Anda di halaman 1dari 8

Pendahuluan

Pandemi COVID-19, yang disebabkan oleh virus SARS-CoV-2, telah memasuki sejarah
sebagai salah satu krisis kesehatan global terbesar di abad ke-21. Sejak kasus pertama yang
dilaporkan di Wuhan, China, pada Desember 2019, virus ini telah menyebar dengan cepat ke
seluruh penjuru dunia, menginfeksi jutaan orang dan menyebabkan kerugian nyawa yang tidak
terhitung. Dampaknya terhadap kesehatan masyarakat, ekonomi global, dan struktur sosial telah
mengungkapkan kerentanan sistem kesehatan global serta pentingnya kesiapsiagaan dan respons
terhadap pandemi. Dalam menghadapi tantangan ini, pemahaman mendalam tentang imunologi
—ilmu yang mempelajari sistem imun dan mekanisme pertahanan tubuh terhadap patogen—
telah menjadi fondasi penting dalam pengembangan strategi intervensi, khususnya vaksinasi.
Pemahaman imunologi yang komprehensif tidak hanya esensial dalam merancang vaksin
yang efektif tetapi juga krusial dalam memahami bagaimana virus dapat berevolusi dan
beradaptasi untuk menghindari deteksi oleh sistem imun. Penelitian terkini telah memberikan
wawasan yang signifikan mengenai cara kerja sistem imun, yang meliputi respons imun bawaan
dan adaptif, serta bagaimana komponen-komponen ini berinteraksi dengan antigen virus, seperti
protein spike SARS-CoV-2. Keterlibatan antara respons imun humoral, yang melibatkan
antibodi, dan respons imun seluler, yang melibatkan sel-sel T seperti sel pembunuh alami dan sel
memori imun, memainkan peranan penting dalam perlindungan jangka panjang terhadap virus.
Pengembangan vaksin COVID-19 telah menjadi salah satu pencapaian tercepat dan
paling inovatif dalam bidang kedokteran dan ilmu biomedis. Dalam waktu kurang dari satu tahun
sejak virus dikenali, beberapa vaksin telah dikembangkan, diuji, dan disetujui untuk penggunaan
darurat. Pendekatan yang digunakan sangat bervariasi, mulai dari teknologi vaksin tradisional
seperti vaksin virus inaktif dan vaksin subunit protein, hingga teknologi baru seperti vaksin asam
nukleat, termasuk vaksin mRNA. Dengan munculnya varian-varian baru seperti varian Delta,
yang menunjukkan kemampuan untuk menghindari respons imun yang diinduksi oleh infeksi
sebelumnya atau vaksinasi, pentingnya pemahaman imunologi menjadi semakin jelas. Varian ini
tidak hanya menimbulkan pertanyaan tentang efikasi vaksin yang ada tetapi juga
menggarisbawahi kebutuhan untuk terus memantau evolusi virus dan potensi dampaknya
terhadap kekebalan komunitas.

Isi
Pandemi COVID-19 telah mengungkapkan respons imun yang kompleks dan beragam
dari populasi global terhadap virus SARS-CoV-2. Pandemi yang belum pernah terjadi
sebelumnya ini telah membuka wawasan baru mengenai mekanisme pertahanan tubuh manusia
terhadap infeksi virus dan telah mendorong penelitian intensif dalam bidang imunologi.
