Anda di halaman 1dari 27

Akhirnya, Kasus Perselisihan Indomaret dan Serikat Buruh Berakhir Damai

Buruh menggelar unjuk rasa di depan Kantor PT Indomarco Prismatama


(Indomaret), Jakarta Utara, Kamis (27/5/2021). Aksi ini bagian dari upaya boikot
Indomaret yang diserukan Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) dan
Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Setelah melalui beberapa kali perundingan yang alot, akhirnya
Manajemen PT Indomarco Prismatama selaku pengelola Indomaret, dan pengurus Federasi
Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) sepakat berdamai dan menandatangani dokumen
Perjanjian Bersama untuk penyelesaian permasalahannya secara tuntas

Penandatanganan Perjanjian Bersama antara kedua belah pihak ini disaksikan langsung
Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial & Jaminan Sosial (PHI Jamsos) Indah Anggoro
Putri. Perjanjian Bersama tersebut merupakan wujud aksi damai antar kedua belah pihak
menyusul perseteruan kasus Anwar Bessy dengan Indomaret.

kedua belah pihak sepakat berdamai dan menyelesaikan kasus ini secara tuntas. Kemnaker
menyambut baik sekaligus memberikan apresiasi atas ditandatanganinya Perjanjian
Bersama oleh para pihak untuk menuntaskan masalah ini, " kata Menteri Ketenagakerjaan
Ida Fauziyah melalui Siaran Pers Kemnaker di Jakarta, Jumát (11/6/2021).

Dalam menyelesaikan kasus Indomaret ini sebagaimana tertuang dalam Perjanjian


Bersama, Menaker Ida mengungkapkan kedua pihak menyepakati untuk menyelesaikan
secara kekeluargaaan dengan dibuatkan kesepakatan perdamaian.
"Inti yang paling penting PT Indomarco Prismatama dan FSPMI tetap menjalin hubungan
industrial yang harmonis, " kata Menaker Ida Fauziyah

Indomaret Putuskan Pekerjakan Kembali Anwar Bessy Usai Aksi Boikot


Buruh

Buruh menggelar aksi kampanye boikot Indomaret di depan Kantor PT Indomarco


Prismatama (Indomaret), Jakarta Utara, Kamis (27/5/2021). Aksi itu dukungan terhadap
Anwar Bessy, karyawan Indomaret Group yang diseret ke pengadilan oleh perusahaan ritel
tersebut. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

PT Indomarco Prismatama (Indomaret) memutuskan untuk mempekerjakan kembali


Anwar Bessy yang harus menjalani proses hukum akibat aksi penuntutan tunjangan hari
raya (THR) yang belum terbayarkan.

Sebelumnya, Anwar Bessy selaku pekerja Indomaret di Jakarta Utara harus menjalani


persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat karena dilaporkan secara pidana oleh
perusahaan akibat rusaknya dinding gypsum saat buruh menuntut THR 2020 untuk
dibayarkan seperti tahun-tahun sebelumnya.

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan, saat ini
telah terjadi saling pengertian antara pihak manajemen PT Indomarco Prismatama dan
kaum buruh yang diwakili oleh kelompoknya bersama Federasi Serikat Pekerja Metal
Indonesia (FSPMI).
"Saling pemgertian tersebut telah melahirkan kesepakatan, yaitu manajemen Indomarco
menyetujui untuk menyelesaikan kasus yang menimpa Anwar Bessy
karyawan Indomaret," ujar Iqbal, Kamis (3/6/2021).

Sebelumnya, KSPI dan FSPMI telah melancarkan aksi boikot terhadap ratusan gerai
milik Indomaret selama tiga hari sejak Kamis, 27 Mei 2021.

Pasca sejumlah perundingan dan aksi boikot tersebut, Iqbal menyampaikan, KSPI dan
FSPMI telah mengeluarkan penyelesaian di luar pengadilan. Hasilnya, Anwar Bessy pada
akhirnya bisa kembali mendapatkan pekerjaannya sebagai karyawan Indomaret.

"Manajemen Indomaret Group pun bisa menyetujui untuk mempekerjakan kembali


saudara Anwar Bessy sesuai posisi yang dibutuhkan perusahaan tanpa mengurangi hak-hak
pekerja," jelasnya.

"Dengan demikian, maka kedua belah pihak punya tanggung jawab untuk membuat
suasana hubungan beliau menjadi harmonis, dan menjaga nama baik perusahaan dimana
saudara Anwar Bessy bekerja," tandas Iqbal. 
Buruh Demo di DPR Ancam Mogok Nasional Jika Tuntutan Tak Dipenuhi

Presiden Partai Buruh Said Iqbal orasi di depan DPR (Anggi Muliawati/detikcom)
Jakarta -

Massa buruh demo di DPR menuntut kenaikan upah hingga penolakan terhadap Undang-
Undang Cipta Kerja. Buruh mengancam akan melakukan mogok nasional jika tuntutan itu
tak dipenuhi.

Massa aksi itu tergabung dalam Partai Buruh bersama Federasi Serikat Pekerja Metal
Indonesia (FSPMI). Pantauan detikcom di depan Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat,
Senin (7/2/2022), pukul 13.12 WIB, para buruh menunjuk ke arah gedung DPR RI, dan
mengancam akan melakukan aksi mogok kerja jika omnibus law kembali dibahas oleh
pemerintah.

"Saya intruksikan saya minta organisasi yang bersama Partai Buruh pun akan saya
instruksikan, pulang dari sini kasih tahu anggota begitu DPR membahas bersama
pemerintah tentang omnibus law, kita nggak mau kecolongan lagi, tukang tipu semua,
tukang bohong, dia bilang akan mendengarkan suara rakyat, suara buruh," kata Presiden
Partai Buruh Said Iqbal dalam orasinya.

"Bohong, tidak usah dipercaya, gunakan kekuatan buruh, pulang dari sini siapkan
anggotamu, lumpuhkan pabrik, stop produksi, mogok nasional saudara," lanjutnya.
Said Iqbal mengatakan akan mengeluarkan instruksi resmi, jika suaranya tidak didengar
oleh DPR. Dia menyebut serikat buruh seperti guru honorer, kelompok tani, ojek online,
dan buruh migran akan terlibat dalam pemogokan tersebut.

