Anda di halaman 1dari 8

Al-asma’ Dalam Al-Qur’an

Muhammad Fadhil dan Ahmad Aslam

Pendahuluan
Ketika membahas masalah al-Qur’an, maka membahas segala aspek yang
berkaitan dengannya adalah sesuatu yang mutlak. Baik itu berupa cara bacanya atau
berkaitan dengan bahasanya, yakni bahasa Arab. Memahami pesan-pesan yang ingin
disampaikan al-Qur’an memerlukan bekal yang mumpuni, salah satunya adalah bahasa
Arab.
Salah satu komponen bahasa Arab yang akan kami bahas adalah Al-Asma’. al-
Asma’ adalah bentuk jamak dari al-ism merupakan salah satu dari tiga bagian dari kata
dalam bahasa Arab. Al-Asma’ memiliki kedudukan penting dalam susunan kalimat
bahasa Arab.
Karena pentingnya kedudukan al-ism dalam bahasa Arab, maka akan menarik
untuk dikaji dari segi kaidah tafsir tentang al-asma’ dalam Al-Qur’an.
Pembahasan
Pengertian Al-Asma’
Al-Ism, terdiri dari tiga huruf yakni, alif, sin dan mim (‫)اسم‬. Secara bahasa, kata
ism berasal dari kata (‫ )السمة‬berarti tanda. Dengan demikian, al-ism secara bahasa berarti
memberi tanda kepada sesuatu untuk membedakannya dengan yang lain. Isim juga
bearti nama, sebab nama itu merupakan tanda bagi yang diberi nama itu untuk
membedakannya dari nama-nama lain. Sedangkan menurut ulama Nahwu, ism adalah
kata yang menunjukkan suatu makna yang pada zatnya, akan tetapi tidak berkaitan
dengan waktu.1
Pengertian ism dalam istilah nahwu (tatabahasa Arab) adalah salah satu dari tiga
pembagian kata dalam bahasa Arab yang menunjukkan kepada suatu makna pada
dirinya tanpa terikat dengan waktu. Beberapa ciri-ciri atau tanda-tanda ism sebagai
berikut, bisa di-jarr dengan harf, di-jarr dalam idafah sebagai mudhaf ilayh, dan
tab’iyyah (mengikut baris/ harakat isim sebelumnya; bisa ditanwin; bisa digunakan
dalam nida’; dan bisa dimasuki alif lam.
Adapun pembagian ism terdiri dari 13 bagian dengan berbagai sub bagiannya.
Pertama mawshuf dan shifah. Kedua, almudzakkar dan al-muannats. Ketiga, al-mamdud
dan al-manqush. Keempat ism aljins dan ism al’alam. Kelima al-dhamir. Keenam, asma’
al-isyarah. Ketujuh, al-asma’ al-mauwshulah. Kedelapan, asma al-istifham.

1
Hamsa dkk. Al-Asma’pengenalan isim dalam bahasa Arab, (Depok: Rajawali Pers, cet. I, 2022) hal. 3

Page | 1
Kesembilan, asma’ alkinayah. Kesepuluh, al-ma’rifah dan al-nakirah. Kesebelas, asma’
al-af’al, kedua belas, asma al-ahswat. Dan ketiga belas, syibh al-fi’il min al-asma’,
seperti al-mashdar, ism- al-fa’il, ism’ al-maf’ul, al-shifat al-musyabbahah bi ism al-fa’il,
siyagh al-mubalagh, ism al-tafdil, ism al-zaman, ism-al-makan, ism al-alah.

