Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

KAITAN TEORI KELAS SOSIAL OLEH KARL MARX DENGAN


SOSIOLOGI SENI
Tugas Sosiologi Seni
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kelompok pada Mata Kuliah Sosiologi Seni
Dosen Pengampu:
Chici Yuliana Nadi, S.Pd., M.Pd.
Ageng Satria Pamungkas, S.Pd., M.Pd.

Kelompok 1
Altamis Nurissyad Caesario S. : NIM. 231471025
Amalia Reza Ardani : NIM. 231471006
Chelsea : NIM. 231471016
Lintang Pramudhita Putra S. : NIM. 231471036
Muhammad Hivan Rakhel : NIM. 231471035
Sa’ad Habibulloh : NIM. 231471014

Program Studi Kriya


Fakultas Seni Rupa Dan Desain
INSTITUT SENI INDONESIA SURAKARTA

i
ABSTRAK

Karl Marx (1818-1883) tidak berangkat dari teori seni, tapi ia mewariskan banyak
komentar singkat dan tulisan tentang seni dan sastra. Pada 1933, untuk pertama kalinya, karya-
karya Marx itu diseleksi oleh Mikhail Lifshitz dan dimanfaatkan untuk menyusun model
provisional filsafat seni Marxmemandang bahwa sejatinya aktor utama yang berperan penting
dalam kelangsungan hidup suatu masyarakat adalah kelas-kelas sosial. Bahkan tak lepas dalam
bidang kesenian memiliki kelas sosialnya masing-masing. Karl Marx yakin bahwa kelas-kelas
yang terkait pada seni memiliki hubungan dengan masyarakat. Marx menekankan kesenjangan
perkembangan sosial dengan artistik, dan memandang sasaran tertinggi estetika, Karl Marx tidak
berangkat dari teori seni, tapi ia mewariskan banyak komentar singkat dan tulisan tentang seni
dan sastra. Pada 1933, untuk pertama kalinya, karya-karya Marx itu diseleksi oleh kami dan
dimanfaatkan untuk menyusun makalah mengenai filsafat seni Marx.

Meskipun Karl Marx harus mengurusi tugas yang lebih penting, yaitu merumuskan teori
estetika secara sistematis, banyak kajian lain yang mengulas tulisan-tulisan Marx mengenai seni
dan sastra, tidak banyak pengamat yang bersedia menganalisis evaluasi estetik Marx sebagai
bagian dari perkembangan teori umum.

Marx menolak mengabstraksikan ‘filsafat seni’ dari korpus Marx sebagaimana yang
lazim dilakukan dalam kritik sastra borjuis. Karl Marx mencetuskan teori mengenai kelas sosial
yang disebut dengan teori Marxisme khususnya pada periode sebelum Perang Dingin pada
sekitar awal tahun 1980.

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan
karunia - Nya sehingga makalah yang berjudul " Kaitan Teori Kelas Sosial oleh Karl Marx
Dengan Sosiologi Seni " dapat kami selesaikan dengan baik dan tepat waktu.

Pada kesempatan kali ini , tak lupa kami ucapkan terima kasih kepada ibu Chici Yuliana
Nadi, S.Pd., M.Pd.,.bapak Ageng Satria Pamungkas, S.Pd., M.Pd . , selaku dosen pengampu pada
Mata Kuliah Pendidikan Pancasila yang telah membimbing kami dalam pengerjaan tugas
makalah . Kami juga berterima kasih kepada semua pihak yang turut berkontribusi dan
membantu dalam proses penyusunan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna , baik dari segi
sistematika maupun isinya . Oleh karena itu , kami mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari pembaca guna menyempurnakan makalah ini kedepannya . Penulis berharap
agar makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua . Aamiin .

