Anda di halaman 1dari 23

TUGAS KEPERAWATAN JIWA

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

OLEH:

NI MADE SEPTYARI
219012702

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA BALI
DENPASAR
2021
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA
PASIEN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI

I. Kasus (Masalah Utama)


Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi

II. Proses Terjadinya Masalah


1. Definisi Halusinasi
Halusinasi adalah perubahan persepsi terhadap stimulus baik
internal maupun eksternal yang disertai dengan respon yang berkurang,
berlebihan atau terdistorsi (SDKI, 2016).
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan sensori persepsi
yang dialami oleh pasien gangguan jiwa. Pasien merasakan sensasi
berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan, atau penghiduaan tanpa
adanya stimulus yang nyata (Keliat, 2014).
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien
mengalami perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa
suara, penglihatan, pengecapan, parabaan atau penghiduan. Klien
merasakan stimulus yang sebetul-betulnya tidak ada (Damaiyanti, 2012).
Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam
membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangn eksternal (dunia
luar). Klien memberikan persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa
adanya objek atau rangsangan yang nyata. Halusinasi adalah persepsi
klien terhadap lingkungan terhadap lingkungan tanpa stimulus yang nyata,
artinya klien menginterpretasikan sesuatu yang nyata tanpa stimulus atau
rangsangan dari luar (Herman, 2011).
Dari beberapa pengertian yang dikemukan oleh para ahli mengenai
halusinasi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa halusinasi adalah
persepsi klien melalui panca indera terhadap lingkungan tanpa ada
stimulus atau rangsangan yang nyata.
2. Etiologi
Faktor penyebab halusinasi menurut (Yosep, 2010) yaitu:
1) Predisposisi
a. Faktor perkembangan
Tugas perkembangan klien yang terganggu misalnya rendahnya
kontrol dan kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu
mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri dan lebih
rentan terhadap stres.
b. Faktor sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungannya sejak bayi
(unwanted child) akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak
percaya pada lingkungannya.
c. Faktor biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya
stress yang berlebihan dialami seorang maka di dalam tubuh akan
dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusiogenik neurokimia
seperti buffofenon dan dimetytranferase (DMP). Akibat stress
berkepanjangan menyebabkan teraktivasinya neurotransmitter
otak. Misalnya terjadi ketidakseimbangan acetylcholin dan
dopamin.
d. Faktor psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak tanggung jawab mudah
terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh
pada ketidakmampuan klien dalam mengambil keputusan yang
tepat demi masa depannya. Klien lebih memilih kesenangan sesaat
dan lari dari alam nyata menuju alam hayal.
e. Faktor genetik dan pola asuh
Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang diasuh oleh
orangtua skizofrenia cenderung mengalami skizofrenia. Hasil studi
menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang
sangat berpengaruh pada penyakit ini.
2) Faktor Presipitasi
a. Perilaku
Respons klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan,
perasaan tidak aman, gelisah, dan bingung, perilaku merusak diri,
kurang perhatian, tidak mampu mengambil keputusan serta tidak
dapat membedakan keadaan nyata dan tidak nyata. Menurut
Rawlins dan Heacock dalam Yoseph (2010) mencoba memecahkan
masalah halusinasi berlandaskan atas hakikat keberadaan seorang
individu sebagai makhluk yang dibangun atas dasar unsur-unsur
bio-psiko-sosio-spiritual sehingga halusinasi dapat dilihat dari lima
simensi yaitu :
a) Dimensi Fisik
Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik
seperti kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan,
demam hingga delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan
untuk tidur dalam waktu yang lama.
b) Dimensi Emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak
dapat diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi. Isi dari
halusinasi dapat berupa perintah memaksa dan menakutkan.
Klien tidak sanggup lagi menentang perintah tersebut hinnga
dengan kondisi tersebut klien berbuat sesuatu terhadap
ketakutan tersebut.
c) Dimensi Intelektual
Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu
dengan halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan
fungsi ego. Pada awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego
sendiri untuk melawan impuls yang menekan, namu
merupakan suatu hal yang menimbulkan kewaspadaan yang
dapat mengambil seluruh perhatian klien dan tak jarang akan
mengontrol semua prilaku klien.
d) Dimensi Sosial
Klien mengalami gangguan interaksi sosial dalam fase awal
dan comforting, klien menganggap bahwa hidup bersosialisasi
di alam nyata sangat membahayakan. Klien asyik dengan
halusinasinya, seolah-olah ia merupakan tempat untuk
memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol diri dan
harga diri yang tidak didapatkan dalam dunia nyata.
e) Dimensi Spiritual
Secara spiritual klien halusinasi mulai dengan kehampaan
hidup, rutinitas tidak bermakna, hilangnya aktivitas ibadah dan
jarang berupaya secara spiritual untuk mengucilkan dirinya.
Irama sirkardiannya terganggu, karena ia sering tidur larut
malam dan bangun saat siang. Saat terbangun terasa hampa dan
tidak jelas tujuan hidupnya. Ia sering memakai takdir tetapi
lemah dalam upaya menjemput rejeki, menyalahkan
lingkungan dan orang lain yang menyebabkan takdirnya
memburuk.

