Anda di halaman 1dari 29

1.

Fenomena Influencer, Mulai dari Iklan hingga Promosi RUU Cipta Kerja

(16/08/2020)

Penulis : Jawahir Gustav Rizal

Editor : Rizal Setyo N.

KOMPAS.com - Polemik mengenai Omnibus Law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja menyeret
sejumlah artis dan influencer. Mereka mempromosikan RUU tersebut melalui video berdurasi pendek
yang diunggah ke akun media sosial dengan tagar #IndonesiaButuhKerja. Seperti diberitakan
Kompas.com, (15/8/2020) figur publik yang mempromosikan tagar tersebut di antaranya Gritte Agatha,
Fitri Tropika, Gading Marten, dan Gisela Anastasia. Kemudian ada pula Ardhito Pramono, Cita Citata, Inul
Daratista, Boris Bokir, hingga Gofar Hilman. Namun, promosi yang dilakukan para artis ini justru menuai
kritik dari banyak warganet. Mereka menilai, para figur publik tidak memahami perasaan para pekerja
yang sedang berjuang agar RUU Cipta Kerja tidak disahkan. RUU Cipta Kerja ditolak pengesahannya oleh
kebanyakan pekerja dan organisasi buruh karena dianggap merugikan dan menghilangkan hak-hak
pekerja. Menanggapi kritik yang diarahkan pada influencer oleh warganet, dosen Ilmu Komunikasi
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) Fajar Junaedi, mengatakan, influencer bukan sekadar
jumlah pengikut, namun juga reputasi. Reputasi ini bisa berasal dari kepakaran di suatu bidang. "Nah,
influencer yang digandeng dalam komunikasi publik tentang RUU Omnibus Law adalah bukan pakar di
bidang tata kelola kebijakan pemerintah. Mereka influencer di bidang hiburan, jadinya Jaka Sembung
alias tidak nyambung," kata Fajar saat dihubungi Kompas.com, Minggu (16/8/2020).

Pergeseran cara beriklan Setelah kehadiran media sosial dan figur-figur publik di dalamnya, iklan
konvensional dianggap tidak lagi organik, termasuk juga akun media sosial yang bersifat sponsored
cenderung dihindari pengguna media sosial. "Di sinilah influencer mengambil kesempatan untuk
memengaruhi pengguna media sosial," kata Fajar. Karena beriklan dengan cara biasa tidak lagi menarik
minat konsumen, maka pelaku usaha kemudian mengubah cara beriklannya dengan menggandeng
influencer di media sosial, tujuannya agar produk merek bisa diterima dengan baik oleh konsumen.
Praktik ini tidak asing lagi bagi masyarakat. Di media sosial, bertebaran akun-akun influencer dengan
jumlah pengikut mulai dari ribuan hingga jutaan yang mengunggah konten-konten endorsement, seperti
produk makanan, kecantikan, dan juga pakaian. Menurut Fajar, keberadaan influencer yang difasilitasi
media sosial ini menunjukkan adanya pergeseran dalam strategi komunikasi pemasaran. Perlu menjaga
reputasi Meski memiliki pengaruh besar, namun Fajar menilai bahwa influencer sebenarnya bukan
sekadar jumlah pengikut, namun berkaitan juga dengan reputasi mereka. "Maka dampaknya bagi
audiens adalah jika influencer yang mereka ikuti mereka anggap melakukan tindakan tercela, reputasi
influencer jatuh dan ditinggalkan pengikutnya," kata Fajar.

Hal ini juga terlihat pada ramainya gelombang kritik kepada para influencer, yang dianggap turut
mempromosikan RUU Cipta Kerja. Melihat banyaknya kritik yang muncul, beberapa influencer pun mulai
melontarkan permintaan maaf melalui media sosial. Seperti diberitakan Kompas.com, (15/8/2020) artis
atau influencer pertama yang meminta maaf adalah penyiar radio Gofar Hilman. Klarifikasi Melalui akun
Twitternya, Gofar menjelaskan terlebih dahulu awal mula ia menerima tawaran pekerjaan untuk
melakukan promosi. Ia mengaku hanya diminta membuat video kreatif, tetapi dalam arahan yang
diberikan tidak disebutkan mengenai promosi produk hukum apa pun. Gofar juga menegaskan, dalam
video yang ia buat, sama sekali tidak menyatakan dukungan terhadap RUU ataupun menyinggung pihak
tertentu. Setelah Gofar, musisi Ardhito Pramono juga melakukan klarifikasi lewat akun Twitter resminya.
Ardhito mengaku memang mendapat brief untuk melakukan kampanye #IndonesiaButuhKerja. Namun,
dalam brief yang diterima, tidak ada kata-kata Omnibus Law RUU Cipta Kerja. Ia juga mengaku telah
menanyakan kepada pihak yang mengurus kerja sama mengenai keterkaitan kampanye dengan politik.

