Pendahuluan
Penulisan buku tentang Peningkatan Mutu Administrasi Lembaga Kursus ini, bertujuan sebagai upaya
meningkatkan institusi lembaga kursus ini, yang nantinya akan dapat berjalan yang lebih baik dari
masa-masa sebelumnya.
Upaya seperti ini memang semakin tahun, diharapkan semakin berkembang. Karena harapan
pemerintah nantinya, pihak pengelola lembaga kursus punya kemandirian setelah dalam mengelola
administrasi lembaga kursusnya. Sehingga mereka bila telah melengkapi berbagai persyarakat. Dan
jika dilakukan evaluasi secara sederhana setiap lembaga kursus dapat terpenuhi apa yang mereka
cari dari instasi terkait. Tentu suatu kemajuan yang diharapkan oleh lembaga terkait terhadap
lembaga kursus ini.
Dalam buku kecil ini, akan diuraikan berbagai hal secara sederhana tentang peningkatan muta
adminstrasi lembaga kursus. Untuk lebih jelasnya secara sederhana satu persatu diuraikan sebagai
berikut:
Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan buku ini adalah sebagai berkut:
1.Ingin memenuhi permintaan pihak panitia penyelenggara dan memberikan salah satu nara sumber
dalam rapat kerja penguatan manajemen lembaga kursus;
2.Ingin menyampaikan bagaimana upaya meningkatkan mutu administrai lembaga kursus secara
sesederhana mungkin;
3.Ingin menguraikan beberapa konsep dalam pendirian dan perizinan lembaga kursus bagi mereka
yang masih belum menyelesaikannya.
Arti Peningkatan
Berbicara apa sebenarnya peningkatan itu?, menurut Adhyzal Kandar Y, (2010)peningkatan kinerja
adalah:”... salah satu motor penggerak peningkatan mutu pendidkan adalah tenaga pendidiknya.
punya kemampuan dan kompetensi...”.
Adapun menurut: Syamrilaode (2011) adalah :“… Indikator peningkatan mutu pendidikan dapat dilihat
pada setiap komponen pendidikan antara lain: mutu lulusan, kualitas pengajar, serta hal-hal
lainnya...”. sedangkan kalau kita perhatikan tentang faktor yang mempengaruhi peningkatan
menurut: Sejathi, (2011) adalah:”...Proses belajar mengajar merupakan inti dari proses pendidikan
secara keseluruhan dengan tenaga pengajar sebagai pemegang peran utamanya....”. sehingga
penulis menyimpulkan bahwa peningkatan tidak lain adanya perubahan yang lebih baik dari masa
sebelumnya.
Arti Mutu
Menurut Ebitsaja dan Amin Widjaja Tunggal, (2010) adalah:”... mutu (quality) yang keinginan
pelanggan yang mungkin selama ini paling kurang dikelola...”. Dalam kenyataan, isitlah menajemen
mutu (quality management) jarang dipergunakan sampai tahun 1980-an meainkan istilah dan konsep
pengendalian mutu dan kemudian kepastian mutu (quality assurance). Lebih dari itu, sampai baru-
baru ini terdapat kesadaran yang cukup bahwa obyek mutu adalah pertama-tama, proses berikutnya.
Sedangkan manajemen mutu mempelajari setiap area dari manajemen operasi dari perencanaan lini
produk dan fasilitas sampai penjadwalan dan memonitor hasil. Manajemen mutu merupakan bagan
dari semua fungsi usaha lain (pemasaran, sumber daya manusia, keuangan dan lain-lain). Dalam
kenyataannya, penyelidikan mutu adalah suatu penyebab umum yang alamiah untuk mempersatukan
fungsi-fungsi usaha.
Pengembangan dari suatu kerangka pengetahuan pada manajemen mutu cukup besa karena usaha
yang berkualitas berkelanjutan dari pionir mutu itu sendiri.
