Anda di halaman 1dari 10

KERJA SAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN

USAHA (KPBU) SEBAGAI SOLUSI ALTERNATIF


PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN
INFRASTRUKTUR NEGARA

OLEH :

KELOMPOK 2
“AKUNTABEL”

ORIENTASI CPNS
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT
FORMASI TAHUN 2021
MAKALAH DITJEN PEMBIAYAAN INFRASTRUKTUR PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah


Dewasa ini Indonesia akan memasuki bonus demografi di tahun 2030-2040
dimana jumlah usia produktif lebih tinggi daripada usia non-produktif, hal ini
merupakan momen yang tidak boleh dilewatkan dan harus dipersiapkan
dengan baik. Salah satu upaya nyata yang telah dilakukan oleh pemerintah
adalah dengan melakukan pembangunan infrastruktur di berbagai wilayah di
Indonesia guna mendukung perekonomian wilayah sehingga ketika bonus
demografi dimulai bangsa Indonesia dapat memanfaatkannya dengan baik.
Meningkatnya permintaan kebutuhan infrastruktur dan keterbatasan APBN
(Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) menyebabkan pemerintah harus
menemukan metode alternatif dalam pembiayaan infrastruktur sehingga
permintaan kebutuhan infrastruktur dapat terpenuhi. Pemerintah juga harus
menemukan dan mengimplementasikan metode yang paling efektif, efisien
dan sesuai dengan karakter bangsa dalam memenuhi kesenjangan biaya
(funding gap) antara kebutuhan infrastruktur dengan ketersediaan APBN.
Masalah anggaran, merupakan masalah klasik yang selalu menjadi tantangan
tersendiri, dalam membangun infrastruktur sektor PUPR di seluruh Indonesia.
Betapa tidak, APBN memiliki keterbatasan untuk memenuhi semua
kebutuhan akan infrastruktur dari Sabang sampai Merauke. Keterbatasan
APBN untuk membiayai infrastruktur sektor PUPR bisa dimaklumi,
mengingat tidak hanya infrastruktur sektor PUPR yang membutuhkan APBN
untuk membiayai program-programnya, tapi juga sektor lainnya, seperti
pendidikan, kesehatan, perhubungan, pariwisata, dan masih banyak sektor
lainnya.
Pembangunan infrastruktur sektor PUPR membutuhkan anggaran yang tidak
sedikit, jumlahnya bisa mencapai triliunan rupiah. Selama ini, pembiayaan
infrastruktur bertumpu pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN). Namun jumlah APBN terbatas, sehingga tidak dapat memenuhi
seluruh kebutuhan anggaran pembangunan infrastruktur sektor PUPR.
Dibutuhkan alternatif pembiayaan diluar APBN seperti dari swasta atau
masyarakat. Saat ini Kementerian PUPR terus mendorong inovasi
pembiayaan pembangunan infrastruktur, salah satunya dengan skema Kerja
Sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU).

2
MAKALAH DITJEN PEMBIAYAAN INFRASTRUKTUR PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN

1.2. Identifikasi Masalah


● Bagaimana cara mengatasi kesenjangan biaya (funding gap) antara
kebutuhan pembangunan infrastruktur dengan keterbatasan APBN di
Indonesia ?
● Metode alternatif pembiayaan apa yang efektif untuk mengatasi adanya
kesenjangan biaya (funding gap) di bidang pembangunan infrastruktur
pemerintah tersebut?

1.3. Tujuan Penulisan


● Memahami tugas dan fungsi dari Direktorat Jenderal Pembiayaan
Infrastruktur pada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat
● Memahami KPBU (Kerjasama antara Pemerintah dengan Badan Usaha)
sebagai alternatif metode pembiayaan dalam pemenuhan kebutuhan
infrastruktur di Indonesia

3
MAKALAH DITJEN PEMBIAYAAN INFRASTRUKTUR PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN

BAB II
FAMILY TREE DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1. FAMILY TREE

