Anda di halaman 1dari 45

i

KATA PENGANTAR

Atas berkat rahmat Allah subhanahu wata’ala buku kerja praktek mahasiswa (BKPM)
ini dapat kami selesaikan tepat pada waktunya. Adapun tujuan dari penyusunan buku panduan
ini adalah untuk memberikan petunjuk dan panduan kepada mahasiswa program studi
Agribisnis semester 6 dalam melakukan kegiatan praktikum mata kulian Konservasi
Lingkungan.
Kami menyadari bahwa buku ini masih jauh dari sempurna, sehingga kritik dan saran
yang bersifat membangun sangat kami harapkan. Bersama ini pula kami sampaikan banyak
terima kasih kepada ketua program studi Agribisnis dan Direktur Politeknik Negeri
Banyuwangi yang telah mendukung kelancaran penyusunan buku panduan praktek mahasiswa
ini.

Banyuwangi, 21 Maret 2021

Abdul Holik, S.TP., M.Sc.

ii
DAFTAR ISI

Hal.
HALAMAN SAMPUL ..................................................................................... i
KATA PENGANTAR ..................................................................................... ii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... iii
TATA TERTIB PRAKTIKUM ....................................................................... iv
FORMAT LAPORAN PRAKTIKUM .......................................................... v
Pertemuan 1. Pengenalan Macam-Macam Erosi Tanah ..................................... 1
Pertemuan 2. Pengukuran Infiltrasi ................................................................... 3
Pertemuan 3. Lubang Resapan Biopori (LRB) .................................................. 7
Pertemuan 4. Penilaian Kelas Kemampuan Lahan ............................................ 11
Pertemuan 5. Simulasi dan Implementasi teknologi Konservasi tanah dan Air . 17
Pertemuan 6. Pengenalan GIS dan Pembuatan Batas DAS ................................ 28

iii
TATA TERTIB PRAKTIKUM
1. Mahasiswa Wajib memakai masker selama proses praktikum
2. Mahasiswa wajib menjaga jarak Selama proses praktikum
3. Mahasiswa wajib mencuci tangan sebelum dan sesudah jam praktikum
4. Mahasiswa disarankan memakai face Shield selama proses praktikum
5. Mahasiswa disarankan membawa handsanitizer.
6. Mahasiswa yang merasa kurang enak badan dan dalam kondisi sakit silahkan
mengistirahatkan diri dan mengkomunikasikan dengan teknisi fasilitator
7. Disarankan membawa bekal makanan dan multivitamin dalam menjaga imunitas dan
daya tahan tubuh.
8. Saling menjaga satu dengan yang lain dengan membatasi berkomunikasi dan jarak.
9. Berikut kami sampaikan Protokol K3 Praktikum Lapang Konservasi Lingkungan
10. Mahasiswa wajib memakai Katelpak
11. Mahasiswa wajib memakai sepatu boat
12. Mahasiswa disarankan memakai sarung tangan
13. Mahasiswa disarankan memakai topi selama proses praktikum
14. Tata Tertib dalam pelaksanaan praktikum lapang Konservasi Lingkungan
15. Menjadi kebersihan alat laboratorium dan lingkungan
16. Menjaga keamanan dan ketertiban dalam peminjaman dan penggunaan alat
laboratorium
17. Kurangi bercanda dan senantiasa fokus dalam menyelesaikan pekerjaan selama
praktikum
18. Kedisiplinan dalam kedatangan tepat waktu sesuai dengan jadwal praktikum
19. Keterlibatan ditoleransi 15 menit.
20. Apabila terdapat Kendala dalam kehadiran mohon untuk mengkomunikasikan dengan
teknisi fasilitator
21. Menjaga kebugaran dan kesehatan
22. Tidak berkata yang tidak sopan, selau menjunjung tinggi etika dalam berkomunikasi.
23. Bekerja dalam team yang solid dalam menyelesaikan pekerjaan
24. Berdoa sebelum memulai kegiatan praktikum
25. Jadwal praktikum bersifat fleksibel, tergantung kebutuhan lahan dan pekerjaan
26. Jadwal praktikum di share paling lambat H-1 sebelum pelaksanaan praktikum
27. Apabila ada yang hendak didiskusikan silahkan berkomunikasi dengan teknisi
fasilitator

iv
FORMAT LAPORAN PRAKTIKUM

a. Cover Laporan
LAPORAN PRAKTIKUM
KONSERVASI LINGKUNGAN

JUDUL MATA PRAKTIKUM

NAMA NIM KELAS

TEKNISI
NAMA NIP/NIK

PROGRAM STUDI D-IV AGRIBISNIS


POLITEKNIK NEGERI BANYUWANGI
2021

v
b. Format isi laporan
a. Warna cover adalah warna cokelat (sadle brown) dengan kode warna; HEX:
#8B4513, RGB=139, 69, 19.
b. Laporan dikeetik dalam kertas A4, huruf times new roman, font 12, spasi 1.5,
batas kiri 4 cm, atas 3 cm, kanan 3cm, dan bawah 3 cm.
c. Format laporan adalah sebagai berikut;
I. PENDAHULUAN
a. Dasar teori
b. Tujuan praktikum
II. ALAT DAN BAHAN
a. Alat
b. Bahan
c. Cara kerja (dibuat dalam kalimat pasif)
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA

vi
Pertemuan : 1
Acara praktikum : Pengenalan Macam-Macam Erosi Tanah
Waktu : 1 hari

1. Tujuan Instruksional Khusus


a. Mahasiswa mampu mengetahui macam-macam jenis erosi
b. Mahaiswa mampu mengetahui penaganan erosi
c. Mahasiswa mampu mengidentifikasi penyebab erosi
2. Teori

Erosi adalah peristiwa pindahnya atau terangkutnya tanah atau bagian- bagian
tanah dari suatu tempat ke tempat lain oleh media alami, yaitu air dan angina. Menurut
bentuknya, erosi dibedakan dalam erosi lembar, erosi alur, erosi parit, erosi tebing
sungai, longsor, dan erosi internal (Arsyad, 2010).

• Erosi lembar (sheet erosion) adalah pengangkutan lapisan tanah yang merata tebalnya
dari suatu permukaan tanah. Penyebab erosi ini adalah kekuatanbutir-butir hujan dan
aliran permukaan yang merata.
• Erosi alur (rill erosion) adalah pengangkutan tanah dari alur-alur tertentu pada
permukaan tanah, yang merupakan parit-parir kecil dan dangkal. Penyebab erosi alur
adalah aliran permukaan yang tidak merata, tetapi terkosentrasi pada alur tertentu.
• Erosi parit (gully erosion), erosi yang proses terbentuknya sama dengan erosi alur,
tetapi alur yang terbentuk sudah demikian besarnya, sehingga tidak dapat lagi
dihilangkan dengan pengolahan tanah biasa. Erosi parit dapat berbentuk V atau U.
• Erosi tebing sungai (river bank erosion), erosi yang terjadi sebagai akibat pengikisan
tebing sungai oleh air yang mengalir dari bagian atas tebing atau oleh terjangan aliran
sungai yang kuat pada belokan sungai.
• Longsong (landslide) adalah suatu bentuk erosi yang pengangkutan atau pemindahan
atau gerakan tanah terjadi pada saat bersamaan dalam volume besar.
• Erosi internal adalah terangkutnya butir-butir tanah ke dalam pori-pori tanah,
sehingga tanah menjadi kedap air dan udara. Erosi internal disebut juga erosi vertikal.