"Jadi pemogokan umum itu adalah stop produksi, sekali stop produksi, jutaan buruh akan
terlibat dalam pemogokan ini," katanya.

Seusai orasi, Said Iqbal menjelaskan sejumlah tuntutan pihaknya. Salah satunya terkait
omnibus law UU Cipta Kerja. Sebagai informasi, MK memerintahkan agar UU Cipta
Kerja diperbaiki.

"Tolak omnibus law karena kebijakan itu rugikan buruh contoh pasal pertama tentang upah
buat upah buruh tidak naik kalaupun naik hanya Rp 37 ribu sebulan atau Rp 250 per hari,
untuk pergi ke toilet saja kenaikan upah nggak cukup, nombok," ujar Said Iqbal.

"Bilamana pemerintah dan DPR paksakan kehendak dan tetap bahas omnibus law bisa
dipastikan serikat buruh, sopir-sopir dan Partai Buruh akan lakukan pemogokan umum
setop produksi. Jadi puluhan ribu pabrik di seluruh Indonesia akan berhenti produksi.
Ratusan triliun akan hilang secara ekonomi," sambungnya.

Said Iqbal juga menyatakan massa aksi menolak presidential threshold 20 persen.
Menurutnya, presidential 20 persen sangat rawan dan membahayakan negara.

"Partai Buruh berpendapat presidential threshold 20 persen timbulkan polarisasi berbahaya


buat negara dan bangsa diadu hingga berakhirnya pemilu tetap diadu dan money politics
biaya membengkak karena presidential threshold 20 persen, maka kami meminta menjadi
0 persen," ucapnya.

Said Iqbal juga menuntut DPR segera mengesahkan RUU Perlindungan Pekerja Rumah
Tangga. Dia membandingkan dengan UU Ibu Kota Negara (IKN).

"Kami meminta disahkannya rancangan UU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga, RUU


PPRT, urusan UU IKN, Ibu Kota Negara kok dibahas cepat, urusan rakyat tentang
perlindungan pekerja rumah tangga kok lama dibahas," ucapnya.
Dalam aksi tersebut, massa aksi pun menuntut hal lain. Mereka meminta para gubernur
selain Gubernur DKI Jakarta untuk menaikkan UMP-UMK.

Presiden FSPMI Riden Hatam Aziz menyuarakan tuntutan mengenai kenaikan UMP dan
UMK di wilayah-wilayah selain DKI Jakarta untuk direvisi. Menurutnya, kenaikan UMP
tidak sebanding dengan kenaikan sembako, seperti minyak goreng.

"Kami meminta UMP UMK direvisi, karena contoh Banten wilayah UMK-nya tidak naik,
Kabupaten Serang, Pandeglang dan Tangerang dan wilayah lain pun naiknya hanya kecil
sekali, contoh Tangerang hanya naik Rp 24 ribu satu bulan, begitu pun Bekasi Jawa Barat
dan sebagainya," katanya.

Sebelumnya diberitakan, Said Iqbal memaparkan lima poin tuntutan pada demo ini. Poin
tersebut adalah tolak omnibus law UU Cipta Kerja, kabulkan presidential threshold 0%,
revisi UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sahkan RUU Perlindungan Pekerja
Rumah Tangga (PPRT), dan gugatan untuk membatalkan SK Gubernur di seluruh
Indonesia tentang upah minimum kabupaten/kota.

"Hari ini Partai Buruh bersama Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI)
menggelar konferensi pers untuk memberikan penjelasan aksi ribuan buruh se-Jabodetabek
di DPR RI, besok 07 Februari 2022, titik kumpul di DPR RI jam 10 pagi hingga selesai,"
jelasnya, Minggu (6/2).
Kasus Buruh DAMRI Tidak Digaji Memanas, KSPI
Minta DPR Usut Tuntas 
AMRI yang juga merupakan salah satu BUMN diduga mengabaikan hak-hak pekerjanya selama
masa pandemi Covid-19.Â

IDXChannel - Perusahaan Umum Djawatan Angkoetan Motor Repoeblik Indonesia

(DAMRI) yang juga merupakan salah satu BUMN diduga mengabaikan hak-hak

pekerjanya selama masa pandemi Covid-19. 

Banyak pekerjanya, baik alih daya maupun pekerja tetap, melaporkan bahwa mereka tidak

menerima upahnya selama 5-8 bulan. Bahkan, ada juga yang upahnya dipotong dan

dibayarkan dibawah batas minimum.

BACA JUGA:

Terungkap! Pelaku Pungli di Tanjung Priok Adalah Pegawai Outsourcing

Bahkan, saat ini buruh Damri kesulitan mengadakan perundingan bipartit dengan

manajemen DAMRI. Hal ini karena ketua serikat pekerja mereka telah dimutasi ke kantor

wilayah Papua. 
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal pun mengungkapkan

kegeramannya atas kasus ini. 

"Ini adalah masalah serius. Saya menyayangkan pengabaian manajemen terhadap para

pekerja, padahal Damri merupakan perusahaan pelat merah," ujar Said dalam konferensi

pers di Jakarta, Rabu(16/6/2021).

Tidak main-main, Said pun melaporkan kasus ini kepada DPR. Dia meminta Komisi VI

dan IX DPR segera memanggil Damri dan Kementerian BUMN untuk mengusut masalah

pembayaran upah yang tidak tuntas. 

“Kami sudah bicara dengan DPR untuk dibentuk RDPU. Sebab Damri sebagai BUMN

transportasi darat telah melakukan pengabaian hak-hak buruh,” tegas Said.

Dia berencana membawa isu buruh Damri ke kampanye Organisasi Buruh Internasional

atau ILO. Pertemuan ILO pun dikabarkan akan berlangsung pada 27 Juni mendatang.

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Umum Serikat Pekerja Dirgantara, Digital, dan

Transportasi Iswan Abdullah mengatakan bahwa manajemen DAMRI menggunakan dalih

bisnis perusahaan terdampak akibat turunnya jumlah penumpang.

"Barangkali Menteri BUMN tidak tahu ada pengabaian hak-hak pekerja baik di pusat

maupun daerah, DAMRI tidak membayarkan upah 5-8 bulan. Bisa jadi ini akal-akalan

direksi yang tidak diketahui pemerintah, bayangkan THR pekerja di Bandung saja hanya

dibayarkan Rp700 ribu," tandasnya.


