Anda di halaman 1dari 13

NURSING HOME

PRAKTIK MANDIRI KEPERAWATAN INDONESIA

DOSEN PENGAMPU:

KELOMPOK 2:

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PERINTIS INDONESIA
2024/2025
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 DEFINISI
Praktik keperawatan mandiri di Indonesia menjadi tren sejak diterbitkannya
peraturan pemerintah tentang praktik keperawatan. Adanya praktik keperawatan yang
legal di tengah masyarakat mendekatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.
Bentuk pelayanan yang diberikan dapat dilakukan di rumah pasien. yang dikenal
dengan istilah home care atau home visit, atau pun dilaksanakan di tempat praktik
(Padila et al., 2018).
Bentuk perawatan pasien di rumah atau home care dimaksudkan untuk
memberikan perawatan yang holistik dan komprehensif serta meningkatkan dukungan
keluarga, sehingga membantu pasien dan keluarganya mencapai pemulihan
(Sockolow et al., 2020; Supriyana & Prasetyawati, 2020). Pelayanan yang diberikan
perawat dapat berupa perawatan diri, perawatan teknikal (perawatan luka), perawatan
pencegahan (anjuran untuk berhenti merokok), perawatan psikososial jangka pendek
maupun jangka panjang (Brabers et al., 2019). Kang et al., (2021) menambahkan,
setiap fasilitas pelayanan kesehatan memiliki model pendokumentasian sendiri-
sendiri sesuai dengan fokus layanannya.
Tidak hanya sebagai bentuk komunikasi, pendokumentasian memiliki peran
dalam menjamin keselamatan pasien. Apapun bentuk pelayanan yang diberikan oleh
perawat praktik mandiri tidak terlepas dari kewajiban mendokumentasikan setiap
tahapan proses keperawatan sebagai bukti akuntabilitas yang merefleksikan kualitas
pelayanannya (Kamil et al., 2018). Demikian pentingnya pendokumentasian terhadap
keselamatan pasien, pemerintah Denmark mengaudit pendokumentasian home care
secara berkala (Hertzum, 2021).
Di Indonesia, dokumentasi keperawatan dipandang sebagai hal penting dalam
pemberian asuhan yang berkualitas namun tersedianya dokumentasi keperawatan
yang adekuat masih menjadi masalah (Kamil et al., 2018). Terlebih lagi tidak ada
formulir pendokumentasian yang baku untuk praktik mandiri keperawatan. Fenomena
yang terlihat adalah sebagian besar praktisi keperawatan mandiri di Provinsi Lampung
adalah mencontoh pendokumentasian yang digunakan di Puskesmas menggunakan
register saja atau memanfaatkan formulir yang digunakan pada program Perkesmas
(Keperawatan Kesehatan Masyarakat). Penelitian Primadilla (2022) menjelaskan tidak
adekuatnya pendokumentasian pada pelayanan home care di Pusat Kesehatan
Masyarakat meliputi ketidaklengkapan pengisian formulir, ketidaktepatan diagnosa
dan rencana keperawatan yang sebagian besar hanya edukasi
Tidak hanya di Indonesia, dokumentasi keperawatan pada pelayanan home
care mengalami ketidakadekuatan. Hal ini karena perawat pada kenyataannya
dihadapkan dengan tantangan manajemen waktu yang mencakup komunikasi dengan
keluarga, pengendalian risiko infeksi, melaksanakan asuhan keperawatan, mencatat
atau merekam hasil, sedangkan. keberadaan mereka di tengah keluarga waktunya