Adapun yang disebut pelanggan di sini, tidak lain adalah mereka yang mencermati kegiatan lembaga
kursus terhadap mutu yang dihasilkan. Apakah hal ini seperti: kursus yang diselenggarakan oleh
PKBM, ataukah kursus yang diselenggarakan lembaga kursus dan pelatihan. Baik yang
diselenggarakan pemerintah manupun swasta. Dengan demikian, mutu tentu sama dengan kualitas
pada kursus.
Administrasi
Dalam pembahasan ini, konsep administrasi dipandang sama dengan konsep Manajemen. Menurut
Uhar Suharsaputra (2012) adalah:”...Pendidikan terdiri dari kata yaitu pendidikan, secara sederhana
pendidikan dapat diartikan sebagai manajemen yang diterapkan dalam bidang pendidikan dengan
spesifikasi dan ciri-ciri khas yang berkaitan dengan pendidikan...”. Oleh karena itu pemahaman
tentang pendidikan menuntut pula pemahaman tentang manajemen secara umum.
Dipihak lain Uhar Suharsaputra (2008) adalah:”... Pendidikan berbasis masyarakat (communihy-
based education) merupakan mekanisme yang memberikan peluang bagi setiap orang untuk
memperkaya ilmu pengetahuan dan teknologi melalui pembelajaran seumur hidup...”. Sedangkan
administrasi yang dimaksud disini tidak lain adalah bagaimana administrasi yang dijalankan dalam
penyelenggaraan lembaga kursus.
Seorang mantan Kepala LKBN Antara Palangka Raya dan Banjarmasin yang sedang menyelesaikan
S-3, di Universitas Pajajaran Bandung, dan ia melakukan penelitian Disertasinya tentang Administrasi
Pemerintahan Desa di Pedesaan Kalimantan Tengah. Dengan demikian administrasi, menurut
H.M.Yusuf (2012) adalah: ”...adaministrasi asal katanya dari “administration” (Inggris) yang artinya
kerjasama; sedangkan “adminsteir” (Belanda) artinya tulis menulis, surat menyurat, tata usaha
perkantoran...”. Dengan demikian yang dimaksud admintrasi seperti pada judul di atas, adalah tata
laksana surat menyurat yang diselenggarakan oleh tata usaha perkantoran atau lembaga kursus.
Lembaga Kursus
Lembaga kursus adalah sebuah lembaga yang memberikan pelayanan pendidikan luar sekolah atau
pendidikan nonformal berupa kursus-kursus. Apakah kursus bahasa Inggiris, komputer, pertukangan,
perbengkelan, sablon, salon kecantikan, perhotelan, tata boga, mengemudi, dan berbagai lembaga
kursus lainnya.
Tata Kelola
Istilah lain serupa tapi taksama tentang Tata kelola menu Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia
bebas (bahasa Inggris: corporate governance) adalah:”...rangkaian proses, kebiasaan, kebijakan,
aturan, dan institusi seperti lembaga kursus yang memengaruhi pengarahan, pengelolaan, serta
pengontrolan suatu atau korporasi...”. Tata kelola perusahaan juga mencakup hubungan antara
para pemangku kepentingan (stakeholder) yang terlibat serta tujuan pengelolaan usaha seperti
lembaga pendidikan kursus. Pihak-pihak utama dalam tata kelola yang lebih jauh adalah pemegang
saham, manajemen, dan dewan direksi. Pemangku kepentingan lainnya termasuk karyawan,
pemasok, pelanggan, bank dan kreditor lain, regulator, lingkungan, serta masyarakat luas.
Tata kelola perusahaan lembaga kursus adalah suatu subjek yang memiliki banyak aspek. Salah satu
topik utama dalam tata kelola adalah menyangkut masalah akuntabilitas dan tanggung jawab mandat,
khususnya implementasi pedoman dan mekanisme untuk memastikan perilaku yang baik dan
melindungi kepentingan pemegang saham. Fokus utama lain adalah efisiensi ekonomi yang
menyatakan bahwa sistem tata kelola perusahaan harus ditujukan untuk mengoptimalisasi hasil
ekonomi, dengan penekanan kuat pada kesejahteraan para pemegang saham. Ada pula sisi lain
yang merupakan subjek dari tata kelola perusahaan, seperti sudut pandang pemangku kepentingan,
yang menuntut perhatian dan akuntabilitas lebih terhadap pihak-pihak lain selain pemegang saham,
misalnya karyawan atau lingkungan.
