Anda di halaman 1dari 132

BIMBINGAN ORANG TUA TERHADAP

PERKEMBANGAN IMAN ANAK DALAM KELUARGA KATOLIK


DI PAROKI ST.YUSUP BINTARAN YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat


Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik

Oleh:
Lisnawati Br. Pinem
NIM: 051124026

PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN


KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2009

i
ii
iii
PERSEMBAHAN

Skripsi ini ku persembahkan kepada

Kedua orang tua dan saudara-saudari tersayang yang selalu


memotivasi aku dalam segala hal.
Seluruh Umat Paroki St.Yusup Bintaran yang memberikan kesempatan kepada penulis
untuk mengadakan penelitian demi kelancaran penulisan skripsi ini.
Sahabat-sahabat yang aku sayangi .

iv
MOTTO

“Hidup ini penuh perjuangan, hadapilah hidup ini dengan senyuman”

v
vi
vii
ABSTRAK

Judul Skripsi ini adalah “BIMBINGAN ORANG TUA TERHADAP


PERKEMBANGAN IMAN ANAK DALAM KELUARGA KATOLIK DI PAROKI
ST.YUSUP BINTARAN YOGYAKARTA”. Penulisan skripsi ini berawal dari
keprihatinan penulis akan banyaknya orang tua katolik di Paroki St.Yusup Bintaran
Yogyakarta yang belum memberikan perhatian pada pertumbuhan dan perkembangan
iman anak dalam keluarga katolik. Bimbingan yang diberikan oleh orang tua terhadap
perkembangan iman anak dalam keluarga sangatlah penting. Keluarga merupakan tempat
yang pertama dan utama bagi orang tua untuk memberikan bimbingan dan mengajarkan
banyak hal yang dapat membantu pertumbuhan dan perkembangan iman anak, terutama
nilai-nilai iman katolik. Namun pada kenyatannya orang tua kurang mengikutsertakan
anak dalam kegiatan-kegiatan lingkungan maupun kurang mengikutsertakan anak dalam
kegiatan pendampingan iman anak.
Menanggapi permasalahan yang terungkap dalam latarbelakang tersebut, maka
diperlukan data yang akurat . Oleh karena itu penulis mengadakan penelitian dengan
menggunakan metode survei lapangan dengan menggunakan skala likert untuk
mengetahui seberapa jauh orang tua sudah memberikan bimbingan terhadap
perkembangan iman anak dalam keluarga katolik. Selain itu penulis juga mengumpulkan
sumber-sumber dari buku-buku yang digunakan sebagai acuan. Dari hasil penelitian
diperoleh hasil bahwa responden telah memberikan perhatian yang cukup untuk
mendukung perkembangan iman anak dengan berbagai usaha yang telah dilaksanakan
dan permasalahan yang dihadapi, namun masih ada orang tua yang kurang
memperhatikan perkembangan iman anak.
Dari hasil penelitian yang dilaksanakan, penulis mencoba mengusulkan suatu
program pendalaman iman dalam rangka meningkatkan tanggungjawab dalam
memberikan bimbingan terhadap perkembangan iman anak dalam keluarga dengan model
Shared Christian Praxis yang bertitik tolak dari pengalaman peserta kemudian
dikonfrontasikan dengan Tradisi dan Visi Kristiani. Melalui program yang ditawarkan
ini, diharapkan orang tua semakin terbantu untuk tugas dan tanggungjawabnya sebagai
pendidik yang pertama dan utama dalam keluarga, sehingga mampu mengembangkan
usaha mendidik anak melalui kesaksian sehari-hari dalam kata atau perbuatan, serta
menciptakan suasana yang mendukung perkembangan iman anak.

viii
ABSTRACT

The title of this thesis is THE PARENTS’ GUIDANCE TOWARD THE


CHILDREN FAITH DEVELOPMENT IN THE CATHOLIC FAMILY IN SAINT
JOSEPH PARISH OF BINTARAN YOGYAKARTA. It is chosen based on the
writer’s concern of many Catholic parents in the parish do not pay attention to the growth
and development of children’s faith in the family. Guidance given by parents to the faith
development of children in the family is very important. Family is the first and foremost
place for parents to provide guidance and taught many things that can help the faith
growth and development of children, especially the values of the Catholic faith. However,
the reality shows less participation of parents to let children involve in church and the
faith mentoring children activities.
Responding to problems that were uncovered in the background, the accurate data
is needed. Author, therefore, conducted a study with field survey methods using
questionnaires to find out how much parents have given guidance to the faith
development of children in a Catholic family. Nevertheless, the writer also gathered
resources from the books used as reference. The results of the research showed that the
respondents have given sufficient attention to support the faith development of children
with various efforts that have been implemented and problems encountered, but there is
still a lack of parental attention to child's faith development.
Based on the results of research conducted, the author tries to propose a course of
deepening faith in order to increase responsibility of providing guidance to the faith
development of children in families with Shared Christian Praxis model that begins with
the experience of participants and then confronted with the tradition and the Christian
Vision. Through this offered program, parents are expected to increasingly be helped to
carry out duties and responsibilities as first and foremost educators in the family, so as to
develop the effort to educate children through their daily witness in words and deeds, and
create an atmosphere that supports the child's faith development.

ix
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah Bapa karena kasihNya penulis dapat menyelesaikan

skripsi yang berjudul “BIMBINGAN ORANG TUA TERHADAP

PERKEMBANGAN IMAN ANAK DALAM KELUARGA KATOLIK DI PAROKI

ST. YUSUP BINTARAN YOGYAKARTA”. Penulis mencoba mengetengahkan

permasalahan yang masih berkaitan dengan pentingnya bimbingan orang tua terhadap

perkembangan iman anak, khususnya dalam keluarga.

Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari rasa keprihatinan penulis terhadap

pendidikan iman anak-anak di Paroki St. Yusup Bintaran Yogyakarta. Oleh karena itu

penyusunan skripsi ini bertujuan membantu para orang tua katolik di Paroki Bintaran

demi meningkatkan kesadaran pentingnya bimbingan orang tua terhadap perkembangan

iman anak dalam keluarga. Orang tualah menjadi pendidik yang pertama dan utama

dalam perkembangan anak.

Pendalaman iman bagi orang tua katolik di Paroki Bintaran dengan model Shared

Christian Praxis. Katekese dengan model ini mengajak umat untuk terlibat aktif dalam

menggali iman Kristian. Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari banyak dukungan dan

perhatian dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena

itu, dari hati yang ikhlas penulis mengucapkan banyak terima kasih.

1. Dra. Y. Supriyati, M. Pd., selaku dosen pembimbing utama yang telah memberikan

perhatian, meluangkan waktu dan membimbing penulis dengan penuh kesabaran,

memberikan masukan-masukan dan kritik-kritikan, sehingga penulis dapat lebih

x
termotivasi dalam menuangkan gagasan-gagasan dari awal hingga akhir penulisan

skripsi ini.

2. Drs. L. Bambang Hendarto. M.Hum. sebagai dosen wali yang terus menerus

mendampingi dan selalu mengingatkan penulis untuk segera menyelesaikan skripsi

ini.

3. Y. H. Bintang Nusantara, SFK. M.Hum. selaku dosen penguji yang bersedia

membantu mengoreksi penulisan skripsi ini.

4. Segenap Staf Dosen dan karyawan Prodi IPPAK-JIP, Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, yang telah membantu kelancaran

penyusunan skripsi ini.

5. Rm. FX.Agus Gunardi Pr, selaku Pastor Paroki St.Yusup Bintaran Yogyakarta yang

memberikan kesempatan dan dukungan bagi penulis untuk mengadakan penelitian

demi kelengkapan skripsi ini.

6. Seluruh umat di Paroki St.Yusup Bintaran Yogyakarta, khususnya lingkungan

Theresia, lingkungan Paulus, lingkungan Stefanus dan lingkungan Antonius.

7. Bapak, ibu dan kakak-adikku yang memberi semangat dan dukungan moral, material,

dan spiritual selama penulis menempuh studi di Yogyakarta.

8. Drs. H.J. Suhardiyanto SJ, yang telah mengijinkan penulis tinggal di pondok asem

sehingga proses studi dapat berjalan dengan lancar dan mendapatkan suatu semangat

dari teman-teman yang selalu datang dan bekerja dengan keras di tempat ini.

9. Semua teman yang tergabung dalam Sor Asem Community (Eriyem, Desiyem,

Nuriyem, Diajeng Lusi, Henny, Mea, Ce Hong, Dodi, MJ dll) terima kasih untuk

xi
dukungan dan kerja keras kita bersama selama ini dan kunjungannya selama ini

sehingga nuansa pondok asem semakin meriah.

10. Sahabat-sahabat mahasiswa angkatan 2005/2006 baik yang sudah lulus maupun yang

masih berjuang di kampus IPPAK terimakasih atas kebersamaan dalam susah dan

senang, dukungan, perhatian, perjuangan bersama selama masa perkuliahan.

11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Terimakasih atas kebaikan

yang telah Anda berikan kepada penulis.

Penulis menyadari ketidak sempuranan skripsi ini. Oleh karena itu saran dan

kritik demi kebaikan dalam penulisan skripsi ini, penulis terima dengan senang hati.

Yogyakarta, 9 September 2009

Penulis

Lisnawati Br.Pinem

xii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..................................................................................................... i


HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .......................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................................... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................................. iv
MOTTO ........................................................................................................................ v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ...................................................................... vi
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ...................................................... vii
ABSTRAK................................................................................................................. viii
ABSTRACT ................................................................................................................ ix
KATA PENGANTAR .................................................................................................. x
DAFTAR ISI.............................................................................................................. xiii
DAFTAR SINGKATAN ......................................................................................... xviii
BAB I . PENDAHULUAN........................................................................................... 1
A. Latar Belakang .............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 5
C. Tujuan Penulisan ........................................................................................... 5
D. Manfaat Penulisan.......................................................................................... 5
E. Metode Penulis .............................................................................................. 6
F. Sistematika Penulis ........................................................................................ 6
BAB II. BIMBINGAN ORANG TUA TERHADAP PERKEMBANGAN
IMAN ANAK DALAM KELUARGA KATOLIK........................................ 8
A. Bimbingan Orang Tua Dalam Keluarga ....................................................... 8
1. Pengertian Keluarga, Orang tua, dan Bimbingan ..................................... 8
a. Keluarga ............................................................................................... 8
b. Orang tua ........................................................................................... 10
c. Bimbingan .......................................................................................... 11
2. Pentingnya Bimbingan Orang Tua dalam Keluarga ................................ 13
3. Tujuan Bimbingan Orang Tua dalam Keluarga...................................... 15

xiii
B. Perkembangan Iman Anak Dalam Keluarga ............................................... 17
1. Pengertian Perkembangan Iman Anak .................................................. 17
a. Perkembangan Iman............................................................................ 17
b. Perkembangan Iman Anak.................................................................. 18
2. Keluarga Katolik Sebagai Persemaian dan
Perkembangan Iman Anak..................................................................... 19
a. Keluarga Sebagai Tempat Persemaian Iman Anak ......................... 19
b. Keluarga Katolik Dipanggil dan Diutus Untuk
Memperkembangkan Iman Anak.................................................... 20
3. Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Perkembangan
Iman Anak Dalam Keluarga ................................................................. 21
a. Internal ............................................................................................ 21
b. Eksternal ......................................................................................... 26
C. Peranan Orang Tua Dalam Perkembangan Iman Anak ............................... 27
1. Hal-Hal yang mendasari Tugas Orang Tua dalam
Pendidikan Iman Anak .......................................................................... 27
a. Dasar Kitab Suci .............................................................................. 29
b. Dasar Ajaran Gereja ........................................................................ 30
c. Dasar Moral .................................................................................... 33
2. Tanggung jawab Keluarga Terhadap Perkembangan Iman Anak ......... 34
a. Gravissium Educationis .................................................................. 34
b. Familliaris Consortio ...................................................................... 35
BAB III. SITUASI ORANG TUA DALAM MEMBIMBING
ANAK DI PAROKI ST.YUSUP
BINTARAN YOGYAKARTA................................................................... 37
A. Situasi Umum Paroki Santo Yusup Bintaran............................................... 37
1. Sejarah Singkat Gereja Santo Yusup Bintaran ...................................... 37
2. Jumlah Umat .......................................................................................... 39
3. Mata Pencaharian Umat ........................................................................ 40
4. Macam-Macam Kegiatan Umat ............................................................. 40
B. Metodologi Penelitian Tentang Situasi Orang Tua Dalam
Membimbing Anak Di Paroki St Yusup Bintaran Dalam Memberikan
Bimbingan Dalam Perkembangan Iman Anak ............................................ 40

xiv
1. Tujuan Penelitian ................................................................................... 40
2. Jenis Penelitian....................................................................................... 41
3. Metode Penelitian .................................................................................. 42
4. Instrumen Penelitian .............................................................................. 42
5. Responden Penelitian............................................................................. 42
6. Waktu dan Tempat ................................................................................. 43
7. Teknik Analisis Data.............................................................................. 43
8. Variabel Penelitian................................................................................. 44
C. Laporan Hasil Penelitian ............................................................................. 44
1. Identitas Penelitian................................................................................. 44
2. Tugas Sebagai Orang Tua dalam Perkembangan Anak......................... 46
3. Perhatian Orang Tua dalam Memperkembangkan Iman Anak
Di Paroki Santo Yusup Bintaran............................................................ 51
D. Pembahasan Hasil Penelitian ....................................................................... 54
1. Identitas Responden ............................................................................... 55
2. Menyadari Tugas Sebagai Orang Tua dalam
Memperkembangkan Anak.................................................................... 55
3. Perhatian Orang Tua dalam Memperkembangkan Iman Anak
di Paroki Santo Yusup Bintaran............................................................. 60
4. Keterbatasan Penelitian ......................................................................... 64
BAB IV. KATEKESE SEBAGAI SATU USAHA DALAM
MENINGKATKAN KESADARAN AKAN PENTINGNYA
BIMBINGAN ORANG TUA TERHADAP PERKEMBANGAN
IMAN ANAK ............................................................................................ 65
A. Pengertian Dan Tujuan Katekese................................................................. 65
1. Pengertian Katekese............................................................................... 65
2. Tujuan Katekese..................................................................................... 66
B. Katekese Model Shared Christian Praxsis Sebagai Salah Satu
Model Pendampingan Bagi Orang Tua Dalam Memperkembangkan
Iman Anaknya Di Paroki St. Yusup Bintaran............................................. 67
1. Tiga Komponen Pokok Shared Christian Praxsis.................................. 67
a. Shared .............................................................................................. 67
b. Christian .......................................................................................... 68

xv
c. Praxsis.............................................................................................. 69
2. Langkah-langkah Model Shared Christian Paraxsis............................. 70
a. Langkah Nol (0): Pemusat Aktivitas ............................................... 70
b. Langkah Pertama : Pengungkapan Pengalaman
Hidup Faktual (Mengungkapkan Pengalaman Peserta)................... 71
c. Langkah Dua : Refleksi Kritis Pengalaman Hidup Faktual
(Mendalami Hidup Peserta) .............................................................. 71
d. Langkah Ketiga : Mengusahakan Supaya Tradisi dan Visi
Kristiani Lebih Terjangkau
(Menggali Pengalaman Iman Kristiani) .......................................... 72
e. Langkah Empat : Interpretasi Dialektis antara Tradisi dan
Visi Kristiani dengan Tradisi dan Visi Peserta
(Menerapkan Iman Kristiani dalam Situasi Peserta Konkrit) ......... 73
f. Langkah Lima : Keterlibatan Baru Demi Terwujudnya Kerajaan
Allah Di Dunia (Mengusahakan Suatu Aksi Konkrit)...................... 73
C. Usulan Program Katekese............................................................................ 74
1. Latar Belakang Penyusunan Program.................................................... 74
2. Tujuan Program ..................................................................................... 75
3. Usulan Tema .......................................................................................... 76
D. Penjabaran Program ..................................................................................... 78
E. Pelaksanaan Katekese Model Shared Christian Praxis
Di Paroki St. Yusup Bintaran Yogyakarta.................................................. 82
F. Refleksi Atas Pelaksanaan Katekese Model Shared Christian Praxis
Bagi Orang Tua Katolik Di St. Yusup Bintaran ......................................... 95
1. Tema ...................................................................................................... 95
2. Tujuan ................................................................................................... 95
3. Pengembangan Langkah-langkah .......................................................... 96
4. Komunikasi Iman .................................................................................. 96
5. Sarana dan Metode ................................................................................ 96
6. Suasana dan Keterlibatan Peserta ......................................................... 97
BAB V. PENUTUP ................................................................................................... 98
A. Kesimpulan ................................................................................................. 98
B. Saran ......................................................................................................... 101
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 103

xvi
LAMPIRAN ............................................................................................................. 105
Lampiran 1 : Surat Ijin Penelitian .......................................................................(1)
Lampiran 2 : Surat Kuesioner untuk Penelitian ..................................................(2)
Lampiran 3 : Kuesioner Penelitian ......................................................................(3)
Lampiran 4 : Teks Kitab Suci ..............................................................................(8)
Lampiran 5 : Cerita Ilustrasi ...............................................................................(9)

xvii
DAFTAR SINGKATAN

A. Singkatan Kitab Suci

Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengutib Alkitab (Perjanjian

Lama dan Perjanjian Baru, yang diselenggarakan oleh Lembaga Alkitab Indonesia,

ditambah dengan Deuteronika, yang diselenggarakan oleh Lembaga Biblika Indonesia).

Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia, 1997.

B. Singkatan Dokumen Resmi Gereja

CT Chatechesi Tradendae, Anjuran Apostolik Paus Yohanes Paulus II

kepada Para Uskup, klerus dan segenap umat beriman tentang katekese

masa kini, 16 Oktober 1979.

FC Familiaris Consortio, Amanat Apostolik Paus Yohanes Paulus II

tantang Keluarga Kristiani Dalam Dunia Modern, 22 November 1981.

GE Gravissimum Educationis, pernyataan konsili vatikan II tentang

Pendidikan Kristen

KHK Kitab Hukum Kanonik (Codex Iuris Canonici), diundang oleh Paus

Yohanes Paulus II tanggal 25 Januari 1983.

C. Daftar Singkatan Lain

Art : Artikel

dll : dan lain-lain

KWI : Konferensi Wali Gereja Indonesia

xviii
MAWI : Majelis Agung Wali Gereja Indonesia

PNS : Pegawai Negeri Sipil

Pr : Praja

Rm : Romo

SJ : Society Jesus

St : Santo

PIA : Pendampingan Iman Anak

MB : Madah Bakti

Kan : Kanon

PKKI : Pertemuan Kateketik antar Keuskupan se- Indonesia

SCP : Shared Christian Praxsis

xix
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidik pertama dan utama bagi anak adalah orang tua. Sejak kecil anak harus

terus-menerus diberi bimbingan tentang berbagai hal oleh orang tua misalnya saja, pada

fase tertentu orang tua mengajarkan berjalan, anak diperkenalkan dengan benda-benda

yang ada disekitarnya, mengajari mereka sopan santun, sampai mengajari anak pada

perkembangan iman anak. Orang tua berkewajiban untuk menumbuhkembangkan anak-

anak mereka melalui masyarakat, agar anak menjadi manusia yang berguna bagi dirinya

sendiri dan orang lain (Soerjanto, 2007: 1).

Tugas mendidik berakar dalam panggilan utama suami isteri untuk berperan serta

dalam karya penciptaan Allah. Bila orang tua dalam kasih dan karena kasih melahirkan

pribadi baru yang dipanggil untuk tumbuh dan berkembang, maka orang tua

bertanggungjawab mengemban tugas membantunya menjadi manusia utuh, karena

mereka memberikan kehidupan kepada anak-anak, maka para orang tua mengembangkan

tugas mahaberat mendidik anak dan sebab itu mereka harus diakui pendidik pertama dan

utama. Tugas pendidik itu begitu penting sehingga bila tidak ditunaikan sulit dapat

dilengkapi. Para orang tua wajib untuk menciptakan lingkungan keluarga, yang dijiwai

cinta kasih terhadap Allah dan manusia, sehingga membantu pendidikan pribadi dan

sosial anak-anak yang utuh. Sebab itu keluarga adalah sekolah pertama keutamaan-

keutamaan sosial yang dibutuhkan tiap masyarakat. Terutama di dalam keluarga kristen,

yang dilengkapi rahmat dan tugas sakramen perkawinan, anak-anak sejak dini harus

diajari memandang dan menyembah Allah serta mencintai sesama sesuai dengan iman

yang diterima dalam permandian. Dalam keluarga anak-anak mendapatkan pengalaman


2

pertama baik sekitar masyarakat manusia yang sehat, maupun sekitar gereja. Akhirnya

melalui keluarga, anak-anak mulai perlahan-lahan dihantar masuk ke dalam pergaulan

para warga dan ke dalam umat Allah. Oleh karena itu para orang tua harus sadar betapa

pentingnya keluarga yang benar-benar kristen untuk kehidupan dan kemajuan umat Allah

sendiri. Maka mereka harus diakui pendidik pertama dan utama anak-anaknya. Tugas

pendidik ini begitu menentukan sehingga hampir tak tergantikan bila tidak ada (GE art.

3).

Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa orang tua dalam konteks ini mempunyai

posisi yang sah dan sangat menentukan dalam penanaman nilai-nilai iman pada anak

dalam keluarga. Selain itu keluarga katolik juga dipanggil dan diutus menjadi tempat

pembenihan panggilan. Keluarga katolik diharapkan menjadi tempat bertumbuhnya iman,

sedemikian rupa sehingga anak katolik yang diasuh dan didik dalam keluarga tersebut

dapat menyadari panggilan Tuhan atas dirinya (Hardiwardoyo, 2007: 17). Orang tua

berkewajiban untuk menciptakan lingkup keluarga yang diliputi semangat bakti kepada

Allah dan kasih sayang terhadap sesama. Tentu saja pendidikan yang diselenggarakan

oleh sekolah, Gereja dan pemerintah tidak bisa diabaikan, tetapi yang menjadi dasar

dalam memperkembangkan iman anak yang pertama dan utama dalam keluarga adalah

orang tua. Bimbingan orang tua dalam keluarga sangat berpengaruh dalam perkembangan

iman anak dan tidak dapat tergantikan. Orang tualah yang senantiasa memperkembangkan

iman anaknya. Dengan demikian, orang tualah yang yang harus diakui sebagai pendidik

mereka yang pertama dan utama. Orang tua memiliki kewajiban dan tanggungjawab yang

berat dalam mengusahakan pendidikan yang membantu pertumbuhan dan perkembangan

iman anak.

Dalam kenyataannya banyak orang tua yang belum menyadari sepenuhnya akan

pelaksanaan tugasnya, khususnya dalam membimbing perkembangan iman anak dalam


3

keluarga. Banyak orang tua yang melalaikan tugas mereka sebagai pembimbing dalam

perkembangan iman anak. Orang tua sering sekali sibuk dengan pekerjaan mereka

masing-masing. Selain itu orang tua juga kurang mengikutsertakan anak dalam kegiatan-

kegiatan lingkungan dan sekolah minggu, sehingga anak terkadang mengalami

kemunduran dalam hal perkembangan iman.

Kemunduran iman anak dapat dilihat dengan semakin sedikitnya anak-anak yang

mengikuti kegiatan pendampingan iman anak (PIA) yang telah disediakan oleh Gereja

sebagai sarana untuk memperkembangkan iman anak dengan berkumpul bersama anak-

anak lainnya. Dalam kegiatan PIA, anak juga belajar untuk bersosialisasi dengan teman-

teman seimannya. Namun sering sekali sangat kurang dukungan dan dorongan dari orang

tua terhadap perkembangan iman anak, sehingga anak tidak bersemangat dalam

mengikuti PIA di Gereja. Selain itu orang tua juga kurang mengikutsertakan anak dalam

kegiatan-kegiatan di lingkungan misalnya, doa lingkungan, doa rosario, pertemuan

lingkungan dll. Hal ini disebabkan karena kegiatan tersebut dapat mengganggu jam

belajar anak. Orang tua sering lebih mementingkan perkembangan intelektual saja, namun

dalam perkembangan iman kurang memberikan dorongan pada anaknya. Kurangnya

dukungan dan dorongan orang tua terkadang menyebabkan anak mulai terbiasa tidak

mengikuti kegiatan-kegiatan di Gereja maupun lingkungan. Kebiasaan anak yang sering

tidak mengikuti kegiatan-kegiatan tersebut sering sekali terbawa hingga mereka dewasa,

sehingga iman anak juga tidak mengalami perkembangan. Sering sekali kegiatan-kegiatan

lingkungan hanya dipenuhi oleh orang tua saja, sedangkan orang-orang muda kurang

memiliki minat dalam kegiatan tersebut. Permasalahan di atas menggambarkan bahwa

bimbingan orang tua dalam perkembangan iman anak sangatlah penting. Dukungan dan

dorongan yang diberikan oleh orang tua akan menentukan perkembangan hidup anak.
4

Berdasarkan pengalaman dan informasi melalui wawancara dari beberapa orang

tentang pendampingan iman anak atau sering disebut PIA, yang terjadi saat ini di Paroki

St.Yusup Bintaran Yogyakarta pada sekarang ini banyak mengalami kemunduran. Di

Paroki St.Yusup Bintaran Yogyakarta banyak anak-anak yang seharusnya bisa mengikuti

pendampingan iman anak, namun hanya sekitar 40 % saja yang aktif mengikuti kegiatan

PIA. Selain itu kemunduran juga terlihat dalam kegiatan-kegiatan di lingkungan

misalnya, doa rosario dan Bulan Kitab Suci jarang sekali orang tua mengikutsertakan

anaknya dalam kegiatan tersebut. Orang tua lebih menekankan anak untuk belajar di

rumah dari pada membawa mereka untuk ikut dalam kegiatan lingkungan. Dari didikan

orang tua yang kurang mengikutsertakan anak dalam kegiatan Gereja maupun

lingkungan, maka anak juga merasa semua kegiatan yang disajikan oleh Gereja demi

perkembangan iman anak tidaklah penting. Orang tua kurang menyadari kegiatan-

kegiatan baik di Gereja maupun di lingkungan tersebut dapat membantu perkembangkan

iman anak. Bimbingan orang tua terkadang hanya sebatas ilmu pengetahuan saja, mereka

kurang menyadari perkembangan iman anak juga membutuh bimbingan agar senantiasa

berkembang dalam hal imannya

Melihat permasalahan di atas ini, maka penulis tergerak hatinya untuk menyusun

skripsi yang berjudul “BIMBINGAN ORANG TUA TERHADAP

PERKEMBANGAN IMAN ANAK DALAM KELUARGA KATOLIK DI PAROKI

ST.YUSUP BINTARAN YOGYAKARTA”. Melalui judul ini, penulis mengajak para

orang tua katolik Paroki St.Yusup Bintaran untuk lebih memperhatikan perkembangan

iman anak dalam keluarga, terutama dalam melibatkan anak dalam setiap kegiatan gereja

maupun lingkungan.
5

B. Rumusan Masalah

1. Sejauh muna orang tua telah memberikan bimbingan iman pada anak dalam keluarga

katolik?

