukaan kurang dari 1 cm per jam), maka
harus dipertimbangkan adanya penyulit (misalnya : fase aktif yang memanjang, serviks kaku,
atau inersia uteri hipotonik, dll). Pertimbangan perlunya melakukan intervensi bermanfaat
yang diperlukan, misalnya : persiapan rujukan ke fasilitas kesehatan rujukan (rumah sakit
atau puskesmas) yang memiliki kemampuan untuk menatalaksana penyulit atau gawatdarurat
obstetri. Garis bertindak tertera sejajar dan di sebelah kanan (berjarak 4 jam) garis waspada.

24
Jika pembukaan serviks telah melampaui dan berada di sebelah kanan garis bertindak
maka hal ini menunjukkan perlu dilakukan tindakan untuk menyelesaikan persalinan.

Sebaiknya, ibu harus sudah berada di tempat rujukan sebelum garis bertindak terlampaui.

Jam dan waktu

1. Waktu Mulainya Fase Aktif Persalinan


Di bagian bawah partograf (pembukaan serviks dan penurunan) tertera kotak-kotak yang
diberi angka 1 – 12. Setiap kotak menyatakan satu jam serjak dimulainya fase aktif
persalinan.

2. Waktu Aktual Saat Pemeriksaan atau Penilaian


Di bawah lajur kotak untuk waktu mulainya fase aktif, tertera kotak-kotak untuk mencatat
waktu aktual saat pemeriksaan dilakukan. Setiap kotak menyatakan satu jam penuh dan
berkaitan dengan dua kotak waktu tiga puluh menit yang berhubungan dengan lajur untuk
pencatatan pembukaan serviks, DJJ di bagian atas dan lajur kontraksi dan nadi ibu di bagian
bawah. Saat ibu masuk dalam fase aktif persalinan, cantumkan pembukaan serviks di garis
waspada. Kemudian catatkan waktu aktual pemeriksaan ini di kotak waktu yang sesuai.
Sebagai contoh, jika hasil periksa dalam menunjukkan pembukaan serviks adalah 6 cm pada
pukul 15:00, cantumkan tanda ‘X’ di garis waspada yang sesuai dengan lajur angka 6 yang
tertera di sisi luar kolom paling kiri dan catat waktu aktual di kotak di kotak pada lajur waktu
di bawah lajur pembukaan (kotak ke tiga dari kiri).

Kontraksi uterus

Di bawah lajur waktu partograf, terdapat lima kotak dengan tulisan “kontraksi per 10 menit”
di sebelah luar kolom paling kiri. Setiap kotak menyatakan satu kontraksi. Setiap 30 menit,
raba dan catat jumlah kontraksi dalam 10 menit dan lamanya kontraksi dalam satuan detik.
Nyatakan jumlah kontraksi yang terjadi dalam waktu 10 menit dengan cara mengisi kotak
kontraksi yang tersedia dan disesuaikan dengan angka yang mencerminkan temuan dari hasil
pemeriksaan kontraksi (Gambar 2 – 4). Sebagai contoh jika ibu mengalami 3 kontraksi dalam
waktu satu kali 10 menit, maka lakukan pengisian pada 3 kotak kontraksi.

INGAT :

1. Fase laten persalinan didefinisikan sebagai pembukaan serviks kurang dari 4 cm. biasanya fase laten
berlangsung tidak lebih dari 8 jam.
2. Dokumentasikan asuhan, pengamatan dan pemeriksaan selama fase laten persalinan pada catatan
kemajuan persalinan yang dibuat secara terpisah atau pada kartu KMS.
3. Fase aktif persalinan didefinisikan sebagai pembukaan serviks dari 4 sampai 10 cm. biasanya
pembukaan serviks selama fase aktif sedikitnya 1 cm/jam.
4. Saat persalinan
Nyatakan maju dari dengan
lamanya kontraksi fase laten
: ke fase aktif, catatkan hasil periksa dalam (pembukaan serviks)
pada garis waspada di partograf.
5. Jika ibu datang pada saat fase aktif persalinan, langsung catatkan pembukaan serviks pada garis
waspada. 25
6. Pada persalinan tanpa penyulit, catatan pembukaan serviks umumnya tidak akan melewati garis
waspada.
Beri titik-titik di kotak yang sesuai untuk menyatakan kontraksi yang lamanya
kurang dari 20 detik

Beri garis-garis di kotak yang sesuai untuk menyatakan kontraksi yang lamanya 20
– 40 detik

Isi penuh kotak yang sesuai untuk menyatakan kontraksi yang lamanya lebih dari 40
detik

Dalam waktu 30 menit pertama terjadi dua


kontraksi dalam waktu 10 menit dan lamanya
kurang dari 20 detik

Dalam waktu 30 menit kelima terjadi tiga kontraksi


dalam waktu 10 menit dan lamanya menjadi 20 – 40
detik

Dalam waktu 30 menit ketujuh terjadi lima


kontraksi dalam 10 menit dan lamanya lebih dari 40
detik

Gambar 2 – 3

Catat frekuensi dan lamanya kontraksi uterus setiap 30 menit dalam persalinan aktif.

INGAT :

1. Periksa frekuensi dan lama kontraksi uterus setiap jam selama fase laten dan setiap 30
menit selama fase aktif.
2. Nilai frekuensi dan lama kontraksi yang terjadi 10 menit observasi.
3. Catat lamanya kontraksi menggunakan lambang yang sesuai:

<20 Detik 20 – 40 detik > 40 detik


4. Catat temuan-temuan di kotak yang sesuai dengan waktu penilaian.
26
Obat-obatan dan cairan yang diberikan

Dibawah lajur kotak observasi kontraksi uterus tertera lajur kotak untuk mencatat oksitosin,
obat-obat lainnya dan cairan IV.

1. Oksitosin
Jika tetesan (drip) oksitosin sudah dimulai, dokumentasikan setiap 30 menit jumlah unit
oksitosin yang diberikan per volume cairan IV dan dalam satuan tetesan per menit.

2. Obat-obatan lain dan cairan IV


Catat semua pemberian obat-obatan tambahan dan/atau cairan IV dalam kotak yang sesuai
dengan kolom waktunya.

Kondisi Ibu

Bagian terbawah lajur dan kolom pada halaman depan partograf, terdapat kotak atau ruang
untuk mencatat kondisi kesehatan dan kenyamanan ibu selama persalinan.

Angka di sebelah kiri bagian partograf ini berkaitan dengan nadi dan tekanan darah ibu.

 Nilai dan catat nadi ibu setiap 30 menit selama fase aktif persalinan (lebih sering jika
diduga adanya penyulit). Beri tanda titik (.) pada kolom waktu yang sesuai.
 Nilai dan catat tekanan darah ibu setiap 4 jam selama fase aktif persalinan (lebih sering
jika diduga adanya penyulit. Beri tanda panah pada partograf pada kolom waktu yang
sesuai: ↕
 Nilai dan catat temperature tubuh ibu (lebih sering jika terjadi peningkatan mendadak
atau diduga adanya infeksi) setiap 2 jam dan catat temperature tubuh pada kotak yang
sesuai.
1. Volume urin, protein dan aseton
Ukur dan catat jumlah produksi urin ibu sedikitnya setiap 2 jam (setiap kali ibu berkemih).
Jika memungkinkan, setiap kali ibu berkemih, lakukan pemeriksaan aseton dan protein dalam
urin.

Asuhan, pengamatan dan keputusan klinik lainnya

27
Catat semua asuhan lain, hasil pengamatan dan keputusan klinik di sisi luar kolom partograf,
atau buat catatan terpisah tentang kemajuan persalinan. Cantumkan juga tanggal dan waktu
saat membuat catatan persalinan.

Asuhan, pengamatan dan/atau keputusan klinis mencakup:

 Jumlah cairan per oral yang diberikan


 Keluhan sakit kepala atau penglihatan (pandangan) kabur
 Konsultasi dengan penolong persalinan lainnya (Obgin, bidan, dokter umum)
 Persiapan sebelum melakukan rujukan
 Upaya, jenis dan lokasi fasilitas rujukan
4. Pencatatan pada lembar belakang Partograf

Halaman belakang partograf (Gambar 2 – 5) merupakan bagia untuk mencatat hal-hal yang
terjadi selama proses persalinan dan kelahiran bayi, serta tindakan-tindakan yang dilakukan
sejak kala I hingga kala IV dan bayi baru lahir). Itulah sebabnya bagian ini disebut
sebagai Catatan Persalinan. Nilai dan catatkan asuhan yang diberikan kepada ibu selama
masa nifas (terutama pada kala tempat persalinan) untuk memungkinkan penolong persalinan
mencegah terjadinya penyulit dan membuat keputusan klinik yang sesuai. Dokumentasi ini
sangat penting, terutama untuk membuat keputusan klinik (misalnya, pencegahan perdarahan
pada kala IV persalinan). Selain itu catatan persalinan (lengkap dan benar) dapat digunakan
untuk menilai/memantau sejauh mana pelaksanaan asuhan persalinan yang aman dan bersih
telah dilakukan.

Catatan persalinan adalah terdiri dari unsur-unsur berikut :

 Data atau Informasi Umum


 Kala I
 Kala II
 Kala III
 Bayi baru lahir
 Kala IV

28
29
PENUNTUN SKILL LAB 3

PERSALINAN NORMAL

BLOK REPRODUCTIVE SYSTEM

DEPARTEMEN ILMU KEBIDANAN & KANDUNGAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UHKBPN

Disusun Oleh :

Prof. Dr. dr. Sarma N Lumbanraja,SpOG(K)

Dr.dr.Hotma Partogi Pasaribu,SpOG,

dr. Leo Simanjuntak, SpOG

I. Pendahuluan
Persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta dan selaput ketuban keluar dari uterus.
Persalinan normal adalah proses pengeluaran bayi dengan usia kehamilan cukup bulan
(aterm) letak memanjang atau sejajar sumbu badan ibu, presentasi belakang kepala dengan
tenaga ibu sendiri. Sebagian besar persalinan berlangsung normal, hanya sekitar 12 – 15 %
merupakan persalinan patologis. Pada beberapa kondisi, persalinan normal dapat beralih
menjadi persalinan patologis apabila terjadi kesalahan dalam penilaian kondisi ibu dan
bayi atau juga akibat kesalahan dalam memimpin proses persalinan.

II.Fase-Fase Persalinan Normal


Beberapa jam terakhir kehamilan ditandai dengan adanya kontraksi uterus yang
menyebabkan penipisan dan dilatasi serviks, dan mendorong janin keluar melalui jalan
lahir. Banyak energi dikeluarkan pada waktu ini. Karena itu penggunaan istilah in labor
(kerja keras) dimaksudkan untuk menggambarkan proses ini. Persalinan normal dibagi
menjadi kala satu atau kala pembukaan, kala dua atau kala pengeluaran janin, kala tiga
atau kala pelepasan dan pengeluaran plasenta dan selaput ketuban serta kala empat atau
kala pengawasan selama 2 jam setelah persalinan. Kala satu atau pembukaan serviks
30
dimulai ketika telah tercapai kontraksi uterus dengan frekuensi, intensitas dan durasi yang
cukup untuk menimbulkan pendataran dan dilatasi serviks. Kala satu berakhir ketika
serviks sudah membuka lengkap yaitu 10 cm. Kala dua dimulai ketika pembukaan lengkap
dan berakhir setelah janin lahir. Sehingga disebut juga stadium ekspulsi janin. Kala tiga
dimulai segera setelah janin lahir dan berakhir dengan lahirnya plasenta dan selaput
ketuban.

III. Asuhan Persalinan Normal

Dasar asuhan persalinan normal adalah asuhan yang bersih dan aman selama persalinan
dan setelah bayi lahir, serta upaya pencegahan komplikasi terutama perdarahan pasca
persalinan, hipotermia, dan asfiksia bayi baru lahir. Sementara itu, fokus utamanya adalah
mencegah terjadinya komplikasi. Hal ini merupakan suatu pergeseran paradigma dari
sikap menunggu dan menangani komplikasi menjadi mencegah komplikasi yang mungkin
terjadi.

Pencegahan komplikasi selama persalinan dan setelah bayi lahir akan mengurangi
kesakitan dan kematian ibu serta bayi baru lahir. Penyesuaian ini sangat penting dalam
upaya menurunkan angka kematian ibu dan bayi baru lahir. Hal ini dikarenakan sebagian
besar persalinan di Indonesia masih terjadi di tingkat pelayanan kesehatan primer dengan
penguasaan keterampilan dan pengetahuan petugas kesehatan di fasilitas pelayanan
tersebut masih belum memadai.

Tujuan asuhan persalinan normal adalah mengupayakan kelangsungan hidup dan


mencapai derajat kesehatan yang tinggi bagi ibu dan bayinya, melalui berbagai upaya
yang terintegrasi dan lengkap serta intervensi minimal sehingga prinsip keamanan dan
kualitas pelayanan dapat terjaga pada tingkat yang optimal.

Kegiatan yang tercakup dalam asuhan persalinan normal, adalah sebagai berikut :

1. Secara konsisten dan sistematik menggunakan praktik pencegahan infeksi,


misalnya mencuci tangan secara rutin, menggunakan sarung tangan sesuai dengan

31
yang diharapkan, menjaga lingkungan yang bersih bagi proses persalinan dan
kelahiran bayi, serta menerapkan standar proses peralatan.
2. Memberikan asuhan rutin dan pemantauan selama persalinan dan setelah bayi
lahir, termasuk penggunaan partograf. Partograf digunakan sebagai alat bantu
untuk membuat suatu keputusan klinik, berkaitan dengan pengenalan dini
komplikasi yang mungkin terjadi dan memilih tindakan yang paling sesuai.
3. Memberikan asuhan sayang ibu secara rutin selama persalinan, pascapersalinan,
dan nifas, termasuk menjelaskan kepada ibu dan keluarganya mengenai proses
kelahiran bayi dan meminta para suami dan kerabat untuk turut berpartisipasi
dalam proses persalinan dan kelahiran bayi.
4. Menyiapkan rujukan bagi setiap ibu bersalin atau melahirkan bayi.
5. Menghindari tindakan-tindakan berlebihan atau berbahaya, seperti episiotomi
rutin, amniotomi, kateterisasi, dan penghisapan lendir secara rutin sebagai uapaya
untuk mencegah perdarahan pascapersalinan.
6. Memberikan asuhan bayi baru lahir, termasuk mengeringkan dan menghangatkan
tubuh bayi, memberi ASI secara dini, mengenal sejak dini komplikasi dan
melakukan tindakan yang bermanfaat secara rutin.
7. Memberikan asuhan dan pemantauan ibu dan bayi baru lahir, termasuk dalam
masa nifas dini secara rutin. Asuhan ini akan memastikan ibu dan bayinya berada
dalam kondisi aman dan nyaman, mengenal sejak komplikasi pascapersalinan dan
mengambil tindakan yang sesuai dengan kebutuhan.
8. Mengajarkan kepada ibu dan keluarganya untuk mengenali secara dini bahaya
yang mungkin terjadi selama masa nifas dan pada bayi baru lahir.
9. Mendokumentasikan semua asuhan yang telah diberikan.
Terdapat lima aspek dasar yang penting dan saling terkait dalam asuhan
persalinan yang bersih dan aman. Aspek-aspek tersebut melekat pada setiap
persalinan, baik normal maupun patologis. Aspek tersebut adalah sebagai berikut:

1. Membuat keputusan klinik


Membuat keputusan klinik adalah proses pemecahan masalah yang akan
digunakan untuk merencanakan asuhan bagi ibu dan bayi baru lahir. Hal ini
merupakan suatu proses sistematik dalam mengumpulkan dan menganalisis
informasi, membuat diagnosis kerja, membuat rencana tindakan yang sesuai
32
dengan diagnosis, melaksanakan rencana tindakan dan akhirnya mengevaluasi
hasil asuhan atau tindakan yang telah diberikan kepada ibu dan / atau bayi baru
lahir.

