Anda di halaman 1dari 13

KAJIAN TEOLOGI KONTEKSTUAL PELAKSANAAN RITUS KEMATIAN JAWA DI

GPIAI EFATA SOKO BOYOLALI

PROPOSAL SKRIPSI

Diajukan Kepada Sekolah Tinggi Teologi Sangkakala Untuk Memenuhi

Sebagian Syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana Teologi

Oleh:

DANIEL ADI SUCIPTO

NIRM: 18311511

SEKOLAH TINGGI TEOLOGI SANGKAKALA

GETASAN – KABUPATEN SEMARANG

OKTOBER 2020
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pulau jawa merupakan pulau yang masyarakatnya masih memegang budaya dan tradisi.

Tradisi ini masih diturunkan serta dijalankan secara turun-temurun, Tradisi-tradisi tersebut

dikategorikan menjadi beberapa macam, seperti tradisi kelahiran, tradisi dalam acara

pernikahan, kemudian dilanjutkan tradisi dalam kematian. Selain itu ada tradisi yang

berhubungan dengan bumi lestari juga masih berjalan di pulau Jawa. Menurut Mulder,

masyarakat Jawa memiliki pandangan hidup yang menekankan pada ketenteraman batin,

keselarasan, dan keseimbangan. Pandangan hidup ini merupakan bentuk atas sikap menerima

terhadap segala peristiwa yang terjadi dengan menempatkan individu di bawah masyarakat serta

masyarakat di bawah alam. Individu memiliki tanggung jawab berupa hak dan kewajiban

terhadap masyarakat, dan masyarakat mempunyai kewajiban terhadap alam.1

Kebudayaan sendiri diartikan sebagai hasil cita, cipta, karya dan karsa manusia yang

diperoleh melalui belajar.2 Kebudayaan atau ritual kelahiran di Jawa sendiri ada beberapa

tahapan: Ngupati atau ngapati, nglimani, mitoni atau biasa disebut tingkeban, nhyanggani,

brokohan, sepasaran, puputan dan seterusnya sampai pada akhirnya ritual setahunan. 3 Ritual

pernikahan sendiri terdiri dari: kumbakarna, pasang tarub, midodareni dan majemukan,

selamatan wilahan dan sepasaran manten. 4

1
Niels Mulder, Kepribadian Jawa dan Pembangunan Nasional (Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press, 1981), 65.
2
Acep Aripudin, Dakwah Antarbudaya (Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2012), 5.
3
Muhammad Sholikhin, Misteri Bulan Suro, Perspektif Islam Jawa (Jakarta: PT Suka Buku Kita. 2010), 56.
4
Muhammad Sholikhin, Ritual dan Tradisi Islam Jawa (Jakarta: PT Suka Bumi. 2010), 28.
Budaya atau ritual yang berikutnya adalah ritus kematian. Dalam budaya jawa atau ritual

jawa ritus kematian dilakukan untuk memperingati dan mendoakan roh orang yang sudah

meninggal yaitu dengan cara selametan pada hari-hari tertentu, misalnya: nelung dina (tiga hari),

Kemudian mitung dina (Tujuh hari). Ritual-ritual ini akan terus diselenggarakan oleh keluarga

yang masih hidup sampai hari keempatpuluh (matang puluhan), hari keseratus (nyatus dina), dan

seterusnya hingga ada yang namanya Hual Kol.5

GPIAI Efata Soko merupakan salah satu pos Pekabaran Injil dari GPIAI Efata Salatiga

yang berada di. Jl. Brigjen Sudiarto No 1a. GPIAI Efata Soko berdiri sejak tahun 1998. Pada

mulanya jemaat GPIAI Efata Soko adalah jemaat GPIAI Efata Ngablak yaitu juga salah satu pos

Pekabaran Injil GPIAI Efata Salatiga. Namun pada tahun 1998 diantara jemaat terjadi sauatu

permasalahan, terjadi kesalahpahaman dalam kepanitiaan Natal saat menyelenggarakan Natal,

sehingga jemaat yang tinggal di daerah dukuh Soko meminta memisahkan diri dari jemat GPIAI

Efata Jlarem. Telah dilakukan pendekatan kedua belah pihak untuk bersatu kembali, namun

keinginan jemaat Soko tetap ingin memisahkan diri sudah merupakan tekad bersama bukan

hanya karena masalah tetapi juga karena ingin memiliki temat ibadah sendiri kemudian hal ini

disetujui Gereja pusat dan dengan inilah berdiri Gereja GPIAI Efata Soko.

Letak geografis GPIAI Efata Soko berada di Desa Soko Kec. Gladagsari, Kab. Boyolali

dan di tengah-tengah lingkungan masyarakat pedesaan yang kita tahu dalam budaya Jawa

masyarakatnya sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kesetaraan diantaranya adalah, Menjunjung

kebersamaan, yang biasanya diwujudkan dalam bentuk gotong royong dan kerja bakti.

