ScienceDirect
ARTIKEL PENELITIAN
Abstrak
Perkecambahan dan vigor benih padi yang rendah yang terkait dengan penyiaran benih kering adalah masalah umum
yang dihadapi oleh petani padi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi peran kalium nitrat (KNO3 )
terhadap pola imbibisi benih dan untuk mengetahui pengaruh priming benih dengan KNO3 terhadap persentase
perkecambahan, kecepatan dan keseragaman perkecambahan benih padi. Percobaan 1 membandingkan pola imbibisi
benih dari enam konsentrasi KNO3 (0, 0.25, 0.50, 1.00, 1.50, dan 2.00%) pada dua kultivar padi, yaitu
KDML105 dan RD15. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perendaman benih padi dalam KNO3 dengan konsentrasi
yang lebih tinggi dapat menunda waktu imbibisi. Konsentrasi KNO3 yang lebih tinggi menunda waktu imbibisi benih padi
dan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mencapai akhir fase 1 dan 2 dibandingkan dengan konsentrasi yang
lebih rendah. Pola imbibisi benih menggunakan air suling dari kedua kultivar padi (KDML105 dan RD15) sangat mirip,
tetapi dengan konsentrasi KNO3 yang berbeda, waktu imbibisi yang diperlukan untuk mencapai akhir fase 1 dan 2 sedikit
tertunda pada KDML105 yang menunjukkan bahwa kultivar padi yang berbeda mungkin membutuhkan waktu imbibisi
yang berbeda untuk merendam benih pada proses pemupukan. Percobaan 2 mengevaluasi efek dari priming benih dengan
1.0 dan 2.0% KNO3 pada waktu imbibisi yang berbeda. Ditemukan bahwa priming dengan 1,0% KNO3 menunjukkan
perkecambahan benih yang lebih baik daripada priming dengan 2,0% KNO3 dan priming benih dengan 1,0% KNO3 pada waktu
imbibisi awal fase 2 (atau 28 jam untuk KDML105) meningkatkan perkecambahan benih dan meningkatkan kecepatan
dan keseragaman perkecambahan benih. Hasil penelitian ini menunjukkan harapan untuk penggunaan priming dengan
1,0% KNO3 yang direndam sampai fase awal 2 imbibisi benih untuk meningkatkan perkecambahan benih dan vigor padi
dalam penyiaran benih kering.
Kata kunci: padi, serapan air, priming benih, larutan KNO3 , persentase perkecambahan, kecepatan perkecambahan,
keseragaman perkecambahan
1. Pendahuluan
doi: 10.1016/S2095-3119(16)61441-7
Diterima 15 Maret, 2016 Diterima 24 Mei, 2016
Anisa Ruttanaruangboworn, E-mail: rut.anisa@hotmail.com;
Korespondensi Wanchai Chanprasert, Tel: +66-81-3365254,
Faks: +66-2-5798580, E-mail: agrwcc@ku.ac.th
© 2017, CAAS. Diterbitkan oleh Elsevier Ltd. Ini adalah artikel
akses terbuka di bawah lisensi CC BY-NC-ND (http://
creativecommons.org/licenses/by-nc-nd/4.0/)
Masalah yang sering dihadapi oleh petani padi adalah
perkecambahan yang buruk, terutama dalam kondisi
penyebarluasan benih yang kering. Priming benih adalah
teknik yang dapat membantu benih padi berkecambah
lebih baik di dalam tanah dalam kondisi kelembaban dan
suhu yang tidak menguntungkan. Teknik priming benih
meningkatkan daya berkecambah dan kecepatan
perkecambahan (Bradford 1986) merupakan teknologi
yang berisiko rendah (Harris et al. 1999) dan
606 Anisa Ruttanaruangboworn dkk. Jurnal Pertanian Integratif 2017, 16(3): 605-613
(KNO 15 g L-1), dan 2,0% (KNO 20,0 g L-1) pada suhu (25 ± 3 3
1) °C
dan sistem priming diangin-anginkan selama periode
imbibisi. Kadar air benih diukur dengan menggunakan
metode oven udara panas dengan interval 1 jam hingga
radikula muncul dan panjangnya sekitar 2 mm. Nilai
kadar air benih diplot dan teknik pencocokan kurva
digunakan untuk memilih persamaan yang masuk akal.
Persamaan yang paling sesuai adalah persamaan yang
memiliki nilai R2 tertinggi. Akhir fase 1 ditandai dengan
perpotongan garis kemiringan fase 1 dan 2 dan akhir
fase 2 ditandai dengan munculnya 50% radikula
(tonjolan radikula yang terlihat). Data waktu imbibisi dan
konsentrasi KNO3 dari percobaan ini menjadi bahan
pertimbangan untuk memilih perlakuan yang tepat untuk
digunakan pada percobaan kedua.
