Anda di halaman 1dari 2

Metamorfosa Pohon

Oleh: Sa’adatuddaroin*

Aku adalah sebatang pohon yang tumbuh di taman kota, aku menjulang tinggi batang dan
rantingku tumbuh dengan kokoh, aku hidup bersama pohon-pohon lainnya. Tapi mereka tida
seberuntung aku tidak disukai oleh manusia bernama anak-anak. Kata itu yang sempat aku
dengar dari manusia yang duduk di bawahku selesai bermain. “semoga anak-anak kita selalu
bahagia” kata mereka. Entah apa yang mereka katakana aku tak paham. Dalam benakku
mungkin mereka makhluk kecil yang biasa bergelantung di ranting dan dahanku mereka biasa
berteriak-teriak bahkan menangis ketika jatuh dan aku melihat semuanya.

Setiap pagi hari akan datang seorang manusia yang membersihkan daun-daunku yang
berguguran dan menyiramiku dengan air setiap hari. Terkadang dia berbicara padaku tapi aku
tidak mengerti apa yang dia katakan. Kejadian yang paling aku benci ketika ada manusia
jorok yang tiba-tiba kencing pada batangku, itulah hal yang paling menyakitkan, sungguh
menjengkelkan.

Suatu hari, teman-temanku satu persatu menghilang, aku tak tahu karena terlalu sibuk
dengan duniaku sampai aku tak menyadari setiap hari mereka menghilang karena ulah
manusia kata temanku, aku berpikir apakah penyebab mereka dibawa pergi? Bukankah
mereka tidak salah apa-apa? Hingga tibalah saatnya aku dibawa pergi, tapi sebelum hari itu
tiba, datanglah seorang lelaki gemuk membawa benda kecil yang entah ap aitu aku takt ahu,
dari bend aitu laki-laki itu menarik sesuatu lalu keluarlah garis berwarna hitam-kuning
mengelilingi tempat di sekitarku, aku hanya bertanya-tanya memangnya aku kenapa?. Tiba-
tiba terdapat dua orang laki-laki membawa alat berisik. Alat itu tepat mengenai batangku, aku
hanya bisa merintih kesakitan lalu aku diangkut menggunakan kendaraan beroda empat tanpa
box dibelakangnya. Aku dibawa entah ke mana aku hanya bisa pasrah. Tiba-tiba mobil itu
berhenti, terdapat sebuah ruangan yang besar, mereka membawaku ke ruangan itu. Di sana
ada banyak alat-alat panjang, kemudian mereka mematahkan ranting-rantingku dan
membawanya ke salah satu alat itu, aku melihat alat itu menggiling ranting-ranting itu hingga
halus. Tanpa aku sadari mereka mengangkatku dan memasukkannya pada alat yang
menggiling ranting-ranting itu. Sungguh aku ingin berteriak badanku kini halus seperti debu
yang beterbangan di jalanan. Mereka mengumpulkan serpihan-serpihan tubuhku itu dan
menjadikan aku sebuah gumpalan tipis dan membentukku persegi yang kasar tapi juga tidak
sekasar aspal di jalanan. Setelah aku pahami ternyata aku dibuat sedemikian rupa untuk
membantu mereka. Mereka biasa menyebutku buku.

Aku bersyukur setelah melewati rintangan-rintangan itu aku dijadikan suatu yang
berguna yang biasa mereka bawa kemana-mana yang menemani hari-hari lelah mereka. Aku
bangga pada diriku dan berterimakasih pada manusia yang telah menjadikanku sebuah
kebergantungan mereka terhadapku. Tapi aku rindu menjadi pohon seperti dulu, menyaksiksn
anak-anak bermain, orang-orang berlalu-lalang, muncul dan terbenamnya matahari, melihat
daun-daunku berguguran dan berceloteh bersama teman-temanku yang lain.

Untuk manusia, “aku berharap mereka menjadikan aku sebuah hal yang menemani
mereka menjelajahi dunia, mengelilingi luasnya samudera yang ada di semesta ini, semoga
mereka tidak menelantarkan aku dan tidak membuang diriku jika sudah tidak lagi menemani
mereka, sampai jumpa pada pertemuan setelah aku terlahir kembali.”

*Warga Literasi

Anda mungkin juga menyukai