2. Sejauh muna orang tua memahami tugas dan tanggung jawab mereka dalam

memberikan bimbingan iman terhadap anak dalam keluarga katolik?

3. Apakah orang tua di Paroki Bintaran Yogyakarta sudah memberikan bimbingan

terhadap perkembangan iman anak mereka?

C. Tujuan Penulisan

1 Memberikan pengertian pada orang tua bahwa bimbingan terhadap anak dalam

keluarga itu sangat penting demi perkembangan dirinya.

2 Membantu orang tua untuk memahami akan tugas dan tanggung jawab dalam

memberikan bimbingan terhadap perkembangan iman anak.

3 Mengetahui sejauh mana orang tua katolik di Paroki St.Yusup Bintaran Yogyakarta

telah memperhatikan perkembangan iman anak dalam keluarga?

D. Manfaat Penulisan

1. Meningkatkan pengetahuan orang tua terhadap pentingnya bimbingan orang tua

dalam perkembangan iman anak.

2. Memberikan masukan kepada orang tua agar mereka semakin menyadari tugas dan

tanggungjawabnya sebagai pembimbing iman anak yang pertama dan utama dalam

keluarga.

3. Memberikan masukan pada orang tua katolik di Paroki St.Yusup Bintaran Yogyakarta

agar lebih memperhatikan perkembangan iman anak dalam keluarga.


6

E. Metode Penulisan

Metode penulisan dengan menggunakan metode dekriptif analisis yaitu,

memaparkan, menguraikan serta menganalisis permasalahan yang ada, sehingga

ditemukan jalan pemecahan yang tepat. Data yang dibutuhkan, diperoleh dengan

menggunakan kuesioner terhadap orang tua perkembangan iman anak dalam keluarga di

Paroki St.Yusup Bintaran Yogyakarta.

F. Sistematika Penulisan

Tulisan ini mengambil judul “Bimbingan Orang Tua terhadap Perkembangan

Iman Anak dalam keluarga Katolik di Paroki St.Yusup Bintaran Yogyakarta” yang dibagi

menjadi lima bab.

Bab I PENDAHULUAN

Bab ini merupakan pendahuluan yang terdiri dari latar belakang penulisan, identifikasi

masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan, pembatasan masalah, metode dan

sistematika penulisan.

Bab II BIMBINGAN ORANG TUA TERHADAP PERKEMBANGAN IMAN ANAK

DALAM KELUARGA KATOLIK

Membahas tentang bimbingan orang tua dalam keluarga katolik, mulai dari pengertian

keluarga, pengertian orang tua, pengertian tentang bimbingan, Pentingnya bimbingan

orang tua terhadap perkembangan anak dalam keluarga, serta menguraikan tentang

perkembangan iman anak

Bab III PENELITIAN TENTANG SITUASI ORANG TUA DALAM MEMBIMBING

ANAK DI PAROKI ST.YUSUP BINTARAN YOGYAKARTA.

Dalam bab ini dijelaskan gambaran umum situasi Paroki Bintaran baik itu letak geografis,

luas wilayah, keadaan alam, mata pencarian dan bagaimana situasi keterlibatan umat
7

dalam hidup menggereja di Paroki Bintaran. Selain itu juga dalam bab ini membahas

penelitian mengenai kegiatan bimbingan orang tua terhadap perkembangan iman anak

dalam keluarga katolik.

Bab IV KATEKESE SEBAGAI SATU USAHA DALAM MENINGKATKAN

KESADARAN AKAN PENTINGNYA BIMBINGAN ORANG TUA TERHADAP

PERKEMBANGAN IMAN ANAK

Membahas tentang bagaimana katekese sebagai salah satu usaha dalam meningkatkan

kesadaran akan pentingnya bimbingan orang tua dalam memperkembangkan iman anak.

Selain itu katekese yang dilaksanakan di lingkungan Stefanus Paroki St.Yusup Bintaran

Yogyakarta.

Bab V PENUTUP:

Bab ini berisi kesimpulan dan saran.


BAB II
BIMBINGAN ORANG TUA TERHADAP PERKEMBANGAN IMAN ANAK
DALAM KELUARGA KATOLIK

Dalam bab II ini lebih pada kajian pustaka yang akan penulis uraikan dalam tiga

bagian yaitu bagian pertama tentang bimbingan orang tua dalam keluarga yang meliputi,

pengertian keluarga, orang tua, dan bimbingan, pentingnya bimbingan orang tua terhadap

perkembangan anak dalam keluarga, serta tujuan bimbingan orang tua terhadap

perkembangan anak dalam keluarga. Pada bagian ke dua tentang perkembangan iman

anak dalam keluarga yang meliputi pengertian perkembangan iman anak, keluarga

katolik sebagai tempat persemaian dan perkembangan iman anak, dan hal-hal yang perlu

diperhatikan dalam perkembangan iman anak dalam keluarga. Sedangkan pada bagian

tiga tentang peranan orang tua dalam perkembangan iman anak yang meliputi hal-hal

yang mendasari tugas orang tua dalam pendidikan iman anak dan tanggung jawab

keluarga terhadap perkembangan iman anak.

A. Bimbingan Orang Tua Dalam Keluarga

1. Pengertian Keluarga, Orang tua, dan Bimbingan

a. Keluarga Katolik

Keluarga merupakan bagian dari masyarakat yang terkecil, suatu persekutuan

dalam hubungannya dengan hak, kewajiban dan pertalian simpati antara suami

dengan istri dan orang tua dengan anak-anak. Keluarga mempunyai pengaruh sangat

besar terhadap masyarakat. Suatu keluarga dikatakan baik, bila terjalin hubungan

cinta kasih antar suami istri dan anak-anak. Dalam cinta kasih orang mempunyai
9

kesanggupan untuk berkorban, sedia untuk menderita bersama, saling menghormati,

sabar, dan dapat mempermudah kesulitan hidupnya (Pudjiono, 2007: 2-3).

Dalam kehidupan keluarga, dasar kesatuan hidup perlu dimiliki dan

dikembangkan baik dalam masyarakat umum maupun masyarakat gerejani. Oleh

sebab itu keluarga katolik dinyatakan dan dibentuk oleh ikatan kasih seorang laki-laki

dan seorang perempuan yang dikasihi Tuhan yang terikat dalam sakramen perkawinan

karena karya Allah melalui perantaraan seorang imam. Dengan berjanji dihadapan

Tuhan, mereka merencanakan untuk membangun rumah tangganya yang tak

terceraikan dan hanya terputuskan oleh maut saja. Ini berarti tidak melibatkan pihak

ketiga dalam hubungan cinta kasih (monogam). Gereja masih merasa perlu bahwa

keluarga Kristiani seharusnya diperhatikan dan ditolong secara khusus, walau telah

banyak usaha yang ditempuh untuk membantu suami-istri namun sampai kini masih

memerlukan perhatian untuk memelihara keutuhan perkawinannya serta hidup

beriman. Dengan demikian dapat dimengerti bahwa keluarga katolik yang dimaksud

yaitu keluarga yang terbentuk atas dasar cinta kasih sejati yang membuahkan benih

cinta bagi anak-anak mereka di dalam sakramen perkawinan yang tak terceraikan dan

monogam. Keluarga katolik akan selalu berusaha membangun pemeliharaan hidup

beriman di dalam mengembangkan iman bagi anak mereka (Darmawijaya, 1994: 58-

60).

Keluarga terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak. Setiap anggota keluarga baik

ayah, ibu maupun anak-anak masing-masing mempunyai hak, tugas dan peranan

dalam membangun keluarga yang mampu menjadi teladan satu sama lain, sekaligus

keluarga ini sebagai satu kesatuan pribadi yang utuh. Tanpa kehadiran salah satu

anggota keluarganya, maka keluarga itu akan menjadi tidak utuh lagi, sebab dalam

keluarga setiap anggota memiliki peranan dan hubungan erat yang tidak dapat
10

dipisahkan. Dengan demikian keluarga merupakan persekutuan hidup, pusat hidup

yang terkecil sebagai suatu sel yang tumbuh dalam masyarakat. Keluarga katolik

merupakan suatu hubungan yang tercipta mesra antara suami-istri dan anak mereka.

Oleh karena itu, orang tua bertanggung jawab dalam keluarga dan memegang peran

dalam memperkembangkan benih kasih yang tumbuh dan memperkembangkan benih

iman melalui pendampingan di dalam keluarga sehari-harinya (Groenen, 1983: 111).

b. Orang Tua

Orang tua berkaitan erat dengan kehidupan berkeluarga, yang di dalamnya

terdapat ayah, ibu dan anak-anak. Orang tua adalah pribadi pertama yang memiliki

kesempatan memperkenalkan realitas hidup duniawi kepada anak-anak, dan sekaligus

sebagai pendidik pertama yang mengajarkan kebenaran. Orang tua bertanggung jawab

terhadap keluarga/rumah tangga dan memegang peranan penting dalam kelangsungan

hidup rumah tangga. Dalam keseharian orang tua biasa disebut dengan kata bapak dan

ibu. (Agung Prihartana, 2008: 21).

Orang tua Katolik merupakan pasangan suami-istri yang telah disatukan oleh

Allah, sehingga mereka tidak lagi dua melainkan satu (Mat 19: 6). Maka mereka

berdua merupakan satu pasangan yang berkenan pada Allah dan terhormat di mata

masyarakat. Perkawinan mereka dapat dikatakan sah, bila dilakukan oleh dua orang

yang telah dibabtis secara sah pula, maka perkawinan tersebut merupakan sebuah

sakramen, sebuah tanda dan sarana rahmat, sebuah lambang dari perkawinan suci

antara Kristus dengan jemaatnya (Ef 5). Dan Kitab Hukum Kanonik menguraikan

bahwa:

“Orang tua kristiani adalah pasangan yang memiliki sebuah perjanjian


perkawinan antara laki-laki dan perempuan yang dibabtis untuk membentuk
kebersamaan seluruh hidup yang mengarah pada kesejahteraan suami-istri,
11

kelahiran dan pendidikan anak, di mana perjanjian diangkat oleh Kristus Tuhan
menjadi sakramen. Kebersamaan hidup bersama yang terbuka pada kelahiran
yang akan membawa laki-laki dan perempuan itu menjadi orang tua, yaitu orang
tua kristiani. (Kan. 1005)”

Dalam uraian di atas orang tua kristiani juga merupakan orang tua yang

menampilkan sikap dan perilaku hidup bercirikan pola Kristiani, misalnya hidup

penuh kasih, mengampuni, mempunyai relasi yang dekat dengan Allah. Jika orang tua

telah dapat memberikan cerminan hidup kristiani, maka juga dapat menciptakan

keluarga yang dapat menciptakan suasana keluarga yang diterangi oleh ajaran Kristus.

Allah menyerahkan anak pada pasangan suami istri sebagai sebuah titipan dariNya.

Sebagai titipan Allah dan sekaligus juga sebagai citra Allah, setiap anak haruslah

sepenuh-penuhnya mereka hargai, mereka cintai, mereka asuh, dan mereka didik,

sehingga di kemudian hari mampu dan berhasil mengasihi Allah dan sesamanya.

Allah menghendaki bahwa keluarga menjadi tempat utama bagi lahir dan tumbuh

kembang setiap anak. Allah juga menghendaki bahwa keluarga menjadi tempat

pertama untuk pendidikan anak, sebelum ia didik menjadi lanjut di sekolah dan

tempat-tempat yang lain.

Tugas mendidik berakar dari panggilan utama suami-istri untuk berperan serta

dalam karya penciptaan Allah. Orang tua yang telah menyalurkan kehidupan kepada

anak-anak, maka terikat kewajiban amat berat untuk mendidik mereka. Oleh karena

itu orang tualah yang bertanggungjawab dalam perkembangan anak baik itu

pengetahuan maupun iman anak (FC art. 36).

c. Bimbingan

Bimbingan merupakan bantuan yang dapat diberikan oleh pribadi bagi tiap

individu yang usianya tidak ditentukan untuk dapat menjalani kegiatan hidup,
12

mengembangkan sudut pandangnya, mengambil keputusan sendiri dan menanggung

beban sendiri (Singgih Gunarsa, 1979: 23). Tekanan di sini diberikan pada bantuan,

sehingga orang yang dibimbing lebih berperan dalam menentukan arah bantuan itu.

Bimbingan ini bertujuan membantu si penerima, agar bertambah kemampuan

bertanggung jawab atas dirinya.

Menurut L.D.Crow dan A.Crow dalam Singgih Gunarsa, (1979: 23) seorang

pembimbing tidak menentukan jalan yang akan ditempuh seseorang, melainkan hanya

memberikan bantuan dalam menemukan dan menentukan sendiri jalan yang akan

ditempuhnya. Seperti yang diungkapkan bahwa pembimbing harus memperoleh

latihan khusus sehingga dapat bertanggungjawab hubungannya dengan perubahan

hidup dan nasib seseorang. Dengan demikian perlunya pemahaman yang mendalam

mengenai orang yang akan diberi bimbingan misalnya, umur, taraf kecerdasan, latar

belakang keluarga, pendidikan dan lain-lain. Sedangkan dalam hal ini Walgito (1988:

4) mengatakan bahwa bimbingan adalah bantuan atau pertolongan yang diberikan

kepada individu atau sekumpulan individu-individu dalam menghindari atau

mengatasi kesulitan-kesulitan di dalam kehidupannya, agar individu atau sekumpulan

individu-individu itu dapat mencapai kesejahteraan hidupnya.

Dengan adanya bantuan ini seseorang dapat mengatasi sendiri masalah yang

dihadapinya kemudian hari. Jadi yang memberi bantuan menganggap orang lain dapat

menentukan dirinya sendiri, meskipun kemampuan itu harus digali melalui

bimbingan. Dengan demikian dapat dikatakan bimbingan adalah bantuan yang di

berikan kepada seseorang, agar dapat memperkembangkan potensi-potensi yang

dimiliki di dalam dirinya untuk mengatasi persoalan-persoalan hidup dan dapat

menentukan sendiri jalan hidupnya secara bertanggung jawab tanpa tergantung

dengan orang lain lagi. Selain itu seorang pembimbing mempunyai suatu harapan
13

supaya orang yang dibimbing akan berkembang lebih lanjut, sehingga semakin

memiliki kemampuan untuk berdiri sendiri tanpa berpegangan teguh pada orang lain

dan secara tidak langsung dapat mendewasakan anak dalam menghadapi masalah atau

persoalan yang dialami dalam hidupnya.

Bimbingan dan penyuluhan sebenarnya terutama diberikan di rumah. Rumah

dan keluarga adalah lingkungan hidup pertama, di mana anak memperoleh

pengalaman-pengalaman pertama yang akan mempengaruhi jalan hidupnya. Di sinilah

orang tua menjadi pembimbing anaknya, supaya perkembangan anak yang dialaminya

pada permulaan hidup dapat berlangsung sebaik-baiknya tanpa ada hambatan atau

gangguan (Singgih Gunarsa, 1979: 24).

2. Pentingnya Bimbingan Orang Tua Terhadap Perkembangan Anak Dalam

Keluarga

Sejak anak dalam kandungan, orang tua sebenarnya sudah mulai mempersiapkan

segala sesuatu yang diperlukan oleh anak yang akan lahir. Hal ini dimaksudkan demi

pendidikan anak tersebut setelah lahir. Kelahiran anak-anak hendaknya diyakini

sebagai karunia perkawinan yang paling luhur dan sangat berarti bagi kesejahteraan

suami-istri dalam membangun dan menghidupi hidup berkeluarga (Prasetya L, 2008:

13-14).

Menurut hakikatnya perkawinan dan cinta kasih suami istri tertujukan kepada

adanya keturunan serta pendidikannya. Dengan demikian orang tualah yang

bertanggungjawab untuk memberikan pendidikan baik jasmani, mental, dan rohani

(White E, 1981: 17). Dengan demikian anak mendapatkan pengetahuan pertama kali

melalui bimbingan orang tua dalam keluarga, sehingga dapat mengembangkan diri

anak menuju kedewasaan. Di sini orang tua sebagai guru yang harus bisa
14

membimbing dan menuntun anak sepanjang hidupnya. Bimbingan orang tua dalam

keluarga tidak dapat dikatakan perkerjaan yang remeh, karena anak yang tidak

mendapat bimbingan yang baik dari keluarga maka akibatnya anak juga akan

terjerumus dalam hal-hal yang tidak baik pula. Maka itu berbagai usaha dilakukan

agar anak dapat melaksanakan segala sesuatunya secara mandiri, mulai dari makan,

minum, berjalan, dan sebagainya. Semua itu dilakukan agar anak akhirnya dapat

menjadi orang yang berguna bagi dirinya, orang tua, masyarakat, negara, dan Gereja,

serta demi kemuliaan Allah . Dalam dokumen pedoman Gereja Katolik Indonesia

dikatakan bahwa:

“Arus besar di dalam masyarakat sering menciptakan gambaran seakan-akan


yang terpenting dalam hidup adalah mengumpulkan uang dan materi,
kedudukan dan kekuasaan. Lalu tidak sedikit orang tua yang mengira bahwa
dengan menyediakan materi bagi keluarga tugasnya selesai. Padahal anak
pertama-tama memerlukan perhatian, kehangatan dan kemesraan hubungan
dengan orang tua dan saudara-saudara mereka. Anak-anak memerlukan
keleluasaan isi hati, emosi dan pengalaman kepada orang tua. Oleh karena itu
orang tua harus menyediakan diri dan harus juga dapat bertindak sebagai
sahabat bagi anak-anaknya. Orang tua perlu menggunakan cara yang sesuai
dengan tingkat pertumbuhan kedewasaan anak. Mereka perlu dilatih supaya
bersikap dan bertindak secara bertanggungjawab. Apabila anak tidak
menemukan suasana kerasan tersebut di dalam keluarga, mereka akan lari ke
tempat yang lain atau kepergaulan di luar rumah yang mungkin akan
membahayakan perkembangan jasmani dan rohaninya (Pedoman Gereja
Katolik Indonesia, 1995: 23).

Dokumen ini memberikan penjelasan bahwa pentingnya bimbingan yang

diberikan oleh orang tua bagi setiap anak mereka demi perkembangan anak nantinya.

Selain itu juga peran dan tanggungjawab mereka sebagai orang tua dalam keluarga

diharapkan dapat menciptakan suasana yang harmonis bersama anak-anaknya, bukan

pertama-tama uang dan materi saja yang dibutuhkan oleh anak tetapi kasih sayang dan

bentuk perhatian dari orang tua yang sangat diinginkan oleh setiap anak. Perhatian

dan kasih sayang dari orang tua sangat mempengaruhi perkembangan hidup anaknya
15

dan menjadi dasar dalam hidup anak yang masih kecil dalam keluarga. Sikap orang

tua yang memberikan perhatian dan kasih sayang pada anaknya juga dapat

mempengaruhi seluruh hidup anak selanjutnya baik dalam bertindak dan berbuat yang

lebih berguna dalam hidupnya.

Selain itu dalam kenyataan kehidupan manusia sering sekali menghadapi

persoalan-persoalan yang silih berganti. Manusia memiliki sifat dan kemampuan yang

berbeda-beda. Terkadang ada orang yang sanggup mengatasi persoalan-persoalan

tanpa bantuan dari orang lain, tetapi tidak sedikit manusia yang tidak sanggup

mengatasi persoalannya tanpa bantuan atau pertolongan dari orang lain. Begitu juga

dengan kehidupan anak yang masih perlu mendapat bantuan untuk mempersiapkan

anak untuk berani dan bertanggungjawab dalam menghadapi persoalan-persoalan

hidup nantinya (Walgito, 1989: 7)

Dalam uraian di atas jelas bahwa anak sekarang penting dipersiapkan secara

khusus untuk menghadapi kehidupannya di masa depan. Bimbingan dari keluarga

yang akan menjadi dasar hidup seorang anak dalam menghadapi jaman sekarang ini.

Dalam memperhatikan perkembangan anak, orang tua sebaiknya mengawasi

perkembangan anak dalam hidup yang di jalaninya dan anakpun tidak mudah untuk

terpengaruh dengan lingkungan atau jaman sekarang ini. Bimbingan dari orang tua

dalam keluarga akan menentukan perkembangan anak selanjutnya, baik yang

menyangkut jasmani maupun rohani.

3. Tujuan Bimbingan Orang Tua Terhadap Perkembangan Anak Dalam Keluarga

Ada pepatah mengatakan “Anak-anak tidak pernah menjadi pendengar yang

baik bagi orang tuanya, tetapi mereka dapat menjadi peniru ulung dari orang tuanya

(Handoko, 2004: 71). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa bimbingan orang tua
16

sejak masih kecil sangat menentukan hidup anak nantinya. Melalui orang tualah anak

dapat belajar dengan banyak. Anak menganggap orang tua sebagai teladan dalam

keluarga. Orang tua sebagai tokoh idola yang akan diikuti oleh anak dalam perjalanan

hidup mereka.

Orang tualah yang pertama mengajari dan membimbing anak-anaknya menjadi

orang yang berguna bagi Negara dan Gereja. Awal kehidupan dan lingkungan utama

bagi anak adalah keluarga. Keluarga akan memberikan dasar-dasar kepribadian, sikap

dan prilaku yang akan dipergunakan untuk berhubungan dengan orang lain. Apabila

keluarga telah memperhatikan dasar-dasar kepribadian, sikap dan prilaku anak dalam

keluarga dengan memberi kasih sayang dan perhatian penuh, maka anak akan dapat

bertumbuh dan berkembang ke arah yang lebih baik terutama ketika anak berada di

luar keluarga (Adiyanti, 2003: 93).

Bimbingan juga bertujuan untuk membantu si penerima bimbingan, agar

bertambah kemampuan bertanggungjawab atas dirinya sendiri. Dengan demikian

tujuan bimbingan yang diberikan orang tua, agar mulai dari awal hidupnya anak telah

memiliki dasar-dasar kepribadian, sikap dan prilaku yang baik. Selain itu juga

bimbingan diberikan oleh orang tua agar anak berkembang dan bertumbuh menjadi

seorang pribadi yang lebih dewasa dan bertanggungjawab dalam hidupnya nanti. Oleh

karena itu tugas orang tua memberikan bimbingan pada anak mereka sejak awal

hidupnya sangat bermanfaat, sehingga dapat membantu perkembangan dan

pertumbuhan anak mereka menjadi lebih baik. Selain itu juga dapat

memperkembangkan diri mereka sendiri dan mempertanggungjawabkan dirinya

sendiri (White E, 1981: 17-18).


17

B. PERKEMBANGAN IMAN ANAK DALAM KELUARGA

1. Pengertian Perkembangan Iman Anak

a. Perkembangan Iman

Perkembangan adalah serangkaian perubahan progresif yang terjadi sebagai

akibat dari proses kematangan dan pengalaman (Hurlock, 1990: 2). Ini berarti bahwa

perkembangan bukan sekedar penambahan beberapa sentimeter pada tinggi badan

seseorang atau peningkatan kemampuan seseorang, melainkan suatu proses integrasi

dari banyak struktur dan fungsi komplek. Berbagai perubahan dalam perkembangan

bertujuan untuk memungkinkan orang menyesuaikan diri dengan lingkungan di mana

ia hidup.

Sedangkan iman menurut Amalorpavadas, (1982: 17) adalah pertemuan pribadi

yang mendalam dengan Allah yang hidup, di mana manusia menyerahkan diri dengan

penuh cinta kepadaNya, suatu penyerahan tanpa batas untuk hidup bagi Allah dan

sesuai dengan perintahNya. Dengan demikian iman pertama-tama merupakan suatu

peristiwa hubungan atau perjumpaan secara pribadi antara manusia dengan Allah. Jadi

dapat dikatakan bahwa iman merupakan pertemuan pribadi dan mendalam dengan

Allah yang hidup di mana terjadi suatu penerimaan akan kehadiran Allah dan

penyerahan diri seutuhnya kepada kehendak Allah atas hidup kita.

Dalam buku Ilmu Kateketik dikatakan bahwa seorang yang beriman adalah

“Orang yang menerima dan mau tunduk serta berserah kepada Allah,
mempercayakan diri sungguh kepada Allah, menerima bahwa Allah adalah
kebenaran, menaruh sandaran kepadaNya dan bukan dirinya sendiri, dan dengan
demikian menjadi teguh dan benar oleh karena keteguhan dan kebenaran Allah”
(Talaumbanua, 1999: 44).

Dengan demikian seseorang dapat dikatakan beriman bila percaya dan

menyerahkan dirinya seutuhnya kepada Allah. Beriman berarti menyerahkan diri

sepenuhnya kepada kehendak dan kuasa Tuhan. Manusia akan mencapai iman yang
18

mendalam dan penyerahan diri seutuhnya pada Tuhan, apabila membiasakan diri

untuk menghadirkan bimbingan Roh Kudus dalam setiap peristiwa hidupnya dan

membiarkan hidupnya dipimpin oleh-Nya. Oleh karena itu melalui dan di dalam

Dialah hidup semakin terarah dan akhirnya semakin percaya dan berharap pada Tuhan

yang adalah kebenaran.

b. Perkembangan Iman Anak

Anak adalah seseorang yang berusia 2-12 tahun dan mereka memiliki potensi

untuk menjadi dewasa (Soemanto, 1990: 166). Dengan demikian dapat dikatakan

bahwa anak bukan orang dewasa dalam bentuk kecil yang dapat kita perlakukan

sebagaimana memperlakukan orang dewasa dan bukan seseorang mahluk yang dapat

kita buat sebagai kelinci percobaan bila kita menginginkan sesuatu yang baru, tetapi

anak adalah seorang individu yang mempunyai hak dan kewajiban untuk berkembang

sesuai dengan keadaan dirinya.

Anak sebagai individu yang berada pada suatu perkembangan untuk menjadi

dewasa juga sangat membutuhkan bimbingan dalam hal iman. Sejak lahir diharapkan

orang tua sudah mengajarkan kepada anak untuk memiliki kenyakinan pada Allah.