Penelitian oleh Mathew et al. (2020) telah mengidentifikasi berbagai tipe respons imun, atau
imunotipe, di antara pasien COVID-19, yang mengindikasikan adanya keragaman dalam respons
imun inang. Respons tersebut mencakup gangguan aktivitas interferon tipe I dan respons
inflamasi pada pasien COVID-19 berat, mengisyaratkan adanya spektrum reaksi imun yang luas
terhadap virus (Hadjadj et al., 2020). Lebih lanjut, keterlibatan sistem saraf dengan virus telah
dilaporkan semakin meningkat sejak awal pandemi (Moghadasi, 2020). Pandemi ini juga telah
menyebabkan munculnya berbagai mutasi virus SARS-CoV-2, yang mengindikasikan
kemampuan virus untuk berevolusi dan menghindari respons imun (Lim et al., 2022). Peranan
sistem imun dalam tingkat keparahan COVID-19 telah menjadi subjek penelitian yang ekstensif,
dengan bukti yang menunjukkan bahwa respons imun inang dan faktor-faktor yang merangsang
imun berperan krusial dalam hasil infeksi (Hazrati et al., 2022). COVID-19 yang berat ditandai
dengan disfungsi kompartemen sel myeloid dan inflamasi sistemik, yang dikaitkan dengan
perjalanan klinis penyakit yang tidak menguntungkan (Schulte-Schrepping et al., 2020). Selain
itu, ketiadaan obat yang pasti untuk COVID-19 telah mengarahkan fokus pada pendekatan
pengobatan dan pencegahan yang ditujukan baik terhadap virus itu sendiri, memperkuat sistem
imun, atau mengelola tanda dan gejala penyakit (Yengopal, 2022). Pandemi juga telah
menimbulkan kekhawatiran tentang dampak COVID-19 terhadap sistem imun pasien kanker,
dengan bukti yang menunjukkan bahwa COVID-19 dapat mempengaruhi sistem imun pasien
kanker, berpotensi mempengaruhi implikasi untuk pengobatan dengan imunoterapi (Nunès et al.,
2023). Selain itu, pandemi telah menekankan pentingnya sistem imun yang utuh dalam
membatasi dan merespons infeksi SARS-CoV-2, karena pasien dengan bentuk penekanan imun
primer atau sekunder yang sudah ada tampaknya memiliki risiko yang meningkat terhadap hasil
yang parah ketika mereka mengembangkan COVID-19 (Bakouny et al., 2020).
Pada awal pandemi COVID-19, terapi plasma konvalesen muncul sebagai salah satu
strategi intervensi berdasarkan prinsip imunisasi pasif. Terapi ini mengandalkan transfusi plasma
yang diambil dari individu yang telah pulih dari COVID-19 yang mengandung antibodi
netralisasi. Antibodi tersebut diharapkan dapat memberikan kekebalan sementara bagi penerima,
dengan potensi mengurangi keparahan penyakit. Brosig et al. (2022) mengemukakan bahwa
terapi plasma konvalesen dianggap sebagai alternatif menjanjikan dibandingkan terapi
pendukung selama tahap awal wabah pandemi. Namun, efikasi plasma yang dikumpulkan
dipengaruhi oleh titer antibodi netralisasi yang berubah-ubah pada donor potensial akibat wabah
varian yang berturut-turut serta kampanye vaksinasi terhadap SARS-CoV-2 (Gachoud et al.,
2022). Penggunaan terapi plasma konvalesen bukanlah konsep baru dalam sejarah medis. Dalam
pandemi virus Ebola, penggunaan plasma konvalesen telah memberikan dasar bagi aplikasinya
dalam menghadapi pandemi COVID-19 (Abdelmoneim et al., 2020). Proses terapi plasma
melibatkan pengumpulan plasma dari pasien yang telah pulih dari COVID-19, yang kemudian
disaring dan dipilih berdasarkan keberadaan titer antibodi netralisasi yang tinggi (Thijssen et al.,
2020). Namun, tantangan dalam pemilihan donor dan heterogenitas yang luas dalam titer
antibodi netralisasi membuat perekrutan donor yang cocok dengan titer netralisasi tinggi menjadi
sulit (Gachoud et al., 2022).
Pemberian plasma konvalesen bertujuan untuk memberikan imunitas pasif dalam jangka
pendek, terutama dalam kondisi ketiadaan vaksin dan pengobatan antiviral yang efektif (Selvi,
2020). Terapi ini juga dipelajari sebagai potensi pengobatan bagi pasien COVID-19 di daerah
dengan sumber daya terbatas, menonjolkan pendekatannya yang luas sebagai terapi untuk
penyakit infeksius yang muncul (Abdelmoneim et al., 2020). Meskipun terapi plasma konvalesen
memiliki potensi manfaat, terdapat keterbatasan dan kontroversi yang mengitari penggunaannya.