Empat langkah proses pengambilan keputusan klinik :


1. Pengumpulan Data
a. Data Subjektif
b. Data Objektif
2. Diagnosis
3. Penatalaksanaan asuhan dan perawatan
a. Membuat rencana
b. Melaksanakan rencana
4. Evaluasi
2. Asuhan sayang ibu dan sayang bayi
Asuhan sayang ibu adalah asuhan dengan prinsip saling menghargai budaya,
kepercayaan dan keinginan sang ibu. Salah satu prinsip dasar asuhan sayang ibu
adalah dengan mengikutsertakan suami dan keluarga selama proses persalinan dan
kelahiran bayi. Banyak hasil penelitian menunjukkan bahwa jika para ibu
diperhatikan dan diberi dukungan selama persalinan dan kelahiran bayi serta
mengetahui dengan baik mengenai proses persalinan dan asuhan yang akan
mereka terima, mereka akan mendapatkan rasa aman dan keluaran yang lebih
baik. Antara lain, juga disebutkan bahwa asuhan tersebut dapat mengurangi
jumlah persalinan dengan tindakan, seperti ekstraksi vakum, forseps, dan seksio
sesarea.
3. Pencegahan Infeksi
Tindakan pencegahan infeksi tidak terpisah dari komponen-komponen lainnya
dalam asuhan selama persalinan dan kelahiran bayi. Tindakan ini harus diterapkan
dalam setiap aspek asuhan untuk melindungi ibu, bayi baru lahir, keluarga,
penolong persalinan, dan tenaga kesehatan lainnya dengan jalan menghindarkan
transmisi penyakit yang disebabkan oleh bakteri, virus, dan jamur. Juga upaya-
upaya untuk menurunkan resiko terjangkit atau terinfeksi mikroorganisme yang
menimbulkan penyakit-penyakit berbahaya yang hingga kini belum ditemukan
cara pengobatannya, seperti hepatitis dan HIV / AIDS.
4. Pencatatan (Dokumentasi)

33
Catat semua asuhan yang telah diberikan kepada ibu dan/atau bayinya. Jika
asuhan tidak dicatat dapat dianggap bahwa tidak pernah dilakukan asuhan yang
dimaksud. Pencatatan adalah bagian penting dari proses membuat keputusan
klinik karena memungkinkan penolong persalinan untuk terus-menerus
memperhatikan asuhan yang diberikan selama proses persalinan dan kelahiran
bayi. Mengkaji ulang catatan memungkinkan untuk menganalisis data yang telah
dikumpulkan dan dapat lebih efektif dalam merumuskan suatu diagnosis serta
membuat rencana asuhan atau perawatan bagi ibu atau bayinya.
5. Rujukan
Rujukan dalam kondisi optimal dan tepat waktu ke fasilitas kesehatan rujukan
atau yang memiliki sarana lebih lengkap diharapkan mampu menyelamatkan jiwa
para ibu dan bayi baru lahir. Meskipun sebagian besar ibu menjalani persalinan
normal, sekitar 10-15% di antaranya akan mengalami masalah selama proses
persalinan dan kelahiran sehingga perlu dirujuk ke fasilitas kesehatan rujukan.
Setiap tenaga penolong harus mengetahui lokasi fasilitas rujukan terdekat yang
mampu untuk melayani kegawatdaruratan obstetric dan bayi baru lahir.
IV. Tujuan skill lab.
1. Menjelaskan batasan dan mendiagnosis kala dua persalinan.
2. Membuat persiapan pertolongan kala dua.
3. Menjelaskan posisi mengedan dan memimpin ibu mengedan.
4. Menilai kemajuan persalinan kala dua.
5. Menilai kondisi janin dan ibu selama kala dua.
6. Mampu menolong kelahiran janin dan plasenta.
7. Mampu menilai perdarahan pasca persalinan.

V. Rancangan Acara Pembelajaran

Waktu dalam Aktifitas Belajar Mengajar Keterangan


menit
30 Menit Introduksi pada kelas besar dan Narasumber
demonstrasi.

10 Menit Mahasiswa dibagi dalam 5 Instruktor


kelompok kecil (1 kelompok terdiri
dari ±10 org)

34
Coaching:
Mahasiswa dibimbing oleh
Instruktur
90 Menit Mahasiswa melakukan sendiri Instruktor
secara bergantian.

IV Lembar pengamatan persalinan normal

Pengamatan
No Langkah
0 1 2

A. Melihat Tanda dan Gejala Kala Dua


1 Mengamati tanda dan gejala persalinan kala dua

 Ibu mempunyai keinginan untuk meneran

 Ibu merasa tekanan yang semakin meningkat pada rektum dan


/atau vaginanya
 Perineum menonjol.

 Vulva-vagina dan sfingter anal membuka

B. Menyiapkan Pertolongan Persalinan


2 Memastikan perlengkapan, bahan, dan obat-obatan esensial siap
digunakan. Mematahkan ampul oksitosin 10 unit dan menempatkan
tabung suntik steril sekali pakai di dalam partus set.
3 Mengenakan baju penutup atau celemek plastik yang bersih.

4 Melepaskan semua perhiasan yang dipakai di bawah siku, mencuci


kedua tangan dengan sabun dan air bersih yang mengalir dan
mengeringkan tangan dengan handuk satu kali pakai/pribadi yang
bersih.

5 Memakai satu sarung dengan DTT atau steril untuk semua


pemeriksaan dalam.

35
6 Mengisap oksitosin 10 unit ke dalam tabung suntik (dengan
memakai sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau steril) dan
meletakkan kembali di partus set/wadah disinfeksi tingkat tinggi
atau steril tanpa mengontaminasi tabung suntik).

C.Memastikan Pembukaan Lengkap dengan Janin Baik

7 Membersihkan vulva dan perineum, menyekanya dengan hati-hati


dari depan ke belakang dengan menggunakan kapas atau kasa yang
sudah dibasahi air disinfeksi tingkat tinggi. Jika mulut vagina,
perineum, atau anus terkontaminasi oleh kotoran ibu,
membersihkan dengan seksama dengan cara menyeka dari depan ke
belakang.

Membuang kapas atau kasa yang terkontaminasi dalam wadah yang


benar. Mengganti sarung tangan jika terkontaminasi (meletakkan
kedua sarung tangan tersebut dengan benar di dalam larutan
dekontaminasi, langkah # 9).

8 Dengan menggunakan teknik aseptik, melakukan pemeriksaan


dalam untuk memastikan bahwa pembukaan serviks sudah lengkap.
Bila selaput ketuban belum pecah, sedangkan pembukaan sudah
lengkap, lakukan amniotomi.

9 Mendekontaminasi sarung tangan dengan cara mencelupkan tangan


yang masih memakai sarung tangan kotor ke dalam larutan klorin
0,5% dan kemudian melepaskan dalam keadaan terbalik serta
merendamnya di dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit.
Mencuci kedua tangan (seperti di atas).

10 Memeriksa Denyut Jantung Janin (DJJ) setelah kontraksi berakhir


untuk memastikan bahwa DJJ dalam batas normal (100 – 180
kali/menit).

 Mengambil tindakan yang sesuai jika DJJ tidak normal.


 Mendokumentasikan hasil-hasil pemeriksaan dalam, DJJ, dan
semua hasil-hasil penilaian serta asuhan lainnya pada

36
partograf.
D. Menyiapkan Ibu dan Keluarga untuk Membantu Proses Pimpinan Meneran.

11 Memberi tahu ibu pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin


baik. Membantu ibu berada dalam posisi yang nyaman sesuai
dengan keinginannya.

 Menunggu hingga ibu mempunyai keinginan untuk meneran.


Melanjutkan pemantauan kesehatan dan kenyamanan ibu serta
janin sesuai dengan pedoman persalinan aktif dan
mendokumentasikan temuan-temuan.
 Menjelaskan kepada anggota keluarga bagaimana mereka
dapat mendukung dan memberi semangat kepada ibu saat ibu
mulai meneran.

12 Meminta bantuan keluarga untuk menyiapkan posisi ibu untuk


meneran. (Pada saat ada his, bantu ibu dalam posisi setengah duduk
dan pastikan ia merasa nyaman).

13 Melakukan pimpinan meneran saat ibu mempunyai dorongan yang


kuat untuk meneran.

 Membimbing ibu untuk meneran saat ibu mempunyai keinginan


untuk meneran.
 Mendukung dan memberi semangat atas usaha ibu untuk
meneran.
 Membantu ibu mengambil posisi yang nyaman sesuai dengan
pilihannya (tidak meminta ibu berbaring terlentang).
 Menganjurkan ibu untuk beristirahat di antra kontraksi.
 Menganjurkan keluarga untuk mendukung dan memberi
semangat pada ibu.
 Menganjurkan asupan cairan per oral.
 Menilai DJJ setiap lima menit.
 Jika bayi belum lahir atau kelahiran bayi belum akan terjadi
segera dalam waktu 120 menit (2 jam) meneran untuk ibu

37
primipara atau 60 menit (1 jam) untuk ibu multipara, merujuk
segera. Jika ibu tidak mempunyai keinginan untuk meneran.
 Menganjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok, atau mengambil
posisi yang aman. Jika ibu belum ingin meneran dalam 60 menit,
anjurkan ibu untuk mulai meneran pada puncak kontraksi-
kontraksi tersebut dan beristirahat di antara kontraksi.
 Jika bayi belum lahir atau kelahiran bayi belum akan terjadi
segera setelah 60 menit meneran, merujuk ibu dengan segera.

E. Persiapan Pertolongan Kelahiran Bayi.

14 Jika kepala bayi telah membuka vulva dengan diameter 5 – 6 cm,


letakkan handuk bersih di atas perut ibu untuk mengeringkan bayi.

15 Meletakkan kain yang bersih dilipat 1/3 bagian, di bawah bokong


ibu.

16 Membuka partus set.

17 Memakai sarung tangan DTT atau steril pada kedua tangan.

F. Menolong Kelahiran Bayi.

Lahirnya kepala

18 Saat kepala bayi membuka vulva dengan diameter 5 – 6 cm


lindungi perineum dengan satu tangan yang dilapisi kain tadi,
letakkan tangan yang lain di kepala bayi dan lakukan tekanan yang
lembut dan tidak menghambat pada kepala bayi, membiarkan
kepala keluar perlahan-lahan. Menganjurkan ibu untuk meneran
perlahan-lahan atau bernapas cepat saat kepala lahir.

19 Dengan lembut menyeka muka, mulut, dan hidung bayi dengan


kain atau kasa yang bersih. (Langkah ini tidak harus dilakukan).

20 Memeriksa lilitan tali pusar dan mengambil tindakan yang sesuai


jika hal itu terjadi, dan kemudian meneruskan segera proses
kelahiran bayi:

 Jika tali pusat melilit leher janin dengan longgar, lepaskan


lewat bagian atas kepala bayi.

38
 Jika tali pusar melilit leher bayi dengan erat, mengklemnya di
dua tempat dan memotongnya.
21 Menunggu hingga kepala bayi melakukan putaran paksi luar secara
spontan.

Lahir bahu

22 Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, tempatkan kedua


tangan di masing-masing sisi muka bayi. Menganjurkan ibu untuk
meneran saat kontraksi berikutnya. Dengan lembut menariknya ke
arah bawah dan ke arah luar hingga bahu anterior muncul di bawah
arkus pubis dan kemudian dengan lembut menarik ke arah atas dan
ke arah luar untuk melahirkan bahu posterior.

23 Setelah kedua bahu dilahirkan, menelusurkan tangan mulai kepala


bayi yang berada di bagian bawah ke arah perineum, membiarkan
bahu dan lengan posterior lahir ke tangan tersebut. Mengendalikan
kelahiran siku dan tangan bayi saat melewati perineum, gunakan
lengan bagian bawah untuk menyangga tubuh bayi saat dilahirkan.

Menggunakan tangan anterior (bagian atas) untuk mengendalikan


siku dan tangan anterior bayi saat keduanya lahir.

24 Setelah tubuh dari lengan lahir, menelusurkan tangan yang ada di


atas (anterior) dari punggung ke arah kaki bayi untuk
menyangganya saat punggung kaki lahir. Memegang kedua mata
kaki bayi dengan hati-hati membantu kelahiran kaki.

G. Penanganan bayi baru lahir

25 Menilai bayi dengan cepat (dalam 30 detik), kemudian meletakkan


bayi di atas perut ibu dengan posisi kepala bayi sedikit lebih rendah
dari tubuhnya (bila tali pusat terlalu pendek, meletakkan bayi di
tempat yang memungkinkan). Bila bayi mengalami asfiksia,
lakukan resusitasi. (lihat bab 26. Resusitasi Neonatus).

26 Segera membungkus kepala dan badan bayi dengan handuk,


letakkan bayi di dada ibu dan biarkan kontak kulit ibu – bayi untuk
inisiasi menyusui dini. Lakukan penyuntikan oksitosin/i.m. (lihat
keterangan di bawah).

27 Menjepit tali pusat menggunakan klem kira-kira 3 cm dari pusat


bayi. Melakukan urutan pada tali pusat mulai dari klem ke arah ibu
dan memasang klem kedua 2 cm dari klem pertama (ke arah ibu).

39
28 Memegang tali pusat dengan satu tangan, melindungi bayi dari
gunting dan memotong tali pusat di antara dua klem tersebut.

29 Mengeringkan bayi, mengganti handuk yang basah dan


menyelimuti bayi dengan kain atau selimut yang bersih dan kering,
menutupi bagian kepala, membiarkan tali pusat terbuka. Jika bayi
mengalami kesulitan bernapas, ambil tindakan yang sesuai.

30 Memberikan bayi kepada ibunya dan menganjurkan ibu untuk


memeluk bayinya dan memulai pemberian ASI jika ibu
menganjurkan ibu menghendakinya.

H. Oksitosin

31 Meletakkan kain yang bersih dan kering. Melakukan palpasi


abdomen untuk menghilangkan kemungkinan adanya bayi kedua.

32 Memberi tahu kepada ibu bahwa ia akan disuntik.

33 Dalam waktu 2 menit setelah kelahiran bayi, berikan suntikan


oksitosin 10 unit I.M. di gluteus atau 1/3 atas lateral depan paha
kanan ibu bagian luar, setelah mengaspirasinya terlebih dahulu.

I. Penegangan tali pusat terkendali

34 Memindahkan klem pada tali pusat.

35 Meletakkan satu tangan di atas kain yang ada di perut ibu, tepat di
atas tulang pubis, dan menggunakan tangan ini untuk melakukan
palpasi kontraksi dan menstabilkan uterus. Memegang tali pusat
dan klem dengan tangan yang lain.

36 Menunggu uterus berkontraksi dan kemudian melakukan


penegangan ke arah bawah pada tali pusat dengan lembut. Lakukan
tekanan yang berlawanan arah pada bagian bawah uterus dengan
cara menekan uterus ke arah atas dan belakang (dorso kranial)
dengan hati-hati untuk membantu mencegah terjadinya inversio
uteri. Jika plasenta tidak lahir setelah 30 – 40 detik, hentikan
penegangan tali pusat dan menunggu hingga kontraksi berikut
mulai.

 Jika uterus tidak berkontraksi, meminta ibu atau seorang


anggota keluarga untuk melakukan rangsangan puting susu.
J. Mengeluarkan plasenta

40
37 Setelah plasenta terlepas, meminta ibu untuk meneran sambil
menarik tali pusat ke arah bawah dan kemudian ke arah atas,
mengikuti kurva jalan lahir sambil meneruskan tekanan berlawanan
arah pada uterus.

 Jika tali pusat bertambah panjang, pindahkan klem hingga


berjarak sekitar 5 – 10 cm dari vulva.
 Jika plasenta tidak lepas setelah melakukan penegangan tali
pusat selama 15 menit.
 Mengulangi pemberian oksitosin 10 unit I.M.
 Menilai kandung kemih dan dilakukan kateterisasi kandung
kemih dengan menggunakan teknik aseptik jika perlu.
 Meminta keluarga untuk menyiapkan rujukan.
 Mengulangi penegangan tali pusat selama 15 menit
berikutnya.
 Merujuk ibu jika plasenta tidak lahir dalam waktu 30 menit
sejak kelahiran bayi.
38 Jika plasenta terlihat di introitus vagina, melanjutkan kelahiran
plasenta dengan menggunakan kedua tangan. Memegang plasenta
dengan dua tangan dan dengan hati-hati memutar plasenta hingga
selaput ketuban terpilin. Dengan lembut perlahan melahirkan
selaput ketuban tersebut.

 Jika selaput robek, memakai sarung tangan disinfeksi tingkat


tinggi atau steril dan memeriksa vagina dan serviks ibu
dengan seksama. Menggunakan jari-jari tangan atau klem atau
forseps disinfeksi tingkat tinggi atau steril untuk melepaskan
bagian selaput yang tertinggal.
K. Pemijatan uterus

39 Segera setelah plasenta dan selaput ketuban lahir, lakukan masase


uterus, meletakkan telapak tangan di fundus dan melakukan masase
dengan gerakan melingkar dengan lembut hingga uterus
berkontraksi (fundus menjadi keras).

