Anda di halaman 1dari 83

Makalah Manajemen Pendidikan.

Tambahan baru lagi dalam kategori download makalah disitus ini yaitu kategori download makalah Administrasi, Manajemen & Pendidikan. Tujuan utama memasukan kategori ini adalah mempermudah rekan-rekan mahasiswa/i yang sedang kebingungan dalam pencarian makalah yang termasuk dalam kategori tersebut. Berikut judul makalah pertama yang ingin saya publish adalah Makalah Manajemen Pendidikan. BAB PENDAHULUAN Latar Belakang Makalah Pendidikan Penyelenggaraan pendidikan di sekolah dipandang sebagai suatu sistem dimana komponenkomponen system itu saling ketergantungan sehingga berhubungan dan saling menentukan keberhasilan suatu sistem, kegagalan suatu sekolah diakibatkan oleh gangguan sub sistem itu. Kepala sekolah yang menjalankan kepemimpinannya harus mampu mengatasi kegagalan/hambatan sub sistem agar tercapai kesempurnaan sistem itu. Hal ini didukung oleh pakar pendidikan Prof. Dr. Oteng Sutisna, M,Sc. Guru besar FKIP dalam bukunya Berpikir System terbitan 1984, hal. 76. Perkembangan Ilmu pengetahuan dan teknologi dari negara-negara maju sangat cepat, sangat cepat pula merupabah pola pikir masyarakat, hal ini mengakibatkan program pendidikan dan pengajaran lebih ketinggalan bila dibandingkan dengan kebutuhan masyarakat, hal ini merupakan tantangan bagi penyelenggaraan pendidikan agar tidak statis dalam menambah wawasan dari berpikir dinamis untuk menghasilkan tamatan yang berkualitas. Pengaruh kepemimpinan bisa diartikan, dampak akibat kebijakan dan keputusan yang dilakukan oleh seorang pimpinan dalam hal ini Kepala sekolah. Bila dalam menentukan keputusan dan kebijaksanaan salah maka akan terjadi dampak-dampak negatif yang berakibat kegagalan dalam mencapai tujuan. Bisanya muncul * Konflik antar personil * Semangat kerja menurun * Disiplin kerja rendah * Tidak merasa memiliki dan merasa tanggung jawab bersama * Tidak muncul keteladanan * Fungsi-fungsi manajemen tidak diaplikasikan dalam kegiatan sehari-hari. * Iklim kerja tidak menyenangkan * Persoalan dan permasalahan tertutup I

2. Rumusan Masalah Manajemen sekolah merupakan faktor yang terpenting dalam menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran di sekolah yang keberhasilannya diukur oleh prestasi tamatan (out put), oleh karena itu dalam menjalankan kepemimpinan, harus berpikir sistem artinya dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah komponen-komponen terkait seperti: guru-guru, staff TU, Orang tua siswa/Masyarakat, Pemerintah, anak didik, dan lain-lain harus berfungsi optimal yang dipengaruhi oleh kebijakan dan kinerja pimpinan. Tantangan lembaga pendidikan (sekolah) adalah mengejar ketinggalan artinya kompetisi dalam meraih prestasi terlebih dalam menghadapi persaingan global, terutama dari Sekolah Menengah Kejuruan dimana tamatan telah memperoleh bekal pengetahuan, sikap dan keterampilan sebagai tenaga professional tingkat menengah hal ini sesuai dengan tuntunan Kurikulum SMK 2004. Tantangan ini akan dapat teratasi bila pengaruh kepemimpinen sekolah terkonsentrasi pada pencapaian sasaran dimaksud. Pengaruh kepemimpinan Kepala Sekolah disamping mengejar ketinggalan untuk mengatasi tantangan tersebut di atas, hal-hal lain perlu diperhatikan: Ciptakan keterbukaan dalam proses penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran. Ciptakan iklim kerja yang menyenangkan Berikan pengakuan dan penghargaan bagi personil yang berprestasi Tunjukan keteladanan Terapkan fungsi-fungsi manajemen dalam proses penyelenggaraan pendidikan, seperti: Perencanaan Pengorganisasian Penentuan staff atas dasar kemampuan, kesanggupan dan kemauan Berikan bimbingan dan pembinaan kearah yang menuju kepada pencapaian tujuan Adalah kontrol terhadap semua kegiatan penyimpangan sekecil apapun dapat ditemukan sehingga cepat teratasi Adakan penilaian terhadap semua program untuk mengukurkeberhasilan serta menemukan cara untuk mengatasi kegagalan. 3. Tujuan Pembahasan Masalah 1. Kemampuan berpikir sistem artinya memahami bahwa suatu kesatuan yang utuh didukung oleh komponen-komponen (bagian-bagian) yang satu sama lain saling ketergantungan apabila komponen-komponen itu tidak berjalan maka tidak akan terbentuk suatu kesatuan yang utuh dalam hal ini bisa diterapkan dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Agar proses penyelenggaraan pendidikan di sekolah merupakan suatu kesatuan yang utuh maka program akan berjalan dengan lancar dan tujuan akan tercapai. 2. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang merupakan tantangan. Kepemimpinan suatu lembaga pendidikan merupakan wawasan yang perlu dipahami agar pengaruh pimpinan sekolah diarahkan kepada peningkatan semua tenaga kependidikan (guru tata usaha) berpikir dinamismenuju pencapaian/prestasi siswa sebagai objek pendidikan. 3. Pengaruh pimpinan dalam melaksanakan tugasnya harus berorientasi kepada terciptanya: * * Iklim kerja yang * Perasaan personil diakui dan dihargai atas * Saling menunjukan * Disiplin kerja yang * Penerapan manajemen sekolah yang sempurna Keterbukaan menyenangkan prestasi kerjanya keteladanan optimal

BAB LANDASAN TEORI

II

Orientasi studi manajemen pendidikan masih cenderung melihat sesuatu yang tampak di mata (tangible), kurang memperhatikan sesuatu yang tidak kelihatan (intangible) seperti nilai, tradisi dan norma yang menjadi budaya organisasi, dan ada di dalam sebuah organisasi. Beberapa tahun terakhir orangbanyak beranggapan bahwa strategi, struktur, dan sistem adaah fokus dan faktor yang menjadi pendorong kusuksesan organisasi. Namun menurut Ouchi (1983) dan Key (1999) menyatakan bahwa kesuksesan organisasi justru terletak pada budaya organisasi yang meliputi nilai, tradisi, norma, yang direkat oleh kepercayaan, keakraban dan tanggung jawab yang menentukan kesuksesan organisasi. Sedangkan menurut Basri (2004) menyatakan bahwa budaya organisasi dapat dijadikan sebagai kekuatan organisasi apabila budaya organisasi tersebut dikelola dengan baik. Untuk dapat mengelola budaya organisasi diperlukan pimpinan yang transformatif, memahami filosofi organisasi, mampu merumuskan visi, misi organisasi, dan menerapkannya melalui proses perencanaan organisasi. Dalam tulisan ini akan diulas secara ringkas manajemen pendidikan dilihat dari perspektif nilai dan budaya organisasi, walaupun banyak hal yang bisa dilihat dari sudut padang berbeda. Pendekatan nilai dan budaya organisasi ini cenderung lebih mempengaruhi dalam pengambilan keputusan. Organisasi lembaga pendidikan adalah suatu organisasi yang unik dan kompleks karena lembaga pendidikan tersebut merupakan suatu lembaga penyelenggara pendidikan. Tujuannya antara lain adalah menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyaraat yang memiliki kemampuan akademik dan/atau profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan, memperkya khanazah ilmu pengetahuan, teknologi, kesenian, serta mengupayakan penggunaannya untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat dan memperkaya kebudayaan nasional. Demikian komleksnya organisasi tersebut, maka dalam memberikan layanan pendidikan kepada siswa khususnya dan masyarakat pada umumnya organisasi perlu dikelola dengan baik. Oleh sebab itu lembaga pendidikan perlu menyadari adanya pergeseran dinamika internal (perkembangan dan perubahan peran) dan tuntutan eksternal yang semakin berkembang. Menurut Jacques (1952) yang dikutip Hasri (2004), budaya organisasi didefinisikan sebagai berikut:the culture of the factory is its customary and traditional way of thinking and doing of things, which shared to a greater or lesser degree by all its member, and which new members must learn, and at least partially accept, in order to be accepted into service in the firm Sedangkan menurut Manan (1989) ada tujuh karakteristik budaya dasar yang bersifat universal yaitu: * Kebudayaan itu dipelajari bukan bersifat instingtif * Kebudayaan itu ditanamkan * Kebudayaan itu bersifat gagasan (idetional0, kebiasaan-kebiasaan kelompok yang dikonsepsikan atau diungkapkan sebagai norma-norma ideal atau pola perilaku * Kebudayaan itu sampai pada suatu tingkat meuaskan individu, memuaskan kebutuhan biologis dan kebutuhan ikutan liannya * Kebudayaan itu bersifat integratif. Selalu ada tekanan ke arah konsistensi dalam setiap kebudayaan * Kebudayaan itu dapat menyesuaikan diri.Schein (1985) memberi definisi bahwa budaya organisasi adalah pola asumsi dasar yang telah ditemukan suatu kelompok, ditentukan, dan

dikembangkan melalui proses belajar untuk menghadapi persoalan penyesuaian (adaptasi) kelompok eksternal dan integrasi kelompok internal. Pendapat lain tentang budaya organisasi menyatakan bahwa budaya organisasi mengacu pada suatu sistem pemaknaan bersama yang dianut oleh anggota organisasi dalam bentuk nilai, tradisi, keyakinan (belief), norma, dan cara berpikir unik yang membedakan organisasi itu dari organisasi lainnya (Ouchi, 1981).Berdasarkan berbagai definisi di atas dapat disimpulkan bahwa budaya organisasi di lembaga pendidikan adalah pemaknaan bersama seluruh anggota organisasi di suatu lembaga pendidikan yang berkaitan dengan nilai, keyakinan, tradisi dan cara berpikir unik yang dianutnya dan tampak dalam perilaku mereka, sehingga membedakan antara lembaga pendidikan dengan lembaga pendidikan lainnya. Terbentunya sikap saling percaya bahwa kepercayaan yang diberikan oleh pimpinan kepada bawahan akan memberikan daya rekat (social glue), tetapi ada beberapa karyawan yang tidak bisa mengemban amanah kepercayaan tersebut. Beberapa datang tidak tepat waktu, karena mereka beranggapan bahwa pimpinan mereka kurang layak menjadi pemimpin (tidak dapat memimpin jalannya sidang/rapat). Keakraban Disamping kepercayaan yang diberikan pimpinan kepada karyawan, keakraban sesama karyawan juga merupakan hal yang menonjol dalam lembaga pendidikan. Fakta membuktikan bahwa pekerjaan yang tidak dapat diselesaikan oleh seorang karyawan akan dibantu karyawan lain yang mempunyai kelonggaran waktu. Kejujuran dan Tanggung Jawab lembaga pendidikan yang berkualitas menekankan perlunya kejujuran dan tangggung jawab. Tanggung jawab karyawan terhadap pekerjaannya terlihat dari kebersihan lingkungan, piket, ruangan kelas, dan ruangan perpustakaan. 1. Pengertian Kinerja Kinerja (performance) atau prestasi kerja atas pencapaian kerja adalah suatu kemampuan yang diukur berdasarkan pelaksanaan tugas sesuai dengan uraian tugasnya (Notomirjo, 1992, 23). 2. Pengertian Personil Sekolah Personil sekolah adalah orang-orang yang terlibat dalam proses penyelenggaraan pendidikan di sekolah. (Drs. NA Ametembun Administrasi Personil, 1983, 19). 3. Fungsi Sekolah Sekolah adalah lembaga resmi yang menyelenggarakan proses pembelaaran antara guru dan murid sehingga timbul interaksi alammenambah pengetahuan, keterampilan dan sikap. 4. Upaya Meningkatkan Kinerja Personil Sekolah Usaha yang paling menentuka dalam meningkatkan kinerja personil sekolah terletak pada kepemimpinan sekolah, pemimpin harus mampu memberikan pengaruh agar semua bawahan guru-guru dan staff tata usaha agar berpartisipasi aktif secara maksimal dalam pencapaian tujuan secara Pengaruh pemimpin agar para personil berpartisipasi secara maksimal antara lain:

1. Kesejahteraan baik lahir maupun batin memperoleh perhatian yang serius dari pimpinan. 2. Pemecahan permasalahan dilandasi oleh sikap keterbukaan 3. Pengakuan dan penghargaan atas prestasi kerja personil diperhatikan oleh pimpinan. 4. Penerapan manajemen sekolah didasari atas kemampuan, kesanggupan dan kemauan personil. 5. Pemimpin bertindak sebagai motivator 6. Pemimpin bertindak sebagai dinamisator 7. Menciptakan kerja sama yang harmonis 8. Menghindari konflik antara personil 9. Arif, bijaksana bila mengambil keputusan bagi setiap personil tanpa membeda-bedakan individual. 10. Hilangkan sikap suka dan tidak suka terhadap personil sekolah 11. Menciptakan rasa persaudaraan (sense of belonging). Sumpah Pemuda 28 oktober 1928 adalah menjadi tonggak kebangkitan kaum muda untuk berikar tentang satu Indonesia. Dimana pemaknaan tersebut makin kabur, seakan-akan proyek nasoinalisme telah terkubur hari ini. Cita-cita Indonesia antara masa lalu, saat ini, dan masa yang akan datang hendak ditakar dengan takaran yang sama. Janji-janji meningkatkan kesejahteraan rakyat hannya sebatas wancana-wancana yang tak kunjung implementasinya. Sepertinya Indonesia selesai setelah terlepas dari belenggu penjajahan dan berdaulat secara politik. Salah besar jika pemikiran kolektif ini terus terpelihara. Keindonesaiaan adalah proyek yang terus bergerak, Indonesia harus mempunyai pandangan logika kepentingan masa yang berbeda. Musuh yang amat nyata saat ini kemiskian, ketidakadilan, kebodohan, pengangguran dan korupsi. Inilah wajah Indonesia yang telah membuat tinding tebal sampai hari ini. Apakah ada cara untuk membongkar dinding tebal itu? Satu-satunya jalan adalah Pemimpin yang mempunyai jiwa pemberani Revolusioner. Opini-opni fakta, dimana kaum tua gagal dalam meneguhkan cita-cita keindonesiaan yang moderen. Warisan kultur Orde baru masih sangat kental mempengaruhi cara kepemimpinan politik kaum tua, bahkan ide reformasi dan demokratisasi pun gagal yang ditafsirkan kedalam bentuk kebijakan untuk mengangkat kesejahteraan masyarakat kecil. Pemilu gagal melahirkan pemimpin yang revolusioner seperti Hugo Chves yang berani menentang intervensi Amerika dalam politik dan ekonomi di Venezuela. Idealnya Tokoh-tokoh seperti ini yang harus di tampilakan dalam pemilu 2009 nanti. Selama ini pemilu hanya di dominasi oleh kaum tua dan wajah-wajah lama warisan Orde Baru, alhasil tidak menjadi obat yang mujarab bagi Indonesia hari ini. Maka wancana kepemimpinan kaum muda menjadi alternative pemimpin 2009 nanti, kemudian di hadirkan sebagi upaya mengembalikan proyek-proyek keindonesiaan yang gagal dipimpin oleh kaum tua. Cita-cita berbangsa dan bernegara hendak diarahkan kembali pada konsep mulianya, seperti yang dipertegas dalam pembukaan UUD 45, menciptakan kesejahteraan umum bagi seluruh rakyat Indonesia, melindunggi bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan perdamaiyan abadi dan keadilan sosilal. Pembukaan UUD 1945 merupakan puncak dari proyek keindonesiaan, untuk menciptakannya diperlukan pemimpin yang yang berorientasi pada properubahan. Pada perayaan hari Sumpah Pemuda 28 Oktober 2007 lalu, melahirkan iklar bersama: saatnya kaum muda memimpin tokoh-tokoh muda seperti Sukardi Rinakit, Faisal Basri, Yudi Latif, Ray Rangkuti, Efendi Ghazali dan tokoh-tokoh kaum muda lainnya (lihat Tempo Sabtu,3/11)

dengan lantang meneriakan kebangkitan kaum muda dan masyarakat luas merindukan hadirnya pemimpin muda. Jelas bawha pendeklarasian ikrar oleh kaum muda dipicu kekecewaan yang mendalam yang melihat pemerintahan yang selama ini dipimpin oleh kaum tua yang tidak bervisi, dan penuh dengan atmosfer kepentingan. Sebelum kita beranjak lebih jauh kepemimpinan kaum muda dalam politik praktis, muncul satu pertanyaan yang mendasar apakah kepemimpinan kaum muda nantinya bisa meramu suatu solusi untuk menyelamatkan Indonesia dari kemiskian, ketidakadilan, kebodohan, pengangguran dan korupsi yang menjadi potret kelam wajah negeri ini? Berbicara tentang kombinasi yang seharusnya harmonis, idealnya semangat kaum muda di kombinasikan dengan pengalaman kaum tua sehingga tecipta sutu dialong-dialong yang bersiat emansipatoris antara kaum muda dan kaum yang berpengalaman, sehingga nantinya tercipata sutu dilalektika yang menuju Indonesia baru. Namun hal ini tidak mudah, pendapatpendapat fakta, komunikasi kedua kaum ini tidak sejalan, karena arogansi kaum tua, mereka mengklaim kaum tua yang lebih berpengalaman, sedangan kaum muda penuh dengan keidialisannya. Meski terkesan klise dialog adalah jawabannya. Krisis kepercayaan intelektual kepemimpnan kaum tua telah membawa peluang kaum muda untuk melangkah pada pemilu 2009 nanti, namu muncul pesimisme munkinkah pemilu 2009 melahirkan seorang pemimpin muda politik untuk menjadi Presiden. Tantangan-tantangan yang menghalagi tampilnya tokoh-tokoh muda alternative adalah minimnya partai-partai yang mendukung ide kepemimpinan kaum muda, ini merupakan pokok permasalahan yang krusial. Jaringan-jaringan yang pro terhadap kepemimpinan kaum muda adalah lebih didominasi oleh aktivis-aktivis yang independent yang tidak brfaliasi dengan partai-partai politik. Permasalahan ini muncul dikarenakan kurangnya respon oleh tokoh-okoh partai politik terhadap kepemimpinan kaum muda, sehingga kepemimpinan kaum muda agak sulit diperjuangkan. Dalam system politik yang dihegomonikan partai, memang terasa sulit bagi prodemokrasi untuk melakukan revolusi pemerintahan, karena tidak ada dukungan dari partai sebab di dalam konsesus nasionalhanya dimungkinkan dilakukan partai politik untuk berhak mengajukan calon-calon pimpinan pimpinan untuk dipilah dalam pemelihan umum. Melihat partai-partai yang hegomoni seperti Partai golkar, Partai Demokrasi Perjuangan Indonesia, dan Partai Demokrat dimana pucuk ketua pimpinan dipegang oleh kaum-kaum tua, sulit sekali buat memajukan tokoh muda alternative, baik didalm tubuh partai maupun di luar partai. Minimnya partai-partai yang yang pro terhadap pimpinan muda akan menyulitkan masyarakat yang pro terhadap kepemimpinan kaum muda melakukan perubahan. Seperti yang dikatakan tokoh politik Abdul Gafur Sangaji, partai-partai hanya melakuakn daur ulang terhadap tokoh-tokoh tua yang sudah ada. Tokoh-tokoh prodemokrasi sangat kecewa dengan partai-partai politik dikarenakan tidak tersedianya space bagi tokoh-tokoh muda didalam tubuh partai maupun di luar partai ini menyulitkan tokoh-tokoh muda untuk bisa melakukan perubahan, terlebih lagi tokoh-tokoh prodemokrasi bersikap antipartai yang mana lebih menyulitkan lagi untuk tokoh-tokoh muda untuk menjadi pemimpin alternative. Seharusnya tokoh-tokoh prodemokrasi lebih mendekatkan diri pada partai politik, karena partai politiklah yang merupakan isatu-satunya demokrasi yang bisa mencapai kekuasaan. Semakin banyaknya aktivis demokrasi yang menyebar kedalam tubuh partai, kemungkinan besar peluang kekuasaan dipegang oleh tokohtokoh kepemimpinan muda untuk membawa negeri ini ke jalur mulianya.

MANAJEMEN PEDIDIKAN A. Pengertian Kepemimpinan Kepemimpinan adalah kegiatan mempengaruhi perilaku orang-orang lain agar mau bekerjasama untuk mencapai tujuan tertentu. Definisi itu mengandung dua pengertian pokok yang sangat penting tentang kepemimpinan, yaitu * Pertama, mempengaruhi perilaku orang lain. Kepe-mimpinan dalam organisasi diarahkan untuk mempengaruhi orang-orang yang dipimpinnya, agar mau berbuat seperti yang diharapkan ataupun diarahkan oleh orang yang memimpinnya. Motivasi o-rang untuk berperilaku ada dua macam, yaitu motivasi ekstrinsik dan motivasi intrinsik. Dalam hal motivasi ekstrinsik perlu ada faktor di luar diri orang tersebut yang mendorongnya untuk berperi-laku tertentu. Dalam hal semacam itu kepemimpinan adalah faktor luar. Sedang motivasi intrinsik daya dorong untuk berperilaku tertentu itu berasal dari dalam diri orang itu sendiri. Jadi semacam ada kesadaran kemauan sendiri untuk berbuat sesuatu, misalnya memperbaiki mutu kerjanya. Kepemimpinan yang merupakan faktor eksternal tadi, harus selalu dapat memotivasi anggota organisasi perguruan tinggi untuk melakukan perbaikan-perbaikan mutu. Tetapi kalau setiap kali dan dalam setiap hal harus memberi perintah atau pengarahan, itu akan menimbulkan kesulitan. Kalau setiap melakukan pekerjaan dengan baik itu harus dengan perintah pimpinan, dan kalau tidak ada perintah pimpinan tidak dilakukan pekerjaan dengan baik, maka perbaikan mutu kinerja yang terus menerus akan sulit diwujudkan. Oleh karena itu MMT mengajarkan agar kepemimpinan itu selain untuk memberi pengarahan atau perintah tentang hal-hal yang perlu ditingkatkan mutunya, juga perlu digunakan untuk menumbuhkan motivasi intrinsik, yaitu menumbuhkan kesadaran akan perlunya setiap orang dalam perguruan tinggi itu selalu berupaya meningkatkan mutu kinerjanya masing-ma-sing secara individual maupun bersama-sama sebagai kelompok ataupun sebagai organisasi. * Kedua, kepemimpinan harus diarahkan agar orang-orang mau berkerjasama untuk mencapai tujuan tertentu. Jadi perilaku yang ditimbulkan oleh kepemimpinan itu berupa kesediaan orang-orang untuk saling bekerjasama mencapai tujuan organisasi yang disepakati bersama. Dalam implementasinya kepemimpinan MMT yang berhasil adalah yang mampu menumbuhkan kesadaran orang-orang dalam perguruan tinggi untuk melakukan peningkatanpeningkatan mutu kinerja dan terciptanya kerjasama dalam kelompok-kelompok untuk meningkatkan mutu kinerja masing-masing kelompok maupun kinerja perguruan tinggi secara terpadu. Adanya kerjasama-kerjasama kelompok merupakan salah satu kunci keberhasilan MMT. Dalam proses tersebut pimpinan membimbing, memberi pengarahan, mempengaruhi perasaan dan perilaku orang lain, memfasilitasi serta menggerakkan orang lain untuk bekerja menuju sasaran yang diingini bersama. Semua yang dilakukan pimpinan harus bisa dipersepsikan oleh orang lain dalam organisasinya sebagai bantuan kepada orang-orang itu untuk dapat meningkatkan mutu kinerjanya. Dalam hal ini usaha mempengaruhi perasaan mempunyai peran yang sangat penting. Perasaan dan emosi orang perlu disentuh dengan tujuan untuk menumbuhkan nilai-nilai baru, misalnya bekerja itu harus bermutu, atau memberi pelayanan yang sebaik mungkin kepada

pelanggan itu adalah suatu keharusan yang mulia, dan lain sebagainya. Dengan nilai-nilai baru yang dimiliki itu orang akan tumbuh kesadarannya untuk berbuat yang lebih bermutu. Dalam ilmu pendidikan ini masuk dalam kawasan affective. PENGARUH KEPEMIMPINAN 1 Pengertian Pengaruh Kepemimpinan Perubahan yang terjadi akibat interaksi yang terjadi antara bawahan dan atasan (pimpinan dan yang dipimpin). Pemimpin harus mampu memperngaruhi bawahan, hal ini sesuai dengan pendapat R. Iyeng Wiraputra, M.Sc. dosen IKIP Bandung Buku kepemimpinan terbitan 1985, hal 27. Bahwa kepemimpinan artinya kemampuan untuk mempengaruhi bawahan untuk mengikuti atasan. Hal yang mengakibatkan memiliki pengaruh antara lain pengetahuan, pengalaman, wibawa, kharisma serta jabatan. 2.2 Tugas kepemimpinan Penyelenggaraan manajemen sekolah merupakan tugas pemimpin sekolah, inti dari manajemen sekolah adalah manajemen (Drs. NA Amatembun IKIP Bandung dalam bukunya Dasar manajemen Sekolah Jilid I, terbitan 1981, hal 38). Dengan demikian tugas pemimpin adalah melaksanakan fungsi-fungsi manajemen seperti : * Perencanaan * Pengorganisasian * Penetapan staf-staf pembantu pelaksana kegiatan * Memberikan pengarahan bimbingan dan pembinaan * Mengadakan pengawasan untuk mengatasi penyimpangan * Melaksanakan penilaian untuk mengukut keberhasilan Semua fungsi manajemen diaplikasikan dalam program penyelenggaraan pendidikan di sekolah. 1. Wewenang Pemimpin Kekuasaan yang dibebankan kepada diri seseorang pemimpin sesuai dengan objek dalam kepemimpinannya. 2. Hak Pemimpin Pemimpin formal mempunyai hak-hak yang perlu disahkan atas ketentuan hukum yang berlaku antara lain: * Hak memperoleh SK dari jabatan yang berwenang * Hak memperoleh jaminan atas jabatan * Hak mendapat imbalan atas dasar tugas dan tanggung jawab * Hak melakukan tugas kepemimpina n kepada bawahan 3. Kewajiban Pemimpin Pemimpin adalah jabatan dan jabatan adalah kepercayaan kewajiban pemimpin adalah mempertahankan kepercayaan untuk melaksanakan tugas yang dibebankan dan kepercayaan

itu perlu dipertanggung jawabkan kepada diri sendiri, masyarakat, dan bangsa serta kepada Allah SWT. 4. Tanggung Jawab Pemimpin Tanggung jawab adalah keberanian menanggung resiko yang terjadi akibat perbuatan dan tindakan yang dikerjakan, bawahan sebenarnya hanya membantu pelaksanaan tugas dan tanggung jawab seorang pemimpin. Dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah maju mundurnya pendidikan merupakan tanggung jawab pimpinan sekolah sama halnya seperti dalam keluarga, kepala keluarga bertanggung jawab atas anggota keluarganya dalammelaksanakan kehidupan berumah tangga. 2. Tujuh hal mendasar yang perlu dikuasai Untuk kepemimpinan mutu MMT dilaksanakan dalam suatu organisasi atau institusi tertentu yang pada tahap awal implementasinya organisasi itu digerakkan oleh kepemimpinan yang sangat peduli pada mutu dan bertekad kuat untuk membuat organisasinya itu selalu dan terus menerus meningkatkan mutu kiner-janya, apakah itu dalam bentuk produk atau jasa. Kepemimpinan untuk MMT itu memerlukan modal dasar dalam bentuk penguasaan tujuh mendasar yang menyangkut kehidupan organisasinya. 1. Filosofi Organisasi Mengapa organisasi yang dipimpinnya ini ada dan untuk apa ? Jawaban ter-hadap pertanyaan yang sangat mendasar ini perlu dikuasai secara baik oleh semua orang yang memegang tampuk kepemimpinan dari suatu organisasi. Tanpa menguasai jawabannya secara baik diragukan apakah mereka akan mampu mengarahkan orang-orang lain dalam organisasi itu ke tujuan yang seharusnya. 2. V i s i Akan menjadi organisasi yang bagaimanakah organisasi itu di masa depan ? Orang-orang yang memegang kepemimpinan perlu memiliki pandangan jauh ke depan tentang organisasinya; mereka ingin mengembangkan organisasinya itu menjadi organisasi yang bagaimana, yang mampu berfungsi apa dan bagaimana, yang mampu memproduksi benda dan jasa apa dan yang bagaimana, serta untuk dapat disajikan kepada siapa ? Visi ini seharusnya berjangka panjang, misalnya 10 tahun atau 25 tahun ke dapan, agar dapat memfasilitasi usaha-usaha perbaikan mutu kinerja yang berkelanjutan. 3. M i s i Mengapa kita ada dalam organisasi ini ? Apa tugas yang harus kita lakukan ? Jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan ini berkaitan dengan visi tersebut di atas. Bagaimana visi itu akan dapat diwujudkan ? Tugas-tugas pokok apakah yang harus dilakukan oleh organisasi agar visi atau kondisi masa depan organisasi tadi dapat diwujudkan. Rumusan tentang misi organisasi ini juga seharusnya dapat dikuasai dengan baik dan jelas oleh orang-orang yang memegang kepemimpinan agar mereka dapat memberi arahan yang benar dan jelas kepada orang-orang lain. 4. Nilai-nilai (values)