sangat terbatas. Oleh karena itu perbaikan sistem dokumentasi perlu memperhatikan
desain yang mampu meningkatkan akurasi data, dikerjakan dalam waktu singkat, dan
mampu memfasilitasi memori perawat untuk melengkapi dokumentasi (Yang et al.,
2019).
Dokumentasi berbasis elektronik merupakan pilihan yang lebih menjanjikan
dibandingkan berbasis kertas, namun tetap perlu persiapan yang matang untuk
membangunnya (Suganda & Hariyati, 2020). Kerangka kerja PRISM menjelaskan
bahwa intervensi teknologi informasi perlu memperhatikan faktor teknis termasuk
kerumitan formulir, faktor organisasional mencakup standard dan regulasi, serta
faktor individu dan faktor perilaku perawat. Mengacu pada Technology Acceptance
Model, dimanfaatkannya suatu teknologi ditentukan oleh keyakinan kebermanfaatan,
keyakinan akan kemudahan penggunaan yang kemudian membentuk sikap apakah
teknologi tersebut akan digunakan atau tidak dan akhirnya diwujudkan dalam perilaku
nyata penggunaan teknologi tersebut.
Studi pendahuluan mengidentifikasi kebutuhan perawat yang menjalankan
praktik mandiri bekerja dalam situasi yang beragam. Mereka berpendapat meskipun
teknologi elektronik dan internet sepertinya memudahkan, namun pada kenyataannya
banyak sistem informasi kesehatan elektronik yang tidak mudah dijalankan terkait
ketersediaan sinyal internet, kemampuan penyediaan perangkat dan finansial untuk
keperluan pemeliharaan pangkalan data, dan juga masalah etika bersama pasien dan
keluarga pada saat mengoperasikannya. Oleh karena itu pencatatan berbasis kertas
tidak dapat ditinggalkan.
Home Care (HC) yang terorganisasikan dimulai sejak sekitar tahun 1880- an
di Amerika, saat itu terdapat banyak sekali penderita yang mengalami penyakit infeksi
dengan angka kematian yang tinggi. Walaupun pada saat itu telah banyak didirikan
rumah sakit modern, namun pemanfaatannya masih sangat rendah, hal ini dikarenakan
masyarakat lebih menyukai perawatan dirumah. Keadaan ini berkembang secara
professional, sehingga pada tahun 1900 terdapat 12.000 perawat terlatih di seluruh
USA (Visiting Nurses / VN; memberikan asuhan keperawatan dirumah pada keluarga
miskin, Public Health Nurses, melakukan upaya promosi dan prevensi untuk
melindungi kesehatan masyarakat, serta Perawat Praktik Mandiri yang melakukan
asuhan keperawatan pasien dirumah sesuai kebutuhannya). (Lerman D. & Eric B.L,
1993).
Di Indonesia, Home Care telah diperkenalkan sejak tahun 1974 oleh
almarhum Ibu Jenderal A.H Nasution yang Ketika itu lebih berfokus pada pemberian
makanan bergizi kepada lanjut usia. "Pendampingan dan Perawatan Sosial Lanjut
Usia di Rumah" atau yang dikenal dengan Program Home Care kini telah berkembang
pesat ditengah-tengah masyarakat Indonesia dalam beberapa tahun terakhir
(Direktorat Pelayanan Sosial Lanut Usia, 2014).
Penelitian ini bertujuan menghasilkan formulir berbasis kertas sesuai
kebutuhan perawat di lapangan oleh perawat dalam memberikan pelayanan
berkelanjutan, baik diberikan melalui home care ataupun di fasilitas kesehatan.