Kasus Pahala Express, Buruh Desak Polisi Tetapkan Tersangka
CNN Indonesia
Kamis, 10 Sep 2020 05:55 WIB

KPBI, serikat buruh, mendesak Polda Metro Jaya menetapkan tersangka dalam kasus
dugaan pelanggaran hak buruh PT Pahala Express. Ilustrasi. (ANTARA FOTO/Septianda
Perdana).
Jakarta, CNN Indonesia --

Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI) mendesak Polda Metro Jaya segera
menetapkan tersangka atas dugaan pelanggaran hak buruh di PT Pahala Express.

Sebelumnya, para buruh melaporkan perusahaan logistik nasional itu ke pihak kepolisian
karena diduga tidak membayar upah sesuai Upah Minimum Kota/Kabupaten (UMK)
setempat.

Ketua Departemen Hukum dan Advokasi KPBI Nelson Saragih menyebut penetapan
tersangka ini perlu dilakukan segera sebagai tindak lanjut dari laporan yang sudah
diberikan para buruh ke pihak kepolisian.

Selain itu, agar oknum pelanggar hak buruh di Pahala Express mendapat efek jera dan
memberi keadilan pada hak buruh.
"Tersangkanya ditemukan demi tegaknya kepastian hukum dan keadilan bagi pekerja
Pahala Express," ujar Nelson dalam keterangan resmi, Rabu (9/9).

Dalam laporan yang disampaikan KPBI ke Polda Metro Jaya pada 13 Mei lalu, Pahala
Express diduga telah melanggar hak-hak buruh. Salah satunya tidak membayar upah sesuai
UMK.

"Sebagian besar buruh yang bekerja di jasa logistik itu hanya mendapatkan upah di kisaran
Rp2 juta hingga Rp2,5 juta per bulan," ungkap KPBI.

Bahkan, ketika ditambah dengan tunjangan produktivitas, seperti uang makan dan lainnya
pun, upah para buruh tidak mencapai UMK Kota Bekasi sebesar Rp4,5 juta.

Padahal, menurut Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,


disebutkan bahwa perusahaan harus membayar sesuai UMK.

Bila tidak, maka ada ancaman pidana selama empat tahun yang harus ditanggung. "Kami
sangat berharap kiranya melalui percepatan proses penyelidikan dan penyidikan dapat
terungkap dengan terang dugaan tindak pidana ketenagakerjaan," kata KPBI.

Kondisi para buruh pun semakin tertekan sejak pandemi virus corona atau covid-19
mewabah di Indonesia. Khususnya ketika momen pembayaran Tunjangan Hari Raya
(THR), di mana pembayaran cuma cair sekitar 25 persen dari seharusnya.

"Perusahaan bilangnya merugi, tapi tidak pernah menunjukkan audit laporan keuangan,"
kata Ketua Umum Federasi Buruh Lintas Pabrik (FBLP) Jumisih.

Selain itu, perusahaan juga tidak mengikutsertakan buruh sebagai peserta BPJS
Ketenagakerjaan. "Mereka menerapkan sistem hubungan kerja yang tidak jelas, seperti
kontrak dan mitra. Apalagi, hak-hak maternitas buruh perempuan juga tidak dipenuhi,"
terangnya.
Saat Hak Buruh Jadi Nomor Dua Demi Investasi

ulfa Arieza | CNN Indonesia


Jumat, 25 Jan 2019 19:31 WIB

Jakarta, CNN Indonesia -- Penegakan hukum dan pengawasan yang lemah terhadap hak-
hak buruh menjadi persoalan klasik yang tidak kunjung tuntas. Banyak kasus pelanggaran
hak-hak buruh oleh pengusaha yang belum memperoleh titik temu.

Kasus paling hangat yang membuat kepala orang menggeleng ialah pengusaha asing yang
kabur membawa upah seluruh karyawan. Ada pula beberapa perusahaan yang melakukan
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

Sebanyak 3.000 karyawan PT Selaras Kausa Busana (SKB) belum menerima gaji sejak
Agustus 2018. Para buruh terpaksa gigit jari lantaran direktur perusahaan yang berasal dari
Korea Selatan malah membawa kabur modal perusahaan sebesar Rp90 miliar yang
seharusnya menjadi gaji karyawan.

Tak tinggal diam, serikat pekerja telah mengadukan kasus tersebut kepada Dinas Tenaga
Kerja Kota Bekasi hingga Kementerian Ketenagakerjaan, Namun, perjuangan belum
membuahkan hasil.

Sebelumnya, bergulir pelanggaran hak pekerja lain yang belum rampung. Sebanyak 254
eks-karyawan PT Modern Sevel Indonesia (MSI) belum memperoleh upah yang totalnya
senilai Rp7,2 miliar. Karyawan pengelola ritel Sevel Eleven (Sevel) itu sudah menuntut
haknya selama lebih dari satu tahun.

Belum lagi, kasus pelanggaran upah minimum oleh beberapa perusahaan. Adapula
perusahaan yang belum mendafarkan pekerjanya sebagai peserta Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan.

Menanggapi fenomena kasus pelanggaran hak pekerja, Kasubdit Pengawasan Norma


Waktu Kerja, Waktu Istirahat, dan Pengupahan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker)
FX Watratan menjelaskan pihaknya melakukan pengawasan mengacu kepada Standar
Operasional Prosedur (SOP) atau ketentuan yang berlaku.

Menurut UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, saat ini tim pengawas
ketenagakerjaan merupakan otonomi daerah, sehingga pengawasan ketenagakerjaan berada
di level provinsi. Sebelumnya, tim pengawas berada hingga tingkat kabupaten dan kota.

Watratan mengatakan setiap tim pengawas wilayah memiliki independensi dan


kewenangan dalam menyelesaikan masalah. Namun, Kementerian bisa memberikan
bantuan teknis untuk kasus-kasus tertentu.

"Dalam hal tertentu, ada juga yang mekanismenya berjenjang. Kalau ada pihak yang
keberatan atas penyelesaian di daerah boleh meminta keadilan di pusat, kami akan
tangani," jelasnya.
Jika permasalahan buruh telah merambah kepentingan negara baik dari aspek politik,
ekonomi, ia mengatakan kementerian pusat siap turun tangan.