Bentuk lain erosi yang terjadi pada tempat-tempat tertentu adalah:

• Erosi terowongan atau pipa (piping), terangkutnya bagian-bagian tanah yang


menimbulkan lubang memanjang ke bawah, membentuk seperti pipa, dan
biasanya terjadi pada tanah-tanah yang buruk untuk pertanian.
• Erosi lapik (pedestal), terjadi disekitar pangkal pohon atau batu, akibat dari
percikan butir-butir hujan atau terangkut oleh aliran permukaan.
• Erosi mercu (pinnacle), berbentuk seperti tonggak-tonggak terbuat dari tanah,
yang tingginya beberapa centimeter.

1
3. Alat dan Bahan

a. Alat tulis
b. Alat dokumenatasi
c. Rol meter
d. GPS

4. Pelaksanaan
a. Mahasiswa dalam satu kelas dibagi dalam kelompok kecil dan masing-masing
kelas didampingi oleh satu fasilitator
b. Menentukan lokasi pengamatan
c. Menentukan waktu pengamatan
d. Mengumpulkan informasi yang berkaitan dengan lokasi pengamatan
e. Mengamati erosi yang terjadi pada lokasi dan mengambil dokumentasinya
f. Melakukan analisis hasil observasi
g. Membuat hasil dan pembahasan hasil observasi, dengan cakupan:
1. Lokasi dan waktu pelaksanaan
2. Bahan dan Alat
3. Prosedur kerja
4. Deskripsi lokasi pengamatan
5. Erosi yang terjadi pada lokasi tersebut
6. Faktor penyebab terjadinya erosi pada lokasi tersebut
7. Teknik konservasi yang cocok untuk diterapkan di lokasi tersebut.

h. Semua kelompok melakukan pengamatan di lapangan dan memahami bentuk-


bentuk erosi
i. Setelah itu didiskusikan antar kelompok tentang upaya pencegahan dari
fenomena erosi tersebut

Tabel Pengamatan

Foto Deskripsi Upaya


No. Jenis Erosi Koordinat
Kondisi Kondisi Pengendaliannya
1. Ersosi Percik
2. Erosi Lembar
3. Erosi Alur
4. Erosi Parit
5. Longsor

2
Pertemuan : 2
Acara praktikum : Pengukuran Infiltrasi
Waktu : 1 hari

1. Tujuan Instruksional Khusus


a. Mahasiswa mampu mengetahui proses infiltrasi pada tutupan lahan
b. Mahaiswa mampu menghitung laju infiltrasi
c. Mahasiswa mampu mengidentifikasi perbedaan laju infiltrasi

2. Teori

a. Pengertian Infiltrasi
Air yang diterima pada permukaan bumi pada akhirnya jika
permukaanya tidak kedap air, dapat bergerak ke dalam tanah dengan gaya gerak
gravitasi dan gaya kapiler dalam suatu aliran yang disebut infiltrasi (Seyhan,
1990). Infiltrasi merupakan gerakan menurun air melalui permukaan tanah
mineral; kecepatannya biasanya dinyatakan dalam satuan yang sama seperti
intensitas presipitasi (mm/jam). Menurut Asdak (1995), infiltrasi adalah
perjalanan air masuk ke dalam tanah. Kapasitas infiltrasi terjadi ketika intensitas
hujan melebihi kemampuan tanah dalam menyerap kelembaban tanah.
Sebaliknya apabila intensitas hujan lebih kecil daripada kapasitas infiltrasi,
maka laju infiltrasi sama dengan laju curah hujan. Laju infiltrasi umumnya
dinyatakan dalam satuan yang sama dengan satuan intensitas curah hujan yaitu
milimeter per jam (mm/jam).
Seta (1991) menyatakan bahwa infiltrasi adalah peristiwa masuknya air
ke dalam tanah melalui permukaan tanah secara vertikal. Infiltrasi ke dalam
tanah pada mulanya tidak jenuh, umumnya terjadi karena pengaruh tarikan
hisapan matrik dan gravitasi. Dengan masuknya air lebih dalam dan sejalan
dengan lebih dalamnya profil tanah yang basah, maka tarikan hisapan matrik
akan semakin berkurang, karena jarak air di permukaan tanah dengan tanah
yang belum basah semakin jauh (Seta, 1991). Laju infiltrasi untuk tanah-tanah
basah dan kering (Gambar 1).

3
Gambar 1. Laju infiltrasi sebagai fungsi waktu untuk tanah- tanah semula basah
dan kering (Sumber: Seta, 1991 dan Suripin, 2002).
b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Infiltrasi
Proses infiltrasi dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain tekstur dan
struktur tanah, persediaan air awal (kelembaban awal), kegiatan biologi dan
unsur organik, jenis kedalaman serasah dan tumbuhan bawah atau tumbuhan
penutup tanah lainnya. Tanah remah akan memberikan kapasitas infiltrasi lebih
besar dari pada tanah liat. Tanah dengan pori-pori jenuh air mempunyai
kapasitas lebih kecil dibandingkan tanah dalam dan kering.
c. Alat Pengukur Infiltrasi
Alat yang digunakan untuk mengukur infiltrasi disebut infiltrometer.
Infiltrometer ada yang berbentuk gelang terpusat (concentric ring type) atau
disebut juga double ring infiltrometer, sedang bentuk lainnya adalah
infiltrometer jenis tabung atau single ring infiltrometer. Untuk double ring
infiltrometer terdiri dari dua silinder besi (silinder dalam berdiameter 18 cm dan
luar 36 cm). Tinggi silinder (pipa) 15 cm, sedang penahan kedua silinder
tersebut adalah plat setinggi 8 cm. Selain menggunakan infiltrometer tipe
gelang, jenis tabung dan lysimeter, maka untuk menentukan kapasitas infiltrasi
dapat dipakai alat simulator hujan, analisa hidrograph daerah aliran atau dengan
perhitungan indeks infiltrasi. Pengukuran laju infiltrasi dihitung dengan
menggunakan rumus:

4
Keterangan:
𝑓 = 𝐹/𝑡
𝑓 = Laju infiltrasi (mm/jam)
𝐹 = Jumlah infiltrasi air ke dalam tanah (mm)
𝑡 = Waktu (jam)

3. Metode Praktikum :
a. Menentukan lokasi yang akan dilakukan pengukuran infiltrasi.
b. Menyiapkan peralatan pengukur infiltrasi beserta ember yang berisi air.
c. Membersihkan seresah di permukaan tanah dan memendamkan double ring
infiltrometer dengan menekan atau memukul dengan hammer/palu kayu
minimal 5 cm dengan cara sebelum ditancapkan di atas alat tersebut diletakkan
papan kayu sebagai alas yang dipukul dengan hammer/palu.
d. Mengusahakan peletakannya pada daerah yang tidak terganggu akar dan becek
serta usahakan di daerah yang agak rata.
e. Menyiapkan gelas ukur untuk air satu liter, sebab untuk pipa dengan ukuran
diameter 18 cm, bila diisi air satu liter maka tinggi air tersebut menjadi 4 cm.
Oleh karena itu, siapkan tongkat halus atau mistar yang jelas untuk pembacaan
setiap penurunan air setiap satu cm.
f. Terlebih dahulu masukkan air ke dalam pipa sebelah luar kira-kira setinggi 4
cm, selanjutnya masukkan air yang satu liter tadi ke dalam pipa yang di tengah.
Dengan waktu yang bersamaan stop watch di start dan dicatat waktu kumulatif
setiap penurunan satu cm.
g. Bila air yang 4 cm tadi telah habis ulangi lagi dengan memasukkan air satu liter.
Dalam hal ini minimal tiga kali pengukuran, dan sebaiknya sampai konstan.
h. Mencatat data-data hasil pengukuran dalam Lembar Kerja Mahasiswa.
i. Mendeskripsikan kondisi tanah dan vegetasi penutup lahan pada masing-
masing kondisi penutupan lahan yang berbeda.
j. Analisis Data dan Pembahasan :
1. Menghitung laju infiltasi (f) pada masing-masing kondisi penutupan
lahan.

5
2. Membuat grafik hubungan antara waktu infiltasi (menit) sebagai sumbu
absis dan laju infiltrasi f (cm/menit) sebagai sumbu ordinat.
3. Membahas grafik hasil pengeplotan data yang dikaitkan dengan kondisi
fisik tanah serta vegetasi penutup lahan.
4. Membuat ulasan dan kesimpulan terhadap data tersebut dalam bentuk
laporan.

Tabel Pengamatan
Lokasi :
Jenis tutupan :
Tanggal :
Jarak Waktu Laju Infiltrasi,
Nomor Plot Ulangan ke- Penurunan, Infiltrasi, t f = L/t Rata- rata
L (cm) (menit) (cm/menit)
1 1
2
3
4
5
6
7
8
2 1
2
3
4
5
6
7
8
3 1
2
3
4
5
6
7
8
Rata-rata

6
Pertemuan : 3
Acara praktikum : Lubang Resapan Biopori (LRB)
Waktu : 1 hari

1. Tujuan Praktikum :
a. mahasiswa diharapkan mengerti dan memahami proses dan mekanisme pembuatan
LRB serta pemeliharaannya
b. mahasiswa mampu menjelaskan fungsi, keunggulan dan manfaat dari pembuatan
LRB terhadap lingkungan.

2. Teori

Biopori sebagai batasan istilah, karena sebagian besar masyarakat belum banyak
yang mengetahui dan memahami istilah tersebut. Oleh karena itu, untuk membahas
masalah ini penulis menggunakan tiga pandangan sebagai tinjauan untuk
mendefinisikan arti kata Biopori sebagai berikut:

1. Lubang resapan biopori menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor :


P.70/Menhut-II/2008/Tentang Pedoman Teknis Rehabilitasi Hutan dan Lahan,
adalah lubang-lubang di dalam tanah yang terbentuk akibat berbagai aktivitas
organisme di dalamnya, seperti cacing, perakaran tanaman, rayap, dan fauna tanah
lainnya. Lubang-lubang yang terbentuk akan terisi udara dan akan menjadi tempat
berlalunya air di dalam tanah;
2. Bila ditinjau dari Kamus Besar Bahasa Indonesia, istilah biopori masih belum
ditemukan. Bila ditinjau dari asal kata, biopori terdiri dari dua kata yaitu “bio‟ yang
berarti hidup dan “pori” yaitu pori-pori yang bermanfaat. Ada juga yang menyebut
biopori “mulsa vertikal”, karena ini mengandalkan jasa hewan-hewan tanah seperti
cacing dan rayap untuk membentuk pori-pori alami dalam tanah, dengan bantuan
sampah organik, sehingga air bisa terserap dan struktur tanah diperbaiki (TIM IPB,
2010);
3. Menurut Brata (2011), lubang resapan biopori adalah metode resapan air yang
ditujukan untuk meningkatkan daya resap air pada tanah. Bentuk biopori
menyerupai liang (terowongan kecil) di dalam tanah dan bercabang- cabang dan
sangat efektif untuk menyalurkan air dan udara ke dalam tanah. Liang pori
terbentuk oleh adanya pertumbuhan dan perkembangan akar tanaman, serta
aktivitas fauna tanah seperti cacing tanah, rayap dan semut di dalam tanah (Brata,
2009). Cacing merupakan makrofauna aktif yang tinggal di dalam tanah yang
setiap pergerakannya dalam mencari makanan dan meletakkan cacing akan
meninggalkan lubang-lubang atau biopori yang dapat menambah ruang pori dalam
tanah (Amirat, 2014).

7
3. Alat dan Bahan
Pelaksanaan praktikum ini menggunakan alat-alat dan bahan sebagai berikut:
1. Bor tanah 1 buah
2. Pipa paralon bekas ukuran 4 inch sepanjang 10-15 cm sebanyak 3 buah
3. Ajir 3 buah
4. Label plastik atau pita plastik sebagai penanda
5. Spidol
6. Alat dokumentasi
7. Alat ukur
8. Sampah organik

4. Pelaksanaan Praktikum
a. Persiapan
Sebelum melaksanakan praktikum hal utama dan pertama adalah memahami dengan
baik apa itu LRB, keunggulan serta manfaat dari LRB bagi lingkungan. Lubang resapan
biopori adalah lubang silindris yang dibuat secara vertikal ke dalam tanah dengan
diameter 10 cm dan kedalaman 100 cm. Jika LRB ini dibuat pada kondisi tanah dengan
muka air tanah dangkal maka kedalaman LRB dibuat dengan tidak melebihi kedalaman
muka air tanah. Lubang ini diisi dengan sampah organik untuk menciptakan biopori.
Biopori adalah pori yang terbentuk akibat adanya aktifitas fauna dan akar tanaman
seperti pada gambar dibawah ini.