2.2 TUJUAN PRAKTIK MANDIRI KEPERAWATAN DI INDONESIA


Tujuan praktik keperawatan profesional adalah untuk membantu individu
berpartisipasi dalam kesehatan mereka dan meningkatkan potensi mereka untuk
meningkatkan kesehatan yang optimal. Praktik keperawatan mandiri tentu sangat
bermanfaat bagi tenaga keperawatan dan masyarakat, tetapi perlu menjangkau staf
keperawatan dan masyarakat agar tujuan praktik keperawatan profesional. Melalui
praktik mandiri, perawat dapat memberikan pelayanan asuhan dengan lebih
individual, efektif dan efisien, serta dapat mempraktikkan keterampilan dan
menerapkan pengetahuan yang akan meningkatkan kepakarannya dalam memberikan
asuhan keperawatan.
Secara umum, keperawatan mempunyai beberapa tujuan:
1. Memberi bantuan yang paripurna dan efektif kepada klien. Adapun prinsip
bantuan yang diberikan antara lain bantuan di- berikan sesuai dengan tingkat
kemandirian klien dan jangan sam pai bantuan yang diberikan itu
menimbulkan ketergantungan yang dominan bagi klien.
2. Memenuhi kebutuhan dasar ma- nusia (KDM) klien. Kebutuhan dasar manusia
dapat didefinisikan sebagai sesuatu yang dibutuhkan manusia agar dapat
memelihara homeostasis, baik fisiologis maupun psikologis. Pengelompokan
kebutuhan dasar manusia bervariasi di antara para ahli. Dalam keperawatan,
hierarki pengelompokan kebutuhan dasar manusia yang sering digunakan
adalah hierarki Abraham Maslow yang terdiri atas lima tingkat kebutuhan.
Pembahasan ini akan diuraikan lebih lanjut nanti.
3. Memberi kesempatan kepada semua perawat untuk mengembangkan tingkat
kemampuan profesional- nya. Maju/mundurnya profesi keperawatan
bergantung pada ma- sing-masing pribadi perawat. Oleh karena itu, perlu
ditanamkan rasa persatuan dan kebersamaan di antara perawat sejak dini,
bahu-membahu memajukan dan mengembangkan profesi keperawatan.
4. Mengembangkan standar keperawatan yang ada.
5. Memelihara hubungan kerja yang efektif dengan semua ang- gota tim
kesehatan. Penanganan kesehatan klien tidak bisa hanya mengandalkan salah
satu profesi saja, melainkan memerlukan ker- ja sama interdisipliner dari
profesi kesehatan lain sebagai satu kesatuan tim kesehatan. Dalam pelayanan
kesehatan, perawat merupakan tenaga kesehatan terdepan dan paling lama
berinteraksi dengan klien. Karenanya, perawat harus mampu memelihara kerja
sama yang efektif dengan semua anggota tim kesehatan, begitu pun
sebaliknya.
6. Menciptakan iklim yang menunjang kegiatan pendidikan bagi perkembangan
tenaga keperawatan. Pendidikan keperawatan harus berimbang antara teori
dan praktik, sebab keperawatan adalah ilmu yang langsung berkaitan dengan
"hidup dan matinya" manusia. Oleh karena itu, pendidikan keperawatan harus
terus ditingkatkan dan disesuaikan dengan perkembangan zaman.

2.3 ASKEP LEGAL


A. Legalisasi Keperawatan
Legislasi berarti suatu ketetapan atau ketentuan hukum yang mengtur hak dan
kewajiban seseorang yang berhubungan erat dengan tindakan (Lieberman dalam
Hamid, 2000). Legislasi merupakan upaya agar suatu tindakan/aktivitas yang
dilakukan oleh individu, organisasi atau suatu profesi mendapatkan pengakuan
legal dan dilindungi secara hukum oleh pemerintah yang berwenang.
Legislasi merupakan salah satu bentuk perundangan yang diperlukan untuk
mengatur dan menetapkan serangkaian ketentuan yang dibuat untuk melindungi
masyarakat terhadap para praktisi keperawtan yang melakukan pelayanan secara
tidak aman. Tujuan utama dari legislasi praktik keperawatan adalah memberikan
landasan hukum terhadap praktik keperawatan untuk melindungi baik
masyarakat maupun perawat.
Pelayanan keperawatan professional hanya dapat diberikan oleh tenaga
keperawatan profesional yang telah memiliki ijin dan kewenangan untuk
melakukan tindakan keperawatan yang dibutuhkan oleh sistem pasien. Pengaturan
pemberian ijin dan kewenangan diatur dalam suatu sistem regulasi keperawatan.
Legislasi keperawatan mencerminkan suatu hukum yang diberlakukan dalam
bentuk undang-undang praktik keperawatan.
Undang-undang praktik keperawatan dibuat untuk melindungi masyarakat
terhadap para praktisi keperawatan yang melakukan pelayanan secara tidak aman.
Tujuan ini dicapai dengan mendefinisikan praktik keperawatan, mengembangkan
kriteria untuk memasuki profesi keperawatan, menetapkan ketentuan dan
peraturan yang melaksanakan, mempertahankan, dan menegakkan standar praktik
keperawatan (Vestal, 1995). Berkat perjuangan yang gigih para perawat,
pemerintah Republik Indonesia telah mengesahkan Undang-undang no 38 tahun
2014 tentang Keperawatan yang disahkan pada tanggal 17 Oktober 2014. Undang-
undang Keperawatan terdiri dari 13 bab, 66 pasal yang berisi jenis perawat,
pendidikan tinggi keperawatan, registrasi, ijin praktik, registrasi ulang, praktik
keperawatan, hak dan kewajiban, organisasi profesi perawat, kolegium
keperawatan, konsil keperawatan, pengembangan, pembinaan, dan pengawasan,
sanksi administrasif, ketentuan peralihan, ketentuan penutup.