Arditho pun meminta maaf atas ketidaktahuannya terkait inti kampanye tersebut ataupun sikap yang
dianggap kurang empati pada masyarakat yang sedang berjuang agar RUU Cipta Kerja tidak disahkan.
Menyusul Ardhito, penyiar radio Adit Insomnia juga memberikan klarifikasi terkait video promosi RUU
Cipta Kerja. Adit mengaku mendapat pekerjaan ini dari teman satu profesinya. Ia berpikir bahwa ia hanya
perlu membuat video yang membuat masyarakat semangat di tengah pandemi Covid-19. Ia juga
mengaku menerima bayaran sekitar Rp 5 juta. Namun, Adit tidak mengetahui siapa agensi yang
mengurus promosi tersebut. Adit kemudian meminta maaf atas unggahannya terkait
#IndonesiaButuhKerja. Ia juga akan mengembalikan uang pembayaran yang telah diterima.

link : https://www.kompas.com/tren/read/2020/08/16/181500665/fenomena-influencer-mulai-dari-
iklan-hingga-promosi-ruu-cipta-kerja?page=all

2. Menko Airlangga Sebut RUU Cipta Kerja Bakal Rampung Tahun Ini

Tanggal terbit : 14/08/2020

penulis : Mutia Fauzia

editor : Yoga Sukmana

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan


pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja bakal rampung pada masa
sidang paripurna tahun ini. "Sudah disampaikan di pidato Ketua DPR, RUU Cipta Kerja akan dibahas dan
ditargetkan bisa selesai dalam masa sidang ini," ujar Airlangga dalam konferensi pers RAPBN dan Nota
Keuangan 2021 secara virtual, Jumat (14/8/2020). Ia mengatakan, saat ini proses pembahasan RUU Cipta
Kerja sudah mencapai 70 persen. Beberapa isu yang krusial seperti isu ketenagakerjaan dinilainya sudah
mencapai kata sepakat antara pekerja, pengusaha, dan pemerintah.

"Beberapa isu krusial sudah ada hal yang disepakati secara tripartit, seperti isu ketenagakerjaan antara
pekerja, pengusaha, dan pemerintah dalam hal ini di dalam rapat yang dipimpin Menaker (Ida
Fauziyah)," kata Airlangga. Menurut Airlangga, keberadaan RUU Cipta Kerja dapat menyelesaikan
permasalah investasi di dalam negeri yang kerap terhambat regulasi. Airlangga mengatakan RUU Cipta
Kerja menjadi kesempatan Indonesia untuk melakukan pemulihan ekonomi dan percepatan penguatan
reformasi serta transofmrasi perekonomian. "Sekarang 215 negara mengalami pandemi Covid-19 dan
kita berharap dengan diselesaikannya UU Cipta Kerja dan dengan trade war diharapkan ada inflow dari
foreign direct investment yang bisa masuk dari negara-negara yang ingin melakukan investasi dengan
melihat domestic market Indonesia dan tersedianya resource atau bahan baku di RI terkait global value
chain," ujar dia.

link : https://money.kompas.com/read/2020/08/14/210544526/menko-airlangga-sebut-ruu-cipta-kerja-
bakal-rampung-tahun-ini

3. Menaker: Tim Tripartit Selesai Bahas RUU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan 03/08/2020, 06:08
WIB

Penulis : Ade Miranti Karunia

Editor : Erlangga Djumena

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah menyatakan, pembahasan


RUU Cipta Kerja klaster ketenagakerjaan yang dilakukan bersama Tim Tripartit telah selesai dan segera
disampaikan ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI). Tim Tripartit yang terdiri dari unsur pengusaha
seperti Kadin dan Apindo, serikat buruh, dan pemerintah telah melakukan 9 kali pertemuan dalam
rentang 8 Juli-23 Juli 2020 untuk membahas klaster ketenagakerjaan di RUU Cipta Kerja. "Untuk
selanjutnya saya selaku penerima amanat dari Menko Perekonomian maka kami akan menyampaikan
laporan hasil pembahasan RUU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan dari Tim Tripartit ini kepada Menko
Perekonomian. Untuk kemudian diserahkan ke DPR untuk proses pembahasan berikutnya," ujarnya
dalam keterangan tertulis, Minggu (2/8/2020)

Menaker Ida mengatakan, pembahasan dan dialog yang dilakukan Tim Tripartit dilakukan dalam suasana
yang penuh keakraban. Semua pihak bersepakat untuk bersama-sama mendalami dan melakukan
pembahasan substansi ketenagakerjaan yang diatur dalam RUU Cipta Kerja. "Perbedaan pendapat
adalah soal biasa dalam pembahasan. Ini mencerminkan tidak ada kekangan dari pihak manapun karena
semua anggota diberikan kesempatan yang sama untuk berpendapat meskipun berbeda pandangan.
Suasana yang kondusif juga mencerminkan kedewasaaan berpikir dan sikap yang arif dari semua anggota
tim," katanya. Pemerintah telah mencatat banyak masukan yang bersifat konstruktif selama pembahasan
tersebut berlangsung. Pendapat dan pandangan yang disampaikan oleh tim menurutnya, akan menjadi
bahan pertimbangan pemerintah dalam menyampaikan usulan penyempurnaan RUU Cipta Kerja Klaster
Ketenagakerjaan. Semua materi muatan tersebut telah selesai dibahas. Namun, ia akui, terdapat
beberapa materi yang tercapai kesepahaman bersama, ada juga yang tidak. "Pemerintah akan
mendalami dan mencermati kembali masukan-masukan dari tim dan mencari jalan tengah atas beberapa
perbedaan pandangan baik dari unusr pekerja/buruh, unsur pengusaha maupun unsur pemerintah,"
ujarnya.

