Anda di halaman 1dari 46

PENGARUH KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL DAN BUDAYA

ORGANISASI TERHADAP KEDISIPLINAN GURU DI YAYASAN X

PROPOSAL TESIS

DOSEN PEMBIMBING
Dr. KARWANTO, M.Pd
Dr. UMI ANUGERAH IZZATI, M.Psi. Psikolog

ACHMAD ALI ASFAHANI


NIM 20070845023

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA


PASCASARJANA
PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN
2024
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sekolah yang unggul merupakan cerminan kemampuannya dalam
menghasilkan siswa yang unggul. Kurikulum, tenaga kerja di bidang
pendidikan, dan sistem pendidikan merupakan tiga unsur yang mempengaruhi
mutu pendidikan. Namun, guru adalah salah satu prediktor utama kualitas
pendidikan, terlepas dari faktor-faktor lainnya. Menurut Suroso (2002), guru
memegang peranan penting dalam pengelolaan lembaga pendidikan dan
bertanggung jawab atas pengajarannya.
Kepemimpinan efektif yang dapat melakukan perubahan besar diperlukan
dalam kerangka organisasi suatu lembaga pendidikan guna memenuhi tujuan
peningkatan standar mutu pelayanan. Menurut Tavfelin (2013), model
kepemimpinan yang layak untuk mengelola perubahan berkelanjutan di
perusahaan sektor sosial (termasuk pendidikan) adalah kepemimpinan
transformasional.
Pada awal tahun 1980-an, teknik kepemimpinan ini mendapatkan banyak
popularitas dan tanggapan positif dari berbagai akademisi. Paradigma baru
dalam kepemimpinan yang menekankan aspek karismatik dan emosional
dalam kepemimpinan meliputi kepemimpinan transformasional. Karena
menekankan pada membangun pengikut yang sejalan dengan kebutuhan
organisasi dan menginspirasi serta memberdayakan mereka untuk mencapai
prestasi di masa yang tidak terduga, kepemimpinan transformasional menjadi
semakin populer.
Setelah Byrne memperkenalkan konsep kepemimpinan transformasional,
banyak teori yang dikembangkan. Ini termasuk Bass (1985), Bennis dan
Nanus (1985), Sashkin (1988), dan Tichy dan Devanna (1986). Teori
kepemimpinan transformasional yang paling terkenal dan banyak digunakan

1
2

oleh beberapa ahli tersebut adalah teori kepemimpinan transformasional dan


transaksional dari Bass.
Tidak diragukan lagi bahwa setiap sekolahan mempunyai budaya organisasi
yang unik. Anggota sekolahan dan organisasi sekolah mungkin berperilaku
berbeda tergantung pada budaya organisasi. Budaya yang kuat dalam suatu
organisasi membentuk budayanya dan mempengaruhi bagaimana orang-
orangnya berperilaku. Pengaruh pemimpin kepala sekolah terhadap
perkembangan budaya organisasi sangat berpengaruh. karena budaya
organisasi memainkan peran utama dalam cara kepala sekolah mempengaruhi
anggota stafnya.
Selain itu, Pidarta Made (2010:162) dalam A. Kristanto (2018) menyatakan
bahwa budaya mempunyai peranan yang cukup besar dalam terwujudnya
sekolah yang efisien dan tertib. Sebagai sebuah struktur organisasi, sekolah
mempunyai budaya unik yang membentuk tampilan sistem yang
komprehensif dan unik. Visi dan proses pendidikan yang berkesinambungan,
yang mengharuskan adanya aspek atau komponen sekolah sebagai lapangan
tindakan organisasi, tidak dapat dipisahkan dari kekhasan budaya sekolah.
Komponen-komponen tersebut bekerja sama dan terhubung satu sama lain.
Meskipun suatu budaya terkadang dapat digunakan tanpa batas waktu, ada
kalanya budaya tersebut perlu diperbaiki atau diganti dengan yang baru.
Seperti penelitian Supardi (2014), penelitiannya mengungkapkan bahwa
disiplin kerja guru dipengaruhi secara signifikan oleh budaya organisasi
sekolah. Budaya organisasi sekolah mungkin mengajarkan kita banyak hal.
Budaya organisasi yang efektif di suatu sekolah dapat menginspirasi guru
untuk menjalankan tugasnya sebagai pendidik dan pengajar dengan unggul.
Guru didisiplinkan baik secara pribadi maupun organisasi dengan bantuan
budaya organisasi sekolah.
Menurut Levine dan Lateiner (1985), disiplin adalah kualitas yang terus-
menerus dikembangkan oleh karyawan yang memungkinkan mereka
mematuhi aturan dan keputusan yang telah dibuat. Sebaliknya kedisiplinan
dalam kata Malayu Hasibuan (2017:193) adalah kesadaran dan kesediaan
3

untuk mentaati segala aturan dan konvensi yang ada dalam suatu struktur
sekolah. Sadar adalah mempunyai sikap rela dan tidak dipaksa untuk
mengikuti aturan atau standar sosial apa pun, serta sadar akan kewajiban dan
tugas yang diembannya.
Menurut Suharto (1993) menegaskan bahwa disiplin yang lemah akan
merugikan sistem sekolah secara keseluruhan. Oleh karena itu, agar
organisasi pendidikan dapat berkembang, disiplin harus dijunjung tinggi.
Menurut David & Newstrom (1985), memiliki disiplin yang kuat akan
memotivasi seseorang untuk mengambil kepemilikan atas setiap bagian
pekerjaannya.Menurut Levine dan Lateiner (1985) mengatakan bahwa ada
empat aspek disiplin yaitu:
a) Keteraturan dan ketepatan waktu: Guru diharapkan melapor ke lokasi
kerja yang ditugaskan tepat waktu.
b) Ketaatan pada aturan, yang mengamanatkan agar pendidik mengenakan
pakaian yang pantas dan menggunakan peralatan.
c) Menyelesaikan pekerjaan dalam jumlah dan kaliber secukupnya, dengan
mengikuti tata cara kerja yang ditetapkan oleh lembaga pendidikan.
d) Menyelesaikan tugas dengan etos kerja yang kuat, yaitu melakukan
pekerjaan dengan sungguh-sungguh agar dapat menyelesaikannya sesuai
dengan peraturan organisasi.
Penulis melakukan pengamatan melalui wawancara tidak terstruktur di waka
kesiswaan pada Yayasan X, bahwa ditemukan beberapa masalah yang terjadi
yang berkaitan dengan tindakan indisipliner guru diantaranya guru masuk
kelas tidak tepat waktu, kurangnya kepatuhan terhadap peraturan, ada
beberapa guru yang belum memiliki perangkat pembelajaran pada saat awal
mengajar, belum menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan aturan. Selain itu
kepala sekolah perlu memberikan sanksi secara bertahap berupa teguran lisan,
teguran secara tulisan, teguran berupa tindakan.
Penting untuk diingat bahwa masyarakat memandang guru sebagai panutan
atau teladan dalam hal bagaimana mereka harus memenuhi kewajiban yang
terkait dengan pekerjaan mereka. Semua pendidik harus menyadari hal ini.
4

Dengan melakukan hal ini, diharapkan frekuensi pelanggaran berbagai


peraturan terkait disiplin dapat diminimalkan atau perilaku yang terkait
dengan kewajiban dan tanggung jawab sekolah tidak akan pernah melanggar
peraturan.
Mengingat kemajuan masyarakat dan perlunya disiplin akademis untuk
menghasilkan hasil yang berkualitas, lembaga pendidikan harus
menumbuhkan budaya organisasi seperti madrasah yang memfasilitasi
pencapaian tujuan madrasah. Oleh karena itu, sekolah perlu mengelola
operasionalnya dengan profesionalisme dan produktivitas yang lebih tinggi.
Dari uraian di atas, maka perlu diketahui bagaimana budaya organisasi,
kepemimpinan mempengaruhi kedisiplinan kerja guru di Yayasan X untuk
lebih meningkatkan produktivitas kerja dengan melakukan peningkatkan atau
perbaikan pada variabel yang memberikan pengaruh yang besar, sehingga
produktivitas kerja akan mengalami peningkatan. Hasil penelitian akan
dituangkan dalam tesis berjudul “ Pengaruh Kepemimpinan dan Budaya
Organisasi Terhadap Kedisiplinan Guru di Yayasan X.”

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dibuat rumusan
masalah sebagai berikut:
1. Apakah ada pengaruh Kepemimpinan Transformasional terhadap
Kedisiplinan Guru di Yayasan X?
2. Apakah ada pengaruh Budaya Organisasi terhadap Kedisiplinan Guru di
Yayasan X?
3. Apakah ada pengaruh Kepemimpinan Transformasional dan Budaya
Organisasi secara bersama-sama terhadap Kedisiplinan Guru di Yayasan
X?

C. Tujuan Penelitian
5

Berdasarkan rumusan masalah sebagaimana yang telah diuraikan diatas,


maka penelitian ini bertujuan untuk:
1. Menjelaskan pengaruh Kepemimpinan Transformasional terhadap
Kedisiplinan Guru di Yayasan X.
2. Menjelaskan pengaruh Budaya Organisasi terhadap Kedisiplinan Guru di
Yayasan X.
3. Menjelaskan pengaruh Kepemimpinan Kepala Sekolah dan Budaya
Organisasi secara bersama-sama terhadap Kedisiplinan Guru di Yayasan
X.

