Anda di halaman 1dari 6

NARATOR, TRUNA, GALIH,

ADEGAN TEKS UTAMA TREATMENT

Pembukaan Narasi Narator : Sebagai pembukaan


Selamat datang di Drama Audio Batu menyapa audiens,
Tanpa Nama. Drama ini lebih akan menekankan drama
lebih menekankan dan audio sebagai media
menghantarkan suatu cerita yang dengar, dan
akan difokuskan pada indra menghantarkan menuju
pendengaran anda. tak ada visual karya
yang diberikan. Namun, bayangan
visual peristiwa tersebut akan tetap
ada, di benak anda,di pikiran anda, di
batin anda, atau bahkan di balik mata
anda. Maka, bersiaplah….
Menyambut Batu Tanpa Nama. Batu
yang telah lama, tanpa nama, dan
jarang yang mengetahuinya: siapakah
sebenarnya di dalam bawah tanah
tersebut?
Akankah kita tetap membiarkan diri
kita terhadap ketidaktahuan tersebut?
Selamat mendengarkan……

Acara puncak Vokalis : Ayo dong naik kesini dong. Tak jarang para
pernikahan Ini pengantinnya mana ? Ayo dong perantau pulang ke kota
biar saya tahu juga. Tak kenal maka asal jika bukan karena
tak sayang. Tak sayang maka tak acara yang penting dari
cinta. Lagunya spesial buat mas keluarganya, salah
Ahmad sama mbak Ain ya…. satunya mungkin bisa
Sungguh senangnya pengantin baru. dijumpai di acara
Malam pertama oh malu-malu. pernikahan. Mbak Ain,
Malam kedua padamkan lampu. sepupu dari Truna
Malam ketiga tak boleh tau. sedang mengadakan
Ibuk yang di pojokan kayaknya ngerti acara pernikahannya.
itu, pengalaman ya buk ya…. ehehe Ahmad yang merantau
isin rek umike rek… ke provinsi sebelah
Pergi memancing di pinggir kali. diundang untuk pulang,
Kalinya lebar bersih sekali. di sisi lain sekaligus
Digigit kucing sakit sekali. untuk bertemu keluarga
Digigit Mbak Ain, Mas Ahmad minta besar dan
poleeee….. saudara-saudara
Halal loh, kalo udah sah halal dong… jauhnya dari manapun.
Musik : Gambus Pantun Pengantin di Acara pernikahan
lapangan terbuka. tersebut sudah menjadi
Bunyi : Suara sorak para warga tradisi dalam
ramai menyambut pentas musik. keluarganya sebagai
Teras panggung sampai tak ada acara berkumpul dan
longgarnya dipenuhi bapak-bapak pertemuan keluarga
hingga anak-anak berkain. Mereka besar maupun
menari gembira, dengan sering kali saudara-saudara jauh.
tepuk tangan beriringan dengan para
pemusik di panggung.
Truna : Pak. kopi satu ya.
Penjual Kopi : Manis gak mas?
Truna : setitik ae, pak, gulane.
Paman : Weh, Trun. Kok malah
pesen kopi. Sana ikut, njoget sama
dulur-dulurmu itu loh. Malam terakhir
Mbak Ain nya ini, besok sudah harus
balik ngulon kamu.
Truna : Oalah, Om… Nggak seklah.
Ngopi di sini wae.
Paman : Hmmmm. Oh iya, gimana
kuliahmu? Lancar kan, cong?
Truna : Alhamdulillah lancar kok, Om.
Yaa wes gitu lah kuliah.
Paman : Yawes gitu gimana
maksudnya? hilihhh… lagi banyak
tugas ta kamu? kok kayak banyak
pikiran gitu.
Truna : Enggak kok, Om. Aman
aman… cuman tinggal skripsian, Om.
Paman : Oh iya-iya. Yawes pokok e
jangan lupa ibadahnya di sana.
Truna : Iya, Om.
Penjual Kopi : Ini ya mas
Truna : Nggeh, Pak, Matur Nuwun…

