Anda di halaman 1dari 3

Nama Kelompok : Mustika Ayu

NIM : 2308016055

Mata Kuliah : Hukum Pidana

Dosen Pengampu : Dr.Ivan Zairani

ASAS NON RETROAKTIF DALAM KASUS BOM BALI 2002

A. LATAR BELAKANG
Salah satu kasus yang mengguncang dunia yang pernah dihadapi oleh publik di Indonesia 22 tahun
lalu adalah peristiwa Bom Bali yang terjadi pada tanggal 12 Oktober 2002. Terdapat banyak korban dalam
negeri dan luar negeri yang diakibatkan dari peristiwa ini. Pada saat itu, peristiwa Bom Bali dianggap
sebagai tindakan terorisme oleh dunia. Namun, pada saat peristiwa itu terjadi, Indonesia belum memiliki
undang-undang khusus tentang pemberantasan terorisme. 1
Karena tidak ada undang-undang yang jelas saat itu, Indonesia membuat Undang-Undang No. 15
Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme untuk dikenakan kepada para pelaku
pemboman Bali. Sebelum Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme itu dibuat, para
pelaku terorisme hanya dapat diadili berdasarkan pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana. Hal
ini menunjukkan bahwa Indonesia menerapkan undang-undang secara retroaktif atau berlaku secara surut
yaitu kasus Bom Bali terjadi sebelum undang-undang itu dibuat.
Pemerintah Indonesia, dengan dukungan dari masyarakat internasional dan masyarakat lokal,
bertindak untuk menghukum pelaku Bom Bali seberat-beratnya karena peristiwa tersebut dianggap
sebagai pelanggaran HAM berat. Namun, tantangannya adalah Indonesia belum memiliki regulasi hukum
yang khusus mengenai pemberantasan terorisme.
Dilema pun muncul terkait keadilan dan kepastian dalam penanganan kasus Bom Bali ini, terutama
terkait dengan prinsip asas non-retroaktif dalam hukum. Upaya untuk mencapai keadilan yang seimbang
antara hukuman yang adil bagi para pelaku Bom Bali dan pemenuhan hak-hak korban serta kebutuhan
masyarakat umum untuk merasa bahwa keadilan telah tercapai pun menjadi dilemma yang cukup rumit.
Konflik antara perlindungan hak-hak para korban Bom Bali dan prinsip asas non-retroaktif yang menjamin
eksistensi hukum yang tidak berlaku surut bagi para pelaku. Hal ini menciptakan pertanyaan moral dan
hukum tentang bagaimana cara memperlakukan para pelaku sehubungan dengan hak-hak mereka dan
kebutuhan untuk menjaga prinsip keadilan. pertimbangan penting antara keadilan yang diinginkan oleh
masyarakat umum, termasuk Indonesia dan komunitas internasional, dengan perlindungan HAM. Dalam

1
Naku, Kristianto. (2021). Asas Non Retroaktif dan Penangguhan Konsep Keadilan. Diakses di
https://www.kompasiana.com/kristiantonaku7768/6086ba838ede4871aa0098e2/asas-non-retroaktif-dan-penangguhan-konsep-
keadilan?page=all#section1 Pada 3 April 2023 Pukul 22.10 WITA.
konteks ini, perlu dipertimbangkan bagaimana melindungi hak-hak individu tanpa mengorbankan prinsip
keadilan yang menjadi harapan banyak pihak.

B. RUMUSAN MASALAH
Bagaimana mencapai keadilan untuk para korban dalam kasus Bom Bali dapat ditemukan jika para
pelaku Bom Bali tidak dituntut walaupun harus dengan berdasarkan hukum yang berlaku surut?
Bagaimana dengan prioritas urgensi Hak Asasi Manusia antara Pelaku dan Korban kasus Bom Bali?

C. ANALISIS

Pada prinsipnya, seseorang tidak boleh dipidana sebelum peraturan yang mengatur perbuatan
tersebut telah diatur sebelumnya sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana: “Suatu perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan perundang-
undangan pidana yang telah ada.” Peristiwa bom Bali terjadi pada 12 Oktober 2002 sedangkan PERPU
Nomor 1 Tahun 2002 ditetapkan pada 18 Oktober 2002. Secara singkat dapat dikatakan bahwa penerapan
PERPU Nomor 1 Tahun 2002 telah diberlakukan surut dan bertentangan dengan asas non-retroaktif.