Kaidah Al-Asma’ Dalam Al-Qur’an


Beberapa kaidah al-asma’ dalam al-Qur’an sebagai berikut:
Kaidah pertama

‫اذا كان لالسم الواحد معان عدة محل يف كل موضع علي ما يقتضيه ذالك السياق‬
Artinya:
“Apabila suatu ism memiliki makna yang banyak, maka maknanya pada setiap
tempat diarahkan kepada konteks kalimat tersebut.”
Sebagai contoh dari kaidah pertama ini, dapat disebutkan kata (istilah) tunggal
sebagai berikut:
1. Kata (istilah) ‫األمة‬
Kata “al-ummatu” ini memiliki makna banyak, yaitu:
a. Kumpulan manusia ( ‫ )الجماعة من الناس‬sebagai contoh QS. al-Qashash/ 28:23:
‫َّاس يَ ْس ُق و َن َو َو َج َد ِم ْن ُد وِنِِ ُم‬
ِ ‫َو لَ َّم ا َو َر َد َم اءَ َم ْد يَ َن َو َج َد َع لَ ْي ِه أ َُّم ةً ِم َن ال ن‬
ۖ ُ‫ص ِد َر الرِ َع اء‬
ْ ُ‫َّت ي‬
ِ
ٰ َّ ‫ال َم ا َخ طْ بُ ُك َم ا ۖ قَ ا لَ تَ ا ََل نَ ْس ق ي َح‬
َ َ‫ان ۖ ق‬ ِ ‫ود‬ ِ ْ َ‫ْام رأَت‬
َ ‫ْي تَ ُذ‬ َ
ٌ‫وَن َش ْي ٌخ َك بِ ي‬
َ ُ‫َوأَب‬
Terjemahan:
Dan tatkala ia sampai di sumber air negri madyan ia menjumpai di sana
sekumpulan orang yang sedang meminumkan (ternaknya) dan ia menjumpai di
belakang orang banyak itu, dua orang wanita yang banyak sedang
menghambat (ternaknya). Musa berkata: “apakah maksudmu (dengan berbuat
begitu)? Kedua wanita itu menjawab: “kami tidak dapat meminumkan (ternak
kami), sebelum pengembala-pengembala itu memulangkan (ternaknya), sedang
bapak kami adalah orang yang telah lanjut umurnya”.

Pada ayat tersebut kata “ummat” bermakna “kumpulan manusia” karena


adanya frasa sesudahnya “min an-nas” yang merupakan satu kesatuan dengan
kata (istilah) sebelumnya.

Page | 2
b. Syari’at atau agama ‫الملة‬. sebagai contoh dalam QS. Al-Baqarah 2: 213:
ِِ ِ
َ ِ‫اَّللُ ال نَّ بِ ي‬
ِ ‫َك ا َن ال نَّاس أ َُّم ةً و‬
‫ين َو أَنْ َز َل َم َع ُه ُم‬ َ ِ‫ْي ُم بَ ش ر‬
َ ‫ين َو ُم ْن ذ ر‬ َّ ‫ث‬ َ ‫اح َد ةً فَ بَ َع‬ َ ُ
‫ف فِ ِيه إِ ََّل‬
َ َ‫اخ تَ ل‬
ِِ
ْ ‫اخ تَ لَ ُف وا ف يه ۚ َو َم ا‬
ْ ‫يم ا‬
ِ ِ ‫ا لْ كِ ت اب ِِب ْْل ِق لِ ي ح ُك م ب ْي ال ن‬
َ ‫َّاس ف‬ ََْ َ ْ َ َ َ َ
‫آم نُوا‬ ِ َّ َّ ‫ا لَّ ِذ ين أُوتُوه ِم ن ب ع ِد م ا ج اء ْْتُم ا لْ ب يِ ن ات ب ْغ ي ا ب ي ن ه م ۖ فَ ه َد ى‬
َ ‫ين‬ َ ‫اَّللُ ا ل ذ‬ َ ْ ُ ََْ ً َ ُ َ َ ُ َ َ َ َْ ْ ُ َ
ِ
‫اط ُم ْس تَ ق ي ٍم‬ ٍ ‫َل ِص ر‬ ِ ِ ِ
َّ ‫اخ تَ لَ ُف وا ف ِيه ِم َن ا ْْلَ ِق ِبِِ ْذ نِ ِه ۗ َو‬ ِ
َ ٰ َ ‫اَّللُ يَ ْه د ي َم ْن يَ َش اءُ إ‬ ْ ‫ل َم ا‬
Terjemahan:
“manusia itu adalah umat yang satu. (setelah timbul perselisihan), maka Allah
mengutus para nabi, sebagai pemberi peringatan, dan Allah menurunkan
bersama mereka kitab yang benar, untuk memberi keputusan diantara manusia
tentang perkara yang mereka perselisihkan. Tidaklah berselisih tentang kitab
itu melainkan orang yang telah didatangkan kepada mereka kitab, yaitu
setelah datang kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata, karena
dengki antara mereka sendiri. Maka Allah memberi petunjuk orang-orang
yang beriman kepada kebenaran tentang hal yang mereka perselisihkan itu
dengan kehendak-Nya. Dan Allah selalu memberi petunjuk orang yang
dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus.”