Perhatian terhadap praktik tata kelola perusahaan di perusahaan modern telah meningkat akhir-akhir
ini, terutama sejak keruntuhan perusahaan-perusahaan besar AS seperti Enron Corporation dan
Worldcom. Di Indonesia, perhatian pemerintah terhadap masalah ini diwujudkan dengan didirikannya
Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) pada akhir tahun 2004. Dengan demikian lembaga
kursus harus pula memperhatikan perkembangan pembangunan bangsa.
Tenaga pendidikan menurut Nurhayati (2010) adalah:”...Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik
dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan
untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional...”.
Kualifikasi akademik yang dimaksudkan di atas adalah tingkat pendidikan minimal yang harus
dipenuhi oleh seorang pendidik yang dibuktikan dengan ijazah dan/atau sertifikat keahlian yang
relevan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Adapun kompetensi sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta
pendidikan anak usia dini meliputi:
Bila kita memperhatikan dalam penyelenggaraan lembaga kursus, memang memerlukan perhatian
kepada semua orang. Karena pendiri lembaga kursus tidak seluruhnya mengerti terhadap apa dan
bagaimana administrasi penyelenggaran lembaga kursus tersebut. Sementara bila kita berbicara
tentang adminitrasi seperti diuraikan terdahulu, H.M.Yusuf (2012) adalah:”...adaministrasi yang
artinya kerjasama; sedangkan “adminsteir” (Belanda) artinya tulis menulis, surat menyurat, tata usaha
perkantoran...”. Dalam penyelenggaraan dunia perkantoran yang sering dan ada kalanya terabaikan.
Karena dalam penyelenggaraan lembaga kursus, warga belajarnya sangat banyak, tapi ditanya
berapa pesertanya, berapa persen asal perkotaan dan pedesaan. Mereka sulit memberikan
penjelasan. Artinya data tertulis, yang sebenarnya ini pekerjaan tata usaha, tapi belum teradministrasi
dengan baik. Demikian juga dalam pelaporan. Dari hasil evaluasi yang ada, lembaga kursus, setiap
penyampaian laporan masih 40-50% yang sering terlambat, dari batas waktu pelaporan. Karena
setiap kegiatan masih belum didata secara langsung oleh tata usaha. Padahal jika dilakukan setiap
kegiatan oleh tata usaha lembaga kursus, yang mungkin dapat meringankan keperkaan tata usaha
dalam pelaporan.
Lembaga kursus yang baik adalah jika setiap kegiatan kursus menyusun laporannya, maka saat akhir
tahun pembuatan laporan tidak menyulitkan lagi. Karena setiap kursus dengan berapa macam kursus
yang diselenggarakan, dapat terurai dengan baik. Apa lagi jika pihak dinas terkait sudah menyiapkan
format laporan akhirnya.
Sebagai implikasinya, pendidikan menjadi usaha kolaboratif yang melibatkan partisipasi masyarakat
di dalamnva. Partisipasi pada konteks ini berupa kerja sama antara warga masyarakat dengan
pemerintah dalam merencanakan, melaksanakan, menjaga dan mengembangkan aktivitas
pendidikaan seperti terjadinya dalam pelaksanaan di lembaga kursus. Sebagai sebuah kerja sama,
maka masvarakat diasumsi mempunyai aspirasi yang harus diakomodasi dalam perencanaan dan
pelaksanaan suatu program pendidikan.