D. Manfaat Penelitian
Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan yaitu secara
teoretis dan praktis.
1. Manfaat Teoretis
Secara teoretis tentang kepemimpinan transformasional, budaya
organisasi, kedisiplinan guru, penelitian ini diharapkan dapat
memperkaya khazanah keilmuan dalam peningkatan mutu pendidikan
yang secara spesifik akan dijabarkan sebagai berikut:
1.1. Memberikan sumbangan konseptual bagi perkembangan kajian
ilmu manajemen pendidikan.
1.2. Sebagai bahan pertimbangan dalam kajian lanjutan tentang
kepemimpinan transformasional, budaya organisasi, kedisiplinan
guru.
2. Manfaat Praktis
Secara praktis penelitian ini diharapkan memiliki manfaat bagi pihak-
pihak sebagai berikut:
2.1. Bagi guru dan kepala sekolah, hasil penelitian ini diharapkan
menambah wawasan dan pengetahuan tentang pentingnya
kepemimpinan transformasional, budaya organisasi, kedisiplinan
guru. Dan sebagai masukan dalam hal meningkatkan kedisiplinan
6

guru dengan mempertimbangkan faktor kepemimpinan


transformasional dan budaya organisasi.
2.2. Bagi peneliti berikutnya, sebagai masukan dalam mengembangkan
penelitian yang terkait faktor-faktor yang mempengaruhi
kedisiplinan guru.
2.3. Bagi sekolah dan institusi pendidikan lainnya, penelitian ini
diharapkan dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan dalam
upaya meningkatkan kedisiplinan guru.

E. Definisi Variabel
Definisi istilah diperlukan untuk memastikan pembahasan penelitian tetap
berada dalam fokus penelitian dan tidak lepas kendali ketika memberikan
informasi penelitian. Konsep berikut memerlukan definisi:
1. Kepemimpinan Transformasional
Untuk mencapai suatu tujuan, seseorang atau sekelompok orang perlu
menjadi sasaran pengaruh, gerakan, dan arah tindakan individu. Hal ini
dikenal sebagai kepemimpinan. Levine dan Lateiner (1985) menegaskan
bahwa seorang kepala sekolah setidaknya melaksanakan tugas dan
tanggung jawab sebagai berikut: a) Keteraturan dan ketepatan waktu:
Guru diharapkan melapor ke lokasi kerja yang ditugaskan tepat waktu. b)
Ketaatan pada aturan, yang mengamanatkan agar pendidik mengenakan
pakaian yang pantas dan menggunakan peralatan. c) Menyelesaikan
pekerjaan dalam jumlah dan kaliber secukupnya, dengan mengikuti tata
cara kerja yang ditetapkan oleh lembaga pendidikan. d) Menyelesaikan
tugas dengan etos kerja yang kuat, yaitu melakukan pekerjaan dengan
sungguh-sungguh agar dapat menyelesaikannya sesuai dengan peraturan
organisasi.
2. Budaya Organisasi
Proses belajar mengajar yang efektif tidak dapat terselenggara tanpa
adanya budaya organisasi yang mendukung secara akademis, baik fisik
maupun non fisik. Budaya organisasi diukur dalam penelitian ini dengan
7

menggunakan metode sebagai berikut: (a) inovasi dan pengambilan


risiko dengan indikator; mendorong inovasi dan mengambil risiko; (b)
perhatian terhadap detail dengan indikator; menuntut perhatian terhadap
detail; (c) orientasi hasil dengan indikator; mendorong perhatian terhadap
hasil kerja; (d) orientasi manusia dengan indikator; keterlibatan karyawan
dalam pengambilan keputusan organisasi; (e) orientasi tim dengan
indikator; mendorong kerja tim; (f) agresivitas dengan indikator;
mendorong penyelesaian tugas; dan (g) stabilitas dengan indikator
kenyamanan dalam organisasi.
3. Kedisiplinan Guru
Kemampuan seorang guru untuk menaati tugas dan menahan diri dari
tindakan yang tercantum dalam peraturan resmi, aturan, pedoman kerja,
dan uraian tugas yang berlaku baik dalam bentuk tertulis atau lisan
dengan tetap menjaga kesadaran penuh, mengambil tanggung jawab
penuh, dan terus-menerus melibatkan diri. refleksi, yang dikenal dengan
disiplin kerja guru. Guru sendiri harus siap menghadapi sanksi hukum
jika mereka memilih untuk tidak mematuhinyadengan indicator sebagai
berikut: Tepat waktu, sadar, dan mengikuti aturan.
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Kedisiplinan Guru
1. Pengertian Kedisiplin Guru
Kata Latin "disciplina" (berarti "pengajaran" atau "pelatihan") adalah asal
mula istilah disiplin. Definisi istilah disiplin telah berkembang seiring
berjalannya waktu hingga mencakup berbagai arti. Pada awalnya, disiplin
digambarkan sebagai mengikuti aturan atau berada di bawah pengawasan.
Kedua disiplin tersebut digambarkan sebagai kegiatan pengembangan diri
yang dimaksudkan untuk membantu seseorang agar mampu bertindak
secara disiplin.
Disiplin didefinisikan secara berbeda-beda oleh banyak ahli, namun esensi
istilahnya tetap sama. Mengenai disiplin guru, berikut definisi disiplin
yang dapat dilakukan oleh berbagai ahli:
a. Menurut Levine dan Lateiner (1985), disiplin adalah kualitas yang
terus-menerus dikembangkan oleh karyawan yang memungkinkan
mereka mematuhi aturan dan keputusan yang telah dibuat.
b. Abdurrahmat Fathoni (2006: 126) menyatakan bahwa disiplin
merupakan fungsi operasional MSDM, dengan kepatuhan terhadap
peraturan dan perundang-undangan menjadi hal yang paling krusial
karena kemampuan individu dalam menjaga disiplin meningkat
seiring dengan tingkat produktivitasnya.
c. Singodimedjo menyatakan bahwa disiplin adalah suatu sikap yang
ditandai dengan kesiapsiagaan dan kecenderungan seseorang untuk
mengikuti dan menaati peraturan peraturan yang berlaku disekitarnya
serta introspeksi diri, sebagaimana dikemukakan dalam Edi Sutrisno
(2011:86).
d. Disiplin dalam kata-kata Malayu Hasibuan (2017:193) adalah
kesadaran dan kesediaan untuk menaati semua peraturan dan konvensi
yang ada dalam suatu organisasi sekolah. Sadar adalah memiliki sikap

9
10

rela dan tidak dipaksa untuk mengikuti hukum, aturan, atau adat
istiadat sosial apa pun selain sadar akan tugas dan kewajiban yang
menjadi tanggung jawabnya.
e. Nawawi (1997) menyatakan disiplin kerja pegawai diartikan sebagai
ketepatan waktu, kesadaran, dan ketaatan terhadap aturan dalam
pelaksanaan tugas dan tanggung jawabnya sebagai pegawai dalam
penelitian Febrianti (2014:11).
Berdasarkan kriteria di atas, dapat disimpulkan bahwa disiplin guru
merupakan suatu keadaan yang dihasilkan melalui proses pelatihan dan
mencakup aspek kesadaran diri, kedisiplinan, dan kesadaran tugas.
Untuk menguraikan disiplin, Sinungan (200:145) mengartikannya sebagai
pola pikir yang merasuki setiap tindakan atau perilaku seseorang,
komunitas, atau masyarakat. Hal ini melibatkan kepatuhan terhadap semua
norma dan peraturan sosial, termasuk yang ditetapkan oleh pemerintah,
untuk mencapai tujuan tertentu. Selain itu, disiplin juga dapat dipahami
sebagai melatih pengendalian diri agar tidak melakukan tindakan yang
bertentangan dengan cita-cita dan falsafah Pancasila. Pendapat ini
menekankan pada adanya mentalitas yang menaati hukum yang telah
ditetapkan, termasuk norma sosial, peraturan pemerintah, dan aturan yang
berlaku dalam masyarakat.
Tiga faktor yaitu: sikap mental, waktu, dan ketelitian sangat penting dalam
disiplin, menurut Heri Gunawan (2011: 43). Lebih lanjut ditegaskan,
pendidik dengan pola pikir disiplin akan datang tepat waktu dan pulang
tepat waktu. Dia akan memikul tanggung jawab penuh saat memberi
instruksi. Ia akan mentaati aturan-aturan yang berlaku di madrasah
tersebut. Ia mampu menjadi teladan baik bagi muridnya maupun bagi
dirinya sendiri. Dia melakukan pekerjaannya dengan sangat antusias.
Hasim Abdul. Menurut Rus Bambang Suwarno (2010:46), apabila guru
datang tepat waktu, maka siswa datang tepat waktu untuk belajar. Hal ini
menunjukkan bahwa situasi tersebut telah ditangani dengan mematuhi
peraturan waktu yang disebut disiplin waktu. Kewajiban-kewajiban ini
11

tidak hanya harus dipenuhi ketika prinsip tersebut masih ada, namun juga
harus dipenuhi karena kebutuhan dan sebagai kewajiban moral.
Karena peraturan perundang-undangan berhubungan langsung dengan
kedisiplinan, maka guru yang disiplin adalah guru yang menaati peraturan
yang ditetapkan sekolah, sedangkan guru yang tidak disiplin sering kali
melanggar peraturan.
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kedisiplinan Guru
Diasumsikan bahwa kepala sekolah/pemimpin mempunyai dampak
langsung terhadap pola pikir yang sudah mendarah daging yang dianut
oleh guru dan bawahannya. Pemimpin menetapkan perilaku ini melalui
teladan pribadi atau dengan memupuk budaya kepemimpinan. Oleh karena
itu, untuk mencapai disiplin yang efektif, pemimpin juga harus mampu
memberikan kepemimpinan yang baik.
Singodimedjo menyatakan dalam Edy Sutrisno (2011: 89–92) bahwa
variabel-variabel berikut mempengaruhi disiplin guru:
a) Jumlah bayaran yang diberikan.
b) Jika organisasi memiliki pemimpin yang memberikan contoh untuk
diikuti orang lain.
c) Tersedia atau tidaknya pedoman yang jelas. Penerapan pertumbuhan
disiplin tidak mungkin terjadi tanpa peraturan tertulis yang jelas dan
menjadi pedoman bersama.
d) Keberanian pimpinan untuk bertindak.
e) Ada atau tidaknya pengawasan pemimpin. Waskat (pengawasan
melekat) atau pengawasan langsung adalah istilah yang digunakan
untuk menggambarkan pengawasan yang dilakukan oleh atasan
langsung. Artinya untuk mengawasi dan mengarahkan bawahannya,
atasan harus selalu hadir. Oleh karena itu, diperlukan adanya atasan
dan bawahan yang aktif dalam waskat.
f) Guru mendapat perhatian.
g) Terbentuknya kebiasaan-kebiasaan yang memudahkan
berkembangnya disiplin.
12

