Anda di halaman 1dari 3

Artikel Kelompok 7 – Kasus PT.

Istana Magnolita

Kamis, 20 November 2008


Dihukum Membayar Upah Pekerja, Perusahaan
Ajukan Perlawanan Terhadap Putusan Verstek
Lewat putusan verstek, Pengadilan menghukum PT Istana Magnoliatama tetap membayar upah
sesuai undang-undang. Perusahaan mengajukan perlawanan.

Selangkah lagi Serikat Buruh Karya Utama PT Istana Magnoliatama menikmati


kemenangan yang mereka peroleh dari Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Jakarta. Majelis
hakim mengabulkan dua berkas gugatan yang mereka ajukan. Intinya, perusahaan dihukum
membayar kekurangan upah sejak 2007 hingga Juli 2008.

Sayang, harapan serikat buruh yang terafiliasi dengan Kongres Aliansi Serikat Buruh
Indonesia (KASBI) ini pupus. Pada menit-menit terakhir', perusahaan mengajukan perlawanan
alias verzet. Maklum. Majelis hakim memutus dua perkara yang diajukan pekerja dengan
ketidakhadiran pihak pengusaha. Putusan macam ini lazim dikenal dengan putusan verstek.

Perselisihan antara Serikat Buruh dengan perusahaan bermula ketika pada Juli 2007,
perusahaan mendadak menawarkan pekerja untuk mengundurkan diri. Perusahaan hanya
menawarkan uang pisah ditambah dengan dengan 2,5 bulan upah. Padahal rata-rata pekerja yang
ditawarkan mengundurkan diri itu sudah bekerja lebih dari 20 tahun. Tepat pada 25 Juli 2007,
manajemen menutup perusahaan.

Para pekerja menolak tawaran perusahaan. Mereka tidak mau menandatangani formulir
pengunduran diri. Sehari setelah penutupan perusahaan, manajemen meninggalkan pabrik yang
berlokasi di bilangan Kapuk, Jakarta Utara. Para pekerja bingun soal upah mereka yang belum
dibayarkan.

Serikat Buruh Karya Utama merasa masih punya hak sepanjang belum ada keputusan
dari pengadilan yang menyatakan putus hubungan kerja. Mereka memilih bertahan di pabrik.
Menjaga aset perusahaan agar tak digondol keluar pabrik. Aset perusahaan seperti mesin dan
bahan baku disita' buruh sampai hak mereka terbayarkan.

Berbagai kisah muncul saat Serikat Buruh bertahan di pabrik. Mulai dari penyekapan
yang dilakukan petugas keamanan pabrik, hingga intimidasi sejumlah preman. Tapi hal itu tidak
menggoyahkan semangat serikat buruh untuk bertahan. Singkat cerita, perselisihan Serikat Buruh
dengan manajemen bergulir ke Sudinakertrans Jakarta Utara. Pegawai mediator mengeluarkan
anjuran yang menyuruh perusahaan tetap membayar upah pekerja. Karena perusahaan tetap
mengabaikan anjuran, Serikat Buruh melayangkan gugatan ke PHI Jakarta. Gugatan pekerja
dipecah ke dalam dua berkas.

Di persidangan perusahaan sebagai tergugat tak kunjung datang atau mengirim kuasa
hukum. Alhasil, hakim memutus perkara secara verstek dengan mengabulkan sebagian gugatan
pada Agustus dan Oktober 2008. Intinya, hakim menyatakan hubungan kerja penggugat dengan
tergugat masih ada. Sehingga perusahaan tetap berkewajiban membayar gaji.

Panggilan tak sampai

Putusan hakim yang mengabulkan sebagian gugatan penggugat ternyata bukan babak
akhir dari perselisihan. Di kemudian hari perusahaan melayangkan verzet. Intinya, meminta
pembatalan dua putusan hakim.

Mengenai ketidakhadiran perusahaan di dalam persidangan gugatan, perusahaan


memiliki dalih sendiri. Surat panggilan tidak pernah sampai ke tangan kami, kata M. Daud
Herman, kuasa hukum perusahaan, Kamis (20/11).

Untuk tiap gugatan, pengadilan sudah memanggil perusahaan secara patut selama tiga
kali. Tapi perusahaan atau yang mewakili tidak pernah hadir di persidangan. Herman kembali
memiliki argumentasi. Ini yang saya heran. Mengapa surat panggilan sidang tidak sampai ke
tangan kami sementara salinan putusan bisa sampai? Ada apa ini? ungkap Herman.
Lebih jauh Herman menyesalkan amar putusan hakim yang memerintahkan perusahaan untuk
tetap membayar pekerja. Menurut dia, faktanya perusahaan tak pernah beroperasi lagi sejak
ditutup pada Juli 2007. Mau dibayar bagaimana? Tidak ada lagi aktivitas pekerjaan sejak
perusahaan tutup. Tidak ada lagi pemasukan buat perusahaan. Terus mau dibayar pakai apa?

Dioperasikan Pekerja

Secara formal para pekerja memang belum memenangkan haknya. Tapi itu tak membuat Serikat
Buruh meninggalkan pabrik. Sebaliknya. Mereka memutar otak agar bertahan hidup namun
sambil tetap konsisten memperjuangkan haknya.

Kiswoyo, Ketua Serikat Buruh Karya Utama PT Istana Magnoliatama menuturkan, para pekerja
yang lain sempat bekerja serabutan demi menyambung hidup. Tapi kami tetap menduduki
pabrik.

Pada Agustus 2008, Serikat Buruh ini membuat terobosan. Secara kolektif mereka memutuskan
untuk mengoperasikan' kembali perusahaan. Mereka mendata aset perusahaan yang masih bisa
digunakan. Setelah itu, mereka kembali menjalankan kegiatan produksi seperti biasa. Selain
memproduksi, kami juga yang menjualnya. Hasilnya memang belum seberapa. Tapi lumayan lah
buat dapur ngepul.

Pihak perusahaan mengetahui aktivitas Serikat Buruh ini. Ya, mau diapakan lagi. Toh
sebenarnya semua aset perusahaan seperti tanah, bangunan dan mesin, setahu saya sudah
menjadi jaminan di beberapa Bank. Kalau belum dilelang Bank, terus bisa membantu
kesejahteraan anak-anak (para pekerja, red), ya silakan saja, pungkasnya

Anda mungkin juga menyukai