3. Hasil
A B
60 16 40 60 17 46
50 I II III I II III
50 0,25% KNO 3
0% KNO3
40 40
30 30
20 20
80 y = 0,0001x3-0,0176x2 + 0,9533x + 13,684 R2 =
10 10 y=0.0001x3–0.0167x2+0.8842x+14.214
8445
0,
0 R2=0.8503
0
0 10 20 30 40 50 60 70 80
0 10 20 30 40 50 60 70 80
Waktu (jam)
Waktu (jam)
C D
60 18 46 60 19 55
50 I II III 50 I 1% KNO II III
3
40 40
30 30
20 20
10 y=4E-05x3– y=0.0001x3–0.0222x2+1.1003x+12.146
10
0.0099x2+0.7107x+15.241 R2=0.8153
0 R2=0.8903
0 10 20 30 40 50 60 70 80 0 10 20 30 40 50 60 70 80
Waktu (jam) Waktu (jam)
E F
60 20 54 60 21 56
I II III I II III
50 50 2% KNO 3
Kadar air benih (%)
1,5% KNO3
Kadar air benih (%)
40 40
30 30
20 20
y=8E-05x3– y=0.0001x3–
0.0134x2+0.7726x+14.593 10
10 0.016x2+0.8586x+14.136
R2=0.
8219
0 R2=0.8443
0 0 10 20 30 40 50 60 70 80
0 10 20 30 40 50 60 70 80 Waktu (jam)
Waktu (jam)
Gbr. 1 Serapan air benih padi cv. KDML105 pada berbagai konsentrasi KNO3 (A, 0% KNO3 ; B, 0,25% KNO3 ; C, 0,5% KNO3 ;
D, 1% KNO3 ; E, 1,5% KNO3 ; F, 2% KNO3 ). Akhir fase 1 ditandai dengan perpotongan garis kemiringan masing-masing fase
dan akhir fase 2 ditandai dengan kemunculan radikula sebesar 50% (tonjolan radikula yang terlihat). Sama seperti di bawah ini.
KNO3 secara signifikan menurunkan persentase priming sampai awal fase 2 menghasilkan T50 dan MGT
perkecambahan, sedangkan priming dengan mengimbibisi yang lebih rendah dibandingkan priming sampai
benih padi hingga fase 2 awal dengan 1% KNO3 tidak pertengahan dan akhir fase 2 waktu imbibisi.
menghasilkan persentase perkecambahan yang berbeda Dibandingkan dengan kontrol yang tidak diberi perlakuan,
secara signifikan dibandingkan dengan 2% KNO3 . Jika priming benih padi pada semua waktu imbibisi dengan
membandingkan keenam perlakuan priming dengan konsentrasi KNO3 tidak menyebabkan perbedaan pada
kontrol yang tidak diberi perlakuan, terlihat bahwa nilai T50 , tetapi menyebabkan perbedaan yang signifikan
persentase perkecambahan benih padi yang dipreparasi pada MGT yang menunjukkan bahwa priming pada kedua
dengan 1% KNO3 pada akhir fase 2 lebih tinggi secara konsentrasi pada akhir fase 2 memperlambat
signifikan dibandingkan dengan kontrol yang tidak diberi perkecambahan (baik T50 maupun MGT). Oleh karena itu,
perlakuan atau benih yang tidak dipreparasi (Tabel 2). dapat dicatat di sini bahwa priming benih padi
Kecepatan perkecambahan (T50 dan MGT) Terdapat menggunakan KNO3 pada awal fase 2 menurunkan T50 dan
kecenderungan yang sama pada pengaruh priming benih MGT atau meningkatkan kecepatan perkecambahan.