Terkait proses penyelesaian, lanjutnya, tim pengawas akan turun langsung memeriksa,
mengambil tindakan, dan menyelesaikan sesuai aturan yang berlaku. Hal itu jika
permasalahan menyangkut hak normatif yang tercantum dalam Peraturan Perusahaan (PP)
dan Perjanjian Kerja Bersama (PKB). Termasuk dalam permasalahan hak normatif adalah
pembayaran upah minimum.

Namun, jika permasalahan masuk dalam ranah hubungan industrial, maka penyelesaiannya
harus melalui proses tripartite, mediasi hingga putusan pengadilan industrial. Termasuk
dalam permasalahn industrial adalah putusan PHK. Secara umum, Watratan mengklaim
tim pengawas kementerian pusat maupun daerah telah melakukan tugasnya dengan m

"Saya kira selama ini kalau penangan kasus ketenagakerjaan teman-teman baik di tingkat
pusat maupun daerah cukup cepat. Namun tentunya harus berjenjang, kalau kasus yang
terjadi di daerah tentu kami dahulukan penanganan oleh pengawas daerah," katanya.

Ilustrasi. (CNN
Indonesia/Safir Makki).
Pemerintah 'Belum Hadir' untuk Pekerja

Pengamat Ketenagakerjaan Timboel Siregar mengatakan upaya perbaikan yang dilakukan


oleh Kemnaker belum membuah hasil, termasuk mengalihkan tim pengawas dari
kabupaten dan kota menjadi kewenangan provinsi.

"Jadi pengawasan kita seperti yang dulu tidak jalan dengan baik, pengawasan ini belum
mampu melaksanakan tugas seperti yang diamanatkan ketentuan yang ada," kata Timboel.

Timboel mengungkapkan kasus larinya investor tanpa tanggung jawab kepada pekerjanya
sudah terjadi berulang kali. "Tidak ada upaya mengejar pengusahanya. (Dalam kasus PT
SKB)misalnya sampai ke Korea Selatan atau meminta pertangunggjawaban ke Kedutaan
Besar Korea," kata Timboel.

Ke depan, Timboel mendesak pemerintah melakukan fungsi pengawasan yang bersifat


preventif, sehingga bisa mencegah pelanggaran hak-hak pekerja. Saat ini, kata Timboel,
pemerintah justru mengambil langkah setelah muncul pelanggaran dari perusahaan. Toh,
solusi yang diberikan juga cenderung menggantung alias tidak menjawab tuntutan pekerja.

Menurutnya, kegagalan pemerintah dalam melakukan pengawasan lantaran pemerintah


selalu mendahulukan sisi investasi ketimbang penegakan hukum. Misalnya, lanjut
Timboel, tidak ada penindakan tegas pada kasus pelanggaran upah minimum sebab
pemerintah khawatir ketegasan hukum justru akan menekan investasi asing.

"Kalau kita hanya fokus menarik investasi artinya penegakan hukum akan
dinomorduakan," katanya.

Selain itu, Timboel menilai anggaran untuk tindakan pengawasan hak-hak tenaga kerja
masih rendah. Akibatnya, kinerja dari tim pengawas pun cenderung kurang maksimal. Dari
sisi Sumber Daya Manusia (SDM), Timboel bilang, tim pengawas juga kurang mumpuni
baik dari kualitas maupun kuantitas.

"Kami selalu mengatakan harusnya ada komisi pengawas tenaga kerja yang disusun secara
tripartiet yaitu pekerja, pemerintah, dan pengusaha," ujarnya.

Pengamat Ketenagakerjaan Payaman Simanjuntak memiliki pandangan tidak jauh berbeda


dengan Timboel. Menurutnya, selama ini Kemnaker belum bisa menyiapkan langkah
preventif secara menyeluruh. Setelah timbul masalah, katanya, Kemnaker baru datang
mambantu memberi solusi.

"Secara keseluruhan pengawasan memang belum efektif," kata Payaman.

Kurang maksimalnya pengawasan ini, kata Payaman, disebabkan jumlah pengawas yang
terlalu sedikit sehingga tidak bisa mengimbangi jumlah perusahaan dalam suatu wilayah.
Payaman juga menilai penempatan tim pengawas di provinsi justru kurang fleksibel.

eharusnya, kata Payaman, di beberapa kabupaten padat industri dapat ditempatkan


beberapa orang tenaga pengawas. Dengan demikian, tim pengawas bisa memantau hak-hak
pekerja oleh perusahaan secara rutin.
"Saya sarankan supaya dalam lima tahun ini pengawas secara bertahap ditambah 200
orang setiap tahun," katanya.
Kasus Aice: dilema buruh perempuan di Indonesia dan pentingnya kesetaraan
gender di lingkungan kerja

ara pekerja perempuan sedang bekerja di pabrik wig, Yogyakarta, 13 Desember 2019.
RWicaksono/Shutterstock

Saya sudah bilang ke HRD, saya punya riwayat endometriosis jadi tidak
bisa melakukan pekerjaan kasar seperti mengangkat barang dengan
beban berat,”

Itulah pengakuan salah satu buruh perempuan yang bekerja pada perusahaan produsen es
krim PT. Alpen Food Industry (AFI) atau Aice, Elitha Tri Novianty.

Perempuan berusia 25 tahun ini sudah berusaha mengajukan pemindahan divisi kerja
karena penyakit endometriosisnya kambuh. Tapi apa daya, perusahaan justru mengancam
akan menghentikannya dari pekerjaan.

Elitha terdesak dan tidak punya pilihan lain selain terus bekerja.

Akhirnya, dia pun mengalami pendarahan hebat akibat bobot pekerjaannya yang
berlebihan. Elitha terpaksa melakukan operasi kuret pada Februari lalu, yang berarti
jaringan dari dalam rahimnya diangkat.

Elitha hanya satu dari banyak buruh perempuan yang hak-haknya terabaikan oleh Aice.