Truna bertanya dan Oh iya Om. Kemarin itu aku banyak Pamannya adalah
bercerita ngobrol sama Ibu. Ibuk malah satu-satunya orang
kegelisahannya nyaranin ketemu sama Om. Lah ibuk yang masih memegang
kepada Paman tak tanya-tanya malah bilang tidak amanah tentang garis
tahu. dan cerita murni para
Paman : Ngobrol apa emang kamu leluhur keluarga besar
sama Ibumu? mereka. Di sisi lain,
Truna : Jujur Truna sudah hampir Paman dari Truna
setahun terakhir ini banyak tersebut salah satu
mengalami hal-hal aneh, Om. orang yang juga
Terutama saat tidur. Mimpi rasanya dipercaya mempunyai
aneh banget. Banyak didatangi orang kebatinan yang dalam,
yang tidak kukenal. Di sisi lain, baik kesadaran iman
sebenarnya Truna juga sedang kepo maupun agama.
sama mbah-mbah Truna sendiri. Sedangkan Truna ialah
Paman : Oh… terus? anak yang telah
Truna : Ya aku ngerasa apa merasakan budaya
jangan-jangan ada sangkut-pautnya urban sejak lahir. Hanya
sama itu? Soalnya Truna pengen tahu beberapa kali saja ia
aja, sebenarnya Truna ini dari mana diajak oleh ibunya ke
sih. Dari kecil Ibu memperkenalkan pulau seberang untuk
kalau mbah bujuk Truna ada di berziarah. Itulah
sebrang pulau sana. Tapi kok sebabnya, memori
nyatanya Truna lahir dan besar di kota keingintahuan tentang
kecil ini. asal dan lokalitas
Paman : Udah tanya kakek atau identitasnya mulai
nenek belum? dipertanyakan di
Truna : Sudah, Om. Tapi jawabnya usianya yang menginjak
kemana-mana. Efek umur mungkin seperempat abad
ya, banyak lupanya. Eh tapi kakek
kemarin ngasih aku buku kuning, Om.
Paman : Buku kuning? buku pohon
keturunan maksudnya?
Truna : Nah iya benar, Om. Lah Om
tahu?
Paman : Hmmmm (tersenyum)
Truna : Om. tolongin Truna,
Om.Truna pengen ke sana.
Paman : Ke sana ke mana maksudmu
?
Truna : Nemuin mbah om. Ada yang
perlu kupertanyakan dan kucurahkan
Paman : Truna. Sebenarnya kamu
tidak punya kewajiban mencari yang
sudah tidak ada hari ini.Tapi kalau
memang kamu ingin tahu, itu
terserah. Tidak lain jika itu
kegelisahanmu, dan adalah sebuah
hak atas hal tersebut bisa memberi
jawaban padamu. Tapi kamu harus
ingat, tak baik jika kamu gunakan
nama-nama yang telah tiada untuk
sekedar diungkit pada sebatas masa
lalu. Manfaatkan sebaik-baiknya,
untuk hari ini, dalam hal apapun itu.
Om siap-siap dulu, ayo ikut om.
Truna : Loh, Om. Mau kemana ?
pergi ke makam-makam mbah
sekarang?
Paman : Bukan, Truna. Om ga bisa
antar kamu. Itu perjalananmu sendiri.
Bukan perjalananku. Malam ini ikut
om ke pasar Malam Jumat. Kita beli
kembang. Habis itu nanti ku izinkan
kamu sama ibumu. Ayo ikut om dulu