pada T50 dan MGT, yaitu tidak terdapat perbedaan yang Keseragaman perkecambahan Tabel 5 menyajikan
nyata di antara kedua konsentrasi tersebut, sedangkan keseragaman perkecambahan benih di mana nilai U7525
terdapat perbedaan yang nyata di antara waktu imbibisi yang lebih rendah menunjukkan keseragaman yang lebih
(Tabel 3 dan 4). Dapat dikatakan bahwa priming hingga baik. Priming benih dengan 1% KNO3 dan 2% KNO3 tidak
awal fase 2 memberikan hasil terbaik dibandingkan menghasilkan perbedaan yang signifikan, sedangkan
dengan pertengahan dan akhir fase 2. Dengan kata lain, ketiga waktu imbibisi menghasilkan perbedaan yang
benih signifikan pada
Anisa Ruttanaruangboworn dkk. Jurnal Pertanian Integratif 2017, 16(3): 605-613 609
A B
60 16 38 60
I II III I 19 II 43 III
50 50
0% KNO 3
0,25% KNO3
40
30 30
20 20
10 y=7E-05x3– 10 y=0.0001x3–
0.0121x2+0.734x+16.445 0.0176x2+0.9001x+15.589
0 0 R2=0.8237
R2=0.9328
0 10 20 30 40 50 60 70 80 0 10 20 30 40 50 60 70 80
Waktu (jam) Waktu (jam)
C D
60
I 20 II 49 III 60 I 21 II 49 III
50
0,5% KNO3 50
40 1% KNO3
Kadar air benih (%)
40
30
30
20
20 y=5E-05x3–
y=0.0001x3–
10 0.0091x2+0.6078x+17.264
10 0.0142x2+0.7411x+16.519
R2=0.8665
R2=0.9049
0 0
0 10 20 30 40 50 60 70 80 0 10 20 30 40 50 60 70 80
Waktu (jam) Waktu (jam)
Gbr. 2 Serapan air benih padi cv. RD15 pada berbagai konsentrasi KNO3 . A-F, 0, 0.25, 0.5, 1, 1.5, dan 2% KNO3 , masing-
masing.
Tabel 1 Waktu imbibisi dan kadar air benih (SMC) pada akhir fase 1 dan 2 benih padi cv. KDML105 dan RD15 pada berbagai
konsentrasi KNO3
Akhir fase 1 penyerapan airAkhir fase 2 penyerapan air
Konsentrasi KNO3 (%) Waktu SMC (%) Waktu SMC (%)
(jam) (jam)
KDML105 RD15 KDML105 RD15 KDML105 RD15 KDML105 RD15
0 16 16 24.7 25.4 40 38 30.0 30.7
0.25 17 19 24.9 27.0 46 43 29.3 29.7
0.5 18 20 25.1 27.8 46 49 31.9 30.0
1 19 21 25.7 27.1 55 49 30.0 30.0
1.5 20 21 24.7 26.7 54 48 30.0 30.4
2 21 22 26.0 26.7 56 50 29.6 31.2
keseragaman perkecambahan. Waktu imbibisi awal dan efek yang merugikan pada keseragaman perkecambahan
pertengahan fase 2 menunjukkan keseragaman yang benih padi.
lebih baik (U7525 lebih rendah) dibandingkan dengan waktu
imbibisi akhir fase 2. Keseragaman perkecambahan 4. Diskusi
kedua konsentrasi yang diimbibisi hingga akhir fase 2
berbeda nyata dengan kontrol yang tidak diberi perlakuan Priming benih mempengaruhi perkecambahan benih
yang mengindikasikan bahwa waktu imbibisi akhir fase 2 dengan meningkatkan kecepatan dan keseragaman
menghasilkan perkecambahan. Priming benih menggunakan
610 Anisa Ruttanaruangboworn dkk. Jurnal Pertanian Integratif 2017, 16(3): 605-613
Tabel 2 Pengaruh priming benih dengan KNO3 pada konsentrasi 1 dan 2% dengan waktu imbibisi yang berbeda terhadap
persentase perkecambahan padi cv. KDML105
Waktu penyerapan
Konsentrasi Rata-rata
Fase awal 2 Fase pertengahan 2 Fase akhir 2
1% KNO3 A 97,25 juta A 96,50 a mno A 99,50 m 97.75 a
2% KNO3 A 97,50 juta B 90,00 b p B 91,25 b op 92.95 b
Rata-rata A 97.38 A 93.25 A 95.38 95.35
Kontrol tanpa perlakuan (benih yang 96,00 tidak
tidak dipupuk)
Nilai rata-rata pada setiap baris yang diawali dengan huruf besar yang sama tidak berbeda nyata pada tingkat probabilitas 0,05; nilai
rata-rata pada setiap kolom yang diikuti dengan huruf kecil yang sama (a-b) tidak berbeda nyata pada tingkat probabilitas 0,05; nilai
rata-rata dari 7 perlakuan (termasuk kontrol yang tidak diberi perlakuan) yang diikuti dengan huruf yang sama (m-p) tidak berbeda nyata
pada tingkat probabilitas 0,05. Sama seperti di bawah ini.