Surakarta,8 November 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

ABSTRAK.......................................................................................................................................i

KATA PENGANTAR...................................................................................................................ii

DAFTAR ISI.................................................................................................................................iii

BAB I Pendahuluan.......................................................................................................................1

A. Riwayat Hidup......................................................................................................................1

B. Latar Belakang........................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN................................................................................................................3

BAB IIIPENUTUP.........................................................................................................................5

A. Kesimpulan...........................................................................................................................5

iii
BAB I
Pendahuluan

A. Riwayat Hidup

Karl Marx Lahir pada tahun 1818 di kota trier di perbatasan Barat Jerman yang waktu itu
termasuk Prussia. Ayahnya, seorang pengacara Yahudi, beberapa tahun kemudian berpindah
agama, masuk agama Kristen Protestan padahal kota Trier seluruhnya Katolik.Kemungkinan hal
yang dilakukannya agar ia dapat menjadi pegawai negeri, tepatnya notaris, di prussia yang
berhaluan protestan. Ibu Marx baru menyusul 8 tahun kemudian yang mungkin menunjukkan
bahwa ia sebenarnya tidak ingin pindah. Bisa jadi begitu mudahnya ayah Karl berpindah
Aagama menjajdi alasan mengapa Karl tidak pernah meminati hal agama. Sesudah lulis dari
gymnasium di trier ayahnya menyuruh Karl studi hukum, kirannya dengan harapan agar anaknya
dapat mengikuti karier sang ayah sebagai notaris. Tetapi Karl sendiri tidak tertarik. Ia berminat
menjadi penyair. Selama satu semester di Bonn ia hanya mengahbiskan uang kiriman ayahnya
saja. Kemudian, tanpa menunggu izin ayahnya, Karl pindah ke Berlin dan mulai belajar filsafat.

Situasi Napoleon, memberikan lebih banyak kebebasan kepada rakyat, dihapus lagi, pers
ditempatkan dibahwah sensor, dan guru terlalu liberal, ditahan. Waktu Marx ke berlin, “filsafat”
di berlin sama artinya dengan filsafat Hegel yang baru beberapa tahun sebelumnya meninggal.
Hegel menjadi profesor di berlin dari tahun 1818 samapai wafatanya pada tahun 1831. Ia paling
termasyur karena filsafat politik yang diajarkannya yang menempatkan rasionalitas dan kebebsan
sebagai nilai tertinggi. Marx muda yang gusar dengan situasi di prussia menemukan dalam
filsafat Hegel sejenta intlektual yang akan menentukan arah pemikirannya. Di berlin waktu itu
terdapat sebuah kelompok orang intlektual muda yang kritis dan radikal, yang menanamkan diri
club para doctor.

1
B. Latar Belakang

Teori Kelas, atau kerap disebut juga sebagai Marxisme, pertama kali dicetuskan oleh Karl Max
pada sekitar abad ke 19. Tepatnya sebelum Perang Dingin antara Blok Barat dan Blok Timur usai di
awal tahun 1980an, hampir setengah dari negara-negara yang ada di dunia telah mendapat pengaruh
dari ajaran Karl Marx.4 Teori ini hadir sebagai kritik Karl Marx terhadap kaum liberal yang
memandang sistem perekonomisn akan memberi keuntungan bagi semua pihak yang terlibat lebih
dari yang ditanamkan. Menurut Kalr Marx, ekonomi liberal hanyalah menjadi tempat eksploitasi
manusia dan perbedaan kelas. Hal tersebutlah yang kemudian mendorong Karl Marx untuk
menganalisa pembentukan kelas yang terjadi lebih dalam lagi.

Definisi Kelas Sosial Bila membahas teori kelas, maka akan banyak menemui istilah kelas
sosial. Kelas sosial sendiri sejatinya adalah golongan masyarakat. Lenin, pemimpin Revolusi Rusia
1714, mengartikan kelas sosial sebagai golongan sosial dalam sebuah tatanan masyarakat yang
ditentukan oleh posisi tertentu dalam proses produksi. Namun di sisi lain, Karl Marx berpendapat
bahwa kelas sosial dan golongan masyarakat adalah dua hal yang berbeda. Kelas sosial merupakan
gejala khusus masyarakat pascafeodal, sedangkan golongan masyarakat adalah apa yang biasa
disebut dengan kasta. Kelas sosial baru disebut sebagai kelas sosial dalam arti sesungguhnya apabila
secara objektif merupakan golongan sosial dengan kepentingan sendiri dan secara subjektif
merupakan golongan khusus dalam masyarakat yang mempunyai kepentingan-kepentingan spesifik
serta mau memperjuangkannya, kelas yang dimaksud di sini terbagi menjadi dua macam bila dilihat
dari sudut pandang.