Gambar 3.1. Penampang Lubang Resapan Biopori

Lubang resapan biopori merupakan teknologi tepat guna untuk mengurangi banjir,
meningkatkan kualitas lingkungan dengan beberapa cara diantaranya:

1. Meningkatkan daya resapan tanah terhadap air limpasan permukaan Lubang resapan
yang dibuat dengan diameter 10 cm dan kedalaman 100 cm akan menyediakan ruang
sebanyak 7850 cm2 bagi air untuk diresapkan ke dalam tanah. Hal ini jauh lebih baik

8
dibandingkan dengan luas resapan permukaan tanah dengan diameter 10 cm yang
hanya berkisar 78,5 cm2. Jadi, LRB dengan kedalaman 100 cm akan menambah
sepuluh kali kesempatan air untuk diresapkan.
2. Mengurangi masalah genangan air yang menyebabkan penyakit demam berdarah dan
malaria. Dengan hadirnya lubang-lubang biopori akan mencegah genangan air yang
dapat menimbulkan masalah berupa penyakit malaria, demam berdarah, dan penyakit
kaki gajah (filariasis)
3. Mengubah sampah organik menjadi kompos dan mengurangi emisi gas karbon dan
metan dari pembusukan sampah. LRB diaktifkan dengan memasukkan sampah organik
di dalamnya. Sampah ini akan menjadi bahan atau sumber oleh bagi organisme tanah
dalam proses dekomposisi. Dengan kata lain, LRB adalah “pabrik” kompos. Bagi yang
senang melakukan budidaya tanaman organik maka kompos dari LRB dapat dijadikan
salah satu alternatif pupuk bagi tanaman budidayanya.
4. Memanfaatkan peran aktifitas fauna dan akar tanaman. Peran organisme tanah dalam
LRB khususnya fauna dan akar tanaman akan menciptakan rongga-rongga di dalam
tanah, hal inilah yang akan meningkatkan resapan air. Proses dekomposisi sampah
organik selain menjadi humus juga sebagai pakan biota tanah sehingga akan
mengurangi emisi gas rumah kaca (karbon dan metan) yang tidak langsung lepas ke
atmosfer sehingga mengurangi pemanasan global, selain manfaat lainnya yaitu
memelihara biodiversitas dalam tanah.

b. Penentuan Lokasi
Pelaksanaan praktikum LRB ini dilakukan pada area sekeliling pohon dengan jarak
sekitar 1-1,5 m dari batang utama pohon yang dipilih di lingkungan Program Studi
Agribisnis atau sekitar rumah mahasiswa.

c. Pembuatan LRB
Langkah-langkah yang dilakukan dalam pelaksanaan pratikum pembuatan LRB adalah:
a) Buat lubang silindris secara vertikal dengan diameter 10 cm dan kedalaman 100
cm menggunakan bor tanah. Penempatan lubang berada pada area tempat air
mengalir/menggenang.
b) Perhatikan jarak pembuatan lubang dari batang utama pohon dan dari lubang
yang telah dibuat sebelumnya agar tidak berdekatan minimal berjarak 50-100
cm antar lubang
c) Disarankan agar lubang yang dibuat mengelilingi pohon yang dipilih dengan
jumlah minimal lubang yang dibuat adalah 3 buah
d) Beri penguat pada bibir lubang dengan paralon bekas ukuran 4 inch dan
sejajarkan ujung paralon dengan bibir lubang.
e) Ambil sampah organik yang telah disiapkan. Amati dan dokumentasikan
kondisi permukaan tanah, tempat dimana LRB dibuat, LRB yang dibuat dan
kondisi awal sampah organik yang akan dimasukkan ke LRB.
f) Masukkan sampah organik ke dalam lubang sampai lubang penuh terisi.
g) Kondisikan agar bibir lubang tertutup oleh sampah kering sebagai penahan
material lain seperti lumpur, pasir dan tanah yang masuk. Selain itu untuk
menghambat bau yang keluar dari dekomposisi jenis sampah organik yang
berpotensi menimbulkan bau.
h) Beri penanda dengan ajir dan plastik label dimana LRB dibuat.

9
i) Periksa kondisi sampah organik di LRB setelah 14 hari.
j) Amati kondisi tanah permukaan dimana LRB dan dokumentasikan tampilan
sampah organik yang telah mengalami dekomposisi.

d. Perhitungan dan Pelaporan


Laporan kegiatan praktikum ini dibuat perkelompok. Laporan ini berisi penjelasan
perihal:

o Kondisi awal lingkungan/permukaan tanah sebelum LRB dibuat


o Kondisi sampah organik sebelum dimasukkan
o Kondisi permukaan tanah setelah 14 hari LRB dibuat
o Kondisi sampah organik setelah 14 hari di dalam LRB
o Kendala yang dihadapi saat pelaksanaan praktikum pembuatan LRB
o Saran dan masukan terhadap teknis pelaksanaan LRB
o Pelajaran dan manfaat yang telah diperoleh dari praktikum pembuatan LRB

10
Pertemuan : 4
Acara praktikum : Penilaian Kelas Kemampuan Lahan
Waktu : 1 hari

1. Tujuan
a. Mahasiswa mampu melakukan klasifikasi kemampuan lahan dengan
berdasarkan metode USDA dan Menetapkan rekomendasi Tataguna Lahan di
Lapangan
b. Mahasiswa mampu mengevaluasi perlakuan konservasi tanah secara vegetatif
dan mekanis di masing-masing SPL
c. Mahasiswa mampu memberikan rekomendasi perbaikan konservasi tanah

2. Teori

Lahan adalah suatu tempat yang digunakan sebagai usaha pertanian. Pekerjaan
untuk menilai suatu lahan disebut dengan kemampuan lahan. Kemampuan lahan adalah
kemampuan suatu lahan untuk digunakan sebagai usaha pertanian yang paling intensif,
termasuk penentuan tindakan pengelolaannya, tanpa menyebabkan lahan menjadi rusak.
Untuk mengetahui kelas kemampuan suatu lahan dilakukan atas dasar intensitas faktor
pembatas permanen atau faktor pembatas yang sulit/tidak dapat di ubah. Sedangkan
penggolongan ke dalam sub kelas, didasarkan pada macam faktor pembatas. Selanjutnya,
pengelompokkan ke dalam satuan pengelolaan sudah dikemukakan perlakuan pengawetan
tanah khusus dan jumlah pupuk yang diperlukan. Faktor-faktor yang digunakan untuk
menggolongkan ke dalam kelas adalah faktor penghambat yang bersifat sulit atau
permanen/tidak dapat di ubah.
Penentuan kelas kemampuan suatu lahan digunakan sebagai dasar dalam
pengambilan tindakan perbaikan atau rekomendasi lahan yang lebih baik dan sustainable.
Dengan melihat sistem pertanian di Indonesia yang mulai mengabaikan kesehatan
lingkungan, maka tindakan pengkelasan kemampuan lahan yang mengarah pada tindakan
perbaikan perlu dilakukan sedini mungkin.

Asumsi menilai Kelas Kemampuan Lahan


1. Kemampuan penggunaan lahan adalah suatu penilaian yang bersifat interpretasi
berdasarkan sifat fisik lahan yang permanen
2. Apabila hal tersebut layak bagi individu petani untuk menghilangkan atau mengurangi
pembatas fisik secara nyata, misalnya menurunkan tinggi air tanah, pemberian air atau
peningkatan kesuburan tanah, dan lain-lain, lahan dinilai sesuai dengan tingkat
pembatas yang masih tersisa setelah perbaikan dilakukan
3. Diasumsikan tingkat pengelolaan lahan diatas rata-rata
4. Telah diterapkan upaya konservasi tanah yang memadai termasuk pemeliharaannya
5. Klasifikasi kemampuan lahan bukan suatu penilaian produktivitas terhadap tanaman
tertentu walaupun nisbah (ratio) masukan (input) dan keluaran (output) bisa membantu
untruk menetapkan kelas kemampuan lahan.