Tabel 3 Pengaruh priming benih dengan KNO3 pada konsentrasi 1 dan 2% dengan waktu imbibisi yang berbeda terhadap waktu
perkecambahan 50% (T50, jam) padi cv. KDML105
Waktu penyerapan
Konsentrasi Rata-
Fase awal 2 Fase pertengahan 2 Fase akhir 2 rata
1% KNO3 43.70 m 44.90 m 46.93 m 45.18 a
2% KNO3 44.79 m 46.68 m 47.03 m 46.17 a
Rata-rata B 44.25 A 45.80 A 46.98 45.68
Kontrol tanpa perlakuan (benih yang 45.08 m
tidak dipupuk)
Tabel 4 Pengaruh priming benih dengan KNO3 pada konsentrasi 1 dan 2% dengan waktu imbibisi yang berbeda terhadap waktu
perkecambahan rata-rata (MGT, jam) padi cv. KDML105
Waktu penyerapan
Konsentrasi Rata-rata
Fase awal 2 Fase pertengahan 2 Fase akhir 2
1% KNO3 45.37 o 46,40 tidak 49.45 m 47.07 a
2% KNO3 46,74 tidak 48,60 juta 49.87 m 48.40 a
Rata-rata B 46.06 A 47.50 AB 46,66 47.74
Kontrol tanpa perlakuan (benih yang 46,85 tidak
tidak dipupuk)
Tabel 5 Pengaruh priming benih dengan KNO3 pada konsentrasi 1 dan 2% dengan waktu imbibisi yang berbeda terhadap
keseragaman perkecambahan benih (interval waktu antara 75 dan 25% benih yang layak berkecambah (U7525), h) padi cv.
KDML105
Waktu penyerapan
Konsentrasi Rata-rata
Fase awal 2 Fase pertengahan 2 Fase akhir 2
1% KNO3 14.32 o 14.97 o 19,12 juta 16.13 a
2% KNO3 16.40 tidak 16,32 tidak 20.59 m 17.77 a
Rata-rata B 15.36 B 15.64 A 19.85 16.95
Kontrol tanpa perlakuan (benih yang 15.60 o
tidak dipupuk)
dengan priming benih dengan 1% KNO3 pada 24 jam karakteristik pertumbuhan bibit pada gandum (Triticum
(Nezhad et al. 2013). Untuk keseragaman aestivem
perkecambahan benih, penelitian ini menggunakan L.). Jurnal Ilmu Pertanian, 4, 256-268.
5. Kesimpulan
Referensi
dan evaluasi pada jagung, padi dan buncis di India Sains, 5, 322-326.
dengan menggunakan metode partisipatif. Experimental Nezhad RR, Mirzaei G, Shoorkaei SG, Shahmiri FS. 2013.
Agriculture, 35, 15-29. Hussian I, Ahmad R, Farooq M, Pengaruh priming pada beberapa kualitas perkecambahan
Wahid A. 2013. Priming benih meningkatkan kinerja benih benih. Jurnal Internasional Pertanian dan Ilmu Tanaman,
gandum berkualitas buruk. 5, 2732-2735.
Jurnal Internasional Pertanian dan Biologi, 15, 1343- Razaji A, Asli D E, Farzanian M. 2012. Pengaruh priming
1348. benih dengan asam askorbat terhadap toleransi
ISTA (Asosiasi Pengujian Benih Internasional). 2011. Aturan kekeringan dan beberapa karakteristik morfologi dan
Internasional untuk Pengujian Benih. Bassersdorf, Swiss. fisiologi safflower (Carthamus tinctorius L.). Annals of
Joosen R V L, Kodde J, Willems L A J, Ligterink W, Plas L H Biological Research, 3, 3984-3989.
W V D, Hilhorst H W M. 2010. GERMINATOR: Paket Shehzad M, Ayub M, Ahmad A U H, Yaseen M. 2012.
perangkat lunak untuk penilaian throughput tinggi dan Pengaruh teknik priming terhadap kemunculan dan
penyesuaian kurva perkecambahan biji Arabidopsis. The pertumbuhan bibit hijauan sorgum (Sorghum bicolor L.).
Plant Journal, 62, 148-159. Jurnal Ilmu-ilmu Hewan & Tumbuhan, 22, 154-158.
Matthews S, Hosseini MK. 2006. Waktu perkecambahan Singh G, Gill SS, Sandhu KK. 1999. Peningkatan kinerja
rata-rata sebagai indikator kinerja perkecambahan di benih melon (Cucumis melo) dengan osmoconditioning.
tanah dari lot benih jagung (Zea mays). Ilmu dan Acta Agrobotanica, 52, 121-126.
Teknologi Benih, 34, 339-347. Srisaad A. 2014. Varietas Padi Baru: Mengurangi Biaya,
Mohammadi G R. 2009. Pengaruh priming benih terhadap Meningkatkan Produktivitas dan Ketahanan Terhadap
sifat-sifat tanaman kedelai (Glycine max L.) berbiji akhir Penyakit Untuk Pasar MEA (diterjemahkan dari bahasa
musim semi. Jurnal Pertanian & Lingkungan Amerika- Thai). Naka Intermedia, Bangkok.
Eurasia. hal. 63-64.