4
MAKALAH DITJEN PEMBIAYAAN INFRASTRUKTUR PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN

2.2. TINJAUAN PUSTAKA


2.2.1. Direktorat Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan
Perumahan
Direktorat Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan
Perumahan mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan
pelaksanaan kebijakan di bidang pelaksanaan pembiayaan infrastruktur
pekerjaan umum dan perumahan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Direktorat Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan
Perumahan menyelenggarakan fungsi:
a. Perumusan kebijakan di bidang pelaksanaan pembiayaan infrastruktur
pekerjaan umum dan perumahan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
b. Pelaksanaan kebijakan di bidang pelaksanaan pembiayaan infrastruktur
pekerjaan umum dan perumahan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan;
c. Koordinasi dan sinkronisasi di bidang pelaksanaan pembiayaan
infrastruktur pekerjaan umum dan perumahan;
d. Penetapan sumber pendanaan dan skema pembiayaan di bidang
pelaksanaan pembiayaan infrastruktur pekerjaan umum dan perumahan;
e. Pelaksanaan percepatan kerjasama pemerintah dan badan usaha di
bidang pembiayaan infrastruktur pekerjaan umum dan perumahan;
f. Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria di bidang
pelaksanaan pembiayaan infrastruktur pekerjaan umum dan perumahan;
g. Pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang pelaksanaan
pembiayaan infrastruktur pekerjaan umum dan perumahan;
h. Pelaksanaan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan di bidang
pelaksanaan pembiayaan infrastruktur pekerjaan umum dan perumahan;
i. Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Pembiayaan Infrastruktur
Pekerjaan Umum dan Perumahan; dan
j. Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri

2.2.2. Anggaran Pendapatan Belanja Negara


Menurut UUD 1945 pasal 23 ayat 1 Anggaran Pendapatan Belanja Negara
atau yang biasa disingkat dengan APBN adalah pengelolaan keuangan
negara setiap tahun yang ditetapkan dengan undang-undang.
Berdasarkan UU Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, APBN
harus memenuhi kriteria sebagai berikut :
1. APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintah negara yang
disetujui DPR
2. APBN terdiri atas anggaran pendapatan, anggaran belanja dan
pembiayaan

5
MAKALAH DITJEN PEMBIAYAAN INFRASTRUKTUR PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN

3. APBN meliputi masa satu tahun, mulai dari tanggal 1 Januari sampai
dengan tanggal 31 Desember
4. APBN ditetapkan tiap tahun dengan Undang-Undang
5. APBN mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi,
distribusi dan stabilisasi
Tujuan penyusunan APBN adalah sebagai pedoman pendapatan dan
pembelanjaan negara dalam melaksanakan tugas kenegaraan untuk
meningkatkan produksi dan kesempatan kerja, dalam rangka meningkatkan
pertumbuhan ekonomi dan kemakmuran rakyat.
Berdasarkan UU No. 17 tahun 2003 pasal 3 ayat 4 tentang Keuangan
Negara APBN memiliki enam fungsi sebagai berikut :
1. APBN berfungsi sebagai otorisasi memiliki pengertian bahwa APBN
menjadi dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun
yang bersangkutan
2. APBN berfungsi sebagai perencanaan memiliki pengertian bahwa
APBN menjadi pedoman bagi manajemen dalam merencanakan
kegiatan pada tahun yang bersangkutan
3. APBN berfungsi sebagai pengawasan yang memiliki pengertian bahwa
APBN menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatan
penyelenggaraan pemerintah negara sesuai dengan ketentuan yang telah
ditetapkan
4. APBN berfungsi sebagai alokasi yang memiliki pengertian bahwa
APBN harus diarahkan untuk mengurangi pengangguran dan
pemborosan sumberdaya, serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas
perekonomian
5. APBN berfungsi sebagai distribusi yang memiliki pengertian bahwa
kebijakan anggaran negara harus memperhatikan rasa keadilan dan
kepatuhan
6. APBN berfungsi sebagai stabilisasi yang memiliki pengertian bahwa
APBN menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan
keseimbangan fundamental perekonomian
2.2.3. Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha
Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha atau yang dikenal dengan
sebutan KPBU adalah alternatif pembiayaan dalam penyediaan infrastruktur
dan/atau layanannya untuk kepentingan umum mengacu pada spesifikasi
yang telah ditetapkan sebelumnya oleh pemerintah, yang sebagian atau
seluruhnya menggunakan sumber daya badan usaha dengan memperhatikan
pembagian risiko di antara para pihak.