Sarinah, Juru Bicara Federasi Serikat Buruh Demokratik Kerakyatan (F-SEDAR), yang
mewakili serikat buruh Aice, menyatakan bahwa sejak tahun 2019 hingga saat ini sudah
terdapat 15 kasus keguguran dan enam kasus bayi yang dilahirkan dalam kondisi tak
bernyawa dialami oleh buruh perempuan Aice.

Pihak Aice telah membantah tuduhan tersebut. Perwakilan Aice, Simon Audry Halomoan
Siagian, menyatakan bahwa pihaknya sudah melarang perempuan yang sedang hamil
untuk bekerja di shift malam.
Namun terlepas dari penjelasan yang diberikan, Aice tetap mendapat kecaman dari
berbagai pihak dan bahkan menghadapi aksi boikot.

Tapi perjuangan untuk meperjuangkan hak-hak buruh perempuan tampaknya masih jauh
karena masih banyak perusahaan yang menelantarkan hak-hak buruh-buruh perempuan
mereka demi mengejar efisiensi dan efektivitas produksi perusahaan.

Para pengamat buruh dan gender berargumen praktik penindasan hak buruh perempuan
merupakan akibat dari pelanggengan budaya patriarki di sektor ketenagakerjaan di
Indonesia.

Stigma dari budaya patriarki

Data Organisasi Buruh Internasional atau ILO pada 2018 menunjukkan bahwa hanya
setengah dari populasi perempuan Indonesia yang memiliki pekerjaan dan jumlahnya tidak
pernah bertambah.

Sedangkan pada laki-laki, tingkat ketenagakerjaan mencapai hampir 80% populasi.

Stigma yang melekat pada perempuan –- seperti perempuan itu lebih lemah sebagai
pekerja ketimbang laki-laki -– menjadi satu alasan mengapa pihak perusahaan enggan
memperkerjakan mereka.

“Tenaga kerja perempuan dianggap lemah. Misalnya ketika harus mengurus anak,
dianggap beban pekerjaannya harus dikurangi. Kepercayaan saat rekrutmen juga berkurang
karena acap kali dianggap sering tidak masuk kerja”, terang Peneliti Lembaga Demografi
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Diahhadi Setyonaluri atau yang akrab
disapa Ruri.

Stigma itu, menurut Suci Flambonita, staf pengajar di Fakultas Hukum, Universitas
Sriwijaya, muncul dari budaya patriarki yang dilanggengkan.

Suci menjelaskan budaya patriarki ini termanifestasi dalam hubungan industrial yang
timpang antara buruh dan pemberi kerja di mana buruh perempuan selalu berada pada
posisi yang lemah.

“Buruh perempuan dianggap hanya sebagai second-person (orang kedua),” ujarnya.

Akibatnya buruh perempuan sering diperlakukan semena-mena.

Di banyak perusahaan, buruh perempuan dipersulit untuk mendapatkan cuti haid yang
sebenarnya sudah dilindungi dalam Undang-Undang (UU) Ketenagakerjaan No. 13 tahun
2003.

Izin cuti haid baru bisa terwujud ketika mendapatkan surat keterangan dokter (SKD) yang
dikeluarkan oleh klinik pabrik atau klinik tingkat I yang tercantum dalam kartu Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Proses yang rumit ini membuat buruh perempuan
terpaksa memilih menahan sakit saat bekerja.
Banyak perusahaan juga lalai menjamin keselamatan buruh perempuan akibatnya mereka
rentan mengalami pelecehan dan kekerasan seksual.

Penelitian pada paruh akhir tahun 2017, menunjukkan bahwa meski mayoritas buruh
perempuan dalam sektor garmen di Kawasan Berikat Nusantara (KBN) Cakung, Jakarta
Timur pernah mengalami kasus pelecehan seksual, hanya sedikit sekali yang melapor.

Dari 773 buruh perempuan yang berpartisipasi dalam penelitian ini, 437 di antaranya
pernah mengalami pelecehan seksual, dengan rincian 106 mengalami pelecehan verbal, 79
mengalami pelecehan fisik, dan 252 mengalami keduanya.

Dari angka tersebut, hanya 26 orang yang berani melapor. Alasan para buruh perempuan
tidak melapor karena mereka merasa malu, takut, dan khawatir jika melapor pekerjaan
mereka akan terancam.

Buruh hamil di KBN Cakung ini juga mengalami tekanan saat bekerja. Mereka wajib
lembur meski sedang hamil dan sering kali tidak dibayar.

Hal yang serupa juga terjadi pada buruh perempuan di Aice.

“Buruh perempuan yang sedang hamil baru bisa non-shift (tidak bekerja) kalau usia
kandungan sudah tujuh bulan. Sebelum itu, masih harus angkat barang berat dan dapat
shift (waktu kerja) malam,” ujar Sarinah.

Puncak gunung es

UU Ketenagakerjaan Indonesia sebenarnya sudah cukup melindungi hak pekerja dan buruh
perempuan Indonesia.

Aturan tersebut dengan jelas mengatur jam kerja dan fasilitas untuk tenaga kerja
perempuan serta menetapkan sanksi pidana dan denda bagi perusahaan yang tidak
mengabulkan hak ini.

Namun sayangnya, minimnya pengawasan dari pemerintah terkait perlindungan tenaga


kerja perempuan membuat perusahaan melaksanakan peraturan ini dengan seenaknya.

“Seperti gunung es, kasus buruh perempuan di pabrik Aice ini hanya memperlihatkan
sedikit permasalahan. Kita belum tahu bagaimana kondisi kerja yang dialami oleh buruh
perempuan di pabrik-pabrik lain, pasti banyak yang tidak dibuka kepada publik,” terang
Palmira Permata Bachtiar, peneliti SMERU Research Institute.

Pemerintah juga berperan penting untuk menaruh perhatian pada evaluasi peraturan ini.

“Kalau tidak ada pengawasan, kita tidak pernah tahu sebuah permasalahan sampai level
grassroot. Pemerintah harusnya bisa melakukan monitor dan enforcement (penegakan
hukum) ke perusahaan hingga menjadi mediator antara perusahaan dengan tenaga kerja”,
jelas Ruri.

Namun tuntutan tersebut bisa jadi tantangan buat pemerintah.


Saat ini jumlah aparat untuk mengawasi sektor ketenagakerjaan masih kurang.