Beberapa studi mempertanyakan efektivitasnya, menyebutkan tantangan dalam menetapkan
protokol untuk pengumpulan, persiapan, dan pemberian plasma konvalesen sebagai respons
terhadap pandemi (Brown & McCullough, 2020). Selain itu, motivasi dan hambatan donor,
termasuk motivasi unik dari donor plasma konvalesen COVID-19, merupakan faktor penting
yang harus dipertimbangkan dalam konteks donasi plasma selama pandemi (Buren et al., 2022).
Pandemi COVID-19 yang disebabkan oleh virus SARS-CoV-2 telah mengalami berbagai
perubahan signifikan seiring dengan munculnya variasi-variasi virus. Dua variasi yang menonjol
dalam diskusi ilmiah adalah varian Delta dan Omicron. Munculnya varian Delta menimbulkan
kekhawatiran mengenai kemampuannya dalam menghindari sistem imun humoral, yang
berpotensi menyebabkan infeksi terobosan dan menurunkan efektivitas vaksin. Kemudian, varian
Omicron dengan mutasinya yang lebih banyak, menggantikan Delta sebagai varian dominan
global karena kemampuannya yang lebih tinggi dalam menghindari sistem imun. Varian Delta,
seperti dijelaskan dalam studi oleh Baral et al. (2021), menunjukkan kemampuan evasi imun.
Antibodi netralisasi dari infeksi sebelumnya atau vaksin kurang efektif dalam berikatan dengan
protein spike Delta. Evasi ini disebabkan oleh perubahan mutasi pada antarmuka pengikatan
reseptor varian Delta, yang berimplikasi pada pelarian imun. Varian ini juga dikaitkan dengan
peningkatan kebugaran virus dan potensi evasi imun, yang menimbulkan tantangan bagi pasien
imunokompromais.
Penelitian oleh Hadjadj et al. (2021) menunjukkan bahwa varian Delta tidak hanya
memiliki kemampuan evasi imun yang lebih tinggi, tetapi juga meningkatkan virulensi. Hal ini
mengindikasikan kemungkinan peningkatan risiko pada populasi tertentu, terutama pada pasien
yang memiliki sistem imun yang lemah. Varian Omicron, dengan 37 mutasi pada protein spike-
nya, telah menggantikan Delta sebagai varian dominan karena kemampuan evasi imunnya yang
lebih tinggi, seperti yang dijelaskan oleh Ulloa et al. (2022). Varian ini menunjukkan bukti
substansial pada tingkat populasi untuk evasi dari imunitas infeksi sebelumnya, mengindikasikan
kemampuannya dalam menghindari sistem imun humoral. Munculnya varian Omicron
menimbulkan pertanyaan tentang bagaimana mutasi pada protein spike dapat mempengaruhi
pelarian imun dan perlindungan vaksin terhadap infeksi dan penyakit, seperti yang diperdebatkan
oleh Gardner & Kilpatrick (2021). Varian Omicron ditemukan meningkatkan ikatan IgG
terhadap protein spike dari varian pendahulu, mengindikasikan potensinya untuk menghindari
respons imun humoral dan menginduksi antibodi crossreactive terhadap varian pendahulu,
seperti yang dipaparkan oleh Mahalingam et al. (2023). Selain itu, varian Omicron dikaitkan
dengan hilangnya korelasi antara titer anti-spike IgG dan efektivitas, berbeda dengan situasi
selama gelombang Delta, yang semakin menegaskan kemampuan evasi imunnya.
Prinsip-prinsip vaksinasi merupakan fondasi penting dalam memahami pengembangan
dan penyebaran vaksin untuk melawan penyakit infeksi. Tujuan vaksinasi adalah untuk
menginduksi kekebalan protektif terhadap patogen tertentu, sehingga mencegah infeksi,
mengurangi keparahan penyakit, dan pada akhirnya berkontribusi dalam pengendalian dan
pemberantasan penyakit infeksi (Jeyanathan et al., 2020). Pengembangan vaksin COVID-19
telah menjadi prioritas global, dengan penelitian dan upaya yang luas terfokus pada penciptaan
vaksin yang efektif dan aman untuk melawan pandemi (Kaur & Gupta, 2020). Vaksin bekerja
dengan merangsang sistem imun untuk mengenali dan mengingat patogen spesifik, seperti virus
atau bakteri, melalui pengenalan antigen yang berasal dari patogen. Paparan ini memicu respons
imun, mengarah pada produksi antibodi spesifik patogen dan generasi memori imunologis, yang
memberikan perlindungan pada paparan berikutnya terhadap patogen (Jeyanathan et al., 2020).