B. Aspek Legal Praktik Homecare Di Indonesia


1. Aspek Legal dan Etik
a. Autonomy (penentu pilihan)
Perawat yang mengikuti prinsip autonomi menghargai hak klien untuk
mengambil keputusan sendiri. Dengan menghargai hak autonomi berarti
perawat menyadari keunikan induvidu secara holistik. Pada kasus ini klien
direncanakan akan dilakukanvakumekstraksi perawat harus menghargai
hak klien, apakah mau dilakukan atau tidak tindakan tersebut.
b. Non Maleficence (Tidak menyebabkan bahaya bagi Klien)
Prinsip ini adalah prinsip dasar sebagaian keperawatan. Bahaya dapat
berarti dengan sengaja membahayakan atau bahaya yang tidak disengaja.
c. Beneficence
Beneficence berarti melakukan yang baik. Perawat memiliki kewajiban
untuk melakukan dengan baik, yaitu, mengimplemtasikan tindakan yang
mengutungkan klien dan keluarga. Beneficence meningkatkan kesehatan
dan kesejahteraan klien dengan cara menentukan cara terbaik untuk
membantu pasien. Dalam hal ini, perawat harus melakukan tugasnya
dengan baik, termasuk dalam hal memberikan asuhan keperawatan yang
baik kepada klien, guna membantu mempercepat proses penyembuhan
klien, seperti memberi obat sesuai dosis dan tepat waktu.
d. Informed Consent
Informed Consent atau Persetujuan Tindakan Medis (PTM) merupakan
persetujuan seseorang untuk memperbolehkan sesuatu yang terjadi. Ini
berdasarkan pemberitahuan tentang resiko penting yang potensial,
keuntungan, dan alternatif yang ada pada pasien. Persetujuan tindakan
memungkinkan klien membuat keputusan berdasarkan informasi penuh
tentang fakta. Seseorang yang dapat memberikan persetujuan jika mereka
legal berdasarkan umur, berkompeten, dan jika merekatelah diidentifikasi
secara legal sebagai pembuat keputusan. Setiap pasien mempunyai hak
untuk diberi informasi yang jelas tentang semua resiko dan manfaat dari
perlakuan apapun, termasuk semua resiko dan manfaat jika tidak
menerima perlakuan yang dianjurkan atau jika tidak ada perlakuan sama
sekali. Semua orang dewasa mempunyai otonomi, hak membuat
keputusan-keputusan bagi dirinya sendiri selama keputusan keputusan itu
tidak membahayakan atau merugikan orang lain. Saat mengambil
keputusan tentang suatu terapi pembedahan atau terapi medik, setiap
pasien punya hak untuk menolak terapi yang demikian, atau untuk
memilih terapi altematif. Pada kasus ini klien akan dilakukan tindakan
vakum ekstrasi, klien dapat mengambil keputusan untuk dilakukan
tindakan tersebut atau tidak.
e. Justice (perlakuan adil)
Perawat mengambil keputusan dengan rasa keadilan sesuai dengan
kebutuhan tiap klien.
Kejujuran, Kerahasiaan, dan Kesetiaan. Prinsip mengatakan yang
sebenarnya (kejujuran) mengarahkan praktisi untuk menghindari
melakukan kebohongan atau menipu klien. Kejujuran tidak hanya
berimplikasi bahwa perawat harus berkata jujur, namun juga
membutuhkan adanya sikap positif dalam memberikan. informasi yang
berhubungan dengan situasi klien.
Dalam hal ini, apabila klien bertanya apapun tentang kondisinya,
menjawab semua pertanyaan klien dengan jujur, perawat harus Prinsip
kejujuran mengarahkan perawat dalam mendorong klien untuk berbagi
informasi mengenai penyakit mereka. Kerahasiaan adalah prinsip etika
dasar yang menjamin kemandirian klien. Perawat menghindari
pembicaraan mengenai kondisi klien dengan siapa pun yang tidak secara
langsung terlibat dalam perawatan klien. Konflik kewajiban mungkin akan
muncul ketika seorang klien memilih untuk merahasiakan informasi
tertentu yang dapat membahayakan klien atau orang lain. Prinsip kesetiaan
menyatakan bahwa perawat harus memegang janji yang dibuatnya pada
klien. Ketika seseorang jujur dan memegang janji yang dibuatnya, rasa
percaya yang sangat penting dalam hubungan perawat-klien akan
terbentuk. Dengan berkata jujur dan dapat menepati janji, diharapkan
perawat dapat mendapat kepercayaan dari klien sehingga memudahkan
perawat dalam melakukan intervensi. Selain dengan klien, perawat juga
harus membina hubungan saling percaya dengan anggota keluarga pasien
sehingga akan memudahkan perawat juga dalam
pendekatan keluarga klien.