Jumlah pengawas pada Dinas Tenaga Kerja tingkat provinsi dan kabupaten tidak
sebanding dengan jumlah perusahaan. Data ILO menunjukkan hingga akhir 2016, rasio
pengawas dan perusahaan adalah 1:11.228.

Terbatasnya jumlah pengawas ini berpengaruh pada lambatnya respons pemerintah dalam
menanggapi permasalahan yang menimpa buruh.

Para ahli melihat peluang bagi lembaga bantuan hukum, lembaga swadaya masyarakat,
advokasi, dan organisasi masyarakat untuk bisa ikut berperan dalam membantu
pengawasan terhadap pemenuhan hak buruh.

Ancaman UU Sapu Jagat Cipta Kerja

Perlindungan terhadap buruh perempuan akan semakin terancam dengan rencana


pemerintah untuk mengesahkan Undang Undang Cipta Kerja.

Banyak pihak mengecam aturan yang diharapkan pemerintah dapat menarik lebih banyak
investor masuk ke Indonesia karena berpotensi merugikan hak tenaga kerja, khususnya
perempuan.

Jika dalam UU Ketenagakerjaan Tahun 2003, pekerja perempuan yang tidak masuk kerja
karena cuti haid tetap wajib dibayarkan upahnya, maka dalam draf Omnibus Law, hak ini
tidak disebutkan secara eksplisit.

Satu celah lagi yang belum diakomodasi oleh UU yang baru tersebut adalah perlindungan
buruh non formal.

Tenaga kerja non formal seperti asisten rumah tangga, pekerjaan yang mayoritas dilakukan
pekerja perempuan, tidak memiliki payung hukum untuk melindunginya. Hal ini membuat
hak dan keselamatan kerja mereka menjadi bias pada pekerja sektor formal.

“Perlindungan pekerja itu seharusnya termasuk perlindungan pekerja perempuan dan anak
baik dalam sektor formal dan non formal. Sektor formal relatif sudah baik, tetapi
persoalannya ada di perlindungan terhadap pekerja perempuan nonformal yang tidak
dilindungi sama sekali oleh hukum,” jelas M Nur Sholikin, peneliti Pusat Studi Hukum
dan Kebijakan Indonesia (PSHK).
KASUS BURUH MIGRAN, GAJI TAK DIBAYAR HINGGA
TRAFFICKING

Priska Sari Pratiwi | CNN Indonesia


Kamis, 05 Jan 2017 18:39 WIB

Peringatan Hari Buruh Migran Internasional. (CNN Indonesia/Andry Novelino)

Jakarta, CNN Indonesia -- Lembaga Solidaritas Perempuan mengungkapkan, ada


66 laporan kasus kekerasan dan pelanggaran hak pada perempuan buruh migran
sepanjang tahun 2016. Dari jumlah tersebut, laporan didominasi persoalan gaji
yang tak pernah dibayar hingga trafficking.

Koordinator Penanganan Kasus Solidaritas Perempuan Nisaa Yura mengatakan,


kekerasan maupun pelanggaran hak yang diterima perempuan buruh migran,
khususnya Pembantu Rumah Tangga (PRT) terjadi lantaran minim perlindungan
dari pemerintah Indonesia.

"Indonesia selama ini menuntut negara tujuan untuk melindungi. Tapi Indonesia
sendiri tidak punya bentuk perlindungan yang spesifik," ujar Nisaa di Kantor
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Kamis (5/1).

01:30 / 01:30
AD

Status PRT, kata Nisaa, belum diakui sebagai sebuah pekerjaan layaknya jenis
pekerjaan lain. Hal ini membuat hak-hak ketenagakerjaan PRT terus dilanggar
dan sulit mendapat keadilan.

Pelatihan yang diberikan perusahaan penyalur tenaga kerja selama juga dinilai tak
efektif bagi PRT tersebut. Menurut Nisaa, para PRT hanya diajarkan hal-hal teknis
terkait pekerjaan namun tak dijelaskan hak-hak ketenagakerjaan mereka.
"Harusnya ada informasi soal hak tenaga kerja selama mereka ikut pelatihan.
Selama ini pelatihan hanya soal rumah tangga," katanya.

Tak heran, lanjut Nisaa, ada perbedaan cukup signifikan soal pengetahuan hak
tenaga kerja PRT di Arab Saudi dengan mereka yang bekerja di Hong Kong.

Nisaa berkata, para majikan di Arab Saudi umumnya membatasi akses keluar
rumah bagi PRT mereka. Sedangkan di Hong Kong para PRT lebih dimudahkan
karena masih boleh keluar dari rumah dan berkumpul dengan rekan sesama PRT.

"Sehingga pemahaman mereka soal hak tenaga kerja ini muncul dari kumpul-
kumpul itu," terangnya.

Sementara itu, moratorium pengiriman tenaga kerja ke luar negeri dianggap tak
efektif. Moratorium tersebut dinilai hanya menjadi penyelesaian instan yang ingin
dilakukan pemerintah.

Selain itu, kebijakan ini juga bertentangan dengan Konvensi Migran 90 pasal 8
ayat 1 yang menyebutkan, para pekerja migran dan anggota keluarganya harus
bebas meninggalkan negara mana pun termasuk negara asalnya.

Apalagi belum semua calon perempuan buruh migran memahami soal moratorium
tersebut. Hal ini yang kemudian dimanfaatkan sejumlah pihak untuk menyalurkan
para calon perempuan buruh migran itu ke luar negeri secara ilegal.

Pihaknya menemukan peningkatan jumlah kasus penempatan buruh migran yang


tidak melalui jalur resmi. Para calonperempuan buruh migran perempuan ini pun
bersedia dengan alasan himpitan ekonomi dan sempitnya lapangan pekerjaan di
tempat kelahiran mereka.

"Negara tidak mampu menjamin kesejahteraan. Jadi wajar mereka bekerja


sebagai PRT di luar negeri," tutur Nisaa.

Sementara itu sejumlah alasan menjadi pemicu para perempuan memilih


mengadu nasib sebagai PRT di luar negeri. Anggota Solidaritas Perempuan,
Andriyeni, mengatakan, banyak perempuan buruh migran yang bekerja sebagai
PRT untuk membantu kondisi keuangan keluarga. Alih-alih mendapatkan
penghasilan, para PRT mesti rela tak digaji hingga berbulan-bulan.