3. Tanda dan gejala


Adapun tanda dan gejala halusinasi berdasarkan (SDKI, 2016)
sebagai berikut:
a. Gejala dan tanda mayor
Subjektif :
- Mendengarkan suara bisikan atau melihat bayangan
- Merasakan sesuatu melalui indera perabaan, penciuman,
pengecapan
Objektif :
- Distorsi sensori
- Respon tidak sesuai
- Bersikap seolah melihat, mendengar, mengecap, meraba, atau
mencium sesuatu
b. Gejala dan tanda minor
Subjektif :
- Menyatakan kesal
Objektif :
- Menyendiri
- Melamun
- Konsentrasi buruk
- Disorientasi waktu, tempat, orang atau situasi
- Curiga
- Melihat ke satu arah
- Mondar-mandir
- Bicara sendiri

4. Jenis-jenis
Menurut Kusumawati & Hartono (2011) membagi halusinasi
menjadi 10 jenis, antara lain sebagai berikut :
1) Halusinasi Pendengaran (auditory-hearing voices or sounds)
Paling sering dijumpai dapat berupa bunyi mendenging atau suara
bising yang tidak mempunyai arti, tetapi lebih sering terdengar sebagai
sebuah kata atau kalimat yang bermakna. Biasanya suara tersebut
ditunjukkan pada penderita sehingga tidak jarang penderita bertengkar
dan berdebat dengan suara-suara tersebut. Suara tersebut dapat
dirasakan berasal dari jauh atau dekat bahkan mungkin datang dari tiap
bagian tubuhnya sendiri. Suara bisa menyenangkan, menyuruh berbuat
baik, tetapi dapat pula berupa ancaman, mengejek, memaki atau
bahkan yang menakutkan dan kadang-kadang mendesak atau
memerintah untuk berbuat sesuatu seperti membunuh atau merusak.
2) Halusinasi Penglihatan (visual-seeing persons or thinks)
Lebih sering terjadi pada keadaan delirium (penyakit organik).
Biasanya sering muncul bersamaan dengan penurunan kesadaran,
menimbulkan rasa takut akibat gambaran-gambaran yang mengerikan.
3) Halusinasi Penciuman (olfaktory-smelling odors)
Halusinasi ini biasanya berupa mencium sesuatu bau tertentu dan
dirasakan tidak enak, melambangkan rasa bersalah pada penderita. Bau
dilambangkan sebagai pengalaman yang dianggap penderita sebagai
suatu kombinasi moral.
4) Halusinasi Pengecapan (gustatorik)
Walaupun jarang terjadi, biasanya bersamaan dengan halusinasi
penciuman penderita merasa mengecap sesuatu. Halusinasi gastorik
lebih jarang dari halusinasi gustatorik.
5) Halusinasi Raba (taktile-feeling bodily sensation)
Merasa diraba , disentuh, ditiup atau seperti ada ulat, yang bergerak di
bawah kulit. Terutama pada keadaan delirium toksis dan skizofrenia.
6) Halusinasi kinestetik
Merasa badannya bergerak dalam sebuah ruangan, atau anggota
badannya bergerak (umpamanya anggota badan bayangan atau
“phantomlimb”).
7) Halusinasi visceral
Perasaan tertentu timbul di dalam tubuhnya.
a. Depersonalisasi adalah perasaan aneh pada dirinya bahwa
pribadinya sudah tidak seperti biasanya lagi serta tidak sesuai
dengan kenyataan yang ada
b. Direalisasi adalah suatu perasaan aneh tentang lingkungannya yang
tidak sesuai dengan kenyataan. Misalnya perasaan segala sesuatu
yang dialami seperti impian.
8) Halusinasi hipnagogik
Terdapat ada kalanya pada seorang yang normal, tepat sebelum
tertidur persepsi sensorik berkerja salah.
9) Halusinasi hipnopompik
Terdapat ada kalanya pada seorang yang normal, tepat sebelum
terbangun sama sekali dari tidurnya. Disamping itu ada pula
pengalaman halusinatorik dalam impian yang normal.
10) Halusinasi histerik
Timbul pada nerosa histerik karena konflik emosional
11) Halusionis
Paling sering adalah halusinasi dengar yang berhubungan dengan
penyalahgunaan alcohol dan terjadi dalam sensorium yang jernih
berbeda