2. Landasan Hukum
a. Fungsi hukum dalam keperawatan:
1) Memberikan kerangka kerja untuk menentukan perawatan yang sah
sesuai dengan hukum yang berlaku
2) Memisahkan tanggung jawab keperawatan dari profesi lain
3) Membantu menetapkan batasan otoritas pemeliharaan independen
4) Membantu perawatan mempertahankan dengan standar meminta
pertanggungjawaban pengasuh di bawah hukum.
b. Landasan hukum:
1) UU Nomor 29 tahun 2004 tentang praktik kedokteran
2) UU Nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah
3) UU Nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan
4) PP Nomor 32 tahun 1996 tentang tenaga kesehatan
5) PP Nomor 25 tahun 2000 tentang perimbangan keuangan pusat dan
daerah.
6) PP Nomor 47 tahun 2006 tentang Jabatan fungsional dokter, dokter
gigi, apoteker, ass.apoteker, pranata lab.kes. epidemiologi kes,
entomology kesehatan, sanitarian, administrator kesehatan, penyuluh
kesmas, perawat gigi, nutrisionis, bidan, perawat, radiographer,
perekam medis, dan teknisi elektromedis
7) SK Menpan Nomor 94/KEP/Μ.ΡΑΝ/11/2001 tentang jabatan
fungsional perawat.
8) Kepmenkes Nomor 128 tahun 2004 tentang kebijakan dasar puskesmas
9) Kepmenkes Nomor 279 tahun 2006 tentang pedoman penyelenggaraan
Perkesmas.
10) Kepmenkes Nomor 374 tahun 2009 tentang Sistem Kesehatan
Nasional
11) Kepmenkes Nomor 267 tahun 2010 tentang penetapan roadmap
reformasi kesehatan masyarakat
12) Permenkes Nomor 920 tahun 1986 tentang pelayan medik swasta
13) Permenkes Nomor 148 tahun 2010 tentang ijin dan keperawatan
penyelenggaraan praktik

