Anda di halaman 1dari 1

Masjid Raya Sultan Basyaruddin di Pantai Labu, Sudah Ada Sejak 166 Tahun Lalu!

Sebuah masjid dengan nuansa etnis Melayu yang begitu kental. Beberapa ornamen bahkan
masih ada yang terbilang utuh, dan merupakan komponen utama dari masjid sejak ratusan
tahun silam. Inilah Masjid Raya Sultan Basyaruddin, atau biasa dikenal dengan nama Masjid
Rantau Panjang. Sesuai namanya, masjid ini terletak di desa Rantau Panjang, kecamatan
Pantai Labu, Kabupaten Deli Serdang.
Masjid ini berdiri pada tahun 1854 dan merupakan peninggalan asli dari Sultan Serdang yang
ke-IV, yakni Tuanku Basyaruddin Syaiful Alamsyah. Meskipun letaknya cukup jauh dari
pusat kota, namun masjid ini pernah dijadikan oleh Belanda sebagai markas pada bulan
Oktober 1865, hingga akhirnya direbut kembali. Damuri, salah seorang pengurus masjid
mengungkapkan, di awal berdirinya masjid ini, posisi belakang masjid adalah pintu masuk
utama, dan langsung menghadap kesultanan Serdang.
“Jadi ini dulunya bagian belakang ini, dijadikan bagian depan. Menurut cerita turun temurun,
masjid ini sempat dikuasai Belanda, hingga akhirnya Jepang masuk dan pasar di bagian
belakang dijadikan parit. Dulu, pasar ini bisa sampai ke daerah Serdang, dan dipakai untuk
aliran air,” ungkap Damuri.
Perpaduan corak eropa dan melayu terlihat jelas di bangunan ini. Dinding dan bata beton
bangunan ini mengadopsi gaya Eropa, sementara atap dan ornamen Masjid memiliki nuansa
tradisional Indonesia, terutama yang khas Melayu. Seperti busur-busur dan bunga melayu
dengan corak berwarna kuning.
Yang unik, terdapat sebuah mimbar yang masih asli dan sudah ada sejak masjid pertama kali
berdiri. Selain mimbar, bedug yang terletak di pelataran masjid juga berasal dari tahun yang
sama.
“Ya, kalo mimbar ini, masih asli. Belum pernah kita ganti karena ini peninggalan dari
kesultanan. Selain itu ya, ada juga bedug. Memang sudah jarang kita pakai, namun masih kita
rawat,” ucap Damuri lagi.
Meskipun sudah berusia ratusan tahun, masjid ini masih tetap rutin digunakan untuk sarana
beribadah bagi masyarakat sekitar. Sebagai salah satu bagian daric agar budaya, pihak
pengurus tetap rutin melakukan perawatan dan renovasi masjid. Zulfan, salah seorang jemaah
mengaku merasa tenang bisa beribadah di masjid yang masih tetap lestari ini.
“Merasa senanglah bang, tenang juga. Karena ini masjid bersejarah. Suasananya sejuk,
menentramkan hatilah yang pasti. Serasa masuk lorong waktu kita. Apalagi, kita orang
melayu. Khazanah Islam itu harus (dijaga),” ungkapnya.

Anda mungkin juga menyukai