Anda di halaman 1dari 1

Hikayat Masjid Lama Kabanjahe,

Kabanjahe merupakan sebuah kecamatan yang ada di Kabupaten Karo, Sumatra Utara
ternyata menyimpan salah satu sejarah tentang peradaban Islam tempo dulu. Salah satunya
adalah Masjid Lama Kabanjahe, yang terletak di Jalan Mesjid, kelurahan Lau Cimba.tengah-
tengah pasar, pusat kota Kabanjahe. Perkembangan ajaran Islam di kota ini, tak terlepas dari
peran para pedagang yang berniaga di Kota Kabanjahe.
Awal mula berdirinya masjid ini, bermula dari kegusaran para pedagang yang merasa
kesulitan untuk menunaikan ibadah salat pada masa itu. Para pedagang bersuku Melayu,
Aceh, Minangkabau, dan Jawa akhirnya bermufakat untuk mendirikan sebuah Masjid yang
tak jauh dari lokasi mereka berdagang.
Gayung pun bersambut, mereka pada akhirnya menemui Sibayak Lingga salah seorang
penguasa pada masa itu. Ia pun mengizinkan para pedagang yang beragama islam ini,
mendirikan masjid agar mereka dapat beribadah dengan khusyuk.
“Jadi Sibayak Lingga pun setuju agar dicarilah tanah di mana mau dibuat (masjid), dapatlah
tanah ini. Di mana kalian rasa cocok, bangunlah masjid itu. Padahal mereka-mereka ini
penguasa adat tidak beragama muslim,” tutur Sidik Surbakti, salah seorang pengurus masjid.
Masjid yang mulai dibangun pada 1902 ini, pada akhirnya selesai dan dapat digunakan untuk
beribadah pada tahun 1904. Sebagai salah satu masjid tertua, masjid ini pun menjadi salah
satu gerbang masuk agama Islam, di kota Kabanjahe dan Tanah Karo. Masjid Lama ini,
memiliki ornamen dan corak melayu yang khas. Atapnya dibuat seperti Masjid Agung Demak
di Jawa Tengah dan bahan untuk dinding dan lantainya diambil dari kayu-kayu tua dari hutan
di sekitar Kabanjahe saat itu. Hal ini tak terlepas dari peran Sultan Langkat, yang
mewakafkan uangnya sebanyak 250 rupiah.
Sidik Surbakti sendiri telah mengurus masjid ini sejak tahun 1988, meneruskan estafet dari
sang ayah yang juga merupakan pengurus inti dari masjid ini. Meski usianya yang tak muda
lagi, Sidik masih giat mengelola masjid ini dari mulai subuh menjemput hingga masuk waktu
isya.
“Saya mengurus masjid ini secara pribadi sejak tahun 1988, dan sebelumnya itupun memang
orang tua saya dulu yang megang mesjid ini. Orang tua dulu meninggal tahun 69 akhir, kira-
kira semenjak itu sampai tahun 88 sudah ada 8 kali ganti kenaziran masjid ini, baru masuk
saya kembali,” ungkapnya.

Anda mungkin juga menyukai