Mementingkan kesopanan, etika kesopanan orang jawa terwujud dalam istilah unggah-ungguh,

tata krama, tata Susila, basu krama, suba sita, etika dan sopan santun, Toleransi tinggi, dan

5
Muhammad Sholikhin, Kanjeng Ratu Kidul, dalam Perspektif Islam Jawa (Jakarta:PT Buku Kita. 2009), 40-41.
dekat dengan alam.6 Sehingga pada posisi ini jemaat GPIAI Efata Soko mendapat kewajiban

untuk menjaga kearifan lokal yaitu nilai-nilai kebersamaan, kebudayaan tradisi dan ritual yang

sudah diwariskan secara turun-temurun di tengah-tengah masyarakat, termasuk di antaranya

adalah ritual kematian jawa.

Ada beberapa alasan yang membuat jemaat GPIAI Efata Soko masih melakukkan ritus

kematian pada saat ada anggota keluarganya yang meninggal; karena ingin menjaga lingkungan

sekitar, artinya menghargai lingkungan beserta tradisi yang sudah diwariskan, ingin melestarikan

budaya yang ada. Penyelengaraan ritus kematian yang merupakam permintaan jemaat ini

ditujukan kepada Gereja dan Gembala GPIAI Efata Soko untuk melayani mereka dalam

peringatan kematian ini, jadi ini merupakan permintan jemaat dan bukan dari Gereja.

Gereja sendiri justru sangat menentang akan adanya ritual ini, dalam pengajarannya

Gembala GPIAI Efata Soko menegaskan bahwa ritual tersebut merupakan penyimpangan, bagi

Gereja jika melakukan maka hal tersebut termasuk sinkritisme, dan bagi jemaat atau keluarga

yang melakukan ritual itu termasuk okultisma. Hal ini didasarkan kerena fokus atau tujuan ritual

kematian jawa ini mendoakan ruh orang yang sudah meninggal, dan Alkitab tidak mengajarkan

itu. Pada situasi ini Gereja berada di posisi yang sulit, Gereja dituntut untuk melayani jemaat

lewat budaya yang Gereja sendiri menentangnya. Sehingga dalam hal ini gereja harus bijaksana

memberi pengajaran ketika diminta untuk melayani peringatan ritus kematian dirumah salah satu

jemaat.

Gereja mulai berpikir dan menyadari bahwa gereja tinggal bersama dan berada di dalam

masyarakat dengan kebudayaan dan kearifan lokal. Melihat hal ini gereja harus mampu

menempatkan ritual peringatan kematian jawa sebagai adah untuk berkontekstualisasi.


6
Nasrudin, Sudarsono, Kearifan Lokal (Jakarta: Yayasan Obor Indonsesa. 2007), 20-21.
Indigenisasi (indigenization, terbentuk dari indigenous, ‘asli’, ‘pribumi atau pempribumian

mengacu pada usaha untuk menempatkan Injil di tengah-tengah suatu kebudayaan tradisional. 7

Menurut Daniel J. Adams dalam bukunya “Kontekstual adalah melihat kebudayaan sebagai

konteks dimana teologi dikembangkan dan diterapkan, membicarakan masalah-masalah dalam


8
konteksnya dan berupaya berteologi atas dasar filsafat dan budaya konteks tersebut”. GPIAI

Efata Soko selama ini telah mencoba memberikan pemahaman teologis dan iman Kristen secara

berkontekstual dalam lingkup ritus kematian jawa. Hal ini dilakukan Gereja karena memang

sudah menjadi tanggung jawa Gereja untuk meluruskan pemahaman Jemaat mengenai iman

Kristen dan budaya yang selama ini mereka ikuti. Praktek kontekstualisasi GPIAI Efata Soko

menjadi alasan penulis ingin meneliti lebih dalam bagaimana praktek pelaksanaannya.

B. Rumusan Masalah

Bagaimana Praktek Kontekstualisasi GPIAI Efata Soko Terhadap Ritus kematian di Desa

Soko dan seperti apa Pengajarannya?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bagaimana

Praktek kontekstualisasi yang dilakukan GIPIAI Efata Soko Terhadap Ritus Kematian.

D. Manfaat penelitian

1. Secara teoritis: hasil dari penelitian dapat bermanfaat sebagai kajian dalam

melakukan penyesuaian atau kontekstualisasi pengajaran Gereja di dalam Ritus

Kemtian.

7
B.F Drewes, Julianus Mojau,Apa Itu Teologi, Pengantar ke Dalam Ilmu Teologi (Jakarta: BPK Gunung
Mulia. 2007), 155.
8
Daniel J. Asams, Teologi Lintas Budaya, Refleksi Barat di Asia (Jakareta: PT BPK Gunung Mulia. 1974), 57.
2. Secara praktis: Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi jemaat

GPIAI Efata Soko, untuk memahami dan menjalankan Ritus Kematian yang

kontekstual dengan tetap mempertahankan iman yang benar dan kebudayaan yang

ada.

E. Ruang Lingkup

Dalam penelitian ini penulis membatasi penelitian hanya membahas mengenai

bagaimana praktek pelaksanaan kontekstualisasi GPIAI Efata Soko terhadap Ritus

Kematian di Desa Soko.

F. Metode penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode defkriptif kualitatif. Menurut

Lexy J. Moleong, pendekatan kualitatif merupakan penelitian yang bermaksud untuk

memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku,

persepsi, motivasi, tindakan, dll, secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk

kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan

memanfaatkan berbagai metode ilmiah.9 Metode deskriptif merupakan suatu metode yang

menggambarkan fenomena atau kejadian yang masih samar-samar untuk dikaji, sehingga

pembaca dapat mengetahui gambaran mengenai ojek penelitian dan menganalisa data

tersebut.10

1. Lokasi Penelitian

9
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2010), 6.
10
Moh. Nazir, Metode Penelitian (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2003), 54.
Dalam penelitian ini, penulis melakukan penelitian di GPIAI Efata Soko di

Desa Soko Kec. Gladagsari Kab. Ampel

2. Subjek Penelitian atau Narasumber

Untuk mendapatan informasi yang jelas tentang praktek kontekstualisai

pelaksanaan Ritus Kematian, Maka sasaran informasi yang tepat adalah

Gembala dan jemaat GPIAI Efat Soko.

3. Tehnik Analisis Data

Menurut Moleong, analisis data adalah “Proses mengorganisasikan dan

menyampaikan data dalam pola, kategori dan suatu uraian dasar sehingga dapat

menentukan tema dan dapat merumuskan hipotesis kerja sesuai yang disarankan

data”.11 Pada penelitian ini data dari penelitian di GPIAI Efata Soko diolah

kemudian dideskripsikan dengan cara pendeskripsian data. Selanjutnya data

tersebut akan dianalisis menggunakan kerangka analisis tertentu yaitu dengan

mempertimbangkan, menggolongkan dan memilah-milah data yang ada sebagai

dasar untuk menjawab permasalahan yang ada.

Data-data dalam penelitian ini akan di kumpulkan dengan menggunakan

beberapa alat pengumpulan data yaitu: wawancara, observasi dan studi pustaka.

a) Tehnik Wawancara

Menurut Koentjaranigrat, wawancara adalah salah satu tekhnik

pengumpulan data dalam penelitian yang berisi serangkaian pertanyaan

yang akan ditujukan kepada yang akan diwawancarai.12 Dalam penelitian ini

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT.Remaja Roskadarya, 2010), 280.
11

12
Koentjaranigrat, Pengantar Ilmu Antropologi (Jakarta: Aksoro Baru, 1986), 138.
wawancara akan ditujukukan kepada Gembala dan jemaat GPIAI Efata

Soko.

b) Observasi

“Observasi adalah cara untuk mendapatkan data dengan melakukan

pengamatan keadaan yang wajar dan sebenarnya tanpa usaha yang disengaja

untuk mempengaruhi, mengatur dan memanipulasinya”.13 Pada metode

pengamatan ini, peneliti mengamati subjek penelitian dalam situasi dan

mencatat hasil pengamatan itu, pengamatan tidak hanya dilakukan kepada

data yang terlihat, tetapi bisa mencakup data yang didengar dan pengamatan

yang dilakukan berupa observasi non-partisipatif, maksudnya adalah

peneliti hanya mengambil informasinya saja namun tidak terlibat langsung

didalamnya.

c) Dokumentasi

“Dokumentasi adalah tehnik pengumpulan data dengan benda mati seperti

arsip, surat menyurat, rekaman gambar yang berkaitan dengan suatu

peristiwa”.14 Dokumentasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah

dengan mendokumentasikan kegiatan berupa foto, rekaman wawancara, dan

video.

G. Analisis Data

Menurut Moleong, analisis data adalah “Proses mengorganisasikan dan menyampaikan

data dalam pola, kategori dan suatu uraian dasar sehingga dapat menentukan tema dan

dapat merumuskan hipotesis kerja sesuai yang disarankan data”. 15 Analisa data yang

13
Nasution, Metode Research: Penelitian Ilmiah (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2012), 106.
14
Mahmud, Metode Penelitian Pendidikan (Bandung: Pustaka Setia, 2011), 184.
15
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT.Remaja Roskadarya, 2010), 280.
digunakan penulis adalah analisa data kualitatif, proses yang digunakan dalam

menganalisis adalah sebagai berikut:

1. Mencatat hal-hal yang menjadi sumber data di lapangan sebagai acuan untuk

pencarian atau penelusuran data berikutnya.

2. Mengelompokan data yang sudah terkumpul.

3. Menganalisis data yang sudah terkumpul serta menemukan pola atau teori

baru apabila diketemukan saat penelitian berlangsung.

Setelah melakukan pengumpulan data, penulis mulai mengevaluasi kesimpulan yang

diperoleh di lapangan dengan menggunakan kekuatan analisis dan sintesis dengan cara

membandingkan antara apa yang diketemukan di lapangan dengan konsep teori secara

tertulis.

H. Definisi Istilah

Kajian

Kata “Kajian” mempunyai makna: Proses, cara perbuatan, mengkaji, penyelidikan (pelajaran

yang mendalam). Kata “kajian” bisa memiliki kaitan makna dengan kata “penelitian” dalam

arti: kegiatan pengumpulan, pengolahan analisis dan penyajian data secara sistematis dan

objektif untuk memecahkan suatu persoalan atau menguji suatu teori untuk mengembangkan

prinsip umum.16

Teologi Kontekstual

16
Andri Wicaksono, Pengkajian Prosa Fiksi (Yogyakarta: Garudhawaca. 2017), 63.
Kontekstual adalah melihat kebudayaan sebagai konteks dimana teologi dikembangkan

dan diterapkan, membicarakan masalah-masalah dalam konteksnya dan berupaya berteologi

atas dasar filsafat dan budaya konteks tersebut”. 17

Ritus

Ritus adalah aktivitas dan ekspresi dari sistem keyakinan. Selain itu ritus juga merupakan

bagian dari terhadap upacara yang bersifat sakral.

17
Daniel J. Asams, Teologi Lintas Budaya, Refleksi Barat di Asia (Jakareta: PT BPK Gunung Mulia. 1974), 57.
I. Sistematika Penulisan

BAB I Pendahuluan: Latar belakang masalah, rumusan masalah, tuujuan penelitian, manfaat

penelitian, ruang lingkup penelitian, metode penelitian, analisis data, definisi istilah,

sistematika penulisan.

BAB II Landasan Teori: landasan teori mengenai Kajian Teologi Kontekstual Pelaksanaan

Ritus Kematian Jawa DI GPIAi Efata Soko.

BAB III Pembahasan: Temuan lapangan mengenai Kajian Teologi Kontekstual Pelaksanaan

Ritus Kematian Jawa DI GPIAi Efata Soko.

BAB VI Analisis Data: Analisis data temuan lapangan mengenai Kajian Teologi Kontekstual

Pelaksanaan Ritus Kematian Jawa DI GPIAi Efata Soko.

BAB V Kesimpulan: Kesimpulan dan saran.


DAFTAR PUSTAKA

Adams J. Daniel. Teologi Lintas Budaya, Refleksi Barat di Asia. PT BPK Gunung Mulia:

Moleong, 1974.

Aripudin Acep. Dakwah Antarbudaya. PT Remaja Rosdakarya: Bandung, 2012.

Drewes B.F, Mojau Julianus. Apa Itu Teologi, Pengantar ke Dalam Ilmu Teologi.: BPK Gunung

Mulia: Jakarta, 2007.

Koentjaranigrat. Pengantar Ilmu Antropologi. Aksoro Baru: Jakarta, 1986.

Lexy J. Moleong. Metodologi Penelitian Kualitatif. PT. Remaja Rosdakarya: Bandung, 2010.

Mahmud. Metode Penelitian Pendidikan. Pustaka Setia: Bandung, 2011.

Mulder Niels. Kepribadian Jawa dan Pembangunan Nasional. Gadjah Mada University Press:

Yogyakarta, 1981.

Nasrudin, Sudarsono. Kearifan Lokal. Yayasan Obor Indonsesa: . Jakarta, 2007.

Nasution. Metode Research, Penelitian Ilmiah. PT Bumi Aksara: Jakarta, 2012.

Nazir Moh. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia: Jakarta, 2003.

Sholikhin Muhammad. Misteri Bulan Suro, Perspektif Islam Jawa. PT Suka Buku Kita: Jakarta.

2010.

Sholikhin Muhammad. Ritual dan Tradisi Islam Jawa. PT Suka Bumi: Jakarta, 2010.

Sholikhin Muhammad. Kanjeng Ratu Kidul, dalam Perspektif Islam Jawa. PT Buku Kita:

Jakarta, 2009.
Wicaksono Andri. Pengkajian Prosa Fiksi. Garudhawaca: Yogyakarta, 2017.

Anda mungkin juga menyukai