L. Menilai perdarahan

40 Memeriksa kedua sisi plasenta baik yang menempel ke ibu maupun


janin dan selaput ketuban untuk memastikan bahwa plasenta dan
selaput ketuban untuk memastikan bahwa plasenta dan selaput
ketuban lengkap dan utuh. Meletakkan plasenta di dalam kantung
plastik atau tempat khusus.

 Jika uterus tidak berkontraksi setelah melakukan masase


selama 15 detik mengambil tindakan yang sesuai.

41
41 Mengevaluasi adanya laserasi pada vagina dan perineum dan segera
menjahit laserasi yang mengalami perdarahan aktif.

N. Melakukan prosedur pascapersalinan

42 Menilai ulang uterus dan memastikannya berkontraksi dengan


baik.

43 Mencelupkan kedua tangan yang memakai sarung tangan ke dalam


larutan klorin 0,5%; membilas kedua tangan yang masih bersarung
tangan tersebut dengan air disinfeksi tingkat tinggi dan
mengeringkannya dengan kain yang bersih dan kering.

44 Menempatkan klem tali pusat disinfeksi tingkat tinggi atau steril


atau mengikatkan tali disinfeksi tingkat tinggi dengan simpul mati
sekeliling tali pusat sekitar 1 cm dari pusat.

45 Mengikat satu lagi simpul mati di bagian pusat yang berseberangan


dengan simpul mati yang pertama.

46 Melepaskan klem bedah dan meletakkannya ke dalam larutan


klorin 0,5%.

47 Menyelimuti kembali bayi dan menutupi bagian kepalanya.


Memastikan handuk atau kainnya bersih atau kering.

48 Menganjurkan ibu untuk memulai pemberian ASI.

49 Melanjutkan pemantauan kontraksi uterus dan perdarahan


pervaginam :

 2 – 3 kali dalam 15 menit pertama pascapersalinan.


 Setiap 15 menit pada 1 jam pertama pascapersalinan.
 Setiap 20 – 30 menit pada jam kedua pascapersalinan.
 Jika uterus tidak berkontraksi dengan baik, laksanakan
perawatan yang sesuai untuk menatalaksana atonia uteri.
 Jika ditemukan laserasi yang memerlukan penjahitan, lakukan
penjahitan dengan anesthesia lokal dan menggunakan teknik
yang sesuai.
50 Mengajarkan pada ibu/keluarga bagaimana melakukan masase
uterus dan memeriksa kontraksi uterus.

51 Mengevaluasi kehilangan darah.

52 Memeriksa tekanan darah, nadi, dan keadaan kandung kemih setiap


15 menit selama satu jam pertama pascapersalinan dan setiap 30

42
menit selama jam kedua pascapersalinan.

 Memeriksa temperatur tubuh ibu sekali setiap jam selama dua


jam pertama pascapersalinan.
 Melakukan tindakan yang sesuai untuk temuan yang tidak
normal.
O. Kebersihan dan keamanan.

53 Menempatkan semua peralatan di dalam larutan klorin 0,5% untuk


dekontaminasi (10 menit). Mencuci dan membilas peralatan setelah
dekontaminasi.

54 Membuang bahan-bahan yang terkontaminasi ke dalam tempat


sampah yang sesuai.

55 Membersihkan ibu dengan menggunakan air disinfeksi tingkat


tinggi. Membersihkan cairan ketuban, lender, dan darah. Membantu
ibu memakai pakaian yang bersih dan kering.

56 Memastikan bahwa ibu nyaman. Membantu ibu memberikan ASI.


Menganjurkan keluarga untuk memberikan ibu minuman dan
makanan yang diinginkan.

57 Mendekontaminasi daerah yang digunakan untuk melahirkan


dengan larutan klorin 0,5% dan membilas dengan air bersih.

58 Mencelupkan sarung tangan kotor ke dalam larutan klorin 0,5%,


membalikkan bagian dalam ke luar dan merendamnya dalam
larutan klorin 0,5% selama 10 menit.

59 Mencuci kedua tangan dengan sabun dan air mengalir.

Dokumentasi

60 Melengkapi partograf (halaman depan dan belakang).

Note : 0 = mahasiswa tidak melakukan

1 = mahasiswa melakukan tidak sempurna

2 = mahasiswa melakukan sempurna

Nilai = ______ x 100% =

Medan, ..................2017

Instruktur,

43
superwin
(........................................)

PENUNTUN SKILL LAB-4

PEMERIKSAAN GINEKOLOGI

BLOK REPRODUCTIVE SYSTEM

DEPARTEMEN ILMU KEBIDANAN & KANDUNGAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UHKBPN

Disusun Oleh :

Prof. Dr. dr. Sarma N Lumbanraja, SpOG(K)

Dr. dr.Hotma Partogi Pasaribu, SpOG, Dr. dr. Leo Simanjuntak, SpOG,

III.Pendahuluan
Seorang dokter harus selalu terjaga kemampuan klinik ataupun keterampilannya. Oleh
karena itu seorang dokter harus selalu belajar dan berusaha menambah keilmuan yang
lebih baru. Dengan meningkatkan kemampuan klinik dan keterampilan, akan terhindar
dari ketertinggalan keilmuan dan kesalahan (malpraktek) serta sekaligus dapat melindungi
pasien dari kesalahan tindakan.

Sikap penderita wanita yang datang pada dokter agak berbeda dengan sikap penderita pria,
lebih-lebih apabila ia datang untuk keluhan ginekologik. Cenderung menunjukkan gejala-
gejala kecemasan, kegelisahan, rasa takut dan rasa malu. Waktu dilakukan pemeriksaan,
dokter hendaknya didampingi oleh seorang petugas wanita, misalnya bidan. Gadis remaja
atau anak kecil perlu didampingi oleh ibunya atau keluarga terdekat.

44
IV. Pemeriksaan
Sebelum pemeriksaan seorang dokter selayaknya mengetahui dan melakukan berbagai hal
berikut ini :

 Dokter harus sensitif kepada keluhan penderita/pasien


 Dokter harus respek terhadap privasi penderita
 Bicara sopan dan tidak keras
 Yakinkan bahwa pemeriksaan ini penting dan mempunyai akurasi tinggi
 Jelaskan prosedur pemeriksaan yang akan dilakukan dokter
 Melakukan pemeriksaan secara perlahan dan tegas (gentle)
 Perhatikan bahasa tubuh pasien (kesakitan atau ketakutan)
 Beri alasan/penjelasan langkah-langkah yang dilakukan dokter
 Lakukan pemeriksaan di tempat yang bersih, baik dan tersedia air/tissu
 Penderita dipersilahkan mengosongkan kencing dan bersihkan area genitalia
 Penderita dipersilahkan menanggalkan baju yang diperlukan secukupnya
 Bantu untuk naik ke meja ginekologi serta usahakan senyaman mungkin
 Cuci tangan dan keringkan sebelum dan sesudah melakukan pemeriksaaan.

1. Langkah-langkah pemeriksaan kasus Ginekologi


 Pemeriksaan secara umum seluruh tubuh
 Pemeriksaan abdomen dan lipat paha
 Pemeriksaan organ genitalia :
- Inspeksi dan palpasi genitalia eksterna
- Pemeriksaan dengan spekulum dan palpasi dua tangan (bimanual)
- pemeriksaan rektovaginal.

2. Letak penderita
Untuk pemeriksaan ginekologi dikenal tiga jenis letak

a. Letak Litotomi
Letak ini paling popular, terutama di Indonesia. Untuk itu, diperlukan meja
ginekologik dengan penyangga bagi kedua tungkai.

Penderita berbaring di atasnya sambil lipat lututnya diletakkan pada penyangga dan
tungkainya dalam fleksi santai, sehingga penderita berbaring dalam posisi
mengangkang. Dengan demikian, dengan penerangan yang memadai (sebaiknya
dengan lampu sorot), vulva, anus, dan sekitarnya tampak jelas dan pemeriksaan
dengan spekulum sangat mudah.

45
Pemeriksaan berdiri atau duduk di depan vulva. Pemeriksaan inspekulo dilakukan
sambil duduk, sedang pemeriksaan bimanual sebaiknya sambil berdiri.

Pemeriksaan bimanual dapat dilakukan juga tanpa meja ginekologik. Penderita


berbaring terlentang di tempat tidur biasa, sambil kedua tungkai ditekuk dilipat lutut
dan agak mengangkang. Pemeriksaan berdiri di sebelah kanan penderita, sambil
kedua jari tangan dimasukkan ke dalam vagina, dan tangan kiri diletakkan di perut.
Dengan cara demikian, inspeksi vulva, anus dan sekitarnya tidak seberapa mudah.

Gambar 1. Litotomi

b. Letak Miring
Penderita diletakkan di pingggir tempat tidur miring ke sebelah kiri sambil paha dan
lututnya ditekuk dan kedua tungkai sejajar. Posisi demikian hanya baik untuk
pemeriksaan in spekulo.

Gambar 2. Letak/posisi Miring

c. Letak Sims
Letak ini hampir sama dengan letak miring, hanya tungkai kiri hampir lurus, tungkai
kanan ditekuk ke arah perut, dan lututnya diletakkan pada alas (tempat tidur),
sehingga panggul (garis bitrokhanter) membuat sudut miring dengan alas; lengan kiri
di belakang badan dan bahu sejajar dengan alas. Dengan demikian, penderita
berbaring setengah tengkurap.

46
Dalam keadaan tertentu, posisi Sims mempunyai keunggulan, yaitu dengan
penggunaan spekulum Sims atau spekulum cocor-bebek; pemeriksaan inspekulo dapat
dilakukan lebih mudah dan lebih teliti, terutama pemeriksaan dinding vagina depan
untuk mencari fistula vesikovaginalis yang kecil.

Gambar 3. Sim’s (Posterior View)

3. Pemeriksaan Umum
a. Inspeksi
 Perhatikan penampilan penderita secara umum dan catat kelainan pada seluruh organ
tubuh, adalah kelainan infeksi, atau suatu benjolan abnormal yang terdapat di kepala,
leher, subklavia dan payudara/dada serta abdomen atas dan bawah, lipat paha, serta
tungkai atas dan bawah. Apabila ditemukan suatu pembesaran abnormal (edema) atau
tumor, perhatikan apakah ada hubunganya dengan organ lain khususnya dengan organ
genitalia.

b. Palpasi
 Lakukan palpasi daerah yang diduga tumor, tentukan konsistensi, batasnya, gerakan
dan ukur besar tumor permukaan sedikitnya 2 dimensi (panjang dan lebar).

c. Perkusi
 Pemeriksaan perkusi terutama di daerah toraks dan abdomen. Bila ditemukan
massa/tumor, tentukan asalnya, apakah organ pencernaan atau ginekologi. Periksan
secara cermat. Bila masih meragukan apakah pembesaran rongga abdomen akibat
tumor padat/kista ovarium atau asites, lakukan beberapa tes asites di antaranya :
- Fluid Wave test
- Shiffting Dullness test
- Puddle sign
- Timpani pada abdomen atas (posisi supina udara mengisi usus
Mengapung dalam asites)

- Bulging Flanks pada posisi supinasi (dengan berat asites menekan dinding
samping abdomen).

d. Auskultasi
 Pemeriksaan auskultasi organ rongga dada dan abdomen.

47
4. Pemeriksaan Genitalia Eksterna
Dalam letak litotomi alat kelamin luar tampak jelas. Dengan inspeksi perlu diperhatikan
bentuk, warna, pembengkakan, dan sebagainya dari genitalia eksterna, perineum, anus
dan sekitarnya; dan apakah ada darah atau flour albus. Apakah himen masih utuh (hanya
dilakukan pada kondisi tertentu) dan klitoris normal? Pertumbuhan rambut pubis perlu
pula diperhatikan sebagai salah satu tanda seks sekunder.

Terutama dicari apakah ada peradangan, iritasi kulit, dan tumor; apakah orifisium urethra
eksternum merah dan ada nanah, apa ada karunkula, atau polip. Nanah tampak lebih jelas,
apabila dinding belakang urethra diurut dari dalam ke luar dengan jari. Apakah ada benda
menonjol dari introitus vagina (prolapsus uteri, mioma yang sedang dilahirkan, polipus
servisis yang panjang); adakah sistokel dan rektokel; apakah glandula Bartholini
membengkak dan meradang; apakah himen masih utuh (hanya dilakukan pada kondisi
tertentu); apakah introitus vagina sempit atau lebar; dan apakah ada parut di perineum;
adakah kondilomata akuminata atau kondilomata lata? Pada pendarahan per vaginam dan
fluor albus perlu pula diperhatikan banyaknya, warnanya, kental atau encernya dan
baunya. Dalam menghadapi prolapsus uteri, penderita disuruh batuk atau meneran sambil
meniup punggung tangannya (maneuver valsalva), sehingga tampak lebih jelas. Sekalian
untuk pemeriksaan apakah ada stress inkotinensia.

5. Pemeriksaan Dengan Spekulum


Ada kebiasaan, setelah inspeksi vulva dan sekitarnya, untuk memulai pemeriksaan
ginekologi dengan pemeriksaan inspekulo, terutama apabila akan dilakukan pemeriksaan
sitologi atau pemeriksaan terhadap gonorea, trikomoniasis, dan kandidiasis atau ada
proses yang mudah berdarah. Ada pula yang memulai dengan pemeriksaan bimanual yang
disusul dengan pemeriksaan dalam spekulum.

Untuk wanita yang masih virgo, tidak boleh dilakukan pemeriksaan dalam.

Spekulum Sims dipasang lebih dahulu kedalam vagina bagian belakang. Mula-mula ujung
spekulum dimasukkan agak miring ke dalam introitus vagina, didorong ke dalam sedikit,
dan diletakkan melintang dalam vagina; lalu spekulum ditekan kebelakang dan didorong
lebih dalam lagi, sehingga ujung spekulum menyentuh puncak vagina di fornik posterior.
Pada proses yang mudah berdarah di porsio pemasangan spekulum ini harus dilakukan
sangat hati-hati, sehingga ujung spekulum tidak menyentuh/menekan porsio yang mudah
berdarah itu. Ujung spekulum harus diarahkan lebih ke belakang lagi dan langsung
diletakkan di fornik posterior pada dinding belakang vagina. Setelah spekulum pertama

48
dipasang dan ditekan ke belakang, maka pemasangan spekulum Sims kedua (depan), yang
harus lebih kecil daripada yang pertama, menjadi sangat mudah; ujungnya ditempatkan di
fornik anterior dan ditekan sedikit ke depan. Biasanya porsio langsung tampak dengan
jelas.

Apabila porsio menghadap terlampau ke belakang atau terlampau ke depan, maka posisi
kedua spekulum perlu disesuaikan, yaitu ujung spekulum belakang digerakkan lebih ke
belakang dan/atau yang depan digerakkan lebih ke depan, sehingga porsio letaknya
ditengah antara kedua spekulum.

Pemasangan spekulum cocor bebek dilakukan sebagai berikut : Dalam keadaan tertutup
spekulum dimasukkan ujungnya ke dalam introitus vagina sedikit miring, kemudian
diputar kembali menjadi melintang dalam vagina dan didorong masuk lebih dalam ke arah
forniks posterior sampai di puncak vagina. Lalu spekulum dibuka pada tangkainya.
Dengan demikian, dinding vagina depan dipisah dari yang belakang dan porsio tampak
jelas dan dibersihkan dari lendir atau getah vagina. Waktu spekulum dibuka daun depan
tidak menyentuh porsio karena agak lebih pendek dari daun belakang.

Juga spekulum cocor-bebek perlu disesuaikan porsinya apabila porsio belum tampak
jelas; dan pemasangan harus dilakukan dengan hati-hati apabila ada proses mudah
berdarah di porsio. Spekulum silindris sekarang jarang digunakan.

Dengan menggunakan spekulum diperiksa dinding vagina (rugae vaginales, karsioma,


fluor albus) dan porsio vaginalis servisis uteri (bulat, terbelah melintang, mudah berdarah,
erosio, peradangan, polip, tumor, atau ulkus, terutama pada karsinoma).

Untuk pemeriksaan dengan spekulum, mutlak diperlukan lampu penerang yang cukup,
sebaiknya lampu sorot yang ditempatkan di belakang pemeriksa agak ke samping,
diarahkan ke porsio.