Terdapat beberapa alasan dalam mempertimbangkan skema KPBU antara


lain:

6
MAKALAH DITJEN PEMBIAYAAN INFRASTRUKTUR PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN

1. Fokus pengadaan pada penyediaan layanan infrastruktur


2. Pihak badan usaha/swasta membiayai penyediaan infrastruktur terlebih
dahulu, sehingga dapat mengatasi keterbatasan anggaran negara/daerah
3. Terdapat ruang bagi badan usaha untuk melakukan inovasi baik saat
pembangunan infrastruktur maupun inovasi untuk mendorong efisiensi
dalam penyelenggaraan pelayanan
4. Terdapat pembagian risiko antara pemerintah dan badan usaha
5. Kontrak tunggal dengan badan usaha untuk seluruh kegiatan
penyediaan infrastruktur
6. Tersedia dukungan pemerintah pada tahap persiapan proyek
Untuk mendukung pelaksanaan KPBU di Indonesia, Pemerintah melalui
Kementerian Keuangan menyediakan fasilitas dengan dukungan pemerintah
sebagai berikut :
1. Fasilitas Penyiapan Proyek atau dikenal dengan Project Development
Facility (PDF), adalah fasilitas yang disediakan untuk membantu PJPK
menyusun kajian akhir prastudi kelayakan, dokumen lelang dan
mendampingi PJPK dalam transaksi proyek KPBU sehingga memperoleh
pembiayaan dari lembaga pembiayaan (atau mencapai financial close)
2. Dukungan Kelayakan atau Viability Gap Fund (VGF) adalah Dukungan
Pemerintah dalam bentuk kontribusi sebagian biaya konstruksi yang
diberikan secara tunai pada proyek KPBU yang sudah memiliki
kelayakan ekonomi namun belum memiliki kelayakan finansial.
Dukungan Kelayakan dapat diberikan setelah tidak terdapat lagi alternatif
lain untuk membuat Proyek Kerja Sama layak secara finansial.
Pemerintah Daerah dapat berkontribusi atas pemberian dukungan ini
setelah memperoleh persetujuan dari DPRD penjaminan infrastruktur.
3. Penjaminan infrastruktur adalah pemberian jaminan atas kewajiban
finansial PJPK untuk membayar kompensasi kepada badan usaha saat
terjadi risiko infrastruktur – sesuai dengan alokasi yang disepakati dalam
perjanjian KPBU – yang menjadi tanggung jawab PJPK. Penjaminan
infrastruktur dilaksanakan oleh PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia
(PT PII) sebagai single window policy. Apabila cakupan kebutuhan
penjaminan melewati kapasitas modal PT PII, maka akan dilakukan
penjaminan bersama antara Kementerian Keuangan dengan PT PII.

7
MAKALAH DITJEN PEMBIAYAAN INFRASTRUKTUR PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN

BAB III

ISI
3.1. Data Kesenjangan Pendanaan (Funding Gap) pada Pembangunan
Infrastruktur di Indonesia
Beragam kebutuhan masyarakat di Indonesia menyebabkan kebutuhan akan
Infrastruktur di Indonesia meningkat, bergerak dari hal tersebut pemerintah
menggalakan program pembangunan infrastruktur secara besar-besaran mulai
dari tahun 2014. Berdasarkan data yang diperoleh dari Direktur Jenderal
Pembiayaan Infrastruktur tahun 2020 bahwa rata-rata stok infrastruktur
Indonesia sebesar 43% pada awal tahun 2019 hal ini masih jauh dibandingkan
dengan rata-rata negara lainnya dimana angka stok infrastruktur rata-rata
berada di angka 70%.
Mengutip wawancara eksklusif media theiconomis.com pada tahun 2020
dengan Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur dan Perumahan
Kementerian PUPR bahwa APBN (Anggaran Pendapatan Belanja Negara)
hanya mampu menutupi 30% dari kebutuhan rencana menengah nasional
PUPR atau biasa dikenal dengan Visium PUPR, Berdasarkan hal tersebut
terdapat kesenjangan pendanaan (funding gapi) untuk pembangunan
infrastruktur sebesar Rp1.435 Triliun hal ini meningkat dari tahun 2016
dimana terdapat funding gap sebesar Rp 625 Triliun seperti pada Grafik 3.1.
Oleh karena itu pemerintah melakukan upaya pendanaan dengan metode
KPBU (Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha) atau biasa dikenal
dengan PPP (Public-Private Partnership).