Dengan adanya bimbingan orang tua yang secara terus-menerus terhadap

perkembangan iman anak diharapkan dapat menyadarkan anak bahwa Allah selalu

berkarya dalam seluruh perjalanan hidupnya. Allah akan selalu memberikan

perlindungan dan kasih bagi mereka, sehingga mereka dituntut untuk hormat dan

mematuhi segala perintahNya.


19

2. Keluarga Katolik Sebagai Tempat Persemaian Dan Perkembangan Iman Anak

a. Keluarga Sebagai Tempat Persemaian Iman Anak

Iman yang dihayati merupakan warisan keluarga yang dihayati dalam

menghadapi persoalan hidup. Iman dalam diri anak dapat bertumbuh dengan baik dan

subur melalui kehidupan dalam keluarga. Dengan demikian, keprihatinan dasar itulah

keluarga menjadi persemaian iman yang memberikan kondisi yang optimal bagi

perkembangan iman. Selain itu juga iman sebagai sikap dasar bukan pertama-tama

dalam ajaran, melainkan dalam praksis kehidupan. Praksis kehidupan ini pertama

dilaksanakan dalam keluarga misalnya, dalam bentuk doa bersama. Kebiasaan doa

bersama dalam keluarga akan mendekatkan keluarga kepada Tuhan, sekaligus

mendekatkan hubungan antar anggota keluarga (Darmawijaya, 1994: 58).

Selain itu keluarga juga bisa menjadi pendengar firman yang baik dan pelaku

firman. Keinginan untuk membangun keluarga yang teguh beriman tidak akan

berhasil jika masing-masing tidak mau menjadi pelaksana firman. Iman bukan hanya

sikap batin, namun juga suatu tindakan. Anak-anak mulai diperkenalkan kisah-kisah

di dalam Kitab Suci. Di sinilah keluarga sebagai tempat persemaian dan

perkembangan iman anak. Keluarga dapat memberikan teladan mewujudkan iman,

sikap dan perilaku sehari-hari di dalam hidup masyarakat.

Keluarga katolik disebut sebagai Gereja kecil atau mini, yang memiliki anggota-

anggota keluarga yang sungguh-sungguh rukun dan sekaligus beriman. Maka, dalam

keluarga katolik diharapkan agar iman dapat berkembang sehingga dapat

menghangatkan suasana dalam keluarga. Iman tidak hanya sekedar pengetahuan

agama, namun lebih pada sikap dan penghayatan agama yang diwujudkan dalam

kehidupan sehari-hari baik dalam keluarga maupun masyarakat. Iman diwujudkan

dalam usaha untuk menjaga suasana kedamaian, kerjasama dan kerukunqan dalam
20

berkeluarga, sehingga Tuhan sendiri akan hadir ditengah-tengah keluarga untuk

membawa kedamaian dan keselamatan dan rahmatnya (Gilarso T, 1996: 13).

b. Keluarga Katolik Dipanggil Dan Diutus Untuk Memperkembangkan Iman Anak

Setiap keluarga katolik juga dipanggil dan diutus menjadi tempat pembenihan

panggilan. Artinya: menjadi tempat bertumbuhnya iman, sedemikian rupa sehingga

anak katolik yang diasuh dan didik dalam keluarga katolik tersebut mampu menyadari

panggilan Tuhan atas dirinya. Keluarga katolik sebagai persekutuan hidup antara

suami istri menjadi landasan bagi persekutuan yang lebih luas yaitu orang tua dan

anak-anak, kakak beradik, kaum kerabat dan para anggota keluarga di dalam rumah

tangga. Keluarga katolik secara khas menampilkan mewujudkan persekutuan gerejani.

Berkat karya Allah Pencipta, keluarga tidak hanya berusaha menemukan jati dirinya

tetapi juga harus mengemban tugas perutusannya yaitu apa yang dapat dilakukan.

Oleh karena itu peran orang tua dalam melaksanakan tugas dan kewajiban

memperkembangkan kehidupannya di dalam keluarga adalah mewujudkan

persekutuan mesra kasih dan hidup secara nyata di tengah masyarakat dan gereja

(Hardiwardoyo, 2007: 17).

Memberikan pendidikan iman katolik kepada anak-anak ini bukanlah suatu

usaha memaksa kehendak, melainkan suatu pemenuhan kewajiban dan tanggung

jawab orang tua kepada anak-anaknya. Tujuan pendidikan iman yang diberikan pada

anak adalah supaya anak tumbuh dan berkembang menjadi manusia beriman

seutuhnya sesuai dengan keanekaan aspek-aspek yang saling berkaitan erat yang

menyangkut perkembangan anak dalam hubungannya dengan Tuhan. Orang tua wajib

memberikan hal yang terbaik bagi anak-anaknya, termasuk hidup iman anak (Agung

Prihartana, 2008: 33).


21

Selain itu dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik iman anak, orang tua

perlu menciptakan suatu ajang komunikasi iman dalam keluarga. Komunikasi ini

perlu agar kehidupan iman anak dan orang tua dapat berjalan bersama-sama. Dengan

adanya komunikasi iman ini diharapkan menjadi sarana saling asah, asih dan asuh. Ke

dua orang tua juga diharapkan dapat memilih rumusan iman yang perlu diolah

bersama anak, dan yang perlu diolah bagi diri mereka sendiri. Hal ini sangat penting

karena keluarga katolik mampu berkomunikasi dalam iman, mereka juga mampu

berkomunikasi antar pribadi sampai pada hal yang paling mendalam sekalipun. Cara-

cara yang bisa ditempuh orang tua untuk memberikan pendidikan iman secara dini

pada anak-anaknya dapat diusahakan melalui doa harian keluarga, membaca Kitab

Suci sebelum atau sesudah makan. Keluarga merupakan lingkungan pertama bagi

anak dan orang paling penting selama tahun-tahun awal anak. Hubungan dengan

keluarga menjadi landasan sikap terhadap orang, benda dan kehidupan secara umum

(Darmawijaya, 1994: 61).

3. Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Perkembangan Iman Anak Dalam

Keluarga

a. Internal

Menurut Fowler (1995: 104-134) tahap-tahap perkembangan kepercayaan anak

dapat digolongkan menjadi yakni tahap kepercayaan intuitif dan proyeksi (usia 2-6

tahun) dan tahap mistis-harafiah (usia 6-12 tahun).

1) Tahap Kepercayaan Intuitif Dan Proyeksi (Usia 2-6 Tahun)

Anak pada usia ini mulai belajar bicara meskipun belum mengerti dengan baik

kata yang diucapkan. Anak usia ini masih terbatas pada lingkungannya akan tetapi

sudah mempunyai sifat yang khas dari dirinya yakni keinginan serta kecenderungan
22

untuk mengetahui dan mengenal serta menemukan dunianya. Pada usia ini anak cepat

mengenali lingkungan tempat tinggalnya, namun pengenalan tersebut serba tidak

lengkap dan belum terperinci. Mereka sering sekali berusaha untuk menirukan apa

yang diperbuat dan dilakukan oleh orang lain. Hal ini berkaitan dengan sifat anak

kecil yang pada dasarnya selalu mencari tahu apa saja yang dijumpainya dengan

banyak bertanya pada orang-orang dewasa. Selain itu anak berusaha untuk memegang

dan menirukan apa kegunaan barang, atau benda seperti yang dilakukan oleh orang

lain (Fowler, 1995: 104-105)

Pada usia ini anak hidup dalam dunia fantasi dan imitasi dari contohnya: dongeng,

cerita, model yang disampaikan oleh orang dewasa dan tokoh-tokoh yang berada di

dekatnya (misalnya, orang tua, kakek, nenek, paman, bibi, suster, pastor dll). Pada

usia ini figur orang tua yang baik sangat penting dalam memperkembangkan diri

anak. Sering sekali anak memahami dan membayangkan Tuhan sebagai tokoh yang

mirip ayah, ibu, pengasuh, paman, dan bibi yang dapat memberikan kasih,

pemeliharaan dan pertumbuhan pada dirinya. Anak mengidentifikasikan Tuhan

sebagai pribadi yang dapat memberikan pertolongan, seperti orang tua yang penuh

kasih, memelihara dan melindungi mereka (Fowler, 1995: 110-113)

Usaha untuk mengembangkan iman seorang anak pada usia ini harus

dilaksanakan dengan cara sederhana yang tidak terlalu mengandalkan penalaran, dan

menghindari ucapan-ucapan yang tidak sesuai dengan sikap-sikap atau tindakan-

tindakan yang nyata. Usaha dalam memperkembangkan iman pada anak usia ini

hendaknya lebih mengandalkan keteladanan, melalui perilakunya yang nyata dari para

tokoh kunci seperti dengan menggunakan simbol-simbol tentang Allah. Sering sekali

anak menggambarkan Allah menurut fantasi anak sendiri melalui aspek-aspek

fisiknya. Anak sering meniru apa yang dilakukan oleh orang lain, begitu juga dalam
23

hal berdoa. Selain itu seorang anak kecil sering meniru orang tuanya dalam berdoa

dan anak mudah mengerti bila orang tua juga membantu mengajari anak untuk berdoa

(Fowler, 1995: 109-111)

Dengan demikian orang tualah yang dapat memberikan gambaran akan Allah

Yang Maha Baik. Oleh karena itu, janganlah anak ditakut-takuti dengan gambaran

bila berdosa akan dihukum. Orang tua sebaiknya berhati-hati memberikan penjelasan

pada anak atas hukuman tersebut. Orang tua harus dapat memberikan kesadaran agar

anak takut akan Allah bukan hanya dengan hukumaNya, namun lebih karena cintaNya

kepada manusia.

2) Tahap Mitis-Harfiah (Usia 6-11 Tahun)

Anak usia ini sudah memasuki masa sekolah. Anak mulai belajar untuk membaca,

atau menulis. Pada usia ini anak memiliki perhatian lebih pada segala sesuatu yang

bergerak, sehingga ada kesan bahwa mereka sudah mengagumi segala sesuatu. Pada

usia ini kehidupan fantasi anak mulai berkurang dan mulai menuju pengamatan yang

nyata. Pengamatan tersebut belumlah seperti orang dewasa karena anak hanya dapat

menerima kenyataan tanpa memberikan kritikan. Anak mulai mengalami pergumulan,

di satu sisi ingin bersikap rajin, berkelakuan baik dan memiliki inisiatif, namun di sisi

lain ingin mengalahkan rasa rendah diri (Fowler, 1995: 117).

Anak mulai menyadari mereka bersemangat untuk mengembangkan keterampilan,

ingin mencapai sesuatu, dan bekerja dengan rajin sebagai kesenangan atau untuk

mendapatkan pengakuan. Anak mulai senang membantu orang lain dan berminat

untuk mengerjakan sesuatu yang berkaitan dengan belajar. Meskipun demikian

kadang-kadang anak harus berusaha melawan keinginan bersikap pasif, kehilangan

ambisi, melawan keterlambatan dan sulit berkonsentrasi artinya, ia tidak dapat


24

memandang dirinya sendiri sebagai pusat perhatian lingkungan, tetapi mulai

memperhatikan keadaan sekelilingnya dengan obyektif (Hurlock, 1990: 149).

Yang paling berperan dalam perkembangan iman anak dalam tahap usia ini adalah

kelompok atau institusi kemasyarakatan dan lingkungan terdekat yakni keluarga

sendiri. Pengajaran tentang iman akan mudah diterima oleh anak bila disampaikan

dalam bentuk kisah-kisah atau cerita-cerita yang berhubungan dengan Allah dan

orang-orang kudus dan berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Usaha-usaha untuk

memperkembangkan iman anak pada usia ini diharapkan tetap dilaksanakan dengan

cara sederhana yang tidak terlalu mengandalkan penalaran (Soejanto, 2007 : 14).

Orang tua harus memberikan pengetahuan pada anak dan mengatakan bahwa

Allah itu baik dan selalu mencintai manusia. Hal ini dilakukan agar anak selalu

mengingat dan menirukan segara perkataan dan perbuatan orang tuanya sendiri dalam

memuliakan nama Allah. Dengan demikian pengalaman anak akan Allah masih

bergantung dari orang tua itu sendiri. Biasanya iman anak sering sekali diekspresikan

dalam ungkapan misalnya: orang yang baik akan menerima berkat dari Tuhan,

sementara orang yang jahat akan mendapat hukuman dari Tuhan. Maka dapat

diterangkan bahwa perkembangan iman bagi anak-anak sangat perlu diperhatikan.

Perkembangan anak bertujuan untuk memungkinkan orang dalam penyesuaian

diri dengan lingkungan hidupnya (Hurlock, 1990: 3). Denikian juga perkembangan

iman bukanlah suatu peristiwa yang hanya terjadi satu kali seumur hidupnya, tetapi

merupakan suatu proses pertumbuhan yang secara terus-menerus. Kepercayaan anak

terhadap Allah yang selalu diperkembangkan secara terus-menerus merupakan

perkembangan iman anak dalam hidup sehari-hari mereka. Oleh karena itu

perkembangan iman anak sangat perlu diperhatikan, agar mereka selalu berkembang
25

dalam imannya pada Allah. Perkembangan iman anak akhirnya juga bergantung pada

lingkungan dari kebersamaan dengan orang terdekat anak.

Pada usia anak-anak penghayatan iman seseorang biasanya masih berciri

egosentrik (terpusat pada dirinya), emosional (lebih berhubungan dengan

perasaannya), konkrit (lebih banyak terkait dengan penyerapan indrawinya), dan

spontan, misalnya saja dalam hal doa. Anak-anak berdoa tujuannya untuk mencapai

keinginannya. Selain itu dalam perayaan Natal biasanya anak menganggap bahwa

Santa Claus akan datang dan memberikan hadiah dan bukan karena lebih pada

kelahiran Yesus (Hurlock, 1990: 127).

Anak memiliki iman yang realistik, di mana imannya dapat diwujudnyatakan

melalui interaksi dengan orang-orang terdekatnya yaitu orang tua maupun keluarga

terdekat. Anak dapat mengenal Allah dan mendengarkan sapaan Allah melalui ajaran

dari orang tua mereka. Seperti yang telah dijelaskan di atas anak senang menirukan

hal-hal yang dilakukan orang tuanya, begitu juga dalam mengenal Allah, anak akan

menirukan dari orang tua. Anak juga melihat diri Allah dalam ke dua orang tuanya.

Relasi anak dan Allah tergantung dengan relasi anak dengan orang tuanya, misalnya

anak melihat bahwa orang tuanya pemarah dan suka mengatur serta menghukum anak

yang berbuat salah, maka anak mempunyai penilaian bahwa Allah adalah pemarah,

mempunyai banyak aturan dan sebagai pribadi yang sering menghukum dan

mengasihi anak yang patuh (Fowler, 1995: 130-131).

Uraian di atas menyatakan bahwa kehidupan iman dalam diri anak dihayati sesuai

dengan pengalaman anak menjalin relasi dengan orang-orang terdekatnya. Kehidupan

iman anak sering dikaitkan dengan pengalaman kehidupan sehari-hari yang di jalani.
26

b. External

Soejanto, 2007: 14-16 merumuskan bahwa perkembangan iman anak biasanya

berlangsung dalam konteks atau ruang lingkup yang diwarnai oleh beberapa hal

sebagai berikut:

1) Orang Tua Sebagai Teladan

Iman biasanya tumbuh pada anak saat ia mengamati dan mengikuti tokoh-tokoh

identifikasinya secara spontan dan belum terlalu disadari. Tokoh-tokoh identifikasi

tersebut adalah orang dewasa yang terpenting dan terdekat baginya, yakni orang

tuanya. Sikap dan perilakunya mengacu pada sikap atau perilaku dari orang-orang

dewasa yang dihormatinya, tokoh-tokoh panutannya. Kemampuannya seseorang

untuk memahami sesuatu secara abstrak biasanya masih sangat terbatas. Anak lebih

memahami sesuatu dengan melihat contoh-contoh yang konkret dan cenderung

mengikuti contoh-contoh tersebut.

Pemimpin Gereja Katolik berharap bahwa anak-anak menemukan teladan hidup

beriman pertama-tama dalam diri orang tua dan anggota-anggota keluarga sendiri.

Iman anak-anak hanya dapat berkembang bila mereka hidup bersama dengan orang

tua dan orang-orang dewasa yang sungguh beriman. Sebagai insan yang masih belia

anak-anak memerlukan teladan iman dari kedua orang tua (CT art. 68).

2) Menciptakan Suasana Yang Menyenangkan

Suasana adalah keadaan dari suatu tempat. Suasana sulit dirumuskan, tetapi

mudah untuk dirasakan atau dialami. Bagi seorang anak, suasana merupakan

keadaaan yang menyenangkan atau tidak, membuatnya kerasan atau tidak. Pengaruh

suasana rumah terhadap anak sangatlah besar, apalagi bila hal itu terjadi selama

bertahun-tahun. Suasana dapat terjadi karena kebetulan saja, namun mengingat

pengaruhnya yang besar dalam perkembangan iman anak, sehingga memungkinkan


27

perkembangan iman anak. Suasana yang begitu nyaman dapat terjadi di dalam

keluarga bila perilaku semua anggota keluarga yang penuh dengan kasih sayang dan

keakraban. Keluarga mempunyai kebutuhan acara dan irama hidup yang sesuai dan

sekaligus dapat memungkinkan terciptanya suasana yang menyenangkan.

3) Orang Tua sebagai Pengajar

Keteladanan kadang-kadang bersifat agak tersembunyi, maka keteladanan itu

sebaiknya juga diperkuat dengan pengajaran yang sesuai dengan kebutuhan dan daya

tangkap anak dan sesuai dengan tahap-tahap perkembangan kepribadian anaknya.

Pengajaran harus sesuai dengan keadaan anak, kepekaan emosionalnya, aneka

kesulitan dan masalahnya. Pengajaran dapat membantu anak mengolah pengalaman

dan perasaannya. Pengajaran harus dapat bersifat komunikatif dan merangsang anak

untuk berpikir secara aktif.

4) Menciptakan Komunikasi Dalam Keluarga

Komunikasi antara semua anggota keluarga merupakan faktor pendukung

perkembangan iman yang tidak tergantikan. Isi komunikasi sebaiknya dapat

memperluas wawasan iman dan menjadi sumber inspirasi iman. Bentuk-bentuk

komunikasi sangat dipengaruhi oleh faktor budaya, misalnya: kebiasaan

berterusterang atau sembunyi-sembunyi, kebebasan berpikir atau ketaatan buta.

C. Peranan Orang Tua dalam Perkembangan Iman Anak

1. Hal-hal Yang Mendasari Tugas Orang Tua dalam Pendidikan Iman Anak

Pendidikan anak merupakan salah satu tugas dari orang tua yang telah disatukan

dengan sakramen perkawinan yang berasal dari Allah sendiri, sebagaimana dituliskan

dalam kisah penciptaan dalam Kitab Suci,


28

“Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar


Allah diciptakan-Nya dia, laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka.
Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka: Beranakcuculah
dan bertambah banyak, penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas
ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang
merayap di bumi (Kej 1:27, 28)

Berdasarkan ayat inilah Gereja menegaskan bahwa Allah menganugerahi suami-

istri berkat kemampuan untuk melahirkan keturunan. Berkat kemampuan yang telah

diberikan oleh Allah harus dapat dipergunakan dengan mendidik anak-anaknya dalam

mengembangkan kehidupan dan kepribadian mereka. Melahirkan dan mendidik anak

merupakan tujuan utama dari suatu perkawinan. Melahirkan anak dan memberikan

pendidikan secara menyeluruh kepada anak-anak merupakan unsur hakiki dan

mencirikan perkawinan sebagai persekutuan seluruh hidup. Pasangan suami istri

mempunyai tanggungjawab besar dalam menciptakan suasana baik dalam keluarga

supaya menjadi tempat yang ideal untuk perkembangan kepribadian dan kehidupan

anak-anak (Agung Prihartana, 2008: 26-27).

Anak merupakan manusia kecil yang masih membutuhkan pendampingan dan

pengarahan. Bimbingan dan pengarahan yang diberikan pada anak bukan hanya

pengetahuan tetapi juga soal hidup sebagai orang yang beriman kristiani. Dengan

demikian orang tualah yang sangat diharapkan untuk memberikan pendampingan dan

bimbingan terhadap anak. Orang tua tidak bisa sembarang memberikan bimbingan

dan pengarahan karena itu akan menjadi dasar bagi mereka untuk

memperkembangkan dirinya. Orang tua mencerminkan dirinya sebagai teman dan

guru bagi anak. Demikian pula halnya dalam perkembangan imannya, anak sangat

membutuhkan seseorang pembimbing yang dewasa imannya. Dalam hal ini orang

tualah yang diharapkan untuk yang memberikan bimbingan, karena orang tualah
29

orang yang terdekat bagi anak. Ada tiga hal yang menjadi dasar dari tanggungjawab

orang tua terhadap perkembangan iman anak di dalam keluarga.

a. Dasar Kitab Suci

Kitab Suci menjadi sumber yang dapat dipercaya dan diyakini oleh orang Kristen.

Di dalam Alkitab banyak membicarakan tentang bagaimana orang tua mendidik,

mengajar dan memelihara anak-anaknya. Anak merupakan buah kasih dari Allah

kepada orang tua, maka orang tua dapat mensyukurinya atas segala anugerah yang

telah diberikan. Oleh sebab itu orang tua bertanggung jawab untuk mendidik,

mengajar serta memelihara anak-anaknya.

Dalam pelaksanaannya pendidikan iman anak harus mendapat perhatian yang

besar. Dalam Lukas 18:15-17 diungkapkan bahwa sungguh besar perhatian Yesus

terhadap anak. Anak-anak memiliki tempat yang istimewa dalam hati Allah, karena

dalam diri anak terdapat kepolosan, sikap rendah hati dan ketergantungan total pada

Allah. Sikap inilah yang dapat mengantar manusia ke Kerajaan Surga. Kepolosan,

rendah hati dan ketergantuan yang dimiliki oleh anak maka memerlukan bimbingan

dan pengarahan dari para orang yang lebih dewasa imannya agar anak-anak tidak

terjerumus pada hal-hal yang tidak baik. Allah menghendaki orang dewasa khususnya

orang tua memberikan bimbingan dan pengarahan seturut dengan jalanNya yang

diwujudkan dalam bentuk perhatian, cinta kasih dan pendidikan, karena anak-anak

sangat berharga dan memiliki hak dalam hidupnya. Sebaliknya orang-orang yang

menyesatkan anak-anak maka akan dihukum (Mat 18:1-10).

Alkitab juga mengajar agar orang tua tidak mengabaikan tugas pokoknya yaitu

mendidik dan membimbing anak-anaknya. Anak terkadang membuat orang tua susah,

namun orang tua perlu membimbing anak-anaknya penuh dengan kesabaran dan

perhatian tetapi orang tua juga harus tegas terhadap perilaku anak. Amsal 22:6 sendiri
30

mengatakan “Ajarlah anakmu selama masih ada harapan tetapi jangan engkau

menginginkan kematiannya”. Amsal ingin mengatakan bahwa ada kalanya orang tua

bertindak tegas pada anak agar anak tidak merasa dimanja, namun orang tua juga

harus dapat mengenal anak-anaknya. Pendidikan yang baik yang diberikan orang tua

tidak hanya profan, namun pendidikan iman anak juga harus diperhatikan.

Pendidikan iman anak yang diberikan oleh orang tua mengarah pada pengenalan

kepada Tuhan. Bagaimanapun juga harus kita akui bahwa pendamping utama dalam

hidup kita ini adalah Yesus Kristus (Kis 2:14-40). Di mana Yesus memberkati dan

melindungi semua orang begitu juga dengan anak-anak Yesuslah yang menjadi

perantara kita dengan kehendak Allah. Yesus merupakan utusan dari Allah untuk

memberikan bimbingan dan pendampingan sesuai ajaran Allah. Selain itu orang tua

memiliki tugas yang mulia untuk membimbing dan memberikan pendampingan

perkembangan iman anak. Orang tua menjadi sarana untuk menolong anak dalam

menghayati Yesus Kristus dalam hidup sehari-hari anak. Orang tua menjadi wakil

Tuhan di dunia untuk selalu memberikan pendidikan, bimbingan dan perlindungan

dalam perkembangan iman anak, sehingga anak dapat berjalan di jalan yang benar. Di

Amsal 22:6 mengatakan “didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya

maka pada masa tuanya pun tidak akan menyimpang”. Di sini dijelaskan bahwa anak

muda dan anak-anak harus diberi bimbingan dan pendidikan yang benar agar di hari

tuanya selalu di jalan yang benar.

b. Dasar Ajaran Gereja

Seorang laki-laki dan perempuan yang telah dipersatukan melalui sakramen

perkawinan memiliki tiga hakikat perkawinan yaitu kesejahteraan suami-istri,

kelahiran dan pendidikan anak seperti yang tertulis dalam Kanon 1055 δ 1:
31

Dengan perjanjian perkawinan seseorang pria dan seorang wanita membentuk


antara mereka kebersamaan seluruh hidup; dari sifat kodratinya perjanjian itu
terarah pada kesejahteraan suami-istri serta kelahiran dan pendidikan anak; oleh
Kristus Tuhan perjanjian perkawinan antara orang-orang yang dibaptis diangkat
ke martabat sakramen (Kan. 105 § 1).

Suami dan istri yang telah diikat dengan janji perkawinan maka merekalah yang

bertanggung jawab atas pendidikan anaknya. Cinta kasih orang tua diharapkan

diperlihatkan pada anak-anaknya. Tugas dan kewajiban orang tua menciptakan

lingkungan keluarga yang diliputi semangat bakti kepada Allah dan kasih sayang

terhadap sesama. Maka keluarga itulah lingkungan pendidikan pertama dan utama

baik dalam bidang sosial maupun dalam bidang iman yang benar-benar dibutuhkan

oleh anak-anak.

Pendidikan yang diberikan oleh orang tua tidak hanya bertujuan untuk

mendewasakan anak-anak, namun manusia yang telah menerima baptisan dapat

semakin mendalami materi keselamatan sehingga anak dapat semakin membaktikan

dirinya dan mengikuti segala ajaran Allah. Bimbingan yang diberikan oleh orang tua

juga harus membuat anak menjadi merasa nyaman dalam menjalani hidupnya masing-

masing (Kan. 793 δ1).

