Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH KELOMPOK 04

KONTEKS HISTORIS PEMIKIRAN KARL MARX

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Pedagogi Kritis

Dosen Pengampu: Suyantiningsih, M.Ed.

Disusun Oleh:

1. Muhamad Hulaefi (21105241024)

2. Aziema Zahra (21105241002)

3. Lutfi Restu Fajriani (21105241044)

4. Sabita Husnia Sholikatiddini (21105244026)

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENDIDIKAN

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan tema “Konteks
Historis Pemikiran Karl Marx” Makalah ini diajukan untuk memenuhi penugasan pada mata
kuliah Pedagogi Kritis. Walaupun demikian, dalam menyelesaikan makalah ini, penulis
menghadapi berbagai kendala tetapi atas bantuan dari berbagai pihak, akhirnya makalah ini
dapat diselesaikan.

Penulis menyadari sepenuhnya dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun dan tentunya masukan dan bimbingan dari dosen pengampu mata kuliah Pedagogi
Kritis itu sendiri yaitu Ibu Suyantiningsih M.Ed. agar sekiranya tugas ini bisa menjadi lebih
baik meskipun jauh dari kata kesempurnaan, karena hanya Tuhan yang maha pemilik
kesempurnaan. Akhir kata penulis ucapkan terima kasih.

Yogyakarta, 06 Oktober 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...............................................................................................................ii


BAB 1 PENDAHULUAN ........................................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................................... 1
1.3 Tujuan.......................................................................................................................... 2
BAB 2 PEMBAHASAN ........................................................................................................... 3
2.1 Konteks Historis Pemikiran Karl Marx (Pengaruh Hegel and Feuerbach) ................. 3
2.2 Hakekat Manusia Sebagai Makhluk Bekerja dan Kapitalis ........................................ 4
2.3 Alienasi Pada Masa Kapitalisme; Kontra Proletar dan Kapitalis ................................ 6
2.4 Kondisi Alienasi Pada Kaum Proletar dan Kapitalis .................................................. 8
2.5 Prinsip dan Metode Berpikir Dialektika; Dialektika Sebagai Solusi ........................ 10
2.6 Matinya Tradisi Dialog Kajian Kritis Fenomena di Indonesia ................................. 11
BAB 3 PENUTUP .................................................................................................................. 14
3.1 Kesimpulan................................................................................................................ 14
3.2 Saran .......................................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 15

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam kondisi masyarakat yang memerlukan sebuah revolusi untuk mengenal


kebudayaan dan peradaban sebagai proses pergaulan hidup lahirlah sebuah pemikiran
yang revolusioner yang dihasilkan oleh Karl Marx. Karl Marx dilahirkan di kota Trier,
Prusia pada tanggal 05 Mei 1818. Dari keluarga Yahudi dan kemudian masuk Kristen.
Pada awal kehidupannya, hanya sedikit tanda-tanda yang menunjukkan bahwa Karl Marx
akan mengembangkan sebuah filsafat untuk kebangkitan kelas pekerja dan kaum petani.
Perkembangan pendidikan ternyata berkaitan dengan pemikiran Karl Marx yang di
mana masif pada budaya modernisasi dan globalisasi dari dunia barat yang berideologi
kapitalisme. Teori pendidikan kritis merupakan salah satu solusi menghadapi
permasalahan tersebut. Pendidikan kritis digunakan untuk membedah perselingkuhan
antara kekuasaan dengan praktik pendidikan yang berbasis kepada ideologi kapitalisme
dengan menggunakan teori-teori dan kajian yang dikembangkan oleh para filsuf maupun
para teoritis salah satunya yaitu Karl Marx.
Oleh karena itu, penting bagi kita sebagai teknologi pendidikan untuk memahami
dan mempelajari terkait pemikiran Karl Marx bagi pendidikan kritis yang di mana dapat
menjadi bekal yang sangat baik dalam mengkritisi berbagai hal dalam pendidikan.

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas, permasalahan-permasalahan yang akan dibahas dapat


dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana konteks historis pemikiran Karl Marx atas pengaruh Hegel dan
Feueurbach?
2. Bagaimana hakikat manusia sebagai makhluk bekerja dan kapitalis menurut Karl
Marx?
3. Bagaimana alienasi pada masa kapitalisme?
4. Bagaimana kondisi alienasi pada kaum proletar dan kapitalis?
5. Bagaimana prinsip dan metode berpikir dialektika menurut Karl Marx?
6. Mengapa tradisi dialog kajian kritis fenomena di Indonesia mengalami kematian?

1
1.3 Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah yang sudah ditetapkan, tujuan yang ingin dicapai
adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui konteks historis pemikiran Karl Marx atas pengaruh Hegel dan
Feueurbach
2. Untuk mengetahui hakikat manusia sebagai makhluk bekerja dan kapitalis menurut
Karl Marx
3. Untuk mengetahui konsep alienasi pada masa kapitalisme
4. Untuk mengetahui kondisi alienasi pada kaum proletar dan kapitalis
5. Untuk mengetahui prinsip dan metode berpikir dialektika menurut Karl Marx
6. Untuk mengetahui tradisi dialog kajian kritis fenomena di Indonesia mengalami
kematian.

2
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Konteks Historis Pemikiran Karl Marx (Pengaruh Hegel and Feuerbach)

Karl Marx merupakan seorang revolusioner. Karl Marx dilahirkan di kota Trier,
Prusia pada tanggal 05 Mei 1818. Dari keluarga Yahudi dan kemudian masuk Kristen.
Marx mengenyam pendidikan di sekolah menengah ketika berusia 17 tahun. Kemudian
dia melanjutkan kuliahnya di Universitas Bonn, kemudian dia dipindahkan di Universitas
Berlin. Ketika Marx masuk di Universitas Berlin Jerman pada tahun 1836 dan mendapat
gelar Doktor pada 6 tahun 1841, dengan karyanya yang diilhami dari Hegel. Mulai saat
itu pengikut Hegel pecah menjadi dua, yaitu sayap kanan yang konservatif dan sayap kiri
yang merupakan kelompok radikal. Georg Wilhelm Friedrich Hegel merupakan seorang
filsuf idealisme di abad ke-19 berasal dari Jerman. Hegel hidup pada masa Revolusi
Industri di Inggris dan Revolusi Politik di Prancis.
Marx kemudian menenggelamkan dirinya dalam karya-karya Feuerbach yang
merupakan seorang tokoh Hegelian kiri (kritis) yang sangat dikagumi Karl Marx,
melupakan studinya di dalam hukum dan menjadi salah satu pemimpin kelompok radikal
sayap kiri yang disebut dengan Hegelian Muda.
Dialektika menjadi titik berangkat awal bagi Karl Marx. Pandangan mengenai
dialektika tersebut merupakan konsep yang dikembangkan oleh Hegel. Dialektika adalah
upaya pemahaman realitas dengan berpusat pada prinsip kontradiksi. Realitas selalu
dipahami sebagai rangkaian tesis, antitesis kemudian sintesis. Filsafat dialektik
mempelajari perkembangan hal-hal yang berkontradiksi untuk dapat memperoleh dan
mengembangkan pemahaman rasional. Perubahan historis didorong oleh pengertian-
pengertian kontradiktif, atau melalui usaha-usaha kita memecahkan kontradiksi-
kontradiksi dan oleh kontradiksi-kontradiksi yang berkembang.
Meskipun demikian Marx tidak sepenuhnya mengadopsi sistem dialektika Hegel.
Ide-ide Marx terinspirasi oleh perjumpaannya dengan penderitaan dan ketidakadilan
yang ada di struktur masyarakat. Marx mengajukan beberapa kritik besar terhadap
pandangan Hegel. Terdapat dua kritik besar Karl Marx terhadap pandangan Hegel yaitu
dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Kritik Mengenai Negara.

3
Kritik mengenai negara ini disampaikan dalam beberapa karyanya. Kritik
mengenai negara muncul dari perjumpaan yang ternyata berkontradiksi dengan
ungkapan-ungkapan mengenai kehebatan dan kebaikan dari Nation State (khususnya
Prussia). Keyakinan bahwa negara Prussia merupakan salah satu puncak dari
Dialektika juga didukung oleh sikap Hegel dan Hegelian kanan yang cenderung
memuji pemerintahan Prussia. Prussia sebagai negara yang dipuji Hegel dianggap
negara yang sangat nyata sehingga Prussia sangat rasional. Sementara Marx justru
menemukan realitas yang berkontradiksi dengan ide tersebut. Marx semakin yakin
bahwa dialektika tidak bisa berhenti pada ranah pikiran saja (idealism) melalui relasi
internal ide tetapi juga harus bersumber dari realitas. Kontradiksi-kontradiksi akan
semakin jelas ketika ditemukan dalam realitas materialnya.
2. Kritik Mengenai Masyarakat
Kritik mengenai negara ini dilanjutkan dengan kritik terhadap masyarakat
kapitalis. Kritik Marx terhadap masyarakat didasari oleh model dialektika Hegel.
Meskipun demikian Marx memiliki interpretasi yang berbeda mengenai dialektika.
Pemikiran Hegel mengenai dialektika memiliki kontradiksi karena terdapat potensi
revolusioner yang akhirnya berakhir pada kesimpulan yang konservatif. Marx
sebagai anggota dari Hegelian kiri memiliki tafsir yang berbeda dalam membaca
dialektika. Menurut para Hegelian kiri pusat dari dialektika adalah prinsip
kontradiksi yang bersumber dari realitas objektif. Para Hegelian kiri memahami
kontradiksi-kontradiksi (antithesis) tidaklah bersumber dari ranah pemikiran saja,
akan tetapi bersumber dari realitas material. Bagi Marx kerangka pemikiran Hegel
yang dipahami hanya berada di ranah pemikiran akan menjebak rasionalitas.
Dialektika Hegel dapat dimaknai sebagai potensi terjadinya perubahan pada
masyarakat. Para Hegelian kiri, khususnya Marx percaya bahwa, dialektika sejarah
tidak cukup berhenti pada tatanan ide, melainkan harus diwujudkan melalui
perjuangan dan praksis sosial untuk menciptakan masyarakat yang lebih rasional.

2.2 Hakekat Manusia Sebagai Makhluk Bekerja dan Kapitalis

Konsepsi Marx tentang hakikat manusia mengacu pada sintesis antara naturalisme
dan humanisme. Jika merujuk pada A Dictionary of Marxist Thought, naturalisme
merupakan suatu ajaran yang menyatakan bahwa manusia adalah bagian dari alam, bukan
ciptaan dari sesuatu yang transenden, melainkan merupakan produk evolusi biologis

4
yang panjang, yang pada satu titik mengalami perkembangan baru dan spesifik melalui
sejarah manusia, yang muncul atas daya kreatif mandiri. Adapun humanisme adalah
paham yang mengajarkan bahwa manusia adalah makhluk praksis atau memiliki
kemampuan untuk mentransformasikan alam dan menciptakan sejarahnya sendiri.
Manusia memiliki kendali atas kekuatan alam yang dengan kendali tersebut dia
dapat menciptakan lingkungan manusiawinya sendiri, mampu mengembangkan
kapasitas diri dan mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya, yang kemudian
menjadi titik awal untuk pengembangan diri berikutnya.
Marx membedakan dua jenis dorongan atau hasrat dalam diri manusia untuk
menjalani kehidupannya. Pertama, dorongan atau hasrat diri manusia yang tetap, seperti
nafsu makan, seksual, atau hasrat terhadap kebutuhan material lainnya, yang merupakan
bagian integral dari sifat dasar manusia, yang bentuk dan arahnya dapat berubah sesuai
dengan tahapan sejarah kebudayaannya. Kedua, dorongan relatif, yang bukan merupakan
bagian integral dari sifat dasar manusia tetapi ditentukan oleh kondisi ekonomi,
khususnya cara-cara produksi kebutuhan materialnya.
Marx menjelaskan bahwa cara manusia memproduksi kebutuhan material pada
awalnya tergantung pada alat-alat produksi materi yang aktual atau tersedia dan yang
mana alat-alat tersebut dapat direproduksi. Cara manusia mereproduksi bukanlah sekadar
menghasilkan eksistensi benda-benda fisik semata, tetapi merupakan suatu cara untuk
mengekspresikan hidup secara pasti. Sebagai ekspresi kehidupan diri, sehingga dirinya
yang utuh tercermin dalam aktivitas reproduksi, baik pada hasil ataupun pada cara
mereproduksinya. Namun daripada itu, dalam proses reproduksi kebutuhan tersebut
setiap individu manusia ditentukan oleh kondisikondisi material. Dengan demikian,
dalam pandangan Marx manusia adalah makhluk yang dikondisikan oleh realitas
produksi material.
Namun, seperti yang dikemukakan sebelumnya, Marx juga merupakan seorang
humanis yang memandang bahwa manusia adalah pencipta sejarahnya sendiri. Gambaran
mengenai manusia tersebut menyoroti aktivitas pekerjaan manusia. Pekerjaan yang
dilakukan dengan penuh kesadaran, bebas, dan universal merupakan sifat dasar manusia
yang membedakannya dari aktivitas binatang. Binatang berperilaku hanya atas dorongan
naluri dan terbatas sesuai kebutuhannya semata, sedangkan manusia dengan
kesadarannya mampu bekerja secara bebas dan universal. Bebas dalam arti bahwa
manusia dapat bekerja meskipun tidak dalam kondisi yang terdesak, dan universal dalam
arti bahwa manusia mampu melakukan beragam pekerjaan untuk memenuhi satu

5
kebutuhan tetapi juga mampu melakukan satu pekerjaan untuk memenuhi beragam
kebutuhan. Pekerjaan merupakan cerminan dari kebutuhan material manusia, di mana
manusia kemudian mentransformasikan kebutuhannya, untuk menciptakan kebutuhan-
kebutuhan baru.

2.3 Alienasi Pada Masa Kapitalisme; Kontra Proletar dan Kapitalis

Karya-karya awal Marx berbicara mengenai hubungan antara kerja dan hakikat
manusia. Marx meyakini bahwa sistem produksi kapitalis membuat kerja manusia
menjadi tidak sesuai dengan hakikat kemanusiaannya. Ketidaksesuaian antara hakikat
kemanusiaan dan kerja tersebut disebut alienasi. Alienasi atau kuterasingkan adalah salah
satu konsep penting pemikiran Karl Marx (1818-1883 M) dalam mengkritik sistem
kapitalisme. Marx menggunakan konsep alienasi untuk menyatakan pengaruh produksi
kapitalis terhadap manusia dan masyarakat. Karya yang membahas mengenai Alienasi
adalah The Paris Manuscripts atau dikenal sebagai Economic and Philosophical
Manuscripts.
Kritik Marx terhadap Filsafat Hegel dan Feuerbach tersebut menjadi titik berangkat
bagi Marx untuk mempelajari mengenai Alienasi secara lebih lanjut. Marx menyadari
bahwa alienasi bukan hanya berada di wilayah agama dan negara, akan tetapi juga
terdapat pada relasi-relasi sosial antara kaum proletar (buruh) dan pemilik modal
(kapitalis). Alienasi dalam pekerjaan merupakan konsekuensi dari keberadaan dua kelas
tersebut.
Kaum kapitalis adalah para majikan yang memiliki alat produksi yang berupa
mesin-mesin industri, pabrik dan tanah. Kelas buruh adalah mereka yang melakukan
pekerjaan tanpa memiliki tempat dan sarana kerja. Kelas buruh adalah kelas sosial yang
terpaksa menjual tenaga dan waktu mereka kepada kelas kapitalis. Karena mereka
bekerja karena terpaksa dan tanpa memiliki sarana maka kegiatan bekerja serta hasil kerja
bukan lagi milik para kaum pekerja, melainkan menjadi milik para pemilik modal. Inilah
dasar dari kuterasingkan dalam masyarakat kapitalis.
Apabila dicermati lebih lanjut gagasan Alienasi Marx meliputi dua hal. Pertama,
alienasi adalah hasil dari struktur ekonomi politik manusia. Kedua, alienasi meliputi
perasaan tidak bahagia yang merupakan hasil dari struktur tersebut. Marx merasa prihatin
terhadap struktur kapitalisme yang menyebabkan alienasi. Konsep alienasi
menyingkapkan efek produksi kapitalis yang bersifat menghancurkan manusia dan

6
masyarakat. William Schroeder merumuskan secara cukup sistematis mengenai alienasi
Marx dalam lima tipe alienasi:
1. Alienasi dari hasil kerja seseorang
Alienasi ini memiliki dua model. Model pertama adalah alienasi dari hasil
kerja seseorang karena kerja yang terjadi dalam tatanan kapitalis bukanlah
merupakan ekspresi dari hasrat dan keinginan pekerja. Di sini, setiap pekerja
memproduksi apa yang diinginkan oleh kapitalis dan bukan dirinya. Model kedua
adalah alienasi dari hasil kerja seseorang karena produk dari tindakan bekerja itu
diambil oleh para pemilik modal (kapitalis). Dalam dua model inilah alienasi dari
hasil kerja seorang pekerja terjadi dalam sistem kerja kapitalisme.
2. Alienasi dari proses produktif
Semakin seorang pekerja dialienasikan dari hasil kerjanya, semakin ia
diasingkan dari proses produksi. Setiap pekerja akan merasa bahwa ia hadir dalam
proses produksi ketika dalam proses produksi itu, ia benar-benar melakukan apa
yang ingin dilakukannya (mengekspresikan dirinya seutuhnya). Sementara itu,
dalam sistem produksi kapitalisme, setiap pekerja justru melihat proses produksi
sebagai suatu rutinitas harian membosankan yang sebenarnya tidak dikehendakinya.
Dalam kondisi ini, pekerja tidak merasa terlibat dalam proses produktif dan tidak
mengekspresikan dirinya dengan produk yang dihasilkannya
3. Alienasi dari kemanusiaannya
Bagi Marx, hidup manusia adalah aktivitas produksi di mana setiap orang
harus menghasilkan sesuatu untuk bertahan hidup. Mereka merealisasikan diri
melalui pekerjaan dan berbagai ekspresi diri dan kemampuannya. Dalam kondisi
inilah, manusia membangun kemanusiaannya. Jika kehidupan produktif manusia itu
telah dipisahkan dari hidup manusia (Alienasi dari proses produksi), manusia
kehilangan kemanusiaannya. Konsekuensi dari aktivitas kerja yang eksternal adalah
manusia bukan lagi menjadi makhluk yang mengaktualisasikan dirinya secara bebas,
tetapi hanya memiliki fungsi kebinatangan saja seperti makan, minum dan
reproduksi. Kemanusiaan yang terletak pada kebebasan dan penentuan tujuan yang
otonom menjadi hilang ketika kerja hanya dimaknai untuk pemenuhan kebutuhan
yang instingtif hewani.
4. Alienasi dari orang lain
Dalam sistem produksi kapitalisme, Marx melihat bahwa manusia
dikondisikan untuk saling berkompetisi. Hal ini tidak bisa dihindarkan karena dalam

7
sistem ini, modal yang semakin besar menjadi tujuan utama. Mereka yang gagal
dalam hal ini adalah mereka yang memiliki modal yang tidak ter kembangkan.
Mereka ini akan kalah dalam persaingan dan modalnya akan direbut oleh mereka
yang menang. Kondisi persaingan ini menempatkan seseorang pada posisi saling
mengasingkan satu sama lain. Mereka tidak lagi membiasakan diri untuk hidup
bersama dengan orang lain karena semua orang adalah sainganku untuk mencapai
kapital yang lebih besar lagi.
5. Alienasi dari diri sendiri
Akhirnya, sistem kapitalisme mengasingkan manusia dari dirinya sendiri.
Hidup mereka menjadi tidak mereka lihat bermakna, relasi sosial mereka dirusak
oleh kompetisi, aktivitas mereka dirasa sebagai rutinitas belaka dan hasil produksi
mereka dicuri. Dalam kondisi ini, setiap orang akan merasa kehilangan penghargaan
atas diri mereka sendiri dan tidak lagi percaya diri. Dalam sistem kapitalisme ini,
manusia mengalami dirinya tidak hidup dan tidak bergairah. Pekerjaan membuat
tubuh manusia terasing dari dirinya sendiri.

2.4 Kondisi Alienasi Pada Kaum Proletar dan Kapitalis

Terdapat dua fase yang dapat menggambarkan kondisi alienasi pada kaum proletar
dan kapitalis yaitu alienasi pada kapitalisme awal dan alienasi pada kapitalisme baru.
1. Alienasi Pada Kapitalisme Awal
Pandangan Marx tentang keterasingan didasarkan pada analisisnya tentang
kapitalisme yang berlangsung di zamannya, yang dapat disebut sebagai kapitalisme
kompetitif. Secara umum, industri-industri kapitalis yang ada saat itu tidaklah besar
dan tidak ada industri tunggal yang memonopoli pasar secara penuh dan tak tersaingi
oleh industri lainnya. Sehingga, persaingan produksi komoditas atau barang-barang
untuk dipertukarkan merupakan pusat persoalan kultural masyarakat kapitalis.
Sistem ekonomi kapitalis, tenaga kerja juga menjadi barang komoditas yang
turut disirkulasi dalam proses produksi guna menghasilkan komoditas baru yang
mengandung nilai lebih. Nilai lebih inilah yang menjadi tujuan para kapitalis untuk
menyirkulasikan modal sehingga menjadi laba dengan cara menjualnya melalui
mekanisme pasar. Di bawah kendali pasar kapitalis harga tenaga kerja diperlakukan
sama dengan komoditas Industrial, tak lebih dari sekadar sarana perolehan laba para
pemodal. Para pekerja tidak lagi menguasai produk yang mereka produksi.

8
Akibatnya, mereka menjadi terasing dari produk kerjanya sendiri, bahkan dari
dirinya sendiri.
Kegiatan produksi menjadi sebuah ironi, karena begitu kelas pekerja
memproduksi komoditas, komoditas tersebut dipertukarkan melalui pasar. Hal
tersebut memicu keterasingan, bahkan kelas pemilik modal pun dikatakan
mengalami keterasingan, karena memproduksi komoditas untuk memenuhi tuntutan
pasar. Determinasi kapitalisme kompetitif memicu keterasingan manusia atau
hilangnya kendali manusia atas kehidupannya.
2. Alienasi Pada Kapitalisme Baru
Seiring berjalannya waktu, kapitalisme kompetitif telah bergeser menjadi
kapitalisme monopoli. Dalam kapitalisme monopoli, satu atau beberapa kapitalis
mengontrol sektor ekonomi tertentu. Persaingan dalam kapitalisme monopoli tidak
lagi berdasarkan harga, tetapi beralih ke wilayah penjualan Periklanan, pengemasan,
dan metode lain untuk menarik konsumen potensial adalah arena utama persaingan.
Dalam kapitalisme monopoli, ilmu pengetahuan dan teknologi itu dalam dirinya
sendiri tidak dianggap sebagai musuh, hanya saja dikondisikan seolah-olah bebas
dari kepentingan, sehingga mengefisiensikan proses dominasi kapitalis terhadap
masyarakat pekerja. Akibatnya adalah terbentuk yang disebut Marcuse sebagai yaitu
manusia yang kehilangan kemampuan berpikir kritis mengenai realitas masyarakat.
Pada akhirnya, kapitalisme modern mengalihkan manusia dari masalah
sebenarnya dengan menawarkan solusi semu yang diproyeksikan dalam bentuk
“kehidupan fiktif”. Sehingga memanipulasi kesadaran dan memperpanjang
lestarinya kapitalisme yang kehancurannya diharapkan oleh Marx. Persoalan
“kehidupan fiktif” ini selanjutnya menandai pergeseran dari mode produksi ke mode
konsumsi membentuk masyarakat yang disebut sebagai masyarakat konsumerisme.
Pergeseran dari mode produksi ke mode konsumsi membuat keterasingan dalam
produksi komoditas menjadi sulit diidentifikasi, karena para pekerja dapat memiliki
komoditas dengan cara konsumsi.
Kapitalisme dianggap telah melakukan penghancuran referensi atau tujuan
manusia dengan cara menghancurkan kejelasan ideal antara yang benar dan yang
salah atau yang baik dan yang buruk, dengan tujuan agar budaya konsumsi tetap
berdiri.