3. Isu Legal
Secara legal perawat dapat melakukan aktivitas keperawatan mandiri
berdasarkan pendidikan dan pengalaman yang dimiliki. Perawat dapat
mengevaluasi klien untuk mendapatkan pelayanan perawatan di rumah tanpa
program medis tetapi perawatan tersebut harus diberikan di bawah petunjuk
rencana tindakan tertulis yang ditandatangani oleh dokter. Perawat yang
memberi pelayanan di rumah membuat rencana perawatan dan kemudian
bekerja sama dengan dokter untuk menentukan rencana tindakan medis. Isu
legal yang paling kontroversial dalam praktik perawatan di rumah antara lain
mencakup hal-hal sebagai berikut:
a. Resiko yang berhubungan dengan pelaksanaan prosedur dengan teknik
yang tinggi, seperti pemberian pengobatan dan transfusi darah melalui IV
di rumah.
b. Aspek legal dari pendidikan yang diberikan pada klien seperti
pertanggungjawaban terhadap kesalahan yang dilakukan oleh anggota
keluarga karena kesalahan informasi dari perawat.
c. Pelaksanaan peraturan Medicare atau peraturan pemerintah lainnya tentang
perawatan di rumah.
Karena biaya yang sangat terpisah dan terbatas untuk perawatan di rumah,
maka perawat yang memberi perawatan di rumah harus menentukan
apakah pelayanan akan diberikan jika ada resiko penggantian biaya yang
tidak adekuat. Seringkali, tunjangan dari Medicare telah habis masa
berlakunya sedangkan klien membutuhkan perawatan yang terus-menerus
tetapi tidak ingin atau tidak mampu membayar biayanya. Beberapa
perawat akan menghadapi dilema etis bila mereka harus memilih antara
menaati peraturan atau memenuhi kebutuhan untuk klien lansia, miskin
dan klien yang menderita penyakit kronik. Perawat harus mengetahui
kebijakan tentang perawatan di rumah untuk melengkapi dokumentasi
klinis yang akan memberikan penggantian biaya yang optimal untuk klien.
4. Ijin dan Penyelenggaraan
Pasal krusial dalam Permenkes 148/2010 Tentang ijin dan penyelenggaraan
praktik keperawatan :
a. Melakukan asuhan keperawatan meliputi Pengkajian, penetapan
diagnosa keperawatan, perencanaan, melaksanakan tindakan dan evaluasi.
b. Pelayanan tindakan medik hanya dapat dilakukan atas permintaan tertulis
dokter
c. Dalam melaksanakan kewenangan perawat berkewajiban:
1) Menghormati hak pasien.
2) Merujuk kasus yang tidak dapat ditangani.
3) Menyimpan rahasia sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
4) Memberikan informasi
5) Meminta persetujuan tindakan yang dilakukan
6) Melakukan catatan perawatan dengan baik
d. Dalam keadaan darurat yang mengancam jiwa seseorang, perawat
berwenang melakukan pelayanan kesehatan di luar kewenangan yang
ditujukan untuk penyelamatan jiwa.
e. Perawat yang menjalankan praktik perorangan harus mencantumkan SIPP di
ruang praktiknya.
f. Perawat yang menjalankan praktik perorangan tidak diperbolehkan
memasang papan praktik (sedang dalam proses amandemen)
g. Perawat yang memiliki SIPP dapat melakukan asuhan dalam bentuk
kunjungan rumah.
h. Persyaratan praktik perorangan sekurang-kurangnya memenuhi:
1) Tempat praktik memenuhi syarat.
2) Memiliki perlengkapan peralatan dan administrasi termasuk formulir
/buku kunjungan, catatan tindakan dan formulir rujukan (Fatchulloh,
2015).

5. Perizinan dan akreditasi home care


a. Perizinan
Perizinan home care diatur dalam Kep. Menkes no 148 tahun 210 tentang
izin dan penyelenggaraan parktik perawat.dan permenkes 17/2013.
Perizinan diatur SSI peraturan yang ditetapkan pemerintah pusat maupun
daerah (Fatchulloh, 2015). Perizinan yang menyangkut operasional
pengelolaan pelayanan kesehatan rumah dan praktik yang dilaksanakan
oleh tenaga profesional dan non profesional diatur sesuai dengan peraturan
yang ditetapkan, baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
Home Care merupakan salah satu bentuk praktik mandiri keperawatan.
Praktik mandiri keperawatan telah diatur dalam berbagai sumber hukum.
Hal ini berarti praktik mandiri keperawatan dalam Home Care telah
diizinkan. Adapun landasan hukum praktek perawat ialah sebagai berikut:
1) UU Kesehatan No. 23 tn 1992 tentang kesehatan
2) UU Kesehatan No. 36 tn 2009 tentang kesehatan
3) UU No. 32 th 2004 tentang pemerintahan daerah
4) Kepmenkes No. 1239 tn 2001 tentang registrasi & praktik perawat
5) PP No. 32 tahun 1996 tentang tenaga kesehatan
6) Kep Dirjen YanMed RI. No. HK 00.06.5.1.311 th 2002 tentang
penerapan pedoman perawatan kesehatan di rumah
7) PP No. 25 th 2000 tentang pelimpahan kewenangan pusat ke daerah
8) Permenkes 920 th 1986 tentang pelayanan medik swasta
9) Kepmenkes No. 148 th 2010 ttg izin & penyelenggaraan praktik
perawat
10) Permenkes 17/2013