Secara konseptual, pendidikan berbasis masyarakat menurut Uhar Suharsaputra (2008) adalah:”...
model penyelenggaraan pendidikan yang bertumpu pada prinsip dari masyarakat, oleh masyarakat
dan untuk masyarakat...”. Pendidikan dari masyarakat artinya pendidik memberikan jawaban atas
kebutuhan masyarakat. pendidikan oleh masyarakat artinya masyarakat ditempatkan sebagai
subyek/pelaku pendidikan, bukan objek pendidikan. Pada konteks ini, masyarakat dituntut peran dan
partisipasi aktifnya dalam setiap program pendidikan. Adapun pengertian pendidikan untuk
masyarakat artinya masyarakat diikutsertakan dalam semua program yang dirancang untuk
menjawab kebutullan mereka. Secara singkat dikatakan, masyarakat perlu diberdayakan, diberi
peluang dan kebebasan untuk mendesain, merencanakan, membiayai, mengelola dan menilai sendiri
apa yang diperlukan secara spesifik di dalam, untuk dan oleh masyarakat sendiri.
Di dalam Undang-undang Pendidikan Nasional nomor 20/2003 pasal 1 ayat 16, arti dari pendidikan
berbasis masyarakat adalah:”...penyelenggaraan pendidikan berdasarkan kekhasan agama, sosial,
budaya, aspirasi, dan potensi masyarakat sebagai perwujudan pendidikan dari, oleh, dan untuk
masyarakat...”. Dengan demikian nampak bahwa pendidikan berbasis masyarakat pada dasarnya
merupakan suatu pendidikan yang memberikan kemandirian dan kebebasan pada masyarakat untuk
menentukan bidang pendidikan yang sesuai dengan keinginan masyarakat itu sendiri.
Sementara itu di lingkungan akademik para akhli juga memberikan batasan pendidikan berbasis
masyarakat. Menurut Michael W. Galbraith, dalam Norsanie Darlan (2012)adalah:”… community-
based education could be defined as an educational process by which individuals (in this case adults)
become more corrtpetent in their skills, attitudes, and concepts in an effort to live in and gain more
control over local aspects of their communities through democratic participation. …”. Artinya,
pendidikan berbasis masvarakat dapat diartikan sebagai proses pendidikan di mana individu-individu
atau orang dewasa menjadi lebih berkompeten dalam ketrampilan, sikap, dan konsep mereka dalam
upaya untuk hidup dan mengontrol aspek-aspek lokal dari masyarakatnya melalui partisipasi
demokratis. Pendapat lebih luas tentang pendidikan berbasis masyarakat dikemukakan oleh Mark K.
Smith sebagai berikut: … as a process designed to enrich the lives of individuals and groups by
engaging with people living within a geographical area, or sharing a common interest, to develop
voluntar-ily a range of learning, action, and reflection opportunities, determined by their personal,
social, econornic and political need….”.
Artinya adalah bahwa pendidikan berbasis masyarakat adalah sebuah proses yang didesain untuk
memperkaya kehidupan individual dan kelompok dengan mengikutsertakan orang-orang dalam
wilayah geografi, atau berbagi mengenai kepentingan umum, untuk mengembangkan dengan
sukarela tempat pembelajaran, tindakan, dan kesempatan refleksi yang ditentukan oleh pribadi,
sosial, ekonomi, dan kebutuhan politik mereka.
4.Lembaga pendidikan berbasis masyarakat dapat memperoleh bantuan teknis, subsidi dana, dan
sumber daya lain secara adil dan merata dari Pemerintah dan/atau pemerintah daerah.
5.Ketentuan mengenai peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat
(3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Dari kutipan di atas nampak bahwa pendidikan berbasis masyarakat dapat diselenggarakan dalam
jalur formal maupun nonformal, serta dasar dari pendidikan berbasis masyarakat adalah kebutuhan
dan kondisi masyarakat, serta masyarakat diberi kewenangan yang luas untuk mengelolanya. Oleh
karena itu dalam menyelenggarakannya perlu memperhatikan tujuan yang sesuai dengan
kepentingan masyarakat setempat.
Untuk itu Tujuan dari pendidikan nonformal berbasis masyarakat dapat mengarah pada isu-isu
masyarakat yang khusus seperti pelatihan karir, perhatian terhadap lingkungan, budaya dan sejarah
etnis, kebijakan pemerintah, pendidikan politik dan kewarganegaraan, pendidikan keagamaan,
pendidikan bertani, penanganan masalah kesehatan serti korban narkotika, HIV/Aids dan sejenisnya.
