Anda di halaman 1dari 16

STASE KEPERAWATAN ANAK

LAPORAN PENDAHULUAN NAUSEA


DI RUANG FLAMBOYAN RST dr. SOEDJONO MAGELANG

Di susun oleh :
TEGUH SEPTIAWAN
233203051

PRORAM STUDI PROFESI NERS ANGKATAN XXI


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI
YOGYAKARTA
2023
LAPORAN PENDAHULUAN

1. Definisi
Muntah atau vomitus merupakan ekspulsi isi lambung yang disemburkan keluar.
Otot lambung memberikan kekuatan untuk menyemburkan isi lambung. Bagian fundus
lambung serta sfingter gastroesofageal mengadakan relaksasi dan kontraksi diafragma erta
otot dinding perut yang kuat meningkatkan tekanan intraabdomen. Keadaan ini yang
dikombinasikan dengan kontraksi annulus pilorik lambung akan memaksa isi lambung
masuk ke dalam esophagus. Kemudian peningkatan tekanan intratorakal menggerakan isi
lambung dari esofagus ke dalam mulut (Kowalak, 2017).
2. Etiologi
Ada beberapa etilogi mual muntah yang terjadi akibat peningkatan kadar hormone
dalam tubuh akibat adanya konsepsi yaitu hormone estrogen dan progesterone dan human
chorionic ghonadotropin (HCG). (Cholifah & Nuriyanah, 2018)
Sinyal dari otak
luka pada kepala, pembengkakan otak (geger otak atau trauma kepala), infeksi (meningitis
atau encephalitis), tumor, atau keseimbangan abnormal dari elektrolit dan air dalam aliran
darah.
Noxious stimulus : bau bau atau suara suara
Kelelahan karena panas, terik matahari yang ekstrem atau dehidrasi
3. Tanda dan gejala
Tanda dan gejala nausea ada dua yaitu tanda dan gejala mayor minor
a. Tanda dan gejala mayor
Subyektif:
1) Mengeluh mual
2) Merasa ingin muntah
3) Tidak berminat makan
Obyektif:
Tidak tersedia
b. Tanda dan gejala minor
Subyektif:
1) Merasa asam di mulut
2) Sensasi panas / dingin
3) Sering menelan
Obyektif:
1) Saliva meningkat
2) Pucat
3) Diaphoresis
4) Takikardia
4. Patofisiologi
Pada system saraf pusat, terdapat tiga struktur yang dianggap sebagai pusat
koordinasi reflex muntah yaitu chemoreceptor trigger zone (CTZ), pusat muntah, dan
nucleus traktus solitaries. Semua struktur tersebut terletak pada daerah batang otal. Muntah
di kontrol oleh dua buah pusat di dalam medulla oblongata pusat muntah dan zona pemicu
kemoreseptor (chemereceptor trigger zone, CTZ) dengan ini pusat muntah memulai yang
sebenarnya dan pusat ini distimulasi oleh traktus GI dan pusat yang lebih tinggi di dalam
batang otak secara korteks serebri dan CTZ. Berbagai stimulasi atau obat seperti
apomorfin, levodopa, digitalis, toksin bakteri, radiasi, dan kelainan metabolism dapat
mengaktifkan zona tersebut.
Pada daerah pusat muntah tersebut banyak terdapat reseptor-reseptor yang berperan
dalam proses mual dan muntah, dan antiemetik umumnya bekerja menghambat
neurotransmitter pada reseptor tersebut. Impuls efferent melalui saraf kranialis V,VII, IX,
X dan XII menuju ke saluran gastrointestinal dapat menimbulkan mual dan muntah.
5. Pathway

6. Pemeriksaan diagnostic
a. Sel darah merah
Pemeriksaan darah lengkap tentu melibatkan sel darah merah yang berfungsi membawa
oksigen dan nutrisi lain ke seluruh tubuh. Tingkat sel darah merah yang tidak normal,
terlalu banyak adalah pertanda penyakit tertentu misalmya anemia, pendarahan,
kekurangan cairan atau dehidrasi
b. Sel darah putih
Tingkat sel darah putih yang tidak normal kemungkinan adalah gejala terjadinya
infeksi, ganguan system kekebalan tubuh bahkan mungkin kanker darah untuk
memastikan umunya akan dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk mengetahui jenis
sel darah putih yang abnormal
c. Hematrokrit
Adanya tingkat hematrokrit yang tinggi menandakan kemungkinan mengalami
dehidrasi sebaliknya jika hematrokrit rendah mungkin mengalami kekurangan darah.
Tingkat hematrokrit yang tidak normal juga bisa menandakan adanya gangguan pada
darah atau sumsum tulang.
7. Penatalaksanaan medis
Terapi non farmakologi :
a. Pasien dengan keluhan sederhana, menghindari makanan tertentu atau moderasi asupan
makanan yang lebih baik
b. Pasien dengan gejala penyakit sistenik sebaiknya mengobati kondisi yang
mendasarinya
c. Antisipasi mual muntah pada pasien terapi kanker dengan memberikan profilaksis
atiemetik
d. Intervensi perilaku dan termasuk relaksasi, biofeedback, self-hyponosis