Pengembangan vaksin COVID-19 melibatkan berbagai platform, termasuk vaksin berbasis
vektor virus, vaksin mRNA, vaksin subunit protein, dan vaksin inaktif atau live-attenuated, yang
masing-masing dirancang untuk memicu respons imun yang efektif terhadap SARS-CoV-2
(Kaur & Gupta, 2020).
Prinsip-prinsip vaksinasi juga mencakup konsep herd immunity, yang merujuk pada
perlindungan tidak langsung individu yang tidak divaksinasi dalam suatu populasi ketika
proporsi yang cukup dari populasi menjadi kebal terhadap patogen, sehingga mengurangi
penyebaran penyakit (Jeyanathan et al., 2020). Mencapai herd immunity melalui vaksinasi
adalah strategi kritis dalam mengendalikan penyakit infeksi dan mencegah wabah. Lebih lanjut,
pengembangan dan penyebaran vaksin melibatkan pertimbangan keamanan vaksin, efikasi, dan
kepercayaan publik. Proses pengembangan vaksin menjalani evaluasi pra-klinis dan klinis yang
ketat untuk memastikan keamanan dan efikasi sebelum persetujuan regulasi dan distribusi luas
(Benn et al., 2020). Membangun kepercayaan publik terhadap vaksin penting untuk kampanye
vaksinasi yang sukses, karena kepercayaan terhadap keamanan dan efektivitas vaksin
memengaruhi penerimaan vaksin dan cakupan dalam komunitas (Szilâgyi et al., 2021).
Vaksin COVID-19 Novavax, yang dikenal dengan nama NVX-CoV2373, merupakan
sebuah inovasi signifikan dalam pengembangan vaksin untuk melawan virus SARS-CoV-2,
penyebab pandemi COVID-19. Vaksin ini memanfaatkan teknologi nanopartikel protein
rekombinan, yang berbeda dari pendekatan vaksin yang menggunakan virus yang dilemahkan
atau mRNA. Vaksin Novavax mengandung protein spike rekombinan dari virus SARS-CoV-2.
Protein spike ini adalah komponen kunci dari virus dan menjadi target utama respons imun
tubuh. Protein spike yang digunakan dalam vaksin ini diproduksi melalui teknik rekombinan
genetik, di mana gen yang mengode protein spike dimasukkan ke dalam sel lain untuk
menghasilkan protein spike dalam jumlah besar. Nanopartikel yang digunakan bertindak sebagai
pembawa protein spike, meningkatkan stabilitas dan efektivitasnya. Adjuvan Matrix-M adalah
komponen penting lain dalam vaksin ini. Adjuvan adalah substansi yang ditambahkan ke dalam
vaksin untuk meningkatkan dan memperpanjang respons imun terhadap antigen, dalam hal ini
protein spike. Matrix-M merupakan adjuvan berbasis saponin yang memiliki kemampuan untuk
meningkatkan respons imun baik humoral (antibodi) maupun seluler.