5. Mekanisme Koping
Mekanisme koping yang sering digunakan dengan halusinasi:
a. Regresi, menjadi malas beraktivitas sehari-hari
b. Proyeksi, mencoba menjelaskan gangguan persepsi dengan
mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain atau suatu benda
c. Menarik diri, sulit mencari orang lain dan asik dengan stimulus
internal
d. Keluarga mengingkari masalah yang dialami oleh klien.

6. Rentang Respon

Adaptif Maladaptif

Pikiran logis Kadang-kadang Waham


Persepsi akurat proses pikir Halusinasi
Emosi konsisten terganggu Kerusakan proses
dengan pengalaman Ilusi emosi
Perilaku cocok Emosi berlebihan Perilaku tidak
Hubungan sosial Perilaku yang tidak terorganisasi
harmonis biasa Isolasi sosial
Menarik diri

Keterangan:
a. Respon adaptif
1) Pikiran logis yaitu pandangan yang mengarah pada kenyataan
2) Persepsi akurat yaitu pandangan yang tepat pada kenyataan
3) Emosi konsisten adalah pengalaman yaitu perasaan yang timbul
dari pengalaman ahli
4) Perilaku social adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam
batas kewajaran
5) Hubungan social adalah proses suatu interaksi dengan orang lain
dan lingkungan
b. Respon psikososial
1) Proses piker terganggu adalah proses pikir yang menimbulkan
gangguan
2) Ilusi adalah penilaian yang salah tentang penerapan yang benar-
benar terjadi (objek nyata) karena rangsangan panca indera
3) Emosi berlebihan atau berkurang
4) Perilaku tidak biasa yaitu sikap dan tingkah laku yang melebihi
batas kewajaran
5) Menarik diri adalah percobaan untuk menghindari interaksi dengan
orang lain
c. Respon maladaptif
1) Waham adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankan
walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan
kenyataan social
2) Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi
eksternal yang tidak realita atau tidak ada
3) Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul
dari hati
4) Perilaku tidak terorganisir yaitu suatu yang tidak teratur
5) Isolasi social yaitu kondisi kesendirian yang dialami oleh individu
dan diterima sebagai ketentuan oleh orang lain dan sebagai suatu
kecelakaan yang negatif mengancam.