Selain itu dengan spekulum dapat pula dilakukan pemeriksaan pelengkap, seperti usap
vagina dan usap serviks untuk pemeriksaan sitologi, getah kanalis servikalis untuk
pemeriksaan gonorea, dan getah dari forniks posterior untuk pemeriksaan trikomonoasis
dan kandidiasis.

V. Tujuan
1. Umum
49
Setelah selesai skill lab, mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan ginekologi.
2. Khusus
Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan ginekologi, meliputi pemeriksaan
abdomen bawah dan lipat paha, pemeriksaan genitalia eksterna, pemeriksaan
dengan spekulum, pemeriksaan bimanual dan pemeriksaan rektovaginal.
VI. Rancangan Pembelajaran

Waktu dalam menit Aktifitas Belajar Mengajar Keterangan


10 menit Penjelasan oleh Narasumber di kelas Narasumber
besar.
Peserta:
- Mahasiswa
- Instruktur
10 menit Mahasiswa dibagi dalam 5 kelompok Instruktur
kecil (1 kelompok terdiri dari ±10 Mahasiswa
org)
Coaching:
Mahasiswa dibimbing oleh Instruktur
100 menit Self Practice :
Mahasiswa melakukan pemeriksaan
ginekologi dengan pasien simulasi /
mahasiswa itu sendiri diamati oleh
instruktor waktu yang diperlukan 10
Mahasiswa= 10 x 10 menit: ± 100
menit.

VII. Lembar Pengamatan

No Pengamatan
Langkah
0 1 2
A PERSETUJUAN PEMERIKSAAN
1 Memberi salam dan memperkenalkan diri.
2 Menjelaskan prosedur dan tujuan pemeriksaan.
3 Meminta persetujuan lisan untuk pemeriksaan.
B PERSIAPAN
1 Persiapan alat-alat pemeriksaan.
2 Meminta pasien untuk BAK dan melepas pakaian dalam.
3 Meminta pasien berbaring di meja periksa ginekologi.
C PEMERIKSAAN BAGIAN BAWAH ABDOMEN DAN LIPAT
PAHA (GROIN)

50
1 Memapar seluruh abdomen dan lipat paha
2 Inspeksi
a. Apakah perut membesar atau terdapat benjolan?
b. Apakah ada jaringan parut bekas operasi
3 Palpasi
a. Dengan telapak tangan dan jari-jari dicari apakah ada nyeri tekan
defance musculaire atau massa pada abdomen dan lipat paha.
b. Dengan menekan lebih dalam, tentukan ukuran, bentuk, konsistensi,
batas-batas dan pergerakan massa/tumor (kalau ada).
c. Menentukan lokasi nyeri tekan, apabila terdapat nyeri tekan, periksa
apakah ada nyeri lepas?
4 Perkusi
Menentukan apakah pembesaran perut disebabkan oleh tumor atau
ascites
D PEMERIKSAAN GENITALIA EKSTERNA
1 Meminta pasien berbaring dalam posisi litotomi.
2 Mencuci tangan dan memakai sarung tangan.
3 Pemeriksa duduk dikursi menghadap genitalia eksterna.
4 Melakukan inspeksi pada vulva dan perineum.
5 Dengan membuka labia mayora, perhatikan muara uretra, labia
minor, klitoris dan introitus vagina.
6 Mempalpasi labia minora, lihat apakah terdapat benjolan, keputihan,
nyeri (tenderness), ulkus dan fistula.
7 Memeriksa kelenjar skene (skene’s gland) untuk melihat adanya
keputihan dan nyeri. Dengan telapak tangan menghadap ke atas,
masukkan jari telunjuk kedalam vagina lalu dengan lembut
mendorong ke atas mengenai uretra dan memerah kelenjar pada
kedua sisi kemudian langsung ke uretra. (Jika ada sekret, ambil
hapusan (smear) untuk pewarnaan Gram dan tes apakah ada
gonorrhea dan Chlamydia).
8 Memeriksa kelenjar Bartholin untuk melihat apakah ada sekret dan
nyeri. Masukkan jari telunjuk ke dalam vagina di sisi bawah mulut
vagina(jam 4-5 dan jam 7-8) dan meraba dasar masing-masing labia
majora. Dengan menggunakan jari telunjuk dan ibu jari, mempalpasi
setiap sisi untuk mencari apakah ada benjolan atau nyeri. (Jika ada
sekret ambil hapusan (smear) untuk pwarnaan Gram dan tes apakah
ada gonorrhea dan Chlamydia).
9 Meminta ibu untuk mengedan ketika menahan labia dalam posisi
terbuka. Periksa apakah terdapat benjolan pada dinding anterior atau
posterior vagina.(prolapsus uteri, vesikokel dan rektokel).

51
(Melaksanakan maneuver valsalva)
10 Melihat perineum. Memeriksa apakah terdapat parut (scaring), lesi,
inflamasi atau retakan kulit.
E PEMERIKSAAN DENGAN SPEKULUM
1 Mengambil spekulum cocor bebek (cusco) dan menunjukkannya
kepada ibu. Menjelaskan apa yang akan dilakukan.
2 Memasukkan spekulum. Tangan kiri membuka labia mayora dan
tangan kanan memasukkan cocor bebek dalam posisi tertutup dan
miring ke dalam vagina kemudian diputar sehingga melintang dalam
vagina dibuka dan di dorong kearah forniks posterior sampai puncak
vagina,sambil melihat dinding vagina dan perhatikan apakah terjadi
inflamasi, keputihan, kista atau ulkus.Setelah portio tampak jelas
lalu dikunci .
3 Melihat portio/serviks perhatikan , posisi, warna, erosi, polip, ulkus
yang mudah berdarah atau terdapat sekret dari kanalis servikalis,
ambil spesimen untuk pewarnaan Gram dan untuk pemeriksaan
gonorrhea dan Chalamydia.
4 Melepas spekulum dalam keadaan tertutup dan miring.
5 Menaruh speculum dalam larutan klorin 0,5 % untuk dekontaminasi.
F PEMERIKSAAN BIMANUAL
1 Basahkan jari telunjuk dan jari tengah tangan yang akan dimasukkan
ke dalam vagina (pelvic hand) dengan air bersih .
2 Memisahkan labia dengan dua jari tangan abdomen (abdominal
hand) lalu masukkan ujung jari telunjuk dan jari tengah pelvis
(pelvic hand) ke dalam vagina.
3 Ketika memberi tekanan ke bawah, tunggu sampai otot perineum
menjadi relaks/lemas. Secara bertahap masukkan kedua jari
sepenuhnya sampai menyentuh serviks.
4 Memutar telapak tangan menghadap keatas dan ikuti mukosa vagina
anterior sampai serviks tersentuh.
5 Meraba serviks dan tentukan arahnya, bentuknya bulat atau terbelah
melintang, besar dan konsistensinya, apakah turun (prolaps), apakah
ostium eksternum terbuka dan dapat dilalui jari?
6 Menggerakkan serviks dengan lembut dari sisi satu ke sisi lain
diantara kedua jari. Perhatikan apakah ibu merasa nyeri.
7 Dengan telapak menghadap ke atas, letakkan kedua jari di rongga
belakang serviks (forniks posterior) untuk meraba rahim.
8 Meletakkan tangan yang lain pada badomen, ditengah antara pusar
dan tulang pubis.
9 Perlahan-lahan menggeser tangan pada abdomen kearah simfisis
pubis dengan menekan ke bawah dan kedepan dengan telapak jari-
jari tangan. Pada saat yang sama, tekan ke atas dengan kedua jari

52
tangan yang berada dalam vagina, berusaha menangkap rahim
diantara kedua tangan. Jika rahim tidak teraba, periksa apakah rahim
dalam posisi retroflexi.
10 Mempalpasi uterus dan menentukan :
Letak (anteversiofleksio atau retroversiofleksio).
Bentuk (agak lonjong seperti buah alpukat/pir).
Besarnya (uterus wanita dewasa sebesar telur ayam).
Konsistensi (kenyal).
Permukaan (normal rata, berbenjol-benjol biasanya mioma uteri).
Gerakan/mobilitas (normal dapat digerakkan dengan mudah ke
semua arah).
11 Mencari ovarium dengan meletakkan jari-jari tangan yang ada dalam
vagina dengan ujung jari pada forniks lateralis. Menggerakkan
tangan yang berada pada abdomen ke sisi yang sama dan lateral
terhadap rahim. Tekan dengan tangan yang di abdomen dan menekan
ke atas dengan jari tangan yang berada di dalam vagina. Dengan
lembut menggerakkan jari-jari kearah simfisis pubis.
12 Menentukan ukuran, konsistensi, mobilitas ovarium.
13 Ulangi prosedur diatas untuk ovarium sisi lainnya
14 Memeriksa ukuran, bentuk, konsistensi, mobilitas dan nyeri dari
massa yang ada dalam adneksa (kalau ada).
15 Pada perempuan yang belum menikah atau anak-anak, pemeriksaan
vagina tidak dapat dilakukan, tetapi dengan pemeriksaan rektal.
G PEMERIKSAAN REKTOVAGINA
1 Menjelaskan kepada ibu tentang apa yang akan dilakukan
2 Jika perlu mengganti sarung tangan, celupkan kedua tangan yang
masih memakai sarung tangan ke dalam larutan klorin 0,5%, lalu
lepaskan dengan membalik sisi dalam keluar. Jika akan dibuang,
masukkan ke dalam kantung plastik. Jika akan dipakai ulang,
dekontaminasi dengan merndam dalam larutan klorin 0,5 %.
3 Perlahan-lahan masukkan jari tengah ke dalam rektum dan jari
telunjuk ke dalam vagina dan meminta ibu bernapas agar lebih
santai.
4 Tekan dengan kuat dan dalam dengan tangan yang berada di atas
tulang pubis sementara jari-jari yang berada dalam vagina dan
rektum menekan servik kearah anterior.
5 Meraba permukaan rahim untuk mengetahui apakah rata atau
berbenjol-benjol.
6 Memeriksa apakah terasa nyeri atau ada massa diantara vagina dan
uterus dengan rektum atau massa berada di rektum atau fistula
rektovaginal.
7 Setelah selesai memeriksa, keluarkan kedua jari secara perlahan
8 Masukkan kedua tangan yang masih memakai sarung tangan ke

53
dalam larutan klorin 0,5%, melepas sarung tangan dengan membalik
sisi dalam keluar dan menaruh ke dalam kantung plastic
H SELESAI MELAKUKAN PEMERIKSAAN
1 Jika sarung tangan akan dibuang, letakkan dalam kantung plastic
2 Cuci kedua tangan dengan air sabun sampai bersih, lalu dikeringkan
dengan kain bersih dan kering, atau dianginkan.
3 Membantu ibu duduk di meja periksa dan meminta ibu berpakaian
4 Setelah ibu berpakaian, diskusikan temuan yang tak normal dan hal-
hal perlu dilakukan, jika ada. Jika hasil pemeriksaan normal, katakan
kepadanya bahwa semuanya dalam keadaan normal dan sehat.

Note : 0 = mahasiswa tidak melakukan

1 = mahasiswa melakukan tidak sempurna

2 = mahasiswa melakukan sempurna

PENUNTUN SKILL LAB 5


PEMASANGAN AKDR / IUD
BLOK REPRODUCTIVE SYSTEM
DEPARTEMEN ILMU KEBIDANAN & KANDUNGAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UHKBPN
Disusun Oleh :
Prof. Dr. dr. Sarma N Lumbanraja,SpOG(K)
DR. dr.Hotma Partogi Pasaribu,SpOG, Dr. dr. Leo Simanjuntak, SpOG,

A.Pendahuluan.

Paradigma baru program Keluarga Berencana Nasional telah diubah visinya dari
mewujudkan NKKBS menjadi untuk mewujudkan keluarga berkualitas tahun 2015.
Keluarga yang berkualitas adalah keluarga yang sejahtera, sehat, maju, mandiri, memiliki
jumlah anak yang ideal, berwawasan kedepan, bertanggungjawab, harmonis dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dalam paradigma baru ini misinya sangat menekankan

54
pentingnya upaya menghormati hak-hak reproduksi, sebagai upaya integral dalam
meningkatkan kualitas keluarga.

Visi tersebut dijabarkan dalam 6 misi yaitu:

1. Memberdayakan masyarakat untuk membangun keluarga kecil berkualitas.


2. Menggalang kemitraan dalam peningkatan kesejahteraan, kemandirian, dan ketahanan
keluarga.
3. Meningkatkan kualitas pelayanan KB dan kesehatan reproduksi.
4. Meningkatkan promosi,perlindungan dan upaya mewujudkan hak-hak reproduksi.
5. Meningkatkan upaya pemberdayaan perempuan untuk mewujudkan kesetaraan dan
keadilan gender melalui program keluarga berencana.
6. Mempersiapkan sumberdaya manusia berkualitas sejak pembuahan dalam kandungan
sampai dengan lanjut usia.

Salah satu pesan kunci dalam rencana strategik nasional Making Pregnamcy Safer <MPS> di
Indonesia 2001 – 2010 adalah bahwa setiap kehamilan harus merupakan kehamilan yang
diinginkan. Untuk mewujudkan pesan kunci tersebut , keluarga berencana merupakan upaya
pelayanan kesehatan preventif yang paling dasar dan utama.

Pencegahan kesakitan dan kematian maternal merupakan alasan utama diperlukannya


pelayanan keluarga berencana. Masih banyak alasan lain misalnya membebaskan dari rasa
khawatir terhadap kehamilan yang tidak diinginkan, terjadinya gangguan fisik atau
psikologik akibat tindakan abortus tidak aman, serta tuntutan perkembangan sosial terhadap
peningkatan status perempuan dimasyarakat.

Banyak perempuan mengalami kesulitan dalam menentukan pilian jenis kontrasepsi. Hal ini
tidak hanya karena terbatasnya metode yang ada, tetapi juga oleh ketidaktahuan tentang
persyaratan dan keamanan metode kontrasepsi yang ada. Tidak ada satupun metode
kontrasepsi yang aman dan efektif bagi semua klien, karena masing-masing mempunyai
kesesuaian dan kecocokan individual bagi setiap klien. Namun secara umum persyaratan
metode kontrasepsi ideal adalah sbb:

1. Aman, artinya tidak akan menimbulkan komplikasi berat bila digunakan.


2. Berdaya guna, dalam arti bila digunakan sesuai aturan akan dapat mencegah
kehamilan.
3. Dapat diterima, bukan hanya oleh klien melainkan juga oleh lingkungan budaya
dimasyarakat.
4. Terjangkau harganya oleh masyarakat.
5. Bila metode tersebut dihentikan, klien akan segera kembali kesuburannya, kecuali
kontrasepsi mantap.

B.Langkah-langkah konseling keluarga berencana.


Dalam memberikan konseling khususnya bagi calon akseptor baru hendaknya dapat
diterapkan enam langkah yang sudah dikenal dengan kata kunci SATU TUJU. Penerapan

55
SATU TUJU tidak perlu berurutan tetapi disesuaikan dengan kebutuhan klien. Kata kunci
SATU TUJU adalah sbb:
 SA: Beri SAlam kepada klien secara terbuka dan sopan. Berikan perhatian
sepenuhnya kepada mereka dan berbicara ditempat yang nyaman serta terjamin
privasinya.
 T: Tanyakan informasi tentang dirinya, mengenai pengalaman KB dan kesehatan
reproduksi, tujuan, kepentingan, harapan serta keadaan kesehatan dan kehidupan
keluarganya. Tanyakan kontrasepsi yang diinginkan klien.
 U:Uraikan kepada klien mengenai piihannya dan beritahu pilihan yang paling
mungkin termasuk pilihan beberapa jenis kontrasepsi yang lain.
 TU: BanTUlah klien menentukan pilihannya sesuai dengan keadaan dan
kebutuhannya.
 J: Jelaskan secara lengkap bagaimana menggunakan kontrasepsi pilihannya. Uji
apakah klien sudah mengerti bagaimana cara menggunakan kontrasepsinya.
 U: Perlu dilakukan kunjungan Ulang. Buat perjanjian untuk kontrol, selain itu perlu
diingatkan agar kembali apabila terjadi suatu masalah sehubugan dengan kontrasepsi.

C.Alat kontrasepsi dalam rahim <AKDR> atau Intra uterine device<IUD>.

1.Jenis AKDR.

 CuT-380A. Terbuat dari kerangka plastik yang fleksibel berbentuk huruf T


diselubungi kawat halus yang terbuat dari tembaga <Cu>.
 Nova T.
 Multiload.