https://money.kompas.com/read/2020/08/03/060800126/menaker-tim-tripartit-selesai-bahas-ruu-
cipta-kerja-klaster-ketenagakerjaan

5. Seputar Aksi Tolak Omnibus Law, Nyaris Bentrok di UIN Sunan Kalijaga hingga Kantor Ganjar "Disita"
15/08/2020, 06:10 WIB

PENULIS : Kontributor Yogyakarta, Wijaya Kusuma, Kontributor Semarang, Riska Farasonalia

Editor : Michael Hangga Wismabrata

KOMPAS.com - Aksi demonstrasi menolak Omnibus Law Rancangan Undang-undang Cipta Kerja (RUU
Cipta Kerja) di Kota Yogyakarta sempat diwarnai kericuhan, Jumat (14/8/2020). Peristiwa tersebut terjadi
saat massa yang tergabung dalam Aliansi Rakyat Bergerak menggelar orasi di pertigaan Universitas Islam
Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Jalan Adisucipto, Yogyakarta, sekitar pukul 19.30 WIB. Saat itu, massa
didatangi sekelompok orang dengan membawa kayu yang diduga ingin membubarkan aksi tersebut.

"Mungkin warga melihat sudah malam, seharusnya massa aksi juga memperhatikan melihat kepentingan
umum juga. Di sini satu sisi ada kepentingan umum masyarakat yang harus menggunakan jalur lalu
lintasnya," ujar Kapolres Sleman AKBP Anton Firmanto saat ditemui di lokasi, Jumat (13/08/2020).
Namun, aparat berhasil mencegah bentrokan. Massa demonstran pun akhirnya bergeser ke Bundaran
Universitas Gadjah Mada (UGM) dan membubarkan diri. "Semua bisa kita lerai, bisa menahan diri.
Intinya semua berjalan dengan lancar. Situasi saat ini kondusif dan aman," tegasnya.

Demonstran Bakar Ban

Bakar ban dan blokir jalan Aksi demonstrasi tersebut awalnya berkumpul di pertugaan Gejayan pada
pukul 15.30 WIB. Saat itu massa menggelar orasi, lalu melakukan longmarch ke pertigaan UIN Sunan
Kalijaga. "Kawan-kawan, buat lingkaran besar, kita akan melajutkan aksi sampai malam," ucap salah satu
orator menggunakan pengeras suara di Simpang Tiga UIN Sunan Kalijaga, Jumat (18/8/2020). Dari
pantauan Kompas.com, massa menggelar orasi dan bakar ban bekas. Polisi terpaksa mengalihkan arus
lalu lintas di sekitar lokasi demonstrasi.

https://regional.kompas.com/read/2020/08/15/06100011/seputar-aksi-tolak-omnibus-law-nyaris-
bentrok-di-uin-sunan-kalijaga-hingga?page=all

7. Pasal Kontroversi RUU Cipta Kerja: Libur Hanya Sehari Per Minggu Kompas.com - 23/08/2020, 08:35
WIB

Penulis Muhammad Idris | Editor Muhammad Idris

JAKARTA, KOMPAS.com - DPR dan kelompok buruh sepakat mengembalikan sejumlah ketentuan
ketenagakerjaan di RUU Cipta Kerja ke kondisi semula sebelum rancangan aturan itu dibuat. Sejumlah
pasal dari RUU Omnibus Law dianggap serikat buruh akan merugikan posisi tawar pekerja. Salah satu
yang jadi sorotan yakni Pasal 79 yang menyatakan istirahat hanya 1 hari per minggu. Ini artinya,
kewajiban pengusaha memberikan waktu istirahat kepada pekerja atau buruh makin berkurang dalam
Rancangan Undang-Undang Omnibus Cipta Kerja. Jika disahkan, pemerintah dianggap memberikan
legalitas bagi pengusaha yang selama ini menerapkan jatah libur hanya sehari dalam sepekan. Sementara
untuk libur dua hari per minggu, dianggap sebagai kebijakan masing-masing perusahaan yang tidak
diatur pemerintah. Hal ini dinilai melemahkan posisi pekerja.

"Istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu," bunyi Pasal 79 RUU
Cipta Kerja. Ketentuan di RUU Cipta Kerja ini berbeda dengan regulasi sebelumnya, UU 13 tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan, di mana pengusaha wajib memberi waktu istirahat mingguan, satu dan dua
hari bagi pekerjanya. "1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu atau 2 (dua) hari
untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu," bunyi Pasal 79 UU Nomor 13 Tahun 2003. Beberapa
ketentuan juga dianggap kontroversial antara lain terkait pekerja kontrak (perjanjian kerja waktu
tertentu/PKWT), upah, pesangon, hubungan kerja, mekanisme pemutusan hubungan kerja (PHK),
penyelesaian perselisihan hubungan industrial, serta jaminan sosial. Sebelumnya, Menteri
Ketenagakerjaan Ida Fauziyah mengatakan, pascadialog forum tripartit antara pemerintah, pengusaha,
dan serikat pekerja/buruh, draf RUU Cipta Kerja khusus kluster ketenagakerjaan sudah disempurnakan
untuk segera dibahas dengan DPR.