Pendidikan yang benar itu yaitu mengarahkan pada pembinaan pribadi manusia

yang utuh dan mengarahkan untuk kepentingan masyarakat. Untuk menjadi anak-anak

yang memiliki kepribadian utuh, maka anak-anak harus dibantu dengan

memperkembangkan bakat fisik, moral dan intelektualnya secara harmonis. Selain itu

anak-anak juga dibimbing dan didorong agar dapat mempertimbangkan nilai-nilai

moral dengan hati nurani yang tepat, dan mengikuti dengan keyakinan pribadi untuk

mengenal dan mencintai Allah dengan lebih sempurna (GE art. 2).
32

Orang tua merupakan pembimbing yang pertama dan utama terhadap

perkembangan anak. Bimbingan yang orang tua lakukan terhadap anak sangatlah

penting, sehingga kalau diabaikan akan sangat berpengaruh pada perkembangan anak

nantinya. Hak dan kewajiban orang tua dalam membimbing anaknya merupakan hak

yang hakiki, asasi dan utama serta tidak dapat tergantikan dan dialihkan pada

siapapun. Hal ini sungguh merupakan kelanjutan dari penyaluran hidup manusia yang

suci (FC art. 36). Tugas orang tua sangatlah berat karena orang tualah yang

bertanggungjawab perkembangan iman mereka. Sebaiknya anak-anak sudah mulai

dikenalkan dengan Allah sejak dini, agar anak-anak dapat memandang dan

menyembahNya dengan baik. Selain itu orang tua juga harus memberikan bimbingan

pada anak agar mencintai sesama manusia sesuai dengan iman yang diterima dalam

pembaptisan.

Mengingat tugas dan kewajiban orang tua memberikan bimbingan pada anak-anak

begitu berat, maka Gereja menyumbangkan bantuan untuk meringankan beban orang

tua. Bantuan yang diberikan oleh Gereja dan Negara adalah pendidikan sekolah baik

itu di Negeri dan Swasta maupun pendidikan di luar sekolah yaitu pendampingan

iman anak yang sering dilaksanakan di gereja atau di Paroki. Dengan adanya bantuan

ini bukan berarti melepaskan orang tua dari tugas dan kewajibannya, namun Gereja

dan Negara hanya membantu menyelenggarakan pendidikan di luar rumah sedangkan

di dalam rumah orang tua tetap membantu anak dalam perkembangan pribadi mereka.

Orang tualah yang menjadi sarana bagi anak untuk menentukan jalan kehidupan

mereka nantinya di manapun dan kapanpun.


33

c. Dasar Moral

Menurut Piaget dalam Hurlock, (1989: 79-80) perkembangan moral terjadi dalam

dua tahap yang jelas. Tahap pertama disebut tahap realisme moral atau moralitas oleh

pembatas. Tahap kedua disebutnya tahap moralitas otonomi atau moralitas oleh kerja

sama atau timbal balik. Pada tahap pertama, perilaku anak ditentukan oleh ketaatan

otomatis terhadap peraturan tanpa penalaran atau penilaian. Mereka menganggap

orang tua dan semua orang maha kuasa. Pada tahap perkembangan ini anak menilai

salah atau benar dilihat dari konsekuensinya dan bukan berdasarkan motivasi belaka,

misalnya, suatu tindakan yang dianggap salah karena mengakibatkan hukuman.

Kedua, tahap perkembangan moral yang dapat mempertimbangkan semua cara yang

mungkin untuk memecahkan masalah tertentu dengan berbagai sudut pandang dan

mempertimbangkan berbagai faktor untuk memecahkannya.

Anak-anak merupakan manusia muda yang hidup di tengah-tengah masyarakat

dengan segala aturan dan moral-moral yang biasa digunakan dalam hidup bersama

agar tercipta kelangsungan hidup bersama dengan harmonis. Moral kristiani lebih

menekankan suatu sikap, keputusan dan tindakan yang sesuai dengan ajaran Kristus.

Dalam hal ini Kristuslah yang menjadi teladan hidup yang di jalaninya. Selain itu

moralitas kristiani bertujuan dan berakhir pada relasi manusia dengan Tuhan yang

tidak hanya bersifat pribadi, namun lebih pada persatuan dan kekeluargaan antar

manusia. Anak merupakan anggota masyarakat yang sangat membutuhkan bantuan

agar dapat mengenal aturan-aturan yang ada sehingga dapat mengambil tindakan yang

harmonis dalam masyarakat dan dapat mempertanggungjawabkannya (Hurlock, 1989:

81).
34

2. Tanggungjawab Keluarga terhadap Perkembangan Iman Anak

a Gravissimum Educationis

Orang tua sebagai pendidik pertama dan utama bertanggungjawab penuh

terhadap pendidikan iman anaknya dengan memberikan teladan iman yang bagi

mereka. Pendidikan ini tidak hanya membantu anak untuk tumbuh dewasa secara fisik

dan mental, tetapi juga membimbing anak-anak supaya mampu memahami iman

katolik dan semakin menyadari karunia iman serta panggilan hidup mereka (GE art.

2). Maka dengan itu sejak dini anak diajarkan mengenal Allah serta berbakti kepada-

Nya seturut iman yang mereka terima dalam sakramen baptis. Untuk menciptakan itu

semua, orang tua sebagai pendidik yang pertama dan utama mempunyai kewajiban

membangun suasana keluarga yang dihidupi oleh semangat cinta bakti kepada Allah

dan sesama.

Dalam dokumen Gravissimum Educationis, khususnya pada art 3 digaris bawahi

pentingnya peranan dan tanggungjawab orang tua sebagai pendidik iman yang

pertama dan utama dalam keluarga yang dapat menciptakan dan hidup dalam nilai-

nilai kristiani pada diri anak-anaknya. Orang tua telah menerima tugas dan

tanggungjawab dari Tuhan menjaga dan memelihara serta mendidik anak-anak sesuai

jalan Tuhan. Oleh karena itu, para orang tua wajib menciptakan lingkungan keluarga

yang selalu dijiwai oleh semangat cinta kasih terhadap Allah dan manusia. Keluarga

akan selalu menciptakan pendidikan iman anak secara menyeluruh dan utuh, terutama

dalam hal perkembangan iman anak maupun perkembangan pribadi anak. Orang tua

memberikan nilai-nilai iman dalam hidup anak sehari-hari, terutama kebajikan-

kebajikan yang telah diterima dalam keluarga.


35

b Familliaris Consortio

Anjuran apostolik Paus Yohanes Paulus II, Familiaris Consortio menekankan

akan peranan keluarga Kristen dalam dunia modern. Dalam dunia modern yang

mengalami perkembangan sangat pesat dimana masyarakat dan budaya mengalami

perubahan yang mendalam, keluarga-keluarga Kristen sebagai Gereja kecil dalam

masyarakat perlu memberikan perhatian penuh pada perkembangan iman anak-

anaknya. Pernikahan dan keluarga Kristen bertujuan membangun Gereja. Dalam

keluarga manusia tidak hanya menerima kehidupan, namun secara berangsur-angsur

melalui pendidikan anak diantar memasuki persekutuan manusiawi serta melalui

kelahiran babtis dan pendidikan iman anak juga diajak memasuki keluarga Allah

yakni Gereja (FC art. 15). Cinta kasih orang tua bagi anak-anaknya memperlihatkan

cinta kasih Allah sendiri (FC art. 14). Oleh karena itu, keluarga mengemban misi

untuk menjaga, mengungkapkan serta menyalurkan cinta kasih.

Tugas mendidik anak berakar dalam panggilan utama suami-istri untuk berperan

serta dalam karya penciptaan Allah. Oleh karena itu, orang tua sebagai pendidik

utama wajib untuk menciptakan lingkup keluarga yang diliputi semangat bakti kepada

Allah dan kasih sayang kepada sesama yang menunjang kehidupan pribadi dan sosial

anak-anak.

Ciri khas peranan orang tua sebagai pendidik ialah cinta kasih mereka sebagai

orang tua (FC art. 36). Cinta kasih orang tua menjadi sumber dan prinsip yang

mengilhami serta mengarahkan segala kegiatan konkret mendidik, memperkayanya

dengan nilai-nilai keramahan, ketabahan, kebaikan hati, pengabdian, sikap tanpa

pamrih, dan pengorbanan diri yang merupakan buah cinta kasih yang paling berharga.

Orangtua memberikan semua pokok yang anak butuhkan dalam membangun

kedewasaan imannya. Orang tua perlu mengajarkan betapa besarnya cinta kasih Allah
36

dalam Yesus Kristus kepada manusia. Selain itu orang tua juga membimbing anak

untuk menerima dan menghayati iman kristiani dan dibantu untuk menyadari bahwa

mereka adalah sebagai anak-anak Allah, saudara-saudari Yesus Kristus, kenisah Roh

Kudus dan anggota Gereja. Dengan demikian dalam pendidikan tersebut terjadi suatu

pewartaan dan penanaman nilai-nilai injil dalam diri anak, agar mereka dapat

berkembang dalam iman dan dapat mendalami misteri keselamatan. Selain itu juga

dapat menunjukkan cinta dan bakti kepada Allah baik melalui doa, liturgi maupun

kehidupan sehari-hari (FC art. 39).

Salah satu bentuk bimbingan iman bagi anak dalam keluarga adalah dengan

mengadakan doa bersama. Familiaris Consortio art 59 menganjurkan bagi keluarga-

keluarga kristiani untuk memberikan pendidikan iman kepada anak-anaknya dengan

membiasakan untuk berdoa keluarga. Bahan khusus bagi doa dalam keluarga ialah

kehidupan keluarga itu sendiri. Melalui doa-doa tersebut menunjukkan penyerahan

keluarga sepenuhnya kepada Bapa. Bagi penulis sendiri hal ini sangat penting dan

mendasar karena dengan mengangkat kehidupan sehari-hari dalam doa membantu

semua anggota keluarga memaknai imannya dalam kehidupan mereka sehari-hari.


BAB III

GAMBARAN UMUM SITUASI ORANG TUA

DALAM MEMBIMBING ANAK

DI PAROKI ST.YUSUP BINTARAN YOGYAKARTA

Penting bagi orang tua untuk mengetahui dan mengerti bagaimana membimbing

iman anak dalam keluarga sejak mereka lahir sampai dewasa. Membimbing iman anak

bukan hanya melalui perkataan dan nasehat saja tetapi lebih dari itu melalui kesaksian

hidup dalam keluarga.

Melihat bahwa bimbingan orang tua dalam memperkembangkan iman anak sangat

penting, maka dalam bab III ini penulis akan menguraikan tentang situasi orang tua dalam

memberikan bimbingan dalam memperkembangkan iman anak di Paroki St.Yusup

Bintaran Yogyakarta.

A. Situasi Umum Paroki Santo Yusup Bintaran Yogyakarta

1 Sejarah singkat Gereja Santo Yusup Bintaran Yogyakarta

Sejak awal bangunan Gereja Santo Yusup di Kampung Bintaran Yogyakarta sudah

banyak memikat perhatian orang. Bentuk gedungnya khas berlainan dengan bangunan

gereja lain di masa itu. Bangunan tadi lebih dikenal sebagai "Gereja Jawa Pertama di

Yogyakarta". Mengapa disebut sebagai Jawa? Pertama, karena sejak awal bangunan

gereja tadi memang dikhususkan bagi masyarakat katolik Jawa. Pada masa itu, negara

kita masih belum merdeka. Salah satu dampaknya adalah juga menyangkut situasi

kemasyarakatan pengunjung gereja masih terlampau besar jumlah warga Eropa. Gereja

Bintaran didirikan mengingat semakin bertambahnya jumlah umat katolik di Yogyakarta,

yang tak mungkin tertampung lagi dalam sebuah gudang di timur Gereja Kidul Loji. Pada
38

masa itu, gereja untuk masyarakat Jawa dibuat secara darurat dibelakang Broederan FIC

(Panitia HUT 60 Paroki St.Yusup Bintaran Yogyakarta, 1984: 11-12).

Gereja Santo Yusup Bintaran memang bukan bangunan gereja pertama di Yogyakarta.

Beberapa gereja dibangun sebelumnya dan lebih dahulu berkarya, namun dengan struktur

kemasyarakatan pada waktu itu bangunan gereja memang terbuka bagi setiap umat yang

seiman tetap ada peraasan kurang nyaman mengikuti upacara perayaam keagamaan di

bangunan model baru. Masyarakat Jawa belum biasa duduk di bangku mereka masih

mengenakan kain baik pria maupun wanita, sehingga jauh lebih sreg jika bisa duduk

bersimpuh di lantai. Perasaan kurang akrab semacam ini, justru sulit muncul dari

masyarakat Jawa yang pendiam yang lebih senang membisu dalam menghadapi segala

macam situasi. Sungguh beruntung mereka karena suasana timpang ini bisa baca oleh

orang lain antara para pelopor pembangunan Gereja Bintaran, Romo H. Van Driessche

dan Bapak Dawoed seorang katekis pribumi. Mereka inilah yang mempelopori dan

menggugah semangat saudara-saudara seiman yang berasal dari latar-belakang

kebudayaan Jawa. Mereka melontarkan gagasan perlunya didirikan bangunan gereja baru

di Yogyakarta yang memiliki kelengkapan serta suasana sesuai citarasa masyarakat

setempat. Ketika itu, masyarakat Katolik Jawa mengikuti upacara misa suci terpaksa

saling berdesak-desakan di sebuah gudang. Bangunan sempit, panjang dan sama sekali

kurang memada. Masyarakat Katolik Jawa bisa saja mengikuti misa di bangunan gereja

setempat., tetapi mereka justru memilih bersembahyang di gudang samping Gereja Kidul

Loji, kecuali tidak memadainya gudang di samping Gereja Kidul Loji. Umat

mengeluhkan bahwa gudang yang digunakan utuk melaksanakan misa ternyata terlalu

sempit untuk menampung umat yang begitu banyak. Hal ini akhirnya mendorong

pemikiran perlu dibangun sebuah gereja baru yang benar-benar cukup lapang untuk

menampung kegiatan umat Katolik yang senantiasa membesar jumlahnya. Akhirnya


39

dijatuhkan ke sebidang tanah di Kampung Bintaran, sebelah timur Sungai Code, pada

sudut jalan pertemuan Jalan Bintaran Kulon dan Bintaran Tengah (Panitia HUT 60 Paroki

St.Yusup Bintaran Yogyakarta, 1984: 12).

Gereja yang diharapkan menjadi Gereja Katolik Jawa dibangun seluruhnya dengan

landasan beton. Perancangnya J.H. Van Oten B.N.A. dan dilaksanakan pembuatannya

oleh Holandsche Beton Maatschappij. Menurut catatan bangunan pertama Gereja

Bintaran ini berukuran panjang 36 meter sampai di bangku tempat komuni. Sebagian kiri

dan kanan, sepanjang 20 meter. Lebar bagian tengah 10 meter dan bagian sisinya,

masing-masing 5 meter, menjadikan keseluruhannya 20 meter. Atap penaung bagian

tengah tinggi 13 meter dari lantai. Atap tadi semula dicat putih, sesuai dengan suasana di

sekitarnya. lebih penting juga, dalam ruang gereja, bangku-bangku masa hanya ada pada

bagian belakang. Di sebelah depan, dihampar tikar-tikar bambu tutul untuk tempat duduk

(lesehan) masyarakat Jawa yang ingin mengikuti upacara misa kudus. Dibanding dengan

bangunan-bangunan sezamannya, Gereja Bintaran mencatat keunikan tersendiri. Sinar

matahari dirancang bisa leluasa masuk menerangi bagian dalam ruangan. Sinar penerang

tersebut tidak melalui jendela jendela, melainkan sebagai ganti, terdapat 72 buah kisi-kisi

(rooster) ganda, berjajar samping-menyamping dinding dari bahan beton cor. Pada hari

minggu di bulan April 1934, suasana peresmian Gereja Santo Jusup di Bintaran

Yogyakarta memang amat bersemarak. Dalam ruangan luas di belakang gereja, Aula

Paroki, yang sebagian dimanfaatkan untuk ruang sekolah dasar (Panitia HUT 60 Paroki

St.Yusup Bintaran Yogyakarta, 1984: 12-13).

2 Jumlah Umat

Sampai saat ini jumlah umat yang ada di Paroki Bintaran ada 6166 orang sampai pada

tahun 2008 yang terbagi dalam 23 lingkungan, namun hanya empat lingkungan yang
40

dipakai untuk pelaksanaan penelitian yakni: lingkungan Paulus: 134 orang, lingkungan

Stefanus: 228 orang, lingkungan Antonius:97 orang, lingkungan Theresia: 68 orang.

3 Mata Pencaharian Umat

Kebanyakan umat yang berada di Paroki St. Yusup Bintaran memiliki pekerjaan

sebagai pegawai swasta.

4 Macam-macam Kegiatan Umat

Kegiatan-kegiatan yang ada di Paroki Bintaran dalam bidang kerohanian yang rutin

dilaksanakan adalah

a PIA

b Mudika

c BBKS

d Worosumedi

e Pertemuan Ibu-ibu Paroki

f Misdinar

g Lektor

h Prodiakon

i Legio Maria

B. Metodologi Penelitian

1 Tujuan Penelitian

a. Memberikan pengertian pada orang tua bahwa bimbingan terhadap anak dalam

keluarga itu sangat penting demi perkembangan anak.


41

b. Untuk mengetahui masalah yang dihadapi orang tua dalam memberikan

pendidikan iman anak di Paroki Bintaran dan mencoba mencari jalan keluarnya.

c. Mengetahui seberapa pengaruh orang tua terhadap pendidikan iman anak dalam

keluarga di Paroki Bintaran Yogyakarta.

2 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian

kualitatif. Metode penelitian kualitatif ini sering disebut metode penelitian naturalistik

atau alamiah, karena penelitiannya dilakukan pada kondisi yang alamiah. Metode

penelitian kualitatif juga disebut sebagai metode etnografhi, karena pada awalnya

metode ini lebih banyak digunakan untuk penelitian di bidang antropologi budaya.

Penelitian kualitatif adalah suatu penelitian yang mengkaji perspektif partisipan

dengan multi strategi: observasi, wawancara, studi dokumentasi dan lain-lain

(Sugiyono, 2007: 1).

Menurut Moleong (2007: 5) dengan menggagas pemikiran Denzin dan Lincoln

menyatakan bahwa penelitian kulitatif adalah penelitian yang menggunakan latar

alamiah dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan

jalan melibatkan berbagai metode yang ada. Dalam penelitian kualitatif ada berbagai

metode yang bisa digunakan antara lain dengan wawancara, kuesioner, pengamatan,

pemanfaatan dokumen.

Adapun alasan penulis memilih jenis penelitian ini karena penekanannya pada

kualitas dengan lebih mementingkan proses dari pada hasil penelitian, sehingga bila

obyek penelitian sebagai suatu kenyataan dipisah-pisahkan antar konteks satu dan

lainnya maka tidak akan dapat dipahami. Latar alamiah yang mengharuskan penulis

untuk terlibat secara langsung dalam proses penelitian menjadi suatu tantangan
42

tersendiri untuk berproses bersama responden di mana penelitian diadakan, dan

menyesuaikan diri dengan kenyataan-kenyataan yang ada di lapangan.

3 Metode Penelitian

Dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian dengan survai di lapangan

dengan menggunakan kuesioner yaitu dengan cara memberikan daftar pertanyaan

kepada responden untuk mengumpulkan data (Sutrisno Hadi, 1973: 186).

4 Instrumen Penelitian
Instrumen kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini ialah skala likert.

Adapun skala likert adalah skala yang terdiri dari lima tingkat, yang diberikan dalam

bentuk multiple choice dengan lima alternatif pilihan yakni Sangat Setuju (SS), Setuju

(S), Kurang Setuju (KS) dan Tidak Setuju (TS) (Sutrisno Hardi. 1973: 177).

5 Responden Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah umat di Paroki Bintaran yaitu 6166 orang

sampai pada tahun 2008 yang terbagi 23 lingkungan. Pengambilan sampel dalam

penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling yaitu teknik pengambilan

sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2008: 218). Dari 23

lingkungan, penulis hanya mengambil 4 lingkungan sebagai sampel, karena 4

lingkungan tersebut berdekatan dengan gereja Paroki St.Yusup Binataran Yogyakarta.

Dengan dekatnya 4 lingkungan tersebut, penulis ingin melihat sejauh mana orang tua

mendukung anak-anaknya mengikuti kegitan-kegiatan Gereja dalam

memperkembangkan iman mereka. Pengambilan sampel di lingkungan Paulus 15


43

orang, lingkungan Stefanus 15 orang, lingkungan Antonius 15 orang, lingkungan

Theresia 15orang, sehingga berjumlah 60 responden.

6 Waktu dan Tempat


Penelitian ini dilaksanakan selama bulan Juni 2009 di Paroki St.Yusup Bintaran

khususnya di empat lingkungan yaitu:lingkungan Paulus, lingkungan Stefanus,

lingkungan Antonius, lingkungan Theresia. Penulis hanya mengambil empat

lingkungan karena ke 4 lingkungan tersebut berdekatan Paroki sehingga penulis ingin

melihat sejauh mana orang tua mendukung anak-anaknya mengikuti kegitan-kegiatan

Gereja dalam memperkembangkan iman mereka.

7 Teknik analisis data


Selama pengumpulan data, penulis melakukan reduksi data yaitu menganalisa data

secara keseluruhan pada bagian-bagiannya. Data yang diperoleh berupa uraian yang

terperinci kemudian dicari tema atau polanya dan disusun secara sistematis sesuai

dengan kelompoknya masing-masing. Pengelompokkan ini bertujuan untuk

menemukan arti dari data-data dengan cara menarik hubungan-hubungan sesuai

dengan permasalahan yang ingin dijawab dalam penelitian ini. Selanjutnya, teknik

yang digunakan adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi (Nasution, 1992: 129).

Teknik ini disebut juga teknik interpretasi data.


44

8 Variabel Penelitian

Tabel 1. Variabel Penelitian

No Variabel yang diungkapkan No. Item Jumlah


1 Identitas Responden 1,2,3,4 4
2 Menyadari tugas sebagai orang tua dalam 5,6,7,8,9,10,11, 15
memperkembangkan iman anak 12,13,
14,15,16,17,18,
19
3 Perhatian orang tua dalam 20,21,22 11
memperkembangkan iman anak di Paroki St. ,23,24,25,26,27,
Yusup Bintaran 28,29,30
4 Jumlah total 30

C. Laporan Hasil Penelitian

Dalam bagian ini disampaikan laporan hasil penelitian tentang bimbingan orang

tua terhadap perkembangan iman anak dalam keluarga katolik di Paroki St. Yusup

Bintaran khusnya di empat lingkungan yaitu: lingkungan Paulus, lingkungan Stefanus,

lingkungan Antonius, lingkungan Theresia. Dengan demikian lebih jelasnya berikut

ini disajikan laporan hasil penelitian yang disusun menurut urutan variabel penelitian

dalam bentuk tabel.

1. Identitas Penelitian

Tabel 2 ini menampilkan identitas responden yang meliputi jenis kelamin, usia,

pendidikan, dan pekerjaan. Tabel 2 ini sangat membantu dalam pembahasan yang
45

dilakukan karena identitas responden menjadi dasar atau acuan utama dalam

pembahasan selanjutnya.

Tabel 2. Identitas Responden (N: 60)

No. Item Aspek-Aspek yang diungkap Jumlah %


1 2 3 4
1 Jenis Kelamin
Laki-laki 25 41,67
Perempuan 35 58,33
2 Usia saat ini:
20-25 tahun 2 3,33
26-30 tahun 0 0
31-35 tahun 3 5
36 tahun ke atas 55 91,67
3 Pendidikan terakhir Anda:
SD 1 1,67
SMP 5 8, 50
SMA 30 28,33
Diploma 17 0
S1 0 11,67
S2 7 33
4 Pekerjaan Anda
Petani 1 1,67
Pegawai Negeri 14 23,33
Wiraswasta 18 30
Lain-lain 27 45

Tabel 2 mengungkapkan identitas responden menunjukkan bahwa jumlah

responden perempuan lebih banyak dari pada responden laki-laki. Usia terbanyak dari

seluruh responden adalah 36 tahun ke atas yaitu 55 orang (91, 67%). Sedangkan usia

yang paling sedikit dari responden adalah 20-25 tahun yaitu 2 orang (3,33%). Para
46

responden kebanyakan telah menempuh pendidikan SMA berjumlah 30 orang (50%),

sedangkan pendidikan paling sedikit yang telah ditempuh oleh responden yaitu SD

yang berjumlah 1 orang (1,67%). Jenis pekerjaan yang banyak dilakukan oleh

responden adalah yaitu berdagang, pensiunan PNS, ABRI, ibu rumah tangga sebanyak

27 orang (45%), sedangkan pekerjaan yang paling sedikit ditekuni responden adalah

petani sebanyak 1 orang (1,67%).

2. Tugas sebagai orang tua dalam memperkembangkan anak

Tabel 3 berikut ini menunjukkan penyadaran akan tugas orang tua dalam

memperkembangkan anak. Dalam tabel 3 ini terdiri dari 15 item. Di mana item-item

tersebut menjadi petunjuk atau tuntunan untuk mengetahui kesadaran akan tugas

orang tua dalam memperkembangkan anak.