Pada ayat diatas, kata “ummatan wahidah” berarti dari agama, keyakinan
yang satu, karena mereka adalah umat yang satu dalam keyakinan dan syariat
yang sama, sebelum ada perselisihan diantara mereka.

2. Kata (istilah ( ‫الدعا ء‬


Kata al-du’a ini memiliki banyak makna:
a. Perkataan (‫(القول‬. Seperti dalam QS. Al-A’raf 7:5 :
ِِ
َ ‫اه ْم إِ ْذ َج اءَ ُه ْم ََبْ ُس نَ ا إِ ََّل أَ ْن قَ ا لُوا إِ ََّن ُك نَّا ظَ ال م‬
‫ْي‬ ُ ‫فَ َم ا َك ا َن َد ْع َو‬
Terjemahan”
“maka tidak adalah keluhan mereka diwaktu datang kepada mereka siksaan
kami, kecuali mengatakan: “sesungguhnya kami adalah orang-orang yang
zalim”.

Dalam ayat tersebut kata (istilah) “da’wa” berarti keluhan atau perkataan
karena keluhan itu disertai dengan perkataan.
b. Ibadah (‫ )العبادة‬sebagaimana dalam QS. Al-Jinn 72:18 :
ِ ‫َن ا لْ م س‬
َِّ ‫اج َد ََِّّللِ فَ َال تَ ْد ع وا م ع‬
‫َح ًد ا‬
َ ‫اَّلل أ‬ ََ ُ َ َ َّ ‫َوأ‬

Page | 3
Terjemahan:
“Dan sesungguhnya masjid-mesjid itu adalah kepunyaan Allah, maka
janganlah kamu menyembah sesorangpun didalamnya disamping
(menyembah) Allah.”
Kata “tad’u” pada ayat diatas berarti menyembah karena adanya larangan
menyembah selain Dia.
3. Kata (istilah) al-Din ‫الدين‬
Kata istilah “al-din” juga memiliki banyak makna, yaitu:
a. Apa yang dianut dan diyakini manusia ( ‫ )ما يدين به االنسان و يعتقده‬seperti dalam
QS. Al-Bayyinah 98: 5:

َ‫الص َال ة‬
َّ ‫يم وا‬ ِ ِ ِ ِ َّ ‫لِ ي ع ب ُد وا‬ ‫َو َم ا أ ُِم ُروا إِ ََّل‬
ُ ‫ين ُح نَ َف اءَ َو يُق‬
َ ‫ْي لَ هُ الد‬
َ ‫اَّللَ ُمُْ ل ص‬ ُْ َ
‫ين ا لْ َق يِ َم ِة‬ ِ ِ‫ۚ و َٰذ ل‬ َّ ‫َو يُ ْؤ تُوا‬
ُ ‫كد‬َ َ َ‫الزَك ا ة‬
Terjemahan:
“padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya mnyembah Allah dengan
memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus,
dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat dan yang
demikian itulah agama yang lurus.”