Uraian di atas menunjukkan betapa pentingnya atasan melakukan


pengawasan terhadap bawahannya guna menanamkan kedisiplinan dalam
diri mereka. Abdurrahmat Fathoni mendukung hal ini dengan mengatakan
bahwa Waskat (2006: 127) merupakan metode penegakan disiplin pegawai
yang paling aktual dan paling berhasil karena mengharuskan atasan untuk
secara aktif dan pribadi memantau perilaku, moralitas, sikap, ruang kerja,
dan prestasi kerja bawahannya.
3. Tujuan Kedisiplinan Guru
Menurut Malayu Hasibuan (2008: 193-194) tujuan dari adanya disiplin
guru adalah sebagai berikut:
a) Disiplin guru sangat penting karena meningkatkan kemampuan guru
dalam melakukan pekerjaannya.
b) Disiplin akan mempunyai kekuatan untuk menghasilkan pendidik
yang mengikuti standar dan pedoman tertulis maupun tidak tertulis
yang mengatur suatu organisasi.
c) Guru yang disiplin dapat menjadikan seorang pekerja merasa lebih
bertanggung jawab atas pekerjaan yang diberikan kepadanya.
d) Pekerja mampu melaksanakan tanggung jawabnya secara akurat dan
tepat sesuai dengan peraturan yang berlaku di tempat kerjanya.
e) Pemeliharaan disiplin untuk memungkinkan pendidik memenuhi
tanggung jawab mereka dengan produktivitas tinggi dan mencapai
berbagai tujuan organisasi.
Jika setiap orang mempunyai rasa tanggung jawab yang kuat, penegakan
disiplin akan mudah dilakukan. Karena guru dihormati dan dijunjung
tinggi, disiplin guru menjadi pemberitaan. Oleh karena itu, keberanian
harus dimiliki selama tetap berada di koridor madrasah dan mematuhi
kurikulum. Guru yang melengkapi seluruh sumber belajar sebagai bagian
dari tanggung jawab pekerjaannya akan lebih tenang dan efisien dalam
pekerjaannya. Oleh karena itu, harus ada tingkat pemahaman yang tinggi
di bidang yang diharapkan guru dalam memberikan dan membuat bahan
ajar. Menerapkan disiplin apa pun akan mudah jika Anda sendiri
13

mengetahui aturan-aturan ini. Guru tidak akan merasa terbebani jika guru
mempraktikkan manajemen waktu, disiplin mengajar, disiplin berpakaian,
dan segala jenis disiplin lainnya dengan penuh kesadaran.
Guru harus menjadi teladan, khususnya bagi siswanya. Seorang guru perlu
mempraktikkan manajemen waktu, pengendalian kehadiran, disiplin kelas
dengan menggunakan semua sumber daya yang tersedia, disiplin
kehidupan sosial, dan kualitas lain yang menentukan seorang pendidik
ideal. Agar seorang guru dapat mencapai hasil terbaik, disiplin kerja
sangatlah penting. Disiplin kerja sebelumnya diartikan sebagai sikap,
tindakan, dan modifikasi yang mematuhi peraturan perusahaan baik
tertulis maupun tidak tertulis. Oleh karena itu, jika semua orang
menyadarinya, maka seluruh proses pelaksanaan kerja akan berjalan lancar
dan tanpa ada rasa paksaan.
Di sekolahan, disiplin mencakup lebih dari sekedar mengikuti peraturan
dan ketentuan yang terlihat, seperti mengenakan seragam dan
meninggalkan sekolah tepat waktu. Hal ini juga melibatkan kepatuhan
terhadap peraturan dan ketentuan yang tidak kasat mata namun
memerlukan komitmen, baik terhadap diri sendiri maupun terhadap
organisasi atau kelompok kerja, seperti sekolah. Dalam kaitannya dengan
sekolahan, disiplin kerja pada dasarnya adalah upaya untuk mengikuti
peraturan sekolah untuk mencapai tujuan.
4. Aspek Kedisiplinan Guru
Menurut Levine dan Lateiner (1985) mengatakan bahwa ada empat aspek
disiplin yaitu:
a) Keteraturan dan ketepatan waktu: Guru diharapkan melapor ke lokasi
kerja yang ditugaskan tepat waktu.
b) Ketaatan pada aturan, yang mengamanatkan agar pendidik
mengenakan pakaian yang pantas dan menggunakan peralatan.
c) Menyelesaikan pekerjaan dalam jumlah dan kaliber secukupnya,
dengan mengikuti tata cara kerja yang ditetapkan oleh lembaga
pendidikan.
14

d) Menyelesaikan tugas dengan etos kerja yang kuat, yaitu melakukan


pekerjaan dengan sungguh-sungguh agar dapat menyelesaikannya
sesuai dengan peraturan organisasi.
Pandangan ini menunjukkan bahwa peraturan, regulasi, dan orang tua
(orang yang dituakan atau pemimpin) adalah beberapa hal yang perlu
dipatuhi. Dimana rasa hormat, kesadaran, dan rasa takut menjadi landasan
untuk mengikuti aturan, regulasi, dan pemimpin. Penerapan kepatuhan ini
dalam kepemimpinan sendiri sebenarnya merupakan aspek yang paling
menantang. Elemen terpenting dalam menegakkan disiplin adalah
kesadaran, jika seseorang sangat sadar akan kedisiplinan, mengikuti
peraturan dan ketentuan tidak akan terasa membebani atau dipaksakan, dan
ini merupakan disiplin diri yang sangat berharga.

Disiplin kerja dibangun melalui pendidikan dan pelatihan, yaitu melalui


pelatihan karakter, pengendalian diri, dan efisiensi sehingga meningkatkan
kesadaran dan rasa tanggung jawab dalam melaksanakannya. Seluruh guru
wajib menaati budaya disiplin organisasi. Termasuk kebijakan dan
pedoman yang ditetapkan oleh pihak administrasi sekolah, instruktur, dan
kepala sekolah yang harus dipatuhi. Selain itu, individu yang disiplin
nampaknya tidak hanya bertindak dan berperilaku sesuai dengan aturan,
tetapi juga memiliki kesadaran yang tinggi terhadap hukum dan pedoman
yang relevan.

Untuk mencapai tujuan dan produktivitas kerja, disiplin kerja harus


diperoleh dan dipertahankan semaksimal mungkin. Selain itu, ketertiban
dan kelancaran pelaksanaan tugas dimungkinkan dengan terjalinnya
disiplin kerja. Salah satu cara menerapkan disiplin kerja adalah dengan
memulainya dari hal kecil, yaitu dimulai dari diri masing-masing guru.

B. Kepemimpinan Transformasional
1. Pengertian Kepemimpinan
Menurut Burns (1978), kepemimpinan didefinisikan sebagai suatu
proses yang memotivasi pengikut untuk mencapai tujuan tertentu yang
15

mencerminkan kebutuhan, aspirasi, motivasi, nilai-nilai, dan tujuan


baik pemimpin maupun orang-orang yang dipimpinnya.
Terjemahan kata leadership adalah kepemimpinan yang berasal dari
kata leader yaitu pimpin, menurut Ara Hidayat & Imam Machali
(2012:75). Suatu jabatan tidak menjadikan seseorang menjadi
pemimpin; orang yang memimpin melakukannya. Secara etimologis,
kata “kepemimpinan” mempunyai arti lain: berasal dari kata dasar
“pimpin” yang berarti “membimbing atau memimpin”. Kata kerja
memimpin, yang mengandung arti mengarahkan dan memimpin,
berasal dari kata dasar pimpin.
Menurut Kartini Kartono (2011:38), pemimpin adalah seseorang yang
mempunyai kelebihan yang memungkinkan dirinya membujuk orang
lain agar mau bekerja sama dalam melaksanakan tugas tertentu guna
mencapai suatu tujuan.
Menurut Ara Hidayat dan Imam Machali (2012:75), “The leader as
the individual in the group is given the task of directing and
coordinating task relevant group activities.” Pemahaman ini
menunjukkan bahwa prinsipnya adalah anggota tim yang kooperatif
yang dapat merencanakan dan mengatur kegiatan untuk mencapai
tujuan.
Menurut uraian yang diberikan di atas, kepemimpinan adalah proses
membantu orang-orang memahami dan menyepakati apa yang perlu
dilakukan dan bagaimana melakukannya, serta proses membantu
orang-orang dalam mencapai tujuan bersama. Para anggota tidak
hanya dipengaruhi dan dibantu, namun mereka juga dipersiapkan
untuk tugas-tugas baru.
2. Gaya Kepemimpinan Transformasional
Setiap pemimpin mempunyai gaya tertentu yang membedakannya satu
sama lain. Pendekatan seorang pemimpin dalam membujuk
pengikutnya dikenal sebagai gaya kepemimpinannya.
16