-Borjuis, kelas atas, yakni kelas pemilik alat-alat produksi, seperti pabrik, mesin, dan tanah.
Kelas atas memiliki satu prinsip, yaitu uang untuk memproduksi uang . Biasanya, yang
termasuk dalam kelas atas adalah kaum borjuis atau kapitalis, seperti para bangsawan
pemilik tanah.
- Proletariat, kelas bawah, yakni kelas yang bekerja untuk pemilik alat-alat produksi.
Kebanyakan yang termasuk dalam kelas bawah adalah kaum proletar atau pekerja, seperti
para petani penggarap tanah milik bangsawan.

2
BAB II
PEMBAHASAN

Meskipun demikian Marx tetap bersikeras bahwa hanya melalui perkembangan obyektif sifat
manusialah dapat diwujudkan sensualitas subyektif manusia. Pemikiran ini menurut Liftschitz Marx
melihat kembali masalah kesenian. Pada berbagai kutipan di antaranya menyebutkan bahwa dalam
substansi tidak ada jejak apa yang disebut keindahan. Keindahan hanya mengada bagi kesadaran.
Keindahan hanya diperlukan agar penonton dapat mengambilnya. Dengan demikian keindahan itu
menjadi milik manusia meskipun tampak melekat pada benda yang indah dalam alam. Dalam pada
itu Marx melancarkan kritik dengan keras terhadap segala analogi yang mempersandingkan secara
umum dan dangkal , produksi intelektual dengan material. Marx mengejek setiap usaha yang
melukiskan seniman, orang-orang sastra dan ekonom sebagai pekerja produktif dalam pengertian
Smith, yang menganggap mereka menghasilkan bukan sekedar produk sui genesis melainkan produk
kerja material dan secara langsung adalah kemakmura.

Dalam kutipan Marx itu menurut Liftschitz sebagai ungkapan pendapatnya yang jelas tentang
kedudukan seni dalam masyarakat kapitalis. Kritik seni Marx tampaknya tidak hanya terarah pada
sistem kapitalis yang masyarakatnya borjuis, tetapi juga kepada pandangan seni dalam agama-
agama, khususnya Kristiani. Dalam hal ini Marx berpandangan bahwa keganjilan perasaan religius
menjadi prinsip kesenian Kristiani. Marx mencatat kutipan yang dihidupkan terutama dari sedekah
arsitektur. Patung-patung para santo mengisi dinding-dinding ruang dalam dan luar bangunan, dalam
kejamakannya mereka mengekspresikan ekses pemujaan; kecil dalam penampakan, ramping dan
bersegi-segi dalam raut, canggung dan tidak wajar posenya, mereka itu lebih rendah dari keartistikan
sejati, sebab si manusia penciptanya pun lebih rendah dari dirinya sendiri. Inilah hakikat kritik Marx
terhadap seni pada masyarakat kapitalis dan borjois.

Menurut Marx, dalam kesenian Kristiani apa yang religius direpresentasikan dengan lambang
rasional, mekanika surgawi dan alegori abstrak. Orang Kristen awal agaknya lebih menyukai

perlambangan artistik sederhana untuk melukiskan kenyataan. Ketika lukisan abad ke-15
membebaskan diri dari subyek religius, ia makin condong pada situasi domestik, meskipun masih

3
tetap memperbincangkan para santo. Di antara catatan pinggir Marx tentang Grund terdapat kutipan
bahwa betapa orang-orang besar muncul dengan jumlah yang luar biasa pada suatu priode yang
kurang lebih ditandai dengan berkembangnya kesenian. Apapun sifat bawaan perkembangan itu
pengaruhnya terhadap manusia tidak terbantahkan, ia memberi daya penajaman. Ketika kesepihakan
budaya ini dihabisi, muncullah mediokritas.

Marx tidak percaya sedikitpun bahwa kesenian kreatif telah tamat bersama masa lalu dan tidak
bisa dikembalikan lagi. Dalam pandangan Liftschitz, statment Marx di atas diungkapkan karena ia
melihat jalan keluar yang hadir ketika seniman mengidentifikasi diri dengan prinsip politik tertentu
dengan ketegasan suatu partai politik tersebut. Berbekal dengan gagasan itu dalam benaknya, Marx
menyerang kekaburan romantisisme yang bermain mata dengan syair primitif maupun mistisisme
modern, zaman pertengahan dan dunia oriental. Sesungguhnya menurut Marx, keniscayaan dalam
pengertian Hegelian sama sekali tidak bertentangan dengan seni bebas masyarakat borjuis dan tidak
memberi jalan untuk lepas dari kemerdekaan palsunya. Hanya kepartisipasiannya dalam pengertian
yang diisyaratkan Marx dan Lenin-lah yang mampu memberi seniman modern ketetapan dan
konsetrasi kehendak, keberpihakan kreatif yang esensial bagi kesenian sejati.