2.Cara kerja.

 Menghambat sperma masuk kedalam tuba falloppii.


 Mempengaruhi fertilisasi sebelum ovum mencapai kavum uteri.
 Mencegah sperma dan ovum bertemu.
 Mencegah implantasi dalam uterus.

3.Keuntungan.

 Efektifitasnya tinggi.
 Efeksif segera setelah pemasangan.
 Metode jangka panjang < 10 thn pada CuT-380A>.
 Tidak mempengaruhi hubungan seksual.
 Tidak mempengaruhi kualitas dan volume ASI.
 Dapat dipasang segera setelah melahirkan atau sesudah abortus.
 Dll.

4.Kerugian.

 Haid lebih lama dan banyak.

56
 Perdarahan intermenstruasi.
 Saat haid terasa lebih sakit.
 Sakit dan kejang uterus selama 3 – 5 hari setelah pemasangan.
 Tidak mencegah PMS/IMS termasuk HIV/AIDS.
 Takut dalam pemasangan karena memerlukan pemeriksaan panggul.
 Klien tidak dapat melepas sendiri.
 Dll.

5.Waktu pemasangan.

 Setiap waktu dalam siklus haid asal dipastikan tidak hamil.


 Hari pertama sampai ke-7 siklus haid.
 Segera setelah melahirkan, 48 jam pertama atau setelah 4 minggu persalinan. Perlu
diingat angka ekspulsi tinggi bila dipasang segera atau 48 jam persalinan.
 Segera atau dalam 7 hari setelah abortus.
 Dalam 1 sampai 5 hari setelah sanggama yang tidak dilindungi.

D.Tujuan.

Setelah skill lab mahasiswa mampu melakukan pemasangan AKDR jenis CuT 380-A.

E.Rancangan Pembelajaran.

 20 menit : Penjelasan dan demo oleh narasumber pada kelas besar.


 10 menit : Mahasiswa dibagi 5 kelompok, dibimbing instruktur melakukan
pemasangan AKDR pada model.
 90 menit :Mahasiswa melakukan sendiri bergiliran diawasi instruktur.

F.Alat alat yang diperlukan.

1. Bed ginekologi.
2. Spekulum Sims danbivalve (cocor bebek).
3. Tenakulum.
4. Sonde uterus.
5. Klem oval/korentang.
6. Gunting.
7. Sarung tangan steril.
8. Larutan antiseptik, mis: povidon iodin.
9. Kasa steril atau kapas.
10. Kapas cebok.
11. Lampu sorot atau senter.
12. AKDR CuT 380-A.

G.Lembar pengamatan pemasangan AKDR CuT 380-A.

No Langkah-langkah 0 1 2

57
A Persiapan
1. Menyapa dan memperkenalkan diri.
2. Menjelaskan tentang pemasangan AKDR, kemungkinan akan
merasa sedikit nyeri saat pemasangan.
3. Meminta pasien mengosongkan kandung kemih.
B. Melakukan pemeriksaan.
1. Meminta pasien membuka celana dalam dan berbaring dibed
ginekologi dalam posisi litotomi dengan dibantu perawat/bidan.
2. Mencuci tangan dan memakai sarung tangan periksa.
3. Memeriksa genitalia eksterna apakah ada ulkus, Bartholinitis,
kista Bartholini, infeksi kelenjar skene.
4. Melakukan pemeriksaan dengan spekulum, apakah ada lekorea,
servisitis dll.
5. Melakukan pemeriksaan panggul untuk menilai besar, posisi,
konsistensi dan mobilitas serta menilai nyeri goyang serviks,
tumor pada adneksa atau kavum Douglas.
6. Melepas sarung tangan dan merendam dalam larutan
dekontaminasi.

C. Mempersiapkan AKDR CuT 380-A.


1 Letakkan kemasan CuT380-A diatas permukaan datar, keras dan
bersih, kemudian buka penutup mulai dari pangkal kira-kira
setengah bagian.
2. Masukkan pendorong kedalam tabung inserter sampai
menyentuh ujung batang AKDR.
3. Dengan jari telunjuk dan ibu jari tangan kiri, tahan kedua ujung
lengan AKDR kemudian pangkal AKDR didorong keatas
sehingga lengan terlipat.
4 Masukkan lengan AKDR kedalam tabung inserter dengan cara
menarik tabung inserter sampai melewati ujung lengan AKDR
lalu dorong kembali sambil diputar sampai kedua ujung AKDR
masuk.
D. Pemasangan CuT380-A.
1. Memakai sarung tangan steril.
2. Memasang spekulum dan mengusap portio dengan larutan
antiseptik.
3. Menjepit portio depan (arah jam 11) dengan tenakulum
4. Melakukan sondase uterus untuk menentukan posisi uterus dan
kedalaman kavum uteri.
5. Mengatur leher biru pada tabung inserter sesuai dengan ukuran
kedalaman kavum uteri.
6. Memasukkan tabung inserter yang berisi AKDR kedalam kavum
uteri dengan hati-hati sampai leher biru menyentuh portio atau
terasa tahanan.
7. Melepaskan AKDR dengan cara menahan pendorong dengan
tangan kiri dan menarik tabung inserter dengan tangan kanan.
8. Setelah AKDR lepas dorong tabung inserter perlahan-lahan
sampai leher biru menyentuh portio, kemudian tarik lagi keluar
dari kavum uteri sampai tampak benang kira-kira 3-4 cm dari

58
portio kemudian benang digunting lalu dilipatkan kearah forniks
posterior.
9. Melepaskan tenakulum dan spekulum.
10. Memberitahukan pada pasien pemasangan AKDR sudah selesai.
11. Melekukan dekontaminasi alat-alat.
12. Mengajarkan pada ibu bagaimana memeriksa benang AKDR
dengan model bila tersedia.
13. Meminta pasien menunggu diklinik 15 – 30 menit setelah
pemasangan untuk mengamati bila terjadi rasa sakit yang hebat
pada perut, mual, muntah sehingga AKDR perlu dicabut.
14. Edukasi :
Kontrol 1 minggu setelah pemasangan dan 1 bulan kemudian.
Tidak boleh berhubungan dengan suami hingga 1 minggu setelah
pemasangan AKDR.
Keterangan:
0 : Mahasiswa tidak melakukan.
1 : Mahasiswa melakukan tidak sempurna.
2 : Mahasiswa melakukan sempurna. Instruktur

(......................................................................)

59
PENUNTUN SKILL LAB 6
KONTRASEPSI :PEMASANGAN IMPLAN
BLOK REPRODUCTIVE SYSTEM
DEPARTEMEN ILMU KEBIDANAN & KANDUNGAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UHKBPN
Disusun Oleh :
Prof. Dr. dr. Sarma N Lumbanraja,SpOG(K)
Dr. dr.Hotma Partogi Pasaribu,SpOG, Dr. dr. Leo Simanjuntak, SpOG,

I.Pendahuluan.
Kontrasepsi implan disebut juga AKBK yaitu alat kontrasepsi bawah kulit. Merupakan
kontrasepsi hormonal progestin.
A.Jenis.
 Norplant. Terdiri dari 6 batang silastik lembut berongga dengan panjang 3,4 cm,
diameter 2,4 mm berisi 36 mg levonorgestrel tiap batang dengan lama kerja 5 tahun.
 Implanon. Terdiri dari satu batang putih lentur panjang 40 mm, diameter 2 mm, berisi
68 mg 3-keto-desogestrel, lama kerja 3 tahun.
 Jadena dan Indoplant. Terdiri dari 2 batang berisi 75 mg levonorgestrel dengan lama
kerja 3 tahun.
B.Cara kerja.
 Lendir serviks menjadi kental.
 Mengganggu pertumbuhan endometrium sehingga sulit terjadi implantasi.
 Mengurangi transportasi sperma.
 Menekan ovulasi.
C.Efektivitas.
Sangat efektif (0,2 -1 kehamilan per 100 perempuan).
D.Keuntungan.
 Daya guna tinggi.
 Perlindungan jangka panjang.
 Kesuburan cepat kembali setelah pencabutan.
 Bebas pengaruh estrogen.
 Tidak mengganggu ASI.
 Dapat dicabut setiap saat sesuai kebutuhan.
 Mengurangi nyeri haid.

60
 Mengurangi jumlah darah haid.
 Melindungi terjadi kanker endometrium.
 Menurunkan angka kejadian endometriosis.
 Dll.

E.Keterbatasan.
Dapat menyebabkan perobahan pola haid berupa perdarahan bercak (spotting),
hipermenorea , serta amenorea.
F.Kontraindikasi pemasangan implan.
 Hamil.
 Perdarahan pervaginam yang tidak jelas penyebabnya.
 Ada benjolan/kanker payudara atau riwayat kanker payudara.
 Dll.
G.Waktu pemasangan.
 Setiap saat selama siklus haid hari ke-2 sampai hari ke-7. Tidak diperlukan metode
kontrasepsi tambahan.
 Setelah hari ke-7 haid (bersih haid) tapi tidak sedang hamil, dan dianjurkan pakai
kontrasepsi lain selama 7 hari pertama setelah pemasangan apabila bersanggama.
 Apabila tidak haid dapat dipasang setiap saat asalkan tidak hamil dan tidak
bersanggama dalam 7 hari pertama setelah pemasangan atau pakai cara lain.
 Pada saat laktasi antara minggu ke-6 sampai 6 bulan paskapersalinan. Dapat dipasang
setiap saat dan bila ASI eksklusif tidak diperlukan metode lain apabila sanggama.
II.Alat-alat yang diperlukan.
 Tempat tidur pasien/meja periksa.
 Implan .
 Doek steril.
 Sarung tangan steril.
 Sabun cuci tangan.
 Larutanantiseptik.
 Larutan anestesi lidokain 1%.
 Semprit 5 cc.
 Trokar 10 dan mandrin (pendorong).
 Skalpel.
 Kasa steril.
 Klem kecil/ mosquito.
 Bak instrumen tertutup.
III.Tujuan.
Setelah skill lab ini mahasiswa mengetahui cara pemasangan implan.
IV.Rancangan pembelajaran.
 20 menit : Penjelasan dan demonstrasi dikelas besar oleh narasumber
diikuti oleh seluruh mahasiswa dan instruktur.
 10 menit : Mahasiswa dibagi 5 kelas kecil masing-masing 10 orang
melakukan pemasangan dibimbing instruktur.

61
 90 menit : Mahasiswa melakukan sendiri bergantian diawasi instruktur.

V.Prosedur pemasangan.

NO Langkah klinik 0 1 2
I. Persiapan.
1. Menyapa dan memperkenalkan diri.
2. Menjelaskan dan meyakinkan ibu tentang tindakan yang akan
dilakukan termasuk terasa sedikit sakit saat penyuntikan anestesi.
3. Meminta ibu mencuci lengan atas kiri tempat pemasangan implan
dengan air mengalir dan sabun dan mengeringkan.
4. Meminta ibu berbaring ditempat tidur dengan lengan kiri lurus
kesamping dan telapak tangan menghadap keatas.
5. Tentukan tempat pemasangan yang optimal, yaitu ± 8 cm diatas
lipat siku dan tandai dengan spidol tempat pemasangan batang
implan sehingga berbentuk pola seperti kipas.
6. Buka kemasan implan tanpa menyentuh dan tempatkan diwadah
steril.
II. Anestesi lokal.
1. Cuci tangan dengan air dan sabun lalu keringkan.
2. Pakai sarung tangan steril.
3. Cuci tempat pemasangan dengan povidon iodin dan alkohol 70%
dengan gerakan melingkar mulai dari tengah keluar (sentrifugal)
lalu tutup dengan doek berlobang.
4. Isi semprit dengan lidokain 1% sebanyak 3 cc.
5. Lakukan anestesi dengan menyuntikkan mulai dari tempat yang
akan dilakukan insisi sehingga jarum berada dibawah kulit,
suntikkan sedikit lidokain didaerah ini. Kemudian dorong jarum
sampai ± 4 cm pada posisi antara implan no 1 dan no 2, aspirasi,
lalu sambil menarik jarum keluarkan lidokain 1 cc, jarum tidak
sampai keluar.
6. Kemudian arahkan jarum keposisi antara implan no-3 dan no-4,
aspirasi, lalu suntikkan lidokain 1%, 1cc sambil menarik jarum
tidak sampai keluar, dengan cara yang sama suntikkan diantara
implan no 5 dan no 6.
III. Pemasangan kapsul implan.
1. Jepit kulit dengan klem memastikan anestesi sudah bekerja.
2. Masukkan trokar dan pendorong didalamnya dengan meregangkan
kulit dengan ibu jari dan telunjuk tangan kiri, ujung tajam
menghadap keatas lalu dorong perlahan-lahan tepat dibawah kulit
sampai batas tanda garis yang ada pada trokar dimulai dari implan
no 1.
3. Keluarkan pendorong lalu masukkan kapsul implan no 1 kedalam
trokar dengan pinset atau jari tangan, lalu masukkan kembali
pendorong dan kapsul didorong sampai terasa tahanan tapi jangan
dipaksa, tahanan akan terasa apabila pendorong masuk sekitar
setengahnya.
5. Lepaskan kapsul implan dari trokar dengan cara menarik trokar

62
keluar sampai batas tanda yang terdapat pada bagian ujung trokar
sementara pendorong ditahan pada posisinya agar kapsul tetap
tinggal didalam.
6. Raba ujung kapsul dan pastikan sudah keluar dari trokar.
7. Tanpa mencabut trokar, arahkan trokar kearah tempat pemasangan
kapsul no 2, lalu dengan cara yang sama masukkan semua kapsul
implan sampai selesai.
8. Tutup luka dengan kasa betadin, dan bebat dengan kasa gulung.
IV. Perawatan pascatindakan.
1. Beritahukan ibu bahwa pemasangan sudah selesai.
2. Amati ibu 15 sampai 20 menit untuk mengawasi perdarahan.
3. Buat rekam medik.
4. Nasihatkan ibu agar luka tidak basah dan tidak dibuka sampai
kering biasanya 3-5 hari.
5. Bila terdapat perdarahan atau tanda-tanda infeksi segera kembali
keklinik.
Penilaian :

0 : Mahasiswa tidak melakukan.


1 : Mahasiswa melakukan tidak sempurna.
2 : Mahasiswa melakukan sempurna.

Medan,.....................2011

Instruktur

(.......................................)

Pencabutan Implan

1. Cuci
2. Anestesi
3. Insisi 0.5 cm di daerah antara kedua impla atau lihat bekas insersi implant sebelumnya.
4. Eksplorasi implant dengan memasukkan klem bengkok. Masukkan klem bengkok dengan
ujung menghadap ketasa. Bila ada jaringan melekT DGN IMPLAN,, bersihkan dg kassa.
Masih belum bersih dr jaringan, dapat dibersihkan dengan punngung scalpel tanpa
melepaskan klem tadi. Jika jarigan ikat sudsh bersih , dgn klrm yg lain , jepit implan yang
sudah bersih dengn klem yg lain. Sebelum menarik implant yg sdh bersih, lepaskan klem
yang pertama.
5. Bersihkan luka insisi dengan povidon iodine lalu tutp luka dengan plester.
6. Edukasi pasien

63
PENUNTUN SKILL LAB-7

ANAMNESIS OBSTETRI & GINEKOLOGI

BLOK REPRODUCTIVE SYSTEM

DEPARTEMEN ILMU KEBIDANAN & KANDUNGAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UHKBPN

Disusun Oleh :

Prof. Dr.dr. Sarma N Lumbanraja,SpOG(K)

Dr. dr.Hotma Partogi Pasaribu,SpOG, Dr. dr. Leo Simanjuntak, SpOG,

dr. Harry Simanjuntak,SpOG

64
A. Pendahuluan
Didalam profesi kedokteran paling tidak terdapat 3 komponen penting, yaitu
komponen ilmu dan teknologi kedokteran, komponen moral dan etik kedokteran, serta
komponen hubungan inter personal antara dokter dan pasien. Standar hubungan dokter-
pasien ini merupakan suatu seni di bidang kedokteran (the art of medicine), yang mengatur
bagaimana sebaiknya berkomunikasi, berempati, simpati, sopan santun dan penuh
perhatian terhadap pasien dengan masalah kesehatannya. Dari komunikasi yang baik inilah
dokter dapat menegakkan diagnosis yang tepat.
Pada waktu meminta pertolongan pasien mempunyai harapan yang besar dan kadang-
kadang terlalu besar, sehingga bila harapannya tidak tercapai timbul kekecewaan yang
besar, akhirnya menimbulkan perkara. Hubungan dokter-pasien harus berciri formal,
altruistika, dan ramah, tetapi tidak kaku dan disesuaikan dengan tingkat pendidikan,
budaya dan kepercayaan pasien.

