Anda di halaman 1dari 3

Kelainan serebrovaskular merupakan kondisi patologis yang mempengaruhi pembuluh

darah dan aliran darah di otak. Hal ini bisa mengakibatkan kerusakan otak yang luas, berdampak
pada berbagai fungsi tubuh. Kelainan ini bisa disebabkan oleh iskemia (penurunan aliran darah)
atau perdarahan. Proses ini dipengaruhi oleh berbagai faktor dan memiliki konsekuensi yang
beragam tergantung pada lokasi dan luasnya kerusakan. Perjalanan penyakit dimulai dengan
faktor risiko yang mempengaruhi pembuluh darah serebral. Faktor risiko utama meliputi
hipertensi, hiperkolesterolemia, diabetes, merokok, dan gaya hidup tidak sehat. Faktor-faktor ini
memicu aterosklerosis, di mana penumpukan plak (lemak, kolesterol, kalsium, dan zat lain)
terjadi dalam pembuluh darah. Proses ini menyebabkan peradangan dan menyempitkan
pembuluh darah, mengurangi aliran darah ke otak. Lesi serebrovaskular biasanya terjadi di arteri
besar, tetapi juga bisa terjadi di arteri kecil. Lokasi lesi ini sangat penting dalam menentukan
manifestasi klinis. Misalnya, lesi di arteri serebral tengah akan berdampak pada fungsi motorik
dan sensorik, sementara lesi di arteri serebral posterior dapat mempengaruhi penglihatan dan
fungsi kognitif.
1. Arteri Serebral Anterior (ACA) → ACA menyuplai darah ke lobus frontal. Lesi di sini
dapat menyebabkan kelemahan atau kelumpuhan pada anggota gerak bawah
kontralateral (sisi tubuh yang berlawanan dengan lesi), gangguan fungsi eksekutif,
dan perubahan perilaku atau kepribadian.
2. Arteri Serebral Media (MCA) → MCA merupakan pembuluh darah utama yang
menyuplai bagian tengah otak. Lesi di sini bisa mengakibatkan kelemahan atau
kelumpuhan pada wajah dan anggota gerak atas kontralateral, gangguan bicara (afasia
jika di sisi dominan), dan kemungkinan kehilangan penglihatan pada satu sisi.
3. Arteri Serebral Posterior (PCA) → PCA menyuplai darah ke lobus oksipital dan
bagian bawah lobus temporal. Lesi di arteri ini bisa menyebabkan defisit visual,
seperti kehilangan penglihatan pada satu setengah lapangan visual (hemianopsia
homonim).
4. Arteri Basilar dan Arteri Vertebral → Kedua arteri ini menyuplai batang otak dan
serebelum. Lesi di area ini bisa menyebabkan masalah dengan koordinasi dan
keseimbangan (ataksia), vertigo, kesulitan menelan, dan perubahan kesadaran.
5. Arteri Lakunar → Arteri kecil yang menyuplai bagian dalam otak, termasuk struktur
seperti talamus dan basal ganglia. Lesi lakunar sering terjadi pada pasien dengan
hipertensi dan bisa menyebabkan berbagai sindrom, tergantung pada area yang
terpengaruh, seperti hemiparesis murni atau ataksia hemiparesis.
Autoregulasi serebral adalah proses adaptif di mana pembuluh darah otak menyesuaikan
diameter mereka untuk menjaga aliran darah yang konstan, meskipun ada fluktuasi tekanan
darah sistemik. Autoregulasi melibatkan interaksi antara sel otot polos vaskular, endotel
pembuluh darah, dan faktor neurokimia. Reseptor dan mekanisme sensorik pada pembuluh darah
merespons perubahan tekanan darah dan CO2, mengatur vasodilatasi dan vaso-konstriksi sesuai
kebutuhan. Otak sangat sensitif terhadap perubahan kadar CO2 dan pH dalam darah.
Peningkatan CO2 atau penurunan pH menyebabkan vasodilatasi, sehingga meningkatkan aliran
darah dan oksigenasi serebral. Metabolit lokal seperti adenosin dan ion potassium yang
dilepaskan selama aktivitas neuronal juga mempengaruhi vasodilatasi, menyesuaikan aliran