11
6. Penilaian kemampuan lahan dari suatu wilayah dapat berubah karena adanya reklamasi
yang secara permanen merubah keadaan alami dan faktor pembatas, seperti jaringan
drainase yang luas, irigasi dan pengendalian banjir
7. Kemampuan lahan tidak dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti lokasi, jarak dari pasar,
fasilitas prosesing, pemilikan lahan atau ketrampilan individu petani. Walaupun
demikian, dalam analisa ”kesesuaian” secara komprehensif. Hasil survei kemampuan
lahan sangat ideal dengan faktor sosial ekonomi.

Kelas kemampuan Lahan

Kelas I
Termasuk dalam kelas ini adalah tanah tidak mempunyai/hanya sedikit faktor permbatas
tetapnya (permanent limitations) dan resiko kerusakan (risk of damage). Tanah-tanah yang
termasuk dalam kelas ini sangat baik dan dapat diusahakan untuk tanaman semusim,
dengan selamat/tanpa atau sedikit sekali menimbulkan erosi. Tanah-tanah ini pada
umumnya mempunyai kedalaman efektif (jeluk mempan) yang dalam, produktif, dapat
dikatakan datar, serta mudah dikerjakan. Tanah-tanah yang termasuk kelas I pada
umumnya tidak/sedikit mempunyai resiko adanya aliran permukaan. Tetapi perlu
diperhatikan bahwa tanah-tanah ini menghadapi resiko penurunan kesuburan dan
pemadatan. Oleh karena itu agar tetap produktif, diperlukan adanya usaha untuk
mempertahankan kesuburan struktur tanahnya. Hal ini dapat dilakukan dengan tanaman
penambah N (legume), pemberian pupuk hijau, pemakaian penutup tanah, dan lain-lain.

Kelas II
Termasuk dalam kelas II adalah tanah-tanah yang mempunyai sedikit (moderate) faktor
pembatas dalam pemakaiannya. Tanah-tanah ini merupakan tanah-tanah yang baik, tetapi
dalam pengusahaannya sudah memerlukan perhatian yang besar terhadap resiko kerusakan
tanah. Tanah-tanah dalam kelas ini memiliki kemiringan sedikit agak miring, bahaya erosi
kecil-sedang, kedalaman efektif sedang, kadang-kadang ada aliran permukaan dan perlu
dibuat saluran drainase. Faktor-faktor ini memerlukan perhatian yang serius jika tanah ini
akan diusahakan. Disamping mempertahankan kesuburan tanah, dalam pengusahaannya
diperlukan tindakan-tindakan konservasi tanah, misalnya pengaturan cara-cara
pengolahan tanah, saluran-saluran air, rotasi tanaman atau kombinasi-kombinasi dari
pekerjaan-pekerjaan konservasi tanah.

Kelas III
Tanah-tanah dalam kelas III masih dapat digunakan untuk usaha pertanian semusim, tetapi
sudah memerlukan perhatian yang serius. Tanah-tanah ini agak baik, dalam arti dapat
ditanami terus menerus, tetapi dengan syarat harus disertai perlakuan pengawetan yang
cocok. Tanah-tanah dalam kelas ini berlereng agak miring, menghadapi resiko erosi yang
cukup besar dan mempunyai kesuburan tanah yang rendah. Dengan adanya faktor-faktor
pembatas tersebut, maka ada keterbatasan dalam pemilihan tanaman. Sistem pertanaman
yang dilakukan harus mampu menutup tanah dengan sempurna. Usaha- usaha pengawetan
tanah sangat diperlukan baik mekanis, biologis atau kombinasi antara keduanya.

12
Kelas IV
Kelas IV terdiri dari tanah-tanah yang mempunyai faktor pembatas tetap yang besar.
Tanah-tanah ini masih dapat ditanami tanaman semusim tetapi sangat terbatas pilihannya
dan harus disertai dengan usaha pengawetan yang intensif. Harus diusahakan supaya tanah
selalu tertutup. Kelas IV terletak pada tanah yang miring (15-30%), berdrainase buruk,
serta mempunyai kedalaman efektif yang dangkal. Oleh karenaitum jika digunakan untuk
tanaman semusim diperlukan pembuatan teras atau saluran drainase, serta membutuhkan
pergiliran tanaman penutup tanah, diusahakan agar hijau. Demikian setelah pengolahan
tanah, diusahakan agar tanah selalau dalam keadaan tertutup, misalnya dengan pemberian
mulsa.

Kelas V
Tanah kelas V terletak pada tempat yang datar atau agak cekung. Tanah-tanah dalam kelas
ini hanya mempunyai sedikit faktor pembatas permanen penyebab erosi. Tetapi tidak dapat
digunakan untuk tanaman semusim, karena misalnya selalu tergenang air, terlalu banyak
batu pada permukaan tanah, atau faktor pembatas yang lain. Oleh karena itu tanah kelas V
harus selalu diusahakan tertutup vegetasi misalnya dengan tanaman makanan ternak
(pasture) atau hutan.

Kelas VI
Tanah kelas VI terletak pada lereng yang agak curam (30-45%). Karena itusebagaimana
tanah kelas V, tanah-tanah ini tidak dapat digunakan untuk tanaman semusim. Tanah ini
dapat digunakan untuk padang penggembala atau hutan, jika dipakai sebagai pada rumput
hendaknya penggembala tidak merusak rumput penutup tanahnya. Selain curam, tanah-
tanah ini seringkali dangkal atau telah mengalami erosi yang berat. Jika digunakan untuk
hutan, penebangan kayu harus selektif. Jika dibandingkan dengan tanah kelas IV, tanah
kelas VI lebih curam dan lebih menjadi obyek erosi angin.

Kelas VII
Tanah kelas VII terletak pada lereng yang curam (45-65%), telah tererosi berat, kasar,
dangkal atau daerah rawa. Karena itu hanya dapat digunakan untuk vegetasi permanen.
Jika digunakan untuk padang rumput atau hutan produksi harus disertai perlakuan yang
khusus.

Kelas VIII
Tanah kelas VIII terletak pada lereng yang sangat curam (>90%), permukaannya sangat
kasar, tertutup batuan lepas, atau teksturnya sangat kasar. Tanah ini tidak cocok walaupun
untuk pada rumput, atau hutan produksi sekalipun. Jadi harus dibiarkan dalam keadaan
alami (hutan lindung, cagar alam, atau tempat rekreasi).