Prinsip-prinsip apa yang diyakini sebagai kebenaran yang berfungsi sebagai pedoman dalam menjalankan tugas organisasi, dan ingin agar orang lain dalam organisasi juga mengadopsi prinsip-prinsip tersebut. Misalnya mutu, fokus pada pelanggan, disiplin, kepelayanan adalah nilai-nilai yang seharusnya dianut oleh orang-orang yang memegang kepemimpinan MMT. 5. Kebijakan (policy) Ialah rumusan-rumusan yang akan disampaikan kepada orang-orang dalam organisasi sebagai arahan agar mereka mengetahui apa yang harus dilakukan dalam menyediakan pelayanan dan barang kepada para pelanggan. Orang-orang yang memegang kepemim-pinan harus mampu merumuskan kebijakan-kebijakan semacam itu agar orang-orang dapat menyajikan mutu seperti yang diinginkan oleh organisasi. 6. Tujuan-tujuan Organisasi : Ialah hal-hal yang perlu dicapai oleh organisasi dalam jangka panjang dan jangka pendek agar memungkinkan orang-orang dalam organisasi memenuhi misinya dan mewujudkan visi mereka. Tujuan-tujuan organisasi itu perlu dirumuskan secara kongkrit dan jelas. 7. Metodologi Adalah rumusan tentang cara-cara yang dipilih secara garis besar dalam bertindak menuju pewujudan visi dan pencapaian tujuan-tujuan organisasi. Metodologi ini terbatas pada garisgaris besar yang perlu dilakukan dan bukan detil-detil teknik kerja. Ketujuh hal yang sangat mendasar itu perlu dikuasai dan dalam implementasi MMT hal itu akan dituangkan dalam merumuskan rencana strategis untuk mutu. Tanpa kemampuan merumuskan ketujuh hal itu secara spesifik dan mengkomunikasikannya kepada orang-orang dalam organisasi, sulit bagi orang-orang itu untuk mewujudkan mutu seperti yang diinginkan. C. Pengertian Kepemimpinan MMT Untuk menerapkan MMT dalam suatu organisasi diperlukan adanya kepemimpinan yang ciricirinya berbeda dengan kepemimpinan yang tidak untuk meraih mutu. MMT diterapkan dalam organisasi yang melihat tugas organisasinya tidak sekedar melaksanakan tugas rutin, yang sama saja dari hari ke hari berikutnya. Semua sudah ditentukan standarnya, dan kalau kinerja sudah sesuai standar maka bereslah segalanya. MMT juga mengenal standar kinerja, tetapi bedanya standar ini bersifat dinamis, artinya standar itu selalu bisa ditingkatkan. Sehingga memungkinkan terjadinya peningkatan mutu secara berkelanjutan. Untuk itu MMT memerlukan kepemimpinan yang mempu-nyai ciri-ciri yang agak khusus seperti yang akan dibahas berikut ini 1. Fokus pada Kelompok Kepemimpinan lebih diarahkan kepada kelompok-kelompok kerja yang memiliki tugas atau fungsi masing-masing, tidak memfokus kepada individu. Hal ini akan berakibat tumbuh berkembangnya kerjasama dalam kelompok-kelompok. Motivasi individu akan menjadi tugas semua orang dalam kelompok, jadi kelompok kerja menjadi sumber motivasi bagi setiap anggota dalam kelompok. Karena pimpinan selalu menilai kinerja kelompok, bukan individu,

maka ma-sing-masing kelompok akan berusaha memacu kerjasama yang sebaik-baiknya, kalau perlu dengan menarik-narik teman sekelompoknya yang kurang benar kerjanya. 2. Melimpahkan wewenang untuk membuat keputusan Kepemimpinan MMT tidak selalu membuat keputusan sendiri dalam segala hal, tetapi hanya melakukannya dalam hal-hal yang akan lebih baik kalau dia yang memutuskannya. Sisanya diserahkan wewenangnya kepada ke-lompok-kelompok yang ada di bawah pengawasannya. Hal ini dilakukan terutama untuk hal-hal yang menyangkut cara melaksanakan pekerjaan secara teknis. Orang-orang yang ada dalam kelompok-kelompok kerja yang sudah mendapatkan pelatihan dan sehari-hari melakukan pekerjaan itulah yang lebih tahu bagaimana melakukan pekerjaan dan karenanya menjadi lebih kompeten untuk membuat keputusan dari pada sang pimpinan. 3. Merangsang kreativitas Setiap upaya meningkatkan mutu kinerja, apakah itu dalam mengha-silkan barang atau menghasilkan jasa, pada dasarnya selalu diperlukan adanya perubahan cara kerja. Jadi kalu diinginkan adanya mutu yang lebih baik jangan takut menghadapi perubahan, se-bab tanpa perubahan tidak akan terjadi peningkatan mutu kinerja. Perubahan bisa diciptakan oleh pemimpin, tetapi tidak perlu harus selalu berasal dari pimpinan, sebab kemampuan pemimpinpun terbatas. Oleh karena itu pemimpin justru perlu merangsang timbulnya kreativitas di ka-langan orang-orang yang dipimpinnya guna menciptakan hal-hal baru yang sekiranya akan menghasilkan kinerja yang lebih bermutu. Seorang pemimpin tidak selayaknya memaksakan ide-ide lama yang sudah terbukti tidak dapat menghasilkan mutu kinerja seperti yang diharapkan. Setiap ide baru yang dimaksudkan untuk menghasilkan sesuatu yang lebih bermutu dari manapun asalnya patut disambut baik. Orang-orang dalam organisasi harus dibuat tidak takut untuk berkreasi, dan orang yang terbukti menghasilkan ide yang bagus harus diberi pengakuan dan penghargaan. 4. Memberi semangat dan motivasi untuk berinisiatif dan berinovasi Seorang pimpinan MMT selalu mendambakan pembaharuan, sebab dia tahu bahwa hanya dengan pembaharuan akan dapat dihasilkan mutu yang lebih baik. Oleh karena itu dia harus selalu mendorong semua orang dalam organisasinya untuk berani melakukan inovasi-inovasi, baik itu menyangkut cara kerja maupun barang dan jasa yang dihasilkan. Tentu semua itu dilakukan melalui proses uji coba dan evaluasi secara ketat sebelum diadopsi secara luas dalam organisasi. Sebaliknya seo-rang pimpinan tidak sepatutnya mempertahankan kebiasaan-kebiasaan kerja lama yang sudah terbukti tidak menghasilkan mutu seperti yang diharapkan olah organisasi maupun oleh para pe-langgannya. 5. Memikirkan program penyertaan bersama MMT selalu mengupayakan adanya kerjasama dalam tim, kelompok, atau dalam unit-unit organisasi. Program-program mulai dari tahap peren-canaan sampai ke pelaksanaan dan evaluasinya dilaksanakan melalui kerjasama, dan bukan pro-gram sendiri-sendiri yang bersifat individual. Adanya sistem kerja yang didasari oleh kerjasama dalam tim, kelompok atau unit itu harus selalu menjadi pemikiran para pimpinan MMT. Dasarnya adalah pengikutsertaan semua orang dalam kegiatan-kegiatan yang sesuai dengan ba-kat, minat dan kemampuan masing-masing orang. Orang adalah aset terpenting dalam organisasi dan karena

itu setiap orang yang ada harus dimanfaatkan secara optimal bagi kepentingan penca-paian tujuan organisasi. 6. Bertindak proaktif Pemimpin MMT selalu bertindak proaktif yang bersifat preventif dan an-tisipatif. Pemimpin MMT tidak hanya bertindak reaktif yang mulai mengambil tindakan bila su-dah terjadi masalah. Pimpinan yang proaktif selalu bertindak untuk mencegah munculnya masa-lah dan kesulitan di masa yang akan datang. Setiap rencana tindakan sudah difikirkan akibat dan konsekuensi yang bakal muncul, dan kemudian difikirkan bagaimana cara untuk mengeliminasi hal-hal yang bersifat negatif atau sekurang berusaha meminimalkannya. Dengan demikian ke-hidupan organisasi selalu dalam pengendalian pimpinan dalam arti semua sudah dapat diper-hitungkan sebelumnya, dan bukannya memungkinkan munculnya masalah-masalah secara me-ngejutkan dan menimbulkan kepanikan dalam organisasi. Tindakan yang reaktif biasanya sudah terlambat atau setidaknya sudah sempat menimbulkan kerugian atau akibat negatif lainnya. 7. Memperhatikan sumberdaya manusia Sudah dikatakan sebelumnya bahwa orang adalah sumberdaya yang paling utama dan paling berharga dalam setiap organisasi. Oleh karena itu SDM harus selalu mendapat perhatian yang besar dari pimpinan MMT dalam arti selalu diupa-yakan untuk lebih diberdayakan agar kemampuan-kemampuannya selalu meningkat dari waktu ke waktu. Dengan kemampuan yang meningkat itulah SDM itu dapat diharapkan untuk mening-katkan mutu kinerjanya. Program-program pelatihan, pendidikan dan lain-lain kegiatan yang bersifat memberdayakan SDM harus dilembagakan dalam arti selalu direncanakan dan dilaksa-nakan bagi setiap orang secara bergiliran sesuai keperluan dan situasi. 8. Bicara tentang adanya persaingan ketat Bila berbicara tentang mutu tentu akan terlintas adanya mutu yang tinggi dan mutu yang rendah. Bila dikatakan bahwa kinerja suatu organisasi itu tinggi tentu karena dibandingkan dengan mutu organisasi lain yang kenyataannya lebih rendah. Artinya mutu tentang segala sesuatu itu sifatnya relatif, bukan absolut. Setidaknya begitulah pengertian mutu menurut MMT. Pimpinan dalam MMT dianjurkan melakukan pem-bandingan dengan organisasi lain, membandingkan mutu organisasinya dengan mutu organisasi lain yang sejenis. Kegiatan ini disebut benchmarking. Pimpinan MMT selalu berusaha menya-mai mutu kinerja organisasi lain dan kalau bisa bahkan berusaha melampaui mutu organisasi lain. Bila pimpinan berbicara tentang mutu organisasi lain dan kemudian ingin menyamai atau melebihi mutu organisasi lain itu, berarti pmpinan itu berbicara tentang persaingan. Setiap organisasi berusaha mendapatkan pelanggan yang lebih banyak dan yang berciri lebih baik. Usaha ini hanya akan berhasil kalau organisasi itu mampu berkinerja yang mutunya lebih tinggi dari organisasi lain. Ini persaingan. MMT dikembangkan untuk memenangkan persaingan. Oleh karena itu pimpinan MMT selalu harus menyadari adanya persaingan dan berbicara tentang itu dengan orang-orang dalam organisasinya. 9. Membina karakter, budaya dan iklim organisasi

Karakter suatu organisasi tercermin dari pola sikap dan perilaku orang-orangnya. Sikap dan perilaku organsasi yang cenderung menim-bulkan rasa senang dan puas pada fihak pelanggan-pelanggannya perlu dibina oleh pimpinan. Demikian pula budaya organisasi yang menjunjung tinggi nilai-nilai tertentu yang relevan dengan mutu yang diinginkan oleh organisasi itu juga perlu dibina. Misalnya dalam lembaga pendidikan perlu dikembangkan budaya yang menjunjung tinggi nilai-nilai belajar, kejujuran, kepelayanan, dan sebagainya. Nilai-nilai yang merupakan bagian dari budaya organisasi itu harus menjadi pedoman dalam bersikap dan berperilaku dalam organisasi. Namun demikian ka-rakter dan budaya organisasi itu hanya akan tumbuh dan berkembang bila iklim organisasi itu menunjang. Olah karena itu pimpinan juga harus selalu membina iklim organisasinya agar kon-dusif bagi tumbuh dan berkembangnya karakter dan budaya organisasi tadi. Misalnya dengan menciptakan dan melaksanakan sistem penghargaan yang mendorong orang untuk bekerja dan berprestasi lebih baik. Atau pimpinan yang selalu berusaha berperilaku sedemikian rupa hingga dapat menjadi model yang selalu dicontoh oleh orang-orang lain. 10. Kepemimpinan yang tersebar Pemimpin MMT tidak berusaha memusatkan kepemimpinan pada dirinya, tetapi akan menyebarkan kepemimpinan itu pada orang-orang lain, dan hanya me-nyisakan pada dirinya yang memang harus dipegang oleh seorang pimpinan. Kepemimpinan yang dimaksudkan adalah pengambilan keputusan dan pengaruh pada orang lain. Pengambilan tentang kebijaksanaan organisasi tetap ditangan pimpinan-atas, dan lainnya yang bersifat operasional atau bersifat teknis disebarkan kepada orang-orang lain sesuai dengan kedudukan dan tugasnya. Dalam banyak hal bahkan pengambilan keputusan itu diserahkan kepada tim atau kelompok kerja tertentu. Dengan demikian ketergantungan organisasi pada pimpinan akan sangat kecil, tetapi sebagian besar dari orang-orang dalam organisasi itu memiliki kemandirian yang tinggi. Kondisi semacam ini tentu saja akan tercapai melalui penerapan MMT yang baik dan benar, dan setelah melalui proses pembinaan yang panjang. Makin banyak dari kesepuluh ciri itu yang diterapkan oleh pimpinan MMT semakin baiklah mutu kepemimpinannya, dalam arti makin baiklah suasana kerja yang kondusif untuk terciptanya mutu, dan makin kuatlah dorongan yang diberikan kepada orang-orang dalam orga- nisasinya untuk meningkatkan mutu kinerjanya. Kesepuluh hal tersebut perlu dihayati dan di-praktekkan oleh semua pimpinan , dari yang tertinggi sampai yang terrendah, sehingga akhirnya akan menjelma menjadi pola tindak yang normatif dari semua unsur pimpinan. A. Kesimpulan Dari penulisan ringkas di atas dengan melihat latar belakang dan pembahasan masalah, maka dapat diambil kesipulan sebagai berikut: * Bahwa tujuannya antara lain adalah menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyaraat yang memiliki kemampuan akademik dan/atau profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan, memperkya khanazah ilmu pengetahuan, teknologi, kesenian, serta mengupayakan penggunaannya untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat dan memperkaya kebudayaan nasional. * Budaya organisasi di lembaga pendidikan adalah pemaknaan bersama seluruh anggota organisasi di suatu lembaga pendidikan yang berkaitan dengan nilai, keyakinan, tradisi dan

cara berpikir unik yang dianutnya dan tampak dalam perilaku mereka, sehingga membedakan antara lembaga pendidikan dengan lembaga pendidikan lainnya. * Perekat organisasi pendidikan adalah kepercayaan pimpinan kepada bawahan, keakraban/kebersamaan, dan kejujuran dan tanggung jawab. Kepemimpinan sangat berpengaruh dalam proses penyelenggaraan pendidikan di sekolah, agar pengaruh yang timbul dapat meningkatkan kinerja personil secara optimal. Maka pemimpin harus memiliki wawasan dan kemampuan dalam melaksanakan gaya kepemimpinan Kemampuan pemimpin dalam memerankan gaya kepemimpinan yang bertumpu kepada partisipasi aktif semua personil sekolah akan memunculkan keberhasilan seorang pemimpin Pemimpin harus memiliki pemahaman tentang konsep sistem (berpikir secara sistematik) dalam memahami suatu sekolah sebagai suatu kesatuan yang utuh. Pemimpin harus memahami wawasan jauh kedepan agar tantangan masadepan telah menjadi program dalam penyelenggaraan pendidikan. Konsentrasi pemimpin terhadap kinerja personil pada akhirnya sasaran yang hendak dicapai adalah peningkatan prestasi sekolah pada umumnya dapat tercapai adalah peningkatan prestasi sekolah pada umumnya dapat tercapai dan pada khususnya menghasilkan tamatan yang berkualitas. B. Saran-Saran * Untuk meningkatkan kinerja personil sekolah sebaiknya kunjungan antar sekolah sering dilakukan untuk melihat kemajuan dan perkembangan yang telah dicapai di sekolah masingmasing. * Sebaiknya kesejahteraan lahir dan batin mendapat prioritas dalam melaksanakan tugas pemimpin. DAFTAR KEPUSTAKAAN , 2003. Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 manajemen pendidikan , Jakarta: Depdiknas RI ,2002. Masalah manajemen pendidikan di Indonesia, Jakarta: Departemen Pendidikan dan kebudayaan Ditjen Dikdasmen Dik menum. Wanto, 2005. manajemen dan pendidikan, Surabaya; Tabloid Nyata IV Desember

Makalah Manajemen Pendidikan Islam

KONSEP DASAR ORGANISASI (Kajian Manajemen Pendidikan Islam) Oleh: Muhammad Kosim A. Pendahuluan Manusia adalah makhluk sosial (al-insnu madaniyyun bi at- thabi atau zoon politicon). Karenanya, setiap manusia akan saling memerlukan dalam memenuhi kebutuhannya. Antara sesama manusia juga dituntut untuk saling bekerja sama, saling menghargai dan menghormati untuk mempertahankan hidupnya di muka bumi ini. Adanya alasan sosial (social reasons) di atas menjadi salah satu pendorong bagi manusia untuk membentuk suatu perkumpulan yang biasa disebut "organisasi". Organisasi ini amat dibutuhkan untuk mewujudkan setiap cita-cita yang disepakati oleh anggota organisasi secara bersama. Oleh karena itu, organisasi tumbuh dan berkembang begitu pesat di tengah-tengah masyarakat. Organisasi itu juga dibentuk dalam berbagai aspek kehidupan, seperti pemerintahan, perusahaan, politik, hukum, ekonomi, dan termasuk bidang pendidikan. Dalam perkembangannya, organisasi telah menjadi disiplin ilmu tersendiri seiring dengan berkembangnya pemikiran dan pengetahuan manusia. Teori-teori organisasi yang terbangun dalam kajiannya sebagai suatu disiplin ilmu tertentu, selanjutnya akan dibutuhkan oleh masyarakat dalam membentuk suatu organisasi sesuai dengan bidang yang diinginkan. Demikian halnya di bidang pendidikan Islam, teori-teori organisasi turut dibutuhkan untuk mewujudkan lembaga pendidikan yang lebih profesional dan berkualitas. Makalah yang sederhana ini akan mencoba menguraikan konsep-konsep organisasi. Adapun persoalan-persoalan yang akan diuraikan di bawah ini akan berusaha untuk menjawab beberapa hal, yaitu: 1. Bagaimanakah pengertian organisasi dan perbedaannya dengan pengorganisasian? 2. Bagaimanakah sejarah pertumbuhan dan perkembangan organisasi? 3. Bagaimanakah prinsip-prinsip, fungsi, dan urgensi organisasi? 4. Bagaimanakah bentuk-bentuk organisasi? 5. Bagaimana pula organisasi dalam lembaga pendidikan Islam? Untuk menjawab lima pertanyaan di atas, penulis akan menguraikan beberapa teori organisasi lalu mencoba menganalisisnya dengan kacamata pendidikan Islam. Karena keterbatasan kemampuan dan referensi yang digunakan, khususnya yang berkenaan dengan konsep pendidikan Islam tentang organisasi, maka dibutuhkan kritik dan saran yang bersifat konstruktif dari forum diskusi ini. B. Pengertian Organisasi dan Pengorganisasian Organisasi (organization) dan pengorganisasion (organizing) memiliki hubungan yang erat dengan manajemen. Organisasi merupakan alat dan wadah atau tempat manejer melakukan kegiatan-kegiatannya untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Sementara Pengorganisasian merupakan salah satu fungsi organik dari manajemen dan ditempatkan sebagai fungsi kedua setelah perencanaan (planning). Dengan demikian, antara organisasi dan pengorganisasian memiliki pengertian yang berbeda. James L. Gibson c.s., sebagaimana yang dikutip oleh Winardi, berpendapat bahwa: "...organisasi-organisasi merupakan entitas-entitas yang memungkinkan masyarakat mencapai hasil-hasil tertentu, yang tidak mungkin dilaksanakan oleh individu-individu yang bertidak secara sendiri"

Organisasi-organisasi yang dibentuk oleh sekelompok orang pada dasarnya menginginkan terwujudnya suatu hasil atau tujuan tertentu. Tujuan yang diinginkan tersebut tidak dapat diperoleh secara individu tetapi perlu dilakukan upaya secara bersama dan terpadu. Stephen R. Robbins memberikan rumusan pengertian organisasi sebagai berikut: "... An organization is a consciously coordinated social entity, with a relatively identifiable boundary, that functions on a relatively continuous basis to achieve a common goal or set of goals". Entitas sosial yang dikemukakan dalam definisi di atas berarti bahwa kesatuan tersebut terdiri dari orang-orang atau kelompok orang yang saling berinteraksi. Pola-pola interaksi yang diikuti orang-orang di dalam suatu organisasi tidak muncul begitu saja, akan tetapi mereka dipertimbangkan sebelumnya. Mengingat bahwa organisasi-organisasi merupakan entitasentitas sosial, maka pola-pola interaksi para anggotanya perlu dipertimbangkan pula serta diharmonisasi guna tercapainya tujuan yang diinginkan. Prajudi Atmosudirdjo menyatakan bahwa organisasi adalah struktur tata pembagian kerja dan struktur hubungan kerja antara sekelompok orang pemegang posisi yang bekerjasama untuk bersama-sama mencapai tujuan tertentu. Barnad, seperti yang dikutip Asnawir, organisasi adalah suatu sistem mengenai usaha kerjasama yang dilakukan oleh dua orang atau lebih untuk mencapai tujuan tertentu. Dari beberapa definisi di atas dapat dipahami bahwa organisasi adalah tempat atau wadah berkumpulnya beberapa orang yang secara sadar berinteraksi dan saling bekerja sama untuk mewujudkan tujuan yang telah disepakati bersama. Meskipun terdapat perbedaan definisi tentang organisasi, akan tetapi secara umum organisasi itu memiliki ciri-ciri yang sama. Edgar H. Schein, seorang psikolog keorganisasian terkemuka berpendapat bahwa semua organisasi memiliki empat macam ciri atau karakteristik sebagai berikut. 1. Koordinasi Upaya; Para individu yang bekerja sama dan mengkoordinasi upaya mental atau fisikal mereka dapat mencapai banyak hal yang hebat dan yang menakjubkan. 2. Tujuan Umum Bersama; Koordinasi upaya tidak mungkin terjadi, kecuali apabila pihak yang telah bersatu, mencapai persetujuan untuk berupaya mencapai sesuatu yang merupakan kepentingan bersama. Sebuah tujuan umum bersama memberikan anggota organisasi sebuah rangsangan untuk bertindak. 3. Pembagian Kerja; Dengan jalan membagi-bagi tugas-tugas kompleks menjadi pekerjaanpekerjaan yang terspesialisasi, maka sesuatu organisasi dapat memanfaatkan sumber-sumber daya manusianya secara efisien. Pembagian kerja memungkinkan para anggota organisasiorganisasi menjadi lebih terampil dan mampu karena tugas-tugas terspesialisasi dilaksanakan berulang-ulang. 4. Hierarki Otoritas; Para teoretisi organisasi telah merumuskan otoritas sebagai hak untuk mengarahkan dan memimpin kegiatan-kegiatam pihak lain. Tanpa hierarki otoritas yang jelas, koordinasi upaya akam mengalami kesulitan, bahkan kadang-kadang tidak mungkin diilaksanakan. Akuntabilitas juga dibantu apabila orang-orang be kerja dalam rantai komando ((he chain of command). Lebih lanjut, Malayu S.P. Hasibuan menyimpulkan bahwa aspek-aspek penting dari berbagai definisi organisasi adalah: 1. adanya tujuan tertentu yang ingin dicapai; 2. adanya sistem kerja sama yang terstruktur dari sekelompok orang;

3. adanya pembagian kerja dan hubungan kerja antara sesama karya wan; 4. adanya penetapan dan pengelompokan pekerjaan yang terintegrasi; 5. adanya keterikatan formal dan tata tertib yang harus ditaati; 6. adanya pendelegasian wewenang dan koordinasi tugas-tugas; 7. adanya unsur-unsur dan alat-alat organisasi; 8. adanya penempatan orang-orang yang akan melakukan pekerjaan. Untuk lebih memahami hakikat organisasi, perlu diketahui pula unsur-unsurnya, yaitu: 1. Manusia (human factor), artinya organisasi baru ada jika ada unsur manusia yang bekerja sama, ada pemimpin dan ada yang dipimpin (bawahan). 2. Tempat Kedudukan, artinya organisasi baru ada, jika ada tempat kedudukannya. 3. Tujuan, artinya organisasi baru ada jika ada tujuan yang ingin dicapai. 4. Pekerjaan, artinya organisasi baru ada, jika ada pekerjaan yang akan dikerjakan serta adanya pembagian pekerjaan. 5. Struktur, artinya organisasi baru ada, jika ada hubungan dan kerja sama antara manusia yang satu dengan yang lainnya. 6. Teknologi, artinya organisasi baru ada, jika terdapat unsur teknis. 7. Lingkungan (Environment External Social System), artinya organisasi baru ada, jika ada lingkungan yang saling mempengaruhi mi-salnya ada sistem kerja sama sosial. Adapun pengorganisasian, juga didefinisikan oleh para pakarnya. Asnawir mengemukakan bahwa istitah "organizing mempunyai arti yaitu berusaha untuk menciptakan suatu struktur dan bagian untuk dapat berinteraksi dan saling pengaruh-mempengaruhi antara satu sama lainnya. Pengorganisasian tersebut juga dapat diartikan sebagai penyusunan tugas dan tanggung jawab para personil dalam organisasi. George R. Terry, seperti yang dikutip Malayu S.P. Hasibuan, menuliskan: Organizing is the establishing of effective behavioral relationships among persons so that they may work together efficiently and gain personal satisfaction in doing selected tasks under given environmental conditions for the purpose of achieving some goal or objective. Dari dua definisi di atas jelaslah bahwa pengorganisasian merupakan salah satu fungsi manajemen setelah fungsi perencanaan sehingga masing-masing anggota organisasi mendapat tugas dan tanggung jawab tertentu sesuai dengan yang direncanakan untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Kemudian, proses pengorganisasian juga mencakup kegiatan-kegiatan berikut: 1. Pembagian kerja yang harus dilakukan oleh individu atau kelompok-kelompok tertentu. 2. Pernbagian aktivitas menurut level kekuasaan dan tanggungjawab. 3. Pengelompokan tugas menurut tipe dan jenisnya. 4. Penggunaan mekanisme koordinasi kegiatan individu /kelompok. 5. Pengaturan hubungan kerja antara anggota organisasi. Adapun langkah-langkah pengorganisasian dapat dilakukan sebagai berikut: 1. Tujuan, manajer harus mengetahui tujuan organisasi yang ingin dicapai; apa profit motive atau service motive. 2. Penentuan kegiatan-kegiatan, artinya manajer harus mengetahui, merumuskan dan mengspesifikasikan kegiatan-kegiatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan organisasi dan menyusun daftar kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan. 3. Pengelompokan kegiatan-kegiatan, artinya manajer harus mengelompokkan kegiatan-

kegiatan ke dalam beberapa kelompok atas dasar tujuan yang sama; kegiatan-kegiatan yang bersamaan dan berkaitan erat disatukan ke dalam satu departemen atau satu bagian. 4. Pendelegasian wewenang, artinya manajer harus menetapkan besarnya wewenang yang akan didelegasikan kepada setiap departemen. 5. Rentang kendali, artinya manajer harus menetapkan jumlah karyawan pada setiap departemen atau bagian. 6. Perincian peranan perorangan, artinya manajer harus menetapkan dengan jelas tugas-tugas setiap individu karyawan, supaya tumpang-tindih tugas terhindarkan. 7. Tipe organisasi, artinya manajer harus menetapkan tipe organisasi apa yang akan dipakai, apakah "line organization, line and staff organization ataukah function organization". 8. Struktur organisasi (organization chart = bagan organisasi), artinya manajer harus menetapkan struktur organisasi yang bagaimana yang akan dipergunakan, apa struktur organisasi "segitiga vertikal, segitiga horizontal, berbentuk lingkaran, berbentuk setengah lingkaran, berbentuk kerucut vertikal/horizontal ataukah berbentuk oval". Jika proses pengorganisasian dalam suatu organisasi di atas dilakukan dengan baik dan berdasarkan ilmiah, maka organisasi yang disusun akan baik, efektif, efisien dan sesuai dengan kebutuhan perusahaan dalam mencapai tujuannya. Dengan demikian, antara organisasi (organization) dengan pengorganisasian (organizing) memiliki hubungan yang sangat erat. Pengorganisasian yang baik akan menghasilkan organisasi yang baik pula. Pengorganisasian diproses oleh organisator (manajer) sehingga pengorganisasian itu bersifat dinamis dan hasilnya adalah organisasi yang bersifat statis. Akan tetapi, hakikat organisasi juga bisa dipandang sebagai statis dan dinamis. Statis bila organisasi sebagai wadah, tempat kegiatan administrasi dan manajemen. Sedangkan dinamis ketika organisasi sebagai suatu proses, interaksi hubungan, formal (nampak di bagan organisasi) dan informal (tidak diatur, tidak nampak dalam struktur). Hubungan informal timbul, karena hubungan pribadi, kesamaan kepentingan, dan kesamaan interest dengan kegiatan di luar. Berangkat dari pengertian di atas maka dalam perkembangannya dan karena tuntutan globalisasi muncul berbagai hal berkenaan dengan pengorganisasian, seperti struktur organisasi yaitu pola formal bagaimana orang dan pekerja dikelompokkan dalam suatu organisasi yang biasa digambarkan dengan bagan organisasi. Perilaku organisasi, yang ditekankan pada perilaku manusia dalam kelompok, iklim organisasi yaitu serangkaian sifat lingkungan kerja, kultur organisasi yaitu sistem yang dapat menembus nilai-nilai, kepercayaan dan norma-norma di setiap organisasi, desain organisasi yaitu struktur organisasi spesifik yang dihasilkan dari keputusan dan tindakan manajer, pengembangan organisasi, politik organisasi, proses organisasi yaitu aktivitas yang member! nafas pada kehidupan struktur organisasi, dan profil organisasi yaitu suatu diagram yang menunjukkan respons anggota organisasi. Berkaitan dengan pengertian organisasi, dalam Alquran dicontohkan beberapa surat yang berkaitan dengan organisasi, sebagaimana Firman Allah SWT yang berkaitan dengan: a. perlunya persatuan, dalam surat: 2:43, 4:71, 37:1, b. perlunya berbangsa-bangsa, dalam surat: 5:48, 22:34,67, 49:13 c. perlunya bersatu dan mengikuti jalan yang lurus, dalam surat: 30:31,32, 2:103,105, 6:59, 8:46 dan d. perlunya saling tolong-menolong dan kerja sama, dalam surat: 5:2, 8:74, 9:71.

Jadi, organisasi ada karena untuk mendapatkan sesuatu. Sesuatu ini merupakan tujuan organisasi. Demikian pula dalam pendidikan Islam, organisasi juga dibutuhkan. Organisasi pendidikan Islam dapat dipahami sebagai wadah berkumpulnya beberapa orang yang saling bekerja sama dan beriteraksi dalam menerapkan dan mewujudkan tujuan pendidikan Islam dengan tetap berlandaskan kepada nilai-nilai ajaran Islam itu sendiri. C. Sejarah Perkembangan Organisasi Sebagaimana yang telah disinggung sebelumnya bahwa manusia adalah makhluk sosial. Hal ini turut mendorong manusia membentuk organisasi untuk mewujudkan cita-citanya. Karena itu, organisasi muncul ketika manusia itu berkumpul dua orang atau lebih. Bahkan, sebelum manusia terlahir ke muka bumi ini, benih-benih organisasi juga telah tersirat sejak awal proses penciptaan manusia di alam rahim. Seperti yang dijelaskan oleh ilmu kedokteran, sel sperma seorang laki-laki dikatakan normal apabila berjumlah minimal 20 juta sel sperma. Padahal, hanya satu sel yang dibutuhkan untuk melakukan pembuahan dengan sel telur milik sang istri. Peristiwa ini mengisyaratkan bahwa manusia memang ditakdirkan untuk berorganisasi dalam mencapai tujuan. Demikian pula kisah nabi Adam as sebagai manusia pertama yang diungkap dalam al-Qur'an, ia juga membentuk kelurga bersama istrinya Hawa. Ketika mereka memiliki anak, maka anak-anak tersebut mereka dididik dan diorganisir sedemikian rupa dengan pekerjaan yang berbeda sesuai dengan bakat dan minat mereka. Seperti Qabil bekerja sebagai petani, sedangkan Habil sebagai peternak. Hal ini terungkap dalam firman Allah SWT: Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putera Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan korban, Maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). ia berkata (Qabil): "Aku pasti membunuhmu!". berkata Habil: "Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertakwa". (Qs. al-Maidah/5: 27) Sepanjang sejarah perkembangan manusia, juga ditemukan bukti-bukti bahwa organisasi itu telah muncul di tengah-tengah masyarakat. Kehidupan orang-orang Yunani, kerajaankerajaan yang telah dibangun pada masa Romawi juga menunjukkan bahwa mereka telah membentuk dan membangun organisasi yang baik. Dengan demikian, manusia dan organisasi serta aktivitasnya telah berlangsung lama sejak ribuan tahun silam, tapi yang dibutuhkan dan perlu untuk diketahui adalah akar perkembangan organisasi pada abad ke-18 dan ke-19, yaitu: 1. Masa Praktik Awal Ada tiga nama penting yang mempunyai pengaruh besar dalam menentukan arah dan batasan dari perilaku organisasi, mereka itu adalah Adam Smith, Charles Babbage, dan Robert Owen. a. Adam Smith, 1776; Adam Smith telah memberikan kontribusi yang sangat penting dengan doktrin ekonominya, yaitu spesialisasi bidang kerja atau pembagian tugas dengan berbagai argumentasi yang sangat dalam. Adam Smith memberikan contoh pembagian tugas dengan spesialisasi bidang kerja tertentu dalam pabrik pembuatan peniti. Ada sepuluh orang pekerja dalam pabrik tersebut, setiap orang mempunyai tugas tertentu dengan mengerjakan suatu

bagian kerja tertentu. Sepuluh orang pekerja tersebut dapat membuat 48.000 buah peniti tiap harinya. Selanjutnya, jika setiap pekerja mengambil kawat sendiri-sendiri kemudian meluruskannya, membuatkan ujung batangnya, hasilnya setiap pekerja mampu membuat satu peniti dalam satu hari. Kalau ada sepuluh pekerja maka dapat membuat sepuluh peniti setiap hari. Dan spesialisasi bidang pekerjaan tertentu pada masa sekarang ini sudah barang tentu termotivasi oleh keuntungan yang berlipat ganda dari doktrin Adam Smith pada 2 abad silam. b. Charles Babbage, 1832; Charles Babbage adalah seorang profesor matematika dari Inggris yang telah mengembangkan sistem pembagian tugas yang telah diartikulasikan pertama kali oleh Adam Smith. Babbage menambahkan beberapa keuntungan dengan sistem pembagian tugas, yang telah dikemukakan oleh Adam Smith. Selain keterampilan, menghemat waktu yang terkadang sering disia-siakan terbuang ketika penggantian tugas satu ke tugas yang lain. Keuntungan tersebut yaitu: a) Mempersingkat waktu yang diperlukan untuk belajar suatu pekerjaan. b) Menghemat pemborosan material yang diperlukan dalam pelajaran pada tiap tingkatan. c) Memungkinkan untuk menghasilkan tingkat keterampilan yang tinggi. d) Memungkinkan kemampuan untuk membandingkan keterampilan seseorang dan bakat fisik dengan tugas-tugas tertentu. c. Robert Owen, 1825; Robert Owen adalah orang periling dan berjasa dalam sejarah perilaku organisasi karena ia adalah seorang industrialis pertama yang mengingatkan bagaimana sistem pabrik yang sedang tumbuh dan berkembang telah merendahkan para pekerja. Ia menolak praktik-praktik kekerasan yang ia lihat di pabrik-pabrik, seperti anak yang bekerja di bawah umur 10 tahun, 13 jam kerja tiap hari dengan kondisi kerja yang menyedihkan. Owen menjadi seorang reformer, ia mencek para pemilik pabrik yang memperlakukan peralatan lebih baik dibandingkan dengan para karyawannya, ia mengkritik mereka yang membeli mesin dengan harga mahal sementara membayar para pekerja yang menjalankan mesin tersebut dengan harga sangat murah. Owen mengatakan bahwa mempergunakan uang untuk meningkatkan para pekerja merupakan salah satu investasi terbaik yang menjadi pilihan para eksekutif bisnis, ia mengklaim bahwa memperlihatkan concern kepada para karyawan akan sangat menguntungkan untuk manajemen dan membebaskan kesengsaraan manusia. Untuk ukuran zaman Owen ia tentu sangat idealis tapi seratus tahun setelah tahun 1825 ditetapkan jam kerja untuk semua, undang-undang perburuhan anak, pendidikan untuk umum, perusahaan memberikan makan pada waktu kerja. 2. Masa Klasik Masa Klasik meliputi tahun 1900-1930. Selama periode ini, untuk pertama kali teori-teori manajemen secara umum mulai dikembangkan, pada masa ini yang banyak kontribusi dalam perilaku organisasi, mereka itu adalah Frederick W. Taylor, Henry Fayol, Max Weber, Mary Panther Follet, dan Chester Bernard telah meletakkan dasar praktik-praktik manajemen sekarang. Manajemen secara Ilmiah a. Frederick W Taylor; Frederick W Taylor menggambarkan prinsip-prinsip manajemen secara ilmiah menampilkan tiga bab sebagai tujuan dari gerakannya: a) Untuk menegaskan bahwa Amerika Serikat telah dirugi-kan karena tidak adanya efisiensi. b) Maka solusi terletak pada manajemen yang sistematis bukan pada usaha mencari orang yang istimewa. c) Untuk membuktikan bahwa manajemen yang baik adalah suatu ilmu yang tepat yang