Persyaratan perizinan :
1) Berbadan hukum yang ditetapkan di badan kesehatan akte notaris
tentang yayasan di badan kesehatan.
2) Mengajukan permohonan izin usaha pelayanan kesehatan rumah
kepada Dinas Kesehatan Kota setempat dengan melampirkan:
a) Rekomendasi dari organisasi profesi
b) Surat keterangan sehat dari dokter yang mempunyai SIP
c) Surat pernyataan memiliki tempat praktik
d) Izin lingkungan
e) Izin usaha
f) Persyaratan tata ruangan bangunan melipti ruang direktur, ruang
manajemen pelayanan, gudang sarana dan peralatan, sarana
komunikasi, dan sarana transportasi
g) Izin persyaratan tenaga meliputi izin praktik profesional dan
sertifikasi pelayanan kesehatan rumah.
3) Memiliki SIP, SIK dan SIPP.
4) Perawat dapat melaksankan praktik keperwatan pada saran pelayanan
kesehatan, praktik perorangan dan/atau berkelompok
5) Perawat yang melaksanakan praktik keperawatan pada sarana
pelayanan kesehatan harus memiliki SIK
6) Perawat yang praktik perorangan/berkelompok harus memiliki SIPP
7) Mendapatkan rekomendasi dari PPNI

2.4 MANAJEMEN PRAKTIK MANDIRI KEPERAWATAN INDONESIA


a. Definisi
Manajemen keperawan adalah proses
perencanaan,pengorganisasian,kepemimpinan,dan pengawasan untuk
mencapai tujuan ( Kelly & heidenthal,2004). Menurut swanburg (2002),
manajemen keperawatan adalah kelompok dari perawat manager yang
mengatur organisasi dan usaha keperawatan yang pada akhirnya manajemen
keperawatan menjadi proses Dimana perawat manager menjalankan profesi
mereka.
b. Pengorganisasian
Unsur pengorganisasian dalam pelayanan home care mencakup 3 unsur
yaitu pengelola pelayanan,pelaksanaan pelayanan dan klien.
1) Pengelola pelayanan home care nursing
2) Uraian tugas
3) Kewajiban
c. Manajemen dalam pelayanan home care nursing
Bentuk manajemen asuhan keperawatan yang diterapkan dalam
pelayanan home care nursing yaitu manajemen kasus. Dengan metode
manajemen kasus, setiap pasien akan mendapatkan pelayanan yang khusus
oleh tenaga home care yang memiliki kemampuan sesuai dengan kondisi
pasien. Perawatn dengan metode kasus akan tahu lebih jelas tentang segala hal
terkait masalah kesehatan yang dihadapi, sehingga secara langsung tindakan
yang dilakukan akan lebih efektif dan efisien. Bentuk pelayanan home care di
bagi menjadi 2 :
1) Home visit
Pelayanan home visit melibatkan berbagai tenaga kesehatan yang
berkompeten guna meningkatkan kesehatan pasien.
2) Home stay
Pelayanan home stay dilakukan oleh perawat home care. Perawat
memberikan asuhan keperawatan pada klien secara berkesinambungan
selama 24 jam yang terdiri dari 3 shif.
d. Mekanisme pelayanan home care nursing
Klien yang akan memperoleh pelayanan home care nursing merupakan
rujukan rumah sakit , puskesmas, klinik rawat jalan , namun klien dapat
langsung menghubungi agen pelayanan keperawatan di rumah atau praktik
keperawatan perorangan untuk memperoleh pelayanan.
Adapun mekanisme pelayanan home care nursing menurut Parellangi
(2015), adalah sebagai berikut:
1) Rujukan dari sarana kesehatan atau inisiatif pasien
2) Care manager
3) Preventif atau promotive atau rehabilitatif dan kuratif
4) Mandiri perawat dan kolaborasi dengan dokter
5) Nursing plant
6) Evaluasi

2.5 JENIS PRAKTIK MANDIRI KEPERAWATAN DI INDONESIA


a. Praktik Keperawatan Mandiri Perorangan
1) Penyelenggaraan praktik mandiri keperawatan oleh seorang perawat, baik
perawat vokasi maupun profesi (ners atau ners spesialis).
2) Dapat melakukan pelayanan keperawatan generalis atau pelayanan
keperawatan spesialis.
3) Pengelolaan pelayanan dilakukan secara individu.
b. Praktik Keperawatan Mandin Berkelompok
1) Penyelenggaraan praktik keperawatan mandin oleh 2 (dua) orang perawat atau
lebih secara berkelompok dalam satu tempat atau lingkup pelayanan.
2) Dapat terdiri dari beberapa perawat dengan pelayanan keperawatan yang sama
atau berbeda, dan/atau terdiri beberapa perawat dengan pelayanan
keperawatan generalis yang dipimpin oleh perawat ners ataupun ners spesialis.
3) Membutuhkan pengelolaan manajemen pelayanan praktik keperawatan
mandin yang terorganisır sesuai dengan lingkup pelayanannya.