13
3. Alat dan Bahan
a. lembar pengamatan
b. alat tulis
c. kamera
d. GPS

4. Pelaksanaan Praktikum
a. hitung beberapa faktor yang mempengaruhi kelas kemampuan lahan seperti
tekstur, lereng, drainase, kedalaman efektif, tingkat erosi, batuan/kerikil dan
bahaya banjir
b. etelah semua faktor didapatkan dilakukan pengkelasan pada tabel di lembar
yang telah disediakan
c. Setelah mendapatkan kelas kemampuan lahan dilakukan diskusi antar
kelompok untuk merekomendasikan penggunaan lahan yang lebih baik
(Sustainable).
d. Berdasarkan rekomendasi penggunaan lahan diskusikan renkomendasi tindakan
konservasi baik secara vegetatif maupun mekanis

Tabel Faktor Pembatas Lahan dan Tingkatannya

Kode Kriteria Faktor Pembatas


I0 Datar (0 – 3%)
I1 Landai/berombak (3 – 8%)
I2 Agak miring/bergelombang (8 – 15%)
I3 Miring berbukit (15 – 30%) lereng
I4 Agak curam (30 – 45%)
I5 Curam (45 – 65%)
I6 Sangat curam (> 65%)
t1 Halus: liat dan liat berdebu
Agak halus: liat berpasir, lempung liat berdebu, lempung berliat,
t2
lempung liat berpasir
t3 Sedang: debu, lempung berdebu, lempung Tekstur tanah
t4 Agak kasar: lempung berpasir
t5 Kasar: pasir berlempung dan pasir
k0 Dalam: >90cm
k1 Sedang: 50–90cm
Kedalaman efektif
k2 Dangkal:25–50cm
k3 Sangat dangkal: < 25 cm
Baik:
Tanah mempuyai peredaran udara baik, seluruh profil tanah dari
d0
atas sampai lapisan bawah berwarna terang seragam, tidak drainase
terdapat bercak-bercak
d1 Agak baik:

14
Tanah mempunyai peredaran udara baik, tidak terdapat bercak-
bercak berwarna kuning, coklat atau kelabu pada lapisan atas dan
sebagian lapisan bawah
Agak buruk:
Lapisan tanah atas mempunyai peredaran udara baik, jadi pada
d2
lapisan ini tidak terdapat bercak-bercak berwarna kuning, kelabu
atau coklat
Buruk:
d3 Pada tanah atas bagian bawah dan seluruh lapisan tanah terdapat
bercak-bercak berwarna kuning, kelabu atau coklat
Sangat buruk:
d4 Seluruh lapisan tanah berwarna kelabu atau terdapat bercak-
bercak berwarna kuning, kelabu atau coklat
e0 Tidak ada erosi
e1 Ringan, jika 25% lapisan tanah atas hilang
e2 Sedang, jika 25 – 75% lapisan tanah atas hilang
Erosi
e3 Berat, jika 75% lapisan tanah atas hilang dan 25% lapisan tanah
bawah hilang
e4 Sangat berat, jika lebih dari 25% lapisan bawah hilang
b0 Tidak ada atau sedikit 0 – 15% volume tanah
b1 Sedang, 15 – 50% volume tanah Bahan kasar dalam
b2 Banyak, 50 – 90% volume tanah tanah
b3 Sangat banyak, > 90% volume tanah
b0 Tidak ada: 0,01% luas area
b1 Sedikit: 0,01 – 3% luas area
Batuan di
b2 Sedang: 3 – 15% luas area
permukaan
b3 Banyak: 15 – 90% luas area
b4 Sangat banyak: > 90% luas area
Tidak pernah: Dalam waktu satu tahun tidak pernah mengalami
o0
banjir untuk waktu 24 jam
Kadang-kadang: Banjir lebih dari 24 jam terjadinya tidak teratur
o1
dalam jangka waktu kurang dari satu bulan
Selama satu bulan dalam setahun secara teratur menderita banjir Ancaman Banjir
o2
lebih dari 24 jam
2 – 5 bulan dalam setahun secara teratur menderita banjir lebih
o3
dari 24 jam
o4 6 bulan atau lebih dilanda banjir secara teratur lebih dari 24 jam

Tabel klasifikasi kelas kemampuan lahan


Faktor pembatas Kelas Kemampuan Lahan
lahan I II III IV V VI VII VIII
Tekstur tanah t2/t3 t1/t4 t1/t4 * * * t5
lereng l0 l1 l2 l3 * l4 l5 l6
Drainase d0/d1 d3 d3 d4 * * * *
kedalaman efektif k0 k0 k1 k2 * k3 * *

15
tingkat erosi e0 e1 e1 e2 * e3 e4 *
batu/kerikil b0 b0 b0 b1 b2 * * b3
bahaya banjir o0 o1 o2 o3 o4 * * *

Tabel macam rekomendasi penggunaan lahan berdasarkan kelas kemampuan lahan


Macam penggunaan lahan Kelas kemampuan lahan
I II III IV V VI VII VIII
tanaman semusim atau padi
N N S M Sv Vsv* E E
beririgasi (berteras)
Tanaman semusim (tanpa teras) N S M Sv E E E E
Lahan padangan (rerumputan) N N N N S M Sv E
Agroforestri** (Tanaman tahunan +
Tanaman semusim)
N N N S M Sv E E
Agroforestri*** (Tanaman tahunan +
Rumput)
N N N N S M Sv E
Hutan Produksi N N N N S M Sv E
HutanLindung N N N N N N N N

Keterangan tingkat pembatas (kesesuaian secara umum):


N = dapat diabaikan (sangat sesuai)
M = sedang (agak sesuai)
S = Ringan (sesuai)
Sv = berat (kurang sesuai)
Vsv = sangat tidak sesuai
E = ekstrim (tidak sesuai)
*) = Kelas pembatas khusus untuk pertanaman pada kelas VI
**) = Dengan teras bangku berlawanan kemiringan atau datar pada kelas IV sampai kelas
VI
*** ) = Dengan penutupan vegetatif penuh, dengan atau tanpa teras

FORM PENILAIAN KELAS KEMAMPUAN LAHAN

factor pembatas hasil pengamatan di lapangan kelas


tekstur tanah
lereng
drainase
kedalaman efektif
tingkat erosi
batu/kerikil
bahaya banjir
Klasifikasi kelas kemampuan
lahan + Faktor Pembatas
Macam Rekomendasi
Penggunaan Lahan
Macam Rekomendasi
Konservasi Tanah secara
vegetatif dan mekanis

16
Pertemuan : 5
Acara praktikum : Simulasi Implementasi Teknologi Konservasi Tanah
Dan Air
Waktu : 1 hari

1. Tujuan
a. Mahasiswa mampu memahami teknologi konservasi tanah dan air
b. Mahasiswa mampu mengimplementasikan teknologi konservasi tanah dan air

2. Teori
Pada tiap jenis tanah dan persen kemiringan berapapun dan dimanapun tanah tersebut
berada, tidak dapat dihindarkan dari proses erosi. Proses ini terjadi secara alami dan berjalan
lambat dan akibatnya baru terlihat setelah berpuluh-puluh tahun atau beratus-ratus tahun. Pada
dasarnya usaha pengendalian erosi harus dilakukan dengan beberapa cara, antara lain :
• Mengurangi besar energi perusak dari air hujan ataupun aliran permukaan ke suatu
tingkat dimana tidak menyebabkan kerusakan tanah, dan
• Meningkatkan ketahanan agregat tanah terhadap pukulan air hujan dan kikisan
limpasan permukaan
Dalam prosesnya, pengendalian erosi dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu :
1. Cara vegetatif/biologi
2. Cara Mekanis
3. Cara Kimiawi (memanfaatkan bahan-bahan penutup tanah)
Dalam pelaksanaannya jarang sekali digunakan satu cara saja. Biasanya merupakan kombinasi
dari ketiga metode tersebut dan kebanyakan kombinasi antara metode mekanis dan vegetatif.