Dokter yang melayani dalam bidang obstetri dan ginekologi langsung berhubungan
tidak hanya dengan organ-organ reproduksi perempuan, tetapi juga dengan dimensi
kehidupan yang paling intim dan privasi dari perempuan. Oleh karena itu ia harus
menghargai martabat perempuan yang membutuhkan bantuan seorang profesional untuk
menangani masalah reproduksinya.
Tidak mudah menggali keterangan dari pasien karena itu perlu dibangun hubungan saling
percaya yang dilandasi keterbukaan, kejujuran dan pengertian akan kebutuhan, harapan
ataupun kepentingan masing-masing. Keterangan yang benar dan lengkap dari pasien akan
membantu dokter menegakkan diagnosis dan penatalaksanaan yang baik. Komunikasi
yang baik dan dalam kedudukan setara sangat diperlukan agar pasien mau dan dapat
menceritakan keluhannya secara jujur dan jelas.
Seorang dokter harus mempunyai kompetensi melakukan komunikasi efektif secara verbal
maupun nonverbal. Komunikasi efektif tidak hanya dengan pasien dan keluarganya tetapi
juga dengan sejawat, masyarakat dan profesi lain dan membuat rekam medis yang benar.
Sikap perempuan yang datang pada dokter agak berbeda dengan sikap penderita pria lebih-
lebih apabila datang untuk keluhan ginekologik. Seorang perempuan dengan keluhan pada
alat kelaminnya biasanya malu. Pada kasus tertentu rasa malu dikurangi dengan
anamnesis tanpa kehadiran orang lain. Tetapi pada saat pemeriksaan, dokter harus
didampingi oleh seorang perawat /bidan.

Dalam anamnesis penderita perlu diberi kesempatan untuk mengutarakan keluhan-keluhan


secara spontan baru kemudian ditanyakan gejala-gejala tertentu yang menuju kearah
diagnosis.

B. Keluhan-keluhan Ginekologis
Simptomatologis penyakit-penyakit ginekologi untuk sebagian besar berkisar antara 3
gejala pokok yaitu perdarahan, rasa nyeri, dan pembengkakan. Selain itu tidak jarang
keluhan keputihan.
1. Perdarahan.
Perdarahan sehubungan dengan siklus haid dapat berupa menoragia, hipermenorea,
polimenorea, hipomenorea, oligomenorea atau metroragia.

65
Perdarahan yang didahului oleh terlambat haid biasanya disebabkan oleh abortus,
kehamilan mola, atau kehamilan ektopik terganggu (KET). Perdarahan juga dapat
disebabkan oleh polip serviks uteri, erosio porsio uteri dan karsinoma serviks uteri.
Perdarahan sewaktu atau setelah koitus dapat merupakan gejala karsinoma serviks
uteri, walaupun dapat juga akibat polip serviks uteri, erosio porsio uteri atau perlukaan
saat koitus.
Perdarahan dalam menopause harus mendapat perhatian khusus karena dapat
merupakan petunjuk adanya keganasan baik pada vagina, serviks uteri, korpus uteri
maupun ovarium. Pemberian hormon estrogen dalam klimakterium dan menopause
dapat menyebabkan perdarahan abnormal.

2. Rasa nyeri
Rasa nyeri diperut bawah, panggul, atau alat kelamin luar dapat merupakan gejala
kelainan ginekologik. Menilai rasa nyeri harus hati-hati untuk menghindari penderita
yang pura-pura.
Dismenorea atau nyeri haid dapat dirasakan diperut bawah atau pinggang, dapat
berupa seperti mulas-mulas ngilu, atau seperti ditusuk-tusuk. Nyeri hebat apabila
mengganggu pekerjaan sehari-hari atau harus berbaring dan minum obat anti nyeri.
Rasa nyeri bisa timbul sebelum, selama atau setelah haid. Endometriosis hampir selalu
disertai dismenorea.
Dispareunia atau nyeri saat bersanggama dapat disebabkan faktor organic atau
psikologik. Faktor organik dapat berupa introitus vagina atau vagina terlampau sempit,
peradangan atau perlukaan, adneksitis, parametritis, atau endometriosis di ligamentum
sakrouterina dan kavum Douglas.
Nyeri perut dapat disebabkan oleh kelainan letak uterus, neoplasma dan terutama
peradangan baik akut maupun kronis. Nyeri hebat dapat terjadi akibat ruptur tuba,
salpingo-ooforitis akut ataupun putaran tangkai kista ovarium dan mioma uteri
subserosa. Penjalaran nyeri ke bahu sering pada KET.

3. Keputihan (fluor albus, leukorea).


Walaupun tidak mengancam jiwa, keputihan cukup menggangu penderita baik fisik
maupun mental. Sifat dan banyaknya keputihan dapat meberi petunjuk kearah
etiologinya. Leukorea fisiologis dapat dijumpai pada saat ovulasi, waktu menjelang
haid, rangsangan seksual, dan dalam kehamilan. Akan tetapi apabila menimbulkan
gangguan seperti berganti celana dalam beberapa kali sehari, lebih-lebih apabila
disertai rasa gatal, dan/atau nyeri, tentulah merupakan keputihan patologis yang
memerlukan penanganan.
Keputihan pada trikomoniasis dan kandidiasis hampir selalu disertai rasa gatal.
Vaginitis
senilis disertai rasa nyeri.

4. Pembengkakan atau Benjolan


Pembengkakan dapat terjadi divulva seperti abses Bartholini, kista Bartholini dll.
Pembengkakan pada perut bawah sering disebabkan oleh mioma uteri dan kista
ovarium ataupun oleh adenomiosis. Mioma uteri sering disertai haid yang banyak
(menoragia).

C. Komunikasi dengan pasien perempuan

66
Pasien perempuan umumnya merasa enggan untuk mengemukakan masalah-masalah
seksual dan kesehatan reproduksinya kecuali pada lingkungan yang kondusif. Dokter harus
menciptakan lingkungan yang privasi sifatnya, dan khusus pada pemeriksaan dalam
diperlukan pendamping. Memberi perhatian berarti:

 Menghormati martabat dan hak kebebasan pribadi perempuan


 Mempunyai kepekaan dan responsif terhadap kebutuhan perempuan
 Tidak mencela keputusan yang dibuat perempuan dan keluarganya tentang perawatan
yang dipilihnya
Berbicara dengan tenang tidak terlalu keras cara yang baik meyakinkan perempuan bahwa
pembicaraan tersebut bersifat rahasia. Harus peka terhadap pertimbangan budaya dan
agama dan menghormati pandangan perempuan tersebut. Hormati rasa privasi dan rasa
sungkan perempuan dengan menutup pintu atau gorden sekitar meja periksa.

D. Tujuan
Setelah mengikuti kegiatan Skill Lab ini, mahasiswa mampu melakukan anamnesis
penyakit-penyakit ginekologi dan melakukan anamnesis obstetri dengan benar.

E. Rancangan Pembelajaran

RANCANGAN ACARA PEMBELAJARAN

Waktu dalam menit Aktifitas Belajar Mengajar Keterangan


20 menit Penjelasan oleh Narasumber di kelas Narasumber
besar.
Peserta:
- Mahasiswa
- Instruktur
10 menit Mahasiswa dibagi dalam 5 kelompok Instruktur
kecil (1 kelompok terdiri dari ±10 Mahasiswa
org)

Coaching:
Mahasiswa melakukan anamnesis
dibimbing oleh Instruktur
90 menit Self Practice :
Mahasiswa melakukan anamnesis
dengan pasien simulasi / mahasiswa
itu sendiri diamati oleh instruktor.
.

F. Lembar pengamatan anamnesis obstetri.

67
No Langkah-langkah 0 1 2

I Menyapa pasien,memperkenalkan diri dan mempersilahkan


duduk.
II Menanyakan identitas pasien:
(Nama, Umur, Pekerjaan, Alamat,Pendidikan, Status Perkawinan)
III Keluhan Utama

1. Jenis dan sifat gangguan yang dirasakan ibu.

2. Lamanya mengalami gangguan tersebut.

IV. Riwayat haid

1. Hari pertama haid terakhir (HPHT), siklus haid.

2. Usia kehamilan dan taksiran persalinan menurut rumus Naegele.

V. Riwayat kehamilan dan persalinan.

1. Jumlah kehamilan,jumlah persalinan, jumlah keguguran.


(G,P,Ab)atau TPAL (term, premature, abortus, live)

2. Cara persalinan.

3. Jumlah dan jenis kelamin anak hidup.

4. Berat badan lahir, jumlah BBL < 2500 gr atau >4000 gr.

5. Riwayat perdarahan, preeklampsia dan infeksi pada kehamilan,


persalinan serta nifas sebelumnya.

6. Adanya masalah-masalah kehamilan, persalinan dan nifas yg lalu.

VI. Riwayat kehamilan saat ini.

1. Identifikasi kehamilan.

2. Identifikasi penyulit (hiperemesis gravidarum, perdarahan,


hipertensi, keputihan ).

3. Gerakan janin dalam kandungan

4. Pemakaian obat-obatan, alkohol, merokok, jamu-jamuan.

VII. Riwayat penyakit dalam keluarga.

1. Diabetes mellitus, Hipertensi, TBC atau hamil kembar.

2. Kelainan bawaan.

68
VIII. Riwayat penyakit ibu.

Penyakit jantung, hati, ginjal, paru, DM, hipertensi,TBC,


kecacingan

IX. Riwayat tindakan dan pembedahan.

Kuretase, miomektomi, reparasi vagina, seksio sesarea, cervix


cerclage, operasi non-ginekologi

X. Riwayat keluarga berencana.

XI. Riwayat imunisasi ibu.

XII. Riwayat menyusui.

0 : Mahasiswa tidak melakukan.


1 : Mahasiswa melakukan tidak sempurna.
2 : Mahasiswa melakukan sempurna.

Nilai = ______ x 100% =

Instruktur

(........................................................)

G.Lembar Pengamatan anamnesis ginekologi.

Pengamatan
No Langkah
0 1 2
I Menyapa pasien,memperkenalkan diri dan mempersilahkan
duduk.
II Menanyakan identitas pasien:
Nama, Umur, Pekerjaan, Alamat,Pendidikan, Status Perkawinan
III Keluhan Utama
IV Menanyakan Riwayat Penyakit sebelumnya
1. - Menanyakan Riwayat Penyakit Umum
( Jantung, Ginjal,hati,TBC, DM,Hipertensi)
-Riwayat Operasi non ginekologik

2. Riwayat Obstetri
- P.Ab
- Keguguran
- Kuretase
- Riwayat persalinan (normal/ operatif)
3. Riwayat Ginekologik
- Operasi Ginekologik (mioma, kista ovarium dll)
- Pemberian obat-obatan sehubungan penyakit ginekologik
(mis: preparat hormon)

69
4. Riwayat Haid

- Usia menars
- Haid terakhir

- Siklus haid, teratur/tidak teratur


- Lamanya Haid
- Banyaknya darah Haid (normal < 80 cc)
- Nyeri Haid.
- Tidak haid lagi (Menopause).

5. Riwayat Kontrasepsi/KB.
- Apakah akseptor KB/ kontrasepsi saat ini
- Apa jenis KB/ kontrasepsi yang dipakai
- Berapa lama jadi akseptor
- Ada keluhan akibat KB/ kontrasepsi.
III Keluhan Sekarang
1. Perdarahan dari Vagina
- Ada hubungan dengan haid
- Banyaknya darah
- Lamanya pendarahan
- Disertai rasa nyeri
- Disertai keluar jaringan, seperti mata ikan.
- Perdarahan setelah coitus (post coitalbleeding).
- Perdarahan karena trauma/ ruda paksa
2. Nyeri
 Lokasi nyeri (perut bawah, genitalia eksterna)
 Nyeri terus-menerus/hilang timbul
 Intensitas nyeri (nyeri hebat)
 Nyeri tiba-tiba/sudah lama
 Nyerberhubungan denan haid (dismenorea)
 Nyeri saat coitus (Dispareunia)
 Minum obat penghilang rasa sakit
3. Benjolan.
 Lokasi dimana?
 Sudah berapa lama?
 Makin membesar?
 Disertai rasa nyeri?
4. Keputihan (Leukorea, Flour albus)
 Sudah berapa lama?
 Terus menerus atau waktu tertentu?
 Banyaknya, warna, bau, gatal ?
5. Gangguan berkemih (bak).
 Nyeri berkemih (Disuria) apakah sebelum, seudsesudah atau
selama BAK

70
 Tidak dapat kencing (misalnya: pada mioma, kista ovarium
besar).
 Beser (Inkontinensia Urin)?

6. Ingin ber KB

-Pilihan jenis kontrasepsi

-Rekomendasi untuk pemakai

-Menejjelaskan keuntungan dan keryhian alat kontrasepsi yang


diinginkan oleh pasien

7.Ingin punya anak

Note : 0 = mahasiswa tidak melakukan.

1 = mahasiswa melakukan tidak sempurna.

2 = mahasiswa melakukan sempurna.

Nilai = ______ x 100% =

Instruktur

( )

71
SKILL LAB KONSELING KB BACA PPT NYA OK

72
BLOK 11
73
Special Sense

PENUNTUN SKILL LAB-1

PEMERIKSAAN VISUS DAN KOREKSI

BLOK SPECIAL SENSE SYSTEM

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN UHKBPN

DisusunOleh :

dr. Masang Sitepu, SpM

dr. Agustina, SpM

dr. Franky F. Sihombing, M.Ked(Oph), SpM

74
Pemeriksaan Visus penting untuk mengetahui apakah penglihatan seseorang normal atau
tidak. Pemeriksaan visus dilakukan untuk jauh dan dekat (bagi umur 40 tahun keatas).
Pemeriksaan visus untuk jauh dilakukan dengan Snellen Chart, namun bagi yang tidak bisa
membaca dipakai E –test. Pemeriksaan visus untuk yang dekat dilakukan dengan Jaeger test.
Bila Visus tidak normal maka harus dilakukan koreksi. Koreksi dilakukan dengan lensa
spheris (+)/(-) dan dengan lensa silindris (+)/(-) dan gabungan.

Koreksi visus:

6/8  0,25

6/12  0,50

6/18  0,75

6/24 1

6/30  1,25

6/36  1,5

6/60 2

5/60 3

4/60 4

3/60 5

2/60 6

1/60 7

Alat –alat yang diperlukan:

1.Optotip snellen

2.Trail frame

75
3.Senter yang terang dan fokus

4.Trial lens set

5.Pupil ditence

6. Jaeger test

Tahapan-tahapan yang harus dikerjakan:

1. Dudukkan pasien pada kursi yang berjarak 5-6 m dari Optotip Snellen
2. Perkenalkan diri pada pasien
3. Jelaskan secara singkat prosedur pemeriksaan visus
4. Periksa media refraksi apakah jernih atau kabur
5. Periksa visus dengan optotip Snellen
6. Bila dengan optotip Snellen tidak dapat, maka dilakukan finger counting (FC)
7. Bila dengan FC tidak dapat, maka dilakukan hand movement (HM)
8. Bila dengan HM tidak dapat, maka dilakukan light perception (LP) di kamar gelap
9. Visus 6/8 sampai dengan 1/60 diberi pin hole bila ada kemajuan berarti kelainan
refraksi
10. Bila kelainan refraksi maka harus dikoreksi dengan lensa sesuai visus.

Lembar Penilaian Pemeriksaan Visus dan Koreksi

No Langkah- Langkah 0 1 2 Keterangan

1 Dudukkan pasien pada kursi yang berjarak 5-6 m

2 Perkenalkan diri pada pasien

3 Jelaskan secara singkat prosedur pemeriksaan visus

4 -Pemeriksaan dilakukan pada kedua mata, dimulai dari mata kanan.


-Periksa media refraksi (kornea, lensa, aquous humour dan badan
kaca) dengan menggunakan senter yang terang dari arah samping
45o dari sudut mata.

76
5 Periksa visus dengan optotip snellen. Jarak pasien ke optotip snellen
6 meter dan mata yang tidak diperiksa ditutup, dimulai dari mata
kanan (visus:6/60 - 6/6)

6 -Bila tidak bisa melihat dengan optotip snellen (< 6/60), periksa
visus dengan F.C (finger counting) mulai dari jarak 5 meter, tangan
tidak boleh digerak-gerakkan.
-Bila masih tidak dapat melihat dengan jelas, pemeriksa maju secara
bertahap 1 meter ke depan pasien sampai jarak 1 meter dari depan
pasien.