7. Fase-fase halusinasi
Halusinasi berkembang menjadi empat fase, yaitu sebagai berikut
(Yoseph, 2011) :
a. Fase pertama : Sleep Disorder
Fase awal seseorang sebelum muncul halusinasi . pada fase ini
klien merasa banyak masalah, ingin menghindar dari lingkungan, takut
diketahui orang lain bahwa dirinya banyak masalah. Masalah makin
terasa sulit karena berbagai stressor terakumulasi, misalnya kekasih
hamil, terlibat narkoba, dihianati kekasih, masalah di kampus, PHK di
tempat kerja penyakit, utang, nilai di kampus, drop out dan
sebagainya. Masalah terasa menekan karena terakumulasi sedangkan
support system kurang dan persepsi terhadap masalah sangat buruk.
Sulit tidur berlangsung terus menerus sehingga terbiasa menghayal.
Klien menganggap lamunan-lamunan awal tersebut sebagai
pemecahan masalah.
b. Fase kedua : Comforting
Disebut juga fase comporting yaitu fase yang menyenangkan. Pada
tahap ini masuk dalam golongan nonpsikotik. Pasien mengalami emosi
yang berlanjut seperti adanya perasaan cemas, kesepian, perasaan
berdosa, ketakutan dan mencoba memusatkan pemikiran pada
timbulnya kecemasan. Ia beranggapan bahwa pengalaman pikiran dan
sensorinya dapat ia control bila kecemasannya diatur, dalam tahp ini
ada kecenderungan klien merasa nyaman dengan halusinasinya.
c. Fase ketiga : Condemning
Disebut denga fase condemming atau anisietas berat yaitu halusinasi
menjadi menjijikan, termasuk dalam psikotik ringan. Pengalaman
sensori klien menjadi sering datang dan mengalami bias. Klien mulai
tidak mampu lagi mengontrolnya dan mulai berupaya menjaga jarak
antara dirinya dengan objek yang dipersepsikan klien mulai menarik
diri dari orang lain dengan intensitas waktu yang lama.
d. Fase keempat : Controlling
Adalah fase controling atau ansietas berat yaitu pengalaman sensori
menjadi berkuasa. Termasuk dalam gangguan psikotik. Klien mencoba
melawan suara-suara atau sensory abnormal yang datang. Klien dapat
merasakan kesepian bila halusinasinya berakhir. Dari sinilah dimulai
fase gangguan Psychotic.
e. Fase kelima : Conquering
Adalah fase conquering atau panik yaitu klien lebur dengan
halusinasinya. Termasuk dalam psikotik berat. Pengalaman sensorinya
terganggu, klien mulai merasa terancam dengan datangnya suara-suara
terutama bila klien tidak dapat menuruti ancaman atau perintah yang ia
dengar dari halusinasinya. Halusinasi dapat berlangsung selama
minimal 4 jam atau seharian bila klien tidak mendapatkan komunikasi
terapeutik.

8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada halusinasi di bagi menjadi dua yaitu
penatalaksanaan medis dan penatalaksanaan keperawatan, yaitu :
a. Penatalaksanaan Medis
1) Psikofarmakoterapi
Gejala halusinasi sebagai salah satu gejala psikotik/ skizofrenia
biasanya diatasi dengan menggunakan obat-obatan anti psikotik
antara lain :
a) Golongan butirefenon : Haldol, Serenace, Ludomer. Pada
kondisi akut biasanya diberikan dalam bentuk injeksi 3x5 mg,
im. Pemberian injeksi biasanya cukup 3x24 jam. Setelahnya
klien bisa diberikan obat per oral 3x1,5 mg atau 3x5 mg.
b) Golongan Fenotiazine :Chlorpramizine/ Largactile/ Promactile.
Biasanya diberikan per oral. Kondisi akut biasanya diberikan
3x 100mg. Apabila kondisi sudah stabil dosis dapat dikurangi
1x100 mg pada malam hari saja (Yosep, 2011).
2) Psikoterapi
Terapi kejang listrik adalah pengobatan untuk menimbulkan
kejang grandmall secara artificial dengan melewatkan aliran
listrik melalui electrode yang dipasang pada satu atau dua
temples, terapi kejang listrik dapat diberikan pada skizoprenia
yang tidak mempan dengan terapi neuroleptika oral atau injeksi,
dosis terapi kejang listrik 4-5 joule/detik.
3) Rehabilitasi
Terapi kerja baik untuk mendorong penderita bergaul lagi dengan
orang lain, penderita lain, perawat dan dokter. Maksudnya supaya
ia tidak mengasingkan diri lagi karena bila menarik diri dia dapat
membentuk kebiasaan yang kurang baik. Dianjurkan penderita
untuk mengadakan permainan atau pelatihan bersama.
b. Penatalaksanaan Keperawatan
Terapi Aktivitas Kelompok yang diberikan pada pasien dengan
Halusinasi yaitu ( Keliat, 2010):
1) Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Kognitif/Persepsi
Klien dilatih mempersepsikan stimulus yang disediakan atau
stimulus yang pernah dialami. Kemampuan persepsi klien
dievaluasi dan ditingkatkan pada tiap sessi. Dengan proses ini,
diharapkan respon klien terhadap berbagai stimulus dalam
kehidupan menjadi adatif. Aktivitas berupa stimulus dan persepsi.
Stimulus yang disediakan : baca artikel/majalah/buku/puisi,
menonton acara TV (ini merupakan stimulus yang disediakan),
stimulus dari pengalaman masa lalu yang menghasilkan proses
persepsi klien yang maladaptive atau distruktif, misalnya
kemarahan, kebencian, putus hubungan, pandangan negative pada
orang lain dan halusinasi. Kemudian dilatih persepsi klien terhadap
stimulus.
2) Terapi Aktivitas Kelompok Stimulus Sensori
Aktivitas digunakan sebagai stimulus pada sensori klien.
Kemudian diobservasi reaksi sensori klien terhadap stimulus yang
disediakan, berupa ekspresi perasaan secara nonverbal (ekspresi
wajah, gerakan tubuh). Biasanya klien yang tidak mau
mengungkapkan komunikasi verbal akan testimulasi emosi dan
perasaannya, serta menampilkan respons. Aktivitas yang
digunakan sebagai stimulus adalah : musik, seni menyanyi, menari.
Jika hobby klien diketahui sebelumnya, dapat dipakai sebagai
stimulus, misalnya lagu kesukaan klien, dapat digunakan sebagai
stimulus.