Kata “al-din” pada ayat diatas bermakna agama yang dianut dan diyakini.
Hal tersebut dapat dilihat pada kandungan ayat yang berisi ajaran-ajaran agama
yang lurus.
b. Balasan dan ganjaran )‫)الحساب و الجزاء‬. Sebagaimana contoh pada QS. Al-Nur
(24): 25:

ُ ِ‫اْلَ ُّق ا لْ ُم ب‬
‫ْي‬ ْ ‫اَّللَ ُه َو‬
َّ ‫َن‬َّ ‫اْلَ َّق َو يَ ْع لَ ُم و َن أ‬ َّ ‫يَ ْو َم ئِ ٍذ يُ َو فِ ي ِه ُم‬
ْ ‫اَّللُ ِد ينَ ُه ُم‬
Terjemahan:
“dihari itu, Allah akan memberi mereka balasan yang setimpal menurut
semestinya, dan tahulah mereka bahwa Allah lah yang benar, lagi yang
menjelaskan (segala sesuatu menurut hakikatnya).”

Page | 4
Juga dalam QS. Al-Fatihah: 4:

‫ك يَ ْو ِم الدِ ي ِن‬
ِ ِ‫م ال‬
َ
Terjemahan:
“yang menguasai hari pembalasan”
Pada kedua ayat tersebut diatas, kata “al-din” berarti pembalasan dan ganjaran
karena konteks ayat berbicara tentang balasan setimpal yang diterima oleh
manusia dan adanya hari pembalasan.
4. Kata “al-shalat” ‫الصالة‬
Lafal “al-shalat” memiliki beberapa makna, yaitu:
a. Shalat syar’iyyah (ibadah shalat sesuai syari’at). Sebagai contoh misalnya pada
QS. Al-Maidah 5: 55:
‫الص َال ةَ َو يُ ْؤ تُو َن‬
َّ ‫يم و َن‬ ِ ‫اَّلل ورس ولُه وا لَّ ِذ ين آم نُوا ا لَّ ِذ‬
ُ ‫ين يُق‬
َ َ َ َ ُ ُ َ َ ُ َّ ‫إِ ََّّنَا َو لِ يُّ ُك ُم‬
‫َراكِ عُ و َن‬ َّ
‫الزَك ا ةَ َو ُه ْم‬

Terjemahan:
“sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang
yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka
tunduk (kepada Allah).”

Kata shalat pada ayat diatas berarti shalat syar’iyah karena digandengkan
kewajiban lainnya dalam islam, seperti beriman, mengeluarkan zakat, dan ruku’
b. Pujian pada kelompok tertinggi ‫ الثناء في المﻸ األعلي‬sebagaimana contoh pada QS.
Al-Ahzab 33: 56:
‫ص لُّوا َع لَ ْي ِه‬ ِ َّ ِ َّ ‫إِ َّن‬
َ ‫آم نُوا‬ َ ‫ص لُّو َن َع لَ ى ال ن َِّبِ ۚ ََي أَيُّ َه ا ا ل ذ‬
َ ‫ين‬ َ ُ‫اَّللَ َو َم َال ئ َك تَ هُ ي‬
‫يم ا‬ ِ ِ
ً ‫َو َس ل ُم وا تَ ْس ل‬
Terjemahan:
“ sesungguhnya Allah dann malaikat-malaikatnya bershalawat untuk Nabi.
Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk nabi dan ucapkanlah
salam penghormatan kepadanya”
Kata shalat pada ayat tersebut diatas berarti shalawat yang merupakan suatu
bentuk pujian dari Allah dan malaikatnya kepada Nabi.
5. Kata wahyu ‫الوحي‬
Kata wahyu juga memiliki beberapa makna, yaitu:
a. Per-utusan ‫االرسال‬. Sebagaimana terdapat pada QS. Al-Nisa’ 4: 163:

Page | 5
ٰ َ ِ‫ْي ِم ْن بَ ْع ِد هِ ۚ َوأ َْو َح يْ نَ ا إ‬
‫َل‬ َ ِ‫وح َوال نَّ بِ ي‬ ٰ َ ِ‫ك َك َم ا أ َْو َح يْ نَ ا إ‬
ٍ ُ‫َل ن‬ َ ‫إِ ََّن أ َْو َح يْ نَ ا إِ لَ ْي‬
ِ ِ ‫اق و ي ع ُق وب و ْاْل‬ ِ ِ ‫إِ ب ر ِاه‬
‫س‬
َ ُ‫وب َو يُون‬ َ ُّ‫يس ٰى َوأَي‬ َ ‫َس بَ اط َو ع‬ ْ َ َ ْ َ َ َ ‫يل َو إِ ْس َح‬ َ ‫يم َو إ ْْسَ اع‬ َ َْ
‫ورا‬
ً ُ‫ود َزب‬
َ ‫َو َه ُارو َن َو ُس لَ ْي َم ا َن ۚ َوآتَ يْ نَ ا َد ُاو‬

Terjemahan:
“ sesungguhnya kami telah memberikan wahyu kepadamu sebagaimana kami
telah memberikan wahyu kepada Nuh dan nabi-nabi yang kemudiannya, dan
kami telah memberikan wahyu (pula) kepada Ibrahim, Isma’il, Ishak, Ya’qub
dan anak cucunya, Isa, Ayyub, Yunus, Harun dan Sulaiman. Dan kami berikan
Zabur kepada Daud.”

Makna kata wahyu pada kata kerja “awhayna” adalah mengutus sebagai makna
asli dalam mengutus nabi-nabi oleh Allah kepada umatnya.
b. Isyarat atau ajaran. Sebagaimana terdapat pada QS. Maryam (19): 11:
‫اب فَ أ َْو َح ٰى إِ لَ ْي ِه ْم أَ ْن َس بِ ُح وا بُ ْك َرةً َو َع ِش يًّ ا‬
ِ ‫فَ َخ رج َع لَ ٰى قَ و ِم ِه ِم ن ا لْ ِم ْح ر‬
َ َ ْ ََ
Terjemahan:
“maka ia keluar dari dari mihrab menuju kaumnya, lalu ia memberi isyarat
kepada mereka, hendaklah kamu bertasbih di waktu pagi dan petang.”

Makna kata ‫“ اوحي‬awha” pada ayat diatas adalah memberi isyarat atau
ajaran untuk bertasbih kepada Allah, baik diwaktu pagi maupun petang.

Kaidah Kedua
‫ وإذا قرن‬,‫بعض اْلْساء الواردة ىف القران إذا أفرد دل على املعىن العام املناسب له‬
.‫مع غيه دل على بعض املعىن ودل ما قرن معه على ِبقيه‬
“Sebagian al-asma’ yang terdapat dalam Al-Qur’an apa bila ia berdiri sendiri,
maka itu menunjukkan makna umum yang sesuai dengannya; apabila disertakan
dengan kata lainnya (padanannya), maka dia menunjukkan sebagian makna dan kata
yang menyertainya menunjukkan makna selebihnya.”
Sebagian isim dalam bahasa Arab berbeda maknanya dengan perbedaan keadaan
dari segi mutlaq dan muqayyad atau mujarrad dan muqtaran. Di antara isim ada yang
bersifat umum dari lainnya pada saat berdiri sendiri, dan diantaranya ada yang tidak
sama dua makna yang dikandungannya dari umum dan khusus. Pengertian pertama
yng di maksud dalam kaidah ini.