Mandi Kembang Narator : Malam itu juga, Truna


Truna benar-benar memulai perjalanannya
untuk mencari jawaban atas
kegelisahannya,
Truna : Oh bukan-bukan. Bukan
kegelisahanku sebenarnya.
Nartor: oh maaf. (berbisik) Truna, di
teksnya seperti ini.
Truna : ya ya… aku tau. Tapi jujur ini
bukan hanya teks yang berasal
dariku. Ini teks juga ada dorongan dari
banyak hal.
Narator : baiklah. Ini harus cepat
dilanjut. Sedang didengar oleh orang
lain.
Truna : ulangi saja dari barusan. Tapi
garis bawahi, ini bukan kegelisahanku
saja.
Narator : Dengan apa harus kuganti ?
Truna : Katakan, ini adalah
kegelisahan dari hari ini saja.
Narator : Baiklah. Truna, Jangan kau
ulangi lagi seperti hal barusan. Ini
tidak ada dalam drama radio atau
drama audio seharusnya.
Truna : Sebenarnya bukan tidak ada,
Pak. Karena drama audio kita bukan
drama audio kita. Itu Drama audio
yang dibawa oleh angin barat.
Lanjutkan saja. Bismillah.
Narator : Oke para pendengar. Oh
maaf, barusan sinyalnya sedikit terjadi
gangguan. Yaa balik lagi kita
sekarang. terakhir tadi, oh iya, Pada
malam jumat Truna. Malam itu juga,
Truna benar-benar memulai
perjalanannya untuk mencari jawaban
atas kegelisahan hari ini. Wangi
semerbak bunga yang terjun dari
gayung yang dipegang oleh
pamannya, membasahi dari sekujur
rambut Truna hingga ujung kaki.
Suara ibunya terdengar manis, bukan
karena sakit, namun karena…..
Paman : Tidak apa-apa, Mah.
Anakmu itu harus memulai
perjalanannya. Kegelisahannya tidak
seharusnya menjadi satu hal yang
justru membuatmu menjadi takut. Tapi
seharusnya bisa menjadi amanah dan
hikmah yang mungkin bisa kita terima
dari produk takdir yang Maha Kuasa.
Ibu : Kak. Aku takut bukan takut
karena dia masih bimbang dalam
menentukan arahnya. Semenjak
perceraianku sama bapaknya, dia
seperti tak mau lagi punya rumah.
Hampir berbulan-bulan dia memilih
hidup dengan kawan-kawannya di
jalan. Itu pun dia balik ke rumah
hanya jarang-jarang. Sampai
sekarang. Dia pasti punya memori
yang liar, Kak. Aku takut dia jadi liar
juga dalam hal ini sekarang, Aku takut
dia kenapa-kenapa.
Paman : Chalimah. Dia pasti
menemukan arah ke mana dia ingin
tuju. Desa itu ada di desa
pengasingan. Desa yang memang tak
semua orang tahu. Takutlah jika
anakmu ke Surabaya,, atau ke
Jakarta, atau bahkan Semarang, atau
metro lainnya. Terima dan izinkan
dulu ya. Dampingi dia dengan doa.
Ibu : Iya kak. Aamiin.

Truna berangkat ke
pulau sebrang

Ziarah di suatu situs Konflik terjadi pada pandangan dan Ziarah merupakan
persepsi Truna melihat masyarakat tradisi yang banyak
yang melakukan kegiatan ziarah, dilakukan oleh semua
namun dapat diartikan jauh dari niat kalangan di dunia
dan hakikat dari ziarah itu sendiri. dengan ciri khas
Banyak ditemukan para pendatang tradisinya yang
hanya mempunyai niat materialis dan berbeda-beda sesuai
bahkan mereka sendiri tidak tahu dengan wilayah dan
siapa dan seperti apa peran masyarakatnya. Namun
sebenarnya, yang mereka ziarahi. pada konteks hari ini,
Alih-alih hanya sekedar tahu bahwa seiring bagaimana
disana terdapat makam yang sakral, zaman yang sudah
dan jika berdoa di makam tersebut populer, didukung
diyakini akan cepat terkabulkan. dengan banyak
fenomena yang menjadi
jembatan di setiap
masa, budaya populer
dan pragmatis materialis
juga sering dikonsumsi
oleh masyarakat.
Bahkan banyak juga
dijumpai di situs-situs
yang dulunya
mempunyai tradisi yang
benar-benar spiritual,
hari ini mungkin bisa
dibaca berbelok dari
esensi dan niat tujuan
awal dari ziarah.

Truna tidak sadarkan Dalam dunia yang diibaratkan dunia


diri, terbawa ke alam lain tersebut, Truna seperti di ajak
bawah sadar atau bisa dalam sebuah peristiwa konflik pada
diibaratkan mimpi masa lalu. Tentang bagaimana
makam tersebut mengapa ada di
sana, dan terdapat banyak hal yang
justru dibalikkan dalam narasi sejarah
hari ini di masa Truna hidup.

Pulang dari tempat Seketika dalam keadaan sadar, hari Tak hanya pada para
ziarah kian gelap. Truna dibangunkan oleh peziarah yang mungkin
penjaga di sana. Konflik terdapat gagal dalam memaknai
pada percakapan Truna dengan para ziarah dari esensinya.
penjaga, dan Truna yang juga dipaksa Namun, terkadang
untuk mengisi uang kehadiran tamu, tempat-tempat ziarah
sementara penjaga sendiri juga tidak dibuat dengan sengaja
mengetahui makam tersebut siapa hanya sebagai wisata
dan mengapa berada di sana. religi yang berdampak
pada kepentingan
komoditas.

Anda mungkin juga menyukai