Gaya kepemimpinan menurut Hersey (1994:29) adalah perilaku


pemimpin yang dirasakan oleh orang lain melalui perkataan dan
perbuatannya. Kepemimpinan yang efektif tidak hanya melibatkan
penampilan fisik tetapi juga cara seseorang mendekati orang-orang
yang ingin mereka pengaruhi. Kemudian ditemukan oleh Ralph White
& Ronald Lipiit dalam Handoko (2000: 293) bahwa gaya seorang
pemimpin adalah cara dia mempengaruhi orang-orang yang berada di
bawahnya.
Sebuah aliran pemikiran baru tentang kepemimpinan yang
memisahkannya menjadi kepemimpinan transaksional dan
transformasional diperkenalkan oleh Burns (1978). Landasan
kepemimpinan transaksional adalah pertukaran antara pemimpin dan
pengikutnya, seperti menawarkan insentif untuk pekerjaan yang
sangat baik. Hubungan antara seorang pemimpin dan pengikutnya
dalam metode transaksional dibatasi pada pemahaman implisit atau
eksplisit tentang kapan pengikut telah menyumbangkan waktu dan
upaya untuk pencapaian tujuan perusahaan dengan imbalan
keuntungan atau keamanan kerja.
Di sisi lain, pengikut kepemimpinan transformasional mengalami
pergeseran sikap, nilai, dan keyakinan. Penjelasan lebih menyeluruh
mengenai kepemimpinan transformatif diberikan oleh Bass (1985).
Menurut Bass (1985), pemimpin transformasional membantu
menciptakan lingkungan kerja yang mendorong aktivitas berkinerja
tinggi dan memotivasi pengikutnya untuk memiliki visi yang selaras
dengan organisasi (Bass & Riggio, 2006). Pemimpin transformasional
memaksimalkan potensi pengikutnya untuk memberikan upaya terbaik
mereka dan tumbuh sebagai pemimpin selain menawarkan inspirasi
dan stimulasi. Ada semakin banyak bukti bahwa kepemimpinan
transformasional dapat memotivasi pengikut untuk memenuhi harapan
dan meningkatkan rasa kepuasan dan loyalitas terhadap kelompok
atau organisasi.
17

Sesuai dengan penjelasan di atas, kepemimpinan transformasional


dapat didefinisikan sebagai gaya kepemimpinan yang mendorong
pengikutnya untuk berpikir kreatif dengan menggunakan metode
inovatif, melibatkan pengikut dalam pengambilan keputusan,
memotivasi pengikut untuk setia, dan berusaha memahami
karakteristik unik pengikutnya. untuk membantu mereka mencapai
potensi penuh mereka (Bass & Avolio, 1994; Avolio 1999).
3. Komponen Kepemimpinan Transformasional
Pemimpin transformasional lebih membangun hubungan dengan
bawahan atau pengikut daripada kesepakatan atau kesepakatan, klaim
Bass dan Riggio (2006). Tindakan mereka menerapkan satu atau lebih
dari empat prinsip utama kepemimpinan transformasional, yang
menghasilkan pencapaian dan hasil luar biasa. Kepemimpinan secara
konseptual bersifat karismatik, dan pengikut berusaha untuk meniru
tindakan pemimpin. Kepemimpinan menanamkan makna dan
pemahaman, serta tantangan dan kepercayaan diri, kepada
pengikutnya. Selain mendorong kecerdasan, kepemimpinan juga
membantu pengikut memanfaatkan keterampilan mereka dan
memberikan perhatian yang dipersonalisasi kepada setiap pengikut
melalui bimbingan, bantuan, dan pelatihan.
Menurut Bass dan Avolio (1994), kepemimpinan transformasional
terdiri dari empat elemen berikut:
a. Idealized Influence (II)
Tindakan pemimpin transformasional dapat menjadi contoh atau
teladan bagi para pengikutnya. Seseorang yang dipercaya,
dihormati, dan dikagumi adalah seorang pemimpin. Pengikut
memandang pemimpin karena mereka percaya bahwa pemimpin
adalah seorang pengambil keputusan, mempunyai kemampuan
luar biasa, dan tegas dalam usahanya.
Seseorang yang memiliki kualitas ini juga merupakan orang yang
konsisten dalam mengambil keputusan dan berani mengambil
18

risiko. Mereka menunjukkan prinsip moral dan etika yang kuat


dan dapat diandalkan untuk melaksanakan tugas dengan benar.
b. Inspirational Motivation (IM)
Dengan memberikan tujuan dan tantangan pada pekerjaan
mereka, menciptakan rasa persatuan, dan menumbuhkan
kegembiraan dan optimisme, para pemimpin transformasional
menginspirasi dan memotivasi orang lain di sekitar mereka.
Pemimpin yang efektif menanamkan visi masa depan pada setiap
pengikutnya, menetapkan harapan untuk komunikasi, dan
menunjukkan komitmen yang kuat terhadap tujuan atau visi yang
mereka miliki.
c. Intellectual Stimulation (IS)
Pemimpin transformasional secara aktif merangsang pengikutnya
untuk menyelidiki permasalahan terkini, dan mengganti metode
lama dengan metode yang lebih modern dalam upaya
menginspirasi pengikutnya untuk berjuang dalam inovasi dan
kreativitas. Di depan umum, pemimpin tidak pernah
menunjukkan kesalahan yang dilakukan pengikutnya; sebaliknya,
mereka menyambut perspektif baru dan solusi orisinal terhadap
masalah yang diajukan bawahan.
d. Individual Consideration (IC)
Untuk membantu pengikut mencapai dan tumbuh pada tingkat
yang lebih tinggi, pemimpin transformasional lebih fokus pada
setiap pengikut sebagai individu dan bertindak sebagai pelatih
atau mentor. Kondisi iklim yang mendukung atau mendukung
diperlukan agar komponen ini dapat terjadi. Menyadari bahwa
setiap orang memiliki kebutuhan dan aspirasi yang unik, para
pemimpin menawarkan dukungan, otonomi, harapan yang jelas,
dan struktur tugas yang bervariasi berdasarkan tingkat keahlian.
Pemimpin memberikan pengikutnya kesempatan untuk
berkomunikasi dua arah dan sesuai kecepatan mereka sendiri.
19

Pengikutnya dipandang sebagai manusia seutuhnya, bukan


sekedar karyawan. Mereka juga merupakan pendengar yang baik.
menugaskan pekerjaan dengan tujuan membantu para
pengikutnya mencapai potensi penuh mereka, mengawasi mereka,
dan menawarkan nasihat dan dorongan tanpa melampaui apa yang
mungkin dianggap berlebihan oleh para pengikutnya.
4. Efektivitas Kepemimpinan Transformasional
Menurut Bass dan Ringgio (2006), peningkatan kreativitas
merupakan salah satu faktor yang berkontribusi terhadap efektivitas
(kinerja) kepemimpinan transformasional. Efektivitas kelompok dan
kualitas pengikut keduanya ditingkatkan dengan kepemimpinan
transformasional. Melalui motivasi yang menginspirasi, pemimpin
transformasional akan lebih mampu menginspirasi pengikutnya agar
lebih inovatif dalam upaya dan hasil mereka. Begitu pula dengan
unsur rangsangan intelektual yang menginspirasi pengikutnya untuk
lebih inventif dan kreatif. Studi empiris menunjukkan bahwa
kreativitas dipengaruhi oleh kepemimpinan transformasional.
Pertama, pemimpin transformasional menumbuhkan kreativitas dan
meningkatkan motivasi intrinsik pengikutnya, dibandingkan dengan
pemimpin transaksional yang mengutamakan insentif ekstrinsik.
Kedua, rangsangan intelektual dari pemimpin transformatif
mendorong pengikutnya untuk berpikir “di luar kotak”. Dengan
menciptakan lingkungan yang mendukung, pemimpin
transformasional menumbuhkan kreativitas dan inovasi para
pengikutnya.
Mengatasi Stres/Krisis. Karyawan yang memiliki komitmen tinggi
terhadap pekerjaannya mungkin akan lebih stres dibandingkan
karyawan yang tidak berkomitmen tinggi karena mereka mungkin
membawa pulang pekerjaan pada malam hari dan menunjukkan
egoisme di tempat kerja. Selain menurunkan tingkat stres di kalangan
anggota staf, pemimpin transformasional juga meningkatkan
20

pengabdian pengikutnya. Oleh karena itu, menurunkan tingkat stres


dan memberikan sumber daya kepada pengikutnya untuk menghadapi
tekanan dan keadaan darurat merupakan penanda lain dari kemanjuran
kepemimpinan transformasional.
Implementasi Perubahan. Transformasi organisasi dan kelompok
telah dikaitkan dengan kepemimpinan transformasional, terutama
dengan komponen karismatiknya. Menurut penelitian terbaru, karisma
dan stimulasi intelektual CEO memiliki dampak strategis yang
signifikan terhadap transformasi organisasi dan kinerja bisnis.
Membangun Pemimpin. Pengembangan pengikut untuk meningkatkan
kemampuan dan bakat memimpin merupakan komponen mendasar
dari kepemimpinan transformasional. Sebagai panutan, pemimpin
transformasional membantu pengikutnya menyadari potensi mereka
sendiri dan meningkatkan rasa harga diri, identitas, dan kesejahteraan
umum. Akibatnya, mentor sering kali berfungsi sebagai pemimpin
transformasional, dan mentor sering kali menampilkan berbagai
tingkat perilaku kepemimpinan transformasional.