Ia menyebutkan, ada seorang PRT asal Karawang yang tak digaji hingga disiksa
secara fisik saat bekerja di Arab Saudi. Bahkan ketika kembali ke Indonesia, PRT
itu harus pulang tanpa uang dengan kondisi mata buta sebelah.
"Setelah berjuang lima tahun akhirnya dia dapat gaji dengan bantuan mediasi dari
Kementerian Tenaga Kerja," tuturnya.

Penyalur jasa tenaga kerja, lanjutnya, tak jarang melakukan kecurangan pada
perempuan buruh migran ini. Hal ini membuat perempuan buruh migran terjebak
dalam trafficking.

Hal ini dimulai dari manipulasi visa, perpanjangan kontrak, pemalsuan identitas,
penyekapan, pemotongan gaji, hingga penipuan yang berujung pada eksploitasi
perempuan buruh migran.

Andriyeni menyayangkan lambatnya respons dari pemerintah terkait


permasalahan ini. Sejumlah kebijakan yang dikeluarkan pemerintah justru minim
perlindungan dan mendiskriminasi hak asasi para perempuan buruh migran.

Pemerintah, kata dia, mesti memperbaiki mekanisme penanganan kasus buruh


migran dengan sistem satu atap. "Kami mesti mendesak terus supaya instansi
bisa maksimal beri perlindungan," ucapnya. (rdk/rdk)
Jaminan PM Malaysia untuk TKI: Silakan Mengadu Bila Gaji Dibayar Telat

Jakarta -

Perdana Menteri Malaysia Dato' Sri Ismail Sabri bin Yaakob menjamin Tenaga
Kerja Indonesia (TKI) bisa melakukan pengaduan jika mengalami kerugian.
Termasuk jika pembayaran gaji telat.

Hal itu disampaikannya saat menemui Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana
Kepresidenan Bogor, Rabu (10/11/2021).

Sri Ismail menjelaskan Kementerian Sumber Daya Manusia atau Kementerian


Ketenagakerjaan Malaysia membuka diri untuk menerima aduan bagi para
pekerja yang mengalami kecurangan. Hal itu juga berlaku bagi pekerja asing
termasuk TKI.

Kementerian Sumber Daya Manusia telah mewujudkan e-gaji dan juga fotel,
khusus kepada pekerja di Malaysia utamanya yang melibatkan pekerja-pekerja
dari luar Malaysia. Jika ada isu yang berkaitan dengan kelewatan membayar gaji
atau segala isu yang berkaitan dengan pekerja yang tidak berpuas hati dengan
layanan yang diberikan oleh majikan atau employer mereka, mereka boleh boleh
membuat aduan direct kepada Kementerian Sumber Daya Malaysia," ucapnya.

ia mengatakan, komitmen itu dibuat untuk memberikan perlindungan kepada para


pekerja yang mungkin merasa teraniaya dan selama ini tidak bisa melakukan
pengaduan.
"Ini untuk memberikan perlindungan kepada pekerja-pekerja yang mungkin
teraniaya mengenai gaji dan lain-lain perkara yang selama ini mereka tidak dapat
membuat aduan," tuturnya.

Sri Ismail juga menambahkan, setiap TKI yang telah habis masa kerja akan
diberikan amnesti atau tetap diperbolehkan berada di Malaysia. Dalam kebijakan
sebelumnya setiap TKI yang sudah habis masa kerjanya harus pulang ke
Indonesia.

"Kalau mengikut UU Imigrasi mereka tidak boleh berada di negara kita, tapi kita
telah membuat keputusan untuk program rekaliberasi yaitu kita membuat amnesti
atau pemutihan supaya mereka yang ingin terus bekerja. Walau setelah tamat
permit kerja mereka diberi sambungan tanpa perlu pulang ke Indonesia," tuturnya.

TKI di Malaysia juga akan diberikan kebebasan untuk memilih apakah mereka
memilih ingin melanjutkan kerja di Malaysia atau pulang ke Indonesia.

Memelas Nasib TKI Jadi Korban Kekerasan Staf KJRI Dibongkar Media AS
Jakarta -

Pembantu rumah tangga (PRT) asal Indonesia yang menjadi korban kekerasan
majikannya di Los Angeles, Amerika Serikat (AS). Majikan dari PRT itu diketahui
bekerja sebagai staf Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di LA.

Kasus kekerasan ini diberitakan media terkemuka AS, The Washington Post.
Seperti dilansir Rabu (13/10/2021), Laporan The Washington Post Magazine
fokus membahas kisah para PRT asing yang dibawa ke AS oleh para majikan
mereka yang merupakan diplomat atau pejabat organisasi internasional di bawah
program visa khusus AS. Namun para PRT malah jadi korban penganiayaan di
negeri Paman Sam.

Jurnalis The Washington Post Magazine mewawancarai PRT tersebut, penyedia


layanan sosial, teman-teman korban, serta atas dasar pernyataan yang diberikan
di bawah sumpah sebagai bagian dari pengajuan T-visa korban. Untuk diketahui,
T-visa merupakan dokumen khusus yang diberikan kepada korban
penyelundupan manusia.

T-visa merupakan jenis visa non-imigran yang mengizinkan korban tetap tinggal di
AS untuk membantu penyelidikan atau penuntutan kasus penyelundupan
manusia.
Kronologi Sri Yatun Jadi PRT di AS

The Washington Post Magazine mempublikasikan laporannya pada 6 Oktober


lalu. PRT asal Indonesia yang jadi korban kekerasan majikannya yang berstatus
staf KJRI, disebut bernama Sri Yatun. Sri disebut tiba di AS tahun 2004 lalu.

Visa A-3 untuk pekerja yang dipekerjakan para pejabat diplomatik asing.
Sementara visa G-5 untuk para pekerja yang dipekerjakan staf organisasi
internasional seperti Bank Dunia.

Secara khusus melekat pada majikan, visa itu memberikan para PRT izin kerja
dan status imigrasi yang sah. Visa ini sangat berpengaruh, tapi juga bisa
memungkinkan penyalahgunaan.