Terapi farmakologi

Faktor pemilihan terapi:

a. Frekuensi, durasi, tingkat keparahan dan gejala berdaasarkan etiologi


b. Obat telah berhasil digunakan sebagai antie,etik sebelumnya
c. Kemampuan pasien pada penggunaan obat secara oral, rektal, injeksi
Obat-obat yang dapat digunakan yaitu :
a) Butyrophenones
Dua senyawa yang memiliki aktivitas antiemetic adalah haloperidol dan dorperidol.
Keduanya bekerja dengan memblokir stimulasi dopaminergic di CTZ. Meskipun
setiap agen efektif dalam mengurangi mual muntah.
b) Kortikosteroid
Kortikosteroid telah menunjukkan efikasi antiemetic sejak adanya pasien yang
menerima prednisone sebagai prosedur awal penanganan penyakit Hodgkin untuk
mengurangi mual muntah.
c) Antihistamine-antikolinergik
Obat antiemetic dari kategori ini bekerja dengan menghambat berbagai jalur
aferenviseral yang merangsang mual muntah di otak. Efek samping yang dapat
ditimbulkan yaitu mengantuk, gelisah, mulut kering, retensi urin dan takikardia
8. Asuhan keperawatan secara teori
A. Pengkajian
Tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan proses pengumpulan data dari
berbagai sumber untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status Kesehatan pasien.
1. Pengumpulan data
a. Identitas pasien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, suku, status perkawinan,
pendidikan, pekerjaan, golongan darah, nomor registrasi, tanggal MRS, diagnosa
medis.
b. Keluhan utama
Keluhan utama pada kasus adalah rasa nyeri. Nyeri ini bisa akut atau kronik
tergantung dengan lamanya serangan. Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap
tentang nyeri digunakan :
• Provoking Incident: Apakah ada peristiwa yang menjadi faktor presipitasi
nyeri.
• Quality of Pain: Seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien.
Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.
• Region: Radiation, relief: Apakah rasa sakit bisa reda, apakah sakit menjalar
atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
• Severity (scale) of Pain: Seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien, bisa
berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit
mempengaruhi kemampuan fungsinya.
• Time: Berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada
malam hari atau siang hari.

c. Riwayat Penyakit Sekarang


Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur, yang
nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Bisa berupa
kronologi terjadinya penyakit tersebut hingga bisa ditentukan kekuatan yang terjadi
dan bagian tubuh yang terkena.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Ditanyakan penyakit-penyakit yang dialami sebelumnya yang kemungkinan
mempunyai hubungan dengan masalah yang dialami pasien sekarang, seperti
apakah pasien pernah mengalami fraktur atau trauma sebelumnya.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Penelusuran riwayat keluarga sangat penting, karena berupa penyakit
muskuloskelletal berkaitan dengan kelainan genetik dan dapat diturunkan. Perlu
ditanyakan apakah pada generasi terdahulu ada yang mengalami keluhan sama
dengan keluhan pasien saat ini.
f. Pola Aktivitas Sehari-Hari
1) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-
harinya seperti kalsium, zat besi, protein, Vit.C dan lainnya untuk membantu
proses penyembuhan tulang.
2) Pola Eliminasi
Pada pola eliminasi yang dikaji yaitu frekuensi, konsistensi, warna, bau, dan
jumlah. Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak.
3) Pola Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal ini dapat
mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga, pengkajian di
laksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur, dan
kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur.
4) Pola Aktivitas
Karena timbulya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk kegiatan klien
menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain.
Hal ini yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien.
Karena ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur
dibanding pekerjaan yang lain.
g. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan biasanya menggunakan teknik inspeksi, palpasi,
perkusi dan auskultasi. Pemeriksaan fisik dilakukan persistem secara berurutan
dimulai dari sistem pernapasan, kardiovaskuler, pencernaan, sistem perkemihan,
endokrin, persarafan, integument, muskuloskeletal, penglihatan, wicara dan THT.
1) Keadaan Umum
Keadaan umum yaitu baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda
seperti:
Kesadaran Penderita: Keadaan yang dialami klien apakah Apatis, sopor, koma,
gelisah, composmentis tergantung pada keadaan klien.
Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat dan pada kasus
fraktur yang paling banyak dialami adalah akut.
Pemeriksaan tanda-tanda vital seperti: Tekanan Darah, Nadi, Suhu, Respirasi.
2) Pemeriksaan persistem
a) Sistem Pernafasan
Dikaji dengan cara inspeksi, palpasi, auskultasi, perkusi. Dalam sistem ini
perlu dikaji mengenai bentuk hidung, kebersihan, adanya sekret, adanya
pernafasan cuping hidung, bentuk dada, pergerakan dada, apakah simetris
atau tidak, bunyi nafas, adanya ronchi atau tidak, frekuensi dan irama nafas.
b) Sistem Kardiovaskuler
Dikaji mulai dari warna conjunctiva, warna bibir, tidak ada peningkatan
JVP, peningkatan frekuensi, dan irama denyut nadi, bunyi jantung tidak
disertai suara tambahan, penurunan atau peningkatan tekanan darah.
c) Sistem Pencernaan
Dikaji mulai dari mulut sampai anus, dalam sistem ini perlu dikaji yaitu
tidak adanya pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa
mulut tidak pucat, bentuk abdomen datar, simetris, tidak ada hernia, turgor
kulit baik, hepar tidak teraba, suara thympani peristaltik usus normal ±20
kali/menit.
d) Perkemihan
Diperiksa ada tidaknya pembengkakan dan nyeri pada daerah pinggang,
observasi dan palpasi pada daerah abdomen untuk mengkaji adanya retensi
urine, atau ada tidaknya nyeri tekan dan benjolan serta pengeluaran urine
apakah ada nyeri pada waktu miksi (proses pengeluaran urine) atau tidak.
e) Sistem Endokrin
Dalam sistem ini perlu dikaji adanya pembesaran kelenjar tiroid dan
kelenjar getah bening.
f) Sistem Persarafan
Secara umum pada pasien yang menjalani ORIF tidak mengalami
gangguan, namun gangguan terjadi dengan adanya nyeri sehingga perlu
dikaji tingkat skala (0-10) serta perlu dikaji tingkat GCS dan pemeriksaan
fungsi syaraf cranial untuk mengidentifikasi kelainan atau komplikasi.
g) Sistem Integumen
Perlu dikaji keadaan kulit (turgor, kebersihan, pigmentasi, tekstur dan lesi)
serta perlu dikaji kuku dan keadaan rambut sekitar kulit atau ekstremitas
mengidentifikasi adanya edema atau tidak. Pada klien post ORIF akan
didapatkan kelainan integument karena adanya luka insisi pada daerah
operasi, sehingga perlu dikaji ada atau tidaknya lesi dan kemerahan.
h) Sistem Muskuloskeletal
Perlu dikaji kekuatan otot ekstremitas atas dan bawah. Diperiksa juga
adanya kekuatan pergerakan atau keterbatasan gerak, refleks pada
ekstremitas atas dan bawah. Pada klien post ORIF didapatkan keterbatasan
gerak pada ekstremitas bawah dikarenakan adanya luka operasi yang
ditutup dan terpasangnya infus.
i) Sistem Penglihatan
Untuk mengetahui keadaan kesehatan mata harus diperiksa tentang fungsi
penglihatan, kesimetrisan mata antara kiri dan kanan.
h. Data Psikologis
Diisi hanya pada klien yang sudah dapat mengungkapkan perasaan yang
berhubungan dengan kesadaran akan dirinya meliputi:
1) Konsep Diri
• Gambaran diri: sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak
sadar.
• Ideal diri: persepsi individu tentang bagaimana ia harus berperilaku
berdasarkan standar, aspirasi, tujuan, atau personal tertentu.
• Harga diri: penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dengan
menganalisis seberapa jauh perilaku memenuhi ideal diri.
• Peran diri: sikap dan perilaku, nilai dan tujuan yang diharapkan dari
seseorang berdasarkan posisi di masyarakat.
• Identitas diri: kesadaran akan diri sendiri yang bersumber dari observasi dan
penilaian yang merupakan sintesis dari semua aspek konsep diri sebagai
suatu kesatuan yang utuh.
2) Pola nilai dan kepercayaan
Diisi dengan nilai-nilai dan kepercayaan klien terhadap sesuatu dan menjadi
sugesti yang amat kuat sehingga mempengaruhi gaya hidup klien, dan
berdampak pada kesehatan klien. Termasuk, praktik ibadah yang dijalankan
klien sebelum sakit sampai saat sakit.
3) Pola peran-berhubungan
Diisi dengan hubungan klien dengan anggota keluarga, masyarakat pada
umumnya, perawat dan tim kesehatan, termasuk juga pola komunikasi yang
digunakan klien dalam berhubungan dengan orang lain.
4) Data penunjang
Data penunjang ini terdiri atas farmakoterapi/ obat-obatan yang diberikan, serta
prosedur diagnostik yang dilakukan kepada klien seperti pemeriksaan
laboratorium serta pemeriksaan rontgen.
B. Analisa data
1. Analisa data merupakan kemampuan kognitif dalam pengembangan daya berpikir
dan penalaran yang dipengaruhi oleh latar belakang ilmu dan pengetahuan,
pengalaman, dan keperawatan. Dalam melakukan analisa data, diperlukan
kemampuan mengkaitkan data dan menghubungkan data tersebut dengan konsep,
teori dan prinsip yang relevan untuk membuat kesimpulan dalam menentukan
masalah kesehatan dan keperawatan klien. Setelah semua data terkumpul kemudian
data akan dianalisis dan digolongkan menjadi data subjektif dan data objektif sesuai
dengan masalah keperawatan yang timbul.
2. Diagnosa Keperawatan
Mengacu pada tindakan pembedahan fraktur femur diagnosis keperawatan yang
biasanya muncul pada klien berdasarkan buku NANDA.
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
b. Gangguan pola tidur berhubungan dengan kurang kontrol tidur
c. Resiko jatuh berhubungan dengan gangguan keseimbangan
3. Intervensi keperawatan
Intervensi keperawatan berdasarkan buku SDKI
NO DIAGNOSA SLKI SIKI
1. Nausea b.d Setelah dilakukan Tindakan Manajemen nausea
farmaseutikal/ keperawatan selama 3 x 24 jam Tanyakan kepada pasien
pengobatan diharapkan mual pasien teratasi penyebab mual
(kemoterapi) dengan kriteria hasil : Obserfasi efeksamping
ditandai dengan: • Pasien mengatakan penyebab kemoterapi
mual Observasi asupan
• Pasien mengatakan tidak makanan dan cairan
mual Monitor vital sign
• Pasien mampu mengambil Anjurkan pasien untuk
keputusan untuk mengatasi makan berlebih saat
mual mual berkurang
Kolaborasikan ahli gizi
untuk pemberian diit
TKTP,
Kolaborasi pemberian
antiematik
2. Gangguan pola Integritas kulit dan jaringan L. Perawatan luka I.14564
a. Anjurkan klien untuk
tidur 14125
menggunakan
berhubungan Penyembuhan luka L.14130 pakaian yang
longgar
dengan kurang Kriteria Hasil :
b. Jaga kulit agar tetap
kontrol tidur a. Perfusi jaringan baik bersih dan kering
b. Tidak ada tanda-tanda c. Mobilisasi klien
(ubah posisi) setiap
infeksi
dua jam sekali
c. Ketebalan dan tekstur d. Observasi adanya
kemerahan
jaringan normal
e. Monitor aktivitas dan
d. Menunjukkan pemahaman mobilisasi klien
f. Obsevasi luka :
dalam proses dalam proses
lokasi, dimensi,
perbaikan kulit dan kedalaman luka,
jaringan nekrotik,
mencegah terjadinya cedera
tanda-tanda infeksi
berulang lokal, formasi tractus
g. Ajarkan keluarga
e. Menunjukkan terjadinya
tentang luka dan
proses penyembuhan luka perawatan luka
h. Kolaborasi ahli gizi
pemberian diet TKTP
(tinggi kalori tinggi
protein)
i. Cegah kontaminasi
feses dan urine
j. Berikan posisi yang
mengurangi tekanan
pada luka
k. Hindari kerutan pada
tempat tidur
3. Resiko Defisit Setelah dilakukan tindakan Manajemen nutrisi
Nutrisi b.d Keperawatan selama 3 x 24 Jam Observasi
ketidakmampuan maka status nutrisi membaik • Identifikasi status
mengabsorbsi dengan kriteria hasil : nutrisi
nutrien • Identifikasi alergi dan
intoleransi makanan
• Identifikasi makanan
yang disukai
• Identifikasi
kebutuhan kalori dan
jenis nutrient
• Identifikasi perlunya
penggunaan selang
nasogastrik
• Monitor asupan
makanan
• Monitor berat badan
• Monitor hasil
pemeriksaan
laboratorium
Terapeutik
• Lakukan oral hygiene
sebelum makan, jika
perlu
• Fasilitasi menentukan
pedoman diet (mis.
Piramida makanan)
• Sajikan makanan
secara menarik dan
suhu yang sesuai
• Berikan makan tinggi
serat untuk mencegah
konstipasi
• Berikan makanan
tinggi kalori dan
tinggi protein
• Berikan suplemen
makanan, jika perlu
• Hentikan pemberian
makan melalui selang
nasigastrik jika
asupan oral dapat
ditoleransi
Edukasi
• Anjurkan posisi
duduk, jika mampu
• Ajarkan diet yang
diprogramkan
Kolaborasi
• Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum
makan (mis. Pereda
nyeri, antiemetik),
jika perlu
• Kolaborasi dengan
ahli gizi untuk
menentukan jumlah
kalori dan
• jenis nutrient yang
dibutuhkan, jika perlu
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah pelaksanaan rencana keperawatan oleh perawat dan klien.
Implementasi merupakan tahap ke empat dari proses keperawatan yang dimulai
setelah perawat menyusun rencana keperawatan Fokus utama dari komponen
implementasi adalah pemberian asuhan keperawatan yang aman dan individual
dengan pendekatan multifokal. Implementasi perencanaan berupa penyelesaian
tindakan yang diperlukan untuk memenuhi kriteria hasil seperti yang digambarkan
dalam rencana tindakan. Dalam melaksanakan implementasi terdapat beberapa
pedoman diantaranya:
a. Tindakan yang dilakukan konsisten dengan rencana dan dilakukan setelah
memvalidasi rencana.
b. Keterampilan interpersonal, intelektual, dan teknis dilakukan dengan kompeten
dan efisien di lingkungan yang sesuai.
c. Keamanan fisik dan psikologis klien dilindungi.
d. Dokumentasi tindakan dan respon klien dicantumkan dalam catatan perawatan
kesehatan dan rencana asuhan.
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi didefinisikan sebagai keputusan dari efektifitas asuhan keperawatan
antara dasar tujuan keperawatan klien yang telah ditetapkan dengan respon perilaku
klien yang tampil. Evaluasi keperawatan yaitu membandingkan efek/hasil suatu
tindakan keperawatan dengan norma atau kriteria tujuan yang sudah dibuat. Type
pernyataan tahapan evaluasi dapat dilakukan secara formatif dan sumatif. Evaluasi
formatif adalah evaluasi yang dilakukan selama proses asuhan keperawatan,
sedangkan evaluasi sumatif adalah evaluasi akhir. Untuk memudahkan perawat
mengevaluasi atau memantau perkembangan klien, digunakan komponen
SOAP/SOAPIE/SOPIER.
DAFTAR PUSTAKA