"Drafnya sudah tidak seperti draf awal yang kami serahkan ke DPR. Sudah ada penyempurnaan setelah
mendapat aspirasi dan pandangan dari para pekerja dan pengusaha,” kata Ida dikutip dari Harian
Kompas, Minggu (23/8/2020). Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga
Hartarto menyampaikan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja bakal
rampung pada masa sidang paripurna tahun ini. "Sudah disampaikan di pidato Ketua DPR, RUU Cipta
Kerja akan dibahas dan ditargetkan bisa selesai dalam masa sidang ini," ujar Airlangga. Ia mengatakan,
saat ini proses pembahasan RUU Cipta Kerja sudah mencapai 70 persen. Beberapa isu yang krusial
seperti isu ketenagakerjaan dinilainya sudah mencapai kata sepakat antara pekerja, pengusaha, dan
pemerintah.

"Beberapa isu krusial sudah ada hal yang disepakati secara tripartit, seperti isu ketenagakerjaan antara
pekerja, pengusaha, dan pemerintah dalam hal ini di dalam rapat yang dipimpin Menaker (Ida
Fauziyah)," kata Airlangga. Menurut Airlangga, keberadaan RUU Cipta Kerja dapat menyelesaikan
permasalah investasi di dalam negeri yang kerap terhambat regulasi. Airlangga mengatakan RUU Cipta
Kerja menjadi kesempatan Indonesia untuk melakukan pemulihan ekonomi dan percepatan penguatan
reformasi serta transofmrasi perekonomian. "Sekarang 215 negara mengalami pandemi Covid-19 dan
kita berharap dengan diselesaikannya UU Cipta Kerja dan dengan trade war diharapkan ada inflow dari
foreign direct investment yang bisa masuk dari negara-negara yang ingin melakukan investasi dengan
melihat domestic market Indonesia dan tersedianya resource atau bahan baku di RI terkait global value
chain," ujar dia.

https://money.kompas.com/read/2020/08/23/083500926/pasal-kontroversi-ruu-cipta-kerja-libur-hanya-
sehari-per-minggu?page=all

8. Kepala BKPM: Lewat Omnibus Law, Izin UMKM Selembar Saja Selesai

04/08/2020, 12:09 WIB


Penulis Rully R. Ramli | Editor Erlangga

JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia,
menekankan pentingnya pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja. RUU
tersebut dinilai mampu menggenjot kinerja pelaku usaha, tidak terkecuali usaha mikro, kecil, dan
menengah (UMKM). Menurut dia, RUU Omnibus Law sudah memfasilitasi para pelaku UMKM,
khususnya pada tahap pengesahan perizinan. Melalui aturan sapu jagat tersebut, pemerintah berupaya
meminimalkan persyaratan yang diperlukan pelaku UMKM untuk mendapatkan izin usahanya. "Sekarang
kita ingin UU Omnibus Law, izin UMKM selembar saja, selesai," katanya dalam sebuah diskusi virtual,
Dengan penyerapan tenaga kerja hingga 120 juta orang, UMKM disebut memiliki peranan penting dalam
perekonomian nasional. Namun, Bahlil mengakui, pemerintah masih belum memberikan upaya lebih
untuk membantu para pelaku UMKM. "Negara belum hadir secara maksimal lewat regulasi untuk
mendesain mereka agar naik kelas," ujar dia. Selain mempermudah proses perizinan, Bahlil juga
mendorong agar produk UMKM dapat ditingkatkan konsumsinya. Bahkan, guna meningkatkan kualitas,
para pelaku usaha besar diwajibkan untuk menggandeng UMKM. "Ini baru bisa kita membangun
demokrasi ekonomi. Karena tidak akan mungkin demokrasi ekonomi dapat kita wujudkan dengan baik
kalau regulasinya belum ada," tutur Bahlil. Lebih lanjut, Bahlil menegaskan, sama pentingnya para pelaku
UMKM dengan industri besar. Di tengah pelemahan ekonomi yang terjadi saat ini, UMKM diproyeksikan
mampu menggenjot kinerja realisasi invesatasi nasional. "BKPM sekarang mendorong investasi itu tidak
hanya investasi besar, UMKM pun kita dorong. Karena dia adalah bagian dari investor," ucapnya.

https://money.kompas.com/read/2020/08/04/120900626/kepala-bkpm-lewat-omnibus-law-izin-umkm-
selembar-saja-selesai