Kemampuan para PRT untuk tinggal secara legal di AS ada di tangan para
majikan mereka, yang mungkin memiliki kekebalan diplomatik dari aturan hukum
AS. Sementara banyak PRT yang memiliki hubungan saling menghormati dan
mendalam dengan majikan mereka.

Ketidakseimbangan kekuasaan yang diberikan visa itu memicu berbagai


persoalan, seperti kerja melampaui jam yang semestinya, upah kecil dan
persoalan lebih buruk lainnya. Sri Yatun (32) menuturkan sang majikan saat
memberitahunya bahwa dia akan bekerja tanpa upah selama empat bulan
pertama hingga mereka pindah ke AS, informasi ini didasarkan pada keterangan
Sri dan dokumen T-visa.

Dituturkan Sri bahwa staf KJRI itu menyebut upahnya akan digunakan untuk
membayar pengajuan visa dan tiket pesawat ke AS. Saat itu Sri meyakinkan
dirinya bahwa semuanya tidak akan sia-sia.

Kontrak bekerja di AS terlihat bagus yakni dengan upah US$ 400 per minggu per
40 jam. Dan tambahan US$ 13 per jam untuk lembur.
Kisah Pilu TKI di Arab Saudi, Minum Dari Air Keran Hingga Disiksa Pakai Pisau

Jakarta –

Bekerja adalah salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan hidup. Namun tak mudah
untuk menemukan pekerjaan yang pas dan sesuai. Seperti kisah tenaga kerja wanita
yang satu ini. Demi memperoleh uang untuk mengobati sang ibu, dirinya malah jadi harus
mendapatkan siksaan selama menjadi TKI.

Wanita bernama Widianti itu menceritakan kisahnya di acara Kejamnya Dunia Trans TV.
Menurut pengakuannya, selama bekerja sebagai TKI di Arab Saudi dirinya kerap
mendapatkan penyiksaan demi penyiksaan.

"Dipukulin sama kabel, sama kayu, terus dijedotin sama tembok kepala saya," jelas
Widianti seperti dikutip dari YouTube Trans TV Official

Wanita 29 tahun yang lahir di Indramayu itu bekerja sebagai TKI di Albaha, Arab Saudi, di
rumah keluarga Jamila. Selama bekerja di sana dirinya pernah disiksa dan dipukul
menggunakan pisau, sendok panas, hingga pemutih pakaian.

Bekas-bekas penyiksaan itu pun masih terlihat jelas di tubuhnya. Di bagian tangannya
terdapat bekas terkena setrika, cubitan, sendok panas, hingga pisau. Sedangkan di
bagian punggungnya terdapat bekas siraman air panas
Walaupun mengalami banyak penganiayaan tetapi Widianti tidak pernah berniat untuk
kabur. Pasalnya dia merasa takut karena dia tidak memiliki pengalaman sebelumnya.

"Disana kan kampungnya. Kalau kabur saya mau kabur kemana gitu, takut, kan belum
ada pengalaman di sana, karena saya pertama kali di sana kerja. Jadi nggak ada
pengalaman, perasaan takut itu ada. Nggak pernah ada kepikiran mau kabur itu nggak
ada," jelas Widianti.

Lebih menyedihkannya lagi Widianti juga mengungkapkan bahwa dirinya hanya memiliki
waktu istirahat selama 2 jam ketika bekerja di sana. Dia dipaksa untuk bekerja di dua
rumah, yaitu rumah keluarga Jamila dan rumah keluarga ibu majikannya tersebut. Waktu
istirahatnya pun hanya jam 12 malam hingga 2 pagi.

Tak hanya itu saja, untuk makan pun sang majikan membatasi Widianti. Widianti hanya
diperkenankan minum dari air keran saja.
Widianti menceritakan bahwa alasan awalnya memilih untuk bekerja sebagai TKI adalah
untuk membiayai pengobatan sang ibu yang sedang sakit kanker. Sebelum menjadi TKI,
Widianti sendiri tadinya tidak bekerja. Dia hanya mengandalkan penghasilan suaminya
sebagai seorang supir.

Suatu ketika Widianti mendapatkan kabar pengiriman tenaga kerja ke Timur Tengah.
Dirinya pun tertarik dan meminta restu dari suami serta ibunya. Awalnya sang suami
menolak, tetapi Widianti tetap bersikeras ingin bekerja sebagai TKI.

"Karena saya maksa ya suami juga, ya nggak apa-apa kalau kamu maksa terus," jelas
Widianti.

"Sama sponsor dibawa ke Jakarta, ke PT Dasa nya. PT Dasa terus dari sana cuma
nunggu di rumah. Pas katanya besok katanya terbang, ke Jakarta lagi. Pas nggak
terbang-terbang, di kedutaan itu ada pemilihan. Saya ikut pemilihan kedutaan, saya
kepilih ke Saudi ikut, ikutan aja ke Saudi. Nggak ada pelatihan, nggak ada pembelajaran,"
tambahnya.

Janjinya Widianti nantinya akan memperoleh gaji sebesar 600 Riyal atau sekitar Rp 2,3
juta per bulan. Namun pada kenyataannya gajinya tersebut tidak dibayarkan utuh oleh
sang majikan.

"Nggak, nggak tiap bulannya. Saya digaji itu pertama aja, pertama digaji pas udah dua
bulan, itu satu bulan gaji. Katanya 'Ini gaji kamu' satu bulan. Pas kesininya saya nggak
digaji. Pas mau pulang, dia kasih gaji saya," jelas Widianti.

Sekembalinya ke Indonesia, Widianti langsung menjalani pengobatan. Dirinya merasa


menyesal karena telah mengabaikan perkataan sang suami dan tetap bersikeras untuk
pergi dan bekerja sebagai TKI. Akibatnya, kini bekas-bekas luka itu tak hanya menetap di
tubuhnya, tetapi juga di pikirannya.

Yang membuatnya semakin menyesal adalah karena sang anak juga tak lagi
mengenalinya ketika Widianti pulang ke rumah. Karena hal itu, anaknya bahkan tidak
mau didekati oleh dirinya.

"Iya anak saya juga nggak kenal. 'Itu bukan mama' katanya. Mama Rio mah gemuk. Itu
mah bukan. Mama Rio mah masih di Saudi, katanya gitu," ungkap Widianti.

Anda mungkin juga menyukai