7 Bila tidak berhasil dengan FC lanjutkan pemeriksaan visus dengan


HM (hand movement).

Tangan digerak-gerakkan ke atas-bawah dan ke kanan-kiri secara


bergantian 1 meter dari depan pasien

8 Bila tidak berhasil dengan H.M, pasien dibawa ke kamar gelap dan
dilanjutkan pemeriksaan visus dengan LP (light perception)
menggunakan senter cahaya putih yang fokus, pemeriksaan
dilakukan dari arah anterior-lateral-medial-superior-inferior.
Pandangan pasien fokus ke depan.

Penilaian:

- Tahu cahaya: visus 1/∞


- Tahu arah cahaya: visus 1/∞ Projection (+)
- Hanya tahu sebagian arah cahaya: visus 1/∞ Projection (+/-)
- Tidak tahu semua arah cahaya: visus 1/∞ Projection (-)

9 Visus 6/8 sampai dengan 1/60 diberi pinhole, bila ada kemajuan
(penglihatan semakin terang) berarti ada kelainan refraksi dan dapat
dikoreksi, bila tidak ada kemajuan berarti bukan kelainan refraksi
dan tidak dapat dikoreksi. visus dengan pin hole dikatakan maju bila
dapat melihat minimal 3 baris ke bawah, dari visus semula.

77
10 Menuliskan hasil pemeriksaan

11 Dilakukan koreksi sesuai dengan visus, dengan hasil kemajuan


visus dengan lensa koreksi, sebanyak 3 baris ke bawah visus
sebelumnya.

Penilaian :

3 : Mahasiswa tidak melakukan.


4 : Mahasiswa melakukan tidak sempurna.
5 : Mahasiswa melakukan sempurna.

Medan,.....................2021

Score :......X 100% = Instruktur

(.......................................)

PENUNTUN SKILL LAB-2

PEMERIKSAAN SEGMEN ANTERIOR & POSTERIOR MATA

78
BLOK SPECIAL SENSE SYSTEM

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN UHKBPN

Disusun Oleh :

dr. Agustina, SpM

dr. Franky F. Sihombing, M.Ked(Oph), SpM

I. PENDAHULUAN

Pemeriksaan fisis mata secara berturut meliputi pemeriksaan tajam penglihatan


(visus), palpebra, system lakrimal, gerak dan tekanan bolamata, konjungtiva, sklera, segmen
anterior dan posterior mata. Pada skills lab kali ini yang dilatih adalah ketrampilan
pemeriksaan segmen anterior dan posterior dari mata. Perlu diingat sebelum melakukan
pemeriksaan fisis mata, termasuk pemeriksaan segmen anterior dan posterior, diharuskan
melakukan pemeriksaan ketajaman penglihatan (visus) terlebih dahulu. Namun kali ini
tidak dilakukan lagi karena tekniknya sudah dibahas di dalam skills lab sebelumnya.

II. TUJUAN KEGIATAN

A. Umum

Mahasiswa dapat melakukan pemeriksaan segmen anterior dan posterior mata.

B. Khusus

1. Mahasiswa melakukan komunikasi pada pasien mengenai prosedur pemeriksaan segmen


anterior dan posterior mata.
2. Mahasiswa dapat melakukan langkah-langkah pemeriksaan segmen anterior mata secara
berturut mulai dari kornea sampai dengan lensa.

79
3. Mahasiswa dapat melakukan langkah pemeriksaan segmen posterior dengan
menggunakan oftalmoskop direk, secara berurutan mulai dari korpus vitreus, retina dan
koroid, papil nervus optikus.
4. Mahasiswa dapat memberikan kesimpulan dari hasil pemeriksaan segmen anterior dan
posterior mata.

80
III. PEMBAHASAN

Segmen anterior mata terdiri dari kornea, COA, iris, pupil, aquous humor, dan lensa.
Segmen posterior terdiri dari korpus vitreus, koroid, dan retina. Pemeriksaan dapat dilakukan
dengan menggunakan senter dan oftalmoskop direk. Ada dua kegunaan oftalmoskop yaitu :

1. Memeriksa adanya kekeruhan pada media refraksi yang keruh, seperti pada lensa dan
korpus vitreus.
2. Untuk memeriksa fundus okuli.

IV. RANCANGAN ACARA PEMBELAJARAN

Waktu Aktivitas Belajar Mengajar Keterangan

Introduksi singkat mengenai pemeriksaan segmen anterior dan Narasumber,


posterior mata.
Kelas besar
Demonstrasi pada kelas besar oleh narasumber dengan simulasi
20 menit
pasien (mahasiswa). Narasumber memperlihatkan tata cara
pemeriksaan segmen anterior dan posterior yang benar.

Tanya Jawab

Coaching: Mahasiswa/i dibagi menjadi kelompok kecil (1 Instruktur


kelompok terdiri dari 10 orang). Instruktor terlebih dahulu Mahasiswa,
mendemonstrasikan teknik pemeriksaan segmen anterior dan Kelas kecil
posterior mata.
10 x 10
menit Self Practice : Mahasiswa/i melakukan pemeriksaan sendiri
secara bergantian dari kasus simulasi yang diberikan dan
diamati serta dinilai oleh instruktur dengan menggunakan
lembar pengamatan yang ada. Pada akhir diskusi, instruktur
memberikan kesimpulan dari kasus tersebut.

81
V. SARANA YANG DIPERLUKAN

1. Senter yang terang dan fokus


2. Lup
3. Oftalmoskop direk
4. Kapas

VIII. LEMBAR PENGAMATAN PEMERIKSAAN SEGMEN ANTERIOR &


POSTERIOR MATA

82
Pengamatan
NO LANGKAH TUGAS
0 1 2 Keterangan

1. Memperkenalkan diri dan menyampaikan tujuan


pemeriksaan secara singkat pada pasien.

2. Duduk pada jarak jangkauan tangan di depan


pasien. Meminta pasien membuka kacamata.
Memeriksa mata kanan terlebih dahulu,
kemudian mata kiri.

3. Melakukan pemeriksaan kornea dengan cahaya


senter dari samping (300- 450). Amati :

a. Kejernihan (apakah ada edema, infiltrat,


sikatrik, dan pannus)

b. Bentuk (kecembungan, ukuran)

Pemeriksaan Sensibilitas kornea dengan kapas.

4. Melakukan pemeriksaan camera oculi anterior


(COA) dengan menyenter iris dari samping (300-
450 ) Amati :

a. kedalamannya, dengan cara memperhatikan


luas permukaan iris yang mendapat penyinaran

(normal: 2-4 mm, <2mm: dangkal, >4mm:


dalam)

b. apakah ada darah (warna merah) atau pus


(warna putih atau kuning)

5. Memeriksa pupil dengan menyenter dari arah


depan. Amati :

a. Bentuk (normal: regular (bulat penuh), tak


normal; ireguler)
b. Diameter (normal: 2-5 mm, normal:isokor,
tidak normal: anisokor)
Bandingkan pupil kanan dengan pupil kiri.

6. c. refleks pupil, ada dua yaitu :

-Refleks direk : dengan menjatuhkan sinar pada


mata kanan dan mengamati refleks pupil mata
kanan. Mengulangi langkah serupa untuk mata
kiri.

-Refleks indirek : dengan menjatuhkan sinar


pada mata kanan dan mengamati refleks pupil
mata kiri. Mengulangi langkah serupa untuk
mata kanan.
83
7. Memeriksa iris pasien dengan menggunakan
senter terfokus. Amati :

a.bentuk (normal, kripti)


Note : 2 = mahasiswa melakukan dengan sempurna
1 = mahasiswa melakukan tidak sempurna
0 = mahasiswa tidak melakukan

Medan,...........................2
021

(.....................................)

84
PENUNTUN SKILL LAB
PEMERIKSAAN THT
BLOK SPECIAL SENSE SYSTEM
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN THT
FAKULTAS KEDOKTERAN UHKBPN
Disusun oleh :

dr. Ita L. Roderthani, SpTHT-KL

I. PENDAHULUAN
Hidung, rongga mulut dan telinga adalah bagian dari sistem indera tubuh
manusia yang fungsinya secara berurutan untuk penciuman, pengecapan, pendengaran
dan keseimbangan. Berbagai penyakit yang sering menyerang sistem organ ini dan
memiliki angka kejadian yang cukup tinggi di dalam masyarakat, antara lain sinusitis,
rhinitis, rhinosinusitis, tonsillitis, faringitis, laryngitis, otitis eksterna, otitis media.
Sebagian besar dari penyakit-penyakit tersebut termasuk dalam kompetensi yang
harus dikuasai oleh seorang dokter umum sampai penyakit tersebut tuntas pada
seorang pasien. Oleh karena itu, selain perlunya menguasai teori dari sistem special
sense dan penyakit-penyakitnya, seorang mahasiswa kedokteran juga diharapkan
menguasai ketrampilan klinis pada masing-masing organ indera manusia.

II. TUJUAN
Melalui kegiatan skills lab ini mahasiswa diharapkan mampu memahami dan
melakukan pemeriksaan fisik sistem special sense (sistem penciuman, pendengaran
dan rongga mulut) sesuai dengan langkah-langkah yang baik dan benar

III. RANCANGAN ACARA PEMBELAJARAN


Waktu Aktivitas Belajar Mengajar Keterangan

20 menit Introduksi singkat mengenai pemeriksaan telinga, Narasumber,


hidung & tenggorokan.

85
Demonstrasi pada kelas besar oleh nara sumber Kelas besar
dengan simulasi pasien (mahasiswa). Narasumber
memperlihatkan tata cara pemeriksaan telinga,
hidung & tenggorokan.

Tanya Jawab

Coaching: Mahasiswa/i dibagi menjadi kelompok Instruktur


kecil (1 kelompok terdiri dari 10 orang). Instruktor Mahasiswa, Kelas
terlebih dahulu mendemonstrasikan teknik kecil
pemeriksaan telinga, hidung dan tenggorokan.
10 x 10 Self Practice : Mahasiswa/i melakukan
menit pemeriksaan sendiri secara bergantian dari kasus
simulasi yang diberikan dan diamati serta dinilai
oleh instruktur dengan menggunakan lembar
pengamatan yang ada. Pada akhir diskusi, instruktur
memberikan kesimpulan dari kasus tersebut.

IV. PEDOMAN INSTRUKTUR


V. BAHAN YANG DIGUNAKAN
1. Head lamp
2. Spatula lidah
3. Kaca laring dan tangkainya
4. Spekulum hidung
5. Kaca nasofaring dan tangkainya
6. Corong telinga
7. Otoskop
8. Kain kassa
9. Baskom berisi chlorine
10. Lampu spiritus
11. Korek api
12. Kain lap

VI. LEMBAR PENGAMATAN


NO LANGKAH TUGAS NILAI KETERANGAN
0 1 2
A. PEMERIKSAAN TELINGA

1. Melakukan inform consent


2. Cara pemeriksaan telinga
- Pasien duduk dengan posisi badan condong
sedikit ke depan dan kepala pasien lebih tinggi
sedikit dari kepala pemeriksa.

86
- Pasang lampu kepala dan diarahkan ke daun
telinga ke daun telinga dan liang telinga
- Melihat keadaan dan bentuk daun telinga serta
daerah belakang daun telinga (Retro aurikuler)
- Menarik daun telinga ke atas dan ke belakang
untuk memeriksa liang telinga. Jika kesulitan
gunakan corong telinga untuk memperluas
pandangan ke dalam telinga
- Otoskop digunakan untuk memeriksa
membrana tympani
- Otoskop dipegang dengan tangan kanan untuk
memeriksa membrana tympani kanan dan
tangan kiri untuk memeriksa membrana
tympani kiri, dengan posisi jari kelingking
tangan yang memegang otoskop ditekankan
pada pipi pasien yang diperiksa
- Otoskop digunakan untuk memeriksa
membrana tympani otoskop dipegang dengan
tangan kanan untuk memeriksa membrana
tympani kanan dan tangan kiri untuk
memeriksa membrana tympani kiri dengan
poisis jari kelingking tangan yang memegang
otoskop ditekankan pada pipi pasien yang
diperiksa
- Kesimpulan apa ada kelainan pada membrane
tympani, misal utuh apa tidak, perforasi sentral
/ marginal dll.

B. PEMERIKSAAN HIDUNG
1. Menjelaskan kepada pasien prosedur pemeriksaan
dan melakukan inform consent
2 Melakukan prosedur cuci tangan
3. Pemeriksaan hidung luar
- Memperhatikan bentuk luar hidung
- Palpasi daerah tulang hidung dan sinus
paranasal
- Pasang lampu kepala dan diarahkan ke rongga
hidung
4. Pemeriksaan Rhinoskopi anterior
- Spekulum hidung di pegang dengan tangan kiri
dalam keadaan tertutup
- Masukkan spekulum berada di dalam rongga
hidung
- Nilai vestibulum, septum, konka, meatus, dan

87
mukosa
- Keluarkan spekulum dalam keadaan terbuka
untuk menghindar terjepitnya bulu hidung
pasien
5. Pemeriksaan Rhinoskopi posterior
- Kaca nasofaring dipegang dengan tangan
kanan
- Hangatkan kaca nasofaring dengan api lampu
spiritus
- Sebelum kaca dimasukkan ke dalam rongga
mulut, suhu kaca di tes dulu dengan
menempelkan pada kulit belakang tangan kiri
pemeriksa
- Tekan 2/3 anterior lidah dengan spatula lalu
pasien disuruh bernafas seperti biasa dan
jangan menahan nafas
- Masukkan kaca nasofaring yang menghadap ke
atas melalui mulut, melewati bagian bawah
uvula hingga ke orofaring
- Lihat keadaan koana dan septum nasi posterior
- Kaca tersebut diputar sedikit ke lateral untuk
melihat keadaan konka media superior, serta
meatus nasi inferior dan media
- Kaca diputar lebih ke lateral lagi untuk
memeriksa torus tubarius dan fossa
rosenmuller
- Lakukan hal yang sama untuk melihat sisi yang
berlawanan
- Keluarkan kaca nasofaring dan spatula lidah
secara bersamaan dari rongga mulut

C.PEMERIKSAAN SISTEM FARING DAN


RONGGA MULUT
1. Menjelaskan kepada pasien prosedur pemeriksaan
dan melakukan inform consent
2. Pemeriksaan faring dan rongga mulut
- Pasang lampu kepala dan diarahkan ke rongga
mulut
- Nilai keadaan bibir, mukosa rongga mulut,
lidah dan gerakan lidah
- Pegang spatula lidah dengan tangan kiri
- Tekanan bagian tengah lidah dengan memakai
spatula lidah
- Nilai rongga mulut, dinding belakang faring,

88
uvula, arkus faring, tonsil, mukosa pipi, gusi
dan gigi
- Keluarkan spatula lidah dari rongga mulut
- Palpasi daerah rongga mulut untuk menilai
apakah ada masa tumor, kista dll.

3. Pemeriksaan hipofaring dan laring (Laringoskopi


indirek)
- Pasang lampu kepala dan arahkan ke rongga
mulut
- Pasien duduk lurus agak condong ke depan
dengan leher agak fleksi
- Pegang kaca laring dengan tangan kanan lalu
hangatkan dengan api lampu spiritus
- Sebelum kaca dimasukkan, suhu kaca ditest
dulu dengan menempel kan pada kulit
belakang tangan kiri pemeriksa
- Pasien diminta membuka mulut dan
menjulurkan lidahnya sejauh mungkin
- Lidah dipegang dengan tangan kiri dengan
memakai kain kasa dan ditarik keluar dengan
hati-hati
- Kaca laring dimasukkan ke dalam mulut
menggunakan tangan kanan pada uvula dan
palatum molle
- Pasien disuruh menyuarakan “ii..”
- Nilai gerakan pita suara abduksi dan daerah
sublogik dengan menyuruh pasien untuk
inspirasi dalam
4. Pemeriksaan kelenjar limfe leher
- Pemeriksa berdiri di belakang pasien
- Pemeriksa meraba dengan kedua belah tangan
seluruh daerah leher dari atas ke bawah
- Nilai ukuran, bentuk, konsistensi dan
perlekatan dengan jaringan sekitarnya, bila
terdapat pembesaran kelenjar limfe.