Tabel 3. Tugas Sebagai Orang Tua dalam Memperkembangkan Anak

(N: 60)

No. Item Aspek-Aspek yang diungkap Jumlah %

1 2 3 4

5 Tugas orang tua adalah membesarkan dan


memberikan pendidikan pada anak.
Sangat Setuju 44 73,33
Setuju 16 26,67
Kurang Setuju 0 0
Tidak Setuju 0 0
6 Orang tua membesarkan anak dengan kasih
sayang dalam keluarga
Sangat Setuju 45 75
Setuju 15 25
47

1 2 3 4
Kurang Setuju 0 0
Tidak Setuju 0 0
7 Orang tua sibuk dengan pekerjaannya di
luar rumah sehingga tidak memperdulikan
perkembangan anak mereka.
Sangat Setuju 1 1,67
Setuju 0 0
Kurang Setuju 40 66,67
Tidak Setuju 19 31,66

8 Orang tua selalu bertanya pada anak


mengenai tugas sekolah yang harus
dikerjakan dan kesulitan anak dalam
mengerjakannya.
Sangat Setuju 27 45
Setuju 33 55
Kurang Setuju 0 0
Tidak Setuju 0 0
9 Menjadi orang tua yang harus memberikan
teladan bagi anak mereka merupakan tugas
yang berat.
Sangat Setuju 22 36,67
Setuju 38 63,33
Kurang Setuju 0 0
Tidak Setuju 0 0
10 Bila anak melakukan kesalahan dan sulit
diarahkan maka tugas orangtua untuk
memanggil dan menasehati anak tersebut
Sangat Setuju 27 45
Setuju 33 55
48

1 2 3 4

Kurang Setuju 0 0
Tidak Setuju 0 0
11 Bapak dan Ibu sering mengajak anak untuk
berdialog dalam keluarga
Sangat Setuju 30 50
Setuju 27 45
Kurang Setuju 3 5
Tidak Setuju 0 0

12 Orang tua menyerahkan pengasuhan anak


pada pembantu rumah tangga.
Sangat Setuju 0 0
Setuju 1 1,67
Kurang Setuju 40 66,67
Tidak Setuju 19 31,67

13 Orang tua mau mendengarkan dan


mengajak anak untuk menceritakan apa saja
yang terjadi di sekolah maupun dengan
teman lain.
Sangat Setuju 23 38,33
Setuju 35 58,34
Kurang Setuju 2 3,33
Tidak Setuju 0 0
14 Bila anak melakukan kesalahan, dalam
keluarga maka orang tua tidak boleh
langsung memarahi anak
Sangat Setuju 35 58,33
Setuju 24 40
Kurang Setuju 1 1,67
Tidak setuju 0 0
49

1 2 3 4

15 Orang tua mengijinkan anak membawa


teman-teman anak untuk main ke rumah
Sangat Setuju 12 20
Setuju 38 63,33
Kurang Setuju 9 15
Tidak Setuju 1 1,67

16 Orang tua meluangkan waktu untuk piknik


bersama keluarga
Sangat Setuju 21 35
Setuju 30 50
Kurang Setuju 9 15
Tidak Setuju 0 0

17 Bapak/Ibu menerapkan aturan dalam


keluarga dengan cara bijaksana
Sangat Setuju 22 36,67
Setuju 37 61,66
Kurang Setuju 1 1,67
Tidak Setuju 0 0
18 Bapak/Ibu menjadi teladan bagi anak
dengan mengakui anak sebagai sesama yang
sedang berkembang.
Sangat Setuju 23 38,33
Setuju 30 50
Kurang Setuju 7 11,67
0
Tidak Setuju 0

19 Orang tua memberikan pujian bila anak


mendapatkan prestasi yang baik di sekolah
Sangat Setuju 33 55
Setuju 27 45
50

1 2 3 4

Kurang Setuju 0 0
Tidak Setuju 0 0

Dalam tabel 3 ini menyadari tugas sebagai orang tua dalam memperkembangkan

anak ditunjukkan dengan berbagai hal yaitu: banyak responden yang memilih sangat

setuju bahwa tugas orang tua adalah membesarkan dan memberikan pendidikan pada

anak sebanyak 44 orang (73,33%). Terdapat 45 (26,67%)orang sangat setuju bila

orang tua membesarkan anak dengan kasih sayang dalam keluarga.

Berkaitan dengan kesadaran tugas sebagai orang tua dalam keluarga, sebanyak 40

orang (66,67%) responden bersikap kurang setuju orang tua sibuk dengan

pekerjaannya di luar rumah sehingga tidak memperdulikan perkembangan anak

mereka.Untuk item soal no 7 sebanyak 40 (66,67%) orang kurang setuju. Item no 8,

sebanyak 33 orang (55%) menyatakan setuju. Sedangkan item no 9, sebanyak 38

orang (63,33%) sangat setuju sedangkan 22 (36,67%) responden mengatakan setuju .

Item no 10, orang tua memberikan teladan bagi anak mereka merupakan tugas yang

berat sebanyak 33 orang (55%) responden mengatakan setuju.

Untuk item soal no 11, sebanyak 30 orang (50%) responden mengatakan sangat

setuju. Pada item no 12, sebanyak 40 orang (66,67%) yang mengatakan kurang setuju.

Item no 13, sebanyak 35 orang (58,34%) mengatakan setuju. Item no 14, sebanyak 35

responden (58,33%) memilih sangat setuju. Item no 15, sebanyak 38 responden

(63,33%) mengatakan setuju. Item no 16, sebanyak 30 orang (50%) mengatakan

setuju. Pada item 17, sebanyak 37 orang (61,66%) mengatakan setuju. Item no 18,

sebanyak 30 responden (50%) mengatakan setuju. Item no 19, sebanyak 33 orang

(55%) mengatakan sangat setuju.


51

3. Adapun hasil penelitian tentang perhatian orang tua dalam

memperkembangkan iman anak di Paroki St. Yusup Bintaran Yogyakarta,

tertera dalam tabel di bawah ini:

Tabel 4. Perhatian Orang dalam Memperkembangkan Iman Anak di Paroki

St.Yusup Bintaran Yogyakarta

(N: 60)

No. Item Aspek-aspek yang diungkapkan Jumlah %


1 2 3 4
20 Orang tua memperkenalkan doa Bapa Kami, Salam
Maria dll pada anak
Sangat Setuju 36 60
Setuju 22 36,67
Kurang Setuju 2 3,33
Tidak Setuju 0 0

21 Suami dan istri yang telah diikat dengan janji


perkawinan maka merekalah yang bertanggung
jawab atas pendidikan iman anaknya
Sangat Setuju 41 68,33
Setuju 19 31,67
Kurang Setuju 0 0
Tidak Setuju 0 0
22 Orang tua memperkenalkan bahwa Allah itu maha
baik dan pemberi kehidupan bagi
semua anak manusia
Sangat Setuju 35 58,33
Setuju 25 41,67
Kurang Setuju 0 0
Tidak Setuju 0 0
52

1 2 3 4
23 Orang tua sering mengajak anak untuk doa makan
bersama dalam keluarga.
Sangat Setuju 32 53,33
Setuju 28 46,67
Kurang Setuju 0 0
Tidak Setuju 0 0

24 Orang tua mengajak anak untuk ke gereja dan


ziarah bersama untuk memperkembangkan iman
anak.
Sangat Setuju 20 33,335
Setuju 35 58,33
Kurang Setuju 5 8,33
Tidak Setuju 0 0

25 Orang tua mengajak anak untuk datang mengikuti


kegiatan PIA (Pendidikan Iman Anak) Yang
dilaksanakan di Gereja St.Yusup Bintaran.
Sangat Setuju 20 33,33
Setuju 30 50
Kurang Setuju 9 15
Tidak Setuju 0 0
Tidak diisi 1 1,67

26 Tujuan orang tua memberikan pendidikan iman


dalam keluarga agar membantu anak untuk
menghayati hidup iman mereka melalui kekuatan
pribadi dengan Allah.
Sangat Setuju 30 50
Setuju 29 48.33
53

1 2 3 4
Kurang Setuju 1 1.67
Tidak Setuju 0 0

27 Orang tua menanamkan sikap kejujuran dalam diri


anak.
Sangat Setuju 41 68,33
Setuju 17 28,34
Kurang Setuju 2 3,33
Tidak Setuju 0 0
28 Orang tua mengajak anak untuk terlibat aktif dalam
kegiatan lingkungan dan Gereja di St.Yusup
Bintaran.
Sangat Setuju 20 33,332
Setuju 16 6,67
Kurang Setuju 23 38,33
Tidak Setuju 0 0
Tidak diisi 1 1,67
29 Orang tua selalu memperhatikan perkembangan
iman anak dalam hidup sehari-hari.
Sangat Setuju 26 43,33
Setuju 34 56,67
Kurang Setuju 0 0
Tidak Setuju 0 0
30 Orang tua memperhatikan pendidikan iman anak
karena mempunyai kewajiban untuk mengantar
anak pada kedewasaan iman..
Sangat Setuju 39 65
Setuju 21 35
Kurang Setuju 0 0
Tidak Setuju 0 0
54

Dari tabel 4 berkaitan dengan bagaiman perhatian orang tua dalam

memperkembangkan iman anak khusnya di Paroki St. Yusup Bintaran ditunjukkan

dalam berbagai hal yaitu: bagaimana orang tua memperkenalkan doa-doa yang

sederhana pada anak sebanyak 36 orang (60%) mengatakan sangat setuju, sedangkan

2 responden (3,33%) mengatakan kurang setuju. Pada item no 21, sebanyak 41

responden (68,33%) mengatakan sangat setuju. Item no 22, sebanyak 35 responden

(58,33%) memilih sangat setuju. Item no 23, sebanyak 32 responden (53,33%)

mengatakan sangat setuju. Pada item no 24, sebanyak 35 responden (58,33%)

mengatakan setuju. Item no 25, sebanyak 30 responden (50%) mengatakan setuju.

Sebanyak 1 responden tidak menjawab pernyataan tersebut.

Pada item no 26, sebanyak 30 responden (50%) mengatakan sangat setuju,

sedangkan 29 orang (48,33%) mengatakan setuju. Sebanyak 1 orang responden tidak

menjawab pernyataan tersebut. Item no 27, sebanyak 41 orang (68,33%) mengatakan

sangat setuju. Item no 28, sebanyak 23 orang (38,33%) mengatakan kurang setuju.

Sebanyak 1 responden tidak menjawab pernyataan tersebut. Pada item no 29,

sebanyak 34 orang (56,67%) memilih setuju. Item no 30, sebanyak 39 responden

(65%) mengatakan sangat setuju.

D. Pembahasan Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian melalui kuesioner yang telah dibagikan pada 60

responden, maka akan dibahas menurut variabel yang terungkap sesuai dengan data

yang diperoleh. Dalam mengolah hasil penelitian ini penulis akan memaparkan dalam

tiga bagian yaitu: identitas responden, menyadari tugas sebagai orang tua dalam

memperkembangkan anak, dan perhatian orang tua dalam memperkembangkan iman

anak di Paroki St. Yusup Bintaran Yogyakarta.


55

1. Identitas Responden

Dari hasil penelitian diketahui bahwa orang tua sungguh bertanggungjawab dan

mampu dalam memperhatikan perkembangan iman anak dalam keluarga. Orang tua di

Paroki Bintaran bila dilihat dari usia adalah orang tua yang matang dan bertanggung

jawab serta mampu mendidik anak-anak mereka. Hal ini dapat dilihat dari data yang

telah terungkap bahwa usia yang paling banyak dan tertinggi adalah di atas 36 tahun

sebanyak 55 orang (91,67%), sedangkan usia terendah 20-25 tahun sebanyak 2 orang

(3,33%).

Tingkat pendidikan orang tua yang ada di Paroki St. Yusup Bintaran pada

umumnya adalah mereka yang berpendidikan dan semua tamatan SD, SMP, SMA,

dan S1. Dari data yang terungkap pendidikan yang paling banyak dan tertinggi adalah

tamatan SMA sebanyak 30 orang (50%), sedangkan yang tamatan SD sebanyak 1

orang (1,67%).

Dari data yang terungkap di Paroki St.Yusup Bintaran mata pencarian yang paling

banyak adalah pilihan lain-lain misalnya saja berdagang, pensiunan PNS, ibu rumah

tangga, sedangkan pekerjaan sebagai petani hanya sebanyak 1 orang (1,67%).

2. Menyadari Tugas Sebagai Orang Tua dalam Memperkembangkan Anak

Dari hasi penelitian diketahui bahwa, tugas utama dari orang tua adalah

membesarkan dan memberikan pendidikan pada anak. Berdasarkan jawaban yang

telah diterima sebanyak 44 responden (73,33%) menyatakan sangat setuju, sedangkan

16 responden (26,67%) menyatakan setuju. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa

orang tua sungguh mengerti akan tugas mereka untuk membesarkan dan memberikan

pendidikan pada anak.


56

Ciri khas peranan orang tua sebagai pendidik ialah cinta kasih mereka sebagai

orang tua (FC art 36). Cinta kasih orang tua menjadi sumber dan prinsip yang

mengilhami serta mengarahkan segala kegiatan konkret mendidik, memperkayanya

dengan nilai-nilai keramahan, ketabahan, kebaikan hati, pengabdian, sikap tanpa

pamrih, dan pengorbanan diri yang merupakan buah cinta kasih yang paling berharga.

Dari hasil penelitian yang telah dilaksanakan pada 60 responden diketahui bahwa,

yang membesarkan dan memberikan kasih sayang pada anak dalam keluarga adalah

orang tua sebanyak 45 orang (75%) menyatakan sangat setuju. Data tersebut mau

mengungkapkan bahwa kasih sayang dalam membesarkan anak dalam keluarga

sangatlah penting. Hal ini dapat dilihat dari perjuangan orang tua dalam membesarkan

dan memberikan pendidikan pada anak-anak dalam keluarga.

Dari hasil penelitian kesibukan orang tua dapat mengurangi perhatian mereka

dalam mendidik anak. Orang tua sering sibuk dengan pekerjaan mereka masing-

masing, sehingga banyak anak yang kurang perhatian dari orang tua. Sebanyak 40

orang (66,67%) menyatakan kurang setuju, sedangkan 1 orang (1,67%) menyatakan

sangat setuju.

Dari hasil penelitian diketahui, orang tua harus menyadari tugasnya dalam

mengawasi perkembangan anak mereka. Dalam mengawasi perkembangan

pendidikan anak, maka orang tua selalu bertanya pada anak mengenai tugas sekolah

yang harus dikerjakan dan kesulitan anak dalam mengerjakannya sebanyak 33 orang

(55%) menyatakan setuju.

Ada pepatah mengatakan “Anak-anak tidak pernah menjadi pendengar yang baik

bagi orang tuanya, tetapi mereka dapat menjadi peniru ulung pada orang tuanya”

(Hendoko, 2004:71). Dalam kehidupan sehari-hari orang tualah yang memberikan

teladan pada anak mereka. Berdasarkan penelitian menjadi orang tua yang harus
57

memberikan teladan bagi anak mereka merupakan tugas yang sangat berat sebanyak

38 orang (63,33%) menyatakan sangat setuju. Data yang dihasilkan tersebut

menyatakan bahwa menjadi teladan bagi anak sangatlah berat. Anak merupakan

peniru yang ulung, sehingga sering sekali apa yang dilakukan orang tua akan

dilakukan oleh anak juga.

Berdasarkan penelitian diketahui, bahwa bila anak melakukan kesalahan dan sulit

diarahkan, maka tugas orang tua untuk memanggil dan menasehati anak tersebut

sebanyak 33 orang (55%) menyatakan setuju.

Komunikasi sering tidak lancar dalam keluarga karena kurang adanya keterbukaan

dan waktu untuk berkomunikasi. Dari hasil penelitian diketahui bahwa, orang tua

sering mengajak anak untuk berdialog dalam keluarga sebanyak 30 orang (50%)

menyatakan sangat setuju. Dari data yang diperoleh ingin mengungkapkan

komunikasi anatara orang tua dan anak sangatlah penting dalam keluarga. Namun

masih ada orang tua yang kurang menyempatkan diri untuk berkomukasi bersama

anak dalam kesibukan pekerjaannya. Sebanyak 3 (5%)orang memilih kurang setuju

orang tua mengajak anak untuk berdialog dalam keluarga.

Hak dan kewajiban orang tua dalam membimbing anaknya merupakan hak yang

hakiki, asasi dan utama serta tidak dapat tergantikan dan dialihkan pada siapapun. Hal

ini sungguh merupakan kelanjutan dari penyaluran hidup manusia yang suci (FC art

36). Dari data yang dihasilkan diketahui bahwa, orang tua menyerahkan pengasuhan

anak pembantu rumah tangga sebanyak 40 orang (66,67%) menyatakan kurang setuju.

Berdasarkan data yang terungkap diketahui bahwa orang tua menyadari membesarkan

anak dan memberikan pendidikan pada anak adalah tugas mereka yang tidak dapat

tergantikan oleh siapapun. Namun masih ada pengasuhan anak diserahkan penuh pada

pembantu rumah tangga, sebanyak 1 orang (1,67%) memilih setuju.


58

Dari hasil penelitian diketahui bahwa, orang tua mau mendengarkan dan mengajak

anak untuk menceritakan apa saja yang terjadi di sekolah maupun dengan teman lain

sebanyak 35 orang (58,34%) menyatakan setuju. Dari data tersebut ingin

mengungkapkan mendengarkan merupakan pekerjaan sangat berat, namun untuk

mendengarkan anak dalam bercerita secara tidak langsung membantu orang tua untuk

mengawasi anak di luar rumah. Dengan mendengarkan secara aktif hubungan antara

anak dan orang tua kemungkinan besar menjadi baik (Alex Sobur, 1985:15). Namun

dalam hasil penelitian yang telah dilaksanakan masih ada orang tua yang kurang

menyadari bahwa, mendengarkan cerita kegiatan anak sehari-hari berguna untuk bisa

mengawasi anaknya. Sebanyak 2 responden (3,33%) yang memilih kurang setuju

selalu mendengarkan cerita anak.

Berdasarkan penelitian diketahui bahwa, bila anak melakukan kesalahan dalam

keluarga maka, orang tua tidak boleh langsung memarahinya sebanyak 35 responden

(58,33%) menyatakan sangat setuju dan sebanyak 5 responden (8,33%) memilih

kurang setuju. Dari data tersebut mau mengungkapkan bahwa, pada umumnya orang

tua sungguh memberikan perhatian kepada anak-anaknya. Namun masih ada orang

tua yang terbawa emosi, sehingga anak sering sekali langsung dimarahi dan diberikan

hukuman tanpa mendengarkan penjelasan dari sang anak.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa, orang tua mengijinkan anak untuk

membawa teman-teman untuk bermain sebanyak 38 responden (63,33%) menyatakan

sangat setuju, sedangkan 9 responden (15%) menyatakan kurang setuju. Data tersebut

ingin mengungkapkan anak berhak membawa teman-temannya ke rumah untuk

bermain dengan demikian anak akan merasa senang. Namun masih ada orang tua

yang tidak mengijinkan anaknya untuk membawa teman-teman ke dalam rumah.

Orang tua kurang menyadari bahwa, secara tidak langsung orang tua juga dapat
59

mengawasi anak bila bermain di rumah dan dapat mengenal siapa teman-teman yang

sering bergaul dengan sang anak.

Berdasarkan penelitian diketahui bahwa, orang tua meluangkan waktu untuk

piknik bersama keluarga sebanyak 30 orang (50%) menyatakan setuju, sedangkan 9

orang (15%) yang menyatakan kurang setuju. Data tersebut ingin mengungkapkan

memberikan waktu luang untuk pada keluarga merupakan hal yang baik untuk

komunikasi dalam keluarga, sehingga keluarga akan semakin akrab. Namun ada juga

orang tua sibuk dengan pekerjaannya, sehingga tidak memiliki waktu untuk piknik

bersama keluarga.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa, bapak dan ibu menerapkan aturan dan

keluarga dengan cara kebijaksanaan sebanyak 37 orang (61,67%) menyatakan setuju.

Data tersebut ingin menunjukkan dalam menerapkan semuanya harus dengan

bijaksana, sehingga dapat diterima oleh orang tua dan anak. Sebanyak 1 responden

(1,67%) menyatakan kurang setuju jika aturan yang dibuat dalam keluarga dengan

cara bijaksana.

Keluarga akan memberikan dasar-dasar kepribadian, sikap dan prilaku yang akan

dipergunakan untuk berhubungan dengan orang lain (Adiyanti, 2003:93). Dari hasil

penelitian diketahui bahwa, bapak/ibu menjadi teladan bagi anak dengan mengakui

anak sebagai sesama yang sedang berkembang sebanyak 30 (50%) menyatakan setuju.

Data yang telah diperoleh menunjukkan bahwa, dalam keluarga responden cukup

menghormati anak-anak sebagai manusia yang mempunyai martabat yang sama.

Namun sebanyak 7 responden (11,67%) menyatakan kurang setuju dengan mengakui

anak sebagai sesama yang sedang berkembang.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa, orang tua memberikan pujian bila

anak mendapatkan prestasi yang baik di sekolah sebanyak 33 responden (55%)


60

menyatakan sangat setuju. Data yang dihasilkan tersebut menunujukkan bahwa, orang

tua sangat menghargai semua usaha atau perbuatan anak yang baik, sehingga anak

anak merasa diperhatikan dalam keluarga. Selain itu anak merasa mendapat dukungan

dari keluarga dalam hidupnya.

3. Perhatian Orang Tua Dalam Memperkembangkan Iman Anak Di Paroki St.

Yusup Bintaran Yogyakarta.

Familiaris Consortio art 59 menganjurkan bagi keluarga-keluarga kristiani untuk

memberikan pendidikan iman kepada anak-anaknya dengan membiasakan untuk

berdoa keluarga. Bahan khusus bagi doa dalam keluarga ialah kehidupan keluarga itu

sendiri. Melalui doa-doa tersebut menunjukkan penyerahan keluarga sepenuhnya

kepada Bapa. Berdasarkan data yang terungkap di tabel 4 diketahui bahwa orang tua

memperkenalkan doa Bapa kami, salam maria dll pada anak sebanyak 36 responden

(60%) menyatakan sangat setuju, sedangkan sebanyak 2 responden (3,33%)

menyatakan masih ada orang tua yang kurang setuju pada usia anak sudah diajarkan

doa-doa dasar dalam Gereja katolik.

Perjanjian perkawinan seseorang pria dan seorang wanita membentuk antara

mereka kebersamaan seluruh hidup; dari sifat kodratinya perjanjian itu terarah pada

kesejahteraan suami-istri serta kelahiran dan pendidikan anak; oleh Kristus Tuhan

perjanjian perkawinan antara orang-orang yang dibaptis diangkat ke martabat

sakramen (Kan 1055 δ1). Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa, suami istri

yang telah diikat dengan janji perkawinan, maka merekalah yang bertanggungjawab

atas pendidikan iman anaknya sebanyak 41 responden (68,33%) menyatakan sangat

setuju. Data tersebut mengungkapkan bahwa suami istri yang telah diikat atau

disatukan memiliki tanggungjawab terhadap perkembangan iman anaknya.


61

Anak secara sederhana diperkenalkan dengan Allah Bapa yang baik dan penuh

kasih kepada mereka. Dengan pengenalan pada Allah Bapa yang baik dan penuh kasih

diharapkan anak-anak membuka hati bagi-Nya dan mulai mempelajari perintah-

perintah-Nya. Doa-doa singkat yang anak-anak ucapkan akan menjadi titik tolak

dialog cinta kasih dengan Allah yang tersembunyi (CT art 36). Dari hasil penelitian

diketahui bahwa, orang tua memperkenalkan Allah itu maha baik dan pemberi

kehidupan bagi semua anak manusia sebanyak 35 responden (58,33%) menyatakan

sangat setuju. Data tersebut menunjukkan bahwa orang tua sangat memperhatikan

perkembangan iman anaknya.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa, orang tua sudah mulai membantu

pertumbuhan dan perkembangan iman anak dengan mengajak anak untuk doa makan

bersama dalam keluarga sebanyak 32 orang (53,33%) menyatakan sangat setuju.

Kebiasaan yang baik dalam keluarga dapat menjadi wujud perhatian orang tua dalam

menanamkan nilai-nilai iman pada anak melalui berdoa bersama dalam keluarga.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa, orang tua mengajak anak untuk ke gereja

dan ziarah bersama untuk memperkembangkan iman anak sebanyak 35 responden

(58,33%) menyatakan setuju, sedangkan sebanyak 5 responden (8,33%) menyatakan

kurang setuju anak diajak untuk pergi ziarah bersama.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa, orang tua mengantar anak untuk mengikuti

PIA (Pendidikan Iman Anak) yang dilaksanakan di Gereja sebanyak 30 orang (50%)

menyatakan setuju. Berdasarkan jawaban responden tersebut dapat dikatakan bahwa

pemahaman orang tua akan PIA sudah baik dan merasa penting untuk diikuti oleh

anak-anak, karena dengan mengikuti PIA akan lebih membantu pengetahuan iman

anak semakin luas. Namun sebanyak 9 responden (15%) kurang menyadari akan

pentingnya pendampingan iman anak di Gereja.


62

Seorang yang beriman adalah “Orang yang menerima dan mau tunduk serta

berserah kepada Allah, mempercayakan diri sungguh kepada Allah, menerima bahwa

Allah adalah kebenaran, menaruh sandaran kepadaNya dan bukan dirinya sendiri, dan

dengan demikian menjadi teguh dan benar oleh karena keteguhan dan kebenaran

Allah” (Talaumbanua, 1999:44).Dari hasil penelitian diketahui bahwa, tujuan orang

tua memberikan pendidikan iman dalam keluarga agar membantu anak untuk

menghayati hidup beriman mereka melalui kekuatan pribadi anak sebagian besar

responden menyatakan sangat setuju ada 30 orang (50%). Orang tua menyadari bahwa

tujuan orang tua memberikan pendidikan iman dalam keluarga untuk membantu dan

menghayati hidup beriman anak. Hanya 1 responden (1,67%) yang menyatakan tidak

setuju bahwa, pendidikan iman yang diberikan dapat membantu anak untuk

menghayati hidup beriman.

Orang tua kristiani sering sekali menekankan kejujuran dalam diri anak sebanyak

41 orang (68,33%) menyatakan sangat setuju. Dengan demikian dapat dikatakan

bahwa dalam keluarga orang tua sudah menekankan sikap kejujuran dalam diri anak-

anak. Sikap kejujuran inilah yang akan mempengaruhi hidup anak untuk bertumbuh

dan berkembang menjadi pribadi yang bertanggungjawab dalam hidup imannya pada

Allah dan sesama. Namun sebanyak 2 responden (3,33%) kurang menyadari akan

pentingnya kejujuran, sehingga menyatakan kurang setuju orang tua harus

menekankan kejujuran dalam diri anak.

Terlibat aktif dalam kegiatan lingkungan gereja sangatlah penting bagi

pertumbuhan dan perkembangan iman anak sebanyak 23 orang (38,33%) menyatakan

kurang setuju. Orang tua merasa kegiatan tersebut menggangu jam belajar anak

sebanyak 20 responden menyatakan setuju bahwa orang tua harus mengikutsertakan


63

anak dalam kegiatan-kegiatan dalam lingkungan maupun Gereja. Orang tua takut

mengganggu pelajaran yang harus diselesaikan oleh orang.

Menurut Paus Yohanes Paulus II Orang tua sebagai pendamping yang pertama

dan utama dalam perkembangan iman anak, maka orang tua harus bertanggungjawab

terhadap perkembangan iman anak (Familiaris Consortio artikel 36). Berdasarkan

hasil penelitian diketahui bahwa, orang tua selalu memperhatikan perkembangan iman

anak dalam hidup sehari-hari sebagian besar memilih setuju ada 39 orang (65%). Hal

ini adalah suatu bentuk perhatian orang tua terhadap perkembangan iman anak, karena

tugas orang tualah yang selalu mengawasi perkembangan iman anak-anak.

