Anda di halaman 1dari 3

Tugas.

2 HKUM 4307
Dibuka: Senin, 30 Oktober 2023, 00:00
Jatuh tempo: Senin, 13 November 2023, 15:00

Sejak tahun 2005, PT Pfizer Indonesia telah meluncurkan program kesehatan dan kepatuhan pasien
yang disebut HCCP yang dilaksanakan dengan kerjasama antara PT. Pfizer Indonesia dengan
tenaga profesi kesehatan terutama dokter dan klinik/apotek. Dalam program tersebut PT. Pfizer
Indonesia selaku pemegang hak paten atas zat Amlodipine Besylate, para dokter dipengaruhi
preferensinya dalam meresepkan obat anti hipertensi dengan zat aktif Amlodipine Besylate kepada
para pasiennya. Dalam menjalankan usahanya, kelompok usaha Pfizer juga menjalin kerjasma
dengan PT. Dexa Medica. Untuk kelas Amlodipine di Indonesia sendiri, terdapat dua merek utama
yaitu Norvask (diproduksi oleh PT. Pfizer Indonesia) dan Tensivask (diproduksi oleh PT. Dexa
Medica) yang harganya jauh melebihi harga obat generiknya. Sehingga mengakibatkan
adanya excessice price yang harus dibayar konsumen pengguna kedua obat merek tersebut.

Sumber : KPPU

Soal :

1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan perjanjian penetapan harga dan berikan dasar hukum dari
perjanjian penetapan harga!
2. Apakah perjanjian yang dilakukan oleh PT. Pfizer dan PT. Dexa Medica merupakan perjanjian
yang dilarang menurut UU No. 5 Tahun 1999? Jelaskan.
3. Jelaskan kriteria suatu pelaku usaha dianggap memiliki posisi dominan! Serta kaitkan dengan
kasus diatas.

Jawaban Nomor 1
Perjanjian penetapan harga (price fixing agreement) adalah bentuk kesepakatan penetapan harga
yang sama oleh pelaku usaha dengan pelaku usaha pesaingnya yang pada umumnya dimaksudkan
untuk meningkatkan harga barang atau jasa setinggi mungkin dan memaksimalkan keuntungan.
strategi ini biasanya dilakukan oleh para pelaku usaha untuk menghasilkan laba yang setinggi-
tingginya. Dengan adanya penetapan harga yang dilakukan di antara pelaku usaha (produsen atau
penjual), maka akan meniadakan persaingan dari segi harga bagi produk yang mereka jual atau
pasarkan, yang kemudian dapat mengakibatkan surplus konsumen yang seharusnya dinikmati oleh
pembeli atau konsumen dipaksa beralih ke produsen atau penjual. Kekuatan untuk mengatur harga,
pada dasarnya merupakan perwujudan dari kekuatan menguasai pasar dan menentukan harga yang
tidak masuk akal. Persaingan antar pelaku usaha dapat didasarkan pada kualitas barang, pelayanan
atau servis dan/atau harga. Persaingan dalam harga akan menyebabkan terjadinya harga pada
tingkat serendah mungkin, sehingga memaksa perusahaan memanfaatkan sumber daya yang ada
seefisien mungkin. Sebaliknya, dengan adanya perjanjian penetapan harga, para pelaku usaha yang
terlibat dalam perjanjian penetapan harga kemungkinan dapat mendiktekan atau
memaksakanharga yang diinginkan secara sepihak kepada konsumen, dimana biasanya harga yang
didiktekan kepada konsumen merupakan harga yang berada diatas kewajaran. Bila hal tersebut
dilakukan oleh setiap pelaku usaha yang berada di dalam pasar yang bersangkutan, hal ini dapat
membuat konsumen tidak memiliki alternatif yang luas kecuali harus menerima barang dan harga
yang ditawarkan oleh pelaku usaha yang telah melakukan perjanjian penetapan harga tersebut.

Dasar Hukumnya adalah Pasal 5 ayat (1) Undang-undang No.05 tahun 1999 ayat (1) yang
merumuskan bahwa: “Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya
untuk menetapkan harga atas suatu barang dan/atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau
pelanggan pada pasar yang bersangkutan yang sama.” Apabila dilihat dari rumusnya, maka pasal
yang mengatur mengenai penetapan harga ini dirumuskan secara per se illegal, sehingga penegak
hukum dapat langsung menetapkan pasal ini kepada pelaku usaha yang melakukan perjanjian
penetapan harga tanpa harus mencari alasan-alasan mereka melakukan perbuatan tersebut atau
tidak diperlukan bukti-bukti perbuatan tersebut menimbulkan praktek monopoli atau persaingan
usaha tidak sehat.

Jawaban Nomor 2

Menurut majelis, PT Pfizer Indonesia serta empat perusahaan kelompok Pfizer di New York,
Amerika Serikat dan Panama, bersama PT Dexa Medica terbukti melakukan perbuatan yang
dilarang menurut Pasal 5, 11, 16, dan 25 ayat (1) UU No 5 Tahun 1999 tentang Persaingan Usaha
tidak Sehat dan Praktik Monopoli. Dalam hal ini melakukan perbuatan kartel obat anti hipertensi
berbasis amlodipine. Praktik tersebut menurut majelis terjadi dengan adanya tren harga obat
produksi Pfizer (Novarsk) dan Dexa (Tensivask) yang sama. Hal itu menurut majelis terjadi karena
ada pengaturan harga. Hal itu dibuktikan dengan adanya komunikasi antara kelompok Pfizer
dengan Dexa. Isi komunikasi antara lain Pfizer Overseas LLC meminta informasi spesifik dari
Dexa terkait pangsa pasar, jumlah produksi, dan rencana produksi. Padahal, di Indonesia kelompok
Pfizer bersaing dengan Dexa untuk obat antihipertensi meski bahan baku dari pemasok sama. Hal
itu tercantum dalam perjanjian Supply Agreement, dimana Dexa mendapatkan bahan baku dari
Pfizer Overseas LLC untuk bahan baku Tensivask. Sedangkan, untuk distribusi Novarsk, Pfizer
menunjuk PT Anugrah Argon Medika. Hal itu termuat dalam Pfizer Distribution Agreement.
Sedangkan sebagian saham Anugrah dimiliki oleh Dexa. Karena perjanjian tersebut dan kaitan
kepemilikan saham menurut majelis yang memicu tak ada persaingan pasar dari produk obat
antihipertensi produk Pfizer dan Dexa. Bahkan, harga obat asal bahan baku sama tersebut tetap
ditahan diatas harga rata-rata acuan internasional

Jawaban Nomor 3

UU No. 5 Tahun 1999 mengatur tentang posisi dominan. Undang-undang ini mengartikan posisi
dominan sebagai keadaan di mana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar
bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa pasar yang dikuasai, atau pelaku usaha mempunyai
posisi tertinggi di antara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan. Bila
dikaitkan dengan kasus diatas, maka dapat disimpulkan bahwa PT Pfizer Indonesia telah
melakukan praktek persaingan usaha yang tidak sehat dengan berbagai cara untuk mendominasi
pasar.

Anda mungkin juga menyukai