darah dengan aktivitas metabolik otak. Pada hipertensi kronis, pembuluh darah serebral menjadi
kurang responsif terhadap perubahan tekanan darah, mengurangi efektivitas autoregulasi.
Penumpukan plak di pembuluh darah mengurangi elastisitas dan kemampuan adaptif pembuluh
darah, membatasi kemampuan mereka untuk vasodilatasi atau vaso-konstriksi. Kegagalan
autoregulasi meningkatkan risiko terjadinya stroke, baik iskemik maupun hemoragik, karena
otak menjadi lebih rentan terhadap perubahan tekanan darah. Penurunan tajam dalam aliran
darah serebral, biasanya akibat oklusi pembuluh darah atau kegagalan autoregulasi, memulai
kaskade iskemik. Kurangnya aliran darah mengakibatkan hipoksia dan penurunan produksi ATP.
Ini mengganggu fungsi pompa ion di membran sel, menyebabkan akumulasi ion kalium
ekstraseluler dan depolarisasi membran neuron. Depolarisasi memicu masuknya kalsium ke
dalam sel, yang selanjutnya memicu pelepasan neurotransmitter glutamat secara berlebihan.
Glutamat yang berlebih menyebabkan overstimulasi reseptor glutamat pada neuron sekitar,
mengarah pada masuknya lebih banyak kalsium ke dalam sel-sel tersebut. Hal ini memperburuk
kerusakan sel dengan mengaktifkan enzim-enzim yang merusak struktur sel dan DNA. Kematian
sel neuron memicu respon peradangan di otak.
Sel-sel imun seperti mikroglia diaktifkan dan sitokin pro-inflamasi dilepaskan,
menyebabkan kerusakan lebih lanjut. Akumulasi cairan di jaringan otak, atau edema serebral,
juga terjadi, yang dapat menambah tekanan intrakranial dan memperburuk kerusakan jaringan.
Awalnya, kerusakan terlokalisasi di zona inti iskemia. Namun, daerah sekitarnya, dikenal
sebagai penumbra iskemik, juga berisiko. Di penumbra, sel-sel masih hidup tetapi berada di
ambang kerusakan akibat kekurangan aliran darah. Pada penumbra, intervensi cepat dapat
menyelamatkan sel-sel dan meminimalisir kerusakan. Oleh karena itu, waktu adalah faktor kritis
dalam pengobatan stroke. Jika aliran darah dipulihkan, baik secara alami atau melalui intervensi
medis, ini bisa menyebabkan fenomena yang disebut reperfusi injury. Meskipun reperfusi
penting untuk menyelamatkan jaringan, proses ini dapat memicu produksi radikal bebas,
menyebabkan stres oksidatif dan kerusakan lebih lanjut pada sel-sel yang sudah rentan.
Otak mengatur fungsi motorik dan sensorik melalui jaringan saraf yang kompleks. Lesi
pada jalur motorik atau sensorik ini dapat mengakibatkan kelemahan, kelumpuhan, atau
gangguan sensasi. Lesi pada area motorik korteks serebral akan menyebabkan kelemahan atau
kelumpuhan pada sisi tubuh yang berlawanan dengan lesi. Lesi pada jalur sensorik menyebabkan
kehilangan sensasi pada sisi tubuh yang sama. Kerusakan pada area otak tertentu juga dapat
mempengaruhi fungsi yang terkait dengan area tersebut. Misalnya, lesi di lobus frontal dapat
mengganggu fungsi eksekutif dan perilaku, sementara lesi di lobus temporal dapat
mempengaruhi memori dan pemahaman bahasa.

Referensi:
1. Tortora, G. J., & Derrickson, B. H. (2017). Principles of anatomy and physiology. John
Wiley & Sons.
2. Guyton, A. C., & Hall, J. E. (2016). Textbook of medical physiology. Elsevier.
3. Kuriakose, D., & Xiao, Z. (2020). Pathophysiology and Treatment of Stroke: Present
Status and Future Perspectives. International journal of molecular sciences, 21(20), 7609.
https://doi.org/10.3390/ijms21207609

Anda mungkin juga menyukai