Pemberlakuan prinsip asas non retroaktif tentu dapat dilakukan untuk mencapai keadilan bagi
para korban yang terdampak dari kasus Bom Bali pada tahun 2002. Namun, penerapan PERPU Nomor 1
Tahun 2002 secara surut diatur dalam Pasal 46 PERPU Nomor 1 tahun 2002 yang berbunyi: “Ketentuan
dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ini dapat diperlakukan surut untuk tindakan
hukum bagi kasus tertentu sebelum mulai berlakunya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang
ini, yang penerapannya ditetapkan dengan Undang-undang atau Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
undang tersendiri.” Berdasarkan ketentuan Pasal 46 PERPU Nomor 1 Tahun 2002, aturan pemberantasan
tindak pidana terorisme dapat diberlakukan terhadap kasus yang terjadi sebelum berlakunya PERPU
Nomor 1 Tahun 2002 melalui Undang-undang atau PERPU tersendiri. 2

Walaupun asas kepastian hukum merupakan prinsip penting dalam sistem hukum yang
memberikan kejelasan dan konsistensi dalam penerapan hukum, namun tidak dapat diabaikan bahwa asas
keadilan seringkali menjadi urgensi yang lebih vital, terutama dalam kasus-kasus seperti Bom Bali yang
melibatkan kepentingan publik secara luas dan dampaknya yang sangat signifikan. Meskipun Undang-
Undang PERPU Nomor 2 Tahun 2002 ini secara formal bertentangan dengan prinsip-prinsip yang
tercantum dalam UUD 1945, terdakwa Bom Bali tetap dijatuhi hukuman sesuai dengan hukum yang
berlaku. Tentu saja, tidak dapat disangkal bahwa para pelaku memiliki hak asasi manusia yang harus
dihormati dalam setiap proses peradilan, namun perlindungan hak asasi manusia bagi korban kasus Bom
Bali menjadi lebih mendesak dan kritis, mengingat tingkat kekerasan dan tragedi yang mereka alami,

2
Hadi, Ilman. (2013). Masalah Asas Non-Retroaktif dalam Pemberantasan Terorisme di Indonesi. Diakses di
https://www.hukumonline.com/klinik/a/masalah-asas-non-retroaktif-dalam-pemberantasan-terorisme-di-indonesia-
lt5118a5af53736 Pada 3 April 2023 Pukul 22.15 WITA.
meskipun hal tersebut menuntut adanya penerapan hukum secara surut dan dalam beberapa kasus
mengesampingkan prinsip legalitas atau kepastian hukum untuk mencapai keadilan yang diinginkan oleh
masyarakat umum dan komunitas internasional.

D. KESIMPULAN

Penerapan Undang-Undang Perpu Nomor 1 Tahun 2002 dalam kasus Bom Bali menghadapi
konflik dengan prinsip asas non-retroaktif dalam hukum pidana. Meskipun demikian, pemerintah telah
mengatur kemungkinan penerapan hukum secara surut dalam Pasal 46 Perpu tersebut, yang
memungkinkan aturan pemberantasan tindak pidana terorisme dapat diberlakukan terhadap kasus yang
terjadi sebelum berlakunya Perpu Nomor 1 Tahun 2002 melalui Undang-undang atau Perpu tersendiri. Ini
menunjukkan adanya pertimbangan yang kompleks antara prinsip-prinsip kepastian hukum, keadilan, dan
perlindungan hak asasi manusia dalam konteks kasus Bom Bali.

E. DASAR HUKUM
1. Undang-Undang Dasar 1945.
2. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Wetboek van Strafrecht).
3. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Terorisme.
4. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Pemberlakuan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Terorisme, Pada Peristiwa Peledakan Bom di Bali Tanggal 12 Oktober 2002.
5. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, Menjadi
Undang-Undang.
6. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Pemberlakuan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, Pada
Peristiwa Peledakan Bom di Bali Tanggal 12 Oktober 2002, Menjadi Undang-Undang.

Anda mungkin juga menyukai