9. Klarifikasi dan Permintaan Maaf Ardhito Pramono soal Keramaian Tagar #IndonesiaButuhKerja

16/08/2020, 11:27 WIB

Penulis : Ady Prawira Riandi

Editor : Tri Susanto Setiawan

JAKARTA, KOMPAS.com - Penyanyi Ardhito Pramono ikut menjadi sorotan ketika penolakan Omnibus Law
RUU Cipta Kerja ramai diperbincangkan. Pemeran Kale dalam film Nanti Kita Cerita Tentang Hari Ini
tersebut menjadi salah satu selebritas yang ikut meramaikan tagar #IndonesiaButuhKerja di media sosial.
Lewat akun Twitter-nya, Ardhito Pramono akhirnya meminta maaf atas kegaduhan yang ditimbulkan dari
tagar #IndonesiaButuhKerja. 1. Tak ada keterangan Omnibus Law Dalam penjelasan yang dimuat di
Twitter, Ardhito Pramono tak menampik dirinya mengampanyekan tagar #IndonesiaButuhKerja. Namun
sebelum menerima pekerjaan tersebut, ia sama sekali tak mendapat arahan bahwa video yang dibuatnya
bersinggungan dengan Omnibus Law RUU Cipta Kerja. "Namun dalam brief yang saya terima dari
publicist saya, tidak ada keterangan tentang Omnibus Law. Apakah saya bertanya sebelumnya? Ya, saya
bertanya," tulis Dhito seperti dikutip Kompas.com dari Twitternya. Dari pengalaman ini, pelantun lagu
"Bitterlove" tersebut meminta maaf dan berjanji akan lebih memerhatikan lagi tawaran-tawaran
pekerjaan ke depannya. “Atas ketidaktahuan dan seakan seperti nirempati Pada mereka yang sedang
memperjuangkan penolakan terhadap RUU ini, saya mohon maaf. Ke depan saya akan berusaha lebih
berhati-hati dan peduli,” ucap Ardhito Pramono. 2. Saya musisi, bukan buzzer Pada klarifikasi yang dibuat
di Twitter, Ardhito Pramono menegaskan dirinya adalah murni musisi yang menerima pekerjaan dan
bukan seorang buzzer. Sebagai musisi, Ardhito Pramono ingin dikenal karena karyanya bukan karena
kontroversi seperti dalam permasalahan ini. "Saya musisi. Bukan buzzer. Saya ingin memiliki pengaruh,
tapi melalui musik yang saya buat. Terima kasih," tulisnya. 3. Siap kembalikan uang Ardhito Pramono
mengaku telah mengembalikan uang yang diterimanya untuk unggahan video kampanye tagar
#IndonesiaButuhKerja. Dhito mengembalikan uang tersebut semata karena ia tidak tahu bahwa videonya
merupakan bagian dari dukungan untuk Omnibus Law RUU Cipta Kerja. Sementara di luar sana ada
banyak ditolak pengesahannya karena dianggap merugikan dan menghilangkan hak-hak pekerja. “Atas
permintaan maaf ini, hari ini saya sudah meminta publicist saya untuk mengembalikan pembayaran yang
saya terima dari memposting tagar #IndonesiaButuhKerja,” tulis Ardhito Pramono. Ardhito Pramono
bukan satu-satunya selebritas yang menjadi sorotan karena tagar #IndonesiaButuhKerja. Gritte Agatha,
Fitri Tropika, Gading Marten, Gisella Anastasia, Cita Citata, Inul Daratista, Boris Bokir, hingga Gofar
Hilman juga ikut menerima pekerjaan untuk mengampanyekan tagar #IndonesiaButuhKerja.

https://www.kompas.com/hype/read/2020/08/16/112715566/klarifikasi-dan-permintaan-maaf-ardhito-
pramono-soal-keramaian-tagar?page=all.

10. Aksi Tolak Omnibus Law di Yogyakarta Berlangsung hingga Malam Hari, Demonstran Bakar Ban

14/08/2020, 19:38 WIB

Penulis Kontributor Yogyakarta, Wijaya Kusuma | Editor Teuku Muhammad Valdy Arief

YOGYAKARTA,KOMPAS.com - Massa yang tergabung dalam Aliansi Rakyat Bergerak masih menggelar
demonstrasi di simpang tiga Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Yogyakarta, untuk menolak
omnibus law Rancangan Undang-undang Cipta Kerja (RUU Cipta Kerja). Aksi yang berlangsung hingga
Jumat (14/8/2020) malam diwarnai dengan pemblokiran jalan dan pembakaran ban. Demonstrasi yang
awalnya berlangsung di simpang tiga Gejayan, Sleman, sempat terhenti sesaat untuk pelaksanaan ibadah
shalat Maghrib. "Kawan-kawan, buat lingkaran besar, kita akan melajutkan aksi sampai malam," ucap
salah satu orator menggunakan pengeras suara di Simpang Tiga UIN Sunan Kalijaga, Jumat (18/8/2020).