5. Memberitahukan kepada pasien hasil


pemeriksaannya
6. Mencatat hasil pemeriksaan di dalam medical
record
Note : 2 = mahasiswa melakukan dengan sempurna
1 = mahasiswa melakukan tidak sempurna
0 = mahasiswa tidak melakukan

89
Medan, ..............................2
022
Score : ...... X 100 % = Instruktur

(.....................................)

PENUNTUN SKILL LAB-4

PEMASANGAN TAMPON HIDUNG ANTERIOR

BLOK SPECIAL SENSE SYSTEM

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN THT

FAKULTAS KEDOKTERAN UHKBPN

Disusun oleh :

dr. Ita L. Roderthani, SpTHT-KL

I. PENDAHULUAN

Epistaksis (perdarahan hidung) merupakan keluhan yang memiliki angka


kejadian yang cukup tinggi di masyarakat. Epistaksis anterior meliputi 90-95% dari
seluruh angka kejadian epistaksis, yang dapat disebabkan oleh berbagai kondisi
seperti trauma, penggunaan obat semprot hidung yang mengandung kortikosteroid
90
dalam waktu lama, tumor intranasal, reaksi alergi, penyakit sistemik seperti
hipertensi, kelainan gangguan factor pembekuan darah. Kiesselbach’area merupakan
tempat pertemuan kelima cabang arteri pada bagian anterior hidung. Daerah ini
merupakan tempat yang paling sering menjadi sumber perdarahan pada kejadian
epistaksis anterior. Volume perdarahan pada kejadian epistaksis beragam, mulai dari
perdarahan minor yang dapat berhenti sendiri sampai perdarahan masif yang dapat
membahayakan bila tidak segera dihentikan.

Prinsip penanganan epistaksis:


1. MEMPERBAIKI KEADAAN UMUM
2. MENCARI SUMBER PERDARAHAN
3. MENGHENTIKAN PERDARAHAN
4. MENCARI FAKTOR PENYEBAB PERDARAHAN
5. MENCEGAH KOMPLIKASI
Komplikasi akibat langsung dari epistaksis seperti syok karena perdarahan
hebat, anemia, iskemia serebri, insufisiensi koroner, infark miokard, bahkan
sampai dapat menyebabkan kematian ataupun akibat yang ditimbulkan dari
tindakan pemasangan tampon seperti infeksi berupa sinusitis, otitis media,
septicemia, hemotimpanum (darah mengalir melalui tuba eustachi), air mata
berdarah (akibat darah mengalir retrograde melalui duktusnasolakrimalis),
laserasipallatum mole dan sudut bibir pada pemasangan tampon posterior
6. MENCEGAH BERULANG KEMBALI
Epistaksis adalah gejala bukan penyakit. Berbagai etiologi penyakit yang
mendasari kejadian epistaksis ini, oleh karena itu perlu dicari penyebabnya
untuk mencegah kejadian berulang.

Menghentikan perdarahan pada epistaksis dilakukan dengan cara :

1. KAUTER ATAU TAMPON.

2. TAMPON BALON HIDUNG / BALON EPISTAKSIS

Lebih mudah penanganannya tetapi tidak selalu berhasil dalam menghentikan


perdarahan. Ada 2 tipe dari tampon balon :

91
a) Folley Kateter No.12-16
b) Kateter yang dirancang khusus untuk epistaksis, mempunyai 2 sistem balon :
anterior dan posterior. Keuntungan dari system kateter ini dapat segera
dipasang. Namun, jika balon tampol gagal mengontrol epistaksis harus diganti
dengan pemasangan tampon anterior konvensional.
II. TUJUAN
Melalui kegiatan skills lab ini mahasiswa diharapkan mampu memahami dan
melakukan pemasangan tampon anterior sesuai denganlangkah-langkah yang baik dan
benar.

III. RANCANGAN PEMBELAJARAN


Waktu Aktivitas Belajar Mengajar Keterangan

Introduksi singkat mengenai anamnesis pada penyakit yang Narasumber,


berhubungan dengan penyakit hidung dan penyakit astemik.
Kelas besar
Demonstrasi pada kelas besar oleh nara sumber dengan
20 menit
simulasi pasien (mahasiswa). Narasumber memperlihatkan tata
cara anamnesis pasien yang benar.

Tanya Jawab

Coaching: Mahasiswa/i dibagi menjadi kelompok kecil (1 Instruktur


kelompok terdiri dari 10 orang). Instruktor terlebih dahulu Mahasiswa,
mendemonstrasikan teknik anamnese pada pasien simulasi. Kelas kecil

10 x 10 Self Practice : Mahasiswa/i melakukan anamnesis sendiri


menit secara bergantian dari kasus simulasi yang diberikan dan
diamati serta dinilai oleh instruktur dengan menggunakan
lembar pengamatan yang ada. Pada akhir diskusi, instruktur
memberikan kesimpulan dari kasus tersebut.

IV. BAHAN YANG DIGUNAKAN


1. Kapas
2. Kasa
3. Vaseline
92
4. Adrenalin
5. Head lamp
6. Spekulum hidung
7. Pinset hidung/tang tampon hidung
8. Handschoen
9. Pemintal kapas
10. Gunting
11. Plester
12. Tongue spatula
V. KASUS
Seorang wanita datang dengan keluhan keluar darah dari hidung yang tidak berhenti
sejak 1 jam sebelum datang ke UGD. Pasien mengaku kejadian ini sudah berulangs
ejak 6 bulan yang lalu. Tetapi biasanya perdarahan hanya terjadi sebentar dan dapat
berhenti sendiri. Riwayat keluhan yang sama dalam keluarga tidak ada. Riwayat
trauma tidakada.
VI. LEMBAR PENGAMATAN
No Langkah-langkah Nilai Keterangan
0 1 2
1. Menyapa pasien dan memperkenalkan diri

2 Menjelaskan kepada pasien tindakan medis


yang akan dilakukan

3 Melakukan informed consent serta


memasang handschoen

4 Posisikan pasien dalam posisi duduk untuk


mencegah terjadinya aspirasi dan
tertelannya darah

5 Gunakan head lamp dan speculum hidung,


cari lokasi sumber perdarahan pada rongga
hidung

6 Bersihkan hidung dari darah atau bekuan


darah dengan alat penghisap

7 Menekan sumber perdarahan dengan


menggunakan kapas yang telah ditetesi
dengan adrenalin 1-2 tetes

8 Tekan ala nasi kearah septum selama 3-5

93
menit

9 Cek tensi, nadi dan pernafasan pasien, jika


terdapat gejala shock, atasi dan perbaiki
keadaan umum pasien

10 Kapas dikeluarkan, bila masih terjadi


perdarahan aktif, lakukan pemasangan
tampon anterior dengan kasa yang telah
diberi vaselin atau antibiotic salep

11 Gunakan speculum hidung untuk membuka


nares anterior

12 Masukkan tampon kasa secara perlahan


kedalam rongga hidung, tampon dibuat
padat untuk menekan sumber perdarahan.

13 Setelah tampon anterior terpasang, evaluasi


orofaring dengan

tounge spatel untuk melihat masih ada


perdarahan di orofaring posterior.

Note : 2 = mahasiswa melakukan dengan sempurna


1 = mahasiswa melakukan tidak sempurna
0 = mahasiswa tidak melakukan

Score :......X 100% = ......

Medan, ...........................2021
Instruktur

PENUNTUN SKILL LAB-5


PEMERIKSAAN PENDENGARAN BLOK SPECIAL SENSE
SYSTEM
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN THT
FAKULTAS KEDOKTERAN UHKBPN

Disusun oleh :

94
dr. Ita L. Roderthani, SpTHT-KL

VII. PENDAHULUAN
Untuk menentukan apakah pasien kurang pendengarannya atau tidak,kita
lakukan pemeriksaan berbisik dan garpu penala.Harus dilakukan diruangan yang
sunyi sekali.Oleh karena praktis tidak ada tempat yang sunyi sekali atau ruangan yang
sunyi benar,maka bila ia dapat mendengar pada jarak 6m,kita anggap pendengarannya
sudah baik.
VIII. TUJUAN
Melalui kegiatan skills lab ini mahasiswa diharapkan mampu memahami dan
melakukan pemeriksaan pendengaran sesuai dengan langkah-langkah yang baik dan
benar

IX. RANCANGAN ACARA PEMBELAJARAN


Waktu Aktivitas Belajar Mengajar Keterangan

Introduksi singkat mengenai pemeriksaan telinga Narasumber,


& pendengaran
Kelas besar
Demonstrasi pada kelas besar oleh nara sumber
20 menit
dengan simulasi pasien (mahasiswa). Narasumber
memperlihatkan tata cara pemeriksaan pendengaran

Tanya Jawab

Coaching: Mahasiswa/i dibagi menjadi kelompok Instruktur


kecil (1 kelompok terdiri dari 10 orang). Instruktor Mahasiswa, Kelas
terlebih dahulu mendemonstrasikan teknik kecil
pemeriksaan pendengaran
10 x 10 Self Practice : Mahasiswa/i melakukan
menit pemeriksaan sendiri secara bergantian dari kasus
simulasi yang diberikan dan diamati serta dinilai
oleh instruktur dengan menggunakan lembar
pengamatan yang ada. Pada akhir diskusi, instruktur
memberikan kesimpulan dari kasus tersebut.

X. PEDOMAN INSTRUKTUR
XI. BAHAN YANG DIGUNAKAN
13. Head lamp
14. Corong telinga
15. Garpu penala :

95
a. 16 Hz
b. 32 Hz
c. 64 Hz
d. 128 Hz
e. 256 Hz
f. 512 Hz
g. 1024 Hz
h. 2048 Hz
i. 4096 Hz
4.Alat Barany
Rinne Test

Weber Test

Schwabach Test

Conductive Deafness

96
XII. KASUS
Seorang wanita berusia 26 tahun datang ke poliklinik dengan keluhan kurang
pendengaran 3 hari yang lalu,riwayat telinga berair,tidak dijumpai.
XIII. LEMBAR PENGAMATAN
NO LANGKAH TUGAS NILAI KETERANGAN
0 1 2
PEMERIKSAAN PENDENGARAN

1. Menyapa dan memperkenalkan diri kepada pasien


2. Menanyakan identitas pasien
3. Menanyakan keluhan pasien
4. Menjelaskan kepada pasien prosedur pemeriksaan
dan melakukan inform consent
5. Melakukan prosedur cuci tangan
6. Syarat melakukan pemeriksaan pendengaran :
- Pemeriksa harus mempunyai pendengaran
yang normal
- Garpu penala 512 Hz
- Telinga pasien harus dibersihkan dari
serumen.
- Dilakukan pada telinga kanan dan telinga
kiri.

97
7 Pemeriksaan pendengaran pada anak kecil
dilakukan dengan :

I. Alat Barany
- Kita berdiri dibelakang pasien,asisten
berdiri dimuka dan main-main dengan pasien.
- Alat Barany yang telah dibunyikan
diletakkan di dekat telinga pasien.
- Bila menoleh,menandakan ia dapat
mendengar

II. Auropalpebral Reflex


- Kita berdiri di belakang pasien dan tiba-tiba
bertepuk tangan keras-keras.
- Bila matanya dikedipkan atau berpaling ke
arah suara tepukan menandakan ia dapat
mendengar.
- Pada orang yang bisu tuli,matanya tidak
dikedipkannya (tidak ada reaksi
8. c. Oleh karena kemungkinan ada
pengaruh dari telinga yang
baik,telinga ini ditulikan dengan cara
menggereak-gerakkan jari pada tragus
atau ditulikan dengan meletakkan alat
Barany pada telinga yang tidak
diperiksa.
d. Maju per 1 meter, bila OS tidak
mendengar, paling dekat 1 meter.
Normal: 5-6 m, pasien dapat mengulangi yang
dibisikkan.

B. Pemeriksaan Garpu Penala

- Pemeriksaan untuk menentukan apakah si sakit


menderita konduktif deafnes atau perseptif
deafnes :
 Dengan garpu penala : dipakai seluruh
garpu penala dengan macam-macam
frekwensi
- Caranya:
a) Garpu penala (mis:32 Hz)digetarkan

98
dengan jari kita.
b) Mula-mula kita dengarkan sendiri
hingga suara hampir hilang.
c) Sesudah itu,kita letakkan kedekat
telinga orang yang akan diperiksa.
d) Bila masih mendengar,kita namakan
positif
e) Bila tidak mendengar,kita namakan
negative.
f) Kita lakukan lagi dengan garpu-garpu
penala yang lainnya sehingga kita
dapat gambarkan seperti berikut:
o Kanan + 16 - Kiri
o Kanan + 32 - Kiri
o Kanan + 64 - Kiri
o Kanan + 128 + Kiri
o Kanan + 256 + Kiri
o Kanan + 512 + Kiri
o Kanan + 1024+ Kiri
o Kanan + 2048+ Kiri
o Kanan + 4096+ Kiri
g) Dengan melihat gambaran ini, kita
dapat menentukan apakah ada
conduktif atau peseptif deafness.
h) Dalam gambaran ini, ada conduktif
deafness bagian kiri.

Pemeriksaan Rinne,Weber,dan Schwabach.


Pemeriksaan ini harus dilakukan secara
bertahap. Untuk menentukan apakah seseorang
menderita tuli konduktif atau tuli sensorineural
atau normal.

I. PEMERIKSAAN RINNE
- Pemeriksaan ini untuk membandingkan
pendengaran pada hantaran udara dan hantaran
tulang.
- Penala 512 Hz
- Awal getarkan dulu garpu penala dengan
tangan pemeriksa
- Kemudian letakkan tangkai garpu penala
letakkan ke tulang mastoid pasien sampai
pasien mengatakan tidak mendengar getaran.

99
- Kemudian pindahkan garpu penala di depan
lubang telinga pasien sampai pasien tidak
mendengar getaran.
- Pada orang yang pendengarannya
normal,masih didengarnya suara dimuka
lobang telinga,ini disebut Rinne positif (+).
- Pada conductif deafness,perbandingan ini
terbalik.Artinya getaran lebih lama
didengarnya pada os.Mastoid dari pada didekat
lobang telinga,disebut Rinne negative (-)
- Pada perseptif deafness,suara pada hantaran
tulang dan hantaran udara terdengar lebih
pendek dari pada orang normal,akan tetapi
tokh lebih panjang (lama) melalui hantaran
udara daripada hantaran tulang (Rinne (-))

II. PEMERIKSAAN WEBER


- Untuk pemeriksaan pada hantaran
tulang,penala (512 Hz) digetarkan dan
diletakkan pada garis medial kepala
(vertex,gigi,dll).
- Normal : suara didengar sama pada kanan dan
kiri
- Pada konduktif deafness,suara didengarnya
pada telinga yang sakit,dinamakan Weber
Lateralisasi ke bagian yang sakit
- Pada perseptif deafness,didengarnya pada
telinga yang sehat dinamakan Weber
Lateralisasi kebagian yang sehat.

III. PEMERIKSAAN SCHWABACH


- Setelah penala digetarkan, diletakkan dahulu
pada mastoid pemeriksa.
- Bila pemeriksa tidak mendengar lagi,
diletakkan pada mastoid pasien.
- Bila pasien masih mendengarnya, berarti
pasien menderita conduktif deafness dan
dinamakan Schwabach memanjang.
- Bila pasien tidak mendengar lagi berarti pasien
menderita nerve deafness dan dinamakan
Schwabach memendek atau sebaliknya.
- Sebagai syarat orang yang memeriksa harus
normal pendengarannya.

100
Hasil interpretasi tes pendengaran :
Tes Rinne Tes Weber Tes Diagnosis
Schwabach
Positif Tidak ada Sama dengan Normal
lateralisasi pemeriksa
Negative Lateralisasi Memanjang Tuli
ke telinga konduktif
yang sakit
Positif Lateralisasi Memendek Tuli sensori
ke telinga neural
yang sehat
Catatan : pada tuli konduktif < 30dB, Rinne bisa
masih positif.

Pemeriksaan yang lebih teliti dari pendengaran


seseorang ialah dengan audiometri.

9. Memberitahukan kepada pasien hasil


pemeriksaannya.
10. Mencatat hasil pemeriksaan di dalam medical
record

Note : 2 = mahasiswa melakukan dengan sempurna


2 = mahasiswa melakukan tidak sempurna
1 = mahasiswa tidak melakukan

Medan, ..............................2
022

Score : ...... X 100 % = Instruktur

(.....................................)

101

Anda mungkin juga menyukai