Paus Yohanes Paulus ke II dalam dokumen ini menganjurkan agar semua orang

katolik memberikan pendidikan iman pada anaknya dengan memberikan perhatian

untuk memotivasi dan membantu pengembangan penghayatan akan Yesus. Anjuran

ini dibuat dalam rangka memperkembangkan iman anak dalam berbagai tahap usia.

Pengetahuan anak tentang imannya diharapkan mampu menyentuh seluruh

pengalaman-pengalaman bagi pertumbuhan hidup Kristen yang dewasa. Dokumen

Gereja yang berjudul Catechesi Tradende mengatakan bahwa sejak usia dini para

anggota keluarga perlu saling membantu agar tumbuh dalam iman( art 68). Dari hasil

penelitian diketahui bahwa, orang tua memperhatikan pendidikan iman anak karena

mempunyai kewajiban untuk mengantar akan pada kedwasaan iman sebanyak 39

orang (65%) menyatakan sangat setuju. data tersebut menunjukkan tanggungjawab

orang tua untuk memperhatikan pendidikan iman anak sangatlah penting untuk

mengantar anak pada kedewasaan iman mereka.


64

E. Keterbatasan Penelitian

Dari 23 lingkungan, penulis hanya mengambil 4 lingkungan sebagai sampel,

karena 4 lingkungan tersebut berdekatan dengan gereja Paroki St.Yusup Binataran

Yogyakarta. Dengan dekatnya 4 lingkungan tersebut, penulis ingin melihat sejauh

mana orang tua mendukung anak-anaknya mengikuti kegitan-kegiatan Gereja dalam

memperkembangkan iman mereka.


BAB IV

KATEKESE SEBAGAI SATU USAHA DALAM MENINGKATKAN

KESADARAN AKAN PENTINGNYA BIMBINGAN ORANG TUA TERHADAP

PERKEMBANGAN IMAN ANAK

A. Pengertian dan Tujuan Katekese

1 Pengertian Katekese

Arti dari katekese adalah membuat bergema, menyebabkan sesuatu bergaung

(Telaumbanua,1999:2). Seiring dengan perkembangannya katekese mempunyai

banyak pengertian, namun di sini penulis memilih pengertian katekese dalam anjuran

Apostolik Catechesi Tradende artikel 18 menguraikan bahwa katekese ialah

pembinaan iman anak-anak kaum muda dan orang-orang dewasa dalam iman, yang

khususnya mencakup penyampaian ajaran Kristen yang pada umumnya diberikan

secara organis dan sistematis, dengan maksud mengantar para pendengar memasuki

kepenuhan hidup Kristen (CT art 18).

Selain itu katekese juga memiliki pengertian lain yakni suatu bentuk pelayanan

yang diusahakan oleh Gereja untuk menolong umat agar semakin memahami,

menghayati dan mewujudkan imannya dalam kehidupan sehari-hari, baik di dalam

keluarga maupun di masyarakat yang. Bentuk pelayanan ini mencakup beberapa unsur

yaitu pewartaan, pengajaran, pendidikan, pengukuhan serta pendewasaan menuju

kepenuhan hidup Kristen. Adapun kepenuhan hidup kristiani diperoleh ketika

seseorang peka untuk mendengarkan dan berserah diri pada Allah dalam Kristus,

sehingga orang mempunyai iman yang mendalam dalam mengikuti Kristus. Dengan

demikian orang kristiani diharapkan mengimani Yesus Kristus secara konkret dalam

hidup sehari-hari baik secara pribadi maupun bersama (Telaumbanua, 1999: 3-5).
66

2 Tujuan Katekese

Kedewasaan iman umat merupakan suatu rahmat Allah yang kemudian didukung

dengan usaha-usaha dari pihak Gereja. Secara umum dapat dikatakan tujuan katekese

adalah membantu peserta untuk semakin mendekatkan diri dengan Yesus, sehingga

semakin bertumbuh dan berkembang menjadi dewasa Dalam anjuran Apostolik

Catechesi Tradendae mengemukakan bahwa tujuan katekese adalah mengembangkan

iman menuju kepenuhan hidup beriman.

Maksud katekese adalah mengembangkan pengertian tentang misteri Kristus


dalam cahaya firman Allah, sehingga seluruh pribadi manusia diresapi oleh
firman itu. Begitulah orang Kristen, yang berkat karya rahmat diubah menjadi
ciptaan baru, memutuskan untuk mengikuti Yesus , dan dalam Gereja makin
banyak berfikir seperti Dia, menilai segalanya seperti Dia, bertindak seturut
perinta-perintah-Nya dan berharap sesuai dengan ajakan-Nya (CT art 20).

Dengan demikian untuk mengembangkan iman mengandaikan bahwa umat sudah

mempunyai benih yang tumbuh dalam hati, yang kemudian melalui kegiatan katekese

dimekarkan atau dikembangkan menuju kepenuhan hidup beriman agar semakin

mantap dan subur. Usaha dalam memperkembangkan iman tidak dapat hanya berhenti

pada taraf pengetahuan saja namun melalui karya umat. Katekese merupakan tahap

pengajaran dan pendewasaan iman umat Kristiani. Menerima pribadi Yesus Kristus

sebagai satu-satunya Tuhan dan menyerahkan diri seluruhnya kepadaNya sebagai

tanda manusia selalu mengandalkan Allah melalui perbuatan sehari-hari. PKKI II

tahun 1980 merumuskan tujuan katekese umat adalah

a Supaya terang injil kita semakin meresapi arti pengalaman-pengalaman kita

sehari-hari

b Dan kita bertobat (metanoia) kepada Allah dan semakin menyadari kehadiranNya

dalam kenyataan hidup sehari-hari.


67

c Dengan demikian kita semakin sempurna beriman, berharap, mengamalkan cinta

kasih dan makin dikukuhkan hidup kristiani.

d Kita semakin bersatu dalam Kristus, makin menjemaat, makin tegas mewujudkan

tugas Gereja setempat dan mengokohkan Gereja semesta.

e Sehingga kita sanggup memberi kesaksian tentang Kristus dalam hidup kita di

tengah masyarakat.

B. Katekese Model SCP sebagai Salah Satu Model Pendampingan Bagi Orang Tua
Dalam Memperkembangkan Iman Anaknya Di Paroki St. Yusup Bintaran
Yogyakarta.
1 Tiga Komponen Pokok SCP

Dalam SCP terdapat tiga komponen pokok yang perlu diperhatikan. Tiga pokok

itu adalah Shared, Christian dan Praxis (Heryatno, 1997:2)

a. Shared

Istilah shared menunjukkan pengertian komunikasi yang timbal balik, sikap

partisipasi aktif dan kritis dari semua peserta, sikap terbuka (inklusif) baik untuk

kedalaman diri pribadi, kehadiran sesama, maupun untuk rahmat Tuhan. Istilah

shared juga menekankan proses katekese yang menggaris bawahi aspek dialog,

kebersamaan, keterlibatan dan solidaritas. Unsur kebersamaan tampak pada hubungan

antar subyek yaitu antara pendamping dengan peserta yang terbuka siap untuk

mendengarkan dengan hati dan berkomunikasi dengan kebebasan hati yang dapat

dikatakan “sharing” . Hubungan ini ingin menunjukkan tidak ada satu pihak pun

hanya sebagai penerima, namun kedua belah pihak memiliki kesempatan untuk

mengambil bagian. Dalam pengungkapan pengalaman akan muncul unsur

keterlibatan dan solidaritas. Masing-masing peserta diberikan kesempatan untuk

mengungkapkan pengalaman yang mereka alami sesuai dengan keunikan pengalaman


68

yang dialami, sehingga masing-masing orang memiliki pengalaman yang berbeda-

beda. Dari pengalaman yang berbeda-beda tumbuhlah rasa solidaritas untuk mengolah

pengalaman itu secara kritis-reflektif, dan di dalam suasana dialogis yang dapat

mendorong para peserta membuat peneguhan dan mengambil keputusan baru yang

mendorong pada keterlibatan yang baru.

Membangun suasana dialogis dimulai dari refleksi dan pengolahan pengalaman

pribadi yang selanjutnya akan menjadi peneguhan bersama. Di dalam proses ini

dibutuhkan kejujuran, keterbukaan, kepekaan dan penghormatan. Di sini pentingnya

untuk mendengar tidak hanya dengan telinga tetapi dengan hati serta mendengar

dengan penuh simpati. Dialog yang telah terjadi tidak hanya melulu antar peserta

katekese melainkan juga dialog antara praksis faktual para peserta dengan nilai dan

semangat Kristiani, sehingga terdorong untuk menemukan nilai-nilai baru yang cocok

dengan konteks hidupnya dan dapat diwujudkan.

b. Christian

Katekese model “Shared Christian Praxis” atau SCP mencoba mengusahakan

supaya kekayaan iman kristiani sepanjang sejarah dan visinya makin terjangkau, dekat

dan relevan dalam kehidupan peserta zaman sekarang. Kekayaan iman yang

ditekankan dalam model ini meliputi dua unsur pokok yaitu pengalaman hidup

beriman kristiani sepanjang sejarah (tradisi) dan visinya.

Tradisi kristiani mengungkapkan realitas iman jemaat kristiani yang hidup dan

sungguh dihidupi, di mana realitas ini merupakan tanggapan manusia terhadap

perwahyuan diri Allah yang terlaksana di tengah manusia. Dalam konteks ini tradisi

perlu dipahami sebagai perjumpaan antara rahmat Allah dalam Kristus dan tanggapan

manusia. Maka dari itu tradisi di sini tidak hanya berupa pengajaran Gereja tetapi juga
69

meliputi Kitab Suci, spiritualitas, refleksi teologi, sakramen, liturgi, seni, nyanyian

rohani dll. Tradisi kristiani senantiasia mengundang keterlibatan dan proses

pempribadian, karena tradisi sebagai sabda yang dihidupi untuk memupuk identitas

kristiani dan memberi inspirasi dalam mewujudkan nilai-nilai tersebut dalam hidup

(Heryatno, 1997: 3).

Visi kristiani menekankan tuntutan dan janji yang terkandung dalan tradisi,

tanggungjawab dan pengutusan orang kristiani sebagai jalan untuk menghidupi

semangat dan sikap kemuridan serta mewujudkan nilai-nilai kerajaan Allah di dalam

kehidupan manusia. Visi ini menunjukkan proses sejarah kehidupan umat kristiani

yang berkesinambungan dan bersifat dinamis dan mengundang penilaian, penegasan,

pilihan dan keputusan (Heryatno, 1997: 3). Jadi visi merupakan manifestasi konkret

dari jawaban manusia terhadap janji Allah yang terwujudkan dalam sejarah atau

tradisi (Sumarno, 2005: 18).

Kedua unsur yakni tradisi dan visi kristiani perlu dijadikan sebagai sarana untuk

berdialog. Tradisi dan visi kristiani menumbuhkan rasa memiliki dan kesatuan sebagai

jemaat beriman, sekaligus meneguhkan identitas peserta sebagai jemaat kristiani.

c. Praxis

Istilah praxis dalam pengertian katekese bukan hanya suatu praktek saja

melainkan suatu tindakan yang sudah direfleksikan. Praxis sebagai perbuatan atau

tindakan meliputi seluruh keterlibtan manusia dalam dunia, segala sesuatu yang

diperbuat oleh manusia dengan tujuan tertentu atau dengan sengaja. Praxis mengacu

pada tindakan manusia yang mempunyai tujuan tertentu untuk perubahan hidup yang

meliputi kesatuan antar praktek dan teori yang membentuk suatu kreativitas antara
70

refleksi kritis dan kesadaran histories yang mengarah pada keterlibatan baru

(Sumarno, 2005: 15).

Praxis mempunyai tiga komponen yang saling berhubungan yaitu aktivitas,

refleksi dan kreativitas (Heryatno, 1997: 2). Ketiga komponen pembentuk ini

berfungsi membangkitkan perkembangan imaginasi, meneguhkan kehendak dan

mendorong praxis baru yang dapat dipertanggungjawabkan secara etis dan moral.

Aktivitas meliputi kegiatan mental dan fisik, kesadaran, tindakan personal dan

sosial, hidup pribadi dan kegiatan publik yang semua merupakan medan masa kini

untuk perwujudan diri manusia sebagai subyek.

Refleksi menekankan refleksi kritis terhadap tindakan historis pribadi dan sosial

dalam masa lampau, terhadap praxis pribadi dan kehidupan bersama masyarakat serta

terhadap tradisi dan visi kristiani sepanjang sejarah.

Kreativitas merupakan perpaduan antara aktivitas dan refleksi yang menekankan

sifat transenden manusia dalam dinamika menuju masa depan untuk praxis baru.

2 Langkah-langkah Model SCP

Shared Christian Praxis sebagai salah satu model komunikasi tentang pengalaman

hidup antar peserta, SCP memiliki lima langkah yang saling berurutan meskipun

dalam praktek kelima langkah itu mengalami tumpang tindih, terulang kembali atau

langkah yang satu tergabung dengan langkah yang lain (Sumarno, 2005: 18).

a. Langkah Nol (0): Pemusatan Aktivitas

Tujuan dari langkah ini adalah mendorong umat (subyek utama) untuk

menemukan topik pertemuan yang bertolak dari kehidupan konkret yang selanjutnya

menjadi tema dasar pertemuan (Sumarno, 2005:19). Langkah ini mempersiapkan tema

dengan baik dan sesuai dengan kehidupan umat, agar dapat menumbuhkan dialog
71

dalam pertemuan tersebut. Selain itu, dalam langkah ini juga harus mempersiapkan

sarana yang mendukung berjalannya pertemuan ini.

b. Langkah Pertama : Pengungkapan Pengalaman Hidup Faktual

(Mengungkapkan Pengalaman Hidup Peserta)

Langkah ini membantu peserta untuk mengungkapkan pengalaman hidup peserta

maupun mengkomunikasikan keadaan masyarakat atau gereja, yang sesuai dengan

tema pertemuan agar peserta dapat menyadari, menginterpretasikan dan mengolah

sehingga pada taraf pengkomunikasian. Dalam proses pengungkapan ini, peserta

dapat menggunakan perasaan mereka, menjelaskan nilai, sikap, kepercayaan dan

keyakinan yang melatarbelakanginya. Dengan cara ini diharapkan peserta menjadi

sadar dan bersikap kritis pada pengalaman hidupnya sendiri. Komunikasi pengalaman

konkret para peserta diharapkan dapat melahirkan tema-tema dasar yang akan

direfleksikan secara kritis pada langkah berikutnya (Heryatno, 1997: 5). Dalam

langkah ini pendamping berperan sebagai fasilitator yang menciptakan suasana

pertemuan menjadi hangat dan mendukung, dimana peserta membagikan praxis

hidupnya berkaitan dengan tema dasar (Sumarno, 2005: 20). Sikap pembimbing

diharapkan ramah, sabar, hormat, bersahabat dan peka terhadap latarbelakang dan

permasalahan, sehingga mengalami rasa aman dalam mengungkapkan pengalmannya.

c. Langkah Dua : Refleksi Kristis Pengalaman Hidup Factual (Mendalami Hidup

Peserta)

Langkah kedua ini mendorong peserta untuk lebih aktif, kritis dan kreatif dalam

memahami serta mengolah keterlibatan hidup mereka sendiri melalui tema-tema yang

diberikan. Tujuan refleksi kritis pengalaman hidup factual adalah memperdalam


72

refleksi dan mengantar peserta pada kesadaran kritis akan keterlibatan mereka, alasan,

motivasi, kepentingan yang disadari dan hendak diwujudkan. Dengan refleksi kritis

pada pengalaman hidup yang konkret ini peserta diharapkan sampai pada nilai Gereja

dan visi Kristiani (Heryatno, 1997: 6). Untuk mempermudah jalannya langkah ini

pendamping perlu memperhatikan suasana yang kondusif misalnya dengan sikap

menghormati, mendukung, menggunakan pertanyaan bantuan yang bersifat terbuka

dan analisis yang biasanya dimulai dengan kata “mengapa” dengan tidak memaksa.

d. Langkah Ketiga: Mengusahakan Supaya Tradisi Dan Visi Kristiani Lebih

Terjangkau (Menggali Pengalaman Iman Kristiani)

Pada langkah ini peserta diharapkan dapat mengkonfrontasikan atau

mendialogkan tradisi dan visi hidup mereka dengan tradisi dan visi kristiani. Yang

dimaksud dengan tradisi Kristiani adalah sumber utama dalam kehidupan dan

penghayatan iman, di mana tradisi ini merupakan pengungkapan kreatifitas dari

interpretasi manusiawi terhadap ilahi, misalnya Kitab Suci, doa, kebiasaan jemaat,

sakramen dan lain-lain. Visi merefleksikan harapan dan janji, mandat dan

tanggungjawab yang muncul dari tradisi . Visi utama tradisi iman Kristiani adalah

nilai-nilai Kerajaan Allah yang harus diwujudkan dalam tengah-tengah kehidupan

manusia. Visi dan tradisi Kristiani ini memberikan inspirasi hidup tentang

pelaksanaan prinsip-prinsip etika kristiani (Sumarno, 2005:21).

Pendamping berperan dalam mengkomunikasikan aspek-aspek dari tradisi dan visi

kristiani, yaitu dengan penafsiran dari teks Kitab Suci yang telah dipilih dalam proses

katekese. Dalam proses penafsiran ini, pendamping perlu menghubunglkan makna

Tradisi dan Visi Kristiani dengan hasil langkah pertama dan kedua, sehingga

pendamping menjadi penghubung Tradisi dan Visi Kristiani dan para peserta.
73

Meskipun pendamping berperan dalam mengkomunikasikan Tradisi dan Visi

Kristiani tidak berarti pendamping sebagai guru yang mengajar melainkan sebagai

patner peserta yang menghormati mereka sebagai subyek. Pendamping dapat

mengusahakan nilai Tradisi dan Visi Kristiani menjadi terjangkau oleh peserta dengan

bersifat membuka kesadaran dialogis dan menyemangati hidup setiap peserta,

sehingga Tradisi dan Visi Kristiani lebih relevan bagi hidup mereka pada zaman

sekarang (Sumarno, 2005: 21).

e. Langkah Keempat : Interpretasi Dialektis Antara Tradisi Dan Visi Kristiani

Dengan Tradisi Dan Visi Peserta (Menerapkan Iman Kristiani Dalam Situasi

Peserta Konkrit).

Tujuan utama dari langkah lima adalah memampukan peserta untuk secara kritis

mempersonalisasi dan mengintegrasikan nilai-nilai Tradisi dan Visi Kristiani bagi

kehidupan mereka (Heryatno, 1997:30). Peserta diajak untuk meneguhkan,

mempertanyakan, memperkembangkan dan menyempurnakan pokok-pokok penting

yang telah ditemukan pada langkah pertama dan kedua. Pokok-pokok penting tersebut

akan dikonfrontasikan dengan hasil interpretasi trasi dan visi kristiani dari langkah

ketiga. Dengan demikian peserta dapat menemukan bagi dirinya nilai hidup yang

hendak digaris bawahi, sikap pribadi yang picik yang harus dihilangkan dan nilai-nilai

baru yang hendak diperkembangkan (Sumarno, 2005: 21).

f. Langkah Kelima: Keterlibatan Baru Demi Terwujudnya Kerajaan Allah Di

Dunia (Mengusahakan Suatu Aksi Konkrit).

Tujuan yang ingin dicapai pada langkah ini adalah mengajak peserta supaya sampai

pada keputusan konkret bagaimana menghidupi iman kristiani pada konteks hidup
74

yang telah dianalisa dan dipahami, direfleksikan secara kritis, dinilai secara kreatif

dan bertanggungjawa (Heryatno, 1997: 7). Keputusan konkret dari langkah ini

dipahami sebagai puncak dan buah dari metode SCP, sehingga keputusan yang

diambil hendaknya praksis tidak muluk-muluk dan menggemakan nilai-nilai Kristiani.

Keputusan yang diambil hendaknya menekankan aspek kognitif (pemahaman), aspek

afektif (perasaan) dan praksis politis (tingkah laku) yang bersifat menyangkut tingkah

personal, interpersonal atau sosial. Pendamping dapat merangkum hasil dari langkah

pertama sampai dengan langkah keempat, supaya dapat membantu peserta mencapai

keputusan pribadi dan bersama (Sumarno, 2005: 22).

C. Usulan Program Katekese

1. Latar Belakang Penyusunan Program

Dalam Familiaris Consortio, art 36 dikatakan bahwa, tugas dan kewajiban suami-isteri

untuk memberikan pendidikan iman kepada anak-anaknya berakar pada panggilan suami-

istri yang menikah. Tugas ini dimengerti sebagai usaha untuk berpartisipasi dan

mengambil bagian dalam karya penciptaan Allah. Tugas ini disebut pertama dan utama,

karena tidak tergantikan dan memperkaya nilai-nilai kasih dari orang tuanya sendiri.

Tugas ini sudah diketahui pada waktu mengucapkan janji perkawinan.

Dalam kenyataan yang ada keluarga-keluarga katolik belum sepenuhnya menyadari

akan pelaksanaan tugasnya sebagai pendidik yang pertama dan utama dalam

perkembangan iman anak. Anak kurang dilibatkan dalam kegiatan lingkungan maupun

kegiatan Gereja. Sebagian orang tua katolik di Paroki St.Yusup Bintaran menyadari akan

pentingnya perhatian terhadap perkembangan iman anak, namun masih perlu

ditingkatkan. Melihat situasi ini penulis mempunyai suatu keprihatinan dan mencari jalan

keluar bagi permasalahan tersebut dengan mengusulkan katekese model Shared Christian
75

Praxis (SCP) sebagai salah satu usulan program dalam meningkatkan pentingnya

bimbingan orang tua dalam perkembangan iman anak. Adapun pertimbangan penulis

memilih katekese model SCP ini karena model ini bersifat dialogis dan partisipatif serta

dalam proses pelaksanaannya menempatkan peserta sebagai subyek. Melalui katese ini

peserta dapat berdialog, mengungkapkan apa yang mereka alami sehubungan dengan

bimbingan orang tua terhadap perkembangan iman anak. Peserta diajak juga untuk

menimba pengalaman iman dan terang Kitab Suci, sehingga mereka mampu mewartakan

Kerajaan Allah lewat pembinaan iman anak dalam kehidupan sehari-hari.

Program katekese ini, dimaksudkan untuk membantu menyadarkan pentingnya

bimbingan orang tua terhadap perkembangan iman anak dalam keluarga. Selain itu

program ini diusulkan bagi para orang tua katolik di Paroki St.Yusup Bintaran.

2. Tujuan Program

Program yang diusulkan ini merupakan salah satu bentuk pendampingan terhadap

orang tua katolik Paroki St.Yusup Bintaran. Selain itu usulan ini dimaksudkan untuk

menyadarkan orang tua akan peran dan tanggungjawab terhadap perkembangan iman

anak dalam keluarga. Orang tua disadarkan bahwa mereka adalah pendidik yang pertama

dan utama dalam memberikan bimbingan terhadap anak. Dalam membuat suatu program

yang baik dan sistematis, maka memerlukan suatu persiapan yang terencana. Dengan

persiapan yang baik maka, kegiatan katekese yang akan dilaksanakan juga dapat berjalan

dengan baik, karena sudah ada tujuan yang jelas dan terarah. Penulis berharap dengan

perencanaan yang telah diprogramkan ini, dapat membantu para orang tua katolik di

Paroki St.Yusup Bintaran agar semakin berkembang dalam iman dan keluarga, khususnya

dalam memberikan pendidikan iman terhadap anak. Melalui program ini, diharapkan juga
76

para katekis, ketua lingkungan, seksi pewartaan dan siapa saja yang terkait dalam

mempersiapkan pelaksanaan katekese secara lebih baik.

3. Usulan Tema

Usulan tema disajikan dalam program ini adalah tugas dan tanggungjawab orang tua

terhadap perkembangan iman anak dalam keluarga katolik. Tema ini akan dijabarkan

dalam dua sub tema yaitu: keluarga katolik sebagai komunitas kasih yang hidup dalam

iman dan tugas dan tanggungjawab orang tua memperkembangkan iman anak dalam

keluarga katolik . Kedua tema ini akan dijabarkan lagi menjadi 5 sub bagian tema dengan

tujuan masing-masing. Program katekese ini dilaksanakan dua bulan sekali disetiap

lingkungan yang ada di Paroki St.Yusup Bintaran Yogyakarta.

Tema I : Membangun komunikasi yang dilandasi dengan cinta kasih dan perhatian

dalam keluarga

Tujuan : Membantu peserta untuk memahami akan pentingnya komunikasi yang

dilandasi cinta kasih dalam keluarga.

Tema II :Keteladanan orang tua wujud dari tanggungjawab dalam pendampingan

anak

Tujuan : Agar peserta dapat meneladani Maria dan Yosef dalam mendidik anak

dalam keluarga melalui sikap dan tindakan hidup sehari-hari.

Tema III : Menanamkan kebiasaan berdoa dalam keluarga dasar iman anak

Tujuan : Membantu peserta semakin menyadari dan menghayati pentingnya

menanamkan kebiasaaan berdoa setiap hari dalam keluarga sesuai dengan

teladan Yesus untuk memperkembangkan iman anak

Tema IV : Keluarga adalah persemaian buah iman


77

Tujuan :Membantu peserta untuk semakin menyadari bahwa keluarga adalah

tempat persemaian benih iman yang Allah berikan sehingga orang tua

wajib untuk terus menerus mengembangkannya dalam keluarga

Tema V : Kasih dan Persaudaraan sejati dalam hidup bersama bermasyarakat

Tujuan : Membantu peserta semakin menyadari akan kehendak Allah untuk hidup

dengan persaudaraan yang sejati, dalam hidup sehari-hari dengan saling

mengasihi dan membantu


78

D. PENJABARAN PROGRAM

Tema : Bimbingan Orang tua terhadap Perkembangan iman anak dalam keluarga katolik di Paroki St.Yusup Bintaran
Tujuan : Membantu orang tua Kristiani meningkatkan kesadaran akan bimbingan orang tua sebagai pendidik iman yang

pertama dan utama, sehingga iman anak dapat berkembang menjadi dewasa.

No Sub Tema Tujuan Judul Tujuan Uraian Materi Metode Saran Sumber
Subtema Pertemuan Pertemuan Bahan
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
I Peranan Membantu 1. Keluarga adalah Membantu peserta a. Setiap anak telah a. Informasi a. Gambar hati a. Lembaga
orang tua peserta persemaian untuk semakin memiliki benih b. Sharing b. Teks Kitab Alkitab
katolik untuk benih iman menyadari bahwa iman c. Refleksi Suci Mat Indonesia
dalam semakin keluarga adalah b. Mengembangkan d. Mengamati 5:13-16 (1999).
keluarga menyadari tempat persemaian dan gambar c. Pengalaman Alkitab.Jakart:
peran benih iman yang memperdalam peserta LAI
mereka Allah berikan penghayatan iman d. Spidol b. Mardiatmadja,
sebagai sehingga orang tua melalui doa dan e. Kertas HVS B.S,
pendidik wajib untuk terus baca Kitab Suci S.J.(1985).
iman anak menerus dalam keluarga Beriman
yang mengembangkannya c. Orang tua sebagai dengan taqwa.
pertama dan dalam keluarga teladan dalam Yogyakarta :
utama perkembangan Kanisius
dalam iman anak.
keluarga
79

No Sub Tema Tujuan Judul Tujuan Uraian Materi Metode Saran Sumber Bahan
Subtema Pertemuan Pertemuan
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
2. Keteladanan a. Pengalaman a. Sharing
orang tua keluarga b. Refleksi a. Lembaga
wujud dari kudus Nazaret c. Tanya a. Kitab Suci Alkikitab
tanggung b. Teladan yang jawab b. Teks Indonesia
. diberikan d. informasi Cergam (1999).
jawab dalam
Maria dan “Jalan Alkitab.Jakarta:
pendampingan Yusuf dalam Masih LAI
anak mendidik anak Panjang” b. Duan, Yeremia
c. Nilai-nilai Bala Pito,
yang (2003).
disampaikan Keluarga
oleh Maria dan Kristiani.
Yusuf c. Mardiatmadja,
d. Orang tua B.S,
sebagai S.J.(1985).
teladan yang Beriman
pertama dan dengan taqwa.
utama bagi Yogyakarta :
anak Kanisius
d. LBI (1984).
Tafsir Injil
Lukas.
Yogyakarta:
Kanisius
80

No Sub Tema Tujuan Judul Tujuan Uraian Metode Saran Sumber


Subtema Pertemuan Pertemuan Materi Bahan
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
II Tugas dan Membantu peserta 1.Menanamkan Membantu a. Pentingnya a. Sharing a. Gambar a. Lembaga
tanggung semakin kebiasaan peserta doa bersama b. Refleksi rumah yang Alkitab
jawab orang menyadari akan berdoa dalam semakin dalam c. Tanya baru Indonesia
tua pentingnya tugas keluarga dasar menyadari dan keluarga jawab dibangun (1999).
memperkemb dan orang tua iman anak menghayati b. Doa menjadi d. informasi b. Teks Kitab Alkitab.Jakarta
angkan iman untuk pentingnya kekuatan iman Suci Luk : LAI
anak dalam memperkembangk menanamkan kita 6:46-49 b. Mardiatmadja,
keluarga an iman anak kebiasaaan c. Makna doa c. Pengalaman B.S,
katolik dalam keluarga berdoa setiap dalam hidup peserta S.J.(1985).
hari dalam kita Beriman
keluarga sesuai dengan taqwa.
dengan teladan Yogyakarta :
Yesus untuk Kanisius
memperkemba c. LBI (1984).
. ngkan iman Tafsir Injil
anak Lukas.
Yogyakarta:
Kanisius
2. Membangun Membantu a. Arti
komunikasi yang peserta untuk komunikasi a. Dinamika a. Madah Bakti a. Membangun
dilandasi dengan memahami dalam b. Diskusi b. Kitab Suci keluarga
cinta kasih dan akan keluarga c. Cerita c. Kertas Fleb Katolik Sejati
perhatian dalam pentingnya b. Perlu d. Sharing (Tim Publikasi
keluarga komunikasi komunikasi e. Tanya Pastoral
yang dilandasi yang jawab Redemtorist,2
cinta kasih mendukung 001:26-40).
dalam keluarga perkembangan b. I Sam, 18:1-5
anak
82

D. Pelaksanaann Katekese Model SCP di Paroki St. Yusup Bintaran Yogyakarta

Pada bagian ini akan mempersiapkan pelaksanaan katekese model SCP sebagai salah

satu uji coba program yang akan di laksanakan di lingkungan Stefanus Paroki St.Yusup

Bintaran. Pelaksanaan katekese hanya dilaksanakan satu kali, karena keterbatasan waktu

dalam melaksanakannya di lingkungan-lingkungan. Persiapan pelaksanaannya sebagai

berikut:

1. Identitas

a. Tema : Keteladanan orang tua wujud dari tanggungjawab dalam

mendampingi anak.

b. Tujuan : Bersama pendamping, peserta menyadari perlunya sikap

tanggungjawab dalam mendampingi anak, sehingga mampu

menjadi teladan dalam keluarga melalui sikap dan tindakan hidup

sehari-hari.

c. Peserta : Orang tua Katolik di Paroki St Yusup Bintaran Yogyakarta

d. Tempat : Lingkungan Stefanus

e. Hari/tgl : Jumat, 21Agustus 2009

f. Waktu : 19.00-21.00WIB

g. Model : Shared Christian Praxis

h. Metode : - Refleksi kelompok

- Informasi

- Tanya Jawab

i. Sarana : - Buku Madah Bakti

- Teks Kitab Suci

- Cerita Ilustrasi

j. Sumber Bahan: - Luk 2:41-52


83

- Harrington, Daniel. (2002). Tafsir Alkitab Perjanjian


Baru.Yogyakarta: Kanisius. Hal. 100
- Leks, Stefan (2003) “Tafsir Injil Lukas” Kanisius

2. Pemikiran Dasar

Peranan orang tua sangat penting dalam keluarga dan sungguh berpengaruh dalam

perkembangan iman anak. Orang tua sebagai pendidik yang pertama dan utama dalam

keluarga. Tanpa didikan dari orang tua anak tidak akan mungkin bertumbuh dan

berkembang. Melihat kompleksnya kepribadian setiap anak, maka pendidikan anak

merupakan suatu proses panjang dan menuntut perhatian orang tua pada berbagai hal.

Keluarga merupakan tempat pertama dan utama bagi anak-anak untuk mendapat

pendidikan. Oleh karena itu, diharapkan orang tua bertanggung jawab untuk

memperkembangkan anak menjadi pribadi yang dewasa dan beriman melalui sikap

dan tindakan sehari-hari. Hal ini dapat dilaksanakan bila orang tua memahami akan

panggilan mereka sebagai orang tua. Setelah melakukan penelitian di Paroki St.Yusup

Bintaran diketahui bahwa sebagian orang tua belum memahami akan perannya

sebagai pembimbing yang pertama dan utama dalam memperkembangkan diri anak.

Orang tua belum sepenuhnya memperhatikan perkembangan anak dalam keluarga.

Terkadang orang tua hanya memenuhi kebutuhan dalam materi saja, namun dalam

perkembangan pribadi maupun iman orang tua kurang memberikan perhatian.

Injil Luk 2:41-52 mengisahkan kehidupan keluarga Nazaret, terutama Maria dan

Yosef mendidik Yesus dalam latar belakang budaya Yahudi. Sebagai orang tua, Maria

dan Yosef selalu memberikan teladan yang baik terhadap Yesus. Yosef dan Maria

menjalankan kehidupan beragama dengan taat menjalankan hukum Taurat untuk

melaksanakan ibadat di Yerusalem. Pada usia dua belas tahun, Maria dan Yosef

mempersembahkan anaknya dalam bait Allah. Di samping itu Maria dan Yosef juga
84

mendidik Yesus untuk hidup bermasyarakat, mengenal dan berkomunikasi dengan

orang lain dengan membawa Yesus untuk pergi melaksanakan ibadat di Yerusalem.

Selain itu, Yosef dan Maria memperlihatkan tanggung jawab mereka ketika mereka

tidak menemukan Yesus di antara kaum keluarga dan kenalan mereka. Sikap yang

dilakukan Yosef dan Maria mau menunjukkan kepada kita arti dari tanggung jawab

dalam pendampingan anak. Tanggung jawab adalah sebuah sikap kesediaan untuk

membesarkan dan mendidik anak-anak, sehingga nantinya mereka dapat menjadi

pribadi yang utuh, dewasa, beriman, dan mandiri.

Diharapkan dari pertemuan ini, kita semakin menyadari tugas dan tanggungjawab

orang tua sebagai pendidik yang pertama dan utama dalam keluarga serta dapat

meneladani sikap Maria dan Yosef dalam mendidik anak-anak dalam sikap dan

tindakan sehari-hari. Dengan demikian kita semakin mampu menjalankan

tanggungjawab orang tua dengan rasa penuh syukur dan senantiasa berjuang demi

kepentingan anak-anak. Hal ini dijalankan dengan suatu kesadaran bahwa menjadi

orang tua perlu memberi perhatian kepada anak yang dipercayakan kepada kita

melalui pendidikan iman anak, sebab dari keluargalah anak-anak memperoleh dasar

pendidikan sebagai bekal dalam mengembangkan pribadinya menjadi orang yang

dewasa dan beriman. Dengan demikian kita semakin mampu untuk bertanggung

jawab dalam mendampingi anak dan menjadi teladan dalam keluarga.

3. Pengembangan Langkah-Langkah

a. Pembukaan

1) Pengantar

Bapak, ibu dan saudara-saudari yang terkasih dalam nama Yesus Kristus. Kita

berkumpul di tempat ini sebagai murid-murid Yesus dalam satu keluarga untuk
85

menanggapi undangan Tuhan. Melalui pertemuan ini kita ingin menimba kekuatan

baru dari pengalaman pribadi kita, bersama kita akan mencoba melihat sudah sejauh

mana kita memahami arti tanggung jawab dalam memberikan teladan pendampingan

anak dalam keluarga. Sebagai orang tua kita perlu sungguh-sungguh menyadari tugas

dan tanggung jawab sebagai pendidik yang pertama dan utama dalam memberikan

teladan bagi anak-anak yang dipercayakan Allah kepada kita. Dari pertemuan ini kita

akan sama-sama membagikan pengalaman-pengalaman dalam memberikan teladan

yang baik bagi anak. Meneladani Yosef dan Maria sebagai orang tua yang senantiasa

setia dan tabah dalam mendidik Yesus walaupun terkadang mereka mengalami

peristiwa yang tidak mengenakkan. Selain itu sudah sejauh mana kita memberikan

teladan yang baik terhadap anak-anak kita. Oleh karena itu marilah kita awali

pertemuan ini dengan lagu pembukaan.

2) Lagu Pembukaan: ”Letakkan Alas Rumahmu”(MB 223)

3) Doa Pembukaan:

Bapa yang Maha Kasih, kami berterima kasih dan bersyukur atas rahmat dan

bimbingan yang Engkau limpahkan kepada kami sampai saat ini. Terutama pada saat

ini kami juga dapat berkumpul di rumah ini sebagai anggota keluarga Allah yang akan

mencoba bersama-sama merefleksikan dan membagikan pengalaman panggilan hidup

kami sebagai orang tua dalam mendidik anak-anak yang Engkau percayakan kepada

kami. Berkati dan bimbinglah kami agar dapat membangun keluarga kami seturut

keluarga kudus di Nasaret. Demi Kristus Tuhan dan Pengantara kami. Amin
86

b. Langkah I: Pengungkapan Praxis/Pengalaman Faktual


1) Membagikan cerita ilustrasi “Peran yang Mudah” kepada peserta dan memberikan

pada peserta untuk membaca dan mempelajari sendiri-sendiri terlebih dahulu (Cerita

terlampir)

2) Pendamping minta salah satu peserta untuk mencoba menceritakan kembali dengan

singkat tentang isi pokok dari cerita ilustrasi tersebut.

3) Inti sari cerita ilustrasi tersebut.

Satu ketika di sebuah sekolah diadakan pementasan drama yang sangat meriah dengan

siswa-siswi sekolah itu sendiri yang menjadi pemainnya. Setiap siswa memperoleh

perannya masing-masing berikut juga kostumnya. Pementasan ini akan dinilai

langsung oleh pak guru. Siswa yang berperan paling baik akan mendapat hadiah.

Masing-masing anak memerankan perannya dengan baik, namun ada salah satu anak

yang berperan yang paling baik. Ia memerankan pak tua yang pemarah. Setelah

pementasan berakhir pak guru mengumumkan bahwa siswa dengan peran sebagai

pemarahlah yang berperan paling baik. Siswa dan orang tuanya sangat senang dan

bangga, karena anaknya mendapat juara. Saat itu pak guru bertanya pada siswa

tersebut apakah yang membuat anak itu dapat berperan dengan baik? sang siswa

menjawab dengan sederhana bahwa peran yang ia mainkan ia tiru dari sikap orang

tuanya sehari-hari. Saat itu juga kebanggaan yang dialami oleh orang tuanya berganti

dengan rasa malu yang luar biasa.

4) Pengungkapan pengalaman: untuk mendalami cerita ilustrasi di atas.

a) Jawaban apa yang diberikan anak ketika Pak Guru bertanya padanya mengenai peran

yang dimainkan?

b) Ceritakanlah kesulitan-kesulitan yang bapak dan ibu alami dalam mendidik putra-

putri di dalam keluarga?


87

5) Arah rangkuman

Pada waktu bapak guru bertanya mengenai peran sebagai pemarah yang

dimainkan anak tersebut, lalu dengan santai anak itu menjawab bahwa untuk

memerankannya sangat gampang. Peran pemarah yang dimainkannya sering sekali ia

lihat dari sikap bapaknya yang pemarah. Anak itu hanya meniru sikap bapaknya yang

sering dilihat dalam kehidupannya sehari-hari. Bapak dan ibu yang pertama bangga

akan keberhasilan anaknya tiba-tiba tertunduk seperti orang yang terdakwa. Mereka

baru menyadari bahwa setiap sikap yang diperlihatkan oleh mereka akan gampang

ditirukan oleh anak.

Dalam kehidupan berkeluarga kita juga punya tanggung jawab yaitu membesarkan

dan mendampingi agar menjadi anak yang tumbuh dan berkembang menjadi anak

yang baik dan mampu menghadapi kerasnya tantangan arus jaman. Namun

kenyataannya untuk mewujudkan sikap tanggung jawab itu sangatlah sulit. Terkadang

kesibukan orang tua dalam mencari nafkah membuat tenaga dan pikirang mereka

letih. Permasalahan yang terjadi sewaktu bekerja terbawa sampai di rumah yang

membuat orang tua melampiaskan emosinya pada anggota keluarga termasuk anak,

sehingga dapat membuat pertengkaran dalam keluarga. Selain itu kesulitan-kesulitan

dalam mendidik anak yang tidak dapat diabaikan saat ini banyak sekali terjadi

perbedaan pendapat antara orang tua dan anak. Terkadang orang tua memiliki niat

yang baik untuk mengarahkan anak-anaknya ke hal-hal yang dirasa positif, namun tak

jarang juga anak-anak menginginkan kebebasan untuk menentukan sendiri apa yang

akan mereka lakukan. Kesenjangan ini sering menimbulkan jurang pemisah bagi

komunikasi orang tua dan anak.


88

c. Langkah II: Mendalami Pengalaman Hidup Peserta

1) Peserta diajak untuk merefleksikan sharing pengalaman cerita di atas dengan bantuan

pertanyaan sebagai berikut:

Cara-cara mana sajakah yang bapak/ibu gunakan dalam menghadapi kesulitan-

kesulitan dalam mendidik anak?

2) Rangkuman jawaban peserta:

Seseorang dikatakan bertanggung jawab apabila kita mampu melaksanakannya

tugas dengan sungguh-sungguh. Sebagai orang tua yang baik dan sebagai pendidik

yang pertama dan utama bagi anak dalam keluarga, haruslah mampu mengarahkan,

mengantar anak-anak pada sikap-sikap yang baik dan berguna untuk masa depan

anak, misalnya tanggungjawab. Dalam pendidikan anak, haruslah dibangun suatu

kesadaran yang senantiasa dapat mengantar anak-anak semakin menyadari akan tugas

dan tanggungjawabnya dikemudian hari. Dalam melaksanakan tugas untuk mendidik

anak-anak di dalam keluarga, dituntut adanya sikap kesadaran dan ketulusan hati serta

siap sedia melaksanakannya, sehingga hasilnya pun akan lebih baik dan lebih

berguna serta dapat membahagiakan banyak orang terlebih membahagiakan diri kita

sendiri dan memuliakan Tuhan. Sebagai orang tua harus melaksanakan tugas

tanggung jawab untuk memberikan teladan yang baik dan mendampingi anak dalam

hidup sehari-hari. Memang untuk melaksanakan semua itu tidaklah mudah, karena di

jaman yang semakin maju ini anak-anak sudah terpengaruh tawaran-tawaran dunia

dan nilai-nilai moral yang kian hari semakin memudar. Dalam hal ini tugas orang

tualah untuk memberikan teladan dan pendampingan bagi anak untuk mengarahkan

anak kearah yang benar.


89

d. Langkah III: Menggali Pengalaman Iman Peserta

1) Pemandu membagikan teks foto copy Lukas 2:40-52

2) Peserta diberi waktu untuk hening sejenak sambil secara pribadi membaca teks Kitab

Suci

3) Pemandu meminta seorang peserta membacakan teks Kitab Suci kemudian peserta

diberi waktu untuk merenungkan sabda Tuhan dengan dibantu beberapa pertanyaan

sbb:

a) Ayat-ayat mana yang menunjuk tanggung jawab dalam pendampingan anak?

b) Nilai-nilai tanggungjawab mana saja yang dapat dipetik dari perikope di atas?

c) Sikap-sikap orang tua dalam mendidik anak seperti apa yang mau ditanamkan dalam

perikope ini?

4) Peserta diajak untuk mencari dan menemukan pesan inti perikop sehubungan dengan

jawaban atas dua pertanyaan di atas.

5) Inteprestasi dari Teks Lukas 2:40-52 serta menghubungkannya dengan tanggapan

peserta dalam hubungan dengan tema dan tujuan sebagai berikut:

Dalam Injil Lukas diceritakan mengenai bagaimana besarnya tanggung jawab

orang tua dalam mendampingi anak-anaknya. Ini pun dialami oleh Yosef dan Maria.

Maria mengandung dari Roh Kudus dan ia mendapat tanggung jawab yang besar

yakni membesarkan Yesus Putra Allah. Dalam perikop ini ada beberapa hal yang

menarik dalam hubungannya dengan tanggungjawab dan teladan yang diperlihatkan

oleh Maria dan Yosef dalam usaha mendidik Yesus. Pertama, Yosef dan Maria

memberikan teladan tanggung jawab dengan ketaatan dalam hidup beragama. Setiap

tahun mereka pergi ke Yerusalem untuk menunaikan seperti yang diwajibkan oleh

hukum Taurat. Mereka membiasakan Yesus untuk hidup dalam aturan Taurat (ayat

41). Dalam ayat ini terlihat bahwa Yosef dan Maria selalu memperkembangkan iman
90

Yesus dengan membiasakan diri dengan hukum Taurat. Kedua, Maria dan Yosef

mengajarkan Yesus untuk bermasyarakat bersosialisaasi dengan orang lain dengan

membiarkan Yesus berjalan bersama-sama dengan orang lain (kaum keluarga dan

kenalan). Sebenarnya bisa saja mereka mengajak Yesus berjalan bersama, tetapi

Maria dan Yosef tidak melakukan itu. Mereka ingin mengajarkan Yesus untuk

berkomunikasi dan mengenal dengan orang lain. Ketiga, dalam ayat 46 mau

menyadarkan bahwa anak adalah titipan Allah, maka orang tua bertanggung jawab

dalam mendampingi anak-anak. Dilihat ketika Maria dan Yosef tahu, bahwa Yesus

tidak ada dalam rombongan sanak saudaranya maka tidak berpikir panjang mereka

langsung kembali lagi ke Yerusalem. Padahal mereka sudah melakukan perjalanan

tiga hari lamanya. Di sini ada sikap tanggung jawab, kesabaran dan pengorbanan

sebagai orang tua dalam menghadapi anaknya. Gembira karena berhasil menemukan

anaknya, namun mungkin mengecewakan dengan jawaban yang disampaikan oleh

Yesus ”Mengapa kamu mencari Aku?”. Dapat dibayangkan bagaimana bagaimana

perasaaan Maria dan Yosef yang sudah berhari-hari berjalan kaki mencariNya.

Namun Maria dan Yosef tetap sabar dan mengajak Yesus pulang kembali ke Nazaret.

Inilah teladan yang diberikan oleh Yusuf dan Maria dalam mendampingi Yesus.

Perikope ini dengan jelas menunjukkan nilai-nilai yang ditanamkan oleh Maria

dan Yosef melalui keteladanan hidup mereka sendiri. Sikap-sikap sebagai orang tua

yang ditunjukkan adalah sikap orang tua yang memperhatikan dengan penuh kasih,

bertanggung jawab dalam pendidikan anak dan teladan hidup dalam mengasuh Yesus,

sehingga mereka tumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang utuh, dewasa,

mandiri, beriman, dan handal dalam menghadapi situasi jaman yang semakin

berkembang.
91

e. Langkah IV: Menerapkan Iman Kristiani Dalam Situasi Peserta

1) Pengantar.

Dalam pembicaraan-pembicaraan tadi kita sudah mendengarkan dan menemukan

banyak hal tentang peran bapak dan ibu dalam mendidik anak-anak dalam keluarga.

Terutama dalam membaca dan merenungkan Kitab Suci, kita sudah merenungkan

nilai-nilai dan teladan yang diperlihatkan oleh Maria dan Yosef untuk melaksanakan

tanggungjawab sebagai orang tua mendidik dan membesarkan Yesus. Sebagai orang

tua Kristiani kita pun dipanggil untuk meneladan sikap-sikap yang dilakukan oleh

Maria dan Yosef. Meskipun dalam membangun usaha hidup berkeluarga, kita

merasa tidak mampu, tidak memiliki banyak urusan kepentingan masyarakat, namun

dalam pertemuan ini yang penuh rahmat ini Allah kembali menyadarkan panggilan

kita sebagai orang tua Kristiani yang baik yang memiliki kewajiban mendidik anak.

Dalam mendidik anak, tidak cukup kita hanya mengawasi atau memberi nasehat saja,

tapi bagaimana kita memberikan teladan yang baik lewat sikap dan tindakan kita

sehari-hari di dalam keluarga. Ini penting karena dengan mudah mereka meniru apa

yang mereka lihat daripada apa yang mereka dengar.

2) Sebagai bahan refleksi agar kita dapat semakin menghayati dan menyadarkan kita

sebagai orang tua kita mempunyai tanggung jawab yang tidaklah ringan. Karena kita

bertanggung jawab dalam perkembangan hidup mereka agar menjadi seorang pribadi

yang utuh. Maka marilah kita mencoba merenungkan pertanyaan-pertanyaan sebagai

berikut:

a) Apa bapak dan ibu semakin disadarkan, diteguhkan, disapa dalam menjalankan

tanggung jawab untuk mendampingi anak-anak? Dalam mendidik anak, apakah kita

sudah melaksanakan sesuai dengan teladan Maria dan Yosef?


92

b) Apakah sikap-sikap yang bisa diperjuangkan untuk semakin menyadari dan

menghayati hidup kita sebagai orang tua sesuai dengan teladan Yosef dan Maria?

Peserta diminta hening dan untuk merenungkan secara pribadi akan pesan
Injil dengan situasi konkrit mereka dengan panduan pertanyaan di atas.
Kemudian peserta diberi kesempatan untuk mengungkapkan hasil renungan
pribadinya itu. Setelah itu pendamping memberikan rangkuman dengan
memperlihatkan jawaban peserta langkah konfrontasi ini dengan rangkuman
sebagai berikut ini.
3) Arah rangkuman:

Kita sudah mendengar tadi bagaimana teladan dan tanggung jawab orang tua

dalam mendidik atau mendampingi anak. Tugas sebagai orang tua dalam mendidik

anak-anak adalah sebuah tanggung jawab yang begitu berat dan besar. Dengan

kekuatan sendiri pasti kita tidak mampu melaksanakannya, akan tetapi hanya dengan

rahmat dan kekuatan Allah sendiri, maka memampukan kita untuk melaksanakannya.

Oleh karena itu, kita sebagai orang tua harus sungguh-sungguh menjalani tanggung

jawab kita dalam mendidik anak-anak yang sudah dititipkan Allah. Dengan

kesungguhan kita, maka tujuan dari pendidikan anak akan tercapai dimana mereka

tumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang utuh. Memang tidak mudah menjadi

orang tua seperti yang diteladankan oleh Yusuf dan Maria, yang dengan tekun, setia,

tabah dan penuh kasih sayang dan pengertian kepada Yesus. Semoga rahmat Allah

senantiasa menyertai dan memberikan bimbingan, sehingga kita dimampukan untuk

mendidik anak-anak yang dipercayakan kepada kita.


93

f. Langkah V: Mengusahakan Aksi konkrit

1) Pengantar

Bapak dan ibu yang dikasihi Yesus Kristus, setelah kita bersama-sama menggali

pengalaman iman kita lewat cerita ilustrasi ”Peran yang Mudah” tadi, di mana seorang

anak menyadarkan orang tuanya, kita disadarkan bahwa sikap kurang baik yang

ditunjukkan oleh orang tua membuat anak mudah menirukannya.

Dalam hidup berkeluarga, terkadang sebagai orang tua kita juga mengalami

kesulitan untuk mendidik anak. Mungkin saja mengalami perbedaan pendapat antara

suami dan istri, antara orang tua dan anak dalam mendidik anak dalam keluarga.

Memanjakan anak terlalu berlebihan membuat anak menjadi orang malas, egois dan

boros karena selau menuruti perintah sang anak, sehingga anak juga tidak dapat

bertanggung jawab dalam hidupnya sendiri. Selain itu orang tua juga harus dapat

memberikan teladan yang baik dalam hidup anak. Sebagai orang tua sebaiknya mulai

menerapkan pendidikan yang baik dalam keluarga agar anak sejak kecil sudah

berperilaku yang baik. Dalam Kitab Suci, kita telah menggali cerita tentang Maria dan

Yosef sebagai orang tua Yesus yang selalu mengajari hal-hal yang baik pada anaknya.

Mereka sungguh menyadari panggilan sebagai orang tua dalam mendidik anak yang

dipercayakan Allah kepada mereka. Mereka tidak hanya sekedar mematuhi perintah

hukum Taurat, namun sungguh ingin mengantar anak pada pribadi yang dewasa

khususnya dalam iman. Keteladanan Maria dan Yosef ini kiranya menjadi inspirasi

dan contoh bagi kita dalam menjawab panggilan sebagai orang tua dalam

membesarkan dan mendidik anak. Dengan memberikan teladan yang baik pada anak,

maka anak akan mencontoh yang baik pula dari diri orang tuanya.

2) Sekarang marilah kita memikirkan niat-niat dan bentuk tanggung jawab kita sebagai

utusan Allah yang harus membawa warta damai sejahtera kepada semua orang.
94

Pertanyaan penuntun membuat tindakan konkrit:

a) Apa saja yang dapat kita lakukan untuk semakin mengusahakan pendidikan yang baik

dalam keluarga kita masing-masing?

b) Hal-hal apa saja yang perlu kita perhatikan dalam membangun niat-niat tersebut?

Selanjutnya peserta diberi kesempatan untuk memikirkan niat-niat pribadi

kemudian mendiskusikan niat bersama, setelah itu niat-niat yang sudah dibuat

bisa dibacakan

3) Penutup

1) Peserta diberi kesempatan doa umat secara spontan dan diteruskan ditutup dengan doa

Bapa Kami

2) Doa Penutup:

Allah sumber kasih, kami bersyukur karena pernyertaan-Mu kami dapat menjalani

pendalaman iman ini dengan baik. Dengan proses pendalaman iman ini dimana kami

dihantar untuk melihat kembali sejauh mana dalam mendidik anak-anak yang sudah

Engkau percayakan apa kami sudah sungguh bertanggungjawab. Tanggungjawab

Maria dalam mendidik Yesus sang Putra semakin menyadarkan kami akan arti

tanggung jawab yang kami embani sebagai orang tua. Dalam pendampingan anak-

anak kami seringkali mengalami kesulitan dan tantangan karena itu berilah kami

rahmat kesabaran-Mu agar kami tetap setia dalam mendampingi putra-putri yang telah

Kau titipkan kepada kami. Semoga sikap dan perbuatan kami di tengah keluarga dapat

menjadi teladan bagi mereka. Semua ini kami mohon lewat perantaraan Yesus

Kristus, Tuhan dan pengantara kami. Amin.

3)Lagu Penutup : Tingkatkan Karya Serta Karsa (MB 53)


95

E. Refleksi Atas Pelaksanaan Katekese Model SCP Bagi Orang Tua Katolik di

Paroki St. Yusup Bintaran Yogyakarta

Pada bagian ini akan disajikan refleksi setelah melaksanakan katekese model Shared

Chrsitian Praxis (SCP) bagi orang tua katolik di paroki St.Yusup Bintaran Yogyakarta.

Pokok-pokok yang akan direfleksikan adalah tema, tujuan, pengembangan langkah-

langkah, komunikasi iman, sarana dan metode, suasana dalam katekese dan keterlibatan

peserta.

1. Tema

Tema yang dibawakan dalam katekese tersebut “Keteladanan orang tua wujud dari

tanggungjawab dalam pendampingan anak”diangkat sebagai bahan bagi orang tua

katolik di Paroki St.Yusup Bintaran. Tema yang disajikan ini sangat menarik untuk

diperbincangkan, karena keteladanan orang tua dalam keluarga itu sangatlah penting

demi masa depan anak nantinya. Dalam pelaksanaan tema yang disajikan ini

mendapat respon yang baik oleh orang tua katolik yang ada di St.Yusup Bintaran

khususnya di Lingkungan Stefanus. Orang tua menyadari melalui tema ini, mereka

akan lebih disadarkan memberi teladan yang baik pada anak merupakan tanggung

jawab sebagai orang tua dalam keluarga. Anak berkembanga dengan baik melalui

sikap dan tindakan yang diberikan dalam keluarga.

2. Tujuan

Tujuan yang akan dicapai dalam pelaksanaan katekese model SCP ini adalah

“Bersama pendamping, peserta menyadari perlunya sikap tanggungjawab dalam

mendampingi anak, sehingga mampu menjadi teladan dalam keluarga melalui sikap

dan tindakan hidup sehari-hari”. Dengan cerita ilustrasi yang disajikan dapat

membantu peserta untuk mengungkapkan pengalaman hidupnya. Melalui proses


96

pendalaman pengalaman tersebut peserta disadarkan akan perlunya sikap

tanggungjawab dalam mendampingi anak dan mampu memberikan teladan yang baik

dalam keluarga. Munculnya kesadaran dari peserta sangatlah penting, karena

komunikasi pengalaman dapat berjalan dengan baik. Dalam pelaksanaan ini banyak

peserta yang mengungkapkan pengalaman mereka dalam mendidik anak.Tujuan

katekese model SCP ini dapat dikatakan tercapai. Orang tua menyadari akan

keteladanan merupakan wujud dari tanggungjawab dalam mendidik anak.

3. Pengembangan Langkah-langkah

Katekese model SCP yang telah dilaksanakan dapat berjalan dengan lancar,

walaupun pertema peserta masih malu menyampaikan pengalamannya,sehingga perlu

dibujuk dan dipancing dengan beberapa pertanyaan. Persiapan yang disiapkan semua

berjalan dengan lancar dan berkesinambungan. Peserta juga sangat senang akan

model pendalaman iman ini. Peserta jarang menggunakan model SCP ini, sehingga ini

merupakan hal yang baru bagi mereka.

4. Komunikasi Iman

Dalam katekese yang telah dilaksanakan dapat dilihat bahwa komunikasi iman

sangat terjadi di sana. Setelah pengalaman yang terjadi dalam hidup, lalu

dikomunikasikan dengan Kitab Suci. Komunikasi ini yang terjadi dalam pendalaman

iman sangat baik dan lancar. Semua umat merasa dikuatkan dengan isi Kitab Suci

yang diulas pada pendalaman iman tersebut.


97

5. Sarana dan Metode

Sarana yang digunakan dalam pendalaman iman tersebut adalah Kitab Suci dan

cerita ilustrasi. Setelah selesai melaksanakan pendalaman iman tersebut, peserta

mengungkapkan bahwa mereka sangat senang akan pendalaman iman yang disertai

dengan cerita. Peserta berharap melalui cerita tersebut menarik mereka untuk

menggali pengalamannya maupun fakta-fakta di sekitarnya.

Metode yang digunakan dalam katekese adalah informasi dan tanya jawab.

Setelah dilihat dari hasil pelaksanaan, metode ini sangat membantu peserta dalam

mengkomunikasikan iman mereka. Dengan metode informasi, peserta mendapatkan

masukan dan dapat menggali pengalaman iman mereka.

6. Suasana dan Keterlibatan peserta

Suasana katekeses dalam pendalaman iman tersebut terjalin dengan baik, walaupun

pertama kali melaksanakan di lingkungan tersebut. Peserta terlibat aktif dengan

mengungkapkan pengalamannya dari pertanyaan-pertanyaan yang diajukan. Peserta

mengikuti jalannya pendalaman iman dengan baik sesuai dengan langkah-langakah

yang disajikan. Peserta memberikan tanggapan yang baik pada pelaksanaan

pendalaman iman tersebut. Peserta merasa senang dan berterimakasih atas

pendampingan tersebut. Peserta menyadari bahwa tema yang diangkat sangat penting

dalam hidup keluarga mereka.


BAB V

PENUTUP

Pada akhir skripsi ini, penulis mengemukakan beberapa hal yang perlu ditegaskan

kembali dan dipikirkan untuk diperkembangkan lebih lanjut sehubungan dengan

pengaruh bimbingan orang tua terhadap perkembangan iman anak dalam keluarga.

Dalam bagian penutup ini akan disampaikan kesimpulan dan saran penulis.

A. Kesimpulan

Dari semua yang telah diuarikan mulai dari Bab I- V, maka dapat ditarik beberapa

kesimpulan sebagai berikut:

1. Tujuan pendidikan iman dalam keluarga adalah membantu anak untuk bertumbuh dan

berkembang menjadi seorang pribadi yang dewasa dan bertanggung jawab, maka

pendidikan iman anak merupakan hal yang sangat penting. Menanamkan iman kepada

anak-anak bukanlah sesuatu yang sekali jadi, tetapi melalui dan membutuhkan suatu

proses yang panjang. Sebagaimana halnya pertumbuhan kepribadian anak, demikian

juga dengan pertumbuhan iman. Dengan demikian iman yang sudah ditanamkan

dalam diri anak sejak mereka masih kecil akan membantu menemukan nilai-nilai

kristiani yang lebih baik.

2. Pelaku utama dan pertama dalam pendidikan iman anak adalah orang tua. Orang tua

perlu menyadari akan tanggung jawabnya dalam memberikan bimbingan terhadap

anak dalam memperkembangkan iman anak. Tujuan dari bimbingan itu bukan sebatas

pengetahuan saja, namun lebih dari itu untuk membantu anak mengalami pengalaman

persatuan dengan Allah. Di dalam proses ini anak dibimbing untuk menerima dan

mengerti perwahyuan Allah dalam Yesus Kristus. Untuk menjalankan perannya


99

dengan baik, orang tua perlu memberikan teladan dan bimbingan, sehingga anak-anak

sangat terbantu untuk mengungkapkan imannya bila mereka melihat teladan dan

kesaksian hidup iman yang konkret dari orang tuannya. Orang tua adalah pendidik

pertama dan utama dalam keluarga diharapkan dapat memberikan perhatian dan kasih

sayang dalam diri anak, maka dengan demikian anak akan merasa kerasan berada di

rumah.

3. Pada hasil penelitian diketahui bahwa orang tua yang sudah menyadari perannya

sebagai seorang pendidik pertama dan utama dalam keluarga. Orang tua katolik di

Paroki St.Yusup Bintaran sebagian telah memahami bahwa bimbingan orang tua

terhadap perkembangan iman anak dalam keluarga sangatlah penting. Mereka

menyadari bahwa hidup anak tidak jauh dari teladan yang diberikan oleh orang tua.

Bimbingan orang tualah yang menjadi pendidik pertama dan utama dalam hidup anak.

Namun masih ada sebagian orang tua yang belum mengerti akan pentingnya

bimbingan orang tua dalam perkembangan iman anak.

4. Pada hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa orang tua sungguh

bertanggungjawab dalam memperhatikan pertumbuhan dan perkembangan iman anak

dalam keluarga. Orang tua juga mempunyai kesadaran untuk mengantar anak-anak

mereka pada kedewasaan iman. Mendidik anak dalam hal iman bukanlah hal yang

mudah dan masih ada banyak permasalahan yang dihadapi oleh orang tua Katolik di

Paroki Bintaran. Permasalahan yang menonjol adalah sebagian orang tua kurang

melibatkan anak-anak untuk mengikuti Pendampingan Iman Anak dan hal ini

disebabkan karena orang tua sibuk dengan pekerjaannya, sehingga waktu untuk

mengantar anak-anak agar terlibat dalam kegiatan tersebut sama sekali tidak ada.

Selain itu sebagian orang tua juga jarang sekali mengikut sertakan anak dalam

kegiatan-kegiatan di lingkungan. Hal ini disebabkan takut mengganggu waktu belajar


100

anak dan kegiatan tersebut dirasa tidak penting untuk diikuti anak dalam

memperkembangkan iman mereka Orang tua kurang menyadari bahwa kegiatan

tersebut akan membantu anak dalam menghayati hidup iman kristianinya semakin

luas dan berkembang.

5. Usaha para orang tua katolik di Paroki St.Yusup Bintaran yang telah dilaksanakan

selama ini dalam rangka memberikan pendidikan dan bimbingan pada anak terhadap

perkembangan iman anaknya sangat minim atau kurang mendapat porsi yang cukup.

Oleh karena itu mereka masih membutuhkan pembinaan iman dalam bentuk yang

masih relevan dengan kehidupan mereka. Kenyataan ini terbukti dari hasil penelitian

menunjukkan bahwa di beberapa lingkungan tidak ada kegiatan pendampingan iman

anak. Selain itu, orang tua kurang melibatkan anak dalam kegiatan-kegiatan di

lingkunga, sehingga kegiatan lingkungan hanya dipenuhi oleh orang tua saja.

Sedangkan anak tidak sedikitpun kelihatan dalam kegiatan tersebut. Menyikapi

keperhatinan para orang tua katolik di Paroki St.Yusup Bintaran yang beberapa

lingkungan dalam pelaksanaan pembinaan dan pengembangan iman anak, maka

tergeraklah hati untuk membantu mengajak mereka melalui pembinaan iman dalam

bentuk katekese dengan model Shared Christian Praxis (SCP).

6. Berdasarkan pelaksanaan pendalaman iman di lingkungan Stefanus dengan model

Shared Chrsitian Praxis (SCP) terungkap bahwa, para orang tua katolik di Paroki

St.Yusup Bintaran masih membutuhkan pembinaan iman melalui katekese yang

relevan dengan kebutuhan mereka. Dalam perbincangan, para orang tua

mengungkapkan bahwa mereka senang akan model SCP tersebut dan merasa terbantu

dalam menyadari akan tugas orang tua yang pertama dan utama dalam membimbing

anak. Melalui katekese yang dilaksanakan orang tua juga merasa terbantu dalam

usaha meningkatkan penghayatan akan pengaruh dan fungsi mereka sebagai


101

pembimbing yang pertama dan utama dalam memperkembangkan iman anak. Dengan

demikian melalui katekese ini, diharapkan para orang tua katolik dapat berproses

untuk semakin mengenal, mengimani dan mencintai Yesus Kristus secara total.

B. Saran

Dalam upaya pengembangan iman umat melalui katekese khususnya bagi para orang

tua katolik yang ada di Paroki St.Yusup Bintaran, penulis memberikan saran sebagai

berikut:

1. Orang tua memberikan perhatian dan waktu yang cukup bagi anak-anak dalam

mendengarkan pengalaman mereka baik di rumah dan di sekolah.

2. Melibatkan anak untuk berdialog bersama dalam keluarga, jika timbul masalah bisa

langsung diselesaikan.

3. Para Orang Tua Katolik yang ada di Paroki St.Yusup Bintaran diharapkan terus

menerus terlibat aktif mengikuti pendalaman iman di lingkungan karena, materi yang

diprogramkan sangat relevan dengan keprihatinan dan kebutuhan mereka.

4. Dalam aksi sebagai bentuk pertobataan pribadi dan bersama secara terus menerus

demi terwujudnya Kerajaan Allah di dunia, para orang tua katolik di Paroki St.Yusup

Bintaran dapat memberi perhatian dengan menyediakan waktu dan kesempatan

khusus sesuai dengan situasi dan kondisi dalam keluarga masing-masing untuk

memberikan bimbingan iman bagi anak-anaknya.

5. Bagi para katekis/prodiakon/ketua lingkungan dan yang terkait dalam pembinaan dan

pengembangan iman para orang tua katolik di Paroki St.Yusup Bintaran agar

menyediakan sarana dan sumber pendudkung dalam katekese supaya kegiatan

katekese dapat berjalan dengan menarik dan menggairahkan, sehingga peserta merasa
102

memiliki kerinduan untuk selalu hadir dan terlibat aktif dalam pembinaan iman di

lingkungan.

Semoga saran ini dapat bermanfaat demi pengembangan iman para orang tua

katolik kuhusnya yang ada di lingkungan Paulus, lingkungan Stefanus, lingkungan

Antonius, lingkungan Theresia Paroki St.Yusup Bintaran.


Daftar Pustaka

Adiyanti, M.S,.MG, dkk. (2003). Perilaku Anak Usia Dini. Yogyakarta: Kanisius.
Agung, Prihartana. (2008). Pendidikan Iman Anak dalam Keluarga Kawin Campur Beda
Agama. Yogyakarta: Kanisius.
Amalorpavadass.d.s. (1972). Katekese Sebagai Tugas Pastoral Gereja. Yogyakarta:
Puskat
Darmawijaya, St. (1994). Pembinaan Iman Dalam Keluarga Katolik. Keluarga Peran dan
Tanggung Jawabnya di Zaman Modern. Yogyakarta: IKAPI.
Fowler, J. W. (1995). Tahap-Tahap Perkembangan Kepercayaan: Menurut James
W.Fowler. Sebuah Gagasan Baru dalam Psikologi Agama. (Terjemahan dari
Agus Cremers,Ed. A. Supraktinya): Yogyakarta: Kanisius.
Gilarso, T.,SJ. (Ed).(1996). Membangun Keluarga Kristiani. Yogyakarta: Kanisius.
Goretti Sugiarti (Ed). (1999). Pendampingan Iman Anak. Yogyakarta: FIPA Universitas
Sanata Dharma.
Groonen, C. (1983). Firman Tuhan Dalam Keluarga. Jakarta: Ekawarta III
Handoko Martin, Dkk. (2004). Pendidikan Usia Dini. Jakarta: Gramedia.
Hardiwardoyo, P. (2007). Suami Istri Katolik Memahami Panggilan Perutusannya.
Semarang: Komisi Pendampingan Keluarga Keuskupan Agung Semarang.
Heryatno Wono Wulung. (1997). Shared Christiani Praxis: Model Berkatekes.
Yogyakarta Lembaga Pengembangan Kateketik Puskat.
Hurlock, Elisabet B. (1990). Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang
Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga.
Kartini Kartono. (1995). Psikologi Anak (Psikologi Perkembangan). Bandung: Mandiri
Maju.
Kitab Hukum Kanonik (Codex Iurius Cononic). (1983). (V. Kartosiswoyo, (dkk),
Penerjemah). Jakarta. Dokpen KWI. (Dokumen asli diterbitkan tahun 1983).
Konsili Vatikan II. (1991).Gravissimum Educationis. (J. Riberu, penerjemah). Jakarta:
KWI.
Leks, Stefan. (2003). Tafsir Injil Lukas (Tafsir Sinoptik). Yogyakarta: Kanisius.
Loekman, S.dkk. (1994). Keluarga Peran dan Tanggung jawabnya di Zaman Modern
(Kenangan Pameran Buku Nasional). Yogyakarta: Ikatan Penerbit Indonesia.
Moleong, L. (2007). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosdakarya.
Nasution, S. (1995). Metode Ressearch. Jakarta: Bumi Aksara
Panitia HUT 60 Paroki St.Yusup Bintaran Yogyakarta. (1994). 60 Tahun Gereja St.Yusup
Bintaran. Yogyakarta: Panitia HUT 60 Paroki St.Yusup Bintaran Yogyakarta.
Pedoman Gereja Katolik Indonesia. (1995). Sidang Agung KWI Umat Katolik. Jakarta:
KWI.
Prasetya, L, dkk. (2008). Dasar-Dasar Pendampingan Iman Anak. Yogyakarta: Kanisius.
Pudjiono, V. (2007). Pendidikan Anak di Rumah di Bidang Iman. Semarang: Komisi
Pendampingan Keluarga Keuskupan Agung Semarang.
Singgih Gunarsa,. (1979). Psikologi Untuk Membimbing. Jakarta: BPK Gunung Mulia
Soerjanto, Al. (2007). Pendidikan Anak-Anak dalam Keluarga Katolik. Semarang:
Komisi Pendampingan Keluarga Keuskupan Agung Semarang.
Soemanto. (1990). Psikologi Perkembangan. Jakarta: Aksara Baru.
Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung:
Alfabeta.
104

Sumarno, DS.,M. (2005). Program Pengalaman Lapangan Pendidikan Agama Katolik.


Diktat Mata Kuliah PPL Pak Paroki Semester V,. Program Studi Ilmu Pendidikan
Kekhususan Pendidikan Agama Katolik, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Sutrisno Hadi. (2000). Metodologi Reserch 2. Yogyakarta: Andi
Telaumbanua, M. (1999). Ilmu Kateketik, Hakekat, Metode dan Peserta Katekese
Gerejawi. Jakarta: Obor.
Walgito, Bimo. (1980). Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah. Yogyakarta : Andi Offset
White, E.G. (1981). Mendidik dan Membimbing Anak. Bandung: Indonesia Publishing
House.
Yohanes Paulus II. (1992). Catechesi Tradendae (Penyelenggaraan Katekese).
(R.Hardawiryana SJ,Penerjemah). Jakarta: Dokpen KWI. (16 Oktober 1979).
---------(1993). Familiaris Consortio. (R.Hardawiryana SJ,Penerjemah). Jakarta: Dokpen
KWI. (22 November 1981).
---------(1994). Keluarga Kristiani dalam Dunia Moderen: Amanat Apostolik Familiaris
Consortio. (A. Widyamartaya, Penerjemah). Yogyakarta: Kanisius. (Dokumen asli
diterbitkan tahun 1979).
Zulkifli, L. (1987). Psikologi Perkembangan. Bandung: Remadja Karya.
105

LAMPIRAN
Lampiran 1 : Surat Penelitian

1
Lampiran 2 : Surat Ijin Penelitian

Yogyakarta, Juni 2009


Kepada
Yth. Bapak/Ibu/Saudara
Di Paroki St. Yusup Bintaran

Salam damai dalam kasih Kristus,


Bapak/Ibu/Saudara yang terkasih
Untuk meningkatkan pendidikan iman terhadap anak-anak sehingga anak
sungguh menjadi orang yang beriman Kristiani, maka saya mengharapkan bantuan
sumbangan pendapat dari Bapak/Ibu/Saudara umat Katolik di Paroki St. Yusup
Bintaran untuk mengisi daftar pertanyaan di bawah ini. Di lain pihak, sumbangan
yang Bapak/Ibu/Saudara berikan ini sungguh membantu saya dalam pengumpulan
data-data untuk penulisan skripsi yang berkaitan dengan pengaruh bimbingan
terhadap perkembangan iman anak.
Jawaban yang dibutuhkan bukan jawaban yang benar atau salah, namun
jawaban yang sesuai dengan kenyataan yang Bapak/Ibu/Saudara alami. Atas
perhatian dan bantuan Bapak/Ibu/Saudara semua, saya haturkan banyak terima
kasih.

Hormat saya,

Lisnawati Br. Pinem

2
Lampiran 3 : Surat Kuesioner untuk Penelitian

Petunjuk Pengisian

Bapak/Ibu/Saudara dipersilahkan untuk melingkari salah satu yang dirasa sesuai


dengan kenyataan yang dialami. Bila ada alasan yang ingin dikemukakan berkenaan
dengan jawaban tersebut maka dapat dituliskan pada kolom yang sudah disediakan.

Keterangan:
a. SS : Sangat Setuju d. KS : Kurang Setuju
b. S : Setuju e. TS : Tidak Setuju

A. Identitas Responden
1. Jenis kelamin Anda:
a. Laki-laki b. Perempuan
2. Usia Anda saat ini :
a. 20-25 tahun d. 31-35 tahun
b. 26-30 tahun e. 36 tahun ke atas
3. Pendidikan terakhir Anda
a. SD b. SMP c. SMA d. S1 e. S2
4. Pekerjaan Anda
a. Petani c. Wiraswasta
b. Pegawai Negri d. Lain-lain, yaitu…….

B. Menyadari tugas sebagai orang tua dalam memperkembangkan anak


Bapak/Ibu/Saudara dipersilahkan memberikan tanda cek (√) pada
kolom yang dirasa sesuai dengan kenyataan yang dialami. Bila ada alasan
yang ingin dikemukakan berkenaan dengan jawaban tersebut maka dapat
dituliskan pada kolom yang sudah disediakan.

Keterangan:
a. SS : Sangat Setuju c. KS : Kurang Setuju
b. S : Setuju d. TS : Tidak Setuju

3
Lampiran 4 : Kuesioner Penelitian

Pernyataan Tanggapan Anda


SS S KS TS
5. Tugas orang tua adalah membesarkan dan memberikan
pendidikan pada anak.

6. Orang tua membesarkan anak dengan kasih sayang


dalam keluarga

7. Orang tua sibuk dengan pekerjaannya di luar rumah


sehingga tidak memperdulikan perkembangan anak
mereka.
8. Orang tua selalu bertanya pada anak mengenai tugas
sekolah yang harus dikerjakan dan kesulitan anak
dalam mengerjakannya.

9. Menjadi orang tua yang harus memberikan teladan


bagi anak mereka merupakan tugas yang berat.

10. Bila anak melakukan kesalahan dan sulit diarahkan


maka tugas orangtua untuk memanggil dan menasehati
anak tersebut

11. Bapak dan Ibu sering mengajak anak untuk berdialog


dalam keluarga

12. Orang tua menyerahkan pengasuhan anak pada


pembantu rumah tangga.

4
Pernyataan Tanggap anda

SS S KS TS
13. Orang tua mau mendengarkan dan mengajak anak
untuk menceritakan apa saja yang terjadi di sekolah
maupun dengan teman lain.

14. Bila anak melakukan kesalahan, dalam keluarga maka


orang tua tidak boleh langsung memarahi anak

15. Orang tua mengijinkan anak membawa teman-teman


anak untuk main ke rumah

16. Orang tua meluangkan waktu untuk piknik bersama


keluarga

17. Bapak/Ibu menerapkan aturan dalam keluarga dengan


cara kebijaksanaan.

18. Bapak/Ibu menjadi teladan bagi anak dengan mengakui


anak sebagai sesama yang sedang berkembang.

19. Orang tua memberikan pujian bila anak mendapatkan


prestasi yang baik di sekolah

5
C. Perhatian orang tua dalam memperkembangkan iman anak di Paroki
St.Yusup Bintaran

Pernyataan Tanggapan Anda


SS S KS TS

20. Orang tua memperkenalkan doa Bapa Kami, Salam


Maria dll pada anak

21. Suami dan istri yang telah diikat dengan janji


perkawinan maka merekalah yang bertanggung jawab
atas pendidikan iman anaknya

22. Orang tua memperkenalkan bahwa Allah itu maha baik


dan pemberi kehidupan bagi semua anak manusia

23. Orang tua sering mengajak anak untuk doa makan


bersama dalam keluarga.

24. Orang tua mengajak anak untuk ke gereja dan ziarah


bersama untuk memperkembangkan iman anak.

25. Orang tua mengajak anak untuk datang mengikuti


kegiatan PIA (Pendidikan Iman Anak) Yang
dilaksanakan di Gereja St.Yusup Bintaran

26. Tujuan orang tua memberikan pendidikan iman dalam


keluarga agar membantu anak untuk menghayati hidup
iman mereka melalui kekuatan pribadi dengan Allah.

6
Pernyataan Tanggapan Anda
SS S KS TS

27. Orang tua menanamkan sikap kejujuran dalam diri


anak.

28. Orang tua mengajak anak untuk terlibat aktif dalam


kegiatan lingkungan dan Gereja di St.Yusup Bintaran

29. Orang tua selalu memperhatikan perkembangan iman


anak dalam hidup sehari-hari

30. Orang tua memperhatikan pendidikan iman anak


karena mempunyai kewajiban untuk mengantar anak
pada kedewasaan iman..

7
Lampiran 5 : Teks Kitab Suci

8
Lampiran 5 : Cerita Ilustrasi

Anda mungkin juga menyukai