Selain bernyanyi dan berorasi, massa aksi juga tampak beberapa kertas serta kayu di tengah pertigaan
UIN Sunan Kalijaga. Jalan menuju lokasi demonstrasi itu sampai dengan 18.51 WIB masih ditutup. Arus
lalu lintas dialihkan. Anggota Kepolisian juga masih tampak berjaga di Simpang Tiga UIN Sunan Kalijaga,
Yogyakarta. Sebelumnya diberitakan, massa mulai berkumpul pada sekitar 15.30 WIB. Dengan
menerapkan protokol kesehatan, massa menggelar aksi protes dengan membawa sejumlah poster.
"Siang ini kami kembali turun lagi ke Gejayan, setelah aksi yang kemarin pada 16 juli," ujar Lusi, Humas
Aliansi Rakyat Bergerak saat ditemui di simpang tiga Gejayan, Jumat (14/08/2020).
Lusi menyampaikan dari hasil audiensi di Jakarta, DPR sepakat untuk tidak melanjutkan pembahasan
RUU Cipta Kerja di masa reses. Namun DPR justru melanjutkan pembahasan aturan tersebut. Hal itulah
yang membuat Aliansi Rakyat Bergerak kembali turun ke Jalan Gejayan untuk menyuarakan agar RUU
Cipta Kerja dibatalkan. "Itulah, mereka telah menyalahi kesepakatan yang dibuat itu, yang membuat
kami perlu ada urgensinya untuk kembali turun ke jalan menjegal Omnibus Law sampai digagalkan,"
tegasnya.

https://regional.kompas.com/read/2020/08/14/19382891/aksi-tolak-omnibus-law-di-yogyakarta-
berlangsung-hingga-malam-hari.

11. Ini 10 Kesimpulan Hasil Kajian Komnas HAM atas RUU Cipta Kerja

13/08/2020, 22:54 WIB

Penulis Achmad Nasrudin Yahya | Editor Diamanty Meiliana

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) merekomendasikan
Presiden Joko Widodo dan DPR untuk menghentikan pembahasan omnibus law Rancangan Undang-
Undang (RUU) Cipta Kerja. Rekomendasi penghentian pembahasan tersebut sebagai upaya untuk
memberikan penghormatan hingga pemenuhan HAM bagi masyarakat. "Komnas HAM RI
merekomendasikan agar Presiden RI dan DPR RI mempertimbangkan untuk tidak melanjutkan
pembahasan RUU Cipta Kerja dalam rangka penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan HAM bagi
seluruh rakyat Indonesia," ujar Komisioner Pengkajian dan Penelitian Komnas HAM, Sandrayati Moniaga
dalam konferensi pers virtual, Kamis (13/8/2020). Selain itu, ada 10 kesimpulan dari kajian yang
dilakukan Komnas HAM pada RUU Cipta Kerja. Berikut 10 Kesimpulan dari Komnas HAM:

1. Prosedur perencanaan dan pembentukan RUU Cipta Kerja tidak sejalan dengan tata cara atau
mekanisme yang telah diatur Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan. Aturan ini masih berlaku dan memiliki kekuatan hukum yang mengikat.

2. Terdapat penyimpangan asas hukum lex superior derogat legi inferior. Di mana dalam Pasal 170 Ayat
(1) dan (2) RUU Cipta Kerja, Peraturan Pemerintah dapat mengubah peraturan setingkat undang-undang
jika muatan materinya tidak selaras dengan kepentingan strategis RUU Cipta Kerja.

3. RUU Cipta Kerja akan membutuhkan sekitar 516 peraturan pelaksana yang bertumpu pada kekuasaan
dan kewenangan lembaga eksekutif. Sehingga berpotensi memicu terjadinya penyalahgunaan wewenang
atau abuse of power. Hal itu tidak sesuai dengan prinsip peraturan perundang-undangan yang
sederhana, efektif, dan akuntabel.

4. Tidak ada jenis undang-undang yang lebih tinggi atau superior atas undang-undang lainnya. Sehingga,
apabila RUU Cipta Kerja disahkan, seakan-akan ada undang-undang superior. Hal ini akan menimbulkan
kekacauan tatanan hukum dan ketidakpastian hukum.
5. Pemunduran atas kewajiban negara memenuhi hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak
sehingga melanggar kewajiban realisasi progresif atas pemenuhan hak-hak sosial dan ekonomi.

6. Pelemahan atas kewajiban negara untuk melindungi hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat,
yang tercermin dari pembatasan hak untuk berpartisipasi dan hak atas informasi. Hal ini diantaranya
terkait dengan ketentuan yang mengubah Izin Lingkungan menjadi Persetujuan Lingkungan,
berkurangnya kewajiban melakukan Amdal bagi kegiatan usaha, hingga berpotensi terjadinya alih
tanggung jawab kepada individu.

7. Relaksasi atas tata ruang dan wilayah demi kepentingan strategis nasional yang dilakukan tanpa
memerlukan persetujuan atau rekomendasi dari institusi atau lembaga yang mengawasi kebijakan tata
ruang dan wilayah, sehingga membahayakan keserasian dan daya dukung lingkungan hidup

8. Pemunduran atas upaya menghormati, melindungi, dan memenuhi hak atas kepemilikan tanah
melalui perubahan UU Nomor 2 Tahun 2012 terkait dengan pengadaan tanah untuk kepentingan umum.

9. Pemunduran atas upaya pemenuhan hak atas pangan dan ketimpangan akses dan kepemilikan sumber
daya alam terutama tanah antara masyarakat dengan perusahaan (korporasi). Hal ini di antaranya terkait
dengan penghapusan kewajiban pembangunan kebun plasma untuk masyarakat minimal 20 persen dari
luasan izin HGU, pembentukan Bank Tanah yang akan menjadikan lahan sekadar kepentingan komoditas
ekonomi dengan luasan pengelolaan tanah yang tidak dibatasi dan jangka waktu hak yang diberikan
selama 90 tahun.