III. Pohon Masalah

Risiko perilaku
efek
kekerasan

Core Problem Perubahan persepsi Defisit Perawatan


sensori : halusinasi Diri

Cause
Isolasi Sosial

Keterangan :
: Masalah Utama (core problem)
: Hubungan sebab akibat
IV. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan dari pohon masalah diatas dapat ditegakkan diagnosa
keperawatan sesuai prioritas masalah pada klien dengan halusinasi menurut
(SDKI,2016) yaitu :
1. Gangguan persepsi sensori : halusinasi berhubungan dengan
Penyebab :
- Gangguan penglihatan
- Gangguan pendengaran
- Gangguan penciuman
- Gangguan perabaan
- Hipoksia serebral
- Penyalahgunaan zat
- Usia lanjut
- Pemajanan toksin lingkungan
Yang ditandai dengan :
Gejala & Tanda Mayor
Subjektif :
- Mendengar suara bisikan atau melihat bayangan
- Merasakan sesuatu melalui indera penglihatan, penciuman,
perabaan, atau pengecapan
Objektif :
- Distorsi sensori
- Respon tidak sesuai
- Bersikap seolah melihat, mendengar, mengecap, meraba atau
mencium sesuatu
Gejala & Tanda Minor
Subjektif :
- Menyatakan kesal
Objektif :
- Menyendiri
- Melamun
- Konsentrasi buruk
- Disorientasi waktu, tempat, orang dan situasi
- Curiga
- Melihat ke satu arah
- Mondar mandir
- Bicara sendiri
2. Isolasi Sosial berhubungan dengan
Penyebab :
- Keterlambatan perkembangan
- Ketidakmampuan menjalin hubungan yang memuaskan
- Ketidaksesuaian minat dengan tahap perkembangan
- Ketidaksesuaian nilai-nilai dengan norma
- Ketidaksesuaian perilaku sosial dengan norma
- Perubahan penampilan fisik
- Perubahan status mental
- Ketidakadekuatan sumber daya personal (mis. disfungsi berduka,
pengendalian diri buruk)
Yang ditandai dengan :
Gejala & Tanda Mayor
Subjektif :
- Merasa ingin sendirian
- Merasa tidak aman di tempat umum atau lingkungan
Objektif :
- Menarik diri
- Tidak berminat/menolak berinteraksi dengan orang lain
Gejala & Tanda Minor
Subjektif :
- Merasa berbeda dengan orang lain
- Merasa asyik dengan pikiran sendiri
- Merasa tidak mempunyai tujuan yang jelas
Objektif :
- Afek datar
- Afek sedih
- Riwayat ditolak
- Menunjukkan permusuhan
- Tidak mampu memenuhi harapan orang lain
- Kondisi difabel
- Tindakan tidak berarti
- Tidak ada kontak mata
- Perkembangan terlambat
- Tidak bergairah/lesu
3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan :
Penyebab :
- Gangguan musculoskeletal
- Gangguan neuromuskuler
- Kelemahan
- Gangguan psikologis dan/atau psikotik
- Penurunan motivasi/minat
Yang ditandai dengan :
Gejala & Tanda Mayor
Subjektif :
- Menolak melakukan perawatan diri
Objektif :
- Tidak mampu mandi/mengenakan pakaian/makan/ke toilet/berhias
secara mandiri
- Minat melakukan perawatan diri kurang
4. Resiko perilaku kekerasan dengan faktor
- Pemikiran waham/delusi
- Curiga pada orang lain
- Halusinasi
- Berencana bunuh diri
- Disfungsi sistem keluarga
- Kerusakan kognitif
- Disorientasi atau konfusi
- Kerusakan kontrol impuls
- Persepsi pada lingkungan tidak akurat
- Alam perasaan depresi
- Riwayat kekerasan pada hewan
- Kelainan neurologis
- Lingkungan tidak teratur
- Penganiayaan atau pengabaian anak
- Riwayat atau ancaman kekerasan terhadap diri sendiri atau orang
lain atau destruksi properti orang lain
- Impulsif
- Ilusi
V. Rencana Tindakan Keperawatan
Hari/Tgl/ Diagnosa Perencanaan
Rasional
Jam Keperawatan Tujuan Kriteria hasil Intervensi