C. Budaya Organisasi
1. Pengertian Budaya Organisasi
Menurut Robbins, budaya organisasi adalah suatu sistem (lihat
Supardi, 2014: 207). Inisiatif individu, toleransi, arahan, identitas,
sistem, dan pola yang beragam adalah contoh ciri utama budaya
organisasi. Sedangkan mengenai budaya organisasi, Susanto
mengatakan, merupakan nilai-nilai yang harus dimiliki oleh setiap
orang dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya dalam
menjalankan suatu organisasi. Namun menurut Mangkunegara (2005:
113), budaya organisasi adalah seperangkat sikap dan keyakinan serta
norma-norma berbeda yang ditetapkan oleh organisasi dan berfungsi
sebagai aturan tentang bagaimana anggota harus berperilaku untuk
menyelesaikan masalah internal dan eksternal.
21

Dalam suatu organisasi, budaya organisasi merupakan budaya yang


perlu dijunjung tinggi. Berbagai interaksi antara orang-orang yang
menjalankan peran tertentu terjadi di hampir setiap perusahaan untuk
mencapai suatu tujuan. Setiap individu dalam suatu organisasi
dipengaruhi oleh budaya dan lingkungan yang ada saat ini. Sejauh
mana kegiatan mencapai tujuan lembaga akan bergantung pada
budaya organisasinya.
Muljani (2002: 93) mengemukakan ada empat perspektif yang dapat
digunakan untuk melihat budaya organisasi dalam menjalankan
operasionalnya, antara lain:
a. Artefak adalah sesuatu yang nyata yang dapat dilihat, didengar,
atau dirasakan oleh anggota masyarakat yang sebelumnya tidak
mengenal organisasi ketika mereka bergabung. Artefak fisik dapat
diamati pada barang, tindakan, atau layanan yang disediakan oleh
orang-orang yang berafiliasi dengan organisasi tertentu.
b. Norma adalah norma atau anggaran dasar yang disepakati secara
tertulis maupun tidak tertulis yang memberikan peraturan dan
akibat positif bagi pelanggaran peraturan suatu organisasi.
c. Suatu organisasi mempunyai sejumlah cita-cita yang
mengagumkan, yang menarik bagi calon anggotanya dan
diwujudkan dalam rencana dan tujuan yang dijalankan.
d. Kumpulan sudut pandang dari keyakinan yang telah dikumpulkan
dan diterima oleh para anggotanya. Peraturan tertulis atau tidak
tertulis yang membentuk sistem pengelolaan yang efektif akan
dibuat berdasarkan sudut pandang yang berbeda-beda.
2. Karakteristik Budaya Organisasi
Menurut Robbins (dalam Sopiah, 2008: 129), ada tujuh ciri utama
yang secara kolektif merangkum budaya organisasi, yaitu sebagai
berikut:
a. Inovasi dan pengambilan risiko yang diperhitungkan.
22

b. Sejauh mana pekerja terinspirasi untuk menjadi kreatif dan berani


mengambil peluang.
c. Pendekatan yang cermat. Tingkat ekspektasi yang diberikan
kepada karyawan untuk menunjukkan akurasi, penilaian, dan
ketelitian.
d. Orientasi hasil adalah sejauh mana manajemen lebih menekankan
pada hasil dibandingkan metode dan prosedur yang digunakan
untuk mencapai tujuan tersebut.
e. Orientasi orang mengacu pada seberapa banyak pilihan
manajemen mempertimbangkan bagaimana keputusan akan
mempengaruhi individu yang membentuk organisasi.
f. Sejauh mana aktivitas kerja disusun berdasarkan tim kerja dan
bukan pada pekerja individual dikenal sebagai orientasi tim.
g. Sejauh mana seseorang bersikap kompetitif dan agresif
dibandingkan bersikap santai disebut sebagai agresivitasnya.
h. Kemantapan adalah sejauh mana suatu organisasi
memprioritaskan pemeliharaan status quo dibandingkan ekspansi
atau inovasi.
Sementara itu, Sopiah (2008: 129–130) menyebutkan beberapa
atribut yang perlu diperhatikan oleh budaya organisasi, seperti:
a. Bahasa istilah dan ritual yang sering digunakan oleh organisasi
adalah kode etik.
b. Norma adalah pedoman perilaku yang menentukan bagaimana
sesuatu harus dilakukan. norma kemasyarakatan, norma agama,
norma adat, norma kesusilaan, dan sebagainya, khususnya di
kalangan yang diakui keberadaannya.
c. Filosofi adalah pilihan atau kebijakan mengenai suatu hal yang
menarik bagi klien dan anggota organisasi.
d. Asumsi pemikiran tentang bagaimana anggota suatu organisasi
berinteraksi satu sama lain dikenal dengan istilah iklim
organisasi.
23

3. Tahap Mengembangkangkan Budaya Organisasi


Menurut Zamroni (2007: 254), untuk mengembangkan budaya
organisasi, seorang pemimpin harus berkomitmen untuk menciptakan,
membina, dan menjunjung tinggi gagasan-gagasan yang telah
dikembangkan dan dijadikan visi, misi, dan tujuan sekolah, yang
kesemuanya itu telah dirumuskan secara metodis dan spesifik. Ada
beberapa langkah yang telah digariskan untuk terciptanya budaya
sekolah, antara lain:
a. Temukan sekelompok orang yang bersedia dan mampu bekerja
sama untuk melaksanakan perbaikan.
b. Merumuskan atau menjelaskan misi, visi, dan tujuan ideal.
c. Merakit kemampuan sumber daya manusia yang disesuaikan
dengan tujuan yang telah disepakati serta isi visi dan misi.
d. Pastikan orang atau kelompok mana yang mempunyai
akuntabilitas penuh atas implementasi rancangan program.
e. Mengumpulkan semua asumsi mendasar yang ada saat ini, tidak
termasuk asumsi yang bertentangan dengan tujuan dan
persyaratan lembaga.
4. Pengukuran Budaya Organisasi
Stephen (2010: 63-64) menyatakan bahwa penulis menggunakan teori
untuk menjelaskan bagaimana budaya organisasi diukur di lembaga
pendidikan. Berdasarkan dimensi budaya, Robbins mengembangkan
teori yang mengidentifikasi beberapa indikator budaya organisasi
yang baik, seperti:
a. Inovasi dan pengambilan resiko: Hal ini mengacu pada seberapa
kreatif dan berani mengambil risiko setiap anggota organisasi
dalam bekerja.
b. Perhatian terhadap detail: Ini mengukur seberapa cermat setiap
anggota organisasi dalam bekerja.
c. Orientasi hasil: Ini mengacu pada seberapa besar organisasi
memprioritaskan perolehan hasil dari pada tujuan proses.
24

d. Orientasi Manusia: Sejauh mana semua tugas saat ini diselesaikan


dengan fokus pada kinerja tim atau anggota dibandingkan kinerja
sendiri.
i. Orientasi Tim, merupakan indikator kemampuan organisasi dalam
membina kerja sama tim di antara para anggotanya.
e. Agresivitas suatu organisasi ditentukan oleh seberapa besar
organisasi tersebut mendorong anggotanya untuk menyelesaikan
suatu tugas.
f. Stabilitas: Ini mengacu pada tingkat pemeliharaan dan pentingnya
dalam mengambil suatu keputusan.

D. Pengaruh Antar Variabel


1. Pengaruh Kepemimpinan Transformasional terhadap Kedisiplinan
Guru
Hasibuan (2005: 125) menegaskan bahwa ketika seorang pemimpin
memberikan contoh yang baik, maka pengikutnya akan mengikutinya
dalam hal kedisiplinan. Pemimpin perlu memimpin dengan memberi
contoh dan menunjukkan pengendalian diri, integritas, kesetaraan, dan
konsistensi dalam semua aspek perilaku mereka. Salah satu strategi
untuk meningkatkan efektivitas seorang guru adalah dengan
menanamkan mentalitas disiplin. Sikap seorang guru terhadap disiplin
sangatlah penting karena ini adalah kunci untuk mencapai tujuan
tetapi tanpa disiplin, sulit untuk mencapai potensi penuh Anda.
Disiplin juga memunculkan pengetahuan dan keinginan untuk
mengikuti standar sosial dan kebijakan perusahaan. Meskipun
demikian, pengawasan terhadap penerapan disiplin tetap diperlukan,
dan dalam hal ini, administrator sekolah tentu saja bertanggung jawab
untuk melakukannya. Kartono (2004:65) menegaskan bahwa
hubungan antara pemimpin dengan orang yang dipimpinnya
merupakan faktor krusial dalam kepemimpinan. Jenis kepemimpinan
ini biasanya bergantung pada kemampuan pemimpin untuk
25