10. Politik penghukuman dalam RUU Cipta Kerja bernuansa diskriminatif, karena lebih menjamin
kepentingan sekelompok orang atau kelompok pelaku usaha atau korporasi. Sehingga mencederai hak
atas persamaan di depan hukum.

https://nasional.kompas.com/read/2020/08/13/22543521/ini-10-kesimpulan-hasil-kajian-komnas-ham-
atas-ruu-cipta-kerja?page=all

12. Besok, KSPI Gelar Aksi Tolak Omnibus Law RUU Cipta di Depan DPR

24/08/2020, 13:39 WIB

Penulis : Tsarina Maharani

Editor : Diamanty Meiliana

JAKARTA, KOMPAS.com - Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) akan menggelar aksi unjuk rasa di
depan Gedung DPR dan Kantor Kemenko Perekonomian, Selasa (25/8/2020). Presiden KSPI Said Iqbal
mengatakan, ada dua tuntutan yang akan disampaikan massa buruh besok, yaitu tolak omnibus law RUU
Cipta Kerja dan tolak PHK akibat dampak pandemi Covid-19. "Sampai saat ini kami belum melihat apa
strategi pemerintah dan DPR untuk menghindari PHK besar-besaran akibat covid-19 dan resesi ekonomi.
Mereka seolah-olah tutup mata dengan adanya ancaman PHK yang sudah di depan mata, tetapi yang
dilakukan justru ngebut membahas omnibus law," kata Said dalam keterangan tertulis, Senin
(24/8/2020). Catatan KSPI, RUU Cipta Kerja akan merugikan buruh, karena menghapus upah minimum
yaitu UMK dan UMSK dan memberlakukan upah per jam di bawah upah minimum. Selain itu,
mengurangi nilai pesangon dengan menghilangkan uang penggantian hak dan mengurangi uang
penghargaan masa kerja, penggunaan buruh outsorcing dan buruh kontrak seumur hidup untuk semua
jenis pekerjaan, waktu kerja yang eksploitatif, dan menghapus beberapa jenis hak cuti buruh serta
menghapus hak upah saat cuti. Karena itu, Said mengatakan KSPI meminta agar pembahasan RUU Cipta
Kerja dihentikan. "Selanjutnya pemerintah dan DPR fokus menyelesaikan permasalahan yang terjadi
akibat dampak pandemi Covid-19," ucapnya. Ia mengatakan aksi esok hari dilakukan serentak di 20
provinsi. Aksi di Jakarta akan diikuti puluhan ribu buruh di depan Gedung DPR dan ribuan buruh di
kantor Menko Perekonomian. "Bersamaan dengan aksi di Jakarta, aksi juga serentak dilakukan di
berbagai daerah dengan mengusung isu yang sama," ujar Said. Said menegaskan, jika pemerintah dan
DPR melanjutkan dan mengesahkan RUU Cipta Kerja, maka aksi massa buruh dan elemen masyarakat
lainnya akan terus membesar. "Bilamana DPR dan pemerintah tetap memaksa untuk pengesahan RUU
Cipta Kerja, bisa saya pastikan, aksi-asi buruh dan elemen masyarakat sipil yang lain akan semakin
membesar," kata dia.

Pemerintah KSPI sendiri diketahui terlibat dalam tim perumus yang terdiri dari pimpinan DPR, Badan
Legislasi, dan serikat buruh, yang membahas klaster ketenagakerjaan dalam draf omnibus law RUU Cipta
Kerja. Pada Jumat (21/8/2020), tim perumus telah menghasilkan empat kesepakatan terkait klaster
ketenagakerjaan. Namun, Said Iqbal berharap agar klaster ketenagakerjaan sebisa mungkin dikeluarkan
dari draf RUU Cipta Kerja. Menurut dia, hal itu bisa jadi salah satu solusi bagi pemerintah dan DPR jika
mau segera mengesahkan RUU Cipta Kerja. "Pandangan serikat buruh, sebaiknya klaster ketenagakerjaan
dikeluarkan dari RUU Cipta Kerja bila memungkinkan apabila 10 klaster lain ingin cepat-cepat
diselesaikan, disahkan," ujarnya. Ia mengatakan, serikat buruh mendukung pembahasan klaster lainnya
yang dapat mempermudah masuknya investasi asing ke Tanah Air. Apalagi, kata Said, saat ini negara
sedang dihadapi situasi sulit akibat pandemi Covid-19. Said mengatakan, pandangan tersebut telah ia
sampaikan dalam rapat tim perumus. "Dengan hormat kami menyampaikan kepada DPR mudah-
mudahan dapat disampaikan kepada pemerintah dan memahami bahwa kami serikat pekerja setuju agar
investasi masuk secepatnya, izin dipermudah, hambatan investasi dihilangkan," tutur Said. "Semua kerja-
kerja dari birokrat dan pemerintah baik daerah maupun pusat mendukung langkah-langkah Presiden
Jokowi untuk memudahkan investasi, apalagi pasca Covid-19," kata dia. Said berharap klaster
ketenagakerjaan dapat dibahas secara khusus melalui revisi UU Ketenagakerjaan Nomor 13/2003. Sebab,
pembahasan ketenagakerjaan ini sejatinya memberikan perlindungan bagi buruh dan pekerja. Namun,
jika hal tersebut tidak dapat dipenuhi, maka ia berharap poin kesepahaman tim perumus diakomodasi.
"Bila mungkin, memang kami harapakan klaster ketenagakerjaan itu dikeluarkan dan RUU Ciptaker
kemudian dibahas apakah bisa revisi UU terkait atau hal-hal lain yang nanti bisa didiskusikan," ucapnya.