berdasarkan pada hukum-hukum yang jelas, aturan-aturan, dan prinsip-prinsip. Awal penggunaan manajemen yang ilmiah membuahkan hasil yang gemilang. Perusahaan motor Ford berusaha melaksanakan prinsip-prinsip manajemen ilmiah di tahun 1908 dan berhasil merakit suatu mobil hanya dalam waktu 14 menit. Dari pandangan ilmu perilaku, pelaksanaan manajemen ilmiah mencoba memadukan asumsi-asumsi mekanik terhadap ilmuilmu perilaku organisasi. b. Teori Administratif dari Henry Fayol; Henry Fayol seorang industriawan Perancis menerbitkan bukunya pada tahun 1919 yakni General and Industrial Administration. Yang banyak mempengaruhi pemikiran-pemikiran manajemen di Eropa. Pandangan-pandangannya dianggap sebagai suatu pemikiran tentang organisasi administratif. Fayol berpendapat bahwa semua organisasi terdiri dari unit atau subsistem sebagai berikut: a) Aspek teknik dan komersial dan dari kegiatan pembelian, produksi dan penjualan. b) Kegiatan-kegiatan keuangan. c) Unit-unit keamanan dan perlindungan d) Fungsi perhitungan e) Fungsi administratif dari perencanaan, organisasi, pengarahan, koordinasi, dan pengendalian. c. Teori Struktural dari Max Weber; Max Weber adalah pemikir dalam ilmu sosial dari Jerman. Dua aspek kerja Weber yang relevan dengan perilaku organisasi yaitu: Pcrtama, seorang ahli ilmu sosial, ia tertarik untuk menjelas-kan preskripsi dari pertumbuhan organisasi yang besar. Kedua, ia terkesan akan kelemahan-kelemahan manusia dan pertimbangan yang kadangkadang tidak realistis bahwa manusia mempunyai rasa emosi. Teori Max Weber memiliki sifat: a) Adanya spesialisasi atau pembagian kerja b) Adanya hierarki yang berkembang c) Adanya suatu sistem atau aturan dari suatu prosedur d) Adanya hubungan kelompok yang impersonalitas e) Adanya promosi dan jabatan yang berdasarkan kecakapan. 3. Gerakan Hubungan Kemanusiaan Raymond Miles menyatakan bahwa pendekatan hubungan kemanusiaan secara sederhana menempatkan karyawan sebagai manusia, tidak sebagai mesin yang dipergunakan dalam berproduksi. Pada sejarah hubungan kemanusiaan ini terdapat tiga kejadian yang memberikan kontribusi dalam penelaahan ilmu perilaku organisasi. Tiga kejadian itu antara lain sam masa-masa depresi yang hebat, gerakan kaum buruh, dan basil penemuan Howthorne. a. Masa depresi; depresi yang terjadi pada tahun 1930-an menyebabkan goncangan yang hebat di bidang keuangan. dan perekonomian pada umumnya. Penyebab depresi pada umumnya antara lain: a) Akumulasi stok barang yang baru yang besar di tangan konsumen b) Konsumen menolak naiknya harga c) Jarang investasi dalam skala usaha d) Melemahnya kepercayaan dan harapan-harapan e) Akumulasi yang besar dari kemampuan produksi sebagai basil pengembangan teknologi. Ledakan depresi menyadarkan manajemen untuk menghayati bahwa produksi tidak akan bertahan lama sebagai unsur yang bertanggung jawab dalam manajemen. Di saat itu lalu timbul gagasan untuk meletakkan unsur manusia sebagai unsur yang amat dominan dalam

manajemen, sebagai basil dari depresi hubungan kemanusiaan dan perilaku organisasi mendapatkan tempat yang dominan dan perhatian yang seksama. b. Gerakan Serikat Buruh; di tahun 1935 serikat buruh secara sah diakui (legally entranced), banyak para manajer menjadi sadar dan mulai banyak memberikan perhatiannya kepada buruh. Gerakan serikat buruh ini secara langsung ataupun tidak langsung memberikan dampak yang besar terhadap studi perilaku organisasi individu-individu yang mendukung kerja sama dalam suatu organisasi tertentu. Gerakan serikat buruh tercatat dalam sejarah pengembangan studi perilaku organisasi, sebagai titik awal dalam masa embrio berkembang gerakan kemanusiaan. c. Penemuan Howthorne; Howthome mengadakan penelitian dengan tujuan untuk mencari sampai di mana pengaruh hubungan antara kondisi fisik lingkungan kerja dengan produktivitas karyawan. Penelitian ini dilakukan dalam beberapa langkah. Langkah pertama, percobaan tentang cahaya lampu antara tahun 1924-1927, hasilnya bahwa cahaya penerangan lampu pada tempat kerja hanyalah salah satu faktor yang mempengaruhi hasil kerja dan pengaruhnya kecil sekali. Langkah kedua, Howthorne menyediakan ruang istirahat bagi karyawan. Hasilnya dari fase ini hampir sama dengan fase pertama. Langkah ketiga, studi tentang ruang bank tilgram. Tujuannya untuk melakukan analisis pengamatan terhadap kelompok pekerja informal. Ternyata dalam fase ketiga ini tidak ada kenaikan produktivitas yang tinggi. Implikasi penemuan Howthorne terhadap pengembangan tentang ilmu perilaku organisasi ternyata amat besar dan penting sekali. Usaha-usaha penemuan ini merupakan satu dasar yang amat berharga terhadap pendekatan perilaku di dalam segala aspek manajemen. 4. Organisasi Modern Asumsi dasar tentang sifat manusia menurut ilmu organisasi modern adalah bukan baik dan bukan buruk. Beberapa orang beranggapan bahwa manusia mempunyai keunikan dalam perilaku hal yang terarah, lainnya beranggapan bahwa perilaku manusia dalam banyak hal menunjukkan sebagai sasaran yang tidak teratur. Pendekatan yang dipakai untuk menganalisis perilaku manusia menurut ahli perilaku organisasi modern, yaitu pada hakikatnya juga menggunakan metode eksperimen, dengan memberikan penekanan pada observasi terkendali dan generalisasi data. Pengharapanpengharapan pada manajemen modern, yaitu pemahaman-pemahaman dari perilaku manusia yang selalu bertambah dengan pemahaman ilmiah yang akan membawa ke arah penyempurnaan kerja. Selain dari sejarah perkembangan organisasi sebagai suatu ilmu yang terjadi di kalangan ilmu barat, jauh sebelumnya juga ditemukan tokoh-tokoh dari Timur (baca: Islam) dalam mengemukakan berbagai teori yang berkenaan dengan organisasi. Salah satu di antaranya yang terkenal adalah Ibn Khaldun (1332 1406 M/732 808 H) diakui oleh para sarjana baik muslim maupun non-muslim di Barat sebagai seorang sosiolog ternama. Dalam kitab magnum opusnya, Muqaddimah, Ibn Khaldun banyak berbicara tentang teori masyarakat, peradaban, perkembangan profesi, serta pentingnya berkumpul (organisasi) dalam mewujudkan cita-cita bersama. Dalam Muqaddimah-nya, Ibn Khaldun mengutip pendapat para filosofdi sini Ibn Khaldun tidak menyebutkan nama-nama filosof tersebutmanusia adalah makhluk sosial (al-insnu madaniyyun bit thabi). Pernyataan ini menunjukkan bahwa manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa membutuhkan orang lain dalam kehidupannya. Lebih lanjut, ia menuliskan;

Pernyataan ini mengandung makna bahwa seorang manusia tidak bisa hidup sendirian, dan eksistensinya tidaklah terlaksana kecuali dengan kehidupan bersama. Dia tidak akan mampu menyempurnakan eksistensi dan mengatur kehidupannya dengan sempurna secara sendiri. Benar-benar sudah menjadi wataknya, apabila manusia butuh bantuan dalam memenuhi kebutuhannya. Mula-mula, bantuan itu berupa konsultasi, lalu kemudian berserikat serta halhal lain sesudahnya. Berserikat dengan orang lain, bila ada kesatuan tujuan, akan membawa kepada sikap saling membantu. Tapi jika tujuannya berbeda, akan menimbulkan perselisihan dan pertengkaran, sehingga muncullah sikap saling membenci, saling berselisih. Ini yang membawa peperangan atau perdamaian di kalangan bangsa-bangsa. Dalam pernyataan di atas, Ibn Khaldun menyebutkan sebagai makhluk sosial, manusia selala berserikat (berorganisasi) jika memang ada kesatuan tujuan. Tampak jelas bahwa Ibn Khaldunyang hidup sekitar empat abad sebelum Adam Smith (1776)telah memahami teori organisasi. Dengan demikian, konsep organisasi sebenarnya telah dikemukakan oleh para tokoh intelektual Islam ketika masa kejayaannya sebelum berkembangnya peradaban Barat. Semua itu tidak terlepas dari isyarat-isyarat yang dikemukakan dalam al-Qur'an maupun Hadis sehingga melahirkan berbagai pemikiran yang brilliant dari generasi muslim pada masa-masa selanjutnya. D. Prinsip-prinsip, Fungsi dan Manfaat Organisasi Agar terwujudnya suatu organisasi yang baik, efektif, efisien serta sesuai dengan kebutuhan, secara selektif harus didasarkan pada prinsip-prinsip organisasi sebagai berikut. 1. Principle of Organizational Objective (prinsip tujuan organisasi). Menurut prinsip ini tujuan organisasi harus jelas dan rasional, apakah bertujuan untuk mendapatkan laba (business organization) ataukah untuk memberikan pelayanan (public organization). Hal ini merupakan bagian penting dalam menentukan struktur organisasi. 2. Principle of Unity of Objective (prinsip kesatuan tujuan). Menurut prinsip ini, di dalam suatu organisasi harus ada kesatuan tujuan yang ingin dicapai. Organisasi secara keseluruhan dan tiap-tiap bagiannya harus berusaha untuk mencapai tujuan tersebut. Organisasi akan kacau, jika tidak ada kesatuan. 3. Principle of Unity of Command (prinsip kesatuan perintah) Menurut prinsip ini, hendaknya setiap bawahan menerima perintah ataupun memberikan pertanggungjawaban hanya kepada satu orang atasan, tetapi seorang atasan dapat memerintah beberapa orang bawahan. 4. Principle of the Span of Management (prinsip rentang kendali). Menurut prinsip ini, seorang manajer hanya dapat memimpin secara efektif sejumlah bawahan tertentu, misalnya 3 sampai 9 orang. Jumlah bawahan ini tergantung kecakapan dan kemampuan manajer bersangkutan. 5. Principle of Delegation of Authority (prinsip pendelegasian wewenang) Menurut prinsip ini, hendaknya pendelegasian wewenang dari seseorang atau sekelompok orang kepada orang lain jelas dan efektif, sehingga ia mengetahui wewenangnya. 6. Principle of Parity of Authority and Responsibility (prinsip keseimbangan wewenang dan tanggung jawab) Menurut prinsip ini, hendaknya wewenang dan tanggung jawab harus seimbang. Wewenang yang didelegasikan dengan tanggung jawab yang timbul karenanya harus samabesarnya, hendaknya wewenang yang didelegasikan tidak meminta pertanggungja wabany ang lebih besar dari wewenang itu sendiri atau sebaliknya. Misalnya, jika wewenang sebesar X, tanggung jawabnya pun harus sebesar X pula. 7. Principle of Responsibility (prinsip tanggung jawab). Menurut prinsip ini, hendaknya pertanggungjawaban dari bawahan terhadap atasan harus sesuai dengan garis wewenang (line authority) dan pelimpahan wewenang; seseorang hanya bertanggung jawab kepada orang

yang melimpahkan wewenang tersebut. 8. Principle of Departmentation (principle of devision of work-prinsip pembagian kerja). Menurut prinsip ini, pengelompokan tugas-tugas, pekerjaan-pekerjaan atau kegiatan-kegiatan yang sama ke dalam satu unit kerja (departemen) hendaknya didasarkan atas eratnya hubungan pekerjaan tersebut. 9. Principle of Personnel Placement (prinsip penempatan personalia). Menurut prinsip ini, hendaknya penempatan orang-orang pada setiap jabatan harus didasarkan atas kecakapan, keahlian dan keterampilannya (the right men, in the right job); mismanajemen penempatan harus dihindarkan. Efektivitas organisasi yang optimal memerlukan penempatan karyawan yang tepat. Untuk itu harus dilakukan seleksi yang objektif dan berpedoman atas job specification dari jabatan yang akan diisinya. 10. Principle of Scalar Chain (prinsip jenjang berangkai). Menurut prinsip ini, hendaknya saluran perintah/wewenang dari atas ke bawah harus merupakan mata rantai vertikal yang jelas dan tidak terputus-putus serta menempuh jarak terpendek. Sebaliknya pertanggungjawaban dari bawahan ke atasan juga melalui mata rantai vertikal, jelas dan menempuh jarak terpendeknya. Hal ini penting, karena dasar organisasi yang fundamental adalah rangkaian wewenang dari atas ke bawah; tindakan dumping hendaknya dihindarkan. 11. Principle of Efficiency (prinsip efisiensi). Menurut prinsip ini, suatu organisasi dalam mencapai tujuannya harus dapat mencapai hasil yang optimal dengan pengorbanan yang minimal. 12. Principle of Continuity (prinsip kesinambungan). Organisasi harus mengusahakan caracara untuk menjamin kelangsungan hidupnya. 13. Principle of Coordination (prinsip koordinasi). Prinsip ini merupakan tindak lanjut dari prinsip-prinsip organisasi lainnya. Koordinasi dimaksudkan untuk mensinkronkan dan mengintegrasikan segala tindakan, supaya terarah kepada sasaran yang ingin dicapai. Dalam konteks pendidikan Islam, prinsip-prinsip ini haruslah berlandaskan kepada landasan ajaran Islam itu sendiri, yaitu al-Qur'an dan Sunnah. Di antara prinsip organisasi yang tersirat dalam al-Qur'an dan Hadis adalah sebagai berikut: 1. Tujuan organisasi secara umum harus mencari dan menemukan keridhaan Allah SWT. Meskipun tujuan lain dibangun bernuansa duniawi, akan tetapi hal-hal yang bersifat duniawi tersebut adalah sesuatu yang diridhai oleh Allah SWT. Firman-Nya: Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at, Maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli, yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. Apabila telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyakbanyak supaya kamu beruntung. (Qs. al-Jumuah: 9-10) 2. Kerja sama yang dilakukan dalam suatu organisasitermasuk segala proses yang dijalankanhanya dalam kebaikan, bukan dalam hal kemaksiatan, keburukan, atau kemungkaran. Firman-Nya: Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya. (Qs. Al-Maidah/5: 2) 3. Pemberian tugas dan wewenang kepada anggota organisasi berdasarkan kemampuan yang mereka miliki. Dalam ajaran Islam, banyak hal hukum yang diterapkan berdasarkan kemampuannya, seperti shalat duduk atau berbaring bagi orang yang sakit, mengganti puasanya dengan fidyah bagi yang sakit dan sulit akan sembuh, dan sebagainya. Demikian pula perintah memberi nafkah, juga berdasarkan kemampuan seseorang, sebagaimana firman-

Nya: Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. dan orang yang disempitkan rezkinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan. (Qs. athThalaq/65: 7) Dalam hal ini, juga diperlukan penyerahan tugas sesuai dengan keahliannya. Rasulullah SAW bersabda: Apabila suatu perkara/urusan diserahkan bukan pada ahlinya, maka tunggulah saat kehancurannya. (HR. Bukhari). 4. Masing-masing anggota organisasi harus menjalankan tugasnya dengan baik dan mempertanggungjawabkan setiap tugas yang diembannya. Rasulullah SAW bersabda: ... Kalian semua adalah pemimpin, dan akan diminta pertanggungjawaban tentang kepemimpinannya (muttafaq 'alaih). Mengenai tanggung jawab ini, juga dijelaskan dalam firman Allah SWT dalam al-Qur'an surat ar-Radu/13 ayat 11: Artinya: Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah apa yang terdapat pada (keadaan) satu kaum (masyarakat), sehingga mereka mengubah apa yang terdapat dalam diri (sikap mental) mereka. 5. Seluruh anggota organisasi secara kolektif bertanggung jawab terhadap individu-individu yang ada dalam organisasi tersebut sehingga diperlukan adanya pembinaan (supervisi), pendidikan, dan perhatian kepada mereka. Jika tidak, maka kesalahan yang dilakukan oleh individu tertentu bisa merusak citra organisasi. Hal ini tersirat dalam firman Allah SWT dalam surat al-Anfal/8 ayat 25: Artinya: dan peliharalah dirimu dari pada siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu. dan ketahuilah bahwa Allah Amat keras siksaan-Nya. 6. Komunikasi yang digunakan dalam organisasi hendaklah dengan lemah lembut, tegas, perkataan yang benar serta mengandung keselamatan, sesuai dengan kondisi yang dibutuhkan. Mengenai pentingnya berkomunikasi dengan baik dan lemah lembut ini Allah SWT berfirman: Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. (Qs. Ali Imran/3: 159) Dalam al-Qur'an juga ditemukan beberapa istilah komunikasi seperti: a. qaulan sadida/perkataan yang benar (Qs. an-Nisa'/4: 9 dan al-Ahzab/33: 70); b. qaulan karima/perkataan yang mulia (Qs. al-Isra'/17: 23); c. qaulun ma'rufun atau qaulan ma'rufa/perkataan yang baik (Qs. al-Baqarah/2: 2235 dan 263; Muhammad/47: 21 juga al-Ahzab/33: 32 dan an-Nisa'/4: 8); d. qaula al-haq/perkataan yang benar (Qs. Maryam/19: 34); dan e. qaulan baligha/perkataan yang sampai berbekas pada jiwa mereka (Qs. an-Nisa'/4: 63).

Berbagai bentuk kata yang menunjukkan etika dan cara komunikasi tersebut dilakukan sesuai dengan kondisi lawan bicara dan materi yang dibicarakan. Penerapan komunikasi seperti ini akan sangat efektif dalam membangun organisasi yang profesional dan menyenangkan. 7. Selain menggunakan kata-kata yang baik, hendaklah saling memberi nasehat di jalan yang benar, sebagaimana dijelaskan dalam surat al-'Ashr ayat 1-3: Artinya: Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orangorang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati (saling berwasiat) supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati (saling berwasiat) supaya menetapi kesabaran. 8. Dalam pengambilan kebijakan dan keputusan, hendaklah dilakukan dengan prinsip musyawarah dan diiringi dengan sifat tawakal. Sebagaimana firman-Nya: Dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya. (Qs. Ali Imran/3: 159) 9. Menegakkan prinsip keadilan. Islam sangat menekankan pentingnya menegakkan keadilan, termasuk dalam urusan kemasyarakat dan berorganisasi. Bahkan Ali ibn Abi Thalib kw. pernah berkata: "Tuhan akan menegakkan negara yang adil meskipun kafir dan akan menghancurkan negara yang zhalim meskipun Islam". Al-Qur'an juga banyak membicarakan tentang prinsip keadilan, salah satu di antaranya adalah: Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu Jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk Berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Qs. surat al-Maidah/5 ayat 8) 10. Jabatan dan tugas yang diberikan dalam organisasi pada hakikatnya sebagai amanah yang harus dijalankan dengan sifat amanah (dapat dipercaya) pula. Pentingnya sifat amanah ini juga ditegaskan dalam al-Qur'an bahwa watak manusia memang suka menerima amanah, akan tetapi agar tidak termasuk orang yang zalim lagi bodoh, harus mampu mengemban amanah tersebut sebagaimana mestinya. Dalam konteks berorganisasi, maka setiap anggota organisasi harus menjalankan fungsi dan tugasnya masing-masing sesuai dengan job description yang diberikan. Firman-Nya: Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, Maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu Amat zalim dan Amat bodoh, (Qs. al-Ahzab/33: 72) 11. Dalam menjalankan organisasi pendidikan Islam hendaklah dilakukan dengan cara yang baik, jujur, tranparan, dan sifat-sifat terpuji lainnya sebagaimana yang dituntun dalam ajaran Islam, khususnya yang berkenaan dengan ajaran akhlaqul Islam. Adapun yang menjadi fungsi dari sasaran organisasi tersebut antara lain: 1. Dapat merumuskan serta memusatkan perhatian atau mengarahkan para manajer dalam usaha memperoleh dan mempergunakan sumber daya organisasi. 2. Dapat digunakan sebagai dasar dan alasan peng-orgairisasian.

3. Sebagai suatu standar penilaian terhadap organisasi, dan daprt dijadikau sebagai ukuran terhadap derajat efektivitas dan efisiensi organisasi dalam mencapai tujuannya. 4. Sebagai sumber legitimasi yang membenarkan kegiatan dan eksistensinya terliadap kelornpok-kelompok yang beraneka ragam seperti para penanaman modal, anggota, pelanggan dan masyarakat secara keseluruhan dan sebagainya. 5. Dapat membantu organisasi untuk memperoleh suinberdaya manusia yang dibutuhkan. Fungsi yang menjadi sasaran bagi para anggota perseorangan dalam suatu organisasi adalah: 1. Dapat memberikan pengarahan kerja sehingga mendorong para pekerja untuk memusatkan perhatian dan usahanya secara lebih ielas ke arah tujuan yang telah ditetapkan. 2. Memberikan alasan sebagai dasar untuk bekerja dan dapat memberikan arti pada pekerjaan yang kelihatannya tidak terarah. 3. Dapat dijadikan sebagai sasaran pencapaian keinginan pribadi. 4. Dapat membantu individu merasa terjarnin bahwa Organisasi akan tenis berjalan untuk masa selanjut-nya. 5. Dapat memberikan identifikasi dan status bagi para pekerjanya Sementara manfaat dari adanya organisasi adalah: 1. Organisasi sebagai penuntun pencapaian tujuan. Pencapaian tujuan akan lebih efektif dengan adanya organisasi yang baik. 2. Organisasi dapat mengubah kehidupan masyarakat. Jika organisasi itu di bidang pendidikan, maka akan turut mencerdaskan masyarakat serta membimbing masyarakat agar tetap menerapkan nilai-nilai ajaran Islam. 3. Organisasi menawarkan karier. Karier berhubungan dengan pengetahuan dan keterampilan. Jika kita menginginkan karier untuk kemajuan hidup, berorganisasi dapat menjadi solusi. 4. Organisasi sebagai cagar ilmu pengetahuan. Organisasi selalu berkembang seiring dengn munculnya fenomena-fenomena organisasi tertentu. Peran penelitian dan pengembangan sangat dibutuhkan sebagai dokumentasi yang nanti akan mengukir sejarah ilmu pengetahuan. Dalam ajaran Islam, juga diperlukan organisasi. Rasulullah SAW bersabda bahwa Shalat berjama'ah lebih utama daripada shalat sendirian 27 derajat. Hadis ini mengisyaratkan tentang: a. Keutamaan shalat berjamaah b. Aplikasinya dalam kehidupan bermasyarakat bahwa hidup secara berjamaah atau berorganisasi dengan dipimpin oleh seorang pemimpm/imam lebih besar keuntungannya daripada tanpa berorganisasi atau berjamaah. Begitu pula pernyataan Ali bin Abi Thalib: "al-haqqu bila nizhamin sayaghlibuhu al-bathil bi nizhamin", (Kebenaran yang tidak terorganisir akan dikalahkan oleh kebatilan yang terorganisir). Pernyataan ini menunjukkan begitu pentingnya organisasi untuk mewujudkan suatu tujuan, termasuk dalam menerapkan kebenaran. E. Bentuk-bentuk Organisasi Bentuk-bentuk organisasi dapat dilihat dari beberapa segi, di antaranya: 1. Berdasarkan tipe-tipe strukturnya. 2. Berdasarkan proses pembentukannya; 3. Berdasarkan kaitan hubungannya dengan pemerintah; 4. Berdasarkan skala (ukuran) besar-kecilnya; 5. Berdasarkan tujuannya;

6. Berdasarkan organization chartnya; Bentuk-bentuk organisasi di atas akan dijelaskan berikut ini: 1. Berdasarkan Tipe-tipe Struktur Organisasi Jika dilihat dari strukturnya, organisasi dapat dibagi kepada beberapa tipe, yaitu: (1) organisasi dalam bentuk lini (line organization), (2) organisasi dalam bentuk lini dan staf (line and staf organization), (3) organisasi dalam bentuk fungsional {functional, organization), dan (4) organisasi dalam bentuk panitia (committe organization). Untuk lebih jelasnya pemahaman mengenai bentuk-bentuk orgaisasi tersebut dapai dilihat pada uraian berikut ini. a. Organisasi dalam bentuk lini (line Organization) Bentuk lini juga disebut "bentuk lurus", "bentuk jalur", atau "bentuk militer". Bentuk ini adalah bentuk yang dianggap paling tua dan digunakan secara luas pada masa perkembangan industri pertama. Organisasi Lini ini diciptakan oleh Henry Fayol dan biasanya organisasi ini dipakai oleh militer dan perusahaan-perusahaan kecil saja. Dalam organisasi lini ini pendelegasian wewenang dilakukan secara vertikal melalui garis terpendek dari seorang atasan kepada bawahannya. Pelaporan tanggung jawab dari bawahan kepada atasannya juga dilakukan melalui garis vertikal yang terpendek. Perintah-perintah hanya diberikan seorang atasan saja dan pelaporan tanggung jawab hanya kepada atasan bersangkutan. Adapun ciri-ciri dari organisasi dalam bentuk ini adalah: 1) Garis komando langsung dari atasan ke bawahan atau dari pimpinan tertinggi kepada berbagai tingkat operasional. 2) Masing-masing pekerja bertanggungjawab penuh terhadap semua kegiatannya. 3) Otoritas dan tanggung jawab tertinggi terletak pada pimpinan puncak (top Management). 4) Ruang lingkup Organisasinya lebih kecil dan jumlah anggota juga sedikit. 5) Hubuilgan kerja antara atasan dan bawahan berbsifat langsung. 6) Tujuan. alat-alat yang digunakan dan struktur organisasi bersifat sederhana. 7) Pemilik organisasi biasanya menjadi pimpinan yang tertinggi. 8) Tingkat spesialisasi yang dibiltuhkan masih sangat rendah. 9) Semua anggota organisasi masih kenal antara satu sama lainnya. 10) Produksi yang dihasilkatt belum beraneka ragam (defersified). Organisasi bentuk lini ini mengandung beberapa keuntungan, di samping itu juga mengandung beberapa kelemahan. Di antara keuntungan dari organisasi dalam bentuk lini ini antara lain: 1) Kekuatan dan tanggung-jawab dapat ditetapkan secara pasti. 2) Orang-orang yang mempunyai kekuasaan dan tanggung-jawab diketahui oleh semua pihak. 3) Proses pengambilan kepuiusan berjalan dengan tepat karena jumlah orang yang perlu diajak berkonsultasi tidak banyak. 4) Disiplin kerja mudah dipertahankan dan penga-wasan dari pimpinan mudah dilaksanakan. 5) Besarnya solidaritas para anggota karena satu sama lainnya saling kenal-mengenal. 6) Tersedianya kesempatan yang banyak bagi pimpinan organisasi untuk melatih bakatbakat yang dipunyai bawahan. 7) Kesempatan bagi para anggota organisasi untuk mengembangkan spesialisasinya sangat terbatas.

Di samping itu beberapa kelemahan dari organisasi dalam bentuk lini tersebut antara lain: 1) Tujuan organisasi cenderung sama, atau paling tidak didasarkan atas tujuan pribadi pimpinan tertinggi dari organisasi dimaksud. 2) Pimpinan organisasi cenderung bertindak otoriter, karena organisasi dipandang milik pribadi. 3) Seluruh kegiatan organsasi tertalu tergantung ke pada seseorang, dan kelangsungan hidup organisasi sangat ditentukan oleh orang bersangkutan. 4) Kesempatan bagi para anggota organisasi untuk mengembangkan spesialisasinya sangat terbatas.

b. Organisasi dalam bentuk staf (Staff Organization) Organisasi dalam bentuk staf hanya mempunyai hubungan dengan pucuk pimpinan dan berfungsi memberikan bantuan baik berupa pikiran maupun bantuan lain demi kelancaran tugas pimpinan dalam mencapai tujuan secara keseluruhan. Bentuk ini tidak mempunyai garis komando ke bawah.

c. Organisasi dalam bentuk lini dan staf (tine and staf organization) Organisasi Lini dan Staf (Line and Staff Organization) ini pada dasarnya merupakan kombinasi dari organisasi lini dan organisasi fungsional. Kombinasi ini dilakukan dengan cara memanfaatkan kebaikan-kebaikannya dan meniadakan keburukan-keburukannya. Biasanya organisasi bentuk lini dan staf ini terjadi pada organisasi yang lebih besar, di mana penyediaan tenaga spesialis sudah semakin dirasakan untuk memberikan nasehat- nasehat atau saran-saran teknis dan memberikan jasa-jasa kepada unit-unit operasional. Tenaga semacam itu biasanya disebut "staff personnel" yaitu orang yang melaksanakan fungsi staf (staff function), yang dapat digolongkan menjadi dua macam yaitu: para penasehat (advisor) dan personil yang melakukan kegiatan penunjang (auxiliary personnel) demi lancarnya mekanisme organisasi. Ada beberapa karakteristik atau ciri utama; dari organisasi yang berbentuk lini dan staf ini adalah: 1) Pucuk pimpinannya hanya satu orang dan dibantu oleh para staf. 2) Terdapat dua kelompok wewenang, yaitu wewenang lini dan wewenang staf. 3) Kesatuan perintah tetap dipertahankan, setiap atasan mempunyai bawahan tertentu dan setiap bawahan hanya mempunyai seorang atasan langsung. 4) Organisasinya besar, karyawannya banyak dan pekerjaannya bersifat kompleks. 5) Hubungan antara atasan dengan para bawahan tidak bersifat langsung. 6) Pimpinan dan para karyawan tidak semuanya saling kenal-mengenal. 7) Spesialisasi yang beraneka ragam diperlukan dan digunakan secara optimal. Organisasi yang berbentuk lini dan staf ini memberikan beberapa keuntungan/kebaikan

antara lain: 1) Adanya pembagian tugas yang jelas antara kelompok lini yang melakukan tugas pokok organisasi dan kelompok staf yang melakukan kegiatan penunjang. 2) Asas spesialisasi yang ada dapat dilanjutkan menurut bakat bawahan masing-masing. 3) Prinsip "the right man on the right place" dapat diterapkan dengan mudah. 4) Koordinasi dalam setiap unit kegiatan dapat diterapkan dengan mudah. 5) Dapat digunakan dalam organisasi yang lebih besar. Perintah lini dan perintah staf sering membingungkan anggota organisasi, karena kedua jenis hirarki ini sering tidak seirama dalam memandang sesuatu Sedangkan kelemahan-kelemahan dari orgainsasi dalam bentuk lini dan staf ini adalah: 1) Pimpinan lini sering mengabaikan nasehat atau saran dari staf. 2) Pimpinan staf sering mengabaikan gagasan-gagasan yang dikemukakan oleh pimpinan lini. 3) Adanya kemungkinan pimpinan staf melampaui'batas kewenangannya. 4) Perintah lini dan perintah staf sering membingungkan anggota organisasi karena kedua jenis hirarki sering tidak seirama dalam memandang sesuatu.

Gambar di atas menunjukkan bahwa kekuasaan pimpinan diharapkan secara lurus, penuh dan vertikal kepada pejabat yang memimpin satuan-satuan di bawahnya, yaitu orang-orang lini yang melaksanakan tugas pokok organisasi dalam rangka pencapaian tujuan. Begitu juga orang-orang staf yang sifat tugasnya menunjang tugas-rugas pokok, sesuai dengan keahliannya baik bersifat menasehati, maupun yang memberikan jasa-jasa kepada unit-unit operasional dalam bentuk "auxilary service", misalnya dalam bidang kepegawaian, keuangan, ketatalaksanaan, perlengkapan kantor dan lain sebagainya. Tegasnya, wewenang lini (line authority) adalah kekuasaan, hak dan tanggung jawab langsung bagi seseorang atas tercapainya tujuan; ia berwenang mengambil keputusan, kebijaksanaan dan berkuasa serta harus bertanggung jawab langsung tercapainya tujuan perusahaan. Sedangkan wewenang staf (staff authority) adalah kekuasaan dan hak hanya untuk memberikan data, informasi, pelayanan dan pemikiran untuk membantu kelancaran tugas-tugas manajer lini. d. Organisasi dalam bentuk fungsional Organisasi fungsional adalah bentuk organisasi di mana kekuasaan pimpinan dilimpahkan kepada para pejabat yang memimpin satuan di bawahnya dalam satuan bidang pekerjaan tertentu. Setiap kepala dari satuan mempunyai kekuasaan untuk memerintah dan mengawasi semua pejabat bawahan sepanjang mengenai bidangnya. Organisasi tidak terlalu menekankan pada struktural akan tetapi lebih banyak berdasarkan pada sifat dan macam fungsi yang harus dijalankan. Pada tipe organisasi fungsional ini masalah pembagian kerja mendapat perhatian yang sungguh-sungguh. Pembagian kerja didasarkan pada "spesialisasi" yang sangat mendalam dan setiap pejabat hanya mengerjakan suatu tugas/pekerjaan sesuai dengan spesialisasinya. F. W. Taylor yang menciptakan organisasi fungsional ini.