Gangguan persepsi TUM : Setelah diberikan asuhan 1. Sapa klien dengan nama Hubungan saling percaya
sensori : Klien dapat mengontrol keperawatan selama … baik verbal maupun non merupakan dasar untuk
Halusinasi halusinasi yang dialaminya. x… menit dengan 1 kali verbal kelancaran hubungan interaksi
TUK 1 : pertemuan pasien 2. Perkenalkan diri dengan selanjutnya
Pasien dapat membina diharapkan: sopan
hubungan saling percaya Kriteria Evaluasi : 3. Tanyakan nama lengkap
1. Ekspresi wajah klien dan nama panggilan
bersahabat yang disukai klien
2. Menunjukan rasa 4. Jelaskan tujuan pertemuan
senang 5. Jujur dan menepati janji
3. Ada kontak mata 6. Tunjukan sikap empati dan
4. Mau berjabat tangan, menerima klien apa adanya
mau menyebut nama, 7. Berikan perhatian kepada
mau menjawab salam klien
5. Mau duduk
berdampingan dengan
perawat
6. Mau mengutarakan
masalah yang
dihadapi.
TUK 2 : Setelah diberikan 1. Adakah kontak sering dan 1. Kontak sering tapi singkat
Klien mengenal halusinasinya asuhan keperawatan singkat secara bertahap selain membina hubungan
selama …x… menit saling percaya, juga dapat
dengan 1 kali pertemuan memutuskan halusinasi
pasien diharapkan: 2. Mengenal perilaku pada
Kriteria Evaluasi : 2. Observasi tingkah laku klien saat halusinasi timbul
1. Klien dapat terkait dengan halusinasinya; memudahkan perawat
menyebutkan waktu, bicara dan tertawa terhadap dalam melakukan intervensi
isi, frekuensi stimulus, memandang ke kiri
timbulnya halusinasi atau ke kanan seolah-olah
3. Mengenal halusinasi
2. Klien dapat ada teman bicara
memungkinkan klien untuk
mengungkapkan 3. Bantu klien mengenal
menghindarkan factor
peran terhadap halusinasinya. pencetus timbulnya
halusinasi. halusinasi
4. Diskusikan dengan klien 4. Dengan mengetahui waktu,
situasi yang menimbulkan isi, dan frekuensi
atau tidak menimbulkan munculnya halusinasi
halusinasi , waktu dan mempermudah tindakan
frekuensi terjadinya keperawatan klien yang
halusinasi akan dilakukan perawat.