4
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan.

Dari rangkaian uraian dan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa seni itu bersifat
religio magis dan merupakan ekspresi jiwa dan tujuan hidup manusia serta memiliki klasifikasi
kelas sosial tertentu. Pada perkembangan berikutnya seni mengalami pergeseran pemaknaan,
terutama pada zaman Posmodernisme. Pada zaman ini seni nyaris tidak beraturan, bebas dari
ketentuan-ketentuan, bahkan yang lebih menggila bahwa seni dimaterialisasi sejalan dengan pola
pikir liberalisme dan kapitalisme. Materialisasi seni dan politik ala masyarakat borjuis telah
banyak membonsai kreativitas para seniman. Dalam kondisi seni semacam itulah Marx
melancarkan kritiknya secara mendasar. Gerakan Marx meyakini bahkan membuktikan bahwa
seni tidak pernah mati dan seni harus tetap diletakkan sebagai sesuatu yang sejalan dengan tujuan
hidup manusia. Dengan kata lain seni tetap berkibar sebagaimana seni.

Karl Marx mengembangkan teori kelas sosial yang menjadi dasar pemahaman dalam pemikiran
Marxisme. Menurut Marx, masyarakat terbagi menjadi dua kelas utama:

Kelas Buruh Proletar: Kelas ini terdiri dari pekerja atau buruh yang tidak memiliki
kepemilikan atas alat produksi (seperti tanah, pabrik, dan mesin). Mereka tergantung pada
pemilik modal (kelas borjuis) untuk pekerjaan dan upah mereka. Marx berpendapat bahwa
proletar bersatu dan berperang melawan kapitalis untuk mengakhiri eksploitasi.

Kelas Borjuis Kapitalis: Kelas ini adalah pemilik alat produksi dan modal. Mereka mengontrol
sumber daya ekonomi dan mempekerjakan proletar untuk menghasilkan keuntungan. Marx
menganggap borjuis sebagai kelas yang memanfaatkan buruh dan menciptakan ketidaksetaraan
sosial.

Menurut Marx, konflik kelas sosial ini akan mengarah pada revolusi proletar yang akan
menggulingkan borjuis kapitalis dan mendirikan masyarakat sosialis di mana alat produksi akan
dimiliki bersama. Ini adalah inti dari pemikiran Marx tentang perubahan sosial dan revolusi
kelas.

5
DAFTAR PUSTAKA

Liftschitz, Mikhail, 2004, Praksis Seni Marx & Gramci, Alih Bahasa, Ari Wijaya, Alinea
Yogyakarta.
Liang Gie, The, 1979, Suatu Konsepsi Ke arah Penertiban Filsafat, Alih Bahasa, Ali Mudhofir, Fak.
Filsafat, UGM, Yogyakarta

Popper, Karl. R, 2002, Masyarakat Terbuka dan Musuh musuhnya, Terjemahan, Uzair Pauzan,

Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Sumartono, 2003, Handout Mata Kuliah Filsafat Seni, Pascasarjana, Ilmu Filsafat, Universitas

Gajah Mada, Yogyakarta.

Soedarsono, R.M., 1991, Melongok Sekilas Perkembangan Seni Di NegaraRaksasa Uni Soviet,

Dalam Jurnal Pengetahuan dan Penciptaan Seni1/2 Juli 1991 BP.ISI, Yogyakarta.

T.Z. Lavine, 2002, Petualangan Filsafat Dari Socrates ke Sartre, Alih Bahasa Andi Iswanto & Dedy

Andrian, Jendela, Yogyakarta.

Wiryomartono, Bagus A., 2001, Pijar-pijar Penyingkap Rasa, Sebuah Wacana Seni dan Keindahan

Dari Plato Sampai Derrida, Gramedia Pustaka, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai