Anda di halaman 1dari 88

DAMPAK KELUARGA BROKEN HOME TERHADAP PARTISIPASI

REMAJA DALAM HIDUP MENGGEREJA DI PAROKI

SANTO MATIUS PALLA

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Menyelesaikan


Program Sarjana (S1) Pendidikan Keagamaan Katolik

Oleh:

Yunita Kadi Ngongo


NIM: 83821905082

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KEAGAMAAN KATOLIK

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS KATOLIK WEETEBULA

TAMBOLAKA

2023

i
ii
iii
iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO

“Karena masa depan sungguh ada dan harapanmu tidak hilang”

(Amsal 23:17)

PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan untuk:

1. Almamater tercinta Unika Weetebula


2. Program Studi Pendidikan Keagamaan Katolik Unika Weetebula
3. Ayah tercinta Agustinus Wolla
4. Ibu tercinta Yohana Wini Kaka
5. Kakak Petrus Lede, S. Pd dan Alosius Lede, S. Kom
6. Adik tercinta Alfonsus Lede dan Fransiskus Rangga Rame
7. Senua keluarga besar tercinta

v
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan
penyertaan-Nya sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi dengan judul
“Dampak Keluarga Broken Home terhadap Partisipasi Remaja dalam Hidup
Menggereja di Paroki Santo Matius Palla”. Penulis menyadari bahwa keberhasilan
dalam penyelesaian skripsi ini telah memperoleh bimbingan, dorongan maupun
bantuan dari berbagai pihak, untuk itu dengan penuh kerendahan hati penulis
mengucapkan terima kasih yang berlimpah kepada:

1. Rm. Marselinus P. Lamunde, Pr, selaku ketua YAPNUSDA yang telah


menerima penulis untuk masuk diperguruan ini, dan selalu memberikan
motivaisi agar menyelesaikan studi tepat pada waktunya.
2. Bpk Wilhelmus Yape Kii, S.Pt, M. Phil., M. A, selaku rektor Universitas
Katolik Weetebula (UNIKA WEETEBULA) sebagai pemotivasi penulis
dalam menyelesaikan studi.
3. Rm. Mikael Sene, M.Pd selaku Ketua Program Studi Pendidikan Keagamaan
Katolik, yang selalu memotivasi penulis dalam penyelesaian penyusunan
skripsi.
4. P. Silvester Nusa, M.A, selaku dosen pembimbing I yang selalu membimbing,
mengarahkan dan memberikan motivasi penulis dalam penyusunan skripsi ini.
5. Rm. Polikarpus Mehang Praing, Lic. Iur. Can, selaku dosen pembimbing II
yang selalu membimbing, mengarahkan dan memberikan motivasi penulis
dalam penyusunan skripsi ini.
6. Bpk Agustinus Wolla dan ibu Yohana W. Kaka, selaku orang tua saya yang
selalu menyebut namaku dalam setiap doa, dan memberikan dukungan moral
dan material sehingga menghantar penulis di perguruan tinggi sampai pada
penyusunan skripsi ini.
7. Seluruh dosen UNIKA Weetebula terutama dosen yang mengajar di Prodi
Pendidikan Keagamaan Katolik, terima kasih untuk semua ilmu, didikan dan
pengalaman yang sangat berarti yang telah kalian berikan kepadaku.

vi
8. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan namanya satu persatu yang
telah membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

Pada akhirnya penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini belum begitu
sempurna. Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang bersifat positif penulis
terima dengan lapang dada. Semoga skripsi ini bermanfat bagi kita semua.

Karuni, 18 Desember 2023


Penulis

Yunita Kadi Ngongo

NIM: 83821905082

vii
ABSTRAK
Skripsi karya Yunita Kadi Ngongo dengan judul Dampak Keluarga Broken
Home Terhadap Partisipasi Remaja dalam Hidup Menggereja di Paroki Santo
Matius Palla. Program Studi Pendidikan Keagamaan Katolik. Universitas Katolik
(UNIKA) Weetebula dengan bimbingan P. Silvester Nusa, M.A selaku dosen pembimbing
I dan Rm. Polikarpus Mehang Praing, Lic. Iur. Can selaku dosen pembimbing II.
Broken home artinya keluarga retak atau rumah tangga berantakan dan mengalami
perpisahan. Perpisahan orang tua membuat perilaku remaja menjadi berantakan sehingga
tidak terlibat atau kurang berpartisipasi dalam hidup menggereja yang terjadi di Paroki
Santo Matius Palla seperti SEKAMI, katekese, kegiatan koor dan lain-lain. Remaja
Mengakui bahwa perpisahan orang tua berdampak kurang baik bagi mereka. Masalah
penelitian ini adalah dampak apakah yang membuat remaja yang orang tuanya berpisah
(broken Home) kurang berpartisipasi dalam hidup menggereja?. Metode peneliian ini
adalah metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Subjek penelitian ini adalah
sembilan orang remaja katolik. Teknik Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian
ini adalah wawancara semi-terstruktur. Metode analisis data yang digunakan adalah
analisis data fenomenologi menurut Stevick-Colaizzi. Hasil Penelitian ini menunjukkan
bahwa keluarga yang berpisah di Paroki Santo Matius Palla belum menjalankan fungsinya
dengan baik. Dampak Keluarga broken home adalah dampak sosial dan dampak emosi.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah perpisahan orang tua (broken home) berdampak
sosial dan berdampak emosi bagi remaja sehinggah rendah partisipasi dalam hidup
menggeeja.
Kata Kunci: Keluarga, Broken Home, Hidup Menggereja.

viii
ABSTRACT
Thesis by Yunita Kadi Ngongo with the title The Impact of Broken Home
Fanillies on Adolescent Participation in Church Life at St. Matius Palla Parish.
Catholic Religious Education study Program. Catholic University (UNIKA) Weetebula
Under the guidance of P. Silvester Nusa, M.A, ass supervisor I and Fr. Polikarpus M.
Paring, Lic. Iur. Can, as supervisor II.
Broken Home means a broken family or a broken household and experiencing
separation. The separation of parents makes the behavior of teenagers become messy so
that they are not involved or participate less in church life which occurs at St. Matthew
Palla Parish such as SEKAMI, catechesis, choir activities and others. Adolescents admit
that their parents’ separation has had a negative impact on them. The problem of this
research is what impact makes adolescenst whose parents are separated (broken home)
participate less in church life? This research method is a qualitative method with a
phenomenological approach. The subjects of this research were nine Catholic teenagers.
The data collection technique used in this research was semi-stuctured interviews. The data
analysis method used is phenomenological data analysis according to Stevick-Colaizzi. The
results of this research show that separated families in the Saint Matthew Palla Parish have
not carried out their functions well. The impact of a broken home family is a social impact
and an emotional impact. The conclusion of this research is the separation of parent (broken
home) has a social and emotional impact on teenagers resulting in low participation in
church life.
Keywords: Family, Broken Home, Church Life.

ix
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..................................................................... i
LEMBAR PERSETUJUAN.......................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN .......................................................... iii
PERSYARATAN KEASLIAN KARYA ..................................... iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ................................................ v
KATA PENGANTAR .................................................................. vi
ABSTRAK .................................................................................... viii
DAFTAR ISI ................................................................................. x
BAB I PENDAHULUAN ............................................................ 1
A. Latar Belakang ................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................................. 4
C. Tujuan Penelitian ............................................................... 4
D. Manfaat Penelitian ............................................................. 4
BAB II KAJIAN TEORI............................................................... 6
A. Keluarga Broken Home ...................................................... 6
1. Keluarga ......................................................................... 6
a. Pengertian Keluarga ................................................. 6
b. Fungsi Keluarga ....................................................... 8
2. Broken Home................................................................. 12
a. Pengertian Broken Home.......................................... 12
b. Faktor-faktor Penyebab Keluarga Broken Home ..... 14
c. Dampak Broken Home Terhadap Psikologi Remaja 15

B. Partisipasi Remaja dalam Hidup Menggereja ................... 18


1. Partisipasi .................................................................... 18
2. Remaja......................................................................... 19
a. Pengertian Remaja .................................................. 19
b. Ciri-ciri Remaja ...................................................... 19
c. Karakteristik Remaja .............................................. 22
d. Tahap Perkembangan Remaja ................................ 23

x
3. Hidup Menggereja....................................................... 24
a. Pengertian Gereja ................................................... 24
b. Panca Tugas Gereja ................................................ 25
C. Penelitian Relevan .............................................................. 27
BAB III METODE PENELITIAN................................................ 31
A. Jenis Penelitian ................................................................... 31
B. Lokasi Dan Waktu Penelitian ............................................ 32
C. Teknik Pengumpulan Data ................................................. 32
D. Instrumen Penelitian........................................................... 32
E. Sumber Data ....................................................................... 36
F. Teknik Analisis Data dan Interpretasi Data ....................... 36
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .............. 38
A. Hasil Temuan Penelitian ................................................... 38
1. Fungsi Keluarga .......................................................... 38
a. Fungsi Biologis ..................................................... 38
b. Fungsi Ekonomi .................................................... 40
c. Fungsi Kasih sayang ............................................. 43
d. Fungsi Pendidikan ................................................. 45
e. Fungsi Perlindungan (proteksi) ............................. 46
f. Fungsi Sosialisasi Anak ........................................ 48
g. Fungsi Agama ....................................................... 50
2. Dampak Broken Home Terhadap Parrtisipasi remaja
dalam Hidup Menggereja ........................................... 56
a. Dampak Emosi ...................................................... 56
b. Dampak Sosial ...................................................... 58
B. Pembahasan ........................................................................ 60
1. Fungsi Keluarga .......................................................... 61
a. Fungsi Biologis ..................................................... 61
b. Fungsi Ekonomi .................................................... 62
c. Fungsi Kasih sayang ............................................. 63
d. Fungsi Pendidikan ................................................ 64
e. Fungsi Perlindungan (proteksi) ............................. 65
f. Fungsi Sosialisasi Anak ........................................ 66
g. Fungsi Agama ....................................................... 67
2. Dampak Broken Home Terhadap Parrtisipasi remaja
dalam Hidup Menggereja .......................................... 68
a. Dampak Emosi ...................................................... 69

xi
b. Dampak Sosial ...................................................... 61
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ........................................ 71
A. Kesimpulan ........................................................................ 71
B. Saran ................................................................................... 72
Daftar Pustaka .......................................................................... 73
Lampiran ................................................................................... 76

xii
xiii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keluarga merupakan salah satu bagian penting dalam kehidupan

bermasyarakat. Keluarga terdiri dari ayah, ibu, dan anak, yang memiliki

keterikatan antara satu dengan yang lainnya. Friedman (Wulandarai &

Fauziah, 2019: 2) menjelaskan bahwa keluarga adalah kumpulan individu

yang masing-masing memiliki peran dan memiliki kelekatan emosional

yang hidup bersama dalam satu rumah. Dalam konteks hubungan keluarga,

keluarga yang harmonis adalah keluarga yang jarang berselisih, selalu

mengutamakan komunikasi dan memiliki rasa saling menghargai antara

satu dengan yang lainnya. Pada kenyataannya tidak semua orang memiliki

keluarga yang harmonis. Ada beberapa orang yang memiliki kondisi

keluarga yang tidak harmonis, seperti yang terjadi pada umat Paroki St.

Matius Palla. Keharmonisan keluarga mempengaruhi perkembangan

psikologis anak-anak.

Menurut Hurlock (1980: 213), individu yang mengalami

kematangan emosi, yaitu individu yang dapat menilai situasi secara kritis

terlebih dahulu sebelum bertindak, tidak lagi bereaksi tanpa berpikir

sebelumnya contohnya anak-anak atau orang yang tidak matang emosinya.

Orang yang memiliki kontrol diri yang baik mampu mengekspresikan

emosinya dengan tepat atau sesuai dengan keadaan yang dihadapinya atau

mampu beradaptasi karena dapat menerima beragam orang dan situasi serta

1
memberi reaksi yang tepat sesuai dengan tuntutan yang dihadapinya.

Remaja dikatakan matang emosinya, apabila dapat memenuhi indikator

kematangan emosi yakni dapat mengontrol diri (individu tidak

mengeluarkan emosinya di hadapan orang lain dan mampu menunggu saat

dan tempat yang tepat untuk mengungkapkan emosinya dengan cara-cara

yang dapat diterima), pemahaman diri (individu memiliki reaksi emosional

yang stabil, tidak berubah dari satu emosi ke emosi yang lain. Individu

tersebut dapat memahami hal yang dirasakan dan mengetahui penyebab dari

emosi yang dihadapi), dan penggunaan fungsi krisis mental (individu

mampu menilai situasi terlebih dahulu sebelum bereaksi secara emosional,

kemudian memutuskan bagaimana bereaksi terhadap situasi tersebut).

Idealnya kematangan emosi remaja akan optimal apabila orang tua dapat

mengoptimalkan peran dan fungsi dalam hidup berkeluarga. Akan tetapi,

tidak semua keluarga dapat memenuhi gambaran ideal tersebut. Kondisi

keluarga yang baik tentu akan berpengaruh positif terhadap perkembangan

anak dan begitupun sebaliknya. Kondisi keluarga yang tidak kondusif akan

membawa dampak negatif terhadap perkembangan anak dan menimbulkan

keretakan keluarga atau krisis keluarga yang sering kita sebut dengan istilah

broken home.

Menurut Ahmadi (2009: 229), keluarga broken home merupakan

sebuah situasi yang terjadi di mana tidak hadirnya salah satu sosok orang

tua yang disebabkan oleh perpisahan. Korban perpisahan adalah anak. Anak

kurang mendapat perhatian dari orang tua, anak kurang mendapat kasih

2
sayang dari orang tua, dan anak menjadi terlantar. Keadaan seperti ini akan

membuat perilaku anak menjadi berantakan sehingga tidak terlibat atau

kurang berpartisipasi dalam hidup menggereja yang terjadi di Paroki seperti

kurang mengikuti kegiatan rohani yang terjadi di sekitarnya yaitu

SEKAMI, katekese, kegiatan koor dan lain-lain. Dari segi sosial, tidak

semua anak yang pernah menjalani keluarga broken home akan menjadi

anak yang pendiam dan cuek, namun ada juga situasi yang berlawanan,

mereka sangat ramah dengan lingkungan dan pendatang baru di sekitarnya.

Selain itu, mereka tetap menghormati dan menghargai orang yang

berpendidikan tinggi, meskipun sudah tua, mereka masih sangat baik hati.

Berdasarkan data awal diperoleh di lapangan maka dapat diketahui

bahwa jumlah keluarga broken home di Paroki Santo Matius Palla

berjumlah 6 (enam) keluarga dengan jumlah anak 7 (tujuh) orang. Ada

beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya broken home di Paroki Santo

Matius Palla, mulai dari perpisahan kedua orang tua dan masalah ekonomi

sehingga hilangnya keharmonisan di dalam keluarga. Penelitian ini penting

dilakukan guna mengetahui dampak keluarga broken home terhadap

partisipasi remaja dalam hidup menggereja di Paroki Santo Matius Palla.

3
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, maka rumusan

masalah dalam penelitian ini ialah: Bagaimana dampak keluarga broken

home terhadap partisipasi remaja dalam hidup menggereja di Paroki Santo

Matius Palla?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah

untuk mengetahui dampak keluarga broken home terhadap partisipasi

remaja dalam hidup menggereja di Paroki Santo Matius Palla.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan ilmu

pengetahuan yang dapat dimanfaatkan sebagai kajian atau referensi

mengenai dampak keluarga broken home terhadap partisipasi remaja

dalam hidup menggereja di Paroki Santo Matius Palla sehingga dapat

dijadikan sumber informasi yang bermanfaat bagi dunia pendidikan.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Orang Tua

Hasil penelitian ini dapat memberikan pemahaman bagi

orang tua dalam membina keluarga yang harmonis agar terhindar

dari broken home agar dapat mendidik dan menempatkan

kebahagiaan anak menjadi prioritas yang utama untuk masa depan

anak.

4
b. Bagi Remaja

Hasil penelitian ini dapat memberikan pemahaman,

wejangan dan penguatan bagi remaja agar dapat berpartisipasi

dengan baik dalam hidup menggereja.

c. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini dapat memberikan masukan, menambah

pengetahuan dan keterampilan serta menambah wawasan peneliti

mengenai dampak keluarga broken home terhadap partisipasi remaja

dalam hidup menggereja di Paroki Santo Matius Palla.

d. Tenaga Pastoral

Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu tenaga

pastoral untuk mengetahui jumlah keluarga broken home dan

memberikan pendampingan kepada remaja yang mengalami broken

home seperti katekese untuk remaja.

5
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Keluarga Broken Home

1. Keluarga

a. Pengertian Keluarga

Dalam Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang

Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga menjelaskan

bahwa: (1) keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri

dari suami istri, atau suami, istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya,

atau ibu dan anaknya; (2) pembangunan keluarga adalah upaya

mewujudkan keluarga berkualitas yang hidup dalam lingkungan yang

sehat. Untuk mewujudkan keluarga yang berkualitas yang hidup dalam

lingkungan yang sehat tidaklah mudah untuk sebagian masyarakat.

Mereka dihadapkan pada berbagai persoalan yang menghambat

tumbuhnya kepribadian yang menjadi landasan dalam menghadapi

lingkungan.

Friedman (Wulandarai & Fauziah, 2019: 2) menjelaskan bahwa

keluarga adalah kumpulan individu yang masing-masing memiliki peran

dan memiliki kelekatan emosional yang hidup bersama dalam satu

rumah. Dalam konteks hubungan keluarga, keluarga yang harmonis

adalah keluarga yang jarang berselisih, selalu mengutamakan

komunikasi dan memiliki rasa saling menghargai antara satu dengan

yang lainnya.

6
Menurut Lestari (2012: 4), definisi tentang keluarga setidaknya

dapat ditinjau berdasarkan tiga sudut pandang, yaitu definisi struktural,

definisi fungisional dan definisi intersaksional.

1) Definisi Struktural

Keluarga didefinisikan berdasarkan kehadiran atau

ketidakhadiran anggota keluarga, seperti orang tua, anak dan kerabat

lainnya. Definisi ini memfokuskan pada siapa yang menjadi bagian

dari keluarga. Dari perspektif ini dapat muncul pengertian tentang

keluarga sebagai asal usul (families oforigin), keluarga sebagai

wahana melahirkan keturunan (families of procreation), dan

keluarga batih (extended family).

2) Definisi Fungsional

Keluarga didefinisikan dengan penekanan pada terpenuhinya

tugas-tugas dan fungsi-fungsi psikososial. Fungsi- fungsi tersebut

mencakup perawatan, sosialisasi pada anak, dukungan emosi dan

materi dan pemenuhan peran-peran tertentu. Definisi ini

memfokuskan pada tugas-tugas yang dilakukan oleh keluarga.

7
3) Definisi Transaksional

Keluarga didefinisikan sebagai kelompok yang

mengembangkan keintiman melalui perilaku-perilaku yang

memunculkan rasa identitas sebagai keluarga (family identity),

berupa ikatan emosi, pengalaman historis maupun cita-cita masa

depan. Definisi ini memfokuskan pada bagaimana keluarga

melaksanakan fungsinya.

b. Fungsi Keluarga

Menurut Soelaeman (1994), ada 7 (tujuh) fungsi keluarga adalah

sebagai berikut:

1) Fungsi Biologis

Keluarga sebagai suatu organisme mempunyai fungsi

biologis. Fungsi ini memberi kesempatan hidup pada setiap

anggotanya. Keluarga di sini menjadi tempat untuk dapat

memenuhi kebutuhan dasar seperti pangan, sandang, dan papan

dengan syarat-syarat tertentu, sehingga keluarga memungkinkan

dapat hidup di dalamnya, sekurang-kurangnya dapat

mempertahankan hidup. Sisi lain dari fungsi ini adalah untuk

memenuhi kebutuhan seksual dan mendapatkan keturunan.

8
2) Fungsi Ekonomi

Fungsi ini mempunyai hubungan yang erat dengan fungsi

biologis, terutama hubungan memenuhi kebutuhan yang bersifat

vegetatif, seperti kebutuhan makan, minum dan tempat berteduh.

Fungsi ekonomis dalam hal ini, menggambarkan bahwa kehidupan

keluarga harus dapat mengatur diri dalam mempergunakan

sumber-sumber keluarga dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan

keluarga dengan cara yang cukup efektif dan efisien. Fungsi ini

menunjukkan bahwa keluarga merupakan kesatuan ekonomis.

Aktivitas dalam fungsi ekonomis berkaitan dengan pencarian

nafkah, pembinaan usaha, dan perencanaan anggaran biaya, baik

penerimaan maupun pengeluaran biaya keluarga. Pelaksanaan

fungsi ini oleh dan untuk keluarga dapat meningkatkan pengertian

dan tanggung jawab bersama para anggota keluarga dalam kegiatan

ekonomi.

3) Fungsi Kasih Sayang

Fungsi ini menekankan bahwa keluarga harus dapat

menjalankan tugasnya menjadi lembaga interaksi dalam ikatan

batin yang kuat antara anggotanya, sesuai dengan status peranan

sosial masing-masing dalam kehidupan keluarga itu. Ikatan batin

yang dalam dan kuat ini, harus dapat dirasakan oleh setiap anggota

keluarga sebagai bentuk kasih sayang. Kasih sayang antara suami

istri akan memberikan sinar pada kehidupan keluarga yang

9
diwarnai dalam suasana kehidupan penuh kerukunan, keakraban,

kerja sama dalam menghadapi berbagai masalah dan persoalan

hidup.

4) Fungsi Pendidikan

Fungsi ini mempunyai hubungan yang erat dengan masalah

tanggung jawab orang tua sebagai pendidik pertama dari anak-

anaknya. Keluarga sebagai Lembaga pendidikan bertanggung

jawab pula pada pendidikan orang taa dalam lingkup pendidikan

orang dewasa. Dengan perkataan lain keluarga bertanggung jawab

berkembang menjadi orang yang diharapkan oleh bangsa, negara

dan agamanya. Pendidikan berpusat pada keluarga dan keluarga

merupakan pula pusat pendidikan sagi anak dalam segala bidang.

5) Fungsi Perlindungan (proteksi)

Fungsi ini sebenarnya mempunyai hubungan yang erat

dengan fungsi pendidikan. Seseorang memberikan pendidikan

kepada anak dan anggota keluarga lainnya berarti seseorang

memberikan perlindungan secara mental dan moral. Di samping

perlindungan yang berarti bersifat nonfisik bagi kelanjutan mental

dan moral, juga perlindungan yang bersifat pisik bagi kelanjutan

hidup orang-orang yang ada dalam keluarga itu. Secara fisik

keluarga harus melindungi anggotanya supaya tidak kelaparan,

kehausan, kedinginan, kepanasan, kesakitan, dan lain sebagainya.

Perlindungan mental dilakukan supaya orang itu tidak kecewa

10
(frustrasi) karena mengalami konflik yang dalam dan

berkelanjutan, yang disebabkan kurang pandai mengatasi masalah

hidupnya.

6) Fungsi Sosialisasi Anak

Fungsi ini mempunyai pertautan yang erat dengan fungsi

yang telah dijelaskan di atas. Dalam hal ini, keluarga mempunyai

tugas untuk mengantarkan anak ke dalam kehidupan sosial yang

lebih luas. Untuk mencapai kehidupan ini, anak melalui bantuan

orang tua harus dapat melatih diri dalam arena peraturan kehidupan

sosial. Dia harus bisa patuh, tetapi juga harus dapat

mempertahankan diri. Semua ini hanya dapat dilakukan

berdasarkan suatu sistem norma yang dianut dan berlaku dalam

masyarakat dimana anak itu hidup.

7) Fungsi Agama

Fungsi ini sangat erat hubungannya dengan fungsi

pendidikan, fungsi sosialisasi dan perlindungan. Keluarga

mempunyai fungsi sebagai tempat pendidikan agama dan tempat

beribadah, yang secara serempak berusaha mengembangkan amal

saleh dan anak yang saleh. Kebesaran suatu agama perlu didukung

olehjumlah penganutnya saja menambahkan bahwa keluarga

berkewajiban memperkenalkan dan mengajak serta anak dan

anggota keluarga lainnya kepada kehidupan beragama. Tujuannya

bukan sekadar untuk mengetahui kaidah-kaidah agama, melainkan

11
untuk menjadi insan beragama, sebagai abdi yang sadar akan

kedudukannya sebagai makhluk yang diciptakan dan dilimpahi

nikmat tanpa henti sehingga menggugahnya untuk mengisi dan

mengarahkan hidupnya untuk mengabdi kepada Allah. Berarti

bahwa yang diharapkan adalah bukan sekadar orang yang serba

tahu tentang berbagai kaidah dan aturan hidup beragama,

melainkan yang benar-benar merealisasikannya dengan penuh

kesungguhan.

2. Broken Home

a. Pengertian Broken Home

Menurut Chaplin (2006 : 71), broken home adalah keluarga retak

atau rumah tangga berantakan. Broken home dapat juga diartikan dengan

kondisi keluarga yang tidak harmonis dan tidak rukun, tidak damai dan

sejahtera atau sering terjadi keributan, perselisihan dan pertengkaran

hingga berakhir pada perpisahan. Anak yang lahir dalam keluarga broken

home bukan hanya dari orang tua yang bercerai tetapi juga anak yang

berasal dari keluarga yang tidak utuh atau tidak harmonis.

Broken home berasal dari dua kata yaitu broken dan home. Broken

berasal dari kata break yang berarti keretakan sedangkan home

mempunyai arti rumah atau rumah tangga. Keluarga broken home

merupakan pasangan suami istri yang sedang mengalami permasalahan

di dalam keluarga dan bahkan memutuskan untuk mengakhiri hubungan

atau berceraian. Pada umumnya keluarga broken home akan berdampak

12
pada perkembangan psikologi anak baik dalam peran pendidikan

kebutuhan, karakter maupun lingkungan sosial (Echlos & Shadily, 1996

: 81).

Menurut Wahyu (2019 : 249), broken home merupakan situasi

dan kondisi keluarga yang tidak lagi harmonis sebagaimana yang

diharapkan banyak orang. Bisa jadi rumah tangga yang dulunya damai,

rukun dan sejahtera sekarang tidak dapat dirasakan lagi, adanya

pertengkaran dan persoalan-persoalan yang gagal dicarikan titik temu

sebagai suami istri. Masalah-masalah tersebut dapat menyebabkan anak

mengalami trauma mendalam lebih-lebih akibat perceraian dari kedua

orang tua.

Menurut Ahmadi (2009 : 229), keluarga broken home merupakan

sebuah keluarga yang kehilangan salah satu sosok orang tua karena

perceraian. Dari perceraian tersebut korbannya adalah anak, anak kurang

mendapat perhatian dari orang tua, anak kurang mendapat kasih sayang

dari orang tua, dan anak menjadi terlantar.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa keluarga

broken home merupakan pasangan suami istri yang sedang mengalami

permasalahan di dalam keluarga dan memutuskan untuk mengakhiri

suatu hubungan dengan perceraian dan umumnya membawa pengaruh

pada perkembangan psikologi anak baik dalam peran pendidikan

kebutuhan, karakter maupun lingkungan sosial.

13
b. Faktor-faktor Penyebab Keluarga Broken Home

Menurut Kardawati (2001), ada beberapa faktor yang menyebabkan

terjadinya keluarga broken home sebagai berikut:

1. Ekonomi

Kewajiban suami dalam keluarga adalah memberi nafkah

untuk istri dan anak. Kehidupan keluarga yang ekonominya sering

bermasalah membuat tingkat emosi suami atau istri juga meningkat.

Apabila kebutuhan keluarga tidak terpenuhi maka akan timbul

pertengkaran.

2. Kurangnya Komunikasi

Komunikasi yang kurang antara setiap anggota keluarga

akan menyebabkan hilangnya keharmonisan dalam keluarga. Hal ini

membuat anak-anak merasakan kurangnya rasa perhatian dari orang

tua sehingga anak-anak melakukan perilaku negatif.

3. Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)

Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) adalah perbuatan yang

mengakibatkan timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara

fisik dan psikis. Kekerasan dalam rumah tangga merupakan salah

satu penyebab terjadinya keluarga broken home.

14
4. Perselingkuhan

Perselingkuhan merupakan salah satu penyebab terjadinya

kehancuran dalam rumah tangga. Perselingkuhan adalah perilaku

melanggar komitmen hubungan yang akhirnya melukai perasaan

pasangan.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor-

faktor yang mempengaruhi keluarga broken home adalah ekonomi,

kurangnya komunikasi, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan

perselingkuhan.

c. Dampak Broken Home Terhadap Psikologis Remaja

Menurut Savitri (2018), ada beberapa dampak psikologis remaja dari

keluarga broken home sebagai berikut:

1. Dampak Emosi

Keluarga yang tidak harmonis mempengaruhi emosi remaja, adapun

jenis-jenis emosi yang dialami remaja yaitu:

a) Malu

Malu adalah kondisi yang dialami manusia akibat sebuah

tindakan yang dilakukan sebelumnya dan kemudian ingin

ditutupinya. Emosi yang kuat pada umumnya diikuti perubahan-

perubahan pada tubuh.

15
b) Takut

Takut merupakan salah satu bentuk dari jenis emosi yang

mendorong individu untuk menjauhi sesuatu dan sedapat mungkin

menghindari kontak dengan suatu hal. Bentuk dari takut salah

satunya adalah fobia. Rasa takut bisa merupakan indikasi kelainan

kejiwaan adalah kecemasan, yaitu rasa takut yang tak jelas

sasarannya dan juga alasannya.

c) Marah

Sumber utama marah adalah hal-hal yang mengganggu

aktivitas untuk sampai pada tujuannya. Dengan demikian,

ketegangan (stres) yang terjadi dalam aktivitas itu tidak mereda,

bahkan bertambah. Untuk mengungkapkan ketegangan-

ketegangan itu individu yang bersangkutan

d) Agresif

Agresif adalah tingkah laku yang diarahkan dengan tujuan

menyakiti makhluk hidup lain. Makhluk hidup yang menjadi

sasaran perilaku agresif tersebut cenderung menghindari

perlakuan itu demi mengamankan dan menyelamatkan diri.

e) Tertutup /pendiam (tidak mau berbagi apa yang dialami)

f) Pesimis dalam menghadapi kehidupan

Pesimis adalah suatu sikap ketika seseorang memiliki

pandangan negatif terhadap situasi atau peristiwa tertentu. Pesimis

16
diidentikkan dengan sikap seseorang yang mudah menyerah, tidak

percaya diri, dan sudah menyerah sebelum mencoba.

g) Remaja cenderung cemas

Cemas adalah perasaan yang timbul ketika kita khawatir atau

takut akan sesuatu. Rasa takut dan panik adalah hal yang

manusiawi. Setelah beberapa waktu, kita biasanya merasa lebih

tenang dan nyaman. Rasa khawatir dan takut, dalam batasan

tertentu, dapat membantu menjaga kita, bahkan melindungi dari

marabahaya.

2. Dampak Sosial

Keluarga yang tidak harmonis mempengaruhi perkembangan

sosial remaja, adapun hal-hal yang dialami remaja yaitu:

a) Tidak percaya diri

Insecure adalah perasaan ragu, cemas, dan kurang percaya

diri yang dapat mengganggu berbagai aspek hidup. Seseorang

yang mengalami insecure cenderung memiliki pikiran negatif

terhadap dirinya sendiri. Insecure bisa didefinisikan sebagai

sikap merasa tidak aman, yang membuat seseorang takut,

gelisah, malu hingga tidak percaya diri.

b) Sulit bergaul dengan teman disekitar

Sulit bergaul adalah kondisi ketika seseorang mengalami

kesulitan dalam berinteraksi atau berkomunikasi dengan orang

lain. Ini bisa disebabkan oleh berbagai faktor, seperti kurangnya

17
keterampilan sosial, kecemasan sosial, atau bahkan masalah

kesehatan mental seperti depresi atau gangguan kecemasan.

c) Sulit beradaptasi

Sulit beradaptasi merupakan suatu kelemahan yang dimiliki

oleh individu untuk bertahan dan tetap mengikuti perubahan

dengan sangat cepat. Kelemahan sulit beradaptasi ini juga sering

disebut-sebut sebagai salah satu kunci utama jika seseorang

ingin meraih kesuksesan di dalam hidupnya.

B. Partisipasi Remaja dalam Hidup Menggereja

1. Partisipasi

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), partisipasi atau

participate adalah perihal turut berperan serta atau mengambil bagian

dalam satu kegiatan yang sedang tejadi disekitar.

Djalal dan Supriadi (2001:201-202) mengemukakan bahwa

partisipasi berarti pembuatan keputusan menyarankan individu atau

kelompok ikut terlibat dalam bentuk penyampaikan saran dan pendapat,

barang, keterampilan, bahan dan jasa.

Menurut Isbandi (2007), partisipasi adalah keikutsertaan individu

atau kelompok dalam proses pengidentifikasian masalah dan potensi

yang ada di lingkungan, pemilihan dan pengambilan keputusan tentang

alternative solusi untuk menangani masalah, pelaksanaan upaya

mengatasi masalah dan keterlibatan dalam suatu proses kegiatan.

18
Berdasarkan pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa partisipasi

merupakan keikutsertaan individu atau kelompok dalam suau kegiatan.

2. Remaja

a. Pengertian Remaja

Menurut Kemenkes RI (2005), masa remaja merupakan

periode terjadinya pertumbuhan dan perkembangan yang pesat baik

secara fisik, psikologi maupun intelektual. Sifat khas remaja

mempunyai rasa keingintahuan yang besar, menyukai petualangan

dan tantangan serta cenderung berani menanggung resiko atas

perbuatannya tanpa didahului oleh pertimbangan yang matang.

Remaja adalah seseorang yang tumbuh menjadi dewasa dan

mencakup kematangan mental, emosional sosial dan fisik. Setiap

remaja mempunyai rasa ingin tahu yang besar dan mereka

mengalami proses perkembangan sebagai persiapan memasuki masa

dewasa (Putro, 2017).

b. Ciri-ciri Remaja

Ciri remaja menurut Putro (2017), yaitu:

1) Masa remaja sebagai periode peralihan

Pada fase ini, remaja bukan lagi seorang anak dan bukan juga

orang dewasa. Kalau remaja berperilaku seperti anak-anak, ia

akan diajari untuk bertindak sesuai dengan umurnya. Kalau

remaja berusaha berperilaku seperti orang dewasa, biasanya

dituduh terlalu besar ukurannya dan dimarahi karena mencoba

19
bertindak seperti orang dewasa. Di lain pihak, status remaja juga

menguntungkan karena status ini memberi waktu untuk

memiliki hidup yang berbeda dan menentukan pola perilaku,

nilai, dan sifat yang paling sesuai bagi dirinya.

2) Masa remaja sebagai periode perubahan

Tingkat perubahan dalam sikap dan perilaku selama masa

remaja sejajar dengan tingkat perubahan fisik. Selama awal masa

remaja, ketika perubahan fisik terjadi dengan pesat, perubahan

perilaku dan sikap juga berlangsung pesat. Kalau perubahan fisik

menurun, maka perubahan sikap dan perilaku juga menurun.

3) Masa remaja sebagai masa mencari identitas

Pada tahun-tahun awal masa remaja, penyesuaian diri

terhadap kelompok masih tetap penting bagi anak laki-laki dan

perempuan. Status remaja juga tepat menimbulkan dilema yang

menyebabkan remaja mengalami “krisis identitas’ atau masalah-

masalah identitas ego pada remaja.

4) Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan

Stereotip dan budaya bahwa remaja suka berbuat semaunya

sendiri, tidak dapat dipercaya dan cenderung berperilaku

merusak, menyebabkan orang dewasa harus membimbing dan

mengawasi kehidupan remaja, dan bertanggung jawab untuk

menjauhi sikap tidak simpatik terhadap perilaku remaja.

20
5) Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik

Pada masa ini, remaja cenderung memandang dirinya sendiri

dan orang lain sebagaimana yang ia inginkan dan bukan

sebagaimana adanya, terlebih dalam hal harapan dan cita-cita.

Harapan dan cita-cita yang tidak realistik ini, tidak hanya bagi

dirinya sendiri tetapi juga bagi keluarga dan teman-temannya.

Remaja akan sakit hati dan kecewa apabila orang lain

mengecewakannya atau kalau ia tidak berhasil mencapai tujuan

yang telah ditetapkannya sendiri.

6) Masa remaja sebagai ambang masa dewasa

Semakin mendekatnya usia kematangan yang sah, remaja

menjadi gelisah untuk meninggalkan stereotip belasan tahun dan

untuk memberikan kesan bahwa mereka sudah hampir dewasa.

Berpakaian dan bertindak seperti orang dewasa ternyata

belumlah cukup. Oleh karena itu, remaja mulai memusatkan diri

pada perilaku yang dihubungkan dengan status dewasa, yaitu

merokok, minum minuman keras, menggunakan obat-obatan,

dan terlibat dalam perbuatan seks bebas yang cukup meresahkan.

Mereka menganggap bahwa perilaku seperti ini akan

memberikan citra yang sesuai dengan harapan mereka.

21
c. Karakteristik Remaja

Menurut Titisari dan Utami (2013), karakteristik perilaku

dan pribadi pada masa remaja meliputi beberapa aspek:

1) Perkembangan Sosial

Dalam perkembangan sosial, remaja mulai

memisahkan diri dari orang tua dan memperluas

hubungan dengan teman sebaya.

2) Perkembangan Kognitif

Ditinjau dari perkembangan kognitif, remaja secara

mental telah berpikir logis tentang berbagai gagasan

yang abstrak.

3) Perkembangan Emosional

Masa remaja merupakan puncak emosionalitas, yaitu

perkembangan emosi yang tinggi. Pertumbuhan fisik,

terutama organ-organ seksual mempengaruhi

perkembangan emosi atau perasaan-perasaan dan

dorongan-dorongan baru yang dialami sebelumnya

seperti perasaan cinta, rindu, dan keinginan untuk

berkenalan lebih intim dengan lawan jenis.

22
4) Perkembangan Moral

Remaja berada dalam tahap berperilaku sesuai

dengan tuntutan dan harapan kelompok dan loyalitas

terhadap norma atau peraturan yang berlaku yang

diyakininya maka tidak heranlah jika di antara remaja

masih banyak yang melakukan pelecehan terhadap nilai-

nilai seperti tawuran, minum minuman keras dan

hubungan seksual di luar nikah.

5) Perkembangan Kepribadian

Fase remaja merupakan saat yang paling penting

bagi perkembangan dan integrase kepribadian.

d. Tahap Perkembangan Remaja

Tahap perkembangan masa remaja dibagi menjadi tiga tahap yaitu:

1) Masa remaja awal (12-15 tahun), dengan ciri khas antara lain :

lebih dekat dengan teman sebaya, ingin bebas, lebih banyak

memperhatikan keadaan tubuhnya dan mulai berpikir abstrak

2) Masa remaja tengah (15-18 tahun), dengan ciri khas antara lain:

mencari identitas diri, timbulnya keinginan untuk kencan,

mempunyai rasa cinta yang mendalam dan mengembangkan

kemampuan berpikir abstrak

23
3) Masa remaja akhir (18-21 tahun), dengan ciri khas antara lain:

pengungkapan identitas diri, lebih selektif dalam mencari

teman sebaya, mempunyai citra jasmani dirinya, dapat

mewujudkan rasa cinta edan mampu berpikir abstrak.

3. Hidup Menggereja

a. Pengertian Gereja

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Gereja

memiliki dua arti yaitu pertama, Gedung (rumah) tempat berdoa dan

melakukan upacara orang Kristen. Kedua, Badan (organisasi) umat

Kristen yang sama kepercayaan, ajaran dan tata cara ibadahnya.

Maksud dari defenisi ini bahwa Gereja selalu dipandang dari

bangunan atau gedung yang digunakan sebagai tempat persekutuan

atau tempat beribadahnya orang Kristen. Sedangkan pengertian

Gereja dari sudut pandang sebgai organisasi adalah berfungsi

memberikan jaminan kepastian hukum yang mengelola pelayanan

rumah Tuhan agar dalam memberitakan injil dapat dipahami dengan

baik oleh umat.

Menurut Katekismus Gereja Katolik (KGK: 751), Gereja

berasal dari bahasa Yunani eklesia atau dalam bahasa Ibrani Qahal

karena tiga alasan yakni kumpulan orang-orang atau komunitas

untuk berdoa. Maka, Gereja adalah kumpulan orang-orang yang

sudah dibaptis yang disatukan dalam iman sejati yang satu dalam

24
liturgy dan sakramn-sakramen yang sama, di bawah otoritas Paus

dan para uskup dalam persekutuan dengan Paus.

b. Panca Tugas Gereja

1. Liturgia

Liturgia berarti ikut serta dalam perayaan ibadat resmi yang

dilakukan Yesus Kristus dalam Gereja-Nya kepada Allah Bapa.

Ini berarti mengamalkan tiga tugas pokok Kristus sebagai Imam,

Guru dan Raja. Partisipasi aktif dalam liturgia ini diwujudkan

dalam memimpin perayaan liturgi tertentu seperti: memimpin

ibadat sabda/doa bersama, membagi komuni, menjadi Lektor,

pemazmur, organis, misdinar dan mengambil bagian secara aktif

dalam setiap perayaan dengan doa bersama.

2. Pewartaan (Kerygma)

Pewartaan (Kerygma) berarti ikut serta membawa kabar

gembira Allah yang telah menyelamatkan dan menebus manusia

dari dosa melalui Yesus Kristus Putera-Nya. Melalui bidang ini,

diharapakan dapat membantu umat Allah untuk mendalami

kebenaran firman Allah, menumbuhkan semangat untuk

menghayati hidup berdasarkan semangat injil dan

mengusahakan pengenalan yang semakin mendalam akan pokok

iman kristiani supaya tidak mudah goyah dan tetap setia.

Beberapa karya yang termasuk dalam bidang ini, misalnya

pendalaman iman seperti katekese.

25
3. Persekutuan (Koinonia)

Koinonia berarti ikut serta dalam persekutuan atau

persaudaraan sebagai anak-anak Bapa dengan pengantaraan

Kristus dalam kuasa Roh Kudus.

4. Pelayanan (Diakonia)

Pelayanan (Diakonia) berarti ikut serta dalam melaksanakan

cinta kasih melalui aneka kegiatan amal kasih kristiani,

khususnya kepada mereka yang miskin, terlantar dan tersingkir.

Melalui bidang karya ini, umat beriman menyadari akan

tanggung jawab pribadi mereka akan kesejahteraan sesamanya.

Oleh karena itu, dibutuhkan adanya kerja sama dalam kasih,

keterbukaan yang penuh empati, partisipasi dan keiklasan hati

untuk berbagi satu sama lain demi kepentingan seluruh umat.

5. Kesaksian (Martyria)

Martyria berarti ikut serta dalam menjadi saksi Kristus bagi

dunia. Hal ini dapat diwujudkan dalam menghayati hidup sehari-

hari sebagai orang beriman ditengah sesama dalam menjalin

relasi dengan umat yang lain.

26
C. Penelitian Relevan

Dalam penelitian ini, ada beberapa bahan penelitian yang berkaitan

dengan dampak keluarga broken home terhadap perkembangan emosi

remaja di Paroki Santo Matius Palla yang menjadi referensi penulis untuk

melakukan penelitian ini, diantaranya adalah:

Penelitian Ruslin (2020) dengan judul "Pengaruh Keluarga Broken

Home Terhadap Perilaku Keagamaan Remaja di SMK Anak Bangsa

Indonesia NTB". Penelitian ini menjelaskan bahwa Keluarga broken home

merupakan keluarga yang mengalami perpisahan atau bercerai yang

disebabkan karena tidak adanya keharmonisan dalam rumah tangga baik

antara ibu dan ayah atau antara orang tua dan anak-anaknya, dan tidak

adanya salah satu atau kedua orang tua yang disebabkan meningal dunia.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adakah pengaruh keluarga broken

home terhadap perilaku keagamaan remaja dan untuk mengetahui seberapa

besar pengaruh keluarga broken home terhadap perilaku keagamaan remaja

di SMK Anak Bangsa Indonesia, kecamatan Praya Tengah, Kabupaten

Lombok Tengah, Nusa Tengara Barat. Berdasarkan hasil analisis

menunjukkan bahwa ada pengaruh keluarga broken home terhadap perilaku

keagamaan remaja dengan 90. 5 %.

Penelitian Fatiha (2019) dengan judul "Dampak Keluarga Broken

Home Terhadap Motivasi Belajar Siswa Di SMA Negeri 10 Tangerang

Selatan". Penelitian ini menjelaskan tentang dampak keluarga broken home

terhadap motivasi belajar siswa. Tujuan yang dicapai adalah untuk

27
mengetahui bagaimana dampak keluarga broken home terhadap motivasi

belajar siswa di SMA Negeri 10 Tangerang Selatan angkatan 2019.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan dapat disimpulkan

bahwa: Broken home sangat berpengaruh dalam motivasi belajar siswa. Pola

asuh anak dalam keluarga juga akan mempengaruhi tingkat motivasi belajar

siswa. Motivasi juga adalah salah satu faktor yang mempengaruhi prestasi

siswa. Salah satu cara untuk membangkitkan semangat belajar adalah

dengan adanya dorongan motivasi. Dalam kenyataan tidak semua anak

broken home kehilangan motivasi belajarnya. Peran keluarga sangat penting

bagi anak broken home. Dan semua kembali lagi kepada pilihan siswa-siswi

yang mengalami broken home.

Khoiroh (2022) dalam penelitiannya yang berjudul "Dampak

Keluarga Broken Home Terhadap Perilaku Sosial Anak Di Desa Liprak Kidul

Kecamatan Banyuanyar Kabupaten Probolinggo". Broken home merupakan

istilah untuk menggambarkan ketidakharmonisan dalam keluarga. Arti

broken home menunjukkan keluarga yang tidak utuh, tidak rukun dan

sering terjadi pertengkaran. Penelitian ini bertujuan untuk: pertama, untuk

Menganalisis faktor penyebab terjadinya keluarga broken home dan kedua,

untuk Menganalisis dampak keluarga broken home terhadap perilaku sosial

anak di Desa Liprak Kidul Kecamatan Banyuanyar Kabupaten Probolinggo.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa latar belakang terjadinya keluarga

broken home di Desa Liprak Kidul Kecamatan Banyuanyar Kabupaten

Probolinggo terjadi karena masalah ekonomi, masalah komunikasi, KDRT,

28
dan perselingkuhan. Dampak keluarga broken home terhadap perilaku anak

adalah masalah psikis, dan kenakalan remaja.

Hasil penelitian Massa (2020) mengenai "Dampak Keluarga Broken

Home Terhadap Perilaku Sosial Anak Di Desa Limbatihu Kecamatan

PaguyamanPantai Kabupaten Boalemo". Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui Dampak Keluarga Broken Home Terhadap Perilaku Sosial

Anak di Desa Limbatihu Kecamatan Paguyaman Pantai Kabupaten

Boaalemo. Penelitian ini dilakukan menggunakan metode Kualitatif.

Berdasarkan hasil penelitian ada beberapa perilaku sosial anak yaitu Rentan

mengalami gangguan psikis, membenci kedua orang tuanya, mudah

mendapat pengaruh buruk dari lingkungannya, memandang jika hidup

adalah sia-sia, tidak mudah bergaul dan masalah moral. Dari beberapa

dampak keluarga broken home terhadap perilaku sosial anak ada beberapa

perilaku yang sangat menonjol yaitu mudah mendapat pengaruh buruk dari

lingkungan dan masalah moral.

Yanti (2019) dalam penelitiannya yang berjudul "Perceraian

Orangtua dan Dampaknya Bagi Perkembangan Emosi Remaja di Desa

Hargomulyo Kecamatan Sekampung". Dari hasil penelitian diketahui

bahwa dampak perceraian yang terjadi pada perkembangan emosi remaja

memiliki takaran masing-masing pada setiap remaja, dampaknya remaja

tersebut kehilangan kepercayaan diri, memiliki sikap yang keras, dapat

membantah perkataan orangtua serta memberontak dengan kebebasan yang

ada, mengikuti pergaulan yang tidak baik seperti merokok, minum-

29
minuman keras, sebatas perasaan rindu perasaan tersiksa karena rindu

dengan salah satu orangtua yang tidak tinggal bersamanya namun hal

tersebut justru dapat meningkatkan ibadah remaja tersebut. Maka penulis

menyimpulkan bahwa perceraian orangtua memiliki dampak bagi

perkembangan emosi remaja. Dampak yang terjadi ini tidak selamanya

memiliki dampak negatif pada masing-masing remaja.

Penelitian Fitri dan Adelya (2017) dengan judul "Kematangan

Emosi Remaja Dalam Pengentasan Masalah". Dari hasil penelitian ini dapat

disimpulkan bahwa banyak upaya yang dapat dilakukan dalam

meningkatkan kematangan emosi remaja yaitu dengan melatih diri remaja

untuk bersifat terbuka kepada orang terdekat untuk menceritakan berbagai

permasalahan dan kesulitan yang sedang dialami, melakukan beberapa

latihan dengan cara latihan fisik yang berat, bermain atau bekerja, tertawa

atau menangis. Konselor/guru BK juga berperan dalam membentuk

kematangan emosi remaja, dengan memberikan beberapa pelayanan kepada

siswanya.

30
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode atau penelitian kualitatif yang

bertujuan untuk mendeskripsikan gambaran secara sistematis, faktual, dan

akurat. Penelitian kualitatif mau memahami fenomena tentang apa yang

dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi,

tindakan, deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks

khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah

(Moleong, 2010 : 6). Jenis penelitian kualitatif sering disebut sebagai jenis

penelitian naturalistik karena penelitiannya dilakukan pada kondisi yang

alamiah (natural setting) atau metode etnography, karena pada awalnya

metode ini banyak digunakan untuk penelitian bidang antropologi budaya,

disebut juga sebagai metode kualitatif karena data yang terkumpul dan

analisisnya lebih bersifat kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian

yang tidak menggunakan model-model matematik statistik atau komputer.

Proses penelitian dimulai dengan menyusun asumsi dasar dan aturan

berpikir yang akan digunakan dalam penelitian. Penelitian kualitatif

merupakan penelitian yang dalam kegiatannya peneliti tidak menggunakan

angka dalam mengumpulkan data dalam memberikan penafsiran terhadap

hasilnya (Sugiyono, 2013). Berdasarkan pendapat para ahli yang

dikemukakan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa jenis penelitian

kualitatif adalah penelitian yang digunakan untuk memahami peristiwa

31
khusus pada kondisi objek yang alamiah di mana peneliti merupakan

instrumen kunci.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di pusat Paroki St. Matius Palla,

Keuskupan Weetebula, Kecamatan Wewewa Utara, Kabupaten Sumba

Barat Daya. Waktu Penelitian dilakukan pada bulan September tahun 2023.

C. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah wawancara. Yusuf (2014) mengemukakan bahwa pengumpulan data

diperoleh dari hasil observasi, wawancara dan dokumentasi. Data dalam

penelitian ini dikumpulkan dengan menggunakan teknik wawancara. Jenis

wawancara yang digunakan adalah wawancara semi terstruktur

(semistrukcture interview). Tujuan dari jenis wawancara ini adalah untuk

menemukan permasalahan secara lebih terbuka, dari pihak yang

diwawancara dan diminta pendapat. Dalam melakukan wawancara, peneliti

perlu mendengarkan secara teliti dan mencatat apa yang dikemukakan oleh

informan.

D. Instrumen Penelitian

Dalam penelitian kualitatif yang menjadi instrumen atau alat

penelitian adalah peneliti itu sendiri. Oleh karena itu, peneliti sebagai

instrumen juga harus divalidasi seberapa jauh penelitian kualitatif siap

melakukan penelitian yang selanjutnya turun ke lapangan. Validasi

terhadap peneliti sebagai instrumen meliputi validasi terhadap pemahaman

32
metode penelitian kualitatif, penguasaan wawasan terhadap bidang yang

diteliti, kesiapan peneliti untuk memasuki obyek penelitian, baik secara

akademik maupun logistiknya. Peneliti sendiri yang melakukan evaluasi

untuk mengetahui seberapa jauh pemahaman terhadap metode kualitatif,

penguasaan teori dan wawasan terhadap bidang yang diteliti, serta kesiapan

dan bekal memasuki lapangan. Penelitian kualitatif sebagai human

instrumen, berfungsi menetapkan fokus penelitian, memilih informan

sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data,

analisis data, menafsirkan data dan membuat kesimpulan atas temuannya

(Sugiyono, 2003).

Pedoman wawancara yang digunakan peneliti dalam penelitian ini

berdasarkan dampak keluarga broken home terhadap partisipasi remaja

dalam hidup menggereja. Adapun beberapa pertanyaan yang akan

ditanyakan kepada informan sebagai berikut:

No Pertanyaan Indikator

1. Pada saat ini adik tinggal bersama siapa? Bersama salah satu orang tua

yakni bapak atau mama

2. Apakah selama ini bapak/mama memenuhi Contoh kebutuhan dasar itu

kebutuhan sehari-hari atau kebutuhan dasar seperti sandang, papan, dan

adik? Contohnya seperti apa? pangan

3. Apakah selama ini bapak/mama memenuhi Contoh kebutuhan pribadi

kebutuhan pribadi adik? Contohnya seperti apa? itu seperti buku tulis, pena,

sabun, uang jajan, dan lain

sebagainya

33
4. Apakah di dalam kehidupan sehari-hari Contohnya seperti

bapak/mama selalu berperilaku adil dan berperilaku dalam hal

mengasihi adik? Contohnya seperti apa? menerima kasih sayang atau

tanggung jawab dari orang

tua

5. Apakah saat ini adik sedang bersekolah? Contohnya orang tua

Apakah bapak/mama memberikan perhatian memperhatikan waktu

terhadap kegiatan sekolah adik? Contohnya belajar, tugas sekolah dan

seperti apa? perlengkapan sekolah

6. Ketika adik menghadapi suatu masalah, kepada Contohnya seperti orang tua

siapakah adik bercerita atau curhat melindungi, memberikan

(bapak/mama) nasehat dan menyelesaikan

Apakah bapak/mama membantu adik masalah yang dihadapi

menghadapi dan menyelesaikan masalah yang remaja

sedang adik hadapi?

7. Apakah dengan adanya perpisahan antara bapak Perpisahan orang tua dapat

dan mama mempengaruhi pergaulan adik mempengaruhi pergaulan

dengan teman-teman dan lingkungan sekitar? remaja. Remaja akan merasa

Contohnya seperti apa? malu, cemas, takut, tidak

percaya diri, sulit

beradaptasi dengan

lingkungan sekitara atau

teman-temannya.

8. Apakah bapak/mama mengajarkan adik Orang tua mengajarkan

mengenai hal-hal yang berkaitan dengan kepada anak cara berdoa

kehidupan menggereja? yang benar, mendukung

anak untuk berpartisipasi

34
 Apakah adik ikut terlibat dalam dalam hidup menggereja

kegiatan gereja seperti mazmur, lektor, berdasarkan 5 (lima) tugas

misdinar/putra-putri altar? gereja yaitu Liturgia (lektor,

 Apakah adik ikut terlibat dalam pemazmur, organis misdinar

kegiatan gereja seperti pendalaman atau putra-putri altar),

iman (katekese)? Pewartaan/kerygma

 Apakah adik ikut terlibat dalam (pendalaman iman seperti

kegiatan gereja seperti ziarah Bunda katekese),

Maria? Persekutuan/koinonia(ziarah

 Apakah adik ikut terlibat sebagai Bunda Maria)

pendamping sekami? Pelayanan/Diakonia

 Mengapa adik tidak ikut terlibat dalam (pendamping sekami)

kegiatan gereja? Ceritakan alasannya! Kesaksian Martyria ( relasi

dengan sesama)

E. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini terdiri atas tiga jenis, yaitu

informan, tempat, waktu dan peristiwa dan data dokumen. Data transkip

wawancara bersumber dari hasil wawancara dengan informan atau subjek

penelitian yaitu remaja yang mengalami broken home.

35
F. Teknik Analisis Data dan Interpretasi Data

Teknik analisis dan interpretasi data fenomenologi yang digunakan

dalam penelitian ini adalah metode analisis data menurut Stevick-Colaizi-

Keen (Kuswarno, 2009):

1) Memulai dengan membuat transkrip hasil wawancara subyek

penelitian atau informan penelitian

2) Membaca seluruh hasil wawancara yang diperoleh untuk

mendapatkan gambaran umum atau “feeling” mengenai hal-hal yang

diceritakan oleh subyek atau informan

3) Melakukan bracketing (pengurungan) dengan mengkategorikan

fokus penelitian ke dalam bracket, sehingga mengesampingkan hal-

hal lain dan seluruh proses penelitian bersumber dari pernyataan

subyek;

4) Membuat daftar pernyataan (horizonalization) dan memperlakukan

setiap pernyataan dengan seimbang, serta mengembangkan daftar

dari pernyataan yang tidak terulang;

5) Selanjutnya, mengelompokan pernyataan ke dalam unit-unit makna

(clustering), membuat daftar dari unit-unit tersebut, menuliskan

deskripsi tekstural dari pengalaman tentang apa yang terjadi disertai

contoh verbatim;

6) Merefleksikan unit-unit makna yang terbentuk berdasarkan

deskripsi (pernyataan-pernyataan), menggunakan deskripsi

struktural, mencari semua makna untuk memperkaya pemahaman

36
tentang fenomena yang diteliti. Merumuskan pengertian atau

konsep yang dapat digunakan untuk menjelaskan pernyataan-

pernyataan tersebut;

7) Membuat deskripsi keseluruhan dari makna dan esensi dari

pengalaman. Temukan tema-tema atau konsep umum yang bisa

digunakan untuk mengelompokan konsep-konsep tersebut. Cara ini

dapat pula dilakukan dengan cara peneliti mengecek tema yang

berhasil ditemukan dengan pernyataan asli dari subyek sebagai cara

melakukan validasi. Tujuannya untuk mengevaluasi apakah ada

pernyataan penting subyek penelitian yang tidak terklasifikasi

dalam tema-tema yang ada;

8) Dari deskripsi tekstural-struktural individu (berdasarkan

pengalaman setiap partisipan), peneliti mengintegrasikan semua

deskripsi tekstural-struktural individu menjadi deskripsi universal

dari pengalaman yang mewakili kelompok secara keseluruhan. Hasil

akhirnya adalah gambaran yang utuh mengenai fenomena yang

diteliti, yang secara terperinci menjelaskan esensi atau struktur

fenomena yang diteliti.

37
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Temuan Penelitian

Hasil wawancara yang telah dilakukan oleh peneliti mengenai dampak

keluarga broken home terhadap partisipasi remaja dalam hidup menggereja

di Paroki St. Matius Palla, peneliti akan menjabarkan dua hal yang meliputi:

pertama, penjelasan secara umum dari hasil penelitian. Penjelasan secara

umum dalam arti peneliti tidak mendeskripsikan hasil temuan masing-

masing subyek melainkan mendeskripsikan hasil temuan secara tematis

berdasarkan tema-tema yang ditemukan dalam penelitian atau fokus

penelitian dengan menyertakan pernyataan-pernyataan subyek. Kedua,

pembahasan atau diskusi. Pada bagian pembahasan mencakup hasil temuan

penelitian secara tematis dalam kaitan dengan teori mengenai tema-tema

yang ditemukan dalam penelitian.

1. Fungsi Keluarga

Tujuh fungsi keluarga menurut Solaeman (1994), yaitu:

a. Fungsi Biologis

Menurut Solaeman (1994), keluarga sebagai suatu

organisme mempunyai fungsi biologis. Fungsi ini memberi

kesempatan hidup pada setiap anggotanya. Keluarga di sini

menjadi tempat untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti

pangan, sandang, dan papan sehingga keluarga sekurang-

kurangnya dapat mempertahankan hidup. Pada aspek ini, orang

38
tua yang berpisah di Paroki St. Matius Palla belum memenuhi

fungsi biologis dengan baik. Berikut ini adalah jawaban yang

diungkapkan oleh responden berkaitan dengan fungsi biologis

kepada anak:

Saya mengerti apa itu kebutuhan dasar karena guru


di sekolah mengajarkan kami. Kebutuhan sehari-
hari atau kebutuhan dasar saya dipenuhi oleh nenek,
contohnya seperti tempat tinggal, makan minum dan
pakaian.
(S1/H/1-4)
Kebutuhan sehari-hari atau kebutuhan dasar
dipenuhi oleh nenek dan saudara saya, contohnya
seperti baju sekolah, makan minum dan tempat
tinggal.
(S2/H/1-3)
Kebutuhan sehari-hari atau kebutuhan dasar saya
dipenuhi oleh mama, contohnya seperti makanan
dan tempat tinggal.
(S5/H/1-2)
Mama yang memenuhi kebutuhan setiap hari mulai
dari makan minum dan masih banyak lagi.
Sedangkan bapak saya, tinggal bersama kaka saya di
Bali dan tidak pernah menanyakan kabar saya.
(S6/H/1-3)
Mulai dari tahun 2020, bapak yang memenuhi segala
kebutuhan saya. Misalnya tempat tinggal, pakaian,
dan makanan.
(S7/H/1-3)
Kebutuhan sehari-hari saya dipenuhi oleh nenek,
Contohnya makanan, minuman, tempat tinggal dan
pakaian.
(S8/H/1-2)
Bapak dan mama tidak memenuhi kebutuhan sehari-
hari saya.
(S9/H/1-2)

39
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa orang tua yang

berpisah di Paroki Santo Matius Palla belum menjalankan fungsi

biologis dengan baik. Responden mengakui bahwa kebutuhan

dasar seperti pangan, sandang dan papan dipenuhi oleh salah satu

orang tua (bapak atau mama), nenek dan tante. Keluarga

merupakan unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari

suami, istri, dan anak-anak (UU Nomor52 Tahun 2009). Hasil

penelitian ini tidak sejalan dengan pendapat Solaeman (1994)

yang mengatakan bahwa keluarga menjadi tempat terpenuhinya

fungsi biologis yaitu kebutuhan dasar seperti sandang, papan dan

pangan untuk mempertahankan kehidupan anggota keluarga.

b. Fungsi Ekonomi

Solaeman (1994) menjelaskan bahwa Fungsi ekonomi

mempunyai hubungan yang erat dengan fungsi biologis,

terutama hubungan memenuhi kebutuhan yang bersifat

vegetatif, seperti kebutuhan makan, minum dan tempat berteduh.

Fungsi ekonomis dalam hal ini, menggambarkan bahwa

kehidupan keluarga harus dapat mengatur diri dalam

mempergunakan sumber-sumber keluarga dalam memenuhi

kebutuhan-kebutuhan keluarga dengan cara yang cukup efektif

dan efisien. Fungsi ini menunjukkan bahwa keluarga merupakan

kesatuan ekonomis. Aktivitas dalam fungsi ekonomis berkaitan

dengan pencarian nafkah, pembinaan usaha, dan perencanaan

40
anggaran biaya, baik penerimaan maupun pengeluaran biaya

keluarga. Pelaksanaan fungsi ini oleh dan untuk keluarga dapat

meningkatkan pengertian dan tanggung jawab bersama para

anggota keluarga dalam kegiatan ekonomi. Pada bagian ini

orang tua yang berpisah di Paroki St. Matius Palla belum

menjalankan fungsi ekonomi dengan baik. Berikut adalah

jawaban yang diberikan responden berkaitan dengan fungsi

ekonomi di atas:

Kebutuhan pribadi saya dipenuhi oleh nenek,


contohnya seperti alat tulis (buku dan pena).
(S1/H/4-5)
Kebutuhan pribadi saya dipenuhi oleh nenek dan
saudara saya, contohnya seperti uang jajan dan alat
tulis (buku dan pena).
(S2/H/3-4)
Kebutuhan pribadi saya dipenuhi oleh mama,
contohnya seperti uang jajan dan alat tulis (buku dan
pena).
(S5/H/2-4)
Kebutuhan pribadi saya dipenuhi oleh mama, mulai
dari membelikan pakaian, alat tulis dan memberikan
uang jajan. Mama memberikan uang jajan Rp. 1000
setiap hari tetapi jika mama ada uang, mama
memberikan Rp. 5000.
(S6/H/4-6)
Bapak memenuhi semua kebutuhan saya. Misalnya
bapak mengantar saya ke sekolah, memberikan
uang, makanan, dan masih banyak lagi.
(S7/H/3-4)
Kebutuhan pribadi saya dipenuhi oleh nenek,
contohnya seperti Uang, perlengkapan sekolah dan
perlengkapan mandi.

41
(S8/H/2-3)
Bapak mama tidak memenuhi kebutuhan pribadi
saya. Selama ini yang memenuhi pribadi saya adalah
tante.
(S9/H/2-3)
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa orang tua yang

berpisah di Paroki Santo Matius Palla belum menjalankan dan

belum memenuhi fungsi ekonomi dengan baik. Keluarga di sini

belum menjadi tempat terpenuhinya kebutuhan pribadi remaja

seperti uang, kebutuhan sekolah (buku, pena) dengan syarat-

syarat tertentu. Friedman (Wulandarai & Fauziah, 2019:2)

menjelaskan bahwa kelurga merupakan salah satu bagian

penting dalam kehidupan bermasyarakat. Keluarga terdiri dari

ayah, ibu dan anak yang memiliki keterikatan antara satu dengan

yang lain. Berdasarkan hasil wawancara responden mengakui

bahwa kebutuhan ekonomi seperti uang jajan, buku dan pena,

dan kebutuhan sehari-hari lainnya hanya dipenuhi oleh nenek,

tante dan salah satu orang tua mereka (bapak atau mama).

42
c. Fungsi Kasih Sayang

Fungsi ini menekankan bahwa keluarga harus dapat

menjalankan tugasnya menjadi lembaga interaksi dalam ikatan

batin yang kuat antara anggotanya, sesuai dengan status peranan

sosial masing-masing dalam kehidupan keluarga itu. Ikatan batin

yang dalam dan kuat ini, harus dapat dirasakan oleh setiap

anggota keluarga sebagai bentuk kasih sayang. Kasih sayang

antara suami istri akan memberikan sinar pada kehidupan

keluarga yang diwarnai dalam suasana kehidupan penuh

kerukunan, keakraban, kerja sama dalam menghadapi berbagai

masalah dan persoalan hidup. Pada aspek ini orang tua yang

berpisah di Paroki St. Matius Palla belum memberikan kasih

sayang bagi remaja dengan sepenuhnya. Responden tidak

merasakan kerukunan, keakraban, kerja sama dalam

menghadapi berbagai masalah dan persoalan hidup. Berikut ini

adalah jawaban yang diberikan oleh responden berkaitan dengan

fungsi keluarga kepada anak:

Bapak dan mama juga menyayangi saya tetapi


waktusaya masih kecil. Saat ini dalam kehidupan
sehari-hari yang selalu berperilaku adil dan
mengasihi saya adalah nenek. Bapak tidak
memperhatikan saya lagi. Waktu pulang sekolah
saya merasa malu ketika melihat teman yang
dijemput oleh bapak dan mama mereka.
(S1/H/5-9)
Dalam kehidupan sehari-hari yang selalu
berperilaku adil dan mengasihi saya adalah nenek,

43
contohnya jika ada makanan, mereka selalu bersikap
adil terhadap saya dan kakak.
(S2/H/4-6)
Dalam kehidupan sehari-hari yang selalu
berperilaku adil dan mengasihi saya adalah mama
dan nenek, Contohnya mama dan nenek
memperhatikan dan merawat saya ketika sakit dan
memenuhi kebutuhan sekolah.
(S5/H/4-6)
Mama berperilaku adil terhadap kami. Mama sangat
menyayangi saya dan kakak saya. Saya sangat
bersyukur mempunyai mama yang sangat baik
dengan saya.
(S6/H/6-8)
Bapak dan mama selalu berperilaku adil terhadap
kami, buktinya kami dirawat sampai sebesar ini. Jika
saya menyendiri, saya rasa bahwa ini hanya mimpi
dan saya sering bertanya, mengapa bapak dan mama
saya memilih jalan seperti ini. Sekarang hanya
bapak yang bertahan dan memenuhi kebutuhan saya
setiap hari mulai dari antar saya ke sekolah,
memberikan uang dan masih banyak lagi.
(S7/H/4-9)
Dalam kehidupan sehari-hari yang berperilaku adil
dan mengasihi saya adalah nenek dan adik. Nenek
memperhatikan segala keperluan saya.
(S8/H/4-5)
Dalam kehidupan sehari-hari yang berperilaku adil
dan mengasihi saya adalah tante. Bapak dan mama
tidak peduli dengan saya sampai sampai saat ini.
Saya bersyukur memiliki tante yang memahami dan
menyayangi saya.
(S9/H/3-5)
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bahwa fungsi kasih

sayang bagi anak di Paroki Santo Matius Palla belum dijalankan

dengan baik dan belum terpenuhi. Keluarga di sini belum

menjadi tempat interaksi batin bagi responden sehingga

44
responden tidak merasakan kerukunan, keakraban, kerja sama

dalam menghadapi berbagai masalah dan persoalan hidup.

Responden mengakui bahwa yang memberikan kasih sayang

kepada mereka ialah nenek, kakak, tante dan salah satu orang tua

yaitu bapak atau mama.

d. Fungsi Pendidikan

Fungsi ini mempunyai hubungan yang erat dengan masalah

tanggung jawab orang tua sebagai pendidik pertama bagi anak-

anaknya. Keluarga menjadi tempat yang pertama bagi responden

untuk mendapatkan pendidikan. Terkait dengan fungsi ini

tanggapan yang diberikan responden pada saat wawancara ialah:

Saya saat ini sedang sekolah. Semua keperluan


sekolah saya diperhatikan oleh nenek, contohnya
seperti buku, pena dan uang jajan.
(S1/H/6-7)
Saya saat ini sedang bersekolah. Nenek yang
memberikan perhatian terhadap saya.
(S2/H/12-14)
Saya saat ini kelas 3 SMP. Saya hanya mendapatkan
perhatian dari mama, nenek dan adik saja.
Contohnya seperti uang jajan, makan minum, alat
tulis (buku dan pena) dan pakaian.
(S5/H/6-8)
Saat ini saya sedang bersekolah. Mama yang
memberikan perhatian kepada saya, mulai dari antar
saya ke sekolah, memberikan uang jajan,
membelikan buku dan pena dan masih banyak lagi.
Sedangkan bapak saya, tidak pernah menanyakan
kabar saya, dan saya sangat sedih.
(S6/H/8-11)

45
Saya sekolah. Bapak memberikan perhatian yang
sangat besar terhadap kegiatan sekolah saya.
Misalnya bapak mengantar mengantar makanan ke
sekolah atau kalau bapak tidak sempat, bapak
memberikan uang untuk membeli makanan.
(S7/H/9-12)
Saya saat ini sedang sekolah dan yang
memperhatikan semuanya nenek.
(S8/H/5-6)
Semua kebutuhan sekolah saya diperhatikan oleh
tante sedang orang tua saya sama sekali tidak
memperhatikan.
(S9/H/6-7)
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kebutuhan

sekolah responden tidak sepenuhnya dipenuhi oleh orang tua

melainkan dipenuhi oleh nenek, tante dan salah satu orang tua

yaitu bapak atau mama. Responden mengakui bahwa fungsi

pendidikan di Paroki Santo Matius Palla belum terpenuhi dan

belum dijalankan dengan baik oleh orang tua karean telah

berpisah.

e. Fungsi Perlindungan (proteksi)

Menurut Solaeman (1994), fungsi proteksi sebenarnya

mempunyai hubungan yang erat dengan fungsi pendidikan.

Seseorang memberikan pendidikan kepada anak dan anggota

keluarga lainnya berarti seseorang memberikan perlindungan

secara mental dan moral. Di samping perlindungan yang berarti

bersifat nonfisik bagi kelanjutan mental dan moral, juga

perlindungan yang bersifat pisik bagi kelanjutan hidup orang-

46
orang yang ada dalam keluarga itu. Secara fisik keluarga harus

melindungi anggotanya supaya tidak kelaparan, kehausan,

kedinginan, kepanasan, kesakitan, dan lain sebagainya.

Perlindungan mental dilakukan supaya orang itu tidak kecewa

(frustrasi) karena mengalami konflik yang dalam dan

berkelanjutan, yang disebabkan kurang pandai mengatasi

masalah hidupnya. Dalam penelitian, peneliti menemukan

bahwa para responden tidak mendapatkan fungsi ini dengan

baik, hal tersebut diungkapkan responden pada saat wawancara:

Saya belum pernah membuat masalah di sekolah.


Saya merasa kasihan apabila saya membuat
masalah, nenek saya yang dipanggil oleh bapak ibu
guru. Tetapi saya pernah berkelahi dengan teman
karena mengejek saya sebagai anak manja. Saya
tidak mengerti alasan mereka mengganggu saya.
Saya tidak melawan karena kasihan terhadap nenek
saya.
(S1/H/10-14)
Ketika saya ada masalah saya hanya bercerita atau
curhat kepada nenek dan kakak.
(S2/H/7-8)
Saya pernah masalah dengan teman, mama yang
menasehati saya supaya jangan buat masalah karena
merusak masa depan saya.
(S5/H/8-10)
Ketika saya mengalami masalah, saya menceritakan
kepada kakak dan mama saya. Mereka juga sering
memberikan solusi dan membantu saya untuk
menyelesaikan masalah yang saya hadapi.
(S6/H/11-13)
Ketika saya menghadapi masalah, saya
menceritakan kepada teman saya. Saya tidak

47
menceritakan masalah saya kepada bapak dan
mama.
(S7/H/12-13)
Ketika saya menghadapi masalah, saya bercerita
kepada nenek dan nenek membantu menyelesaikan
masalah yang sedang saya hadapi.
(S8/H/6-8)
Ketika ada masalah saya sering cerita kepada tante.
Tante sering membantu saya menyelesaikan
masalah.
(S9/H/7-8)
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa fungsi

perlindungan bagi anak di Paroki Santo Matius Palla belum

terpenuhi dan belum dijalankan dengan baik oleh orang tua yang

telah berpisah. Keluarga di sini belum menjadi pusat

perlindungan secara mental dan moral. Responden mengakui

bahwa ketika ada masalah yang membantu menyelesaikan

masalah adalah nenek, tante, teman dan Sodara. Orang tua belum

menjadi tempat perlindungan bagi responden ketika mengalami

masalah.

f. Fungsi Sosialisasi Anak

Fungsi ini mempunyai pertautan yang erat dengan fungsi

yang telah dijelaskan di atas. Dalam hal ini, keluarga mempunyai

tugas untuk mengantarkan anak ke dalam kehidupan sosial yang

lebih luas. Untuk mencapai kehidupan ini, anak melalui bantuan

orang tua harus dapat melatih diri dalam arena peraturan

kehidupan sosial. Dia harus bisa patuh, tetapi juga harus dapat

48
mempertahankan diri. Semua ini hanya dapat dilakukan

berdasarkan suatu sistem norma yang dianut dan berlaku dalam

masyarakat dimana anak itu hidup (Solaeman : 1994). Berikut

ini adalah jawaban yang diberikan oleh responden berkaitan

dengan fungsi sosialisasi kepada anak:

Perpisahan antara bapak dan mama membuat saya


merasa tidak percaya diri. Saya mau seperti teman-
teman yang selalu bersama-sama dengan orang tua.
Ketika saya sendiri saya sering menangis, malas
pergi sekolah dan malas pergi gereja.
(S1/H/15-17)
Perpisahan antara bapak dan mama mempengaruhi
pergaulan saya dengan teman-teman. Ketika
bersama-sama dengan teman-teman, saya merasa
tersinggung, tidak nyaman, merasa tidak percaya
diri dan malu.
(S2/H8-11/)
Perpisahan antara bapak dan mama mempengaruhi
pergaulan saya dengan teman-teman. Saya merasa
iri ketika melihat teman-teman yang memiliki orang
tua yang lengkap dan selalu menemani mereka. Saya
merasa malu ketika keluar rumah dan saya lebih
memilih diam dan tinggal di rumah.
(S5/H/10-13)
Perpisahan bapak dan mama sangat mempengaruhi
pergaulan saya dengan teman-teman saya. Saya
sangat merasa tidak nyaman dan aman ketika pergi
ke sekolah. Walaupun saya berpura-pura aman,
tetapi hati saya sangat sakit.
(S6/H/14-16)
Perpisahan orang tua saya sangat mempengaruhi
pergaulan saya dengan teman-teman. Ketika saya
bergaul dan bermain dengan teman-teman saya,
mereka selalu bertanya tentang keberadaan mama
saya, sehingga saya sangat malas bergabung atau
bermain dengan teman-teman saya.

49
(S7/H/14-17)
Perpisahan antara bapak dan mama sangat
mempengaruhi pergaulan saya dengan teman-
teman. Saya merasa malu dan marah kepada orang
tua saya. Perpisahan mereka membuat saya sulit
bergaul dan sulit beradaptasi dengan lingkungan
sekitar.
(S8/H/8-11)
Perpisahan antara bapak dan mama sangat
mempengaruhi pergaulan saya dengan teman-
teman. Saya sering emosi, marah menangis dan
malu. Keadaan bapak dan mama mebuat saya tidak
percaya diri untuk berkumpul bersama teman-teman.
(S9/H/8-9)
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa orang tua

berpisah di Paroki Santo Matius Palla belum menjalankan

dengan baik fungsi sosialisasi bagi responden. Keluarga di sini

belum menjadi pusat interaksi untuk menghantarkan anak ke

dalam kehidupan sosial yang lebih luas. Responden mengakui

bahwa dengan perpisahan bapak dan mama membuat responden

merasa malu dan terganggu.

g. Fungsi Agama

Fungsi ini sangat erat hubungannya dengan fungsi

pendidikan, fungsi sosialisasi dan perlindungan. Keluarga

mempunyai fungsi sebagai tempat pendidikan agama dan tempat

beribadah, yang secara serempak berusaha mengembangkan

amal saleh dan anak yang saleh. Kebesaran suatu agama perlu

didukung olehjumlah penganutnya saja menambahkan bahwa

keluarga berkewajiban memperkenalkan dan mengajak serta

50
anak dan anggota keluarga lainnya kepada kehidupan beragama.

Tujuannya bukan sekadar untuk mengetahui kaidah-kaidah

agama, melainkan untuk menjadi insan beragama, sebagai abdi

yang sadar akan kedudukannya sebagai makhluk yang

diciptakan dan dilimpahi nikmat tanpa henti sehingga

menggugahnya untuk mengisi dan mengarahkan hidupnya untuk

mengabdi kepada Allah. Berarti bahwa yang diharapkan adalah

bukan sekadar orang yang serba tahu tentang berbagai kaidah

dan aturan hidup beragama, melainkan yang benar-benar

merealisasikannya dengan penuh kesungguhan.Berikut ini

adalah jawaban yang diberikan oleh responden berkaitan dengan

fungsi agama kepada anak:

Hal-hal yang berkaitan dengan hidup menggereja


hanya diajarkan oleh nenek, seperti doa Rosario.
(S1/H/17-18)
Saya tidak pernah terlibat dalam kegiatan gereja
seperti mazmur, lektor dan misdinar.
(S1/H/18-19)
Saya pernah ikut katekese karena yang pimpin
adalah guru saya di sekolah.
(S1/H/19-20)
Saya tidak ikut ziarah Bunda Maria waktu itu karena
saya ada sakit.
(S1/H/20-21)
Saya terlibat sebagai pendamping sekami.
(S1/H/21-22)

51
Saya tidak terlibat dalam kegiatan gereja karena
saya merasa malu, pemalas dan takut teman-teman
ganggu.
(S1/H/22-23)
Hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan
menggereja diajarkan oleh nenek tetapi saya sendiri
yang tidak percaya diri.
(S2/H/11-12)
Saya pernah terlibat dalam kegiatan gereja yaitu
mazmur dan lektor.
(S2/H/12-13)
Saya pernah ikut katekese pada minggu pertama di
Lingkungan Yohanes.
(S2/H/13-14)
Dulu saya terlibat aktif dalam pendampingan
sekami, ajuda dan katekese tetapi sekarang saya
tidak terlibat lagi.
(S2/H/14-15)
Alasan saya tidak terlibat dalam kegiatan
menggereja karena saya merasa malas dan malu
dengan keadaan orang tua saya.
(S2/H/15-17)
Bapak mengajarkan saya hal-hal yang berkaitan
dengan hidup menggereja tetapi saya yang tidak
terlibat dalam kegiatan gereja. Saya merasa
cemburu dan marah dengan keadaan orang tua saya.
(S5/H/13-16)
Saya pernah terlibat sebagai pemazmur tetapi belum
pernah lektor dan menjadi misdinar.
(S5/H/16-17)
Dulu saya terlibat dalam kegiatan katekese tetapi
saat ini saya tidak terlibat lagi.
(S5/H/17-18)

52
Saya tidak terlibat dalam kegiatan gereja karena
saya tidak percaya diri dan saya sulit bergaul
dengan teman sekitar.
(S5/H/20-22)
Mama mengajarkan kepada saya tentang kehidupan
menggereja walaupun kadang-kadang. Tetapi mama
saya rajin pergi ke Gereja.
(S6/H/16-18)
Saya sudah sering mengikuti kegiatan gereja yaitu
mazmur, lektor, dan misdinar. Tetapi sekarang
sudah 6 bulan lamanya saya tidak pernah mengikuti
kegiatan-kegiatan itu.
(S6/H/18-20)
Saya sering ikut katekese. Tetapi ketika bapak dan
mama saya pisah, saya tidak pernah lagi mengikuti
kegiatan-kegiatan rohani.
(S6/H/20-21)
Saya tidak terlibat dalam kegiatan Gereja karena
saya merasa malu. Walaupun mama saya sering
mendorong saya untuk mengikuti kegiatan-kegiatan
itu, tetapi saya yang malu sendiri dengan teman-
teman saya. Saya juga pernah menangis tetapi bapak
dan mama saya tetap belum berbaikan.
(S6/H/22-26)
Bapak dan mama tidak mengajarkan kami tentang
hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan
menggereja secara detail. Tetapi kami belajar di
sekolah dan setiap hari Minggu bapak selalu
menyuruh kami untuk pergi ke Gereja walaupun
bapak sendiri tidak ke Gereja.
(S7/H/17-20)
Saya pernah lektor tetapi mazmur dan ajuda belum
pernah. Saya juga pernah latihan mazmur tetapi
tidak sempat tampil karena pada saat itu tidak ada
yang jaga rumah sehingga saya tidak ke Gereja.
(S7/H/20-22)

53
Saya pernah ikut Katekese tetapi kadang-kadang
saja.
(S7/H/22-23)
Saya belum pernah mengikuti kegiatan ziarah ke
Gua Maria.
(S7/H/23-24)
Saya pernah ikut sekami tetapi karena tidak ada yang
menjaga rumah, sehingga sekarang saya tidak ikut
terlibat lagi.
(S7/H/24-25)
Saya ingin ikut kegiatan Gereja, tetapi karena bapak
saya pergi kerja, sehingga saya tidak terlibat lagi.
(S7/H/25-27)
Bapak dan mama tidak mengajarkan saya mengenai
kegiatan menggereja.
(S8/H/11-12)
Saya saat ini tidak pernah terlibat sebagai
pemazmur, lektor dan misdinar.
(S8/H/12)
Saya saat ini tidak terlibat dalam kegiatan katekese.
(S8/H/13)
Saya saat ini tidak terlibat dalam kegiatan ziarah
Bunda Maria.
(S8/H/13-14)
Saya terlibat dalam kegiatan sekami tetapi belum
pernah menjadi pendamping sekami.
(S8/H/14-15)
Alasan saya tidak terlibat dalam kegiatan gereja
karena saya merasa malu, takut dan marah dengan
keaadan orang tua saya.
(S8/H/15-16)

54
Tante yang mengajarkan saya mengenai kegiatan
menggereja tetapi saya sendiri yang merasa tidak
percaya diri dan pemalas mengikuti kegiatan gereja.
(S9/H/11-12)
Dulu saya rajin ikut kegiatan gereja yaitu mazmur,
lektor dan misdinar tetapi sekarang saya sudah tidak
terlibat dalam kegiatan gereja lagi.
(S9/H/12-14)
Saya tidak selalu ikut katekese.
(S9/H/4)
Saya tidak pernah ikut ziarah Bunda Maria.
(S9/H/14-15)
Dulu saya pernah ikut sekami dan sering ke Puspas
tetapi sekarang saya sudah tidak pernah ikut lagi.
(S9/H/15-16)
Saya tidak terlibat dalam kegiatan gereja karena
saya pemalas dan merasa tidak percaya diri dengan
keaadan keluarga kami. Saya juga sering menangis
jika ada teman-teman yang ganggu.
(S9/H/16-18)
Berdasarkan hasil wawancara dapat diketahui bahwa fungsi

agama bagi responden di Paroki Santo Matius Palla belum

dijalankan dengan baik oleh orang tua. Sebagian orang tua yang

berpisah belum mengajarkan responden untuk terlibat dalam

kegiatan menggereja. Fungsi agama ini meliputi partisipasi remaja

dalam hidup menggereja. Hasil Wawancara dengan responden dapat

diketahui bahwa remaja tidak terlibat dalam hidup menggereja yang

terjadi di Paroki santo Matius Palla. Remaja tidak terlibat dalam

kegiatan-kegiatan di Paroki karena keadaan keluarga yang

55
bermasalah (Broken Home) dan remaja merasa malu, tidak percaya

diri, minder pemalas, sulit berinteraksi dan lain sebaginya.

2. Dampak Broken Home Terhadap Partisipasi Remaja Dalam Hidup

Menggereja

Penelitian ini berfokus pada dampak keluarga broken home terhadap

partisipasi remaja dalam hidup menggereja sebagai berikut:

a. Dampak Emosi

Keluarga yang tidak harmonis mempengaruhi emosi remaja.

Berdasarkan hasil wawancara dengan responden dapat diketahui

bahwa remaja di Paroki Santo Matius Palla terkhususnya dari

keluarga broken home mengalami ketidakharmonisan dalam

dampak emosi. Berikut ini adalah jawaban yang diberikan oleh

responden berkaitan dengan dampak emosi:

Perpisahan antara bapak dan mama mempengaruhi


pergaulan saya dengan teman-teman. Ketika
bersama-sama dengan teman-teman, saya merasa
tersinggung, tidak nyaman, merasa tidak percaya
diri dan malu.
(S2/H/8-11)
Perpisahan antara bapak dan mama mempengaruhi
pergaulan saya dengan teman-teman. Saya merasa
iri ketika melihat teman-teman yang memiliki orang
tua yang lengkap dan selalu menemani mereka. Saya
merasa malu ketika keluar rumah dan saya lebih
memilih diam dan tinggal di rumah.
(S5/H/10-13)

Perpisahan antara bapak dan mama sangat


mempengaruhi pergaulan saya dengan teman-
teman. Saya merasa malu dan marah kepada orang

56
tua saya. Perpisahan mereka membuat saya sulit
bergaul dan sulit beradaptasi dengan lingkungan
sekitar.
(S8/H/8-11)
Perpisahan antara bapak dan mama sangat
mempengaruhi pergaulan saya dengan teman-
teman. Saya sering emosi, marah menangis dan
malu. Keadaan bapak dan mama mebuat saya tidak
percaya diri untuk berkumpul bersama teman-teman.
(S9/H/8-11)
Alasan saya tidak terlibat dalam kegiatan
menggereja karena saya merasa malas dan malu
dengan keadaan orang tua saya.
(S2/H/16-17)
Bapak mengajarkan saya hal-hal yang berkaitan
dengan hidup menggereja tetapi saya yang tidak
terlibat dalam kegiatan gereja. Saya merasa
cemburu dan marah dengan keadaan orang tua saya.
(S5/H/13-16)
Saya tidak terlibat dalam kegiatan Gereja karena
saya merasa malu. Walaupun mama saya sering
mendorong saya untuk mengikuti kegiatan-kegiatan
itu, tetapi saya yang malu sendiri dengan teman-
teman saya. Saya juga pernah menangis tetapi bapak
dan mama saya tetap belum berbaikan.
(S6/H/22-26)
Bapak mengajarkan saya hal-hal yang berkaitan
dengan hidup menggereja tetapi saya yang tidak
terlibat dalam kegiatan gereja. Saya merasa
cemburu dan marah dengan keadaan orang tua saya.
(S5/H/13-16)

Saya tidak terlibat dalam kegiatan Gereja karena


saya merasa malu. Walaupun mama saya sering
mendorong saya untuk mengikuti kegiatan-kegiatan
itu, tetapi saya yang malu sendiri dengan teman-
teman saya. Saya juga pernah menangis tetapi bapak
dan mama saya tetap belum berbaikan.
(S6/H/19-22)

57
Alasan saya tidak terlibat dalam kegiatan gereja
karena saya merasa malu, takut dan marah dengan
keaadan orang tua saya.
(S8/H/15-16)
Berdasarkan hasil wawancara dapat diketahui bahwa

perpisahan orang tua dapat mempengaruhi emosi responden dan

berdampak pada partisipasi remaja dalam hidup menggereja.

Responden mengakui bahwa perpisahan orang tua membuat

responden merasa malu, minder, pemalas, takut dan cemas

bergaul atau berinteraksi dengan sesama sehingga

mengakibatkan rendahnya partisipasi dalam hidup menggereja

di Paroki Panto Matius Palla.

b. Dampak sosial

Keluarga yang tidak harmonis mempengaruhi

perkembangan sosial remaja. Berdasarkan hasil wawancara

dengan responden dapat diketahui bahwa remaja di Paroki Santo

Matius Palla terkhususnya dari keluarga broken home

mengalami ketidakharmonisan dalam perkembangan sosial.

Berikut ini adalah jawaban yang diberikan oleh responden

berkaitan dengan dampak emosi kepada anak:

Perpisahan antara bapak dan mama membuat saya


merasa tidak percaya diri. Saya mau seperti teman-
teman yang selalu bersama-sama dengan orang tua.
Ketika saya sendiri saya sering menangis, malas
pergi sekolah dan malas pergi gereja.
(S1/H/15-17)

58
Perpisahan antara bapak dan mama mempengaruhi
pergaulan saya dengan teman-teman. Ketika
bersama-sama dengan teman-teman, saya merasa
tersinggung, tidak nyaman, merasa tidak percaya
diri dan malu.
(S2/H/8-11)
Perpisahan orang tua saya sangat mempengaruhi
pergaulan saya dengan teman-teman. Ketika saya
bergaul dan bermain dengan teman-teman saya,
mereka selalu bertanya tentang keberadaan mama
saya, sehingga saya sangat malas bergabung atau
bermain dengan teman-teman saya.
(S7/H/14-17)
Perpisahan antara bapak dan mama sangat
mempengaruhi pergaulan saya dengan teman-
teman. Saya merasa malu dan marah kepada orang
tua saya. Perpisahan mereka membuat saya sulit
bergaul dan sulit beradaptasi dengan lingkungan
sekitar.
(S8/H/8-11)
Tante yang mengajarkan saya mengenai kegiatan
menggereja tetapi saya sendiri yang merasa tidak
percaya diri dan pemalas mengikuti kegiatan gereja.
(S9/H/11-12)
Saya tidak terlibat dalam kegiatan gereja karena
saya pemalas dan merasa tidak percaya diri dengan
keaadan keluarga kami. Saya juga sering menangis
jika ada teman-teman yang ganggu.
(S9/H/16-18)
Berdasarkan hasil wawancara dapat diketahui bahwa

perpisahan orang tua dapat mempengaruhi perkembangan

sosial remaja dan berdampak pada partisipasi remaja dalam

hidup menggereja. Hasil penelitian, responden mengakui

bahwa responden merasa minder, tidak percaya diri dan

cemas bergaul atau berinteraksi dengan sesama sehingga

59
mengakibatkan rendahnya partisipasi dalam hidup

menggereja di Paroki Panto Matius Palla.

B. Pembahasan

Hasil penelitian ini mendeskripsikan dampak keluarga broken home

terhadap partisipasi remaja dalam hidup menggereja di Paroki Santo Matius

Palla. Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran secara umum terkait

dengan dampak keluarga broken home terhadap partisipasi remaja dalam

hidup menggereja di Paroki Santo Matius Palla. Pembahasan atau diskusi

pada bagian ini mencakup hasil temuan peneliti secara tematis yang

berkaitan dengan teori dan mengenai tema-tema yang ditemukan dalam

penelitian.

Melalui wawancara yang telah dilakukan ini menunjukkan bahwa

keluarga broken home di Paroki Santo Matius Palla belum menjalankan

fungsinya dengan baik dan berdampak pada perkembangan emosi dan

perkembangan sosial remaja dalam berpartisipasi dalam hidup menggereja.

Berikut penjelasan berdasarkan hasil temuan wawancara yaitu:

60
1) Fungsi Keluarga

Berikut fungsi keluarga yang belum dijalankan oleh orang tua

yang berpisah dalam kehidupan sehari-hari:

a. Fungsi Biologis

Menurut Solaeman (1994), keluarga sebagai suatu

organisme mempunyai fungsi biologis. Fungsi ini memberi

kesempatan hidup pada setiap anggotanya. Keluarga di sini

menjadi tempat untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti

pangan, sandang, dan papan sehingga keluarga sekurang-

kurangnya dapat mempertahankan hidup. Pada aspek ini, orang

tua yang berpisah di Paroki St. Matius Palla belum memenuhi

fungsi biologis dengan baik.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa orang tua yang

berpisah di Paroki Santo Matius Palla belum menjalankan fungsi

biologis dengan baik. Responden mengakui bahwa kebutuhan

dasar seperti pangan, sandang dan papan dipenuhi oleh salah satu

orang tua (bapak atau mama), nenek dan tante. Keluarga

merupakan unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari

suami, istri, dan anak-anak (UU Nomor 52 Tahun 2009). Hasil

penelitian ini tidak sejalan dengan pendapat Solaeman (1994)

yang mengatakan bahwa keluarga menjadi tempat terpenuhinya

fungsi biologis yaitu kebutuhan dasar seperti sandang, papan dan

pangan untuk mempertahankan kehidupan anggota keluarga.

61
b. Fungsi Ekonomi

Solaeman (1994) menjelaskan bahwa Fungsi ekonomi

mempunyai hubungan yang erat dengan fungsi biologis,

terutama hubungan memenuhi kebutuhan yang bersifat vegetatif,

seperti kebutuhan makan, minum dan tempat berteduh. Fungsi

ekonomis dalam hal ini, menggambarkan bahwa kehidupan

keluarga harus dapat mengatur diri dalam mempergunakan

sumber-sumber keluarga dalam memenuhi kebutuhan-

kebutuhan keluarga dengan cara yang cukup efektif dan efisien.

Fungsi ini menunjukkan bahwa keluarga merupakan kesatuan

ekonomis. Aktivitas dalam fungsi ekonomis berkaitan dengan

pencarian nafkah, pembinaan usaha, dan perencanaan anggaran

biaya, baik penerimaan maupun pengeluaran biaya keluarga.

Pelaksanaan fungsi ini oleh dan untuk keluarga dapat

meningkatkan pengertian dan tanggung jawab bersama para

anggota keluarga dalam kegiatan ekonomi. Pada bagian ini orang

tua yang berpisah di Paroki St. Matius Palla belum menjalankan

fungsi ekonomi dengan baik.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa orang tua yang

berpisah di Paroki Santo Matius Palla belum menjalankan dan

belum memenuhi fungsi ekonomi dengan baik. Keluarga di sini

belum menjadi tempat terpenuhinya kebutuhan pribadi remaja

seperti uang, kebutuhan sekolah (buku, pena) dengan syarat-

62
syarat tertentu. Friedman (Wulandarai & Fauziah, 2019:2)

menjelaskan bahwa kelurga merupakan salah satu bagian

penting dalam kehidupan bermasyarakat. Keluarga terdiri dari

ayah, ibu dan anak yang memiliki keterikatan antara satu dengan

yang lain. Berdasarkan hasil wawancara responden mengakui

bahwa kebutuhan ekonomi seperti uang jajan, buku dan pena,

dan kebutuhan sehari-hari lainnya hanya dipenuhi oleh nenek,

tante dan salah satu orang tua mereka (bapak atau mama).

c. Fungsi Kasih Sayang

Fungsi ini menekankan bahwa keluarga harus dapat

menjalankan tugasnya menjadi lembaga interaksi dalam ikatan

batin yang kuat antara anggotanya, sesuai dengan status peranan

sosial masing-masing dalam kehidupan keluarga itu. Ikatan batin

yang dalam dan kuat ini, harus dapat dirasakan oleh setiap

anggota keluarga sebagai bentuk kasih sayang. Kasih sayang

antara suami istri akan memberikan sinar pada kehidupan

keluarga yang diwarnai dalam suasana kehidupan penuh

kerukunan, keakraban, kerja sama dalam menghadapi berbagai

masalah dan persoalan hidup. Pada aspek ini orang tua yang

berpisah di Paroki St. Matius Palla belum memberikan kasih

sayang bagi remaja dengan sepenuhnya. Responden tidak

merasakan kerukunan, keakraban, kerja sama dalam menghadapi

berbagai masalah dan persoalan hidup.

