tuntutan perundingan pertama dan kedua, dan tidak juga ada tindakan yang
dilakukan pihak Disnaker setelah PUK melayangkan surat permohonan
pengawasan Disnaker terhadap PT.Samsung atas indikasi adanya pelanggaran
tentang ketenagakerjaan terutama Union Busting.
Akibat makin banyak anggota PUK yang di PHK. Buruh Bekasi Bergerak bersiap
untuk unjuk rasa di PT SAMSUNG ELECTRONICS INDONESIA pada hari senen
tanggal 19 november 2012, Di pimpin langsung oleh bung Nurdin, mereka pun
siap berangkat (dengan mengendarai motor), tetapi aksi merekapun di larang/ di
tahan oleh Pihak Aparat (Polisi membuat barikade barisan), mereka pun tidak tau
alasan aparat melarang Buruh Bekasi Bergerak beraksi meskipun sudah
mempunyai izin untuk melakukan unjuk rasa. Mereka tetap mencoba unjuk rasa
dengan cara longmarc (berjalan kaki) tetapi tetap saja pihak aparat menghalangi
mereka. Akhirnya merekapun hanya berorasi di kawasan Ejip, selang beberapa
jam kerumunan merekapun hampir di datangi oleh sekelompok massa yang
mempersenjatai diri. Merekapun hampir saja bentrok dengan massa. Tetapi ada
beberapa anggota PUK yang laen, yang datang pulang kerja untuk datang
bersolidaritas mendapatkan serangan dari massa itu (di lemparin batu, dan
dengar dengar ada terkena sabetan benda tajam. Aksi pun dibubarkan setelah
ada kesepakatan antara buruh dan massa saat itu.
Itimidasi terhadap anggota PUK SPEE-FSPMI PT. Samsung terus berlanjut, merek
adikumpulkan disuatu ruangan dan di introgasi. Mereka mendapatkan perkataan
kasar dan perbuatan tidak menyenangkan lainnya agar PUK mencabut surat
unjuk rasa di Polres Bekasi. Kontrakan mereka pun didatangi oleh oang-orang PT
Samsung yang Anti serikat. Rumah mereka di foto dan didata. Sejak kejadian
pengurungan itu, para anggota PUK tidak lagi dapat dihubungi, seolah hilang
ditelan bumi dan tak satupun anggota PUK SPEE-FSPMI PT. Samsung yang lolos
dari PHK sepihak tersebut. (Riz)
Dugaan Kasus Union Busting, Dirut dan HRD PT ASI Ditetapkan Sebagai
Tersangka
kaitanpenguatan
profesionalisme
saya
sebagai
jurnalis.
Saya
ingin
mengembangkan kemampuan saya dalam depth reporting, setelah itu
dikembalikan ke Jakartauntuk mengembangkan bidang yang sama dengan
pilihan desk humaniora, politik,atau investigasi. Saya meminta batas waktu
sehari untuk menjawab. Karena diminta memberikan surat tertulis, malam itu
juga saya memberikan surat tertulis.
29 November 2006
Rabu sore saya menanyakan kepada Bambang Sukartiono tentang tawaran saya.
Ia menjawab secara prinsip bisa diterima, teknis mau diputuskan kemudian. Saya
menanyakan yang diterima apa, apakah termasuk batas waktu penugasan tiga
bulan. Ia jawab itu tidak dibicarakan karena tidak tercantum dalam surat saya.
Saya cek memang tidak tercantum dalam surat tetapi secara lisan telahsaya
sampaikan. Karena itu saya membuat surat susulan tertanggal 29November. Di
situ saya tegaskan jangka waktu tiga bulan dan minta akar surat pembuangan
saya ke Ambon ditinjau kembali.
Permintaan saya sederhana saja, surat keputusan yang pemindahan saya
keAmbon yang mengarah pada pelanggaran UU Serikat Pekerja/Buruh dicabut
atau direvisi. Saya memberikan batas waktu keptusan definitive koreksi
ataspemindahan saya selambat-lambatnya Rabu (6/12).
6 Desember 2006
Saya kedatangan aktivis dari berbagai kelompok sejak pukul 16.00
untukmenanyakan keputusan final menyangkut pembuangan saya ke Ambon.
Sekitar 40 aktivis mahasiswa, pers mahasiswa, NGO, guru, dosen, dan aktivis
bantuanhukum datang. Untuk menunggu batas waktu yang telah saya
sampaikan sebelumya kepada manajemen, kami mengadakan diskusi informal
tentang pendidikan.Menjelang pukul 18.00 saya mengelepon General Manajer
SDM Umum Bambang Sukartiono tentang tuntutan saya untuk membatalkan
atau merevisi SuratKeputusan tentang pembuangan saya. Akan tetapi pihak
manajemen tidak bisa memberikan jawaban definitif dengan alasan belum
menerima putusan dari redaksi.