5. Untuk mengidentifikasi
5. Diskusikan dengan klien apa
pengaruh halusinasi klien
yang dirasakan jika terjadi
halusinasi, beri kesempatan
mengungkapkan perasaannya

TUK 3 : Klien dapat Setelah diberikan asuhan 1. Identifikasi bersama klien 1. Upaya untuk memutuskan
mengontrol halusinasinya keperawatan selama … cara tindakan yang halusinasi sehingga tidak
x… menit dengan 1 kali dilakukan jika terjadi berlanjut.
pertemuan pasien halusinasi
diharapkan : 2. Diskusikan manfaat cara 2. Reinforcement positif akan
Kriteria Hasil : yang akan dilakukan klien, meningkatkan harga diri
1. Klien dapat jika bermanfaat beri pujian. klien.
menyebutkan 3. Diskusikan cara baru untuk 3. Memberikan alternative
tindakan yang memutus atau mengontrol pilihan bagi klien
biasa dilakukan halusinansi : mengontrol halusinasi
untuk a. Katakan “ Saya tidak
mengendalikan mau dengar kamu”
halusinasinya. ( pada saat halusinasi
2. Klien dapat terjadi )
menyebutkan cara b. Menemui orang lain
baru untuk bercakap – cakap
3. Klien dapat atau mengatakan
memilih cara halusinasi yang
mengatasi terdengar
halusinasi seperti c. Membuat jadwal
yang telah kegiatan sehari – hari
agar halusinasi tidak
muncul
d. Minta keluarga/ teman/
perawat jika nampak
didiskusikan
bicara sendiri.
dengan klien.
e. Bantu klien memilih dan
melatih cara
memutuskan halusinasi
secara bertahap.
TUK 4 : Klien dapat dukungan Setelah diberikan asuhan 1. Diskusikan dengan 1. U
dari keluarga dalam keperawatan selama … keluarga: ntuk mengetahui
mengontrol halusinasi x… menit dengan 1 kali a. Gejala halusinasi yang pengetahuan keluarga dan
pertemuan pasien dialami klien meningkatkan kemampuan
diharapkan : b. Cara yang dapat pengetahuan tentang
Kriterian Hasil : dilakukan klien dan halusinasi
Keluarga dapat keluarga untuk memutus
menyebutkan pengertian, halusinasi
tanda dan kegiatan untuk c. Cara merawat anggota
mengendalikan keluarga untuk memutus
halusinasi halusinasi di rumah, beri
kegiatan, jangan biarkan
sendiri, makan bersama,
berpergian bersama.
d. Beri informasi waktu
follow up atau kapan
perlu mendapat bantuan
halusinasi terkontrol dan
risiko mencederai orang
lain.
TUK 5: Setelah diberikan 1. Diskusikan dengan klien 1. Dengan menyebutkan
Klien dapat memanfaatkan asuhan keperawatan dan keluaraga tentang dosis, frekuensi dan
obat dengan benar selama …x… menit dosis, frekuensi, manfaat manfaat obat.
dengan 1 kali pertemuan obat
pasien diharapkan: 2. Anjurkan klien minta 2. Diharapkan klien
Kriteria Evaluasi : sendiri obat pada perawat melaksanakan program
1. Klien dapat dan merasakan pengobatan.
menyebutkan manfaatnya
manfaat, dosis, dan 3. Anjurkan klien bicara 3. Menilai kemampuan klien
efek samping obat dengan dokter tentang dalam pengobatannya
2. Klien dapat manfaat dan efek samping sendiri.
mendemonstrasikan obat yang dirasakan
penggunaan obat 4. Diskusikan akibat berhenti 4. Dengan mengetahui efek
secara benar minum obat tanpa samping obat klien akan
3. Klien dapat informasi konsultasi tahu apa yang harus
tentang efek samping dilakukan setelah minum
obat obat
4. Klien dapat
memahami akibat
berhenti minum obat 5. Dengan mengetahui prinsip
5. Bantu klien menggunakan
5. Klien dapat penggunaan obat, maka
obat dengan prinsip benar
menyebutkan prinsip kemandirian klien untuk