9
2.5 Prinsip dan Metode Berpikir Dialektika; Dialektika Sebagai Solusi

Kata dialektika berasal dari bahasa Yunani “ dialego” artinya pembalikan,


perbantahan. Dengan istilah dialektika, Marx mengacu pada kondisi-kondisi
fundamental eksistensi manusia. Dialektika bermakna seni pencapaian kebenaran
melalui cara pertentangan dalam perdebatan dari satu pertentangan berikutnya. Karl
Marx tidak pernah menggunakan istilah materialisme historis atau materialisme dialektis,
Marx memakai istilahnya sendiri, yakni metode dialektika yang berkebalikan dengan
metode dialektika milik Hegel.
Ajaran filsafat Marx disebut juga materialisme dialektik, dan disebut juga
materialisme historis. Disebut sebagai materialisme dialektika karena peristiwa
ekonomis yang didominir oleh keadaan ekonomis yang materiil itu berjalan melalui
proses dialektika yaitu tesis, antitesis dan sisntesis. Mula-mula manusia hidup dalam
keadaan komunistis asli, tanpa pertentangan kelas, di mana alat-alat produksi menjadi
milik bersama (tesis). Kemudian timbul milik pribadi yang menyebabkan adanya kelas
pemilik (kaum kapitalis) dan kelas tanpa milik (kaum proletar yang selalu bertentangan)
disebut antitesis. Jurang antara kaum kaya (kapitalis) dan kaum miskin (proletar) semakin
dalam. Maka timbullah krisis yang hebat. Akhirnya kaum proletar bersatu mengadakan
revolusi perebutan kekuasaan. Maka timbullah diktaktur proletariat dan terwujudlah
masyarakat tanpa kelas di mana alat-alat produksi menjadi milik masyarakat atau
negara (sintesis).
Dengan demikian dialektika berarti suatu metode diskusi tertentu dan satu cara
tertentu dalam berdebat yang di dalamnya ide-ide kontradiktif dan pandangan-pandangan
yang bertentangan dilontarkan. Masing-masing pandangan itu berupaya menunjukkan
titik-titik kelemahan dan kesalahan yang ada pada lawannya, berdasarkan pada
pengetahuan-pengetahuan dan proposisi-proposisi yang sudah diakui. Dengan demikian,
berkembanglah pertentangan antara penafsiran dan penetapan di lapangan pembahasan
dan perdebatan, sampai berhenti pada kesimpulan yang di dalamnya salah satu
pandangan yang bertentangan itu dipertahankan, atau sampai munculnya cara pandang
baru yang merujukkan kelemahan masing-masingnya.