menginspirasi dan memotivasi orang lain untuk mengambil tindakan


guna mencapai tujuan tertentu. Ini merupakan komponen penting
(faktor krisis) yang dapat membuat perbedaan antara keberhasilan dan
kegagalan usaha patungan dan kegiatan. Sejalan dengan hal tersebut di
atas, Gondokusumo (2012: 141) menegaskan bahwa kesuksesan dan
kualitas kepemimpinan memang mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap disiplin kerja pegawai. Dengan demikian,
kemampuan seorang pemimpin dalam menjalankan kepemimpinan
ditentukan oleh seberapa baik ia mampu mencapai disiplin kerja.
Semakin mudah membangun disiplin, semakin mahir seorang
pemimpin dalam menjalankan kepemimpinannya.
2. Pengaruh Budaya Organisasi terhadap Kedisiplinan Guru
Sistem makna umum suatu organisasi, atau budaya organisasi, adalah
yang membedakannya dari pesaing. Menurut Mangkuprawira
(2007:123), budaya organisasi atau perusahaan mencakup
kedisiplinan. Artinya, kedisiplinan seseorang merupakan cerminan
bagaimana ia menerapkan prinsip-prinsip yang dianut perusahaan
sebagai budaya atau seperangkat kebiasaan.
Secara umum budaya organisasi mempunyai pengaruh yang signifikan
dalam meningkatkan disiplin kerja guru. Disiplin kerja yang baik dan
rasa kepuasan dipupuk oleh budaya organisasi yang positif. Budaya
organisasi lebih banyak dirasakan daripada diperlihatkan. Anggota
suatu organisasi dapat mempunyai pengalaman yang khas berkat
budayanya. Anggota organisasi akan mendapatkan pengalaman positif
jika budaya mendukung, dan sebaliknya.
3. Pengaruh Kepemimpinan Transformasional dan Budaya Organisasi
terhadap Kedisiplinan Guru
Disiplin guru merupakan suatu kondisi yang diperoleh yang dibentuk
melalui serangkaian latihan yang mencakup refleksi diri, kesadaran
tugas, dan disiplin. Untuk mendalami topik disiplin, Sinungan
(200:145) menjelaskan bahwa disiplin adalah pola pikir yang
26

merasuki setiap tindakan atau perilaku seseorang, kelompok, atau


masyarakat. Hal ini mencakup kepatuhan terhadap semua peraturan
pemerintah serta norma dan peraturan sosial untuk mencapai tujuan
tertentu.
Penelitian yang dilakukan oleh Kristianto (2018) yang berjudul
“Pengaruh Kepemimpinan Kepala Madrasah dan Budaya Organisasi
Madrasah terhadap Disiplin Kerja Guru di MTs. Swasta Se-
Kecamatan di Kabupaten Tanggamus”. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa variabel bebas dan variabel terikat mempunyai pengaruh yang
sangat signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa menjaga disiplin sangat
penting untuk mencapai tujuan sekolah, yang juga dipengaruhi oleh
budaya organisasi dan kepemimpinan kepala sekolah. Karena
kenyataan bahwa hampir tidak ada dua guru yang memiliki alasan
yang sama dalam mengajar, disiplin kerja sangatlah penting. Hal ini
mengakibatkan tanggapan guru yang berbeda-beda mengenai beban
kerja mereka secara keseluruhan. Oleh karena itu, tidak ada metode
atau pendekatan yang dapat menjamin bahwa semua guru akan
menjunjung tinggi standar moralitas dan disiplin kerja.

E. Penelitian Terdahulu
Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu
N Nama Peneliti,
Hasil Persamaan Perbedaan
o Sumber, Tahun
1 Fathonah Al Kedisiplinan Sama-sama Fokus pada
Hadromi (2017) berpengaruh meneliti peningkatan
Analisis positif signifikan kepemimpina kinerja guru
Pengaruh Gaya terhadap kinerja n sebagai
Kepemimpinan guru dan pegawai variabel X
Kepala Sekolah serta Gaya dan
Terhadap kepemimpinan Kedisiplinan
Motivasi, tidak Guru
27

Kedisiplinan dan berpengaruh merupakan


Kinerja Guru di signifikan variabel Y
SD Islam terhadap kinerja
Lumajang guru dan pegawai
2 Muhamad Asran Gaya Sama-sama Fokus pada
Dirun (2016) kepemimpinan meneliti peningkatan
Pengaruh Gaya kepala sekolah kepemimpina kinerja guru
Kepemimpinan dan budaya n dan budaya
Kepala Sekolah organisasi organisasi
dan Budaya berpengaruh sebagai
Organisasi positif secara variabel X
Terhadap simultan
Kinerja Guru terhadap kinerja
di SMA dan MA guru di SMA dan
se – Kota MA Se Kota
Palangka Raya Palang Karaya
3 Ary Yanuarti Kedisiplinan Sama-sama Penelitian ini
(2021) Pengaruh guru dipengaruhi meneliti melakukan
Budaya oleh variabel budaya pendekatan
Organisasi Dan Budaya organisasi X, deskriptif dan
Kepemimpinan Organisasi dan kepemimpina verifikatif,
Kepala Sekolah Kepemimpinan n sebagai serta
Terhadap Kepala Sekolah variabel X kepemimpina
Disiplin Guru sebesar 86,40% dan n saja
Pada Madrasah dan sisanya Kedisiplinan
Tsanawiyah 14,60% Guru
Negeri 5 dipengaruhi oleh merupakan
Kabupaten actor lain variabel Y
Bandung Barat
4 Cory Claudia Bahwa Sama-sama Fokus pada
(2022) Pengaruh peningkatan meneliti peningkatan
28

Gaya kinerja guru kepemimpina kinerja guru,


Kepemimpinan ditentukan oleh n dan budaya serta gaya
Kepala Sekolah gaya organisasi kepemimpina
Dan Budaya kepemimpinan sebagai n
Organisasi kepala sekolah variabel X
Terhadap dan
Kinerja Guru kondusifitas
budaya
organisasi yang
diimplementasika
n di sekolah.
5 Shantal Ajua Penelitian ini Sama-sama kepemimpina
Montua Kakon mengeksplorasi meneliti n yang dinilai
(2012) An penerapan kepemimpina sendiri oleh
exploration into pelatihan tentang n sebagai kepala
the praktik variabel X sekolah,
applicability of kepemimpinan pengambilan
school yang dinilai sample, tidak
principals’ sendiri oleh membahas
training on the kepala sekolah di variabel
principals’ Finlandia disiplin guru
leadership Tengah. Delapan .
practices in wawancara
Finland individu semi-
terstruktur
dilakukan
dengan kepala
sekolah dari
sekolah di dalam
dan sekitar
kotamadya
29

Jyväskyl.
6 Rikha Kurnia Terdapat Sama-sama Penelitian ini
(2021) Pengaruh pengaruh positif meneliti menggunaka
Kepemimpinan dan signifikan budaya n
Kepala Sekolah antara organisasi X, kepemimpina
Dan Budaya kepemimpinan kepemimpina n kepala
Organisasi kepala sekolah n sebagai sekolah
Terhadap dan budaya variabel X
Disiplin Kerja organisasi dan
Guru Sman Kota terhadap disiplin Kedisiplinan
Bengkulu kerja guru Guru
sebesar 46,8% merupakan
variabel Y
7 Ari Kristianto Besar pengaruh Sama-sama Penelitian ini
(2017) Pengaruh kepemimpinan meneliti menggunaka
Kepemimpinan dan budaya budaya n
Kepala organisasi kepala organisasi X, kepemimpina
Madrasah Dan madrasah secara kepemimpina n kepala
Budaya bersama-sama n sebagai madrasah
Organisasi terhadap disiplin variabel X
Terhadap kerja guru dan
Disiplin Kerja diketahui sebesar Kedisiplinan
Guru 98,6% Guru
Pada MTs merupakan
Swasta Se- variabel Y
Kecamatan
Sumberrejo
Kabupaten
Tanggamus
8 Fauzi Taty dkk. Gaya Sama-sama Fokus pada
(2020) Pengaruh kepemimpinan meneliti peningkatan
30

Gaya berpengaruh kepemimpina kinerja guru,


Kepemimpinan signifikan n sebagai serta gaya
Dan Kepuasan terhadap kinerja variabel X kepemimpina
Kerja Terhadap guru di SMA dan n
Kinerja Guru SMK
Serta Muhammadiyah
Dampaknya Kota Palembang.
Dalam
Pengambilan
Keputusan Di
Sma Dan Smk
Muhammadiyah
Kota Palembang
9 Meilince Oupen, Terdapat Sama-sama Kedisiplinan
dkk. (2020) kontribusi yang meneliti terdapat pada
Kontribusi signifikan budaya variabel X
Kepemimpinan kontribusi organisasi X, dan berfokus
Transformasiona kepemimpinan kepemimpina pada
l, Budaya transformasional, n sebagai komitmen
Organisasi, budaya variabel X organisasi
Disiplin Kerja, organisasi,
Dan Motivasi disiplin kerja,
Kerja, Terhadap motivasi kerja
Komitmen terhadap
Organisasional komitmen
Guru SD organisasional
dengan koefisien
determinasi
53,66%
10 Susanti Fitri, Kepemimpinan Sama-sama Tidak
dkk. (2023) dan motivasi meneliti meneliti
31

Pengaruh kerja secara kepemimpina budaya


kepemimpinan bersama-sama n sebagai organisasi
dan Motivasi berpengaruh variabel X sebagai
Kerja Pegawai terhadap disiplin dan variabel X,
Terhadap kerja guru MAN Kedisiplinan serta
Kedisiplinan 1 Kepahiang Guru kepemimpina
Guru di merupakan n saja
Madrasah variabel Y
Aliyah Negeri
11 Maryunizah Kepemimpinan Sama-sama Penelitian ini
Dewi (2021) dan budaya meneliti menggunaka
Pengaruh organisasi budaya n
Kepemimpinan berpengaruh organisasi X, kepemimpina
dan Budaya terhadap kepemimpina n saja dan
Organisasi kedisplinan n sebagai dilaksanakan
Terhadap dosen 1396 variabel X pada
Kedisiplinan sebesar 75,3% dan Perguruan
Dosen di dan sisanya Kedisiplinan Tinggi
Politeknik LP3I 24,7% Guru
Bandung dipengaruhi oleh merupakan
faktor lain yang variabel Y
tidak diteliti
dalam penelitian
ini
12 Vebriani Gaya Sama-sama Tidak
Niasari, dkk. kepemimpinan meneliti meneliti
(2022) Pengaruh kepala sekolah kepemimpina budaya
Kepemimpinan dan iklim n sebagai organisasi
Kepala Sekolah sekolah variabel X sebagai
dan Iklim merupakan dua dan variabel X,
Sekolah faktor yang turut Kedisiplinan serta
32

terhadap memengaruhi Guru kepemimpina


Kedisiplinan dan menentukan merupakan n kepala
Guru Sekolah kedisiplinan guru variabel Y sekolah
Dasar di sekolah
13 Hadromi Penelitian Sama-sama Tidak
Fathonah Al menunjukkan meneliti meneliti
(2017) Analisis gaya kepemimpina budaya
Pengaruh Gaya kepemimpinan n sebagai organisasi
Kepemimpinan berpengaruh variabel X sebagai
Kepala Sekolah negatif terhadap dan variabel X,
Terhadap motivasi, gaya Kedisiplinan serta gaya
Motivasi, kepemimpinan Guru kepemimpina
Kedisiplinan tidak merupakan n kepala
Dan Kinerja berpengaruh variabel Y sekolah
Guru di SD terhadap
Islam Lumajang kedisiplinan
guru dan
pegawai,
motivasi
berpengaruh
positif signifikan
terhadap kinerja
guru dan
pegawai,
kedisiplinan
berpengaruh
positif signifikan
terhadap kinerja
guru
14 Purwoko Sidik Terdapat Sama-sama Kedisiplinan
(2018) Pengaruh pengaruh yang meneliti sebagai
33

kepemimpinan positif dan budaya variabel X


kepala sekolah, signifikan organisasi X, dan berfokus
komitmen guru, kinerja kepemimpina pada kinerja
disiplin kerja kepemimpinan, n sebagai guru, serta
guru, dan komitmen guru, variabel X kepemimpina
budaya sekolah disiplin kerja n kepala
terhadap kinerja guru dan budaya sekolah
guru SMK sekolah secara
simultan
terhadap kinerja
guru
15 Holilah Lilah, Kepemimpinan Sama-sama Tidak
dkk. (2021) karismatik dan meneliti meneliti
Pengaruh kompetensi kepemimpina budaya
Kepemimpinan kepribadian guru n sebagai organisasi
Karismatik Dan yang baik variabel X sebagai
Kompetensi memiliki tingkat dan variabel X,
Kepribadian disiplin kerja Kedisiplinan serta
Guru Terhadap guru yang tingg Guru kepemimpina
Disiplin Kerja merupakan n kharismatik
Guru variabel Y

F. Kerangka Berpikir
Menurut Oupen et al. (2021) kapasitas kepala sekolah untuk secara efektif
mentransformasikan pengaruhnya terhadap setiap guru dengan cara
mengidealkan pengaruh karismatik (karismatik), motivasi inspiratif, motivasi
inspiratif, stimulasi intelektual, stimulasi intelektual, dan pertimbangan
individu (perhatian terhadap individu) guna meningkatkan dan memajukan
profesionalismenya. dikenal sebagai kepemimpinan transformasional.
mencakup seberapa besar pengaruh masing-masing unsur tersebut terhadap
disiplin kerja guru di Yayasan X.
34

Karena sekolah adalah sebuah organisasi, budayanya merupakan


perpanjangan dari budaya organisasi. Penafsiran kolektif para anggota
organisasi dan hasil tindakan mereka berfungsi sebagai bahan utama dalam
resep budaya organisasi.
Kepemimpinan Transformasional dan Budaya Organisasi dalam
mempengaruhi Kedisiplinan Guru di Yayasan X. Dan jika dibuat dalam suatu
bagan atau bentuk kerangka sederhana maka penelitian ini dikerucutkan
seperti dibawah ini:

Kepemimpinan
Transformasional (X1)

Kedisiplinan Guru
(Y)

Budaya Organisasi
(X2)

Gambar 2.1. Kerangka Berpikir


G. Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian adalah pernyataan post hoc, yang dinyatakan sebagai


asumsi, mengenai apa yang kita lihat dalam upaya untuk memahaminya.
Hipotesis adalah realitas sementara yang memerlukan penyelidikan lebih
lanjut. Dengan demikian, hipotesis berfungsi sebagai alat untuk
memverifikasi kebenaran Suryani dan Hendrayadi (2015:98).
Berdasarkan uraian diatas, penulis mengajukan hipotesis sebagai berikut:
1. Ada pengaruh signifikan Kepemimpinan Transformasional terhadap
Kedisiplinan Guru di Yayasan X.
2. Ada pengaruh signifikan Budaya Organisasi terhadap Kedisiplinan
Guru di Yayasan X.
3. Ada pengaruh signifikan Kepemimpinan Transformasional dan
Budaya Organisasi secara bersama-sama terhadap Kedisiplinan Guru
di Yayasan X.
35
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian
Sugiono (2012: 2) mengartikan metode penelitian sebagai suatu pendekatan
ilmiah dalam mengumpulkan data untuk kegunaan dan tujuan tertentu.
Pelaksanan penelitian menjadi lebih mudah dengan bantuan metodologi
penelitian. Anda harus menggunakan pendekatan ilmiah untuk
melaksanakannya. Menurut Suharsimi Arikunto (2010:203), metode
penelitian mengacu pada teknik yang digunakan peneliti untuk
mengumpulkan data untuk penelitiannya.
Berdasarkan beberapa sudut pandang di atas, pendekatan umum yang
digunakan untuk mengumpulkan informasi dan melakukan analisis yang
diperlukan untuk mengatasi permasalahan yang ada disebut sebagai teknik
penelitian dalam penelitian ini. Dalam penelitian ini, desain penelitian
kuantitatif diadopsi. Selain itu, peneliti menggunakan SPSS Versi 21 untuk
analisis statistik.

B. Populasi dan Sample


Populasi penelitian ini terdiri dari banyak guru dari Yayasan X, yang terdiri
dari 3 (tiga) jenjang sekolah yaitu MI, MTs dan MA. Ada 91 (sembilan puluh
satu) guru dalam populasi penelitian ini. Dengan menggunakan rumus Slovin
sebagaimana dijelaskan dalam Ridwan (2005:65), maka ditentukan sampel
instruktur. Inilah rumus yang dimaksud:
N
n= 2
N d +1
Keterangan
n = Jumlah Sampel
N = Jumlah Populasi
d = Presisi atau batas toleransi kesalahan pengambilan sampel yang
digunakan (0,05)

36
37

Setelah itu, besar sampel tiap sekolah ditentukan dengan menghitung proporsi
berdasarkan jumlah guru di sekolah yang diteliti. Dengan menggunakan
rumus di bawah ini, ukuran sampel untuk setiap sekolah ditentukan.
n
N= x n
S
Keterangan
N = Jumlah sampel tiap sekolah
n = Jumlah populasi tiap sekolah
S = Jumlah total populasi di semua sekolah
C. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di sekolahan yang berada pada Yayasan X.
2. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah seluruh guru di Yayasan X 2023/2024.
3. Waktu Penelitian
Waktu penelitian ini dilaksanakan pada semester ganjil tahun pelajaran
2023/2024.
D. Metode Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian
Diperlukan suatu metode yang dapat mengungkap fakta-fakta yang relevan
dengan permasalahan utama agar dapat mengumpulkan data yang obyektif
dan dapat dipertanggungjawabkan dari sudut pandang ilmiah. Menurut
Sugiyono (2010:199), tahapan yang paling krusial dalam proses penelitian
untuk memperoleh data adalah teknik pengumpulan data. Peneliti
menyesuaikan metode pengumpulan datanya dengan arah yang harus
ditetapkan. Pendekatan kuesioner merupakan metodologi pengumpulan data
yang digunakan dalam penelitian ini.
Kuesioner adalah alat yang digunakan untuk mengumpulkan data yang terdiri
dari serangkaian pertanyaan tertulis yang harus dijawab secara tertulis oleh
responden. Karena responden dalam penelitian ini banyak, maka kami
mengutamakan teknik kuesioner. Oleh karena itu, tidak mungkin bagi peneliti
38

untuk berbicara dengan masing-masing responden secara individu. Kuesioner


tertutup digunakan dalam penelitian ini. Arikunto (2001) Kuesioner tertutup
adalah kuesioner yang jawabannya telah diberikan oleh peneliti, sehingga
responden hanya mempunyai pilihan.
1. Disiplin Guru (Y)
Kemampuan seorang guru untuk menaati tugas dan menahan diri dari
tindakan yang tercantum dalam peraturan resmi, aturan, pedoman kerja,
dan uraian tugas yang berlaku, baik dalam bentuk tertulis atau lisan,
dengan tetap menjaga kesadaran penuh, mengambil tanggung jawab
penuh, dan terus-menerus melibatkan diri. refleksi, yang dikenal dengan
disiplin kerja guru. Guru harus siap menghadapi sanksi hukum jika
mereka memilih untuk tidak mematuhinya. Menggunakan indikator
berikutnya: Tepat waktu, sadar, dan mengikuti aturan
Tabel 3.1 Kisi-kisi Instrument Kedisiplin Guru
Variabel Komponen Indikator No Butir
Disiplin Keteraturan a. Konsisten 1,2,3,4
Guru (Y) dan ketepatan dalam 5,6,7,8,9,10
Lateiner waktu bekerja
dan Levine b. Bekerja tepat
(1983) waktu
Ketaatan pada a. Tertib dalam 11,12,13
aturan berpakaian 14,15,16,17
b. Mematuhi
atasan
Menyelesaikan a. Bertanggung 18,19,20,21
pekerjaan jawab 22,23,24,25,26
dalam jumlah terhadap hasil
dan kaliber pekerjaan
secukupnya b. Menjalankan
pekerjaan
secara
39

maksimal
Menyelesaikan a. Ketepatan 27,28,29,30
tugas dengan menyelesaika 31,32
etos kerja yang n pekerjaan
kuat b. Semangat
dalam
bekerja

2. Kepemimpinan Transformasional (X1)


Para peneliti menggunakan kuesioner kepemimpinan transformasional,
yang terdiri dari 20 item, yang dikembangkan dari Kuesioner Multifactor
Leadership Questionnaire (MLQ) Bass dan Avolio (2004) untuk menilai
gaya kepemimpinan atasan mereka. Peneliti menggunakan layanan
terjemahan tersumpah untuk menerjemahkan kuesioner ke dalam bahasa
Indonesia, memastikan bahwa kalimat-kalimat tersebut secara akurat
mencerminkan makna komponen kepemimpinan transformasional.

Tabel 3.2 Kisi-kisi Instrument Kepemimpinan Transformsaional


Variabel Komponen Indikator No Butir
Kepemimpinan Idealized a. Nyaman dan 1,2,3,4,
Transformasiona Influence bangga 5,6,7,8,
l (X1) b. Menjauhkan diri
Bass dan Avolio dari kepentingan
(1994) pribadi
c. Dihormati
d. Percaya diri
e. Bicara tentang
nilai dan
keyakinan yang
penting
f. Memandang
40

penting organisasi
g. Mempertimbangka
n konsekuensi
moran dan etika
h. Menekankan pada
pentingnya
memiliki misi
Inspirational a. Meninjau Kembali 9,10,11,12,
Motivation asumsi penting
b. Memberikan sudut
pandang
c. Memberikan saran
d. Menyarankan cara-
cara baru
Intellectual a. Masa depan 13,14,15,16
Stimulation organisasi ,
b. Menyelesaikan
dengan semangat
c. Mengartikulasi visi
masa depan
d. Yankin dengan
tujuan organisasi
Individual a. Menyediakan 17,18,19,20
Consideratio waktu
n b. Memperlakukan
anak buah
c. Memahami
kebutuhan,
kemampuan dan
aspirasi
41

d. Membantu
mengembangkan
bakat

3. Budaya Organisai (X2)


Keyakinan, nilai-nilai, dan kebiasaan suatu organisasi merupakan budaya
organisasi, yang bertindak sebagai seperangkat standar perilaku yang
harus diikuti oleh orang-orangnya ketika mengatasi tantangan dengan
adaptasi internal dan eksternal. Menggunakan indikator budaya
organisasi di bawah ini: inovasi dan pengambilan risiko yang
diperhitungkan; ketelitian; berorientasi hasil; berorientasi pada orang;
berorientasi pada tim; agresivitas; dan stabilitas.

Tabel 3.3 Kisi-kisi Instrument Budaya Organisai


Variabel Komponen Indikator No Butir
Budaya Inovasi dan a. Dorongan untuk 1,2,3,4
Organisasi pengambilan melakukan inovasi
(X2) resiko b. Dorongan untuk
Robbins mengambil resiko
(2010) Perhatian a. Tuntutan untuk 5,6
terhadap detail pemperhatikan
detail
Orientasi hasil a. Dorongan untuk 7,8,9
memperhatikan
hasil kerja
Orientasi a. Perlibatan karyawan 10,11,12
manusia dalam pengambilan
keputusan
organisasi
Orientasi tim a. Dorongan untuk 13,14
42

bekerja secara tim


Angresivitas a. Dorongan untuk 15
menyelasikan
pekerjaan
Stabilitas a. Kenyaman dalam 16
organisasi

Dengan menggunakan pendekatan angket pengukuran tipe data skala interval,


data mengenai disiplin kerja guru diungkapkan melalui guru sebagai sumber
data. Skala interval ini mengukur jarak yang sama antara dua titik data. Soal
non tes instrumen ini dibuat dengan menggunakan skala likert, dengan
alternatif jawaban diberi nilai 1, 2, 3, 4, dan 5. Dimana akan dilakukan
analisis kuantitatif.
Variabel terikat yang diukur dalam hal ini adalah kedisiplinan guru. Hal ini
diwakili oleh skala Likert dengan lima alternatif pilihan jawaban, dua jenis
pernyataan, dan lima pilihan: SS (Sangat Setuju), S (Setuju), RR (Ragu-ragu),
TS (Tidak Setuju), dan STS (Sangat Tidak Setuju). . Setiap opsi diberi nilai
dengan bobot, seperti yang ditunjukkan pada tabel 3.4.

Tabel 3.4 Daftar Pembobotan Penilaian Kedisiplinan Guru


No Alternatif Jawaban Bobot
1 (SS) Sangat Setuji 5
2 (S) Setuju 4
3 (RR) Ragu-Ragu 3
4 (TS) Tidak Setuju 2
5 (STS) Sangat Tidak Setuju 1

Berdasarkan kisi-kisi variable tersebut pengembangan alat pengumpul data


yang akan digunakan untuk mengumpulkan data di lapangan selanjutnya
dapat dilakukan.
43

Instrumen penelitian disebut juga sebagai alat pengumpul data, diperlukan


untuk mengumpulkan data yang diperlukan sesuai dengan tujuan penelitian.
Variabel independen ini, seperti halnya variabel dependen, menggunakan
instrumen kuesioner yang dibuat secara metodis dan terlebih dahulu diuji
validitas dan reliabilitasnya.
Mengingat penggunaan kuesioner karena manfaatnya, antara lain:
a. Dapat dibagikan secara serentak kepada responden yang banyak.
b. Dapat dibuatan onim sehingga responden bisa menjawab dengan bebas.
c. Dapat standar, artinya semua responden dapat diberi pertanyaan yang
sama.
Kuesioner penelitian mencakup pertanyaan mengenai variabel kepemimpinan
transformasional, budaya organisasi sekolah, dan disiplin kerja guru.
Pertanyaan-pertanyaan pada kuesioner semacam ini disusun dengan beberapa
kemungkinan jawaban.
Oleh karena itu, responden dibatasi hanya untuk memberikan jawaban yang
paling sesuai dengan persepsi mereka. Berdasarkan kisi-kisi variabel
penelitian antara lain kepemimpinan kepala sekolah, budaya organisasi
sekolah, dan disiplin kerja guru, maka dibuatlah angket penelitian ini.

E. Analisi Data
1. Analisis Regresi Linear Berganda
Analisis Regresi Linier Berganda adalah strategi kuantitatif yang
digunakan dalam penelitian ini untuk analisis data. Hubungan linier
antara dua atau lebih variabel bebas (X_1, X_2,... X_n) dan variabel
terikat (Y) disebut dengan analisis regresi linier berganda. Tujuan
analisis ini adalah untuk meramalkan nilai variabel terikat apabila terjadi
kenaikan atau penurunan nilai variabel bebas, serta untuk mengetahui
arah hubungan antara masing-masing variabel bebas dengan variabel
terikat. Biasanya, skala interval atau rasio digunakan untuk menyimpan
data.
44

Analisis Regresi Linier Berganda didefinisikan sebagai berikut oleh


Sugiyono (2012:277): “Peneliti menggunakan analisis regresi linier jika
bermaksud meramalkan kondisi (naik atau turun) variabel terikat, jika
dua atau lebih variabel bebas dimanipulasi. sebagai faktor prediktor
(kenaikan dan penurunan nilai). Jadi, jika terdapat dua atau lebih variabel
independen maka akan dilakukan analisis regresi berganda.”
Berikut persamaan regresi linier berganda:
Y = α + β1 X2 + β2 X2 +......+ βn Xn + e
Keterangan:
Y= Variabel dependen.
X=
α = Konstanta (nilai Y apabila X 1 , X 2 ,.... X n = 0)
β = Koefisien regresi (nilai peningkatan ataupun penurunan)
2. Uji t (Uji Hipotesis)
Uji t merupakan solusi sementara dari rumusan masalah, yang
menanyakan tentang hubungan antara dua variabel atau lebih, menurut
Sugiyono (2018:223). Kedua variabel yang diteliti berkorelasi, dan hal
ini dipastikan menggunakan desain pengujian hipotesis.
Uji signifikansi individual merupakan nama lain dari uji statistik t. Hasil
pengujian ini menunjukkan sejauh mana variabel independen
mempengaruhi variabel dependen. Pada akhirnya akan tercapai suatu
kesimpulan, apakah Ho ditolak atau Ha diterima berdasarkan hipotesis
yang dikembangkan.

t h itung=r √ 2
n−2
1−r
Keterangan :
t = nilai uji t
r = koefisien relasi
r2 = koefisien determinasi
n = jumlah sampel yang diobservasi
45

Anda mungkin juga menyukai