Page | 6
Menurut Ibn Rajab yang dikutip oleh Khalid ‘Usman al-Sabt menyatakan bahwa
diantara isim ada yang mencakup seluruh makna ketika berdiri sendiri. Akan tetapi
ketika isim tersebut disertai dengan lainnya, maka justru hanya menunjukkan sebagian
makna yang dicakupi sebelumnya. Sebagai contoh dari kaidah tersebut ;
1. Kata (istilah) al-faqir, ‫ الفقير‬dan al- miskin, ‫المسكين‬. Kedua kata (istilah) tersebut
apabila berdiri sendiri, maknanya mencakup makna lainnya. Kata “fakir”
mengandung makna “miskin”, begitu pula sebaliknya. Akan tetapi, apabila
keduanya disebutkan bersama pada satu nas, maka maknanya hanya hanya apa yang
dikandung pada masing0masing kata tersebut.
2. Kata (istilah) “Iman dan Islam”, kedua kata tersebut apa bila berdiri sendiri,
maknanya mencakup makna lainnya. Iman mengandung makna Islam, begtu pula
sebaliknya. Akan tetapi apabila keduanya digandengakan dalam satu nash, maka
maknanya hanya apa yang dikandung padamasing-masing kata tersebut.
3. Kata (istilah) ibadah, tawakkal, dan isti’anah )‫ اإلستعانة‬,‫ التوكل‬,‫ )العبادة‬memiliki
makna masing-masing. Akan tetapi, apabila kata (istilah) ibadah berdiri sendri,
maka maknanya mencakup seluruh perkataan dan perbuatan lahir dan batin yang
disukai oleh Allah swt. Namun apabila digandegkan dengan kata yang semakna,
seperti pada Q.S. Al-Fatihah ; 5

‫ْي‬ ِ ِ ِ
ُ ْ ‫ا ََّي َك نَ ْعبُ ُد َوا ََّي َك نَ ْستَع‬
Makna yang dikandung pada kata tersebut, yaitu ibadah atau menyembah sja.
Sama halnya pada QS. Hud ;123

‫ك بِ ٰغَ ِف ٍل َع َّما تَ ْع َملُو َن‬


َ ُّ‫ٱعبُ ْدهُ َوتَ َوَّك ْل َعلَْي ِه ۚ َوَما َرب‬
ْ َ‫ض َوإِلَْي ِه يُْر َج ُع ْٱْل َْم ُر ُكلُّهُۥ ف‬ ِ ‫ٱلس ٰم ٰو‬
ِ ‫ت َو ْٱْل َْر‬ َ َ َّ ‫ب‬
ِِ
ُ ‫َو ََّّلل َغْي‬
“Dan kepunyaan Allah-lah apa yang ghaib di langit dan di bumi dan kepada-Nya-
lah dikembalikan urusan-urusan semuanya, maka sembahlah Dia, dan bertawakkallah
kepada-Nya. Dan sekali-kali Tuhanmu tidak lalai dari apa yang kamu kerjakan.”
Pada ayat-ayat itu kata “ibadah” digandengkan dengan kata “tawakkal”
makaibdah disini mengandung makna seluruh perintah baikyang lahir dan batin.
Sedangkan tawakkal berarti keteguhan hati terhadap Allahdalam menerima seluruh
manfaat dan mencegah seluruh mudarat.

Page | 7
Kesimpulan
Al-asma’ merupakan salah satu dari tiga pembagian kata dalam bahasa Arab. Oleh
karena itu, al-asma’ merupakan salah satu komponen penting, baik dalam bahasa Arab
maupun dalam Al-Qur’an.
1. Dalam bahasa Arab, al-asma’ terdiri dari 13 bagian dengan berbagai sub
bagiannya, mulai dari muzakkar, muannas, mamdud, maqsur, manqus, maswuf,
sifat, ism al-jins, isim al-‘alam, dhamir, ism isyarah, ism mausul,ism istifham,
ism ma’rifah, ism nakirah, dan lain sebagainya.
2. Kaidah tafsir yang berkaitan dengan al-asma’. Pertama isim yang memiliki
makna yang banyak, maka maknanya diarahkan kepada makna yang
dikandung pada konteks kalimat tersebut.
3. Kaidah asma’ yang kedua adalah bahwa terdapat beberapa isim apabila berdiri
sendiri dalam satu nash, maka maknanya juga mencakup makna lain yang
dikandungnya. Akan tetapi jika berhubungan dengan kata (istilah) yang
maknanya dikandung oleh kata (istilah) tersebut, maka maknanya tidak
mencakup kata yang menyertainya.

Page | 8

Anda mungkin juga menyukai