63
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bahwa fungsi

kasih sayang bagi anak di Paroki Santo Matius Palla belum

dijalankan dengan baik dan belum terpenuhi. Keluarga di sini

belum menjadi tempat interaksi batin bagi responden sehingga

responden tidak merasakan kerukunan, keakraban, kerja sama

dalam menghadapi berbagai masalah dan persoalan hidup.

Responden mengakui bahwa yang memberikan kasih sayang

kepada mereka ialah nenek, kakak, tante dan salah satu orang tua

yaitu bapak atau mama.

d. Fungsi Pendidikan

Fungsi ini mempunyai hubungan yang erat dengan masalah

tanggung jawab orang tua sebagai pendidik pertama bagi anak-

anaknya. Keluarga menjadi tempat yang pertama bagi responden

untuk mendapatkan pendidikan. Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa kebutuhan sekolah responden tidak

sepenuhnya dipenuhi oleh orang tua melainkan dipenuhi oleh

nenek, tante dan salah satu orang tua yaitu bapak atau mama.

Responden mengakui bahwa fungsi pendidikan di Paroki Santo

Matius Palla belum terpenuhi dan belum dijalankan dengan baik

oleh orang tua karean telah berpisah.

64
e. Fungsi Perlindungan (proteksi)

Menurut Solaeman (1994), fungsi proteksi sebenarnya

mempunyai hubungan yang erat dengan fungsi pendidikan.

Seseorang memberikan pendidikan kepada anak dan anggota

keluarga lainnya berarti seseorang memberikan perlindungan

secara mental dan moral. Di samping perlindungan yang berarti

bersifat nonfisik bagi kelanjutan mental dan moral, juga

perlindungan yang bersifat pisik bagi kelanjutan hidup orang-

orang yang ada dalam keluarga itu. Secara fisik keluarga harus

melindungi anggotanya supaya tidak kelaparan, kehausan,

kedinginan, kepanasan, kesakitan, dan lain sebagainya.

Perlindungan mental dilakukan supaya orang itu tidak kecewa

(frustrasi) karena mengalami konflik yang dalam dan

berkelanjutan, yang disebabkan kurang pandai mengatasi

masalah hidupnya.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa fungsi

perlindungan bagi anak di Paroki Santo Matius Palla belum

terpenuhi dan belum dijalankan dengan baik oleh orang tua yang

telah berpisah. Keluarga di sini belum menjadi pusat

perlindungan secara mental dan moral. Responden mengakui

bahwa ketika ada masalah yang membantu menyelesaikan

masalah adalah nenek, tante, teman dan Sodara. Orang tua belum

65
menjadi tempat perlindungan bagi responden ketika mengalami

masalah.

f. Fungsi Sosialisasi Anak

Fungsi ini mempunyai pertautan yang erat dengan fungsi

yang telah dijelaskan di atas. Dalam hal ini, keluarga mempunyai

tugas untuk mengantarkan anak ke dalam kehidupan sosial yang

lebih luas. Untuk mencapai kehidupan ini, anak melalui bantuan

orang tua harus dapat melatih diri dalam arena peraturan

kehidupan sosial. Dia harus bisa patuh, tetapi juga harus dapat

mempertahankan diri. Semua ini hanya dapat dilakukan

berdasarkan suatu sistem norma yang dianut dan berlaku dalam

masyarakat dimana anak itu hidup (Solaeman :1994).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa orang tua

berpisah di Paroki Santo Matius Palla belum menjalankan

dengan baik fungsi sosialisasi bagi responden. Keluarga di sini

belum menjadi pusat interaksi untuk menghantarkan anak ke

dalam kehidupan sosial yang lebih luas. Responden mengakui

bahwa dengan perpisahan bapak dan mama membuat responden

merasa malu dan terganggu.

66
g. Fungsi Agama

Fungsi ini sangat erat hubungannya dengan fungsi

pendidikan, fungsi sosialisasi dan perlindungan. Keluarga

mempunyai fungsi sebagai tempat pendidikan agama dan tempat

beribadah, yang secara serempak berusaha mengembangkan

amal saleh dan anak yang saleh. Kebesaran suatu agama perlu

didukung oleh jumlah penganutnya saja menambahkan bahwa

keluarga berkewajiban memperkenalkan dan mengajak serta

anak dan anggota keluarga lainnya kepada kehidupan beragama.

Tujuannya bukan sekadar untuk mengetahui kaidah-kaidah

agama, melainkan untuk menjadi insan beragama, sebagai abdi

yang sadar akan kedudukannya sebagai makhluk yang

diciptakan dan dilimpahi nikmat tanpa henti sehingga

menggugahnya untuk mengisi dan mengarahkan hidupnya untuk

mengabdi kepada Allah. Berarti bahwa yang diharapkan adalah

bukan sekadar orang yang serba tahu tentang berbagai kaidah

dan aturan hidup beragama, melainkan yang benar-benar

merealisasikannya dengan penuh kesungguhan.

Hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa fungsi agama

bagi responden di Paroki Santo Matius Palla belum dijalankan

dengan baik oleh orang tua. Sebagian orang tua yang berpisah

belum mengajarkan responden untuk terlibat dalam kegiatan

menggereja. Fungsi agama ini meliputi partisipasi remaja dalam

67
hidup menggereja. Hasil Wawancara dengan responden dapat

diketahui bahwa remaja tidak terlibat dalam hidup menggereja

yang terjadi di Paroki santo Matius Palla. Remaja tidak terlibat

dalam kegiatan-kegiatan di Paroki karena keadaan keluarga yang

bermasalah (Broken Home) dan remaja merasa malu, tidak

percaya diri, minder pemalas, sulit berinteraksi dan lain

sebaginya.

2) Dampak Broken Home Terhadap Partisipasi Remaja Dalam Hidup

Menggereja

Penelitian ini berfokus pada dampak keluarga broken home

terhadap partisipasi remaja dalam hidup menggereja. Responden

mengakui bahwa kegitan- kegiatan gereja yang terjadi di Paroki

Santo Matius Palla hanya diajarkan oleh nenek dan tante. Ada juga

responden yang mengakui bahwa hanya salah satu orang tua yaitu

bapak atau mama yang mengajarkan tentang hidup menggereja dan

bahkan ada juga responden yang orang tuanya sama sekali tidak

mngajarkan tentang hidup menggereja. Adapun kegiatan-kegiatan

menggereja yang ada di Paroki Santo Matius Palla yang dimaksud

ialah: mazmur, lektor, misdinar, pendalaman iman (katekese) dan

ziarah Bunda Maria. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa

partisipasi remaja dalam hidup menggereja sangat rendah.

Perpisahan orang tua membuat remaja tidak terlibat dalam kegiatan-

kegiatan Gereja di Paroki Santo Matius Palla. Adapun dampak

68
broken home terhadap partisipasi remaja dalam hidup menggereja

sebagai berikut:

a. Dampak Emosi

Keluarga yang tidak harmonis mempengaruhi emosi remaja.

Berdasarkan hasil wawancara dengan responden dapat diketahui

bahwa remaja di Paroki Santo Matius Palla terkhususnya dari

keluarga broken home mengalami ketidakharmonisan dalam

dampak emosi. Dari hasil wawancara dapat diketahui bahwa

perpisahan orang tua dapat mempengaruhi emosi responden dan

berdampak pada partisipasi remaja dalam hidup menggereja.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dengan perpisahan

orang tua, responden merasa malu, minder, pemalas, takut dan

cemas bergaul atau berinteraksi dengan sesama sehingga

mengakibatkan rendahnya partisipasi dalam hidup menggereja di

Paroki Panto Matius Palla.

b. Dampak sosial

Keluarga yang tidak harmonis mempengaruhi

perkembangan sosial remaja. Berdasarkan hasil wawancara

dengan responden dapat diketahui bahwa remaja di Paroki Santo

Matius Palla terkhususnya dari keluarga broken home

mengalami ketidakharmonisan dalam perkembangan sosial. Dari

hasil penelitian, dapat diketahui bahwa perpisahan orang tua

dapat mempengaruhi perkembangan sosial remaja dan

69
berdampak pada partisipasi remaja dalam hidup menggereja.

Hasil wawancara dengan responden menunjukkan bahwa dengan

adanya perpisahan antara kedua orang tua remaja merasa minder,

tidak percaya diri dan cemas bergaul atau berinteraksi dengan

sesama sehingga mengakibatkan rendahnya partisipasi dalam

hidup menggereja di Paroki Panto Matius Palla.

70
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bagian akhir dari skripsi ini, peneliti akan membuat

kesimpulan dari apa yang sudah dibahas dalam bab-bab sebelumnya.

Peneliti juga memberikan saran yang kiranya dapat bermanfaat bagi remaja

agar berpartisipasi dalam hidup menggereja di Paroki Santo Matius Palla.

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil temuan penelitian dan hasil analisis data yang

telah diuraikan pada bab sebelumnya mengenai dampak keluarga broken

home terhadap partisipasi remaja dalam hidup menggereja di Paroki Santo

Matius Palla, maka hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa remaja

kurang berpartisipasi dalam hidup menggereja karena orang tua yang sudah

berpisah belum menjalankan fungsinya dengan baik yaitu fungsi biologis,

fungsi ekonomi, fungsi pendidikan, fungsi kasih sayang, fungsi sosialisasi

anak, fungsi perlindungan dan fungsi agama. Hal tersebut terjadi karena

dampak emosi dan dampak sosial remaja. Dampak emosi yang dimaksud

remaja merasa malu, minder, pemalas, dan takut sedangkan dampak sosial

yaitu remaja merasa minder, tidak percaya diri dan cemas untuk bergaul

atau berinteraksi dengan sesama sehingga remaja tidak mau berpartisipasi

dalam hidup menggereja di Paroki Panto Matius Palla.

71
B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini, ada dua saran yang diajukan:

pertama, kepada peneliti selanjutnya yang hendak melakukan penelitian

serupa agar melakukan penelitian dengan cakupan wilayah yang lebih luas

dan responden yang mengalami broken home serta tidak berpartisipasi

dalam hidup menggereja. Tujuannya agar diperoleh makin banyak dampak

dan landasan dibalik rendahnya partisipasi remaja dalam hidup menggereja.

Kedua, petugas pastoral hendaknya tetap dan terus memberikan peneguhan

kepada orang tua agar tidak berpisah sehingga tidak memperngaruhi

dampak emosi dan dampak sosial remaja yang mengakibatkan rendahnya

partisipasi remaja dalam hidup menggereja.

72
DAFTAR PUSTAKA

Chaplin. (2006).Analisis faktor penyebab dan dampak keluarga broken

home. Raheema: Jurnal Studi Gender Dan Anak, 6 (2).

Echlos & Shadily (2019). Perceraian orangtua dan dampaknya bagi

perkembangan emosi remaja di desa hargomulyo kecamatan

sekampung (Doctoral dissertation, IAIN Metro).

Fatiha, M. C. (2022). Dampak Keluarga Broken Home Terhadap Motivasi

Belajar Siswa di SMA Negeri 10 Tangerang Selatan Angkatan

2019 (Bachelor's thesis, Jakarta: FITK UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta).

Fitriyah & Jauhar (2014). Kematangan emosi remaja dalam pengentasan

masalah. JPGI (Jurnal Penelitian Guru Indonesia), 2(2).

Friedman (2019). Dampak Keluarga Broken Home Pada Prestasi Belajar

Pkn Siswa Di Sma Negeri I Tilamuta Kabupaten Boalemo. Jurnal

Pascasarjana, 2(2).

Hurlock (1980). Pengaruh keluarga broken home terhadap perilaku

keagamaan remaja di SMK Anak Bangsa Indonesia NTB (Doctoral

dissertation, UIN Mataram).

Hurlock (2002). Hubungan antara pola asuh orangtua dengan

kematangan emosi remaja (Doctoral dissertation, Universitas Islam

Negeri Sultan Syarif Kasim Riau).

73
Kardawati. (2011). Analisis dampak broken home terhadap minat belajar

siswa Sma Santun Untan Pontianak. Jurnal Pendidikan dan

Pembelajaran Khatulistiwa (JPPK), 8(3).

Lestari, 2012. Psikologi Keluarga. Jakarta: Kencana

Massa, N., Rahman, M., & Napu, Y. (2020). Dampak Keluarga Broken

HomeTehadap Perilaku Sosial Anak. Jambura Journal of

Community Empowerment.

Putro (2017). kondisi kematangan emosi remaja setelah perceraian orang

tua (Studi Kasus di Kecamatan Widodaren Kabupaten

Ngawi) (Doctoral dissertation, iain ponorogo).

Sulaeman, M.I. Pendidikan dalam KeluargaBandung; Alfabeta, 1994

Sugiono. (2013). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D.

Bandung. PT. Alfabeta, CV

Syarbini, A. (2014). Model pendidikan karakter dalam keluarga. Elex

Media Komputindo.

Titisari & Utami (2013). Peran keluarga dalam membangun karakter

anak. Jurnal Psikologi, 10(2).

Wahyu. (2019). Tugas dan peran orang tua dalam mendidk anak. Jurnal

Edukasi Nonformal, 1(1).

Walgito (2005). Dampak perceraian rhadap anak (studi kasus di SMA

Negeri 1 Kecamatan Nosu Kabupaten Mamasa). Pepatudzu:

Media Pendidikan Dan Sosial Kemasyarakatan.

74
Yusuf, Muri A. (2014). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif &

Penelitian Gabungan. Jakarta. PT. Fajar Interpratama Mandiri.

75

Anda mungkin juga menyukai