Sementara itu lembaga yang memberikan pendidikan kemasyarakat bisa dari kalangan bisnis dan
industri, lembaga-lembaga berbasis masyarakat, perhimpunan petani, organisi kesehatan, organisasi
pelayanan kemanusiaan, organisi buruh, perpustakaan, museum, organisasi persaudaraan sosial,
lembaga-lembaga keagamaan dan lain-lain .
Model pendidikan berbasis masyarakat untuk konteks Indonesia kini semakin diakui keberadaannya
pasca pemberlakuan UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Keberadaan
lembaga ini diatur pada 26 ayat 1 s/d 7. jalur yang digunakan bisa formal dan atau nonformal.
Dalam hubungan ini, pendidikan nonformal berbasis masyarakat adalah pendidikan nonformal yang
diselenggarakan oleh warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan dan berfungsi
sebagai pengganti, penambah dan/pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung
pendidikan sepanjang hayat. Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik
dengan penekanan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan
kepribadian fungsional. Pendidikan nonformal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak
usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan,
pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan serta pendidikan lain yang
ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik. Satuan pendidikan nonformal terdiri atas
lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan masyarakat, majelis taklirn
serta satuan pendidikan yang sejenis.
Dengan demikian, nampak bahwa pendidikan nonformal pada dasarnya lebih cenderung mengarah
pada pendidikan berbasis masyarakat yang merupakan sebuah proses dan program, yang secara
esensial, berkembangnya pendidikan nonformal berbasis masyarakat akan sejalan dengan
munculnya kesadaran tentang bagaimana hubungan-hubungan sosial bisa membantu
pengembangan interaksi sosial yang membangkitkan terhadap pembelajaran berkaitan dengan
masalah yang dihadapi masyarakat dalam kehidupan sosial, politik, lingkungan, ekonomi dan faktor-
faktor lain. Sementara pendidikan berbasis masyarakat sebagai program harus berlandaskan pada
keyakinan dasar bahwa partisipasi aktif dari warga masyarakat adalah hal yang pokok. Untuk
memenuhinya, maka partisipasi warga harus didasari kebebasan tanpa tekanan dalam kemampuan
berpartisipasi dan keingin berpartisipasi. Seperti menyelenggarakan pendidikan luar sekolah berupa
lembaga kursus, dengan berbagai macam yang diselenggarakan.
• Self determination (menentukan sendiri). Semua anggota masyarakat memiliki hak dan tanggung
jawab untuk terlibat dalam menentukan kebutuhan masyarakat dan mengidentifikasi sumber-sumber
masyarakat yang bisa digunakan untuk merumuskan kebutuhan tersebut.
• Self help (menolong diri sendiri) Anggota masyarakat dilayani dengan baik ketika kemampuan
mereka untuk menolong diri mereka sendiri telah didorong dan dikembangkaii. Mereka menjadi
bagian dari solusi dan membangun kemandirian lebih baik bukan tergantung karena mereka
beranggapan bahwa tanggung jawab adalah untuk kesejahteraan mereka sendiri.
• Leadership development (pengembangan kepemimpinan) Para pemimpin lokal harus dilatih dalam
berbagai ketrampilan untuk memecahkan masalah, membuat keputusan, dan proses kelompok
sebagai cara untuk menolong diri mereka sendiri secara terus-menerus dan sebagai upaya
mengembangkan masyarakat.
• Localization (lokalisasi). Potensi terbesar unik tingkat partisipasi masyarakat tinggi terjadi ketika
masyarakat diberi kesempatan dalam pelayanan, program dan kesempatan terlibat dekat dengan
kehidupan tempat masyarakat hidup.
• Lifelong learning (pembelajaran seumur hidup) Kesempatan pembelajaran formal dan informal
harus tersedia bagi anggota masyarakat untuk semua umur dalam berbagai jenis latar belakang
masyarakat.
Jika kita memperhatikan apa dan bagaimana lembaga kursus, di negeri kita punya dasar yang kuat
yaitu:
1. UU No 20 th 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 26 ayat (4) satuan pendidikan
nonformal terdiri atas lembaga kursus, lembaga pelatihan kelompok belajar, pusat kegiatan belajar
masyarakat, dan majelis taklim serta satuan pendidikan yang sejenis, ayat (5) Kursus dan Pelatihan
diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan bekal pengetahuan, keterampilan, kecakapan
hidup, dan sikap untuk mengembangkan diri, mengembangkan profesi, bekerja, usaha mandiri,
dan/atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
2. UU No 20 th 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 62 ayat (1) setiap satuan pendidikan
formal dan nonformal yang didirikan wajib memperoleh izin pemerintah atau pemerintah daerah .
Lembaga kursus ini, secara konkret sudah ada datanya di direktorat lembaga kursus di Direktoran
Pembinaan Kursus dan Pelatihan pada kantor Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan RI.
Komitmen Kementrian Pendidikan Nasional untuk meningkatkan mutu lembaga kursus di seluruh
Indonesia terus bergulir, melalui Pelatihan Manajemen Kursus yang diselenggarakan oleh Dinas
Pendidikan Propensi Kalimantan Timur yang diselenggarakan 5 hari, diikuti utusan-utusan lembaga
kursus seluruh Kabupaten/kota yang ada di Kalimantan Timur. Dihadiri sekitar 40 lembaga kursus di
Kalimantan Timur, pelatihan yang diselenggarakan di Hotel Simpatik Balikpapan ini di selenggarkan
mulai tanggal 8 s/d 12 Oktober 2010.
Sedangkan lembaga kursus yang hadir antara lain, lembaga kursus computer, bahasa Inggris,
tatarias pengantin, salon, dan mengemudi, computer, dll. Menurut panitia penyelenggara Dra. Eda
Rusdiani, dengan diselenggarakanya Pelatihan Manajemen Kursus ini diharapkan lembaga-lembaga
kursus yang ada di Kaltim lebih mampu bersaing dengan lembaga-lembaga kursus dari luar daerah
yang saat ini semakin menjamur di Kaltim dengan program waralabanya. Menurut Rusdiani
(2010)adalah:”…Karena saat ini iklim persaingan semakin tinggi antar jasa kursus, maka kami ingin
lembaga-lembaga kursus di Kaltim juga mampu bersaing dengan lembaga kursus yang ada di pulau
jawa yang saat ini sudah masuk ke daerah-daerah dengan dengan cara waralaba…”.
Sehingga dalam sesi awal pelatihan disampaikan menurut pemateri: M. Zein (2011) adalah:”…
menguraikan seputar bagaimana lembaga kursus mengembangkan manajemen lembaga …“. Untuk
lebih jelasnya ke 3 hal di atas seperti kursus mereka dan ada tiga pilar yang mendasari kokohnya
sebuah manajemen kursus yait dalam :diuraikan sebagai berikut:
1) Manajemen yang selalu terus belajar seumur hidupnya (Long Life Education) maksudnya lembaga
yang tak mampu belajar dan melakukan inovasi dalam pelayanan jasanya pastinya akan kalah dalam
persaingan;
2) Manajemen yang bekerja seumur hidup (Long Life Occupation) maksudnya pendidikan merupakan
kebutuhan orang selamanya dan merupakan bisnis lembaga kursus yang tidak akan pernah mati
selama masih adanya manusia, tandanya dengan manajemen yang selalu menyatakan bahwa akan
selalu hidup selamanya akan menjadi motivasi terbesar bagi pengelola lembaga kursus tersebut;
3) Manajemen yang dilakukan dengan Cinta (Long Life In Love) manajemen yang dikelola dengan
rasa cinta akan terasa ringan dan menyenangkan dan selain itu akan membuat si pengguna jasa
akan merasakan efek empatik sebuah manajemen tersebut. Sehingga para tutor dan instruktur
merasa nyaman dalam menjalankan tugasnya di lembaga kursus.
Sumber : http://norsanie.blogspot.com
Posted by Pimpinan LKP Megacom KBB at 7:51 AM
Email ThisBlogThis!Share to TwitterShare to Facebook
Labels: Administrasi, Kinerja, kursus