Adapun ciri-ciri tipe ini adalah sebagai berikut: 1) Pembidangan tugas secara tegas dan jelas dapat dibedakan. 2) Bawahan akan menerima perintah dari beberapa orang atasan. 3) Penempatan pejabat berdasarkan spesialisasinya. 4) Koordinasi menyeluruh biasanya hanya diperlukan pada tingkat atas. 5) Terdapat dua kelompok wewenang, yaitu wewenang lini dan wewenang fungsi. Ada beberapa kebaikan dari organisasi yang berbentuk fungsional ini antara lain: 1) Adanya pembagian tugas antara kerja pikir (mental) dan fisik, 2) Dapat dicapai tingkat spesialisasi yang baik. 3) Solidaritas antara orang-orang yang menjalankan fungsi yang sama umuinirya tinggi. 4) Moral serta disiplin keija yang tinggi. 5) Koordinasi antara orang-orang yang ada daiam satu fungsi mudah dijalankan. Sedangkan yang menjadi kelemahan dari organisasi berbentuk fungsional antara lain: 1) Insiatif perorangan sering tertekan karena sudah dibatasi pada satu fungsi. 2) Sulit mengadakan pertukaran tugas, karena terlalu menspesialisasikan diri dalam satu bidang saja. 3) Koordinasi yang sifatnya menyeluruh sulit diadakan karena orang-orang yang bergerak dalam satu bidang mementingkan fungsinya saja.

e. Organisasi dalam bentuk panitia (committee) Organisasi panitia/komite adalah suatu organisasi yang masing-masing anggota mempunyai wewenang yang sama dan pimpinannya kolektif. Organisasi Komite (Panitia = Committee Organization) mengutamakan pimpinan, artinya dalam organisasi ini terdapat pimpinan "kolektif/ presidium/plural executive" dan komite ini bersifat manajerial. Komite dapat juga bersifat formal atau informal; komite-komite itu dapat dibentuk sebagai suatu bagian dari struktur organisasi formal, dengan tugas-tugas dan wewenang yang dibagi-bagikan secara khusus. Jadi, organisasi dalam bentuk panitia ini adalah organisasi di mana para pelaksana dibentuk dalam kelompok-kelompok yang bersifat panitia. Di sini ada unsur pimpinan dan ada unsur pelaksana yang disebut dengan "task force" atau "satgas". Adapun ciri-ciri dari organisasi dalam bentuk panitia ini adalah: 1) Strukutur organisasi tidak begitu kompleks. Biasanya terdiri dari ketua, sekretaris, bendahara, ketua-ketua seksi, dan para perugas. 2) Struktur organisasi secara relatif tidak permanea. Organisasi ini hahya dipakai sesuai kebutuhan atau kegiatan. 3) Tugas pimpinan dilasanakan secara kolektif. 4) Semua anggota pimpinan mempunyai hak, wewenang dan tanggung jawab yang sama. 5) Para pelaksana dikelompokkan menurut tugas-tugas tertentu dalam bentuk satgas. Para pelaksana dikelompokkan menurut tugas-tugas tertentu dalam bentuk satgas Ada beberapa keuntungan dari orgaai-sasi yang berbentuk panitia ini, antara lain: 1) Keputusan dapat diambil dengan baik dan tepat 2) Kecil kemungkinan penggunaan kekuasaan secara berlebihan dari pimpinan. 3) Usaha kerjasama bawahan mudah digalang.

Adapun yang menjadi kelemahan dari organisasi dalam bentuk panitia ini adalah: 1) Proses pengambilan keputusan agak larnban karena harus dibicarakan terlebih dahulu dengan anggota organisasi. 2) Kalau terjadi kemacetan kerja, tidak seorang pun yang mau bertanggung jawab melebihi yang lain. 3) Para pelaksana sering bingung, karena perintah datangnya tidak dari satu orang saja 4) Kreativitas nampaknya sukar dikembangkan, karena perintah pelaksanaan didasarkan pada kolektivitas. Organisasi panitia biasanya terdiri dari ketua, sekretaris, bendahara, dan beberapa seksi.

2. Berdasarkan Proses Pembentukannya Jika dilihat dari proses pembentukannya, organisasi terbagi kepada dua bentuk, yaitu organisasi formal dan organisasi informal. a. Organisasi Formal adalah organisasi yang dibentuk secara sadar dan dengan tujuan-tujuan tertentu yang disadari pula yang diatur dengan ketentuan-ketentuan formal, dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangganya. Kegiatan-kegiatan/hubungan-hubungan yang terjadi di dalamnya adalah kegiatan (hubungan) jabatan sebagaimana diatur dalam keten-tuanketentuan tertulis. Ikatan-ikatan yang terdapat dalam organisasi adalah berdasarkan ikatanikatan formal. b. Organisasi Informal adalah organisasi yang terbentuk tanpa disadari sepenuhnya, tujuannya juga tidak jelas, anggaran dasar dan anggaran rumah tangganya tidak ada dan hubungan-hubungan terjalin secara pribadi saja (personal/private relationship bukan formal relationship). Lebih lanjut Chester I Barnard mengemukakan bahwa organisasi informal adalah sejumlah hubungan yangbersifat pribadi. Dalam organisasi formal sering terdapat organisasi informal dari para karyawannya; organisasi formal sering terbentuk dari organisasi informal. Sedangkan G.R. Terry berpendapat bahwa "Organisasi Non-Formal" yaitu organisasi yang terbentuk di dalam suatu organisasi formal yang anggota-anggotanya terdiri dari para karyawan perusahaan bersangkutan. Misalnya: organisasi arisan karyawan, koperasi karyawan, organisasi olahraga karyawan, organisasi kesenian karyawan dan lain-lainnya. Organisasi nonformal ini akan membahayakan organisasi formal, jika bidang kegiatannya sama dengan organisasi formalnya. Misalnya: Bank di dalam bank, koperasi di dalam koperasi. Dengan demikian, setiap anggota dari kedua bentuk organisasi ini sejatinya melaksanakan aktivitasnya masing-masing tanpa harus mengganggu pihak lain, tetapi sebaliknya saling melengkapi. 2. Berdasarkan Kaitan Hubungannya dengan Pemerintah Dalam hubungannya dengan pemerintah, organisasi dibagi kepada dua bentuk, yaitu: a. Organisasi resmi, adalah organisasi yang dibentuk oleh (ada hubungannya) dengan pemerintah dan atau harus terdaftar pada Lembaran Negara. Misalnya: Jawatan-jawatan, lembaga-lembaga pemerintahan, yayasan-yayasan, dan perusahaan-perusahaan yang berbadan hukum. b. Organisasi tidak resmi, adalah organisasi yang tidak ada hubungannya dengan pemerintah dan atau tidak terdaftar padaLembaran Negara, seperti organisasi-organisasi swasta; mungkin

juga suatu organisasi yang dibentuk oleh pemerintah, tetapi organisasi ini merupakan unit-unit yang sifatnya swasta. Misalnya: Klub Bola Voli, Klub Sepak Bola, Group Kesenian, Organisasi pendaki gunung, Kelompok belajar dan lainlainnya. 3. Berdasarkan Skala (Ukuran) Besar-Kecilnya Jika dilihat dari skala (ukuran) organisasi tersebut secara kuantitas, maka organisasi dapat dikelompokkan ke dalam tiga bentuk, yaitu: a. Organisasi Besar; b. Organisasi Sedang (Menengah); dan c. Organisasi Kecil. Tolok ukur (skala) besar-kecilnya organisasi ini sifatnya relatif, karena ditentukan oleh banyak faktor. Tetapi besar-kecilnya organisasi perlu diketahui, karena akan mempengaruhi pilihan manajemen yang akan diterapkan. 4. Berdasarkan Tujuannya Berdasarkan tujuannya, organisasi dapat dilihat dari dua bentuk, yaitu: a. Public Organization (organisasi sosial), adalah organisasi yang (nonprofit) yang tujuan utamanya untuk melayani kepentingan umum, tanpa perhitungan rugi-laba. Tujuannya adalah memberikan pelayanan dan bukan memperoleh laba (nonprofit motive). Misalnya: Pemerintah, yayasan-yayasan sosial dan lain-lainnya. b. Business Organization (organisasi perusahaan) adalah organisasi yang didirikan untuk tujuan komersial (mendapatkan laba) dan semua tindakannya selalu bermotifkan laba (profit motive). Jika organisasi perusahaan tidak memberikan laba/keuntungan lagi, maka tidak rasional untuk melanjutkannya lagi. Dilihat dari bidang usaha organisasi perusahaan ini dikenal perusahaan-perusahaan produksi, perdagangan dan pemberi jasa. Namun jika dilihat dari sudut hukum, organisasi dapat dibedakan perusahaan perseorangan (single proprietorship), dan perusahaan milik bersama (partnership). Misalnya: "Firma, CV, PT, Koperasi dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN)." 5. Berdasarkan Organization Chart/Bagan Organisasinya Apabila dilihat dari bentuk bagan organisasi yang digunakan, maka organisasi dapat dikelompokkan menjadi lima bentuk, yaitu: a. Berbentuk segitiga vertikal (Arrangement Chart); Puncak segitiga (A) merupakan kedudukan Top Manager Kebaikannya: 1) Tingkatan manajer dan kedudukan setiap karyawan jelas dan mudah diketahui. 2) Garis perintah dan tanggung jawab jelas dan mudah kelihatan. 3) Rentang kendali setiap bagian jelas dan mudah diketahui. 4) Posisi kedudukan setiap karyawan (manajerial/operasional) jelas dan mudah diketahui. 5) Jenis wewenang yang dimiliki setiap pejabat jelas dan mudah diketahui. 6) Pimpinan organisasi (Top Manager), jelas kelihatan. 7) Berapa tingkat (golongan) organisasi mudah diketahui. Kelemahannya: 1) Pimpinan kolektif (presidium) tidak dapat digambarkan. 2) Top Manager kelihatan hanya mempunyai authority ke dalam organisasi saja. 3) Bentuk struktur organisasi segitiga ini paling banyak dipergunakan oleh organisasi/perusahaan.

b. Berbentuk Lingkaran Keterangan: 1) Top Manager berada pada titik pusat lingkaran (A). 2) Kedudukan yang mempunyai jarak yang sama dari pusat lingkaran punya posisi (golongan) yang sama. 3) Semakin dekat kedudukan pada pusat lingkaran maka semakin tinggi kedudukannya dan se-baliknya. 4) Top Manajer, C = Middle Manager dan B = Lower Manager, padahal B itu bawahan dari C. Kebaikannya: 1) Top Manager kelihatan mempunyai wewenang ke setiap penjuru. 2) Top Manager, kelihatan sebagai sentral keputusan dan kebijaksanaan. Kelemahannya: 1) Untuk mengetahui kedudukan atasan dan bawahan agak sulit dan kurang jelas. 2) Pendelegasian wewenang dan pertanggung jawab tidak jelas kelihatan. 3) Kedudukan seorang bawahan dapat kelihatan sebagai atasan (B) terhadap C, sebab ia lebih dekat pada A. 4) Demikian juga misalnya bawahan B, bisa lebih dekat pada A, jadi seperti bawahannya B. 5) Kedudukan (posisi) staf sulit digambar dalam bentuk struktur ini. Struktur organisasi yang berbentuk lingkaran ini jarang dipergunakan dan kurang populer. c. Berbentuk lingkaran dan atau setengah lingkaran; Struktur organisasi yang berbentuk setengah lingkaran ini, pada prinsipnya samadenganyangberbentuk lingkaran.Perbedaannya hanya terletak,bahwa bawahan Middle Manager terletak di luar lingkaran pertama. Bentuk ini kurang populer dan jarang digunakan orang. Keterangan: 1) A. Top Manager 1,2,3,4, dan 5 Middle Manager (B), sedangkan (C) Lower Manager. 2) Kedudukan yang jaraknya sama dari (A), mempunyai posisi yang sama. 3) Semakin dekat kepada (A), maka semakin tinggi kedudukannya dan sebaliknya. Kelemahan bentuk struktur ini pada dasarnya sama dengan bentuk struktur lingkaran, seperti untuk menggambar posisi staf sulit. d. Berbentuk kerucut vertikal/horizontal Struktur organisasi yang berbentuk "kerucut vertikal ataupun horizontal" ini pada prinsipnya sama dengan struktur organisasi yang berbentuk "segitiga vertikal atau horizontal". Perbedaannya terletak pada struktur yang berbentuk segitiga, menunjukkan bahwa "pimpinan puncak (Top Manager)-nya tunggal atau seorang". Sedang struktur organisasi yang berbentuk kerucut, menunjukkan bahwa "pimpinan puncak (Top Manager)-nya kolektif (presidium = beberapa orang)". Pimpinan kolektif ini sering d ilakukan pada organisasi "komi te atau perusahaan FIRMA", Karena perusahaan Firma, diharuskan bahwa semua kekayaan pribadi anggota ikut dipertaruhkan untuk membayar utang-utang Firma, jika Firma tersebut dilikuidasi. Hal inilah yang men-dorong anggota Firma menganut "pimpinan kolektif" pada "puncak pimpinannya" untuk menghindari tindakan-tindakan negatif jika Firma pimpinan puncaknya tunggal (seorang).

Pada organisasi komite tujuannya pimpinan puncak kolektif untuk menghindari kepemimpinan "otoriter" atau diktator jika pimpinan puncaknya seorang. Keterangan: 1) A dan B merupakan pimpinan puncak kolektif. 2) Tingkatan-tingkatan lain dari departemen seorang/tunggal. 3) Posisi yang semakin dekat ke A-B, kedudukan semakin tinggi dan sebaliknya. 4) Jarak yang sama dari A dan B punya kedudukan (golongan) yang sama pula. e. Berbentuk bulat telor (Oval). Keterangan: 1) Yang duduk pada lingkaran I (A-B-C-D-E) punya posisi sama. 2) Yang duduk pada lingkaran II punya posisi yang sama. 3) Yang duduk pada lingkaran III, juga posisi yang sama. Struktur organisasi berbentuk "OVAL atau BULAT TELUR" ini sering dipergunakan dalam perundingan-perundingan politik. Dalam perundingan politik antara negara yang berselisih, biasanya soal meja tempat berunding digunakan meja yang berbentuk oval. Hal ini mencerminkan bahwa setiap negara punya kedudukan (posisi) yang sama tinggi derajatnya. Barisan depan (dekat) meja duduk wakil-wakil tertinggi dari negaranya (lingkaran I), lingkaran II, lingkaran III dan seterusnya. Jadi setiap tempat duduk pada lingkaran yang sama punya peranan yang sama pula dalam perundingan bersangkutan. Semakin dekat tempat duduknya ke meja perundingan, semakin besar peranannya (posisi)-nya dalam perundingan tersebut. Struktur organisasi bentuk ini kurang populer dan jarang dipakai dalam perusahaan. Bentuk-bentuk organisasi di atas dapat diterapkan dalam organisasi pendidikan Islam, baik dalam satu bentuk saja atau mengkombinasikan antara beberapa bentuk lalu dikembangkan sesuai dengan kebutuhan. Jelasnya, bentuk-bentuk di atas menjadi pertimbangan dalam merumuskan jenis organisasi yang akan diterapkan dalam pelaksanaan pendidikan Islam dalam suatu lembaga organisasi. F. Organisasi Lembaga Pendidikan Islam Lembaga pendidikan, dalam bahasa Inggris disebut institute (berbentuk fisik), yaitu sarana atau organisasi untuk mencapai tujuan tertentu, dan lembaga dalam pengertian non-fisik atau abstrak disebut institution yaitu suatu sistem norma untuk memenuhi kebutuhan. Lembaga dalam bentuk fisik disebut juga bangunan, sedangkan non-fisik disebut pranata. Secara terminologi, lembaga pendidikan Islam menurut Hasan Langgulung adalah sustu sistem peraturan yang bersifat mujarrad, suatu konsepsi yang terdiri dari kode-kode, normanorma, idiologi-idiologi dan sebagainya, baik tertulis atau tidak, termasuk perlengkapan material dan organisasi simbolik: kelompok manusia yang terdiri dari individu-individu yang dibentuk dengan sengaja atau tidak, untuk mencapai tujuan tertentu dan tempat-tempat kelompok itu melaksanakan peraturan-peraturan tersebut adalah: masjid, sekolah kuttab dan sebagainya. Dengan demikian, untuk menerapkan pendidikan Islam perlu suatu lembaga dan lembaga tersebut harus terorganisir sedemikian rupa sehingga tujuan pendidikan Islam dapat dicapai secara efektif dan efisien. Tegasnya, diperlukan organisasi lembaga pendidikan yang profesional. Berbicara tentang lembaga pendidikan Islam, dapat dilihat dari segi proses pembentukannya, yaitu formal, nonformal, dan informal. Akan tetapi, lembaga pendidikan Islam dalam bentuk institute biasanya dikelola oleh lembaga Departemen Agama dimana di dalamnya terdapat

lembaga pendidikan formal dan nonformal. 1. Lembaga Pendidikan Islam di Lingkungan Departemen Agama Pendidikan Islam dipetakan ke dalam tiga jenis pendidikan, yaitu pendidikan agama Islam pada satuan pendidikan, pendidikan umum berciri Islam, dan pendidikan keagamaan Islam. Pendidikan Islam pada satuan pendidikan dilakukan melalui koordinasi antara Ditjen Pendidikan Islam Departemen Agama dan Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas). Ditjen Pendidikan islam bertangg/ung jawab.'aias!: pengembangan kurikulum dan pembinaan guru. Sedangkan Depdiknas atas pelaksanaahnya. pada tingkat satuan pendidikan. Pendidikan umum berciri Islam, pada jalur formal diselenggarakan oleh satuan pendidikan Raudhatul/Busthanul Athfal (RA/BA) pada anak usia dini, Madrasah Ibtidaiyah (Ml) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs) pada pendidikan dasar. Madrasah Aliyah (MA) dan MA Kejuruan pada pendidikan menengah, dan Perguruan Tinggi Islam (PTI) pada jenjang pendidikan tinggi. Pada jalur non-formal, diselenggarakan melalui Program Paket A dan Program Paket B pada pendidikan dasar serta Program Paket C setara pendidikan menengah. Pendidikan keagamaan Islam diselenggarakan dalam bentuk pendidikan diniyah dan pendidikan pesantren yang melingkupi berbagai satuan pendidikan diniyah dan pondok pesantren pada berbagai jenjang dan jalur pendidikan. Pada jalur formal, pendidikan diniyah mencakup Pendidikan Diniyah Dasar (PDD) dan Pendidikan Diniyah Menengah Pertama PDMP pada jenjang pendidikan dasar. Pendidikan Diniyah Menengah Atas (PDMA) pada jenjang pendidikan menengah, dan Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) pada jenjang pendidikan tinggi. Pada jalur non-formal, pendidikan diniyah diselenggarakan secara berjenjang mulai dari pendidikan anak usia dini pada Taman Kanak-kanak al-Qur'an (TKQ), jenjang dasar oleh lembaga pendidikan Diniyah Takmiliyah Awaliyah (DTA) dan Diniyah Takmiliyah Wustha (DTW) dan jenjang pendidikan menengah oleh Diniyah Takmiliyah Ulya (DTU), DT Aly untuk jenjang pendidikan tinggi, serta nonjenjang pada lembaga pendidikan al-Qur'an dan Majlis Taklim. Dengan demikian, organisasi lembaga pendidikan Islam, baik formal maupun non-formal seperti pesantren, pada dasarnya dikelola oleh Departemen Agama. Sementara lembaga pendidikan umum, seperti SD, SMP, dan SMA Swasta yang dimiliki oleh organisasi Islam juga dikategorikan sebagai lembaga pendidikan Islam, namun tetap berada di bawah naungan Departemen Pendidikan Nasional. Di tingkat daerah, Pesantren sebagai lembaga pendidikan formal biasanya menerapkan kurikulum madrasah sehingga tingkatan dalam pesantren juga meliputi madrasah Ibtidaiyah, Tsanawiyah, dan Aliyah. Dalam struktur organisasi, pesantren ini berada di bawah departemen agama, tepatnya di bagian Pekapontren. Madrasah juga meliputi jenjang madrasah ibtidaiyah (MI), Madrasah Tsanawiyah (MTs), dan Madrasah Aliyah (MA). Ketiga jenjang ini juga berada dalam departemen agama tepatnya di bagian Mapenda. Sedangkan sekolah yang diidentikkan dengan lembaga pendidikan Islam adalah lembaga pendidikan yang biasanya dimiliki oleh organisasi Islam, seperti Sekolah Dasar Islam (SDI), Sekolah Menengah Pertama Islam (SMPI), dan Sekolah Menengah Atas Islam (SMAI) atau namanama lain yang sejenis dengannya, termasuk SD Islam Terpadu. Sekolah/Madrasah, sebagai lembaga pendidikan formal yang di dalamnya terdapat kepala sekolah, guru-guru, pegawai tata usaha, siswa, dan sebagainya memerlukan adanya organisasi

yang baik agar tujuannya dapat dicapai. Menurut sistem persekolah di negeri kita, pada umumnya Kepala Sekolah/Madrasah merupakan jabatan yang tertinggi di sekolah itu sehingga dengan demikian kepala sekolah memegang peranan dan pimpinan segala sesuatunya yang berhubungan dengan tugas sekolah/medrasah ke dalam maupun ke luar. Maka dari itu dalam struktur organisasi lembaga ini pun kepala sekolah biasanya selalui ditempatkan yang paling atas. Faktor lain yang menyebabkan perlunya organisasi sekolah/madrasah yang baik ialah karena tugas guru-guru tidak hanya mengajar saja, juga pegawai-pegawai tata usaha, pesuruh sekolah, dan sebagainya semuanya harus bertanggung jawab dan diikutsertakan dalam menjalankan roda organisasi itu secara keseluruhan. Dengan demikian, agar tidak overlapping dalam memegang/menjalankan tugasnya masing-masing, diperlukan organisasi sekolah/madrasah yang baik dan teratur. Sebagai organisasi, sekolah atau madrasah tersebut tentu memiliki visi dan misi tertentu dengan mengacu kepada nilai-nilai ajaran Islam. Kemudian di dalamnya terdapat struktur organisasi yang dipimpin oleh seorang kepala sekolah/madrasah dan dibantu oleh beberapa orang wakil, seperti wakil bidang kurikulum, wakil bidang sarana prasarana, dan wakil bidang kesiswaan. Para guru juga diorganisir sesuai dengan kebutuhan, seperti wali kelas, koordinator masing-masing mata pelajaran, pembina OSIS, dan sebagainya. Adapun sistem penanggung jawab lembaga tersebut awalnya bersifat sentralistik. Namun dewasa ini, seiring dengan otonomi daerah, sistem sentralistik secara berlahan mulai berubah ke arah desentralistik, meskipun belum sepenuhnya, khususnya di lingkungan Departemen Agama. Sedangkan sekolah umum yang dimiliki oleh organisasi Islam cenderung lebih desentralisasi karena mereka berada di bawah departemen pendidikan nasional. Mengenai pengelolaan madrasah/pesantren di lingkungan Departemen Agama yang masih bersifat sentralistik memiliki kelebihan dan kekurangan. Lembaga pendidikan formal di bawah Departemen Agama seperti Madrasah cenderung hanya memperoleh anggaran biaya dari Departemen Agama pusat dan terkesan kurang perhatian dari pemerintah daerah. Padahal madrasah juga berperan dalam mencerdaskan kehidupan masyarakat lokal di tingkat daerah tersebut. Meskipun demikian, ada juga pemerintah daerah yang menganggarkan biaya untuk madrasah tersebut, sesuai dengan kebijakan masing-masing pemerintah daerah. Kebijakan ini tentu terkait dengan besarnya APBD yang dimilikinya. Di sisi lain, pembiayaan madrasahkhususnya yang berstatus negeriyang dianggarkan dari DIPA Departemen Agama justru memperoleh anggaran yang lebih besar jika dibandingkan dengan sekolah di lingkungan dinas pendidikan, sebab jumlah lembaga pendidikan Islam, seperti madrasah jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan lembaga pendidikan umum yang ada. Terutama di daerah yang memiliki APBD relatif kecil, jangankan menganggarkan biaya yang cukup untuk madrasah yang masih bersifat sentralistik ke departemen Agama, untuk menganggarkan dana pengelolaan sekolah umum yang berada di bawah lingkungan dinas pendidikan kota/kabupaten saja akan mengalami kesulitan mengingat jumlah sekolah umum yang lebih besar dari pada jumlah madrasah. Namun, yang menjadi persoalan berikutnya adalah madrasah yang memperoleh dana cukup dari departemen agama tersebut justru lebih terfokus kepada madrasah negeri, sementara madrasah swasta kurang mendapat perhatian. Padahal, jumlah madrasah swasta jauh lebih banyak dari pada madrasah negeri. Akhirnya, madrasah swasta yang memperoleh

"penghidupan" dari masyarakat setempat cenderung mengalami kesulitan dalam merancang dan melaksanakan program pendidikan yang berkualitas. Mengenai perbandingan madrasah negeri dengan swasta dapat dilihat pada tabel ini: No Jenis Lembaga Jumlah Jumlah Total Porsentase Sebaran Negeri (%) Swasta (%) 1 Madrasah Ibtidaiyah (MI) 1.567 19.621 21.188 36% (7.4%) (92,6%) 2 Madrasah Tsanawiyah (MTs) 1.259 11.624 58.288 22% (9,8%) (90,2%) 3 Madrasah Aliyah (MA) 644 4.754 5.398 9% (11,9%) (88,1%) Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa MI yang negeri hanya 7.4 % dari 21.188 MI yang ada, MTs berstatus negeri sebanyak 9,8% dari 58.288 dan MA berstatus negeri hanya 11,9% dari 5.398 dari total MA yang ada. Data ini diperoleh pada T.P. 2007/2008. Dengan demikian, persentase madrasah swasta jauh lebih besar jumlahnya dari pada madrasah negeri. Besarnya jumlah madrasah swasta ini memang berkaitan dengan sejarah pendidikan di Indonesia, khususnya pendidikan Islam; di mana peran serta masyarakat dalam pengembangan madrasah dan pesantren sangat besar. Anggota masyarakat karena motivasi agama, banyak yang menyediakan tanah wakaf atau dana pembangunan madrasah dan pesantren, sehingga jumlah madrasah swasta demikian banyak seperti terlihat pada data di atas. Prakarsa dan peran serta masyarakat yang demikian besar dalam bidang pendidikan tersebut, khususnya madrasah dan pesantren, memang patut dihargai dan perlu terus dibantu pengembangannya. Namun, dan yang dapat dikumpulkan oleh masyarakat muslim dalam pengembangan pendidikan modern dewasa ini sangat terbatas, sementara biaya pendidikan semakin mahal, sehingga tuntutan untuk terus-menerus menyesuaikan diri dengan perkembangan ilmu dan teknologi menyebabkan madrasah terus-menerus ketinggalan dengan dunia pendidikan yang lain. Pada umumnya, madrasah swasta berada dalam keadaan serba kekurangan karena menampung siswa-siswa dari keluarga dengan tingkat sosial ekonomi yang rendah. Akibatnya, biaya untuk menunjang kegiatan proses belajar-mengajar kurikulum yang tinggi tingkat relevansinya dengan jenis-jenis pekerjaan yang berkembang di dunia bisnis dan di masyarakat dewasa ini yang mengarah ke masyarakat industri, masih sangat terbatas. Di sisi lain, karena kemampuan dalam penyelenggaraan pendidikan masih terbatas, Pemerintah masih mengutamakan strategi pengembangannya pada sekolah-sekolah negeri, khususnya dalam penyediaan tenaga guru dan pembagian alokasi dana pembiayaan pendidikan lainnya. Padahal, berbeda dengan Diknas, proses penegerian madrasah di Departemen Agama berjalan sangat lambat, sehingga jumlah madrasah negeri masih sangat kecil. Kelambatan itu disebabkan karena Departemen Agama dianggap bukan sebagai unit yang memeriukan perhatian dan prioritas untuk memperoleh dukungan dana dan dukungan kelembagaan seperti Diknas. Masalah kecilnya jumlah madrasah-madrasah negeri tersebut menjadi salah satu kendala dalam menyusun langkah-langkah pembinaan madrasah. Lebih besarnya perhatian pemerintah terhadap madrasah negeri dari pada swasta juga dapat dilihat dari persentase madrasah penerima bantuan dari Program Bantuan Direktorat Pendidikan pada Madrasah tahun 2007, sebagaimana yang terlihat dalam tabel berikut ini:

No Jenis Lembaga Jumlah Lembaga Negeri (%) Swasta (%) 1 Madrasah Ibtidaiyah (MI) 1.567 19.621 (11,5 %) (4.3 %) 2 Madrasah Tsanawiyah (MTs) 1.259 11.624 (10,6 %) (7.3 %) 3 Madrasah Aliyah (MA) 644 4.754 (15,5 %) (10,5 %) Jika diperhatikan pada tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa secara kuantitas, jumlah madrasah negeri memang lebih besar dari pada madrasah negeri. Namun, jika dilihat dari persentase jumlah madrasah secara keseluruhan, maka madrasah swasta jauh lebih kecil dari pada yang negeri. Itu artinya, masih banyak madrasah negeri yang tidak memperoleh bantuan, akan tetapi jauh lebih banyak madrasah swasta yang tidak memperoleh bantuan tersebut. Oleh karena itu, madrasah swasta sulit mengembangkannya sebagai lembaga pendidikan yang bermutu dengan sistem pengelolaan seperti ini, apalagi jika kurang mendapat dukungan dari masyarakat dan pemerintah daerah setempat. Demikian pula dengan lembaga pendidikan pesantren dan diniyah yang nota benenya tumbuh dari masyarakat, juga semakin berkembang dan butuh perhatian dari pemerintah dan masyarakat sendiri. Berdasarkan tipe pondok pesantren, dapat dilihat dalam tabel berikut ini: No Tipe Pondok Pesantren Jumlah Persentase 1 Salafiyah 8.001 37,2 % 2 Ashriyah 3.881 18,0 % 3 Kombinasi 9.639 44, 8 % Jumlah 21.521 100% Tabel: Jumlah Pondok Pesantren berdasarkan tipenya pada T.P. 2007/2008 Sementara jumlah madrasah diniyah pada tahun pelajaran 2007/2008 terdapat sebanyak 37.102. Jika dilihat dari lokasinya, terdapat 8.485 (22,9%) merupakan madrasah diniyah yang berada di dalam Pondok Pesantren, dan 28.617 (77,1%) merupakan madrasah diniyah yang berada di luar Pondok Pesantren. Menyikapi persoalan di atas, seharusnya pemerintah daerah mengambil kebijakan yang proporsional (adil) terhadap pembangunan dan pengembangan lembaga pendidikan Islam, seperti madrasah dan pesantren. Sebab, madrasah dan pesantren juga berperan besar dalam mencerdaskan masyarakat di tingkat daerah tersebut. Meskipun madrasah dikelola secara sentralistik, akan tetapi pemerintah daerah perlu menganalisis perbandingan antara anggaran yang diperoleh madrasah dengan anggaran yang diperoleh sekolah umum. Jika APBD di tingkat daerah memang relatif kecil, maka diharapkan pemerintah dapat memotivasi masyarakat untuk berperan aktif dalam membangun lembaga pendidikan di daerah tersebut, baik umum maupun lembaga pendidikan Islam. Oleh karena itu, dibutuhkan koordinasi yang baik lagi harmonis antara departemen agama dengan dinas pendidikan dari pusat hingga di tingkat daerah kota/kabupaten, termasuk dengan pemerintah daerah. Dengan begitu diharapkan pengelolaan organisasi lembaga pendidikan Islam dilakukan secara profesional sehingga bermutu dan mampu bersaing di tingkat global. 2. Lembaga Pendidikan Masyarakat (Nonformal) Selain dari bentuk lembaga pendidikan di atas, masyarakat juga melahirkan beberapa

lembaga pendidikan nonformal sebagai bentuk tanggung jawab masyarakat terhadap pendidikan Islam. Masyarakat merupakan kumpulan individu dan kelompok yang terikat oleh kesatuan bangsa, negara, kebudayaan, dan agama. Setiap masyarakat, memiliki cita-cita yang diwujudkan melalui peraturan-peraturan dan sistem kekuasaan tertentu. Islam tidak membebaskan manusia dari tanggungjawabnya sebagai anggota masyarakat, dia merupakan bagian yang integral sehingga harus tunduk pada norma-norma yang berlaku dalam masyarakatnya. Begitu juga dengan tanggungjawabnya dalam melaksanakan tugas-tugas pendidikan. Adanya tanggung jawab masyarakat terhadap pendidikan, maka masyarakat akan menyelanggarakan kegiatan pendidikan yang dikategorikan sebagai lembaga pendidikan nonformal. Sebagai lembaga pendidikan non formal, masyarakat menjadi bagian penting dalam proses pendidikan, tetapi tidak mengikuti peraturan-peraturan yang tetap dan ketat. Meskipun demikian, lembaga-lembaga tersebut juga memerlukan pengelolaan yang profesional dalam suatu organisasi dengan manajemen yang baik. Menurut an-Nahlawi, tanggung jawab masyarakat terhadap pendidikan tersebut hendaknya melakukan beberapa hal, yaitu: pertama, menyadari bahwa Allah menjadikan masyarakat sebagai penyuruh kebaikan dan pelarang kemungkaran (Qs. Ali Imran/3: 104); kedua, dalam masyarakat Islam seluruh anak-anak dianggap anak sendiri atau anak saudaranya sehingga di antara saling perhatian dalam mendidik anak-anak yang ada di lingkungan mereka sebagaimana mereka mendidik anak sendiri; ketiga, jika ada orang yang berbuat jahat, maka masyarakat turut menghadapinya dengan menegakkan hukum yang berlaku, termasuk adanya ancaman, hukuman, dan kekerasan lain dengan cara yang terdidik; keempat, masyarakat pun dapat melakukan pembinaan melalui pengisolasian, pemboikoitan, atau pemutusan hubungan kemasyarakatan sebagaimana yang pernah dicontohkan oleh Nabi; dan kelima, pendidikan kemasyarakatan dapat dilakukan melalui kerja sama yang utuh karena masyarakat muslim adalah masyarakat yang padu. Berpijak dari tanggung jawab tersebut, maka lahirlah berbagai bentuk pendidikan kemasyarakatan, seperti masjid, surau, TPA, wirid remaja, kursus-kursus keislaman, pembinaan rohani, dan sebagainya. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat telah memberikan kontribusi dalam pendidikan yang ada di sekitarnya. Berpijak dari tanggung jawab masyarakat di atas, lahirlah lembaga pendidikan Islam yang dapat dikelompokkan dalam jenis ini adalah: a. Masjid, Mushalla, Langgar, Surau atau Rangkang. b. Madrasah Diniyah yang tidak mengikuti ketetapan resmi. c. Majlis Ta'lim, Taman Pendidikan al-Qur'an, Taman Pendidikan Seni Al-Qur'an, Wirid Remaja/Dewasa. d. Kursus-kursus Keislaman. e. Badan Pembinaan Rohani. f. Badan-badan Konsultasi Keagamaan. g. dan lain-lain. Lembaga-lembaga pendidikan yang lahir dari masyarakat ini sangat berperan dalam mendidik umat, sejak kanak-kanak hingga dewasa, bahkan lansia. Oleh karena itu, lembaga pendidikan ini harus terorganisir dengan baik sehingga tujuan dari masing-masing lembaga tersebut dapat tercapai dengan baik pula. 3. Lembaga Pendidikan Keluarga (informal) Perlu pula dijelaskan bahwa dalam literatur pendidikan Islam, keluarga juga dipandang

sebagai lembaga pendidikan dalam bentuk informal. Dalam Islam, keluarga dikenal dengan istilah usrah dan nasb. Karenanya, keluarga juga dapat diperoleh melalui persusuan dan pemerdekaan. Pentingnya keluarga sebagai lembaga pendidikan Islam diisyaratkan dalam alQur'an: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka. (Qs. alTahrim/66: 6) Pada dasarnya, kegiatan pendidikan dalam lembaga ini tanpa ada suatu organisasi yang ketat, tanpa ada program waktu dan evaluasi. Namun, Islam memberikan tuntunan kepada orang tua untuk membina keluarga dan mendidik anak-anaknya. Oleh karena itu, keluarga juga merupakan organisasi yang dipimpin oleh seorang ayah untuk membina keluarga dan mendidik anak-anaknya sehingga diridhai oleh Allah SWT dengan terlebih dahulu pasangan suami-istri berupaya mewujudkan keluarga sakinah mawaddah wa rahmah. Sebagaimana firman-Nya: Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. (Qs. ar-Rum/30: 21) Dengan demikian, sebagai organisasi, keluarga memiliki tujuan tertentu. Secara umum tujuan tersebut adalah memelihara keluarganya dari api neraka dan mewujudkan keluarga sakinah, mawaddah wa rahmah, sebagaimana yang telah disinggung di atas. Kemudian, keluarga juga mengorganisir anggota keluarganya untuk melaksanakan tugas sesuai dengan kapasitasnya masing-masing dan mereka bertanggung jawab terhadap tugas tersebut. Dalam konteks suami istri, Rasulullah SAW menegaskan: , , , ... Kalian semua adalah pemimpin, dan akan diminta pertanggungjawaban tentang kepemimpinannya. Imam adalah pemimpin kelak dia akan diminta pertanggungjawabannya tentang kepemimpinannya. Seorang lelaki pemimpin istrinya, kelak dia akan diminta pertanggungjawaban tentang kepemimpinannya. Seorang perempuan (istri) pemimpin dalam rumah suaminya, kelak dia akan diminta pertanggungjawaban tentang kepemimpinannya (muttafaq 'alaih). Sementara anak harus dididik sesuai dengan petunjuk Islam sehingga mereka potensi yang dimilikinya berkembang secara optimal dan mengantarkannya sebagai anak yang shaleh. Lagi-lagi dalam hal ini diperlukan manajemen yang baik dari kedua orang tuanya dan keluarga sebagai organisasi atau wadah untuk melaksanakan tujuan tersebut. G. Penutup Dari beberapa penjelasan di atas, dapat ditarik beberapa kesimpulan, di antaranya sebagai berikut: 1. Organisasi dalam artian statis merupakan wadah berkumpulnya beberapa orang yang saling bekerja sama dan berinteraksi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Sedangkan secara dinamis, organisasi merupakan proses mewujudkan tujuan dengan adanya kerja sama, tugas-tugas tertentu yang jelas dengan tanggung jawab yang kuat untuk mewujudkan tujuan yang telah disepakati bersama. Sementara organisasi pendidikan Islam dapat dipahami sebagai wadah berkumpulnya beberapa orang yang saling bekerja sama dan beriteraksi dalam

menerapkan dan mewujudkan tujuan pendidikan Islam dengan tetap berlandaskan kepada nilai-nilai ajaran Islam itu sendiri. 2. Pada dasarnya organisasi merupakan sesuatu yang alamiah bagi manusia, sebab ia ditakdirkan sebagai makhluk sosial yang saling membutuhkan antara satu sama lain. Hanya saja secara teoritis, organisasi lebih berkembang dan muncul sejak abad ke 19 hingga saat ini dengan berbagai teori yang muncul, mulai dari klasik, ilmiah, hingga kepada perkembangannya di masa modern. 3. Prinsip-prinsip organisasi pendidikan Islam tersirat dalam al-Qur'an, seperti tujuannya harus mencari dan menemukan keridhaan Allah, proses yang dilakukan dengan cara yang baik, kerja sama dalam konteks kebaikan/ketakwaan bukan kemaksiatan, komunikasi dilakukan dengan cara yang baik/santun, adanya tanggung jawab masing-masing anggota organisasi, dan pengambilan keputusan sebaiknya dilakukan dengan cara musyawarah dan tawakal. Semua itu relevan dengan temuan-temuan pakar organisasi modern. 4. Bentuk-bentuk organisasi, jika dilihat dari strukturnya ada beberapa bentuk, seperti tipe line, staf, line and staf, fungsional, dan panitia (committee). Semua itu dapat digunakan berdasarkan kebutuhan organisasi tersebut. 5. Secara garis besar lembaga pendidikan Islam dapat dikelompokkan kepada tiga bagian, yaitu formal (sekolah/madrasah/pesantren), informal (keluarga), dan nonformal (masyarakat). Namun dari segi pengelolaannya, lembaga pendidikan Islam itu bisa dikategorikan dalam bentuk lembaga pendidikan Islam di lingkungan Departemen Agama yang terdiri dari formal (seperti MI, MTs, dan MA) dan nonformal (seperti TQ, pengajian Kitab, Paket C, dll). Semua bentuk lembaga ini merupakan suatu organisasi yang harus dijalankan dengan profesional sehingga tujuan pendidikan Islam dapat dicapai secara efektif dan efisien.

Indonesia Daftar Isi The character of Indonesia's educational system reflects its diverse religious heritage, its struggle for a national identity, and the challenge of resource allocation in a poor but developing archipelagic nation with a young and rapidly growing population. Karakter sistem pendidikan di Indonesia mencerminkan warisan beragam keagamaannya, perjuangan untuk sebuah identitas nasional, dan tantangan untuk alokasi sumber daya di negara kepulauan miskin tetapi berkembang dengan populasi muda dan tumbuh cepat. Although a draft constitution stated in 1950 that a key government goal was to provide every Indonesian with at least six years of primary schooling, the aim of universal education had not been reached by the late 1980s, particularly among females--although great improvements had been made. Meskipun rancangan konstitusi menyatakan pada 1950 bahwa tujuan penting pemerintah adalah untuk menyediakan bahasa Indonesia dengan setidaknya setiap enam tahun sekolah dasar, tujuan pendidikan universal belum tercapai oleh akhir 1980-an, khususnya di kalangan perempuan - meskipun perbaikan besar telah dibuat. Obstacles to meeting the government's goal included a high birth rate, a decline in infant mortality, and a shortage of schools and qualified teachers. Hambatan untuk memenuhi tujuan pemerintah termasuk tingkat kelahiran yang tinggi, penurunan kematian bayi, dan kekurangan sekolah dan guru yang berkualitas. In 1973 Suharto issued an order to set aside portions of oil revenues for the construction of new primary schools. Pada tahun 1973 Soeharto mengeluarkan perintah untuk menyisihkan sebagian dari pendapatan minyak untuk pembangunan sekolah dasar baru. This act resulted in the construction or repair of nearly 40,000 primary school facilities by the late 1980s, a move that greatly facilitated the goal of universal education. Tindakan ini menghasilkan

pembangunan atau perbaikan fasilitas hampir 40.000 sekolah dasar oleh akhir 1980-an, sebuah langkah yang sangat difasilitasi tujuan pendidikan universal.

Primary and Secondary Education Pendidikan Dasar dan Menengah


Following kindergarten, Indonesians of between seven and twelve years of age were required to attend six years of primary school in the 1990s. Setelah TK, Indonesia antara tujuh dan dua belas tahun yang diperlukan untuk menghadiri enam tahun sekolah dasar pada 1990-an. They could choose between state-run, nonsectarian public schools supervised by the Department of Education and Culture or private or semiprivate religious (usually Islamic) schools supervised and financed by the Department of Religious Affairs. Mereka bisa memilih antara yang dikelola negara, sekolah negeri yg tak mengikuti suatu aliran agama diawasi oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan atau swasta atau semiprivat agama (biasanya Islam) sekolah diawasi dan dibiayai oleh Departemen Agama. However, although 85 percent of the Indonesian population was registered as Muslim, according to the 1990 census, less than 15 percent attended religious schools. Namun, meskipun 85 persen dari penduduk Indonesia terdaftar sebagai Muslim, menurut sensus tahun 1990, kurang dari 15 persen bersekolah di sekolah agama. Enrollment figures were slightly higher for girls than boys and much higher in Java than the rest of Indonesia. Angka pendaftaran sedikit lebih tinggi untuk anak perempuan daripada anak laki-laki dan jauh lebih tinggi di Jawa dari daerah lain di Indonesia. A central goal of the national education system in the early 1990s was not merely to impart secular wisdom about the world, but also to instruct children in the principles of participation in the modern nation-state, its bureaucracies, and its moral and ideological foundations. Tujuan utama dari sistem pendidikan nasional di awal 1990-an bukan hanya untuk memberikan hikmat sekuler tentang dunia, tetapi juga untuk mengajar anak-anak dalam prinsip-prinsip partisipasi dalam negara-bangsa modern, birokrasi, dan yayasan moral dan ideologis. Since 1975, a key feature of the national curriculum--as in other parts of society-had been instruction in the Pancasila. Sejak tahun 1975, sebuah fitur kunci dari kurikulum nasional - seperti di bagian lain dari masyarakat - telah pengajaran dalam Pancasila. Children age six and above learned its five principles--belief in one God, humanitarianism, national unity, democracy, and social justice--by rote and were instructed daily to apply the meanings of this key national symbol to their lives. Anak usia enam dan di atas lima prinsip belajar Ketuhanan yang Maha Esa, kemanusiaan, persatuan nasional, demokrasi, dan keadilan sosial - di luar kepala dan diperintahkan harian untuk menerapkan arti dari simbol nasional kunci untuk hidup mereka. The alleged communist coup attempt in 1965 provided a vivid image of transgression against the Pancasila. Upaya kudeta komunis pada tahun 1965 memberikan gambar yang lebih hidup dari pelanggaran terhadap Pancasila. Partly to prove their rejection of communist ideology, all teachers--like other members of Indonesian bureaucracy--swore allegiance not only to the Pancasila, but to the government party of functional groups. Sebagian untuk membuktikan penolakan mereka terhadap ideologi komunis, semua guru seperti anggota lain dari birokrasi Indonesia - bersumpah setia tidak hanya untuk Pancasila, tetapi untuk partai pemerintah kelompok fungsional. Inside the public school classroom of the early 1990s, a style of pedagogy prevailed that emphasized rote learning and deference to the authority of the teacher. Di dalam ruang kelas sekolah publik awal 1990-an, gaya pedagogi berlaku bahwa belajar hafalan ditekankan dan menghormati otoritas guru. Although the youngest children were sometimes allowed to use the local language, by the third year of primary school nearly all instruction was conducted in formal Indonesian. Meskipun anak bungsu kadang-kadang diperbolehkan untuk

menggunakan bahasa lokal, pada tahun ketiga sekolah dasar hampir semua instruksi dilakukan dalam bahasa Indonesia formal. Instead of asking questions of the students, a standard teaching technique was to narrate a historical event or to describe a mathematical problem, pausing at key junctures to allow the students to fill in the blanks. Alih-alih mengajukan pertanyaan-pertanyaan dari siswa, teknik pengajaran standar adalah untuk menceritakan sebuah peristiwa historis atau untuk menggambarkan masalah matematika, berhenti pada titik-titik kunci untuk memungkinkan siswa untuk mengisi kekosongan. By not responding to individual problems of the students and retaining an emotionally distanced demeanor, the teacher is said to be sabar (patient), which is considered admirable behavior. Dengan tidak menanggapi masalah individu siswa dan mempertahankan sebuah emosional menjauhkan sikap, guru dikatakan sabar (pasien), yang dianggap perilaku mengagumkan. Nationally, the average class size in primary schools was approximately twenty-seven, while upper-level classes included between thirty and forty students. Secara nasional, rata-rata ukuran kelas di sekolah dasar adalah sekitar dua puluh tujuh, sedangkan tingkat atas kelas termasuk antara tiga puluh dan empat puluh siswa. Ninety-two percent of primary school students graduated, but only about 60 percent of those continued on to junior high school (ages thirteen through fifteen). Sembilan puluh dua persen siswa sekolah dasar lulus, tetapi hanya sekitar 60 persen dari mereka melanjutkan ke SMP (usia tiga belas lewat lima belas). Of those who went on to junior high school, 87 percent also went on to a senior high school (ages sixteen through eighteen). Dari mereka yang melanjutkan ke SMP, 87 persen juga melanjutkan ke sekolah menengah atas (usia enam belas melalui delapan belas). The national adult literacy rate remained at about 77 percent in 1991 (84 percent for males and 68 percent for females), keeping Indonesia tied with Brunei for the lowest literacy among the six member nations of the Association for Southeast Asian Nations (ASEAN). Tingkat melek huruf dewasa nasional tetap sekitar 77 persen pada tahun 1991 (84 persen untuk pria dan 68 persen untuk perempuan), menjaga Indonesia terikat dengan Brunei untuk melek huruf terendah di antara enam negara anggota Asosiasi Bangsa Bangsa Asia Tenggara (ASEAN). In the early 1990s, after completion of the six-year primary school program, students could choose among a variety of vocational and preprofessional junior and senior high schools, each level of which was three years in duration. Pada awal 1990, setelah menyelesaikan program sekolah enam tahun dasar, siswa dapat memilih di antara berbagai kejuruan dan preprofessional SMP dan SMA, tingkat yang masing-masing tiga tahun lamanya. There were academic and vocational junior high schools that could lead to senior-level diplomas. Ada akademik dan kejuruan sekolah menengah pertama yang dapat menyebabkan tingkat senior diploma. There were also "domestic science" junior high schools for girls. Ada juga "ilmu domestik" SMP untuk anak perempuan. At the senior high-school level, there were three-year agricultural, veterinary, and forestry schools open to students who had graduated from an academic junior high school. Pada tingkat sekolah menengah senior, ada sekolah tiga tahun pertanian, kedokteran hewan, dan kehutanan terbuka untuk siswa yang telah lulus dari sebuah sekolah tinggi akademik SMP. Special schools at the junior and senior levels taught hotel management, legal clerking, plastic arts, and music. Sekolah khusus di tingkat junior dan senior diajarkan manajemen hotel, clerking hukum, seni plastik, dan musik. Teacher training programs were varied, and were gradually upgraded. Guru program pelatihan yang bervariasi, dan secara bertahap ditingkatkan. For example, in the 1950s anyone completing a teacher training program at the junior high level could obtain a teacher's certificate. Sebagai contoh, pada 1950-an orang menyelesaikan program pelatihan guru di tingkat SMP bisa mendapatkan sertifikat guru. Since the 1970s, however, the teaching

profession was restricted to graduates of a senior high school for teachers in a primary school and to graduates of a university-level education course for teachers of higher grades. Sejak tahun 1970, namun, profesi guru dibatasi untuk lulusan sekolah menengah atas bagi para guru di sebuah sekolah dasar dan untuk lulusan dari kursus pendidikan tingkat universitas untuk guru nilai yang lebih tinggi. Remuneration for primary and secondary school teachers compared favorably with countries such as Malaysia, India, and Thailand. Remunerasi untuk guru sekolah dasar dan menengah baik dibandingkan dengan negara-negara seperti Malaysia, India, dan Thailand. Student-teacher ratios also compared favorably with most Asian nations at 25.3 to 1 and 15.3 to 1, respectively, for primary and secondary schools in the mid-1980s when the averages were 33.1 to 1 and 22.6 to 1 for Asian-Pacific countries. Rasio murid-guru juga baik dibandingkan dengan sebagian besar negara Asia di 25,3-1 dan 15,3 ke 1, masingmasing, untuk sekolah dasar dan menengah pada pertengahan 1980-an ketika rata-rata adalah 33,1-1 dan 22,6 1 untuk Asia-Pasifik.

Islamic Schools Sekolah Islam


The emphasis on the Pancasila in public schools has been resisted by some of the Muslim majority. Penekanan pada Pancasila di sekolah umum telah ditentang oleh beberapa mayoritas Muslim. A distinct but vocal minority of these Muslims prefer to receive their schooling in a pesantren or residential learning center. Sebuah minoritas yang berbeda namun vokal ini umat Islam lebih suka menerima sekolah mereka di sebuah pusat pembelajaran pesantren atau perumahan. Usually in rural areas and under the direction of a Muslim scholar, pesantren are attended by young people seeking a detailed understanding of the Quran, the Arabic language, the sharia, and Muslim traditions and history. Biasanya di daerah pedesaan dan di bawah arahan seorang sarjana Islam, pesantren dihadiri oleh kaum muda yang mencari pemahaman rinci dari Quran, bahasa Arab, syariah, dan tradisi Muslim dan sejarah. Students could enter and leave the pesantren any time of the year, and the studies were not organized as a progression of courses leading to graduation. Siswa dapat memasuki dan meninggalkan pesantren setiap saat sepanjang tahun, dan studi tidak terorganisir sebagai perkembangan program yang mengarah ke lulus. Although not all pesantren were equally orthodox, most were and the chief aim was to produce good Muslims. Meskipun tidak semua pesantren sama-sama ortodoks, sebagian besar dan tujuan utama adalah untuk menghasilkan muslim yang baik. In order for students to adapt to life in the modern, secular nation-state, the Muslimdominated Department of Religious Affairs advocated the spread of a newer variety of Muslim school, the madrasa. In the early 1990s, these schools integrated religious subjects from the pesantren with secular subjects from the Western-style public education system. Agar siswa untuk beradaptasi dengan kehidupan di negara-bangsa modern, sekuler, Departemen didominasi Muslim Agama menganjurkan penyebaran berbagai sekolah Islam yang lebih baru, madrasah. Pada awal 1990, sekolah-sekolah terintegrasi mata pelajaran agama dari pesantren dengan mata pelajaran sekuler dari sistem pendidikan gaya Barat publik. The less-than 15 percent of the school-age population who attended either type of Islamic schools did so because of the perceived higher quality instruction. Persen kurang dari 15 penduduk usia sekolah yang menghadiri kedua jenis sekolah Islam melakukannya karena dari instruksi kualitas yang dirasakan lebih tinggi. However, among Islamic schools, a madrasa was ranked lower than a pesantren. Despite the widespread perception in the West of resurgent Islamic orthodoxy in Muslim countries, the 1980s saw little overall increase in the role of religion in school curricula in Indonesia. Namun, di antara sekolah-sekolah Islam, madrasah yang menempati peringkat lebih rendah dari pesantren. Meskipun persepsi yang

berkembang luas di Barat ortodoksi Islam bangkit kembali di negara-negara Muslim, 1980 melihat sedikit peningkatan secara keseluruhan dalam peran agama dalam kurikulum sekolah di Indonesia. In general, Indonesia's educational system still faced a shortage of resources in the 1990s. Secara umum, sistem pendidikan Indonesia masih menghadapi kekurangan sumber daya pada 1990-an. The shortage of staffing in Indonesia's schools was no longer as acute as in the 1950s, but serious difficulties remained, particularly in the areas of teacher salaries, teacher certification, and finding qualified personnel. Kekurangan staf di sekolah-sekolah di Indonesia tidak lagi sebagai akut seperti pada 1950-an, tetapi kesulitan serius tetap, terutama di bidang gaji guru, sertifikasi guru, dan menemukan pegawai yang berkualitas. Providing textbooks and other school equipment throughout the farflung archipelago continued to be a significant problem as well. Menyediakan buku pelajaran dan peralatan sekolah lainnya di seluruh kepulauan farflung terus menjadi masalah yang signifikan juga.

Higher Education Pendidikan tinggi


Indonesia's institutions of higher education have experienced dramatic growth since independence. Lembaga di Indonesia pendidikan tinggi mengalami pertumbuhan dramatis sejak kemerdekaan. In 1950 there were ten institutions of higher learning, with a total of 6,500 students. Pada tahun 1950 ada sepuluh perguruan tinggi, dengan total 6.500 siswa. In 1970 there were 450 private and state institutions enrolling 237,000 students, and by 1990 there were 900 institutions with 141,000 teachers and nearly 1,486,000 students. Pada tahun 1970 ada 450 swasta dan lembaga negara mendaftarkan 237.000 siswa, dan tahun 1990 ada 900 lembaga dengan 141.000 guru dan hampir 1.486.000 siswa. Public institutions enjoyed a considerably better student-teacher ratio (14 to 1) than private institutions (46 to 1) in the mid-1980s. Institusi publik menikmati rasio murid-guru jauh lebih baik (14 sampai 1) dari lembaga swasta (46 ke 1) pada pertengahan 1980-an. Approximately 80 to 90 percent of state university budgets were financed by government subsidies, although the universities had considerably more autonomy in curriculum and internal structure than primary and secondary schools. Sekitar 80 sampai 90 persen dari anggaran negara universitas dibiayai oleh subsidi pemerintah, meskipun universitas memiliki otonomi yang jauh lebih dalam kurikulum dan struktur internal dari sekolah dasar dan menengah. Whereas tuition in such state institutions was affordable, faculty salaries were low by international standards. Sedangkan biaya kuliah di lembaga negara tersebut adalah terjangkau, gaji dosen rendah menurut standar internasional. Still, university salaries were higher than primary and secondary school salaries. Namun, gaji universitas lebih tinggi dari gaji sekolah dasar dan menengah. In addition, lecturers often had other jobs outside the university to supplement their wages. Selain itu, dosen sering memiliki pekerjaan lain di luar universitas untuk menambah upah mereka. Private universities were operated by foundations. Universitas swasta yang dioperasikan oleh yayasan. Unlike state universities, private institutions had budgets that were almost entirely tuition driven. Tidak seperti universitas negeri, lembaga swasta memiliki anggaran yang hampir seluruhnya didorong kuliah. Each student negotiated a one-time registration fee-which could be quite high--at the time of entry. Setiap siswa menegosiasikan biaya pendaftaran satu kali - yang bisa sangat tinggi - pada saat masuk. If a university had a religious affiliation, it could finance some of its costs through donations or grants from international religious organizations. Jika sebuah universitas memiliki afiliasi keagamaan, bisa membiayai beberapa biaya melalui sumbangan atau hibah dari organisasi keagamaan

internasional. The government provided only limited support for private universities. Pemerintah hanya memberikan dukungan terbatas untuk PTS. Higher education in the early 1990s offered a wide range of programs, many of which were in a state of flux. Pendidikan tinggi di awal tahun 1990 menawarkan berbagai macam program, banyak di antaranya dalam keadaan fluks. Nearly half of all students enrolled in higher education in 1985 were social sciences majors. Hampir separuh dari semua mahasiswa yang terdaftar di pendidikan tinggi pada tahun 1985 adalah ilmu sosial jurusan. Humanities and science and technology represented nearly 28 percent and 21 percent, respectively. Humaniora dan ilmu pengetahuan dan teknologi mewakili hampir 28 persen dan 21 persen. The major degrees granted were the sarjana muda (junior scholar; roughly corresponding to a bachelor's degree) and the sarjana (scholar or master's degree). Derajat utama yang diberikan adalah sarjana muda (junior sarjana; kira-kira sesuai untuk gelar sarjana) dan sarjana (sarjana atau gelar master). Very few doktor (doctoral) degrees were awarded. Sangat sedikit Doktor (doktor) derajat diberikan. Few students studying for the sarjana muda actually finished in one to three years. Beberapa siswa belajar untuk sarjana muda benar-benar selesai dalam satu sampai tiga tahun. One study found that only 10 to 15 percent of students finished their course of study on time, partly because of the requirement to complete the traditional skripsi (thesis). Satu studi menemukan bahwa hanya 10 sampai 15 persen dari siswa menyelesaikan program studi mereka tepat waktu, sebagian karena kebutuhan untuk menyelesaikan skripsi tradisional (tesis). In 1988, for instance, 235,000 new students were admitted for sarjana muda -level training and 1,234,800 were enrolled at various stages of the program, but only 95,600 graduated. Pada tahun 1988, misalnya, 235.000 siswa baru diterima untuk sarjana muda tingkat pelatihan dan 1.234.800 yang terdaftar pada berbagai tahap program, tetapi hanya 95.600 lulus. Discussion about how to improve Indonesian higher education focused on issues of teacher salaries, laboratory and research facilities, and professor qualifications. Diskusi tentang bagaimana meningkatkan pendidikan di Indonesia lebih tinggi difokuskan pada masalah gaji guru, fasilitas laboratorium dan penelitian, dan kualifikasi profesor. According to official figures, in 1984 only 13.9 percent of permanent faculty members at state institutions of higher learning had any advanced degree; only 4.5 percent had a doctorate. Menurut angka resmi, pada tahun 1984 hanya 13,9 persen dari anggota fakultas permanen pada lembaga negara pendidikan tinggi punya gelar yang lebih tinggi; hanya 4,5 persen memiliki gelar doktor. Since doctoral programs were rare in Indonesia and there was little money to support education overseas, this situation improved only slowly. Sejak program doktor di Indonesia itu jarang dan ada sedikit uang untuk mendukung pendidikan di luar negeri, situasi ini membaik perlahan-lahan. Despite these difficulties, most institutions of higher education received large numbers of applications in the late 1980s and early 1990s; in state institutions less than one application in four was accepted. Meskipun kesulitan ini, kebanyakan lembaga pendidikan tinggi menerima banyak aplikasi di akhir 1980-an dan awal 1990, dalam lembaga negara kurang dari satu aplikasi dalam empat diterima. One of the most serious problems for graduates with advanced degrees, however, was finding employment suited to their newly acquired education. Salah satu masalah paling serius bagi lulusan dengan gelar tinggi, bagaimanapun, adalah menemukan pekerjaan sesuai dengan pendidikan mereka yang baru diperoleh. The University of Indonesia, founded in Jakarta in the 1930s, is the nation's oldest university. Universitas Indonesia, didirikan di Jakarta pada 1930-an, adalah universitas tertua bangsa. Other major universities include Gadjah Mada University (Indonesia's oldest

postindependence university, founded in 1946) in Yogyakarta; Catholic University and Institut Teknologi Bandung, both in Bandung; and the Institut Pertanian Bogor in Bogor. Universitas besar lainnya termasuk Universitas Gadjah Mada (yang terlama pascakemerdekaan Indonesia, universitas, didirikan pada 1946) di Yogyakarta; Universitas Katolik dan Institut Teknologi Bandung, baik di Bandung, dan Institut Pertanian Bogor di Bogor. In the early 1990s, there also were important regional universities in Sulawesi, Sumatera Utara, Jawa Barat, and Irian Jaya. Pada awal 1990, ada juga adalah universitas regional yang penting di Sulawesi, Sumatera Utara, Jakarta, dan Irian Jaya.