Penundaan untuk kedua kali keputusan itu saya artikan sebagai
penolakanmanajemen untuk merevisi SK yang mengandung unsur pelanggaran
terhadap UU Serikat Buruh/Pekerja. Oleh karena itu dihadapan para aktivis yang
hadir saya menyatakan sejak malam itu akan melakukan perlawanan sampai SK
tersebutdicabut atau direvisi. Saya membagikan tembusan surat yang pernah
sayasampaikan kepada Pak Jakob, karena pada surat ke Pak Jakob sudah saya
cantumkan bahwa surat itu saya tembuskan ke karyawan dan pihak-pihak
terkait. Saya juga menempelkan surat itu di beberapa tempat di lantai tigadan
7 Desember 2006
Pagi-pagi saya memperoleh informasi tembusan surat itu telah dicopoti oleh
satpam. Siang hari saya membagikan media yang saya tulis sendiri tentang
berita pemberangusan aktivis serikat pekerja di Kompas dan tembusan
suratuntuk Pak Jakob ke karyawan di lantai tiga, empat, dan lima. Ini adalah
haksaya sebagai aktivis serikat pekerja untuk memberikan informasi mengenai
apayang terjadi dalam serikat pekerja kepada anggotanya. Ini juga hak
setiaporang untuk membuat dan menyebarluaskan informasi sebagaimana juga
praktek yang lazim dilakukan seorang wartawan.
Sore hari sekitar pukul 18.00 saya dipanggil oleh Pemimpin Redaksi Kompas
Suryopratomo yang berdiri di depan televisi di dekat meja sekretariat redaksi.
"Wis, sini Wis," katanya. Saya datang berdiri, percakapan terjadi dalam jarak dua
meter. Di situ langsung saya ditegur mengapa saya mengadakan pertemuan
tanpa izin sekretariat redaksi. Saya mengatakan bahwa saya menerima tamu,
mereka datang ingin tahu perkembangan akhir rencana pembuangan saya ke
Ambon. Dalam perdebatan tersebut Sdr. Suryopratomo mengatakan, "Memang
itu ruangan mbahmu". Saya jawab dengan kalimat serupa,"Siapa bilang itu
ruangan mbahmu". Sebagai seorang karyawan biasa dan sebagai seorang
sekretaris serikat pekerja sepantasnya bila saya diajak omong baik-baik di dalam
ruangan. Kalau kalimat terakhir yang saya ucapkan dianggap tidak hormat pada
atasan, itu juga merupakan bahasa yang dipergunakan seorang pemimpin koran
terbesar, koran intelektual, dalam berkomunikasi dengan karyawannya.
8 Desember 2006
Pagi-pagi saya menerima desas-desus bahwa saya telah dipecat dari Kompas
mulai hari itu. Saya semula tidak percaya, tetapi sore hari saya menerimakabar
itu langsung dari atasan saya., Wakil Editor Kennedy Nurhan. Saya kemudian
membagikan sisa fotokopi tulisan yang masih ada di tangan saya.Pada saat jam
pulang, sekitar jam 16.00 WIB, saya turun ke lantai dasar, didepan lift saya
membagikan fotokopi tulisan tersebut. Menurut saya, ini hak orang-orang di
Seperti layaknya seorang kriminal, ketika saya minta izin ke kamar mandi,saya
dikawal oleh dua orang satpam. Saya mulai tidak enak badan, perut mulas, lelah
secara psikologis. Saya minta izin mengambil jaket di ruangredaksi, tidak
diperbolehkan. AC dimatikan, sehingga ruang kemudian menjadipengap. Saat
itulah saya dikunjungi tiga pengurus Perkumpulan Karyawan Kompas Rien
Kuntari dan Luhur serta seorang mantan pengurus Tyas. Saya baru dilepaskan
setelah Bambang Sukartiono datang kembali. Penyekapan itu berlangsung
selama sekitar dua jam. Saya kemudian dibawa ke lantai tiga,sejumlah satpam
mengawal kami.
Setelah cukup lama menunggu, kami diundang masuk ke ruangan Pemimpin
Redaksi Suryopratomo. Di dalam ruangan itu saya didampingi Rien Kuntari dan
Luhur.Dari pihak manajemen ada Trias Kuncahyono, Didik, Bambang Sukartiono,
dan Retno Bintarti. Di situ saya disuruh menerima surat pemberitahuan bahwa
saya dikeluarkan oleh redaksi. Dalam surat itu setelah saya baca kemudian
antara lain berbunyi "Perusahaan dengan ini memutuskan tidak ada kepercayaan
lagikepada Saudara dan tidak dapat memperpanjang hubungan kerja dengan
Saudara terhitung mulai tanggal 9 Desember 2006. Di situ juga dicantumkan
larangan saya untuk masuk bekerja di seluruh lingkungan perusahaan. Anehnya
surat itu ditandatangi bukan oleh GM-SDM atau Pemimpin/Wakil Pemimpin
Umum tetapi oleh Pemimpin Redaksi Suryopratomo. Tidak ada permintaan maaf
sepotong katapun dari pimpinan Kompas yang hadir di ruangan itu atas
kekerasan yang saya alami.