Salah satu contoh dari praktik mandiri keperawatan yang telah berjalan di Indonesia
yaitu RUMAT yang berfokus pada pemberian pelayanan keperawatan spesialis luka
diabetes dan home care. RUMAT ini telah memiliki 63 cabang dibeberapa daerah di
Indonesia dan total pasien yang sembuh pada tahun ini mencapai 1.421 orang.
RUMAT akan memastikan bahwa pasien diperlakukan sesuai standar dimanapun
mereka dirawat, karena data pasien tersimpan secara online dan dengan mudah dapat
diakses oleh perawat yang mebutuhkan. Hal ini merupakan contoh nyata dari praktik
mandiri keperawatan yang dilakukan oleh perawat profesional.

2.6 KERJASAMA INTERPERSONAL


Hasil penelitian dalam lingkup pendekatan kolaborasi antar profesi
(interprofessional collaborative practice) Nagelkerk, J et al (2018) menyatakan bahwa
praktik kolaborasi antar profesi yang dilakukan pada pasien dalam meningkatkan
status kesehatan pasien terutama pasien yang berada di tatanan keluarga dalam
pengelolaan perawatan kesehatan dirumah. Gucciardi et al (2016) kerjasama tim yang
terintegrasi dalam penatalaksanaan diabetes memberikan kesempatan kepada tenaga
kesehatan untuk saling bertukar fikiran, pengalaman dan belajar satu sama lain,
mengurangi potensi terjadinya kesenjangan dalam pelayanan yang diberikan.
Sorensen, M, et al (2020) memaparkan dalam studi kualitatifnya tentang peran
tenaga kesehatan profesional dalam perawatan diketahui bahwa istilah "multi
profesional" yang digambarkan dalam studi ini adalah bagaimana setiap profesi
menyelesaikan tugas secara mandiri dengan adanya sistem pendelegasian tugas.
Kondisi ini membawa suatu kesimpulan bahwa terjadi keterbatasan dalam continum
of care, pendekatan tim dan kolaborasi menjadi penting dilakukan untuk
pengembangan pelayanan agar lebih komprehensif dan responsif terhadap kebutuhan
pasien
Kolaborasi, bekerja sama dalam sebuah tim penting untuk memberikan
pelayanan yang efektif dan aman Ketika pelayanan menjadi sangat kompleks, maka
kebutuhan untuk kerja tim dalam konteks pelayanan kesehatan dirumah juga
bertambah, termasuk peran perawat dalam memberikan perawatan pasien
dirumah/home care.
Perawatan pasien dirumah/home care oleh perawat adalah intervensi dan
perawatan yang dilakukan di rumah pasien yang sebagian besar dilakukan oleh
perawat profesional. Penyelenggaraan Home Care berbeda-beda disetiap negara,
namun secara umum dapat dikatakan bahwa setiap intervensi yang diberikan pada
pasien dirumah, memungkinkan pasien dengan penyakitnya untuk tetap hidup nyaman
di lingkungan rumahnya (Genet et al., 2012 dalam Larsson, R, et al., 2022).
Praktik Kolaborasi dalam pelayanan kesehatan di rumah/home care, dapat
dilakukan pada berbagai tatanan pelayanan, pada kelompok dalam rentang kehidupan:
Home care pada lanjut usia, home care pada anak, home care pada kelompok
onkologi, home care kelompok dementia.
Pada praktik kolaborasi homecare, setiap profesi memiliki peran yang penting,
peran yang sama, tanpa adanya hirarki profesi dalam pemberian pelayanan, mulai dari
awal proses pengumpulan informasi secara kolektif, bagaimana mentransferkan
informasi yang diperoleh kepada semua pemberi pelayanan dalam tim, untuk
selanjutnya melakukan intervensi berbasis interprofesi di rumah pasien. Bagaimana
mentransferkan informasi pada setiap profesi dalam praktik kolaborasi home care ini,
disinilah dibutuhkan komunikasi interprofesional.

Anda mungkin juga menyukai