Cholifah, S., & Nuriyanah, T. E. (2018). Aromaterapi lemon menurunkan mual muntah pada ibu
hamil Trimester I. Universitas Muhammadiyah Sidoarjo. Jurnal.

Anggraeni, R. V. (2020). PENGARUH PEMBERIAN AROMATERAPI INHALASI LEMON


TERHADAP POST OPERATIVE NAUSEA VOMITUS (PONV) PADA PASIEN PASCA
ANESTESI UMUM DI RUANG RAWAT INAP BEDAH RSUD Dr. H. ABDUL
MOELOEK PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2020 (Doctoral dissertation, Poltekkes
Tanjungkarang).

Kowalak, J. P. (2017). Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran, EGC

Ningrum, I. P. 2020. Studi dokumentasi nausea pada pasien dengan kanker ovarium stadium IC
post total abdominal husterectomy bilateral salpingo oophorectomy omentektomi post
kemoterapi ke II. Karya tulis ilmiah Akademi Keperawatan YKY Yogyakarta

Adhisty, K., Rizona, F., & Hudiyati, M. (2019). Pengaruh Inhalasi Aromatherapi Citrus Terhadap
Efek Nausea dan Vomitus Pasca Kemoterapi Pasien Kanker Serviks di RSUP Dr. Mohammad
Hoesin Palembang. Jurnal Keperawatan Sriwijaya, 6(1), 41-49.

Anda mungkin juga menyukai