Untuk mengetahui Makalah dan Artikel Manajemen Pendidikan, silahkan klik DISINI 1. Konsep dan Substansi Manajemen Pendidikan

Konsep Dasar Manajemen Sekolah Konsep Dasar Manajemen Peserta Didik Konsep Dasar Manajemen Keuangan Sekolah Konsep Dasar Manajemen Peran Serta Masyarakat Manajemen Sekolah dalam Upaya Mengantisipasi Perubahan Manajemen Kinerja Guru Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah dan KTSP Konsep Visi Sekolah Rencana Pengembangan Sekolah (RPS) Analisis Situasi Sekolah dalam Pengembangan KTSP Strategi Pengembangan Sekolah Unggul Sepuluh Langkah Menjaga Kehidupan Inovasi dalam Organisasi Difusi Inovasi Makna Baru Perubahan Pendidikan Image Perubahan Pendidikan Enam Mithos tentang Kreativitas Sepuluh Cara Meningkatkan Inovasi Sekilas tentang Teori-Teori Organisasi Budaya Organisasi di Sekolah Pengembangan Budaya Sekolah Sekolah Sehat dan Sekolah Sakit Iklim Sekolah Kaitannya dengan Hasil Akademik dan Non Akademik Siswa Konsep Disiplin Kerja Tiga Belas Ciri Sekolah Bermutu Mutu Pendidikan Kita Rendah Salah Siapa? Memperbaiki Mutu Pendidikan Sekolah Melalui Team Work Konsep Dasar Sekolah Kategori Mandiri-Sekolah Standar Nasional Peran Strategis Komite Sekolah Tujuh Sikap Mencairkan Konflik di Sekolah Sebelas Karakteristik Manajemen Sekolah [download] Peraturan Presiden Nomor 52 Tahun 2009 tentang Tambahan Penghasilan Bagi Guru PNS Sekilas Mengenal tentang Tunjangan Profesi Guru

[Download] Petunjuk Teknis Pembayaran Tunjangan Profesi Guru Tahun 2010 Sekilas tentang Biaya Pendidikan Tentang Standar Pendidikan Pengambilan Keputusan Partisipatif di Sekolah Pengambilan Keputusan Tentang Kantin Sekolah

2. Pengawas dan Kepengawasan Sekolah


Hakikat Pengawasan Sekolah Tugas Pokok dan Fungsi Pengawas Sekolah Perencanaan, Pelaksanaan dan Pelaporan Pengawasan Quality-Based Educational Supervision (QBES): Membangun Pengawasan Pendidikan yang Berorientasi Mutu Kualifikasi Pengawas Sekolah Kompetensi Pengawas Sekolah Pembinaan dan Pengembangan Karier Pengawas Sekolah Standar Mutu Pengawas Sekolah Peran Pengawas Sekolah Harus Direvitalisasi [Kompetensi Sosial Pengawas] Mengembangkan Kemitraan [Kompetensi Sosial Pengawas] Mengembangkan Komunikasi Efektif Program Penguatan Kemampuan Kepala dan Pengawas Sekolah 2010 Peran Pengawas Sekolah Harus Direvitalisasi Akreditasi Sekolah Sekilas tentang Kebijakan Akreditasi Sekolah Sekilas tentang Visitasi Akreditasi Sekolah Koleksi Instrumen Supervisi Instrumen Kinerja Sekolah Standar Nasional Konsep Penilaian Portofolio Guru Konsep Penilaian Kinerja Guru Konsep Penilaian Kinerja Kepala Sekolah Evaluasi Kinerja Guru oleh Siswa Kepengawasan di Belanda (Makalah dari luar) Pedoman Pelaksanaan Tugas Guru dan Pengawas [download] Permendiknas RI No. 63 Tahun 2009 tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan [download] Buku 1 Pedoman Peserta Sertifikasi Guru dan Pengawas Sekolah Tahun 2010 [Download Edisi Revisi] Buku Pedoman Penetapan Peserta Sertifikasi Guru Tahun 2010 Informasi Terkini tentang Penyelenggaraan Sertifikasi Guru Tahun 2010 Program Pengawasan Sekolah Sebuah Catatan tentang Rencana Sertifikasi Pengawas Sekolah

3. Kepemimpinan Pendidikan

Kepemimpinan Pendidikan Kepemimpinan Kepala Sekolah Kompetensi Kepala Sekolah Kualifikasi Kepala Sekolah

Kemampuan Manajerial Kepala Sekolah Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah Profesionalisme Kepemimpinan Kepala Sekolah Tujuh Puluh Persen (70%) Kepala Sekolah Tidak Kompeten Kepemimpinan Perempuan Tigas Belas Faktor Menjadi Kepala Sekolah yang Efektif Profil Manajer dan Pemimpin Pendidikan yang Dibutuhkan Saat ini Tentang Kewirausahaan Kepala Sekolah

Pengertian Manajemen Kata Manajemen berasal dari bahasa Perancis kuno mnagement, yang memiliki arti seni melaksanakan dan mengatur.[2] Manajemen belum memiliki definisi yang mapan dan diterima secara universal.[3] Mary Parker Follet, misalnya, mendefinisikan manajemen sebagai seni menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain. Definisi ini berarti bahwa seorang manajer bertugas mengatur dan mengarahkan orang lain untuk mencapai tujuan organisasi.[4] Ricky W. Griffin mendefinisikan manajemen sebagai sebuah proses perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, dan pengontrolan sumber daya untuk mencapai sasaran (goals) secara efektif dan efesien. Efektif berarti bahwa tujuan dapat dicapai sesuai dengan perencanaan, sementara efisien berarti bahwa tugas yang ada dilaksanakan secara benar, terorganisir, dan sesuai dengan jadwal.[5] C. Fungsi Manajemen Fungsi manajemen adalah elemen-elemen dasar yang akan selalu ada dan melekat di dalam proses manajemen yang akan dijadikan acuan oleh manajer dalam melaksanakan kegiatan untuk mencapai tujuan.Fungsi manajemen pertama kali diperkenalkan oleh seorang industrialis Perancis bernama Henry Fayol pada awal abad ke-20. Ketika itu, ia menyebutkan lima fungsi manajemen, yaitu merancang, mengorganisir, memerintah, mengordinasi, dan mengendalikan. Namun saat ini, kelima fungsi tersebut telah diringkas menjadi tiga, yaitu: 1. Perencanaan (planning) adalah memikirkan apa yang akan dikerjakan dengan sumber yang dimiliki. Perencanaan dilakukan untuk menentukan tujuan perusahaan secara keseluruhan dan cara terbaik untuk memenuhi tujuan itu. Manajer mengevaluasi berbagai rencana alternatif sebelum mengambil tindakan dan kemudian melihat apakah rencana yang dipilih cocok dan dapat digunakan untuk memenuhi tujuan perusahaan. Perencanaan merupakan proses terpenting dari semua fungsi manajemen karena tanpa perencanaan, fungsi-fungsi lainnya tak dapat berjalan. 2. Pengorganisasian (organizing) dilakukan dengan tujuan membagi suatu kegiatan besar menjadi kegiatan-kegiatan yang lebih kecil. Pengorganisasian mempermudah manajer dalam melakukan pengawasan dan menentukan orang yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas-tugas yang telah dibagi-bagi tersebut. Pengorganisasian dapat dilakukan dengan cara menentukan tugas apa yang harus dikerjakan, siapa yang harus

mengerjakannya, bagaimana tugas-tugas tersebut dikelompokkan, siapa yang bertanggung jawab atas tugas tersebut, pada tingkatan mana keputusan harus diambil. 3. Pengarahan (directing) adalah suatu tindakan untuk mengusahakan agar semua anggota kelompok berusaha untuk mencapai sasaran sesuai dengan perencanaan manajerial dan usaha. 1. D. Sarana Manajemen Untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan diperlukan alat-alat sarana (tools). Tools merupakan syarat suatu usaha untuk mencapai hasil yang ditetapkan. Tools tersebut dikenal dengan 6M, yaitu men, money, materials, machines, method, dan markets. Man merujuk pada sumber daya manusia yang dimiliki oleh organisasi. Dalam manajemen, faktor manusia adalah yang paling menentukan. Manusia yang membuat tujuan dan manusia pula yang melakukan proses untuk mencapai tujuan. Tanpa ada manusia tidak ada proses kerja, sebab pada dasarnya manusia adalah makhluk kerja. Oleh karena itu, manajemen timbul karena adanya orang-orang yang berkerja sama untuk mencapai tujuan. Money atau Uang merupakan salah satu unsur yang tidak dapat diabaikan. Uang merupakan alat tukar dan alat pengukur nilai. Besar-kecilnya hasil kegiatan dapat diukur dari jumlah uang yang beredar dalam perusahaan/lembaga. Oleh karena itu uang merupakan alat (tools) yang penting untuk mencapai tujuan karena segala sesuatu harus diperhitungkan secara rasional. Hal ini akan berhubungan dengan berapa uang yang harus disediakan untuk membiayai gaji tenaga kerja, alat-alat yang dibutuhkan dan harus dibeli serta berapa hasil yang akan dicapai dari suatu organisasi. Material terdiri dari bahan setengah jadi (raw material) dan bahan jadi. Dalam dunia usaha untuk mencapai hasil yang lebih baik, selain manusia yang ahli dalam bidangnya juga harus dapat menggunakan bahan/materi-materi sebagai salah satu sarana. Sebab materi dan manusia tidaki dapat dipisahkan, tanpa materi tidak akan tercapai hasil yang dikehendaki. Machine atau Mesin digunakan untuk memberi kemudahan atau menghasilkan keuntungan yang lebih besar serta menciptakan efesiensi kerja. Metode adalah suatu tata cara kerja yang memperlancar jalannya pekerjaan manajer. Sebuah metode daat dinyatakan sebagai penetapan cara pelaksanaan kerja suatu tugas dengan memberikan berbagai pertimbangan-pertimbangan kepada sasaran, fasilitas-fasilitas yang tersedia dan penggunaan waktu, serta uang dan kegiatan usaha. Perlu diingat meskipun metode baik, sedangkan orang yang melaksanakannya tidak mengerti atau tidak mempunyai pengalaman maka hasilnya tidak akan memuaskan. Dengan demikian, peranan utama dalam manajemen tetap manusianya sendiri. Market atau pasar adalah tempat di mana organisasi menyebarluaskan (memasarkan) produknya. Memasarkan produk sudah barang tentu sangat penting sebab bila barang yang diproduksi tidak laku, maka proses produksi barang akan berhenti. Artinya, proses kerja tidak akan berlangsung. Oleh sebab itu, penguasaan pasar dalam arti menyebarkan hasil produksi merupakan faktor menentukan dalam perusahaan. Agar pasar dapat dikuasai maka kualitas

dan harga barang harus sesuai dengan selera konsumen dan daya beli (kemampuan) konsumen E. Pengertian Organisasi dan Pengorganisasian Organisasi (organization) dan pengorganisasion (organizing) memiliki hubungan yang erat dengan manajemen. Organisasi merupakan alat dan wadah atau tempat manejer melakukan kegiatan-kegiatannya untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Sementara Pengorganisasian merupakan salah satu fungsi organik dari manajemen dan ditempatkan sebagai fungsi kedua setelah perencanaan (planning). Dengan demikian, antara organisasi dan pengorganisasian memiliki pengertian yang berbeda. James L. Gibson c.s., sebagaimana yang dikutip oleh Winardi, berpendapat bahwa:[6] organisasi-organisasi merupakan entitas-entitas yang memungkinkan masyarakat mencapai hasil-hasil tertentu, yang tidak mungkin dilaksanakan oleh individu-individu yang bertidak secara sendiri Organisasi-organisasi yang dibentuk oleh sekelompok orang pada dasarnya menginginkan terwujudnya suatu hasil atau tujuan tertentu. Tujuan yang diinginkan tersebut tidak dapat diperoleh secara individu tetapi perlu dilakukan upaya secara bersama dan terpadu. Stephen R. Robbins memberikan rumusan pengertian organisasi sebagai berikut: An organization is a consciously coordinated social entity, with a relatively identifiable boundary, that functions on a relatively continuous basis to achieve a common goal or set of goals. Entitas sosial yang dikemukakan dalam definisi di atas berarti bahwa kesatuan tersebut terdiri dari orang-orang atau kelompok orang yang saling berinteraksi. Pola-pola interaksi yang diikuti orang-orang di dalam suatu organisasi tidak muncul begitu saja, akan tetapi mereka dipertimbangkan sebelumnya. Mengingat bahwa organisasi-organisasi merupakan entitasentitas sosial, maka pola-pola interaksi para anggotanya perlu dipertimbangkan pula serta diharmonisasi guna tercapainya tujuan yang diinginkan. Prajudi Atmosudirdjo menyatakan bahwa organisasi adalah struktur tata pembagian kerja dan struktur hubungan kerja antara sekelompok orang pemegang posisi yang bekerjasama untuk bersama-sama mencapai tujuan tertentu.[7] Barnad, seperti yang dikutip Asnawir, organisasi adalah suatu sistem mengenai usaha kerjasama yang dilakukan oleh dua orang atau lebih untuk mencapai tujuan tertentu.[8] Dari beberapa definisi di atas dapat dipahami bahwa organisasi adalah tempat atau wadah berkumpulnya beberapa orang yang secara sadar berinteraksi dan saling bekerja sama untuk mewujudkan tujuan yang telah disepakati bersama. Meskipun terdapat perbedaan definisi tentang organisasi, akan tetapi secara umum organisasi itu memiliki ciri-ciri yang sama. Edgar H. Schein, seorang psikolog keorganisasian terkemuka berpendapat bahwa semua organisasi memiliki empat macam ciri atau karakteristik sebagai berikut.[9] 1. Koordinasi Upaya; Para individu yang bekerja sama dan mengkoordinasi upaya mental atau fisikal mereka dapat mencapai banyak hal yang hebat dan yang menakjubkan. 2. Tujuan Umum Bersama; Koordinasi upaya tidak mungkin terjadi, kecuali apabila pihak yang telah bersatu, mencapai persetujuan untuk berupaya mencapai sesuatu yang merupakan

kepentingan bersama. Sebuah tujuan umum bersama memberikan anggota organisasi sebuah rangsangan untuk bertindak. 3. Pembagian Kerja; Dengan jalan membagi-bagi tugas-tugas kompleks menjadi pekerjaanpekerjaan yang terspesialisasi, maka sesuatu organisasi dapat memanfaatkan sumber-sumber daya manusianya secara efisien. Pembagian kerja memungkinkan para anggota organisasiorganisasi menjadi lebih terampil dan mampu karena tugas-tugas terspesialisasi dilaksanakan berulang-ulang. 4. Hierarki Otoritas; Para teoretisi organisasi telah merumuskan otoritas sebagai hak untuk mengarahkan dan memimpin kegiatan-kegiatam pihak lain. Tanpa hierarki otoritas yang jelas, koordinasi upaya akam mengalami kesulitan, bahkan kadang-kadang tidak mungkin diilaksanakan. Akuntabilitas juga dibantu apabila orang-orang bekerja dalam rantai komando ((he chain of command). Lebih lanjut, Malayu S.P. Hasibuan menyimpulkan bahwa aspek-aspek penting dari berbagai definisi organisasi adalah:[10] 1. adanya tujuan tertentu yang ingin dicapai; 2. adanya sistem kerja sama yang terstruktur dari sekelompok orang; 3. adanya pembagian kerja dan hubungan kerja antara sesama karya wan; 4. adanya penetapan dan pengelompokan pekerjaan yang terintegrasi; 5. adanya keterikatan formal dan tata tertib yang harus ditaati; 6. adanya pendelegasian wewenang dan koordinasi tugas-tugas; 7. adanya unsur-unsur dan alat-alat organisasi; 8. adanya penempatan orang-orang yang akan melakukan pekerjaan. Untuk lebih memahami hakikat organisasi, perlu diketahui pula unsur-unsurnya, yaitu: 1. Manusia (human factor), artinya organisasi baru ada jika ada unsur manusia yang bekerja sama, ada pemimpin dan ada yang dipimpin (bawahan). 2. Tempat Kedudukan, artinya organisasi baru ada, jika ada tempat kedudukannya. 3. Tujuan, artinya organisasi baru ada jika ada tujuan yang ingin dicapai. 4. Pekerjaan, artinya organisasi baru ada, jika ada pekerjaan yang akan dikerjakan serta adanya pembagian pekerjaan. 5. Struktur, artinya organisasi baru ada, jika ada hubungan dan kerja sama antara manusia yang satu dengan yang lainnya. 6. Teknologi, artinya organisasi baru ada, jika terdapat unsur teknis.

7. Lingkungan (Environment External Social System), artinya organisasi baru ada, jika ada lingkungan yang saling mempengaruhi mi-salnya ada sistem kerja sama sosial. Adapun pengorganisasian, juga didefinisikan oleh para pakarnya. Asnawir mengemukakan bahwa istitah organizing[11] mempunyai arti yaitu berusaha untuk menciptakan suatu struktur dan bagian untuk dapat berinteraksi dan saling pengaruh-mempengaruhi antara satu sama lainnya. Pengorganisasian tersebut juga dapat diartikan sebagai penyusunan tugas dan tanggung jawab para personil dalam organisasi. George R. Terry, seperti yang dikutip Malayu S.P. Hasibuan, menuliskan: Organizing is the establishing of effective behavioral relationships among persons so that they may work together efficiently and gain personal satisfaction in doing selected tasks under given environmental conditions for the purpose of achieving some goal or objective.[12] Dari dua definisi di atas jelaslah bahwa pengorganisasian merupakan salah satu fungsi manajemen setelah fungsi perencanaan sehingga masing-masing anggota organisasi mendapat tugas dan tanggung jawab tertentu sesuai dengan yang direncanakan untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Kemudian, proses pengorganisasian juga mencakup kegiatan-kegiatan berikut: 1. Pembagian kerja yang harus dilakukan oleh individu atau kelompok-kelompok tertentu. 2. Pernbagian aktivitas menurut level kekuasaan dan tanggungjawab. 3. Pengelompokan tugas menurut tipe dan jenisnya. 4. Penggunaan mekanisme koordinasi kegiatan individu /kelompok. 5. Pengaturan hubungan kerja antara anggota organisasi. Adapun langkah-langkah pengorganisasian dapat dilakukan sebagai berikut: 1. Tujuan, manajer harus mengetahui tujuan organisasi yang ingin dicapai; apa profit motive atau service motive. 2. Penentuan kegiatan-kegiatan, artinya manajer harus mengetahui, merumuskan dan mengspesifikasikan kegiatan-kegiatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan organisasi dan menyusun daftar kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan. 3. Pengelompokan kegiatan-kegiatan, artinya manajer harus mengelompokkan kegiatankegiatan ke dalam beberapa kelompok atas dasar tujuan yang sama; kegiatan-kegiatan yang bersamaan dan berkaitan erat disatukan ke dalam satu departemen atau satu bagian. 4. Pendelegasian wewenang, artinya manajer harus menetapkan besarnya wewenang yang akan didelegasikan kepada setiap departemen. 5. Rentang kendali, artinya manajer harus menetapkan jumlah karyawan pada setiap departemen atau bagian.

6. Perincian peranan perorangan, artinya manajer harus menetapkan dengan jelas tugas-tugas setiap individu karyawan, supaya tumpang-tindih tugas terhindarkan. 7. Tipe organisasi, artinya manajer harus menetapkan tipe organisasi apa yang akan dipakai, apakah line organization, line and staff organization ataukah function organization. 8. Struktur organisasi (organization chart = bagan organisasi), artinya manajer harus menetapkan struktur organisasi yang bagaimana yang akan dipergunakan, apa struktur organisasi segitiga vertikal, segitiga horizontal, berbentuk lingkaran, berbentuk setengah lingkaran, berbentuk kerucut vertikal/horizontal ataukah berbentuk oval. Jika proses pengorganisasian dalam suatu organisasi di atas dilakukan dengan baik dan berdasarkan ilmiah, maka organisasi yang disusun akan baik, efektif, efisien dan sesuai dengan kebutuhan perusahaan dalam mencapai tujuannya. Dengan demikian, antara organisasi (organization) dengan pengorganisasian (organizing) memiliki hubungan yang sangat erat. Pengorganisasian yang baik akan menghasilkan organisasi yang baik pula. Pengorganisasian diproses oleh organisator (manajer) sehingga pengorganisasian itu bersifat dinamis dan hasilnya adalah organisasi yang bersifat statis. Akan tetapi, hakikat organisasi juga bisa dipandang sebagai statis dan dinamis. Statis bila organisasi sebagai wadah, tempat kegiatan administrasi dan manajemen. Sedangkan dinamis ketika organisasi sebagai suatu proses, interaksi hubungan, formal (nampak di bagan organisasi) dan informal (tidak diatur, tidak nampak dalam struktur). Hubungan informal timbul, karena hubungan pribadi, kesamaan kepentingan, dan kesamaan interest dengan kegiatan di luar. Berangkat dari pengertian di atas maka dalam perkembangannya dan karena tuntutan globalisasi muncul berbagai hal berkenaan dengan pengorganisasian, seperti struktur organisasi yaitu pola formal bagaimana orang dan pekerja dikelompokkan dalam suatu organisasi yang biasa digambarkan dengan bagan organisasi. Perilaku organisasi, yang ditekankan pada perilaku manusia dalam kelompok, iklim organisasi yaitu serangkaian sifat lingkungan kerja, kultur organisasi yaitu sistem yang dapat menembus nilai-nilai, kepercayaan dan norma-norma di setiap organisasi, desain organisasi yaitu struktur organisasi spesifik yang dihasilkan dari keputusan dan tindakan manajer, pengembangan organisasi, politik organisasi, proses organisasi yaitu aktivitas yang memberi nafas pada kehidupan struktur organisasi, dan profil organisasi yaitu suatu diagram yang menunjukkan respons anggota organisasi. Berkaitan dengan pengertian organisasi, dalam Alquran dicontohkan beberapa surat yang berkaitan dengan organisasi, sebagaimana Firman Allah SWT yang berkaitan dengan: a. perlunya persatuan, dalam surat: 2:43, 4:71, 37:1, b. perlunya berbangsa-bangsa, dalam surat: 5:48, 22:34,67, 49:13 c. perlunya bersatu dan mengikuti jalan yang lurus, dalam surat: 30:31,32, 2:103,105, 6:59, 8:46 dan

d. perlunya saling tolong-menolong dan kerja sama, dalam surat: 5:2, 8:74, 9:71. Jadi, organisasi ada karena untuk mendapatkan sesuatu. Sesuatu ini merupakan tujuan organisasi. Demikian pula dalam pendidikan Islam, organisasi juga dibutuhkan. Organisasi pendidikan Islam dapat dipahami sebagai wadah berkumpulnya beberapa orang yang saling bekerja sama dan beriteraksi dalam menerapkan dan mewujudkan tujuan pendidikan Islam dengan tetap berlandaskan kepada nilai-nilai ajaran Islam itu sendiri. C. Sejarah Perkembangan Organisasi Sebagaimana yang telah disinggung sebelumnya bahwa manusia adalah makhluk sosial. Hal ini turut mendorong manusia membentuk organisasi untuk mewujudkan cita-citanya. Karena itu, organisasi muncul ketika manusia itu berkumpul dua orang atau lebih. Bahkan, sebelum manusia terlahir ke muka bumi ini, benih-benih organisasi juga telah tersirat sejak awal proses penciptaan manusia di alam rahim. Seperti yang dijelaskan oleh ilmu kedokteran, sel sperma seorang laki-laki dikatakan normal apabila berjumlah minimal 20 juta sel sperma. Padahal, hanya satu sel yang dibutuhkan untuk melakukan pembuahan dengan sel telur milik sang istri. Peristiwa ini mengisyaratkan bahwa manusia memang ditakdirkan untuk berorganisasi dalam mencapai tujuan. Demikian pula kisah nabi Adam as sebagai manusia pertama yang diungkap dalam al-Quran, ia juga membentuk kelurga bersama istrinya Hawa. Ketika mereka memiliki anak, maka anak-anak tersebut mereka dididik dan diorganisir sedemikian rupa dengan pekerjaan yang berbeda sesuai dengan bakat dan minat mereka. Seperti Qabil bekerja sebagai petani, sedangkan Habil sebagai peternak. Hal ini terungkap dalam firman Allah SWT: Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putera Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan korban, Maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). ia berkata (Qabil): Aku pasti membunuhmu. berkata Habil: Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertakwa. (Qs. al-Maidah/5: 27) Sepanjang sejarah perkembangan manusia, juga ditemukan bukti-bukti bahwa organisasi itu telah muncul di tengah-tengah masyarakat. Kehidupan orang-orang Yunani, kerajaankerajaan yang telah dibangun pada masa Romawi juga menunjukkan bahwa mereka telah membentuk dan membangun organisasi yang baik. Dengan demikian, manusia dan organisasi serta aktivitasnya telah berlangsung lama sejak ribuan tahun silam, tapi yang dibutuhkan dan perlu untuk diketahui adalah akar perkembangan organisasi pada abad ke-18 dan ke-19, yaitu: 1. Masa Praktik Awal Ada tiga nama penting yang mempunyai pengaruh besar dalam menentukan arah dan batasan dari perilaku organisasi, mereka itu adalah Adam Smith, Charles Babbage, dan Robert Owen. 1. Adam Smith, 1776; Adam Smith telah memberikan kontribusi yang sangat penting dengan doktrin ekonominya, yaitu spesialisasi bidang kerja atau pembagian tugas dengan berbagai

argumentasi yang sangat dalam. Adam Smith memberikan contoh pembagian tugas dengan spesialisasi bidang kerja tertentu dalam pabrik pembuatan peniti. Ada sepuluh orang pekerja dalam pabrik tersebut, setiap orang mempunyai tugas tertentu dengan mengerjakan suatu bagian kerja tertentu. Sepuluh orang pekerja tersebut dapat membuat 48.000 buah peniti tiap harinya. Selanjutnya, jika setiap pekerja mengambil kawat sendiri-sendiri kemudian meluruskannya, membuatkan ujung batangnya, hasilnya setiap pekerja mampu membuat satu peniti dalam satu hari. Kalau ada sepuluh pekerja maka dapat membuat sepuluh peniti setiap hari. Dan spesialisasi bidang pekerjaan tertentu pada masa sekarang ini sudah barang tentu termotivasi oleh keuntungan yang berlipat ganda dari doktrin Adam Smith pada 2 abad silam. 2. Charles Babbage, 1832; Charles Babbage adalah seorang profesor matematika dari Inggris yang telah mengembangkan sistem pembagian tugas yang telah diartikulasikan pertama kali oleh Adam Smith. Babbage menambahkan beberapa keuntungan dengan sistem pembagian tugas, yang telah dikemukakan oleh Adam Smith. Selain keterampilan, menghemat waktu yang terkadang sering disia-siakan terbuang ketika penggantian tugas satu ke tugas yang lain. Keuntungan tersebut yaitu: a. Mempersingkat waktu yang diperlukan untuk belajar suatu pekerjaan. b. Menghemat pemborosan material yang diperlukan dalam pelajaran pada tiap tingkatan. c. Memungkinkan untuk menghasilkan tingkat keterampilan yang tinggi. d. Memungkinkan kemampuan untuk membandingkan keterampilan seseorang dan bakat fisik dengan tugas-tugas tertentu. 3. Robert Owen, 1825; Robert Owen adalah orang periling dan berjasa dalam sejarah perilaku organisasi karena ia adalah seorang industrialis pertama yang mengingatkan bagaimana sistem pabrik yang sedang tumbuh dan berkembang telah merendahkan para pekerja. Ia menolak praktik-praktik kekerasan yang ia lihat di pabrik-pabrik, seperti anak yang bekerja di bawah umur 10 tahun, 13 jam kerja tiap hari dengan kondisi kerja yang menyedihkan. Owen menjadi seorang reformer, ia mencek para pemilik pabrik yang memperlakukan peralatan lebih baik dibandingkan dengan para karyawannya, ia mengkritik mereka yang membeli mesin dengan harga mahal sementara membayar para pekerja yang menjalankan mesin tersebut dengan harga sangat murah. Owen mengatakan bahwa mempergunakan uang untuk meningkatkan para pekerja merupakan salah satu investasi terbaik yang menjadi pilihan para eksekutif bisnis, ia mengklaim bahwa memperlihatkan concern kepada para karyawan akan sangat menguntungkan untuk manajemen dan membebaskan kesengsaraan manusia. Untuk ukuran zaman Owen ia tentu sangat idealis tapi seratus tahun setelah tahun 1825 ditetapkan jam kerja untuk semua, undang-undang perburuhan anak, pendidikan untuk umum, perusahaan memberikan makan pada waktu kerja. 2. Masa Klasik Masa Klasik meliputi tahun 1900-1930. Selama periode ini, untuk pertama kali teori-teori manajemen secara umum mulai dikembangkan, pada masa ini yang banyak kontribusi dalam perilaku organisasi, mereka itu adalah Frederick W. Taylor, Henry Fayol, Max Weber, Mary Panther Follet, dan Chester Bernard telah meletakkan dasar praktik-praktik manajemen sekarang.

Manajemen secara Ilmiah 1. Frederick W Taylor; Frederick W Taylor menggambarkan prinsip-prinsip manajemen secara ilmiah menampilkan tiga bab sebagai tujuan dari gerakannya:[13] a. Untuk menegaskan bahwa Amerika Serikat telah dirugikan karena tidak adanya efisiensi. b. Maka solusi terletak pada manajemen yang sistematis bukan pada usaha mencari orang yang istimewa. c. Untuk membuktikan bahwa manajemen yang baik adalah suatu ilmu yang tepat yang berdasarkan pada hukum-hukum yang jelas, aturan-aturan, dan prinsip-prinsip. Awal penggunaan manajemen yang ilmiah membuahkan hasil yang gemilang. Perusahaan motor Ford berusaha melaksanakan prinsip-prinsip manajemen ilmiah di tahun 1908 dan berhasil merakit suatu mobil hanya dalam waktu 14 menit. Dari pandangan ilmu perilaku, pelaksanaan manajemen ilmiah mencoba memadukan asumsi-asumsi mekanik terhadap ilmuilmu perilaku organisasi. 2. Teori Administratif dari Henry Fayol; Henry Fayol seorang industriawan Perancis menerbitkan bukunya pada tahun 1919 yakni General and Industrial Administration. Yang banyak mempengaruhi pemikiran-pemikiran manajemen di Eropa. Pandangan-pandangannya dianggap sebagai suatu pemikiran tentang organisasi administratif. Fayol berpendapat bahwa semua organisasi terdiri dari unit atau subsistem sebagai berikut: a. Aspek teknik dan komersial dan dari kegiatan pembelian, produksi dan penjualan. b. Kegiatan-kegiatan keuangan. c. Unit-unit keamanan dan perlindungan d. Fungsi perhitungan e. Fungsi administratif dari perencanaan, organisasi, pengarahan, koordinasi, dan pengendalian. 3. Teori Struktural dari Max Weber; Max Weber adalah pemikir dalam ilmu sosial dari Jerman. Dua aspek kerja Weber yang relevan dengan perilaku organisasi yaitu: Pcrtama, seorang ahli ilmu sosial, ia tertarik untuk menjelas-kan preskripsi dari pertumbuhan organisasi yang besar. Kedua, ia terkesan akan kelemahan-kelemahan manusia dan pertimbangan yang kadangkadang tidak realistis bahwa manusia mempunyai rasa emosi. Teori Max Weber memiliki sifat: a. Adanya spesialisasi atau pembagian kerja b. Adanya hierarki yang berkembang c. Adanya suatu sistem atau aturan dari suatu prosedur

d. Adanya hubungan kelompok yang impersonalitas e. Adanya promosi dan jabatan yang berdasarkan kecakapan. 3.Gerakan Hubungan Kemanusiaan Raymond Miles menyatakan bahwa pendekatan hubungan kemanusiaan secara sederhana menempatkan karyawan sebagai manusia, tidak sebagai mesin yang dipergunakan dalam berproduksi. Pada sejarah hubungan kemanusiaan ini terdapat tiga kejadian yang memberikan kontribusi dalam penelaahan ilmu perilaku organisasi. Tiga kejadian itu antara lain sam masa-masa depresi yang hebat, gerakan kaum buruh, dan basil penemuan Howthorne. a. Masa depresi; depresi yang terjadi pada tahun 1930-an menyebabkan goncangan yang hebat di bidang keuangan. dan perekonomian pada umumnya. Penyebab depresi pada umumnya antara lain: a) Akumulasi stok barang yang baru yang besar di tangan konsumen b) Konsumen menolak naiknya harga c) Jarang investasi dalam skala usaha d) Melemahnya kepercayaan dan harapan-harapan e) Akumulasi yang besar dari kemampuan produksi sebagai basil pengembangan teknologi. Ledakan depresi menyadarkan manajemen untuk menghayati bahwa produksi tidak akan bertahan lama sebagai unsur yang bertanggung jawab dalam manajemen. Di saat itu lalu timbul gagasan untuk meletakkan unsur manusia sebagai unsur yang amat dominan dalam manajemen, sebagai basil dari depresi hubungan kemanusiaan dan perilaku organisasi mendapatkan tempat yang dominan dan perhatian yang seksama. b. Gerakan Serikat Buruh; di tahun 1935 serikat buruh secara sah diakui (legally entranced), banyak para manajer menjadi sadar dan mulai banyak memberikan perhatiannya kepada buruh. Gerakan serikat buruh ini secara langsung ataupun tidak langsung memberikan dampak yang besar terhadap studi perilaku organisasi individu-individu yang mendukung kerja sama dalam suatu organisasi tertentu. Gerakan serikat buruh tercatat dalam sejarah pengembangan studi perilaku organisasi, sebagai titik awal dalam masa embrio berkembang gerakan kemanusiaan. c. Penemuan Howthorne; Howthome mengadakan penelitian dengan tujuan untuk mencari sampai di mana pengaruh hubungan antara kondisi fisik lingkungan kerja dengan produktivitas karyawan. Penelitian ini dilakukan dalam beberapa langkah. Langkah pertama, percobaan tentang cahaya lampu antara tahun 1924-1927, hasilnya bahwa cahaya penerangan lampu pada tempat kerja hanyalah salah satu faktor yang mempengaruhi hasil kerja dan pengaruhnya kecil sekali. Langkah kedua, Howthorne menyediakan ruang istirahat bagi karyawan. Hasilnya dari fase ini hampir sama dengan fase pertama. Langkah ketiga, studi tentang ruang bank tilgram. Tujuannya untuk melakukan analisis pengamatan terhadap kelompok pekerja informal. Ternyata dalam fase ketiga ini tidak ada kenaikan produktivitas yang tinggi. Implikasi

penemuan Howthorne terhadap pengembangan tentang ilmu perilaku organisasi ternyata amat besar dan penting sekali. Usaha-usaha penemuan ini merupakan satu dasar yang amat berharga terhadap pendekatan perilaku di dalam segala aspek manajemen. 4. Organisasi Modern Asumsi dasar tentang sifat manusia menurut ilmu organisasi modern adalah bukan baik dan bukan buruk. Beberapa orang beranggapan bahwa manusia mempunyai keunikan dalam perilaku hal yang terarah, lainnya beranggapan bahwa perilaku manusia dalam banyak hal menunjukkan sebagai sasaran yang tidak teratur. Pendekatan yang dipakai untuk menganalisis perilaku manusia menurut ahli perilaku organisasi modern, yaitu pada hakikatnya juga menggunakan metode eksperimen, dengan memberikan penekanan pada observasi terkendali dan generalisasi data. Pengharapanpengharapan pada manajemen modern, yaitu pemahaman-pemahaman dari perilaku manusia yang selalu bertambah dengan pemahaman ilmiah yang akan membawa ke arah penyempurnaan kerja. Selain dari sejarah perkembangan organisasi sebagai suatu ilmu yang terjadi di kalangan ilmu barat, jauh sebelumnya juga ditemukan tokoh-tokoh dari Timur (baca: Islam) dalam mengemukakan berbagai teori yang berkenaan dengan organisasi. Salah satu di antaranya yang terkenal adalah Ibn Khaldun (1332 1406 M/732 808 H) diakui oleh para sarjana baik muslim maupun non-muslim di Barat sebagai seorang sosiolog ternama. Dalam kitab magnum opusnya, Muqaddimah, Ibn Khaldun banyak berbicara tentang teori masyarakat, peradaban, perkembangan profesi, serta pentingnya berkumpul (organisasi) dalam mewujudkan cita-cita bersama. Dalam Muqaddimah-nya,[14] Ibn Khaldun mengutip pendapat para filosofdi sini Ibn Khaldun tidak menyebutkan nama-nama filosof tersebut manusia adalah makhluk sosial (al-insnu madaniyyun bit thabi). Pernyataan ini menunjukkan bahwa manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa membutuhkan orang lain dalam kehidupannya. Lebih lanjut, ia menuliskan; Pernyataan ini mengandung makna bahwa seorang manusia tidak bisa hidup sendirian, dan eksistensinya tidaklah terlaksana kecuali dengan kehidupan bersama. Dia tidak akan mampu menyempurnakan eksistensi dan mengatur kehidupannya dengan sempurna secara sendiri. Benar-benar sudah menjadi wataknya, apabila manusia butuh bantuan dalam memenuhi kebutuhannya. Mula-mula, bantuan itu berupa konsultasi, lalu kemudian berserikat serta halhal lain sesudahnya. Berserikat dengan orang lain, bila ada kesatuan tujuan, akan membawa kepada sikap saling membantu. Tapi jika tujuannya berbeda, akan menimbulkan perselisihan dan pertengkaran, sehingga muncullah sikap saling membenci, saling berselisih. Ini yang membawa peperangan atau perdamaian di kalangan bangsa-bangsa. Dalam pernyataan di atas, Ibn Khaldun menyebutkan sebagai makhluk sosial, manusia selala berserikat (berorganisasi) jika memang ada kesatuan tujuan. Tampak jelas bahwa Ibn Khaldunyang hidup sekitar empat abad sebelum Adam Smith (1776)telah memahami teori organisasi. Dengan demikian, konsep organisasi sebenarnya telah dikemukakan oleh para tokoh intelektual Islam ketika masa kejayaannya sebelum berkembangnya peradaban Barat. Semua itu tidak terlepas dari isyarat-isyarat yang dikemukakan dalam al-Quran maupun Hadis sehingga melahirkan berbagai pemikiran yang brilliant dari generasi muslim pada masa-masa selanjutnya.

D. Prinsip-prinsip, Fungsi dan Manfaat Organisasi Agar terwujudnya suatu organisasi yang baik, efektif, efisien serta sesuai dengan kebutuhan, secara selektif harus didasarkan pada prinsip-prinsip organisasi sebagai berikut. 1. Principle of Organizational Objective (prinsip tujuan organisasi). Menurut prinsip ini tujuan organisasi harus jelas dan rasional, apakah bertujuan untuk mendapatkan laba (business organization) ataukah untuk memberikan pelayanan (public organization). Hal ini merupakan bagian penting dalam menentukan struktur organisasi. 2. Principle of Unity of Objective (prinsip kesatuan tujuan). Menurut prinsip ini, di dalam suatu organisasi harus ada kesatuan tujuan yang ingin dicapai. Organisasi secara keseluruhan dan tiap-tiap bagiannya harus berusaha untuk mencapai tujuan tersebut. Organisasi akan kacau, jika tidak ada kesatuan. 3. Principle of Unity of Command (prinsip kesatuan perintah) Menurut prinsip ini, hendaknya setiap bawahan menerima perintah ataupun memberikan pertanggungjawaban hanya kepada satu orang atasan, tetapi seorang atasan dapat memerintah beberapa orang bawahan. 4. Principle of the Span of Management (prinsip rentang kendali). Menurut prinsip ini, seorang manajer hanya dapat memimpin secara efektif sejumlah bawahan tertentu, misalnya 3 sampai 9 orang. Jumlah bawahan ini tergantung kecakapan dan kemampuan manajer bersangkutan. 5. Principle of Delegation of Authority (prinsip pendelegasian wewenang) Menurut prinsip ini, hendaknya pendelegasian wewenang dari seseorang atau sekelompok orang kepada orang lain jelas dan efektif, sehingga ia mengetahui wewenangnya. 6. Principle of Parity of Authority and Responsibility (prinsip keseimbangan wewenang dan tanggung jawab) Menurut prinsip ini, hendaknya wewenang dan tanggung jawab harus seimbang. Wewenang yang didelegasikan dengan tanggung jawab yang timbul karenanya harus samabesarnya, hendaknya wewenang yang didelegasikan tidak meminta pertanggungja wabany ang lebih besar dari wewenang itu sendiri atau sebaliknya. Misalnya, jika wewenang sebesar X, tanggung jawabnya pun harus sebesar X pula. 7. Principle of Responsibility (prinsip tanggung jawab). Menurut prinsip ini, hendaknya pertanggungjawaban dari bawahan terhadap atasan harus sesuai dengan garis wewenang (line authority) dan pelimpahan wewenang; seseorang hanya bertanggung jawab kepada orang yang melimpahkan wewenang tersebut. 8. Principle of Departmentation (principle of devision of work-prinsip pembagian kerja). Menurut prinsip ini, pengelompokan tugas-tugas, pekerjaan-pekerjaan atau kegiatan-kegiatan yang sama ke dalam satu unit kerja (departemen) hendaknya didasarkan atas eratnya hubungan pekerjaan tersebut. 9. Principle of Personnel Placement (prinsip penempatan personalia). Menurut prinsip ini, hendaknya penempatan orang-orang pada setiap jabatan harus didasarkan atas kecakapan, keahlian dan keterampilannya (the right men, in the right job); mismanajemen penempatan harus dihindarkan. Efektivitas organisasi yang optimal memerlukan penempatan karyawan

yang tepat. Untuk itu harus dilakukan seleksi yang objektif dan berpedoman atas job specification dari jabatan yang akan diisinya. 10. Principle of Scalar Chain (prinsip jenjang berangkai). Menurut prinsip ini, hendaknya saluran perintah/wewenang dari atas ke bawah harus merupakan mata rantai vertikal yang jelas dan tidak terputus-putus serta menempuh jarak terpendek. Sebaliknya pertanggungjawaban dari bawahan ke atasan juga melalui mata rantai vertikal, jelas dan menempuh jarak terpendeknya. Hal ini penting, karena dasar organisasi yang fundamental adalah rangkaian wewenang dari atas ke bawah; tindakan dumping hendaknya dihindarkan. 11. Principle of Efficiency (prinsip efisiensi). Menurut prinsip ini, suatu organisasi dalam mencapai tujuannya harus dapat mencapai hasil yang optimal dengan pengorbanan yang minimal. 12. Principle of Continuity (prinsip kesinambungan). Organisasi harus mengusahakan caracara untuk menjamin kelangsungan hidupnya. 13. Principle of Coordination (prinsip koordinasi). Prinsip ini merupakan tindak lanjut dari prinsip-prinsip organisasi lainnya. Koordinasi dimaksudkan untuk mensinkronkan dan mengintegrasikan segala tindakan, supaya terarah kepada sasaran yang ingin dicapai. Dalam konteks pendidikan Islam, prinsip-prinsip ini haruslah berlandaskan kepada landasan ajaran Islam itu sendiri, yaitu al-Quran dan Sunnah. Di antara prinsip organisasi yang tersirat dalam al-Quran dan Hadis adalah sebagai berikut: 1. Tujuan organisasi secara umum harus mencari dan menemukan keridhaan Allah SWT. Meskipun tujuan lain dibangun bernuansa duniawi, akan tetapi hal-hal yang bersifat duniawi tersebut adalah sesuatu yang diridhai oleh Allah SWT. Firman-Nya: Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jumat, Maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli, yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. Apabila telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyakbanyak supaya kamu beruntung. (Qs. al-Jumuah: 9-10) 2. Kerja sama yang dilakukan dalam suatu organisasitermasuk segala proses yang dijalankanhanya dalam kebaikan, bukan dalam hal kemaksiatan, keburukan, atau kemungkaran. Firman-Nya: Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya. (Qs. Al-Maidah/5: 2) 3. Pemberian tugas dan wewenang kepada anggota organisasi berdasarkan kemampuan yang mereka miliki. Dalam ajaran Islam, banyak hal hukum yang diterapkan berdasarkan kemampuannya, seperti shalat duduk atau berbaring bagi orang yang sakit, mengganti puasanya dengan fidyah bagi yang sakit dan sulit akan sembuh, dan sebagainya. Demikian pula perintah memberi nafkah, juga berdasarkan kemampuan seseorang, sebagaimana firman-Nya:

Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. dan orang yang disempitkan rezkinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan. (Qs. athThalaq/65: 7) Dalam hal ini, juga diperlukan penyerahan tugas sesuai dengan keahliannya. Rasulullah SAW bersabda:

Apabila suatu perkara/urusan diserahkan bukan pada ahlinya, maka tunggulah saat kehancurannya. (HR. Bukhari). 4. Masing-masing anggota organisasi harus menjalankan tugasnya dengan baik dan mempertanggungjawabkan setiap tugas yang diembannya. Rasulullah SAW bersabda: Kalian semua adalah pemimpin, dan akan diminta pertanggungjawaban tentang kepemimpinannya (muttafaq alaih). Mengenai tanggung jawab ini, juga dijelaskan dalam firman Allah SWT dalam al-Quran surat ar-Radu/13 ayat 11:

Artinya: Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah apa yang terdapat pada (keadaan) satu kaum (masyarakat), sehingga mereka mengubah apa yang terdapat dalam diri (sikap mental) mereka. 5. Seluruh anggota organisasi secara kolektif bertanggung jawab terhadap individu-individu yang ada dalam organisasi tersebut sehingga diperlukan adanya pembinaan (supervisi), pendidikan, dan perhatian kepada mereka. Jika tidak, maka kesalahan yang dilakukan oleh individu tertentu bisa merusak citra organisasi. Hal ini tersirat dalam firman Allah SWT dalam surat al-Anfal/8 ayat 25: Artinya: dan peliharalah dirimu dari pada siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu. dan ketahuilah bahwa Allah Amat keras siksaan-Nya. 6. Komunikasi yang digunakan dalam organisasi hendaklah dengan lemah lembut, tegas, perkataan yang benar serta mengandung keselamatan, sesuai dengan kondisi yang dibutuhkan. Mengenai pentingnya berkomunikasi dengan baik dan lemah lembut ini Allah SWT berfirman: Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. (Qs. Ali Imran/3: 159)

Dalam al-Quran juga ditemukan beberapa istilah komunikasi seperti: a. qaulan sadida/perkataan yang benar (Qs. an-Nisa/4: 9 dan al-Ahzab/33: 70); b. qaulan karima/perkataan yang mulia (Qs. al-Isra/17: 23); c. qaulun marufun atau qaulan marufa/perkataan yang baik (Qs. al-Baqarah/2: 2235 dan 263; Muhammad/47: 21 juga al-Ahzab/33: 32 dan an-Nisa/4: 8); d. qaula al-haq/perkataan yang benar (Qs. Maryam/19: 34); dan e. qaulan baligha/perkataan yang sampai berbekas pada jiwa mereka (Qs. an-Nisa/4: 63). Berbagai bentuk kata yang menunjukkan etika dan cara komunikasi tersebut dilakukan sesuai dengan kondisi lawan bicara dan materi yang dibicarakan. Penerapan komunikasi seperti ini akan sangat efektif dalam membangun organisasi yang profesional dan menyenangkan. 7. Selain menggunakan kata-kata yang baik, hendaklah saling memberi nasehat di jalan yang benar, sebagaimana dijelaskan dalam surat al-Ashr ayat 1-3:

Artinya: Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orangorang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati (saling berwasiat) supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati (saling berwasiat) supaya menetapi kesabaran. 8. Dalam pengambilan kebijakan dan keputusan, hendaklah dilakukan dengan prinsip musyawarah dan diiringi dengan sifat tawakal. Sebagaimana firman-Nya: Dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya. (Qs. Ali Imran/3: 159) 9. Menegakkan prinsip keadilan. Islam sangat menekankan pentingnya menegakkan keadilan, termasuk dalam urusan kemasyarakat dan berorganisasi. Bahkan Ali ibn Abi Thalib kw. pernah berkata: Tuhan akan menegakkan negara yang adil meskipun kafir dan akan menghancurkan negara yang zhalim meskipun Islam. Al-Quran juga banyak membicarakan tentang prinsip keadilan, salah satu di antaranya adalah: Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu Jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk Berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Qs. surat al-Maidah/5 ayat 8) 10. Jabatan dan tugas yang diberikan dalam organisasi pada hakikatnya sebagai amanah yang harus dijalankan dengan sifat amanah (dapat dipercaya) pula. Pentingnya sifat amanah ini juga ditegaskan dalam al-Quran bahwa watak manusia memang suka menerima amanah, akan tetapi agar tidak termasuk orang yang zalim lagi bodoh, harus mampu mengemban amanah tersebut sebagaimana mestinya. Dalam konteks berorganisasi, maka setiap anggota organisasi harus menjalankan fungsi dan tugasnya masing-masing sesuai dengan job description yang diberikan. Firman-Nya:

Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, Maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu Amat zalim dan Amat bodoh, (Qs. al-Ahzab/33: 72) 11. Dalam menjalankan organisasi pendidikan Islam hendaklah dilakukan dengan cara yang baik, jujur, tranparan, dan sifat-sifat terpuji lainnya sebagaimana yang dituntun dalam ajaran Islam, khususnya yang berkenaan dengan ajaran akhlaqul Islam. Adapun yang menjadi fungsi dari sasaran organisasi tersebut antara lain: 1. Dapat merumuskan serta memusatkan perhatian atau mengarahkan para manajer dalam usaha memperoleh dan mempergunakan sumber daya organisasi. 2. Dapat digunakan sebagai dasar dan alasan peng-orgairisasian. 3. Sebagai suatu standar penilaian terhadap organisasi, dan daprt dijadikau sebagai ukuran terhadap derajat efektivitas dan efisiensi organisasi dalam mencapai tujuannya. 4. Sebagai sumber legitimasi yang membenarkan kegiatan dan eksistensinya terliadap kelornpok-kelompok yang beraneka ragam seperti para penanaman modal, anggota, pelanggan dan masyarakat secara keseluruhan dan sebagainya. 5. Dapat membantu organisasi untuk memperoleh suinberdaya manusia yang dibutuhkan. Fungsi yang menjadi sasaran bagi para anggota perseorangan dalam suatu organisasi adalah: 1. Dapat memberikan pengarahan kerja sehingga mendorong para pekerja untuk memusatkan perhatian dan usahanya secara lebih ielas ke arah tujuan yang telah ditetapkan. 2. Memberikan alasan sebagai dasar untuk bekerja dan dapat memberikan arti pada pekerjaan yang kelihatannya tidak terarah. 3. Dapat dijadikan sebagai sasaran pencapaian keinginan pribadi. 4. Dapat membantu individu merasa terjarnin bahwa Organisasi akan tenis berjalan untuk masa selanjut-nya. 5. Dapat memberikan identifikasi dan status bagi para pekerjanya Sementara manfaat dari adanya organisasi adalah: 1. Organisasi sebagai penuntun pencapaian tujuan. Pencapaian tujuan akan lebih efektif dengan adanya organisasi yang baik. 2. Organisasi dapat mengubah kehidupan masyarakat. Jika organisasi itu di bidang pendidikan, maka akan turut mencerdaskan masyarakat serta membimbing masyarakat agar tetap menerapkan nilai-nilai ajaran Islam.

3. Organisasi menawarkan karier. Karier berhubungan dengan pengetahuan dan keterampilan. Jika kita menginginkan karier untuk kemajuan hidup, berorganisasi dapat menjadi solusi. 4. Organisasi sebagai cagar ilmu pengetahuan. Organisasi selalu berkembang seiring dengn munculnya fenomena-fenomena organisasi tertentu. Peran penelitian dan pengembangan sangat dibutuhkan sebagai dokumentasi yang nanti akan mengukir sejarah ilmu pengetahuan. Dalam ajaran Islam, juga diperlukan organisasi. Rasulullah SAW bersabda bahwa Shalat berjamaah lebih utama daripada shalat sendirian 27 derajat. Hadis ini mengisyaratkan tentang: a. Keutamaan shalat berjamaah b. Aplikasinya dalam kehidupan bermasyarakat bahwa hidup secara berjamaah atau berorganisasi dengan dipimpin oleh seorang pemimpm/imam lebih besar keuntungannya daripada tanpa berorganisasi atau berjamaah. Begitu pula pernyataan Ali bin Abi Thalib: al-haqqu bila nizhamin sayaghlibuhu al-bathil bi nizhamin, (Kebenaran yang tidak terorganisir akan dikalahkan oleh kebatilan yang terorganisir). Pernyataan ini menunjukkan begitu pentingnya organisasi untuk mewujudkan suatu tujuan, termasuk dalam menerapkan kebenaran. E. Bentuk-bentuk Organisasi Bentuk-bentuk organisasi dapat dilihat dari beberapa segi, di antaranya: 1. Berdasarkan tipe-tipe strukturnya. 2. Berdasarkan proses pembentukannya; 3. Berdasarkan kaitan hubungannya dengan pemerintah; 4. Berdasarkan skala (ukuran) besar-kecilnya; 5. Berdasarkan tujuannya; 6. Berdasarkan organization chartnya; Bentuk-bentuk organisasi di atas akan dijelaskan berikut ini: 1. Berdasarkan Tipe-tipe Struktur Organisasi Jika dilihat dari strukturnya, organisasi dapat dibagi kepada beberapa tipe, yaitu: (1) organisasi dalam bentuk lini (line organization), (2) organisasi dalam bentuk lini dan staf (line and staf organization), (3) organisasi dalam bentuk fungsional {functional, organization), dan (4) organisasi dalam bentuk panitia (committe organization). Untuk lebih jelasnya pemahaman mengenai bentuk-bentuk orgaisasi tersebut dapai dilihat pada uraian berikut ini. a. Organisasi dalam bentuk lini (line Organization)

Bentuk lini juga disebut bentuk lurus, bentuk jalur, atau bentuk militer. Bentuk ini adalah bentuk yang dianggap paling tua dan digunakan secara luas pada masa perkembangan industri pertama. Organisasi Lini ini diciptakan oleh Henry Fayol dan biasanya organisasi ini dipakai oleh militer dan perusahaan-perusahaan kecil saja. Dalam organisasi lini ini pendelegasian wewenang dilakukan secara vertikal melalui garis terpendek dari seorang atasan kepada bawahannya. Pelaporan tanggung jawab dari bawahan kepada atasannya juga dilakukan melalui garis vertikal yang terpendek. Perintah-perintah hanya diberikan seorang atasan saja dan pelaporan tanggung jawab hanya kepada atasan bersangkutan. Adapun ciri-ciri dari organisasi dalam bentuk ini adalah: 1) Garis komando langsung dari atasan ke bawahan atau dari pimpinan tertinggi kepada berbagai tingkat operasional. 2) Masing-masing pekerja bertanggungjawab penuh terhadap semua kegiatannya. 3) Otoritas dan tanggung jawab tertinggi terletak pada pimpinan puncak (top Management). 4) Ruang lingkup Organisasinya lebih kecil dan jumlah anggota juga sedikit. 5) Hubuilgan kerja antara atasan dan bawahan berbsifat langsung. 6) Tujuan. alat-alat yang digunakan dan struktur organisasi bersifat sederhana. 7) Pemilik organisasi biasanya menjadi pimpinan yang tertinggi. 8) Tingkat spesialisasi yang dibiltuhkan masih sangat rendah. 9) Semua anggota organisasi masih kenal antara satu sama lainnya. 10) Produksi yang dihasilkatt belum beraneka ragam (defersified). Organisasi bentuk lini ini mengandung beberapa keuntungan, di samping itu juga mengandung beberapa kelemahan. Di antara keuntungan dari organisasi dalam bentuk lini ini antara lain: 1) Kekuatan dan tanggung-jawab dapat ditetapkan secara pasti. 2) Orang-orang yang mempunyai kekuasaan dan tanggung-jawab diketahui oleh semua pihak. 3) Proses pengambilan kepuiusan berjalan dengan tepat karena jumlah orang yang perlu diajak berkonsultasi tidak banyak. 4) Disiplin kerja mudah dipertahankan dan pengawasan dari pimpinan mudah dilaksanakan. 5) Besarnya solidaritas para anggota karena satu sama lainnya saling kenal-mengenal.

6) Tersedianya kesempatan yang banyak bagi pimpinan organisasi untuk melatih bakat-bakat yang dipunyai bawahan. 7) Kesempatan bagi para anggota organisasi untuk mengembangkan spesialisasinya sangat terbatas. Di samping itu beberapa kelemahan dari organisasi dalam bentuk lini tersebut antara lain: 1) Tujuan organisasi cenderung sama, atau paling tidak didasarkan atas tujuan pribadi pimpinan tertinggi dari organisasi dimaksud. 2) Pimpinan organisasi cenderung bertindak otoriter, karena organisasi dipandang milik pribadi. 3) Seluruh kegiatan organsasi tertalu tergantung kepada seseorang, dan kelangsungan hidup organisasi sangat ditentukan oleh orang bersangkutan. 4) Kesempatan bagi para anggota organisasi untuk mengembangkan spesialisasinya sangat terbatas. b. Organisasi dalam bentuk staf (Staff Organization) Organisasi dalam bentuk staf hanya mempunyai hubungan dengan pucuk pimpinan dan berfungsi memberikan bantuan baik berupa pikiran maupun bantuan lain demi kelancaran tugas pimpinan dalam mencapai tujuan secara keseluruhan. Bentuk ini tidak mempunyai garis komando ke bawah. c. Organisasi dalam bentuk lini dan staf (tine and staf organization Organisasi Lini dan Staf (Line and Staff Organization) ini pada dasarnya merupakan kombinasi dari organisasi lini dan organisasi fungsional. Kombinasi ini dilakukan dengan cara memanfaatkan kebaikan-kebaikannya dan meniadakan keburukan-keburukannya. Biasanya organisasi bentuk lini dan staf ini terjadi pada organisasi yang lebih besar, di mana penyediaan tenaga spesialis sudah semakin dirasakan untuk memberikan nasehat- nasehat atau saran-saran teknis dan memberikan jasa-jasa kepada unit-unit operasional. Tenaga semacam itu biasanya disebut staff personnel yaitu orang yang melaksanakan fungsi staf (staff function), yang dapat digolongkan menjadi dua macam yaitu: para penasehat (advisor) dan personil yang melakukan kegiatan penunjang (auxiliary personnel) demi lancarnya mekanisme organisasi. Ada beberapa karakteristik atau ciri utama; dari organisasi yang berbentuk lini dan staf ini adalah: 1) Pucuk pimpinannya hanya satu orang dan dibantu oleh para staf. 2) Terdapat dua kelompok wewenang, yaitu wewenang lini dan wewenang staf. 3) Kesatuan perintah tetap dipertahankan, setiap atasan mempunyai bawahan tertentu dan setiap bawahan hanya mempunyai seorang atasan langsung. 4) Organisasinya besar, karyawannya banyak dan pekerjaannya bersifat kompleks.

5) Hubungan antara atasan dengan para bawahan tidak bersifat langsung. 6) Pimpinan dan para karyawan tidak semuanya saling kenal-mengenal. 7) Spesialisasi yang beraneka ragam diperlukan dan digunakan secara optimal. Organisasi yang berbentuk lini dan staf ini memberikan beberapa keuntungan/kebaikan antara lain: 1) Adanya pembagian tugas yang jelas antara kelompok lini yang melakukan tugas pokok organisasi dan kelompok staf yang melakukan kegiatan penunjang. 2) Asas spesialisasi yang ada dapat dilanjutkan menurut bakat bawahan masing-masing. 3) Prinsip the right man on the right place dapat diterapkan dengan mudah. 4) Koordinasi dalam setiap unit kegiatan dapat diterapkan dengan mudah. 5) Dapat digunakan dalam organisasi yang lebih besar. Perintah lini dan perintah staf sering membingungkan anggota organisasi, karena kedua jenis hirarki ini sering tidak seirama dalam memandang sesuatu Sedangkan kelemahan-kelemahan dari orgainsasi dalam bentuk lini dan staf ini adalah: 1) Pimpinan lini sering mengabaikan nasehat atau saran dari staf. 2) Pimpinan staf sering mengabaikan gagasan-gagasan yang dikemukakan oleh pimpinan lini. 3) Adanya kemungkinan pimpinan staf melampauibatas kewenangannya. 4) Perintah lini dan perintah staf sering membingungkan anggota organisasi karena kedua jenis hirarki sering tidak seirama dalam memandang sesuatu. Gambar di atas menunjukkan bahwa kekuasaan pimpinan diharapkan secara lurus, penuh dan vertikal kepada pejabat yang memimpin satuan-satuan di bawahnya, yaitu orang-orang lini yang melaksanakan tugas pokok organisasi dalam rangka pencapaian tujuan. Begitu juga orang-orang staf yang sifat tugasnya menunjang tugas-rugas pokok, sesuai dengan keahliannya baik bersifat menasehati, maupun yang memberikan jasa-jasa kepada unit-unit operasional dalam bentuk auxilary service, misalnya dalam bidang kepegawaian, keuangan, ketatalaksanaan, perlengkapan kantor dan lain sebagainya. Tegasnya, wewenang lini (line authority) adalah kekuasaan, hak dan tanggung jawab langsung bagi seseorang atas tercapainya tujuan; ia berwenang mengambil keputusan, kebijaksanaan dan berkuasa serta harus bertanggung jawab langsung tercapainya tujuan perusahaan. Sedangkan wewenang staf (staff authority) adalah kekuasaan dan hak hanya untuk memberikan data, informasi, pelayanan dan pemikiran untuk membantu kelancaran tugas-tugas manajer lini. d. Organisasi dalam bentuk fungsional

Organisasi fungsional adalah bentuk organisasi di mana kekuasaan pimpinan dilimpahkan kepada para pejabat yang memimpin satuan di bawahnya dalam satuan bidang pekerjaan tertentu. Setiap kepala dari satuan mempunyai kekuasaan untuk memerintah dan mengawasi semua pejabat bawahan sepanjang mengenai bidangnya. Organisasi tidak terlalu menekankan pada struktural akan tetapi lebih banyak berdasarkan pada sifat dan macam fungsi yang harus dijalankan. Pada tipe organisasi fungsional ini masalah pembagian kerja mendapat perhatian yang sungguh-sungguh. Pembagian kerja didasarkan pada spesialisasi yang sangat mendalam dan setiap pejabat hanya mengerjakan suatu tugas/pekerjaan sesuai dengan spesialisasinya. F. W. Taylor yang menciptakan organisasi fungsional ini. Adapun ciri-ciri tipe ini adalah sebagai berikut: 1) Pembidangan tugas secara tegas dan jelas dapat dibedakan. 2) Bawahan akan menerima perintah dari beberapa orang atasan. 3) Penempatan pejabat berdasarkan spesialisasinya. 4) Koordinasi menyeluruh biasanya hanya diperlukan pada tingkat atas. 5) Terdapat dua kelompok wewenang, yaitu wewenang lini dan wewenang fungsi. Ada beberapa kebaikan dari organisasi yang berbentuk fungsional ini antara lain: 1) Adanya pembagian tugas antara kerja pikir (mental) dan fisik, 2) Dapat dicapai tingkat spesialisasi yang baik. 3) Solidaritas antara orang-orang yang menjalankan fungsi yang sama umuinirya tinggi. 4) Moral serta disiplin keija yang tinggi. 5) Koordinasi antara orang-orang yang ada daiam satu fungsi mudah dijalankan. Sedangkan yang menjadi kelemahan dari organisasi berbentuk fungsional antara lain: 1) Insiatif perorangan sering tertekan karena sudah dibatasi pada satu fungsi. 2) Sulit mengadakan pertukaran tugas, karena terlalu menspesialisasikan diri dalam satu bidang saja. 3) Koordinasi yang sifatnya menyeluruh sulit diadakan karena orang-orang yang bergerak dalam satu bidang mementingkan fungsinya saja. e. Organisasi dalam bentuk panitia (committee) Organisasi panitia/komite adalah suatu organisasi yang masing-masing anggota mempunyai wewenang yang sama dan pimpinannya kolektif. Organisasi Komite (Panitia = Committee

Organization) mengutamakan pimpinan, artinya dalam organisasi ini terdapat pimpinan kolektif/ presidium/plural executive dan komite ini bersifat manajerial. Komite dapat juga bersifat formal atau informal; komite-komite itu dapat dibentuk sebagai suatu bagian dari struktur organisasi formal, dengan tugas-tugas dan wewenang yang dibagi-bagikan secara khusus. Jadi, organisasi dalam bentuk panitia ini adalah organisasi di mana para pelaksana dibentuk dalam kelompok-kelompok yang bersifat panitia. Di sini ada unsur pimpinan dan ada unsur pelaksana yang disebut dengan task force atau satgas. Adapun ciri-ciri dari organisasi dalam bentuk panitia ini adalah: 1) Strukutur organisasi tidak begitu kompleks. Biasanya terdiri dari ketua, sekretaris, bendahara, ketua-ketua seksi, dan para perugas. 2) Struktur organisasi secara relatif tidak permanea. Organisasi ini hahya dipakai sesuai kebutuhan atau kegiatan. 3) Tugas pimpinan dilasanakan secara kolektif. 4) Semua anggota pimpinan mempunyai hak, wewenang dan tanggung jawab yang sama. 5) Para pelaksana dikelompokkan menurut tugas-tugas tertentu dalam bentuk satgas. Para pelaksana dikelompokkan menurut tugas-tugas tertentu dalam bentuk satgas Ada beberapa keuntungan dari orgaai-sasi yang berbentuk panitia ini, antara lain: a. Keputusan dapat diambil dengan baik dan tepat b. Kecil kemungkinan penggunaan kekuasaan secara berlebihan dari pimpinan. c. Usaha kerjasama bawahan mudah digalang Adapun yang menjadi kelemahan dari organisasi dalam bentuk panitia ini adalah: a. Proses pengambilan keputusan agak larnban karena harus dibicarakan terlebih dahulu dengan anggota organisasi. b. Kalau terjadi kemacetan kerja, tidak seorang pun yang mau bertanggung jawab melebihi yang lain. c. Para pelaksana sering bingung, karena perintah datangnya tidak dari satu orang saja d. Kreativitas nampaknya sukar dikembangkan, karena perintah pelaksanaan didasarkan pada kolektivitas. Organisasi panitia biasanya terdiri dari ketua, sekretaris, bendahara, dan beberapa seksi. 2. Berdasarkan Proses Pembentukannya Jika dilihat dari proses pembentukannya, organisasi terbagi kepada dua bentuk, yaitu organisasi formal dan organisasi informal.

a. Organisasi Formal adalah organisasi yang dibentuk secara sadar dan dengan tujuan-tujuan tertentu yang disadari pula yang diatur dengan ketentuan-ketentuan formal, dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangganya. Kegiatan-kegiatan/hubungan-hubungan yang terjadi di dalamnya adalah kegiatan (hubungan) jabatan sebagaimana diatur dalam keten-tuanketentuan tertulis. Ikatan-ikatan yang terdapat dalam organisasi adalah berdasarkan ikatanikatan formal. b. Organisasi Informal adalah organisasi yang terbentuk tanpa disadari sepenuhnya, tujuannya juga tidak jelas, anggaran dasar dan anggaran rumah tangganya tidak ada dan hubungan-hubungan terjalin secara pribadi saja (personal/private relationship bukan formal relationship). Lebih lanjut Chester I Barnard mengemukakan bahwa organisasi informal adalah sejumlah hubungan yangbersifat pribadi. Dalam organisasi formal sering terdapat organisasi informal dari para karyawannya; organisasi formal sering terbentuk dari organisasi informal. Sedangkan G.R. Terry berpendapat bahwa Organisasi Non-Formal[15] yaitu organisasi yang terbentuk di dalam suatu organisasi formal yang anggota-anggotanya terdiri dari para karyawan perusahaan bersangkutan. Misalnya: organisasi arisan karyawan, koperasi karyawan, organisasi olahraga karyawan, organisasi kesenian karyawan dan lain-lainnya. Organisasi nonformal ini akan membahayakan organisasi formal, jika bidang kegiatannya sama dengan organisasi formalnya. Misalnya: Bank di dalam bank, koperasi di dalam koperasi. Dengan demikian, setiap anggota dari kedua bentuk organisasi ini sejatinya melaksanakan aktivitasnya masing-masing tanpa harus mengganggu pihak lain, tetapi sebaliknya saling melengkapi. 3. Berdasarkan Kaitan Hubungannya dengan Pemerintah Dalam hubungannya dengan pemerintah, organisasi dibagi kepada dua bentuk, yaitu: a. Organisasi resmi, adalah organisasi yang dibentuk oleh (ada hubungannya) dengan pemerintah dan atau harus terdaftar pada Lembaran Negara. Misalnya: Jawatan-jawatan, lembaga-lembaga pemerintahan, yayasan-yayasan, dan perusahaan-perusahaan yang berbadan hukum. b. Organisasi tidak resmi, adalah organisasi yang tidak ada hubungannya dengan pemerintah dan atau tidak terdaftar padaLembaran Negara, seperti organisasi-organisasi swasta; mungkin juga suatu organisasi yang dibentuk oleh pemerintah,tetapi organisasi ini merupakan unit-unit yang sifatnya swasta. Misalnya: Klub Bola Voli, Klub Sepak Bola, Group Kesenian, Organisasi pendaki gunung, Kelompok belajar dan lain-lainnya. 4. Berdasarkan Skala (Ukuran) Besar-Kecilnya Jika dilihat dari skala (ukuran) organisasi tersebut secara kuantitas, maka organisasi dapat dikelompokkan ke dalam tiga bentuk, yaitu: a. Organisasi Besar; b. Organisasi Sedang (Menengah); dan

c. Organisasi Kecil. Tolok ukur (skala) besar-kecilnya organisasi ini sifatnya relatif, karena ditentukan oleh banyak faktor. Tetapi besar-kecilnya organisasi perlu diketahui, karena akan mempengaruhi pilihan manajemen yang akan diterapkan. 5. Berdasarkan Tujuannya Berdasarkan tujuannya, organisasi dapat dilihat dari dua bentuk, yaitu: a. Public Organization (organisasi sosial), adalah organisasi yang (nonprofit) yang tujuan utamanya untuk melayani kepentingan umum, tanpa perhitungan rugi-laba. Tujuannya adalah memberikan pelayanan dan bukan memperoleh laba (nonprofit motive). Misalnya: Pemerintah, yayasan-yayasan sosial dan lain-lainnya. b. Business Organization (organisasi perusahaan) adalah organisasi yang didirikan untuk tujuan komersial (mendapatkan laba) dan semua tindakannya selalu bermotifkan laba (profit motive). Jika organisasi perusahaan tidak memberikan laba/keuntungan lagi, maka tidak rasional untuk melanjutkannya lagi. Dilihat dari bidang usaha organisasi perusahaan ini dikenal perusahaan-perusahaan produksi, perdagangan dan pemberi jasa. Namun jika dilihat dari sudut hukum, organisasi dapat dibedakan perusahaan perseorangan (single proprietorship), dan perusahaan milik bersama (partnership). Misalnya: Firma, CV, PT, Koperasi dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). 6. Berdasarkan Organization Chart/Bagan Organisasinya Apabila dilihat dari bentuk bagan organisasi yang digunakan, maka organisasi dapat dikelompokkan menjadi lima bentuk, yaitu: a. Berbentuk segitiga vertikal (Arrangement Chart); Puncak segitiga (A) merupakan kedudukan Top Manager Kebaikannya: 1) Tingkatan manajer dan kedudukan setiap karyawan jelas dan mudah diketahui. 2) Garis perintah dan tanggung jawab jelas dan mudah kelihatan. 3) Rentang kendali setiap bagian jelas dan mudah diketahui. 4) Posisi kedudukan setiap karyawan (manajerial/operasional) jelas dan mudah diketahui. 5) Jenis wewenang yang dimiliki setiap pejabat jelas dan mudah diketahui. 6) Pimpinan organisasi (Top Manager), jelas kelihatan. 7) Berapa tingkat (golongan) organisasi mudah diketahui. Kelemahannya:

1) Pimpinan kolektif (presidium) tidak dapat digambarkan. 2) Top Manager kelihatan hanya mempunyai authority ke dalam organisasi saja. 3) Bentuk struktur organisasi segitiga ini paling banyak dipergunakan oleh organisasi/perusahaan. b. Berbentuk Lingkaran Keterangan: 1) Top Manager berada pada titik pusat lingkaran (A). 2) Kedudukan yang mempunyai jarak yang sama dari pusat lingkaran punya posisi (golongan) yang sama. 3) Semakin dekat kedudukan pada pusat lingkaran maka semakin tinggi kedudukannya dan sebaliknya. 4) Top Manajer, C = Middle Manager dan B = Lower Manager, padahal B itu bawahan dari C. Kebaikannya: 5) Top Manager kelihatan mempunyai wewenang ke setiap penjuru. 6) Top Manager, kelihatan sebagai sentral keputusan dan kebijaksanaan. Kelemahannya: 1) Untuk mengetahui kedudukan atasan dan bawahan agak sulit dan kurang jelas. 2) Pendelegasian wewenang dan pertanggung jawab tidak jelas kelihatan. 3) Kedudukan seorang bawahan dapat kelihatan sebagai atasan (B) terhadap C, sebab ia lebih dekat pada A. 4) Demikian juga misalnya bawahan B, bisa lebih dekat pada A, jadi seperti bawahannya B. 5) Kedudukan (posisi) staf sulit digambar dalam bentuk struktur ini. Struktur organisasi yang berbentuk lingkaran ini jarang dipergunakan dan kurang populer. c. Berbentuk lingkaran dan atau setengah lingkaran; Struktur organisasi yang berbentuk setengah lingkaran ini, pada prinsipnya samadenganyangberbentuk lingkaran.Perbedaannya hanya terletak,bahwa bawahan Middle Manager terletak di luar lingkaran pertama. Bentuk ini kurang populer dan jarang digunakan orang. Keterangan:

1) A. Top Manager 1,2,3,4, dan 5 Middle Manager (B), sedangkan (C) Lower Manager. 2) Kedudukan yang jaraknya sama dari (A), mempunyai posisi yang sama. 3) Semakin dekat kepada (A), maka semakin tinggi kedudukannya dan sebaliknya. Kelemahan bentuk struktur ini pada dasarnya sama dengan bentuk struktur lingkaran, seperti untuk menggambar posisi staf sulit. d. Berbentuk kerucut vertikal/horizontal Struktur organisasi yang berbentuk kerucut vertikal ataupun horizontal ini pada prinsipnya sama dengan struktur organisasi yang berbentuk segitiga vertikal atau horizontal. Perbedaannya terletak pada struktur yang berbentuk segitiga, menunjukkan bahwa pimpinan puncak (Top Manager)-nya tunggal atau seorang. Sedang struktur organisasi yang berbentuk kerucut, menunjukkan bahwa pimpinan puncak (Top Manager)nya kolektif (presidium = beberapa orang). Pimpinan kolektif ini sering d ilakukan pada organisasi komi te atau perusahaan FIRMA, Karena perusahaan Firma, diharuskan bahwa semua kekayaan pribadi anggota ikut dipertaruhkan untuk membayar utang-utang Firma, jika Firma tersebut dilikuidasi. Hal inilah yang men-dorong anggota Firma menganut pimpinan kolektif pada puncak pimpinannya untuk menghindari tindakan-tindakan negatif jika Firma pimpinan puncaknya tunggal (seorang). Pada organisasi komite tujuannya pimpinan puncak kolektif untuk menghindari kepemimpinan otoriter atau diktator jika pimpinan puncaknya seorang. Keterangan: 1) A dan B merupakan pimpinan puncak kolektif. 2) Tingkatan-tingkatan lain dari departemen seorang/tunggal. 3) Posisi yang semakin dekat ke A-B, kedudukan semakin tinggi dan sebaliknya. 4) Jarak yang sama dari A dan B punya kedudukan (golongan) yang sama pula. e. Berbentuk bulat telor (Oval). Keterangan: 1) Yang duduk pada lingkaran I (A-B-C-D-E) punya posisi sama. 2) Yang duduk pada lingkaran II punya posisi yang sama. 3) Yang duduk pada lingkaran III, juga posisi yang sama. Struktur organisasi berbentuk OVAL atau BULAT TELUR ini sering dipergunakan dalam perundingan-perundingan politik. Dalam perundingan politik antara negara yang berselisih, biasanya soal meja tempat berunding digunakan meja yang berbentuk oval. Hal ini

mencerminkan bahwa setiap negara punya kedudukan (posisi) yang sama tinggi derajatnya. Barisan depan (dekat) meja duduk wakil-wakil tertinggi dari negaranya (lingkaran I), lingkaran II, lingkaran III dan seterusnya. Jadi setiap tempat duduk pada lingkaran yang sama punya peranan yang sama pula dalam perundingan bersangkutan. Semakin dekat tempat duduknya ke meja perundingan, semakin besar peranannya (posisi)-nya dalam perundingan tersebut. Struktur organisasi bentuk ini kurang populer dan jarang dipakai dalam perusahaan. Bentuk-bentuk organisasi di atas dapat diterapkan dalam organisasi pendidikan Islam, baik dalam satu bentuk saja atau mengkombinasikan antara beberapa bentuk lalu dikembangkan sesuai dengan kebutuhan. Jelasnya, bentuk-bentuk di atas menjadi pertimbangan dalam merumuskan jenis organisasi yang akan diterapkan dalam pelaksanaan pendidikan Islam dalam suatu lembaga organisasi. F. Organisasi Lembaga Pendidikan Islam Lembaga pendidikan, dalam bahasa Inggris disebut institute (berbentuk fisik), yaitu sarana atau organisasi untuk mencapai tujuan tertentu, dan lembaga dalam pengertian non-fisik atau abstrak disebut institution yaitu suatu sistem norma untuk memenuhi kebutuhan. Lembaga dalam bentuk fisik disebut juga bangunan, sedangkan non-fisik disebut pranata. Secara terminologi, lembaga pendidikan Islam menurut Hasan Langgulung[16] adalah sustu sistem peraturan yang bersifat mujarrad, suatu konsepsi yang terdiri dari kode-kode, normanorma, idiologi-idiologi dan sebagainya, baik tertulis atau tidak, termasuk perlengkapan material dan organisasi simbolik: kelompok manusia yang terdiri dari individu-individu yang dibentuk dengan sengaja atau tidak, untuk mencapai tujuan tertentu dan tempat-tempat kelompok itu melaksanakan peraturan-peraturan tersebut adalah: masjid, sekolah kuttab dan sebagainya. Dengan demikian, untuk menerapkan pendidikan Islam perlu suatu lembaga dan lembaga tersebut harus terorganisir sedemikian rupa sehingga tujuan pendidikan Islam dapat dicapai secara efektif dan efisien. Tegasnya, diperlukan organisasi lembaga pendidikan yang profesional. Berbicara tentang lembaga pendidikan Islam, dapat dilihat dari segi proses pembentukannya, yaitu formal, nonformal, dan informal. Akan tetapi, lembaga pendidikan Islam dalam bentuk institute biasanya dikelola oleh lembaga Departemen Agama dimana di dalamnya terdapat lembaga pendidikan formal dan nonformal. 1. Lembaga Pendidikan Islam di Lingkungan Departemen Agama Pendidikan Islam dipetakan ke dalam tiga jenis pendidikan, yaitu pendidikan agama Islam pada satuan pendidikan, pendidikan umum berciri Islam, dan pendidikan keagamaan Islam. Pendidikan Islam pada satuan pendidikan dilakukan melalui koordinasi antara Ditjen Pendidikan Islam Departemen Agama dan Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas). Ditjen Pendidikan Islam bertanggung-jawab atas pengembangan kurikulum dan pembinaan guru. Sedangkan Depdiknas atas pelaksanaahnya. pada tingkat satuan pendidikan. Pendidikan umum berciri Islam, pada jalur formal diselenggarakan oleh satuan pendidikan Raudhatul/Busthanul Athfal (RA/BA) pada anak usia dini, Madrasah Ibtidaiyah (Ml) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs) pada pendidikan dasar. Madrasah Aliyah (MA) dan MA

Kejuruan pada pendidikan menengah, dan Perguruan Tinggi Islam (PTI) pada jenjang pendidikan tinggi. Pada jalur non-formal, diselenggarakan melalui Program Paket A dan Program Paket B pada pendidikan dasar serta Program Paket C setara pendidikan menengah. Pendidikan keagamaan Islam diselenggarakan dalam bentuk pendidikan diniyah dan pendidikan pesantren yang melingkupi berbagai satuan pendidikan diniyah dan pondok pesantren pada berbagai jenjang dan jalur pendidikan. Pada jalur formal, pendidikan diniyah mencakup Pendidikan Diniyah Dasar (PDD) dan Pendidikan Diniyah Menengah Pertama PDMP pada jenjang pendidikan dasar. Pendidikan Diniyah Menengah Atas (PDMA) pada jenjang pendidikan menengah, dan Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) pada jenjang pendidikan tinggi. Pada jalur non-formal, pendidikan diniyah diselenggarakan secara berjenjang mulai dari pendidikan anak usia dini pada Taman Kanak-kanak al-Quran (TKQ), jenjang dasar oleh lembaga pendidikan Diniyah Takmiliyah Awaliyah (DTA) dan Diniyah Takmiliyah Wustha (DTW) dan jenjang pendidikan menengah oleh Diniyah Takmiliyah Ulya (DTU), DT Aly untuk jenjang pendidikan tinggi, serta nonjenjang pada lembaga pendidikan al-Quran dan Majlis Taklim. Dengan demikian, organisasi lembaga pendidikan Islam, baik formal maupun non-formal seperti pesantren, pada dasarnya dikelola oleh Departemen Agama. Sementara lembaga pendidikan umum, seperti SD, SMP, dan SMA Swasta yang dimiliki oleh organisasi Islam juga dikategorikan sebagai lembaga pendidikan Islam, namun tetap berada di bawah naungan Departemen Pendidikan Nasional. Di tingkat daerah, Pesantren sebagai lembaga pendidikan formal biasanya menerapkan kurikulum madrasah sehingga tingkatan dalam pesantren juga meliputi madrasah Ibtidaiyah, Tsanawiyah, dan Aliyah. Dalam struktur organisasi, pesantren ini berada di bawah departemen agama, tepatnya di bagian Pekapontren. Madrasah juga meliputi jenjang madrasah ibtidaiyah (MI), Madrasah Tsanawiyah (MTs), dan Madrasah Aliyah (MA). Ketiga jenjang ini juga berada dalam departemen agama tepatnya di bagian Mapenda. Sedangkan sekolah yang diidentikkan dengan lembaga pendidikan Islam adalah lembaga pendidikan yang biasanya dimiliki oleh organisasi Islam, seperti Sekolah Dasar Islam (SDI), Sekolah Menengah Pertama Islam (SMPI), dan Sekolah Menengah Atas Islam (SMAI) atau namanama lain yang sejenis dengannya, termasuk SD Islam Terpadu. Sekolah/Madrasah, sebagai lembaga pendidikan formal yang di dalamnya terdapat kepala sekolah, guru-guru, pegawai tata usaha, siswa, dan sebagainya memerlukan adanya organisasi yang baik agar tujuannya dapat dicapai. Menurut sistem persekolah di negeri kita, pada umumnya Kepala Sekolah/Madrasah merupakan jabatan yang tertinggi di sekolah itu sehingga dengan demikian kepala sekolah memegang peranan dan pimpinan segala sesuatunya yang berhubungan dengan tugas sekolah/medrasah ke dalam maupun ke luar. Maka dari itu dalam struktur organisasi lembaga ini pun kepala sekolah biasanya selalui ditempatkan yang paling atas. Faktor lain yang menyebabkan perlunya organisasi sekolah/madrasah yang baik ialah karena tugas guru-guru tidak hanya mengajar saja, juga pegawai-pegawai tata usaha, pesuruh sekolah, dan sebagainya semuanya harus bertanggung jawab dan diikutsertakan dalam menjalankan roda organisasi itu secara keseluruhan. Dengan demikian, agar tidak

overlapping dalam memegang/menjalankan tugasnya masing-masing, diperlukan organisasi sekolah/madrasah yang baik dan teratur. Sebagai organisasi, sekolah atau madrasah tersebut tentu memiliki visi dan misi tertentu dengan mengacu kepada nilai-nilai ajaran Islam. Kemudian di dalamnya terdapat struktur organisasi yang dipimpin oleh seorang kepala sekolah/madrasah dan dibantu oleh beberapa orang wakil, seperti wakil bidang kurikulum, wakil bidang sarana prasarana, dan wakil bidang kesiswaan. Para guru juga diorganisir sesuai dengan kebutuhan, seperti wali kelas, koordinator masing-masing mata pelajaran, pembina OSIS, dan sebagainya. Adapun sistem penanggung jawab lembaga tersebut awalnya bersifat sentralistik. Namun dewasa ini, seiring dengan otonomi daerah, sistem sentralistik secara berlahan mulai berubah ke arah desentralistik, meskipun belum sepenuhnya, khususnya di lingkungan Departemen Agama. Sedangkan sekolah umum yang dimiliki oleh organisasi Islam cenderung lebih desentralisasi karena mereka berada di bawah departemen pendidikan nasional. Mengenai pengelolaan madrasah/pesantren di lingkungan Departemen Agama yang masih bersifat sentralistik memiliki kelebihan dan kekurangan. Lembaga pendidikan formal di bawah Departemen Agama seperti Madrasah cenderung hanya memperoleh anggaran biaya dari Departemen Agama pusat dan terkesan kurang perhatian dari pemerintah daerah. Padahal madrasah juga berperan dalam mencerdaskan kehidupan masyarakat lokal di tingkat daerah tersebut. Meskipun demikian, ada juga pemerintah daerah yang menganggarkan biaya untuk madrasah tersebut, sesuai dengan kebijakan masing-masing pemerintah daerah. Kebijakan ini tentu terkait dengan besarnya APBD yang dimilikinya. Di sisi lain, pembiayaan madrasahkhususnya yang berstatus negeriyang dianggarkan dari DIPA Departemen Agama justru memperoleh anggaran yang lebih besar jika dibandingkan dengan sekolah di lingkungan dinas pendidikan, sebab jumlah lembaga pendidikan Islam, seperti madrasah jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan lembaga pendidikan umum yang ada. Terutama di daerah yang memiliki APBD relatif kecil, jangankan menganggarkan biaya yang cukup untuk madrasah yang masih bersifat sentralistik ke departemen Agama, untuk menganggarkan dana pengelolaan sekolah umum yang berada di bawah lingkungan dinas pendidikan kota/kabupaten saja akan mengalami kesulitan mengingat jumlah sekolah umum yang lebih besar dari pada jumlah madrasah. Namun, yang menjadi persoalan berikutnya adalah madrasah yang memperoleh dana cukup dari departemen agama tersebut justru lebih terfokus kepada madrasah negeri, sementara madrasah swasta kurang mendapat perhatian. Padahal, jumlah madrasah swasta jauh lebih banyak dari pada madrasah negeri. Akhirnya, madrasah swasta yang memperoleh penghidupan dari masyarakat setempat cenderung mengalami kesulitan dalam merancang dan melaksanakan program pendidikan yang berkualitas. No Jenis lembaga Negri (%) Swasta (%) Jumlah Persentase sebaran 36% 22%

1 7,4 % 2

Madrasah Ibtidaiyah (MI) 1.567 92.6% Madrasah Tsanawiyah 1.259 (MTs)

19.621 11.624

21.188 58.288

(9,8%) 4 (11,9%)

(90,2%) Madrasah Aliyah (MA) (88,1%)

644

4.754

5.398

9%

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa MI yang negeri hanya 7.4 % dari 21.188 MI yang ada, MTs berstatus negeri sebanyak 9,8% dari 58.288 dan MA berstatus negeri hanya 11,9% dari 5.398 dari total MA yang ada. Data ini diperoleh pada T.P. 2007/2008. Dengan demikian, persentase madrasah swasta jauh lebih besar jumlahnya dari pada madrasah negeri.[17] Besarnya jumlah madrasah swasta ini memang berkaitan dengan sejarah pendidikan di Indonesia, khususnya pendidikan Islam; di mana peran serta masyarakat dalam pengembangan madrasah dan pesantren sangat besar. Anggota masyarakat karena motivasi agama, banyak yang menyediakan tanah wakaf atau dana pembangunan madrasah dan pesantren, sehingga jumlah madrasah swasta demikian banyak seperti terlihat pada data di atas. Prakarsa dan peran serta masyarakat yang demikian besar dalam bidang pendidikan tersebut, khususnya madrasah dan pesantren, memang patut dihargai dan perlu terus dibantu pengembangannya. Namun, dan yang dapat dikumpulkan oleh masyarakat muslim dalam pengembangan pendidikan modern dewasa ini sangat terbatas, sementara biaya pendidikan semakin mahal, sehingga tuntutan untuk terus-menerus menyesuaikan diri dengan perkembangan ilmu dan teknologi menyebabkan madrasah terus-menerus ketinggalan dengan dunia pendidikan yang lain. Pada umumnya, madrasah swasta berada dalam keadaan serba kekurangan karena menampung siswa-siswa dari keluarga dengan tingkat sosial ekonomi yang rendah. Akibatnya, biaya untuk menunjang kegiatan proses belajar-mengajar kurikulum yang tinggi tingkat relevansinya dengan jenis-jenis pekerjaan yang berkembang di dunia bisnis dan di masyarakat dewasa ini yang mengarah ke masyarakat industri, masih sangat terbatas. Di sisi lain, karena kemampuan dalam penyelenggaraan pendidikan masih terbatas, Pemerintah masih mengutamakan strategi pengembangannya pada sekolah-sekolah negeri, khususnya dalam penyediaan tenaga guru dan pembagian alokasi dana pembiayaan pendidikan lainnya. Padahal, berbeda dengan Diknas, proses penegerian madrasah di Departemen Agama berjalan sangat lambat, sehingga jumlah madrasah negeri masih sangat kecil. Kelambatan itu disebabkan karena Departemen Agama dianggap bukan sebagai unit yang memeriukan perhatian dan prioritas untuk memperoleh dukungan dana dan dukungan kelembagaan seperti Diknas. Masalah kecilnya jumlah madrasah-madrasah negeri tersebut menjadi salah satu kendala dalam menyusun langkah-langkah pembinaan madrasah. Lebih besarnya perhatian pemerintah terhadap madrasah negeri dari pada swasta juga dapat dilihat dari persentase madrasah penerima bantuan dari Program Bantuan Direktorat Pendidikan pada Madrasah tahun 2007,[18] sebagaimana yang terlihat dalam tabel berikut ini: No Jenis Lembaga Jumlah Lembaga Negeri (%) Swasta (%) 1 Madrasah Ibtidaiyah (MI) 1.567 19.621 (11,5 %) (4.3 %) 2 Madrasah Tsanawiyah (MTs) 1.259 11.624 (10,6 %) (7.3 %)

3 Madrasah Aliyah (MA) 644 4.754 (15,5 %) (10,5 %) Jika diperhatikan pada tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa secara kuantitas, jumlah madrasah negeri memang lebih besar dari pada madrasah negeri. Namun, jika dilihat dari persentase jumlah madrasah secara keseluruhan, maka madrasah swasta jauh lebih kecil dari pada yang negeri. Itu artinya, masih banyak madrasah negeri yang tidak memperoleh bantuan, akan tetapi jauh lebih banyak madrasah swasta yang tidak memperoleh bantuan tersebut. Oleh karena itu, madrasah swasta sulit mengembangkannya sebagai lembaga pendidikan yang bermutu dengan sistem pengelolaan seperti ini, apalagi jika kurang mendapat dukungan dari masyarakat dan pemerintah daerah setempat. Demikian pula dengan lembaga pendidikan pesantren dan diniyah yang nota benenya tumbuh dari masyarakat, juga semakin berkembang dan butuh perhatian dari pemerintah dan masyarakat sendiri. Berdasarkan tipe pondok pesantren, dapat dilihat dalam tabel berikut ini: No Tipe Pondok Pesantren Jumlah Persentase 1. Salafiyah 8.001 37,2 % 2 Ashriyah 3.881 18,0 % 3 Kombinasi 9.639 44,8 % Jumlah 21.521 100% Tabel: Jumlah Pondok Pesantren berdasarkan tipenya pada T.P. 2007/2008 Sementara jumlah madrasah diniyah pada tahun pelajaran 2007/2008 terdapat sebanyak 37.102. Jika dilihat dari lokasinya, terdapat 8.485 (22,9%) merupakan madrasah diniyah yang berada di dalam Pondok Pesantren, dan 28.617 (77,1%) merupakan madrasah diniyah yang berada di luar Pondok Pesantren. Menyikapi persoalan di atas, seharusnya pemerintah daerah mengambil kebijakan yang proporsional (adil) terhadap pembangunan dan pengembangan lembaga pendidikan Islam, seperti madrasah dan pesantren. Sebab, madrasah dan pesantren juga berperan besar dalam mencerdaskan masyarakat di tingkat daerah tersebut. Meskipun madrasah dikelola secara sentralistik, akan tetapi pemerintah daerah perlu menganalisis perbandingan antara anggaran yang diperoleh madrasah dengan anggaran yang diperoleh sekolah umum. Jika APBD di tingkat daerah memang relatif kecil, maka diharapkan pemerintah dapat memotivasi masyarakat untuk berperan aktif dalam membangun lembaga pendidikan di daerah tersebut, baik umum maupun lembaga pendidikan Islam. Oleh karena itu, dibutuhkan koordinasi yang baik lagi harmonis antara departemen agama dengan dinas pendidikan dari pusat hingga di tingkat daerah kota/kabupaten, termasuk dengan pemerintah daerah. Dengan begitu diharapkan pengelolaan organisasi lembaga pendidikan Islam dilakukan secara profesional sehingga bermutu dan mampu bersaing di tingkat global. 2. Lembaga Pendidikan Masyarakat (Nonformal) Selain dari bentuk lembaga pendidikan di atas, masyarakat juga melahirkan beberapa lembaga pendidikan nonformal sebagai bentuk tanggung jawab masyarakat terhadap pendidikan Islam. Masyarakat merupakan kumpulan individu dan kelompok yang terikat oleh kesatuan bangsa, negara, kebudayaan, dan agama. Setiap masyarakat, memiliki cita-cita yang diwujudkan melalui peraturan-peraturan dan sistem kekuasaan tertentu. Islam tidak membebaskan manusia dari tanggungjawabnya sebagai anggota masyarakat, dia merupakan

bagian yang integral sehingga harus tunduk pada norma-norma yang berlaku dalam masyarakatnya. Begitu juga dengan tanggungjawabnya dalam melaksanakan tugas-tugas pendidikan. Adanya tanggung jawab masyarakat terhadap pendidikan, maka masyarakat akan menyelanggarakan kegiatan pendidikan yang dikategorikan sebagai lembaga pendidikan nonformal. Sebagai lembaga pendidikan non formal, masyarakat menjadi bagian penting dalam proses pendidikan, tetapi tidak mengikuti peraturan-peraturan yang tetap dan ketat. Meskipun demikian, lembaga-lembaga tersebut juga memerlukan pengelolaan yang profesional dalam suatu organisasi dengan manajemen yang baik. Menurut An-Nahlawi, tanggung jawab masyarakat terhadap pendidikan tersebut hendaknya melakukan beberapa hal,[19] yaitu: pertama, menyadari bahwa Allah menjadikan masyarakat sebagai penyuruh kebaikan dan pelarang kemungkaran (Qs. Ali Imran/3: 104); kedua, dalam masyarakat Islam seluruh anak-anak dianggap anak sendiri atau anak saudaranya sehingga di antara saling perhatian dalam mendidik anak-anak yang ada di lingkungan mereka sebagaimana mereka mendidik anak sendiri; ketiga, jika ada orang yang berbuat jahat, maka masyarakat turut menghadapinya dengan menegakkan hukum yang berlaku, termasuk adanya ancaman, hukuman, dan kekerasan lain dengan cara yang terdidik; keempat, masyarakat pun dapat melakukan pembinaan melalui pengisolasian, pemboikoitan, atau pemutusan hubungan kemasyarakatan sebagaimana yang pernah dicontohkan oleh Nabi; dan kelima, pendidikan kemasyarakatan dapat dilakukan melalui kerja sama yang utuh karena masyarakat muslim adalah masyarakat yang padu. Berpijak dari tanggung jawab tersebut, maka lahirlah berbagai bentuk pendidikan kemasyarakatan, seperti masjid, surau, TPA, wirid remaja, kursus-kursus keislaman, pembinaan rohani, dan sebagainya. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat telah memberikan kontribusi dalam pendidikan yang ada di sekitarnya. Berpijak dari tanggung jawab masyarakat di atas, lahirlah lembaga pendidikan Islam yang dapat dikelompokkan dalam jenis ini adalah: a. Masjid, Mushalla, Langgar, Surau atau Rangkang. b. Madrasah Diniyah yang tidak mengikuti ketetapan resmi. c. Majlis Talim, Taman Pendidikan al-Quran, Taman Pendidikan Seni Al-Quran, Wirid Remaja/Dewasa. d. Kursus-kursus Keislaman. e. Badan Pembinaan Rohani. f. Badan-badan Konsultasi Keagamaan. dan lain-lain. Lembaga-lembaga pendidikan yang lahir dari masyarakat ini sangat berperan dalam mendidik umat, sejak kanak-kanak hingga dewasa, bahkan lansia. Oleh karena itu, lembaga pendidikan ini harus terorganisir dengan baik sehingga tujuan dari masing-masing lembaga tersebut dapat tercapai dengan baik pula. 3. Lembaga Pendidikan Keluarga (informal)

Perlu pula dijelaskan bahwa dalam literatur pendidikan Islam, keluarga juga dipandang sebagai lembaga pendidikan dalam bentuk informal. Dalam Islam, keluarga dikenal dengan istilah usrah dan nasb. Karenanya, keluarga juga dapat diperoleh melalui persusuan dan pemerdekaan. Pentingnya keluarga sebagai lembaga pendidikan Islam diisyaratkan dalam alQuran: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka. (Qs. alTahrim/66: 6) Pada dasarnya, kegiatan pendidikan dalam lembaga ini tanpa ada suatu organisasi yang ketat, tanpa ada program waktu dan evaluasi. Namun, Islam memberikan tuntunan kepada orang tua untuk membina keluarga dan mendidik anak-anaknya. Oleh karena itu, keluarga juga merupakan organisasi yang dipimpin oleh seorang ayah untuk membina keluarga dan mendidik anak-anaknya sehingga diridhai oleh Allah SWT dengan terlebih dahulu pasangan suami-istri berupaya mewujudkan keluarga sakinah mawaddah wa rahmah. Sebagaimana firman-Nya: Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. (Qs. ar-Rum/30: 21) Dengan demikian, sebagai organisasi, keluarga memiliki tujuan tertentu. Secara umum tujuan tersebut adalah memelihara keluarganya dari api neraka dan mewujudkan keluarga sakinah, mawaddah wa rahmah, sebagaimana yang telah disinggung di atas. Kemudian, keluarga juga mengorganisir anggota keluarganya untuk melaksanakan tugas sesuai dengan kapasitasnya masing-masing dan mereka bertanggung jawab terhadap tugas tersebut. Dalam konteks suami istri, Rasulullah SAW menegaskan: , , ,

Kalian semua adalah pemimpin, dan akan diminta pertanggungjawaban tentang kepemimpinannya. Imam adalah pemimpin kelak dia akan diminta pertanggungjawabannya tentang kepemimpinannya. Seorang lelaki pemimpin istrinya, kelak dia akan diminta pertanggungjawaban tentang kepemimpinannya. Seorang perempuan (istri) pemimpin dalam rumah suaminya, kelak dia akan diminta pertanggungjawaban tentang kepemimpinannya (muttafaq alaih). Sementara anak harus dididik sesuai dengan petunjuk Islam sehingga mereka potensi yang dimilikinya berkembang secara optimal dan mengantarkannya sebagai anak yang shaleh. Lagi-lagi dalam hal ini diperlukan manajemen yang baik dari kedua orang tuanya dan keluarga sebagai organisasi atau wadah untuk melaksanakan tujuan tersebut. G. Penutup Dari beberapa penjelasan di atas, dapat ditarik beberapa kesimpulan, di antaranya sebagai berikut:

1. Organisasi dalam artian statis merupakan wadah berkumpulnya beberapa orang yang saling bekerja sama dan berinteraksi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Sedangkan secara dinamis, organisasi merupakan proses mewujudkan tujuan dengan adanya kerja sama, tugas-tugas tertentu yang jelas dengan tanggung jawab yang kuat untuk mewujudkan tujuan yang telah disepakati bersama. Sementara organisasi pendidikan Islam dapat dipahami sebagai wadah berkumpulnya beberapa orang yang saling bekerja sama dan beriteraksi dalam menerapkan dan mewujudkan tujuan pendidikan Islam dengan tetap berlandaskan kepada nilai-nilai ajaran Islam itu sendiri. 2. Pada dasarnya organisasi merupakan sesuatu yang alamiah bagi manusia, sebab ia ditakdirkan sebagai makhluk sosial yang saling membutuhkan antara satu sama lain. Hanya saja secara teoritis, organisasi lebih berkembang dan muncul sejak abad ke 19 hingga saat ini dengan berbagai teori yang muncul, mulai dari klasik, ilmiah, hingga kepada perkembangannya di masa modern. 3. Prinsip-prinsip organisasi pendidikan Islam tersirat dalam al-Quran, seperti tujuannya harus mencari dan menemukan keridhaan Allah, proses yang dilakukan dengan cara yang baik, kerja sama dalam konteks kebaikan/ketakwaan bukan kemaksiatan, komunikasi dilakukan dengan cara yang baik/santun, adanya tanggung jawab masing-masing anggota organisasi, dan pengambilan keputusan sebaiknya dilakukan dengan cara musyawarah dan tawakal. Semua itu relevan dengan temuan-temuan pakar organisasi modern. 4. Bentuk-bentuk organisasi, jika dilihat dari strukturnya ada beberapa bentuk, seperti tipe line, staf, line and staf, fungsional, dan panitia (committee). Semua itu dapat digunakan berdasarkan kebutuhan organisasi tersebut. 5. Secara garis besar lembaga pendidikan Islam dapat dikelompokkan kepada tiga bagian, yaitu formal (sekolah/madrasah/pesantren), informal (keluarga), dan nonformal (masyarakat). Namun dari segi pengelolaannya, lembaga pendidikan Islam itu bisa dikategorikan dalam bentuk lembaga pendidikan Islam di lingkungan Departemen Agama yang terdiri dari formal (seperti MI, MTs, dan MA) dan nonformal (seperti TQ, pengajian Kitab, Paket C, dll). Semua bentuk lembaga ini merupakan suatu organisasi yang harus dijalankan dengan profesional sehingga tujuan pendidikan Islam dapat dicapai secara efektif dan efisien.

DAFTAR PUSTAKA Asnawir, Manajemen Pendidikan, Padang: IAIN IB Press, 2006 Akkas, M. Amin, Potret Kepemimpinan dalam Masyarakat Madani, dalam Nurcholish Madjid et.al., Kehampaan Spiritual Masyarakat Modern, Jakarta: Mediacita, 2000 Atmosudirdjo, Prajudi, Dasar-dasar Ilmu Administrasi Umum, Jakarta: Galia Indonesia, 1982 Ditjen Pendidikan Islam Depag RI, Booklet, Jakarta: Dirtjen PI Depag RI, 2007

Anda mungkin juga menyukai