Vaksin Novavax bekerja dengan memicu respons imun tubuh terhadap protein spike
SARS-CoV-2. Setelah vaksinasi, protein spike dalam vaksin merangsang sistem imun untuk
menghasilkan antibodi dan mengaktifkan sel-sel imun. Respons ini membentuk memori
imunologis, yang akan melindungi tubuh dari paparan virus di masa depan. Memori imun ini
penting untuk mencegah infeksi dan mengurangi keparahan penyakit jika terjadi infeksi. Data
awal dari uji klinis NVX-CoV2373 menunjukkan bahwa dua dosis vaksin yang diberikan dengan
interval 21 hari aman dan menghasilkan respons imun yang kuat pada partisipan dewasa yang
sehat. Penelitian yang dilakukan oleh Heath et al. (2021) menjadi dasar klaim ini. Efikasi tinggi
dari vaksin Novavax terhadap strain SARS-CoV-2 asli telah terbukti. Selain itu, vaksin ini juga
menunjukkan efikasi klinis signifikan terhadap varian yang muncul, termasuk varian dari Inggris
dan Afrika Selatan, seperti yang dilaporkan oleh Badrinath (2021). Kemampuan vaksin ini untuk
menetralisir berbagai varian SARS-CoV-2, termasuk subvarian Omicron, setelah pemberian tiga
dosis telah dijelaskan dalam penelitian oleh Yadav et al. (2023). Vaksin NVX-CoV2373
Novavax menawarkan pendekatan berbeda dalam pencegahan COVID-19. Berbasis pada protein
spike rekombinan dan adjuvan Matrix-M, vaksin ini memicu respons imun yang kuat dan
membangun memori imunologi untuk melawan SARS-CoV-2. Uji klinis dan studi efikasi
menunjukkan bahwa vaksin ini efektif melawan strain virus asli dan berbagai varian yang
muncul. Dengan demikian, vaksin Novavax merupakan tambahan penting dalam toolkit global
untuk mengatasi pandemi COVID-19, memberikan opsi vaksinasi alternatif yang efektif dan
aman.

Penutup
Dalam menghadapi tantangan yang dihadirkan oleh pandemi COVID-19, kemajuan
ilmiah dalam bidang vaksinologi telah menjadi titik terang, menggarisbawahi pentingnya inovasi
dan kerja sama internasional dalam mengatasi krisis kesehatan global. Vaksin Novavax, NVX-
CoV2373, mewakili salah satu pencapaian signifikan dalam upaya ini, menawarkan strategi
pencegahan yang inovatif melalui pemanfaatan teknologi nanopartikel protein rekombinan dan
adjuvan Matrix-M. Dengan efikasi yang telah dibuktikan melalui penelitian yang ketat terhadap
varian virus SARS-CoV-2, termasuk varian Delta dan Omicron, vaksin ini menjadi komponen
kunci dalam upaya global untuk mengendalikan penyebaran virus dan mengurangi dampaknya
terhadap masyarakat.
Pengembangan NVX-CoV2373 tidak hanya menandai kemajuan dalam teknologi vaksin
tetapi juga membawa harapan baru bagi komunitas global dalam menghadapi tantangan pandemi
yang berkelanjutan. Efektivitasnya terhadap berbagai varian virus menunjukkan potensinya
sebagai alat penting dalam memperkuat kekebalan komunitas terhadap COVID-19, khususnya di
tengah munculnya varian baru yang terus menguji ketahanan sistem kesehatan global.
Pentingnya kerja sama ilmiah dan pembagian pengetahuan terlihat jelas dalam pencapaian ini,
dan merupakan aspek yang harus terus diperkuat dalam menghadapi tantangan kesehatan global
masa depan.
Kesimpulannya, pandemi COVID-19 telah menekankan pentingnya penelitian dan
pengembangan dalam bidang imunologi dan vaksinologi. Vaksin Novavax telah muncul sebagai
salah satu solusi yang menjanjikan, membuktikan pentingnya inovasi berkelanjutan dalam
mengatasi penyakit infeksius. Dalam menghadapi perubahan konstan dan tantangan yang
dihadirkan oleh virus SARS-CoV-2, vaksin seperti NVX-CoV2373 tidak hanya berperan dalam
memberikan perlindungan langsung tetapi juga dalam memperkuat kesiapsiagaan global untuk
menghadapi pandemi di masa depan.

Referensi
Abdelmoneim, A., Mustafa, M., Adlan, R., Abdulgader, N., Fadl, H., Alhassan, N., … &
Elbager, S. (2020). Convalescent plasma a potential therapy in covid-19 patients in low
resource setting: rapid review. Sudan Journal of Medical Sciences, 20-31.
https://doi.org/10.18502/sjms.v15i5.7175
Badrinath, P. (2021). Money, market, media, and vaccine nationalism in the pandemic era. BMJ,
n630. https://doi.org/10.1136/bmj.n630
Bakouny, Z., Hawley, J., Choueiri, T., Peters, S., Rini, B., Warner, J., … & Painter, C. (2020).