Grafik 3.1. Perbandingan Funding Gap di Indonesia

8
MAKALAH DITJEN PEMBIAYAAN INFRASTRUKTUR PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN

3.2. Alasan pemilihan KPBU (Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha)


sebagai alternatif pendanaan Infrastruktur di Indonesia
Beberapa alasan pokok yang mendorong kemitraan antara Pemerintah dengan
badan usaha dalam pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur antara lain
adalah:
1. Pertama, kemampuan keuangan Pemerintah yang semakin terbatas.
2. Kedua, kemampuan pembiayaan masyarakat dalam pembangunan terus
meningkat secara berarti, dan pada masa-masa yang akan datang
diperkirakan akan terus meningkat.
3. Ketiga, kemampuan sektor badan usaha dalam menyerap teknologi dan
manajemen modern makin efektif dan efisien juga meningkat dengan
pesat.
4. Keempat, berkembangnya sarana pemupukan dana di dalam negeri untuk
pembiayaan jangka panjang antara lain didorong oleh berkembangannya
pasar modal dan meningkatnya akses sektor badan usaha terhadap
pembiayaan dari luar negeri telah memungkinkan sektor badan usaha
untuk berpartisipasi dalam pembangunan infrastruktur.
5. Kelima, perkembangan teknologi telah memungkinkan pembangunan
infrastruktur tidak harus dilakukan oleh satu perusahaan saja, melainkan
dapat dilakukan secara terpisah, hal ini memungkinkan diciptakannya
iklim persaingan yang sehat dan kompetitif.
6. Keenam, pelajaran yang berharga dari negara-negara lain yang sudah
maju, di mana terjadi pengurangan hak monopoli perusahaan negara dan
dilakukan penanganan oleh badan usaha ternyata menghasilkan tingkat
efisiensi yang makin tinggi.
7. Ketujuh, adanya kelembagaan internasional, untuk kerjasama di bidang
infrastruktur.

Gambar 3.1. Rencana Partisipasi Pemenuhan Anggaran Infrastruktur tahun 2020-2024

9
MAKALAH DITJEN PEMBIAYAAN INFRASTRUKTUR PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN

BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Pihak swasta juga dapat menjadi alternatif pembiayaan infrastruktur. Contoh
bentuk pembiayaan dari sektor privat ini yakni pertama, pinjaman yang
merupakan modal yang berbentuk sebagai hutang. Beberapa jenis pinjaman
yakni pinjaman Bilateral – Pemerintah. Jenis pinjaman ini merupakan
pinjaman luar negeri yang berasal dari pemerintah suatu negara melalui
suatu lembaga keuangan atau lembaga non-keuangan yang ditunjuk oleh
pemerintah negara bersangkutan. Jenis pinjaman lainnya adalah, Pinjaman
Komersial – Pemerintah. Jenis pinjaman ini merupakan pinjaman luar
negeri yang diperoleh dengan persyaratan yang berlaku di pasar dan tanpa
adanya penjamin dari lembaga penjamin kredit ekspor.
4.2. Saran
● Diperlukan adanya alternatif pembiayaan terkait pelaksanaan
pembangunan infrastruktur negara selain APBN
● KPBU merupakan salah satu alternatif yang tepat untuk mendapatkan
pembiayaan sebagai upaya pelaksanaan pembangunan infrastruktur
dengan memberdayakan badan usaha milik negara (BUMN) maupun
badan usaha milik swasta (BUMS)

10

Anda mungkin juga menyukai