1. Cara Vegetatif/Biologi

Teknik pengendalian erosi dengan menggunakan cara vegetatif yang harus diperhatikan adalah
lebih kearah peranan tanaman dalam mengurangi erosi seperti tajuk tanaman, dan-daun
penutup tanah, ranting, dan akar tanaman.

Cara vegetatif dalam usaha pengendalian erosi pelaksanaannya meliputi :

a) Penghutanan kembali dan penghijauan

17
b) Penanaman secara kontur

c) Penanaman tanaman dalam larikan (Strip Cropping System)

d) Pergiliran tanaman (Crop rotation)

1. Sequential cropping
Penanaman secara beruntun, menanam tanaman berikutnya sesegera setelah
tanaman terdahulu dipanen.
2. Mixed cropping
Melakukan pertanaman campuran dua jenis tanaman/lebih tanpa mengabaikan
tanaman pupuk hijau/tanaman penutup permukaan tanah ditanam serentak
pada waktu yang sama.
3. Inter cropping

18
Melakukan tumpangsari tanaman seumur, yaitu dua jenis tanaman atau lebih
ditanam secara serentak dengan membentuk larikan-larikan tertentu.
4. Inter planting
Jenis tanaman yang berumur lebih pendek selarik diantara jenis tanaman lain
yang berumur lebih panjang di sebidang tanah yang sama.
5. Inter culture
Menanam tanaman semusim/berumur pendek ditanam di antara tanaman
tahunan)

e) Relay cropping (tanaman sisipan)

f) Alley cropping (tanaman Lorong)

19
g) Pemulsaan

h) Penanaman tanaman penutup tanah

20
2. Cara Mekanik

Pengendalian erosi secara mekanik (teknik mekanik) adalah usaha pengawetan tanah
untuk mengurangi banyaknya tanah yang hilang di daerah lahan pertanian, dengan cara-
cara mekanis tertentu meliputi :

a) Pembuatan jalur-jalur bagi pengaliran air dari tempat-tempat tertentu ke tempat-tempat


pembuangan (waste ways)

b) Pembuatan teras-teras atau sengkedan-sengkedan agar aliran air dapat terhambat,


sehingga daya angkut atau daya merusak tanah berkurang

21
a. Contoh model teras saluran

b. contoh model teras datar

22
c. Contoh model teras kridit

23
d. Contoh model teras gulud

e. Contoh model teras bangku

24
f. Contoh model teras kebun

g. Contoh model teras individu

c) Pembuatan selokan dan parit ataupun rorak-rorak di tempat-tempat tertentu

25
d) Melakukan pengolahan tanah yang tepat, yaitu menurut arah kontur atau memotong arah
kemiringan lereng

a b

Gambar a menunjukkan penanaman menurut arah kontur, sedangkan Gambar b


menunjukkan keuntungan penanaman menurut arah kontur dibandingkan dengan tegak
lurus kontur.

3. Cara Kimia

Yang dimaksud dengan cara kimia dalam usaha pencegahan erosi, yaitu
pemanfaatan soil conditioner atau bahan polimer pemantap tanah, yang berpengaruh
memperbaiki struktur tanah sehingga tanah tetap resisten terhadap erosi. Sebagai contoh
bahan yang digunakan sebagai polimer pemantap tanah adalah : Poly vinil alcohol (PVA),
garam-garam dari asam Polyacrilik, Polyacrylamide (PAM), Poly urethane (Uresol 320),
Hydrolyzed Polyacrilonitrile, dll. Sedangkan bahan polimer yang larut dalam air dipakai
ke dalam tanah sebagai emulsi, yaitu meliputi karet alam, bitumen, Latex-latex, dan lain
sebagainya.

3. Alat dan Bahan


a. meteran
b. cangkul
c. GPS
d. tanaman
e. mulsa
f. alat tulis
g. tiang pancang

4. Pelaksanaan
a. Lakukan pemilihan tempat untuk dilakukan tindakan konservasi
b. Analisis wilayah dengan penerapan tindakan teknologi konservasi yang paling
sesuai
c. Catat seluruh kegiatan, koordinat, foto sebelum dan setelah tindakan
penerapan teknologi konservasi

26
Form Teknik Konservasi

1. Lokasi Konservasi
a. Koordinat :
b. Desa/dusun:
c. Kecamatan :
d. Kabupaten :
2. foto sebelum tindakan

3. Teknik Konservasi Yang diusulkan

4. Sket Pola Konservasi


(Mekanik+Vegetatif)

5. foto sesudah tindakan konservasi

Tanda tangan

1. Ketua kelompok

2. Teknisi

(nama teknisi)
NIP

3. Dosen pengampu mata


kuliah
(nama dosen)
NIP

27
Pertemuan : 6
Acara praktikum : Pengenalan GIS dan Pembuatan Batas DAS
Waktu : 1 hari

1. Tujuan
a. Mahasiswa mampu memhamai dasar-dasar GIS
b. Mahasiswa mampu membuat batas DAS dengan software GIS

2. Teori

Sistem Informasi Geografis (Geographic Information System) adalah sebuah


system yang didesain untuk menangkap, menyimpan, memanipulasi, menganalisa,
mengatur dan menampilkan seluruh jenis data geografis. Akronim GIS terkadang
dipakai sebagai istilah geographical informations science atau geospatial information
studies yang merupakan ilmu studi atau pekerjaan yang berhubunan dengan
Geographic Information System. Dalam artian sederhana system informasi geografis
data kita simpulkan sebagai gabungan kertografi, analisis statistic dan teknologi system
basis data (database) (Irwansyah, 2013).
Untuk membuat suatu perencanaan pembangunan atau pengambilan keputusan
yang berkaitan dengan spasial diperlukan analisis data yang bereferensi geografis.
Analisis ini harus didukung oleh sejumlah konsep-konsep ilmiah dan sejumlah data
yang handal. Dan atau informasi yan berkaitan dengan permasalahan yang akan
dipecahkan harus dipilih dan diproses melalui pemrosesan yang akurat. Untuk
keperluan tersebut SIG menyediakan subsistem dan data input, data output, data
management, data manipulation dan data analysis (Irwansyah, 2013).