10
2.6 Matinya Tradisi Dialog Kajian Kritis Fenomena di Indonesia

Tradisi dialog kajian kritis di Indonesia menunjukkan penurunan bahkan tidak ada
sama sekali pembahasannya. Ada berbagai faktor yang menunjukkan penyebab dari hal
itu, diantara-nya berupa:
1. Usianya relatif muda
Clifford Geerzt menyebut bahwa ilmu sosial di Indonesia baru muncul di era
1970-an, dan itu pun masih bersifat buku teks terutama yang diambil dari Barat.
Mereka lebih banyak bergulat dengan teori-teori besar (grand theory) dari Barat.
Mereka sibuk mempersoalkan bagaimana teori-teori besar itu, yang adalah jargon-
jargon Barat bisa diterapkan dalam kenyataan sosial di Indonesia. Mereka masih
sibuk dengan bagaimana pisau Barat untuk menganalisis kenyataan sosial di
Indonesia. Akibatnya, ilmu sosial dipakai untuk keperluan praktis dan lebih banyak
tampil sebagai scientific description, belum sebagai explanation yang sebenarnya
merupakan tugas fundamental ilmu sosial. Itulah sebabnya, Arief Budiman
menyebutnya ilmu sosial di Indonesia, a-historis. Penilaian lain yang berkembang
adalah bahwa ilmu sosial politik, kata Lukman Soetrisno; tak mampu menjawab
permasalahan sosial di Indonesia, kata Darmanto Jatman; masih perlu filsafat
pengetahuan, kata Dawam Raharjo. Akibatnya, ilmu sosial di Indonesia hingga fase
perkembangannya sekarang hanya berfungsi sebagai legitimasi, sebagaimana
terlihat pada maraknya fenomena penelitian sosial pesanan.
2. Mengidap sindrom rendah diri dan terkagum-kagum sekaligus bangga akan
kekalahannya.
Karena tidak ada ilmuwan sosial yang tekun menggeluti penelitian secara
militan dan melakukan refleksi kritis terhadap lingkungan sosial yang berkembang.
Akibatnya, tidak ada referensi dari ilmuwan sosial yang dapat dipakai rujukan
(mungkin hanya Ignas Kleden yang produktif mengembangkan ilmu sosial di
Indonesia). Gagasan merumuskan teori sosial yang membumi tidak pernah tercapai.
Selanjutnya yang terjadi, jika mau mengkritik perspektif lain, terpaksa harus mencari
rujukan dari Barat juga. Dengan demikian yang lazim terjadi, menggunakan
pemikiran Dahrendorf untuk mengkritik Parsons; perlu mendengar Poper untuk
mengatakan sesuatu yang berbeda dengan Marx; atau mencoba menolak Max Weber
tetapi atas nama Hubermas; berusaha menonjok Comte dengan meminjam tinju
pemikiran pos modernisme; dan begitu seterusnya.

11
Dalam melihat, menjelaskan, dan menganalisis masyarakat Jawa misalnya,
kita tidak bisa lepas dari ketergantungan pada The Religion of Java-nya Clifford
Geerzt, karena begitu jauh memang belum ada karya ilmuwan sosial Indonesia yang
komprehensif karya Geertz tersebut. Bahkan banyak akademisi Indonesia dengan
mengkritik Geertz tetapi tanpa landasan penelitian, hanya dengan komentar yang
adakalanya emosional.
3. Pembelajaran sekolah yang menerapkan maintenance learning.
Maintenance learning merupakan kegiatan belajar yang dilakukan terutama
untuk mempertahankan apa yang sudah ada dalam masyarakat dan kebudayaan kita,
yang kita miliki sebagai suatu warisan kultural. Jadi ilmu pendidikan mengidap
esensialisme budaya, tidak mengembangkan konstruksionisme budaya, yang
berasumsi bahwa semuanya perlu ditafsir secara dinamis.
Sebagai ilustrasi misalnya, ketika Orde Baru marak dengan
developmentalisme teknokratik menjadi landasan ideologis bagi segala aspek
kehidupan, tidak terkecuali dunia pendidikan. Terdapat arus besar yang dirasakan
dalam atmosfer pendidikan dewasa ini, yaitu penekanan pada teknologi yang
diasumsikan sebagai pilar utama yang akan mampu membawa bangsa Indonesia
menjadi maju. Prinsip lingk and match (kesesuaian dan kesepadanan) misalnya,
meskipun diyakini sebagai terapi yang pas untuk memecahkan masalah
ketenagakerjaan, tetapi muatan teknokratiknya sangat tinggi.
4. Pengajaran sekolah yang kurang mengembangkan aspek sosiologi.
Pembelajaran misalnya, masih dilihat dari sisi ilmu pendidikan yang
cenderung sangat sekolahan. Padahal dalam pandangan kritis, justru sekolah bisa
juga menjadi sumber dari mapannya struktur sosial yang tidak adil. Sekolah kata
Paulo Freire, hanya ladang penindasan manusia, dan senantiasa reproduksi manusia
penindas. Sementara Ivan Illich, menuding persekolah adalah arena membunuh
kehendak mandiri, karena itu tidak ada pendidikan alternatif kecuali disekolahisasi
(deschooling). Sedangkan Sartono Kartodirdjo tidak segan-segan mengatakan
bahwa sekolah di Indonesia mematikan daya kreasi murid.
Dengan pendekatan seperti itu maka akan memperoleh jawaban yang lebih
mendasar karena pada prinsipnya kontribusi sosiologi terhadap ilmu pendidikan
cukup signifikan. Kontribusi itu antara lain memberikan landasan filosofis, teoritis,
dan metodologis. Dalam kawasan perspektif teoritik, ilmu sosial telah memberikan
sumbangan teori kritis untuk kemudian melahirkan pedagogi kritis.

12
5. Isu yang hanya dibahas dari perspektif developmentalisme.
Dalam melihat isu pendidikan mutakhir seperti ICT misalnya, ilmu pendidikan
juga melihatnya hanya dari perspektif developmentalisme, belum melihatnya dari
perspektif kritis. Keyakinan itu bersumber dari pandangan developmentalistik,
bahwa setiap penemuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi mesti
dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan pembangunan yang berorientasi
pertumbuhan ekonomi. Dalam kaitannya dengan ICT misalnya berkembang
pandangan, tanpa infrastruktur teknologi yang memadai untuk bertukar informasi
(seperti listrik, jaringan telepon, jaringan data dan sejenisnya), masyarakat di negara
berkembang akan kesulitan masuk dalam jaringan komunikasi masyarakat global.
Belum begitu banyak dilakukan sebuah kajian tentang isu ICT dari perspektif
kritis. Sebagai ilustrasi misalnya pandangan kaum ”cyber-pesimists” yang
merupakan pendukung perspektif kritis. Dalam pandangan mereka, penyebaran
akses terhadap teknologi informasi contohnya internet akan mengikuti pembelahan
status sosial ekonomi. Mereka yang termasuk kalangan miskin tetap tidak akan
mampu membangun akses terhadap kemajuan teknologi informasi. Akibatnya,
bertentangan dari kaum ”cyber-optimists”, kelompok yang percaya pada pandangan
kedua ini berargumen bahwa gap informasi yang sudah muncul sebelum jaman
internet akan tetap lebar atau bahkan semakin melebar.

13
BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Karl Marx merupakan seorang revolusioner yang dilahirkan di kota Trier, Prusia
pada 5 Mei 1818. Pemikiran Karl Marx dipengaruhi oleh Hegel dan Feuerbach dan
menjadikan dialektika sebagai titik awal pemikirannya. Tidak menerapkan penuh
pemikiran Hegel, Karl Marx memberikan dua kritik besar kepada Hegel yaitu kritik
mengenai negara dimana dialektika tidak bisa berhenti pada ranah pikiran saja
(idealisme) melalui relasi internal ide tetapi juga harus bersumber dari realitas dan kritik
mengenai masyarakat yang mana dialektika dapat dimaknai sebagai potensi terjadinya
perubahan pada masyarakat. Konsepsi Karl Marx bersumber pada naturalisme dan
humanisme. Dalam pandangannya terdapat dua dorongan yaitu dorongan atau hasrat diri
manusia yang tetap dan dorongan relatif sehingga makhluk yang dikondisikan oleh
realitas produksi material. Selain itu, pendapatnya mengenai kapitalisme membuat
manusia menjadi tidak sesuai dengan hakikat kemanusiaan sehingga terjadilah alienasi
atau keterasingan yang terbentuk dari politik manusia. Alienasi membuat terjadinya
perbedaan pada kaum proletar dan kapitalis. Namun pada kenyataannya di Indonesia
terjadinya matinya tradisi dialog kritis dikarenakan usia masih muda, mengidap sindrom
rendah diri dan terkagum-kagum sekaligus bangga akan kekalahan, pembelajaran
sekolah yang menerapkan maintenance learning, pembelajaran sekolah yang kurang
mengembangkan aspek sosiologi, dan isu yang hanya dibahas dari perspektif
developmentalisme.

3.2 Saran

Untuk melengkapi makalah ini kami akan menyampaikan beberapa saran yang
mungkin bisa membantu mengisi kekurangan-kekurangan yang ada yaitu sebagai
teknolog pendidikan, diharapkan untuk memahami berbagai hal terkait pemikiran Karl
Marx seperti yang dipaparkan dalam makalah meliputi historis pemikiran Karl Marx ,
konsep alienasi, kondisi alienasi, hakikat manusia, prinsip dan metode dialektika serta
matinya dialog kritis di Indonesia. Hal-hal tersebut dapat menjadi bekal kita dalam
rangka menjadi teknolog pendidikan yang berkualitas dan profesional dalam hal berpikir
kritis.

14
DAFTAR PUSTAKA

Hendrawan, D. (2018). Alienasi Pekerja Pada Masyarakat Kapitalis Menurut Karl Marx.
Arete, 6(1), 13-33.
Siswati, E. (2017). Anatomi teori hegemoni antonio gramsci. Translitera: Jurnal Kajian
Komunikasi Dan Studi Media, 5(1), 11-33.
Rohani, R., Fadillah, F. S., Ernita, M., & Zatrahadi, M. F. Metode Analisis Dialektika Hegel
Untuk Meningkatkan Berfikir Kritis Dan Kreatif Siswa Dalam Pembelajaran Ilmu
Pendidikan Sosial. TSAQIFA NUSANTARA: Jurnal Pembelajaran dan Isu-Isu Sosial,
1(1), 29-50.
Wahyono S. B. Relevansi Pendidikan Kritis di Indonesia

15

Anda mungkin juga menyukai