Covid-19 and cancer: current challenges and perspectives. Cancer Cell, 38(5), 629-646.
https://doi.org/10.1016/j.ccell.2020.09.018
Baral, P., Bhattarai, N., Hossen, M., Stebliankin, V., Gerstman, B., Narasimhan, G., … &
Chapagain, P. (2021). Mutation-induced changes in the receptor-binding interface of the
sars-cov-2 delta variant b.1.617.2 and implications for immune evasion. Biochemical and
Biophysical Research Communications, 574, 14-19.
https://doi.org/10.1016/j.bbrc.2021.08.036
Benn, C., Fisker, A., Rieckmann, A., Sørup, S., & Aaby, P. (2020). Vaccinology: time to change
the paradigm?. The Lancet Infectious Diseases, 20(10), e274-e283.
https://doi.org/10.1016/s1473-3099(19)30742-x
Brosig, A., Ossner, T., Pamler, I., Friedinger, S., Bica, A., Mohrez, M., … & Offner, R. (2022).
Multistep screening and selection of covid‐19 convalescent plasma donors at the early
stage of the sars‐cov‐2 pandemic: a retrospective analysis. Health Science Reports, 5(5).
https://doi.org/10.1002/hsr2.815
Brown, B. and McCullough, J. (2020). Treatment for emerging viruses: convalescent plasma and
covid-19. Transfusion and Apheresis Science, 59(3), 102790.
https://doi.org/10.1016/j.transci.2020.102790
Buren, N., Rajbhandary, S., Reynolds, V., Gorlin, J., Stramer, S., Notari, E., … & Sachais, B.
(2022). Demographics of first‐time donors returning for donation during the pandemic:
covid‐19 convalescent plasma versus standard blood product donors. Transfusion, 63(3),
552-563. https://doi.org/10.1111/trf.17229
Gachoud, D., Bertelli, C., & Rufer, N. (2022). Understanding the parameters guiding the best
practice for treating b‐cell‐depleted patients with covid‐19 convalescent plasma therapy.
British Journal of Haematology, 200(2). https://doi.org/10.1111/bjh.18540
Gardner, B. and Kilpatrick, A. (2021). Validation of neutralizing antibody titers for estimating
vaccine effectiveness for the omicron sars-cov-2 variant, ba.1..
https://doi.org/10.1101/2021.12.10.21267594
Hadjadj, J., Planas, D., Ouedrani, A., Buffier, S., Batignes, M., Nguyen, Y., … & Terrier, B.
(2021). Immunogenicity of bnt162b2 vaccine against the alpha and delta variants in
immunocompromised patients.. https://doi.org/10.1101/2021.08.08.21261766
Hadjadj, J., Yatim, N., Barnabei, L., Corneau, A., Boussier, J., Smith, N., … & Terrier, B.
(2020). Impaired type i interferon activity and inflammatory responses in severe covid-19
patients. Science, 369(6504), 718-724. https://doi.org/10.1126/science.abc6027
Hazrati, E., Gholami, M., Farahani, R., Ghorban, K., Ghayomzadeh, M., & Rouzbahani, N.
(2022). The effect of igf-1 plasma concentration on covid-19 severity. Microbial
Pathogenesis, 164, 105416. https://doi.org/10.1016/j.micpath.2022.105416
Heath, P., Galiza, E., Baxter, D., Boffito, M., Browne, D., Burns, F., … & Toback, S. (2021).
Safety and efficacy of nvx-cov2373 covid-19 vaccine. New England Journal of Medicine,
385(13), 1172-1183. https://doi.org/10.1056/nejmoa2107659
Jeyanathan, M., Afkhami, S., Smaill, F., Miller, M., Lichty, B., & Xing, Z. (2020).