Gambar Diagram Sub system dari SIG (Irwansyah, 2013)

Menurut Irwansyah (2013), komponen-komponen yang membangun sebuah


Sistem Informasi Geografis adalah:
1) Computer System and Software

28
Merupakan sistem komputer dan kumpulan piranti lunak yang digunakan untuk
mengolah data.
2) Spasial Data
Merupakan data spasial (bereferensi keruangan dan kebumian) yang akan diolah. Data
spasial dapat diartikan sebagai suatu data yang mengacu pada posisi, obyek dan
hubungan diantaranya dalam dalam ruang bumi. Data spasial merupakan salah satu
item dari informasi mengenai bumi termasuk permukaan bumi, dibawah permukaan
bumi, perairan, kelautan dan bawah atmosfir (Rajab dan Wiliamson, 2000 dalam
Irwansyah, 2013).
3) Data Management and Analysis Procedur
Manajemen data dan analisa prosedur oleh Database Management System.
4) People
Entitas sumber data manusia yang akan mengoperasikan sistem informasi geografis.

3. Alat dan bahan


a. Peta RBI skala 1:150.000
b. Peta SHP kabupaten atau batas administrasi wilayah
c. Digital elevasi model (DEM) dari SRTM
d. Satu set computer desktop
e. Software ArcGIS
f. Printer

4. Pelaksanaan

Langkah kerja membuat batas DAS dengan menggunakan ArcGIS 9.3 adalah sebagai berikut.

1. Membuka jendela baru pada software ArcGIS 9.3


Klik Start Menu → Program → ArcGIS → ArcMap. Setelah jendela baru muncul, pilih new empty map lalu
klik ok.

Gambar Jendela Baru ArcGIS 9.3

29
2. Membuka DEM yang akan diolah
Klik simbol add data yang ada pada menu bar → pilih DEM yang akan diolah, yaitu DEM LDI
Rawapening s08.dt2 → klik add.

Gambar 2 Menambahkan Data DEM

Gambar 3 Tampilan DEM LDI Rawapening

3. Mengecek DEM untuk mengetahui adanya value yang bernilai < 0 (minus) dan bila ditemukan ada adanya
value yang bernilai < 0, maka harus dinolkan terlebih dahulu dengan cara:
a. Klik menu View → Toolbar → Spatial Analyst → Raster Calulation → pilih nilai DEM yang valuenya <
0 → klik evaluate.

Gambar 4 Tampilan Raster Calculator

30
Gambar 5 Tampilan Value Hasil Calculation

b. Klik Toolbox → Spatial Analyst Tools → Conditional → Con


Input conditional raster diisi hasil calculate, expression diisi value = 0 (SQL), input true raster or constant
value diisi DEM asli, input false diisi 1, dan output raster diisi lokasi hasil.

Gambar 6 Tampilan Con

c. Hasil

Gambar 7 Tampilan DEM Rawapening dengan Value 0

31
4. Memotong DEM sesuai dengan indeks lokasi, dengan menggunakan teknik masking. Cara membuat
masking (area pemotongan dalam raster) adalah seperti berikut ini:
a. Menambahkan file shp yang akan dikonversi.
Klik Add data → pilih file shp, kotak.shp → klik add

Gambar 8 Menambahkan File .shp untuk Dikonversi

b. Klik Toolbox → conversion tools → to raster → polygon to raster. Cell size hasil pemotongan diisi sesuai
dengan cellsize DEM aslinya, untuk itu dapat dicek dengan cara klik kanan pada layer DEM asli → klik
properties.

Gambar 9 Tampilan Layer Properties DEM LDI Rawapening

Gambar 10 Tampilan Konversi Polygon to Raster

32
Gambar 11 Tampilan File .shp yang Telah Dikonversi
c. Klik Toolbox → Data Management Tools → Raster → Raster Processing → Clip
Input Raster diisi DEM yang value-nya telah dinolkan.

Gambar 12 Tampilan Clip


d. Hasil

Gambar 13 Hasil Pemotongan DEM LDI Rawapening


Nah, setelah DEM terpotong sesuai dengan keperluan pekerjaan, maka lanjut ke langkah berikut ini :

5. Membuat batas DAS, dengan cara sebagai berikut.


a. Klik Toolbox → Spatial Analyst → Hidrology → Fill
Input Surface Raster diisi hasil Clip.

33
Gambar 14 Layer DEM LDI Rawapening Hasil Pemotongan

Gambar 15 Tampilan Fill

Gambar 16 Hasil Fill


b. Klik Toolbox → Spatial Analyst → Hidrology → Flow Direction
Input Surface Raster diisi hasil Fill.

Gambar 17 Tampilan Flow Direction

34
Gambar 18 Hasil Flow Direction
c. Klik Toolbox → Spatial Analyst → Hidrology → Flow Accumulation
Input Surface Raster diisi hasil Flow Direction.

Gambar 19 Tampilan Flow Accumulation

Gambar 20 Hasil Flow Accumulation


d. Klik Toolbox → Spatial Analyst → Conditional → Con
Input Conditional Raster diisi hasil Flow Accumulation, Expression diisi VALUE > 1000, dan
Input true raster or constant value diisi 1.

35
Gambar 21 Tampilan Con

Gambar 22 Hasil Con

e. Membuat layer pour point dalam bentuk .shp point untuk menandai DAS yang akan dibuat. 1 pour point
menandakan outlet dari DAS tersebut. Letakkan titik outlet tepat pada arah keluarnya air (lihat flow direction).

Gambar 23 Pengkodean Arah Aliran Air


Langkah membuat pour point adalah dengan klik Toolbox → Data Management Tools → Features
Class → Create Feature Class.

36
Gambar 24 Membuat Feature Pour Point

Untuk memastikan sistem koordinat sudah benar, klik tombol yang ada pada ujung masukan
Coordinate System (Optional) kemudian klik Import untuk menyamakan sistem koordinat pour point
dengan sistem koordinat DEM.

Gambar 25 Informasi Sistem Koordinat


Untuk membentuk bentuk DAS, maka dibuat pour point di keempat sudut area, sebagai titik ikat. Pada
atribut pour point, id titik outlet diisi nilai lebih dari 0 (1 atau dst), sedangkan id 4 titik ikat diisi 0.
Pada DAS Rawapening, titik outlet ada di sekitar wilayah tengah seperti pada gambar di bawah ini.

Gambar 26 Hasil Pemberian Pour Point

37
Gambar 27 Perbesaran Pour Point Outlet

Gambar 28 Tampilan Atribut Pour Point


f. Klik Toolbox → Spatial Analyst → Hidrology → Watershed

Gambar 29 Tampilan Watershed

Gambar 30 Hasil Watershed

38
g. Mengkonversi raster hasil watershed ke format .shp dengan cara klik Toolbox → Conversion Tools → From
Raster → Raster to Polygon → klik Ok

Gambar 31 Tampilan Konversi Hasil Watershed Raster to Polygon

Gambar 32 Batas DAS

39

Anda mungkin juga menyukai