12 benar penggunaan pengobatan dapat

obat ditingkatkan secara


bertahap.
VI. Implementasi
SP PASIEN SP KELUARGA
SP1 : SP 1:
a. Bina hubungan a. Identifikasi masalah keluarga
saling percaya dengan mengungkapkan dalam merawat pasien.
prinsip komunikasi b. Jelaskan tentang halusinasi :
- Sapa klien dengan ramah - Pengertian halusinasi.
- Perkenalkan diri dengan sopan - Jenis halusinasi yang
- Jelaskan tujuan pertemuan dialami pasien.
- Jujur dan menepati janji - Tanda dan gejala
b. Bantu pasien halusinasi.
mengenal halusinasi (isi, waktu - Cara merawat pasien
terjadinya, frekuensi, situasi pencetus, halusinasi (cara
perasaan saat terjadi halusinasi. berkomunikasi, pemberian
c. Latih obat & pemberian
mengontrol halusinasi dengan cara aktivitas kepada pasien).
menghardik. - Sumber-sumber pelayanan
Tahapan tindakannya meliputi : kesehatan yang bisa
- Jelaskan cara menghardik halusinasi. dijangkau.
- Peragakan cara menghardik - Bermain peran cara
- Minta pasien memperagakan ulang. merawat.
- Pantau penerapan cara ini, beri - Rencana tindak lanjut
penguatan perilaku pasien keluarga, jadwal keluarga
d. Masukkan dalam jadwal kegiatan pasien untuk merawat pasien

SP 2: SP 2
a. Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1) a. Evaluasi kemampuan
b. Latih berbicara / bercakap dengan orang keluarga (SP 1).
lain saat halusinasi muncul b. Latih keluarga merawat
c. Masukkan dalam jadwal kegiatan pasien pasien.
c. RTL keluarga / jadwal
keluarga untuk merawat
pasien

SP 3: SP 3
a. Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1 dan 2). a. Evaluasi kemampuan
b. Latih kegiatan agar halusinasi tidak keluarga (SP 2)
muncul. b. Latih keluarga merawat
Tahapannya : pasien.
- Jelaskan pentingnya aktivitas yang c. RTL keluarga / jadwal
teratur untuk mengatasi halusinasi keluarga untuk merawat
- Diskusikan aktivitas yang biasa pasien
dilakukan oleh pasien.
- Latih pasien melakukan aktivitas.
- Susun jadwal aktivitas sehari-hari
sesuai dengan aktivitas yang telah
dilatih (dari bangun pagi sampai tidur
malam)
c. Pantau pelaksanaan jadwal kegiatan,
berikan penguatan terhadap perilaku
pasien yang (+)

SP 4: SP 4
a. Evaluasi kegiatan yang lalu (SP 1,2 & 3) a. Evaluasi kemampuan
b. Tanyakan program pengobatan. keluarga.
c. Jelaskan pentingnya penggunaan obat b. Evaluasi kemampuan pasien.
pada gangguan jiwa c. RTL Keluarga:
d. Jelaskan akibat bila tidak digunakan - Follow Up
sesuai program - Rujukan
e. Jelaskan akibat bila putus obat.
f. Jelaskan cara mendapatkan obat/ berobat.
g. Jelaskan pengobatan (12B).
h. Latih pasien minum obat
i. Masukkan dalam jadwal harian pasien
VII. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah proses berkelanjutan untuk menilai efek dari
tindakan keperawatan pada klien. Evaluasi dibagi menjadi dua yaitu
evaluasi proses dan promotive yang dilakukan setiap selesai
melaksanakan tindakan, evaluasi hasil atau sumatif yang dilakukan
dengan membandingkan antara respon klien dan tujuan khusus serta
umum yang telah ditentukan (Direja, 2011).
Menurut (Damayanti, 2012) evaluasi dilakukan sesuai TUK pada
perubahan persepsi sensori : halusinasi yaitu sebagai berikut :
a. Klien akan mampu membina hubungan saling percaya
b. Klien akan memahami cara menghardik
c. Klien akan dapat mengontrol halusinasi
d. Klien akan memahami program terapi yang diberikan
e. Klien akan mengungkapkan tidak adanya halusinasi
DAFTAR PUSTAKA

Damaiyanti, M. Iskandar. 2012. Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung : PT


Refika Aditama

Direja, A. Herman., 2011, Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa, Yogyakarta :


Nuha Medika

Keliat, dkk. 2014. Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC

Kusumawati Farida & Hartono Yudi. 2011. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta
: Selemba Medika

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(Definisi dan Indikator Diagnostik). Jakarta Selatan: DPP PPNI.

Yosep, I., 2010, Keperawatan Jiwa, Bandung : Refika Aditama

Anda mungkin juga menyukai