Immunological considerations for covid-19 vaccine strategies. Nature Reviews
Immunology, 20(10), 615-632. https://doi.org/10.1038/s41577-020-00434-6
Kaur, S. and Gupta, V. (2020). Covid-19 vaccine: a comprehensive status report. Virus Research,
288, 198114. https://doi.org/10.1016/j.virusres.2020.198114
Lim, J., Stavins, R., Kindratenko, V., Baek, J., Wang, L., White, K., … & Bashir, R. (2022).
Microfluidic point-of-care device for detection of early strains and b.1.1.7 variant of sars-
cov-2 virus. Lab on a Chip, 22(7), 1297-1309. https://doi.org/10.1039/d2lc00021k
Mahalingam, G., Periyasami, Y., Arjunan, P., Subaschandrabose, R., Mathivanan, T., Mathew,
R., … & Marepally, S. (2023). Omicron infection increases igg binding to spike protein
of predecessor variants. Journal of Medical Virology, 95(2).
https://doi.org/10.1002/jmv.28419
Maqbool, M. and Mahmud, S. (2022). Omicron sars-cov-2 variant of concern. Medicine,
101(19), e29165. https://doi.org/10.1097/md.0000000000029165
Mathew, D., Giles, J., Baxter, A., Oldridge, D., Greenplate, A., Wu, J., … & Vanderbeck, A.
(2020). Deep immune profiling of covid-19 patients reveals distinct immunotypes with
therapeutic implications. Science, 369(6508). https://doi.org/10.1126/science.abc8511
Moghadasi, A. (2020). Encephalopathy associated with covid-19 in a patient with multiple
sclerosis. Journal of Neurovirology, 26(6), 973-975. https://doi.org/10.1007/s13365-020-
00921-5
Moghnieh, R., Hajj, C., Abdallah, D., Jbeily, N., Bizri, A., & Sayegh, M. (2022).
Immunogenicity and effectiveness of primary and booster vaccine combination strategies
during periods of sars-cov-2 delta and omicron variants. Vaccines, 10(10), 1596.
https://doi.org/10.3390/vaccines10101596
Nunès, J., Wise-Draper, T., & Lambert, C. (2023). Editorial: the relationship between covid-19
severity and cancer immunity and immunotherapy. Frontiers in Immunology, 14.
https://doi.org/10.3389/fimmu.2023.1184007
Schulte-Schrepping, J., Reusch, N., Paclik, D., Baßler, K., Schlickeiser, S., Zhang, B., … &
Ziebuhr, J. (2020). Severe covid-19 is marked by a dysregulated myeloid cell
compartment. Cell, 182(6), 1419-1440.e23. https://doi.org/10.1016/j.cell.2020.08.001
Selvi, V. (2020). Convalescent plasma: a challenging tool to treat covid-19 patients—a lesson
from the past and new perspectives. Biomed Research International, 2020, 1-8.
https://doi.org/10.1155/2020/2606058
Szilâgyi, P., Thomas, K., Shah, M., Vizueta, N., Cui, Y., Vangala, S., … & Kapteyn, A. (2021).
The role of trust in the likelihood of receiving a covid-19 vaccine: results from a national
survey. Preventive Medicine, 153, 106727. https://doi.org/10.1016/j.ypmed.2021.106727
Thijssen, M., Devos, T., Ejtahed, H., Amini-Bavil-Olyaee, S., Pourfathollah, A., & Pourkarim,
M. (2020). Convalescent plasma against covid-19: a broad-spectrum therapeutic
approach for emerging infectious diseases. Microorganisms, 8(11), 1733.
https://doi.org/10.3390/microorganisms8111733
Ulloa, A., Buchan, S., Daneman, N., & Brown, K. (2022). Estimates of sars-cov-2 omicron
variant severity in ontario, canada. Jama, 327(13), 1286.
https://doi.org/10.1001/jama.2022.2274
Yadav, T., Kumar, S., Mishra, G., & Saxena, S. (2023). Tracking the covid-19 vaccines: the
global landscape. Human Vaccines & Immunotherapeutics, 19(1).
https://doi.org/10.1080/21645515.2023.2191577
Yengopal, V. (2022). What’s new for the clinician– summaries of recently published papers.
South African Dental Journal, 77(06), 365-368. https://doi.org/10.17159/2519-
0105/2022/v77no6a7

Anda mungkin juga menyukai