Sekali lagi terjadi kasus Union Busting atau Pemberangusan terhadap Serikat
Pekerja / Buruh. Di mana 4 orang karyawan/pekerja Rumah Sakit Husada Utama,
yang beralamat di Jalan Prof. Dr. Moestopo No. 31 - 35 Surabaya, di PHK secara
sepihak oleh manajemen perusahaan karena menjadi pengurus Federasi Serikat
Buruh Kerakyatan-Konfederasi Serikat Nasional (FSBK-KSN) basis RS Husada
Utama. Empat orang pekerja tersebut adalah saudara Endah Nurhayati, ST.
(Ketua), Rizal Aditya Ferdianto (Wakil Ketua), Pramana Endradmaja (Sekretaris)
dan Laely Lusiana Eva, SE (Bendahara).
Kronologis terjadinya kasus ini sendiri awalnya saat para pekerja/karyawan
Rumah Sakit Husada Utama mendirikan Serikat Buruh Kerakyatan Basis PT. Cipta
Karya Husada Utama untuk memperjuangkan kesejahteraan mereka. Tindakan
ini kemudian justru berujung dengan di berikannya sanksi SP 1 dan Demosi
(Penurunan Jabatan) dari bagian Admission ke bagian House kepping (Cleaning
Service) dan berlanjut pemberian SP 2. Ironisnya ternyata pemberian sanksi
tersebut berdasarkan Peraturan Perusahaan PT. Cipta Karya Husada Utama yang
sudah usang masa berlakunya yaitu 2009-2011, sehingga pemberian sanksi
tersebut tidak mempunyai dasar hukum yang jelas.
Oleh karena itulah, sanksi tersebut dengan tegas di tolak oleh ke empat
pengurus FSBK-KSN Basis PT. Cipta Karya Husada Utama di Rumah Sakit Husada
Utama tersebut. Penolakan pemberian sanksi tersebut kemudian di respon
manajemen dengan melarang 4 orang itu memasuki area Rumah Sakit Husada
Utama. Permasalahan ini kemudian di laporkan oleh Mahfud Zakaria selaku
Sekjend FSBK-KSN kepada Disnaker Kota Surabaya untuk di tindak secara tegas
terkait tindakan kejahatan yaitu menghalang-halangi pekerja untuk menjadi
pengurus serikat buruh (pasal 28 jo pasal 43 Undang-Undang No.21 tahun 2000
tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh.
Hasil dari sidang mediasi di kantor Disnaker Kota Surabaya, Sdr. Reza selaku
perwakilan dari perusahaan PT. Cipta Karya Husada Utama menyatakan bahwa
sanksi SP 1 dan SP 2 telah di cabut karena mereka mengakui bahwa saat
pemberian sanksi tersebut telah terjadi kekosongan hukum yaitu sudah habisnya
masa berlaku Peraturan Perusahaan.
Namun, pihak manajemen Rumah Sakit Husada Utama ternyata ingkar terhadap
hasil mediasi dan tetap memberikan sanksi Demosi terhadap 4 orang pengurus
serikat tersebut. Kejahatan anti serikat manajemen Rumah Sakit Husada Utama
ini ternyata tidak hanya berhenti melakukan Demosi, namun parahnya mulai 16
Oktober 2012 4 pekerja tersebut kemudian mendapatkan sanksi Pemutusan
Hubungan Kerja (PHK) secara sepihak dari manajemen perusahaan.
Bahwa perlu di ketahui juga, pelanggaran yang di lakukan oleh pihak manajemen
RS. Husada Utama tidak hanya menghalang-halangi pekerjanya untuk menjadi
pengurus serikat buruh dengan memberikan sanksi PHK, namun juga
menghalangi-halangi pekerja lainnya yang ingin bergabung menjadi anggota
serikat. Bahwa hingga sekarang, ratusan pekerja PT. Cipta Karya Husada Utama
di Rumah Sakit Husada Utama masih berstatus kerja kontrak (PKWT) meskipun
sudah bekerja lebih dari 4 (empat) tahun dan di upah di bawah Upah Minimum
Kota (UMK) Surabaya serta tidak di daftarkan kepesertaannya pada program
Jamsostek.
Dari penjelasan kami di atas, maka itulah kami dari Federasi Serikat Buruh
Kerakyatan-Konfederasi Serikat Nasional (FSBK-KSN) dengan ini menyatakan
sikap:
1. Mengecam keras tindakan Union Busting yang di lakukan Manajemen Rumah
Sakit Husada Utama Surabaya karena tindakan tersebut terang telah melanggar
Undang-undang dan merupakan bentuk tindakan pidana.
2. Pekerjakan kembali 4 pengurus FSBK-KSN Basis Rumah Sakit Husada Utama
yang di PHK secara sepihak dan tempatkan mereka di jabatan semula yaitu
Admission.