https://nasional.kompas.com/read/2020/08/24/13393351/besok-kspi-gelar-aksi-tolak-omnibus-law-ruu-
cipta-di-depan-dpr?page=all

13. Sidang Gugatan Surpres soal Omnibus Law, Saksi: RUU Cipta Kerja Cacat Prosedur 18/08/2020,
23:12 WIB
Penulis : Achmad Nasrudin Yahya

Editor : Icha Rastika

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengadilan Tinggi Usaha Negara (PTUN) Jakarta kembali menggelar sidang
lanjutan terkait gugatan terhadap surat presiden mengenai omnibus law Rancangan Undang-Undang
(RUU) Cipta Kerja dengan agenda pemeriksaan saksi fakta. Dalam persidangan tesebut, pihak penggugat
menghadirkan Ketua Umum Konfederasi Kongres Aliansi Buruh Indonesia (KASBI) Nining Elitos. Dalam
keterangannya di hadapan majelis hakim, Nining menyebut, pemerintah sejak awal telah menyalahi
prosedur pembuatan UU. "Saya sampaikan bahwa rancangan ini cacat prosedur," ujar Nining saat
dihubungi Kompas.com, Selasa (18/8/2020) malam.

Nining mengatakan, dalam prosedur pembentukan RUU Cipta Kerja, pemerintah perlu mengundang
konfederasi buruh untuk sama-sama membahas rancangan yang akan digodok. Namun, faktnya,
menurut dia, pemerintah melewatkan prosedur yang seharusnya ditempuh. Kecatatan prosedur
tersebut, misalnya ketika pemerintah tidak memiliki iktikad baik untuk mengundang Konfederasi KASBI.
Nining mengaku hanya beberapa kali mendapat undangan melalui pesan WhatsApp dari Kementerian
Koordinator Bidang Perekonomian dalam agenda sosialisasi RUU Cipta Kerja. Itu pun dilakukan
mendadak. "Sampai saat ini kami tidak pernah menerima undangan secara fisik, hanya lewat WA
(WhatsApp)," kata dia. Menurut dia, kesalahan pemerintah berikutnya adalah adanya klaim sepihak dari
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto. Klaim itu terjadi pada 11 Februari 2020
atau sehari sebelum Surat Presiden mengenai RUU Cipta Kerja diberikan kepada DPR. Dalam klaim
tersebut, pemerintah mencatut nama Nining dalam tim perumus yang mendukung RUU Cipta Kerja.
"Padahal kami tidak tahu-menahu tentang tim perumus itu," kata dia. Dia menyatakan, RUU Cipta Kerja
sejak awal tidak demokratis karena tidak melibatkan partisipasi publik. Ia pun menyesalkan bahwa
langkah yang ditempuh pemerintah dalam pembentukan RUU ini menyalahi berbagai ketentuan. "Kami
sejak awal memang melakukan protes terhadap pemerintah dan DPR. Cara-cara ini selalu yang dilakukan
pemerintah ketika ada penolakan," ucap Nining.

Adapun gugatan ini dilayangkan Koalisi Masyarakat Sipil pada Kamis (20/4/2020). Penggugatnya yakni
Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI),
Koordinator Jaringan Advokasi Tambang Merah Johansyah Ismail, dan Perkumpulan Konsorsium
Pembaruan Agraria.

https://nasional.kompas.com/read/2020/08/18/23124421/sidang-gugatan-surpres-soal-omnibus-law-
saksi-ruu-cipta-kerja-cacat-prosedur?page=all

14. Kesepakatan Tim Perumus soal Klaster Ketenagakerjaan di RUU Cipta Kerja 22/08/2020, 08:32 WIB

Penulis Tsarina Maharani | Editor Kristian Erdianto

JAKARTA, KOMPAS.com - Setelah dua hari menggelar rapat, tim perumus yang terdiri dari pimpinan DPR,
Badan Legislasi, dan serikat buruh, menghasilkan kesepakatan soal klaster ketenagakerjaan dalam draf
omnibus law RUU Cipta Kerja. Poin-poin kesepakatan dibacakan oleh Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco
Ahmad dalam konferensi pers di Hotel Mulia, Senayan, Jakarta, Jumat (21/8/2020). Presiden
Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan, serikat akan terus memantau
pembahasan RUU Cipta Kerja, khususnya klaster ketenagakerjaan. Ia berharap aspirasi dari serikat yang
terlibat di tim perumus betul-betul diperhatikan.

"Bagi kami DPR sudah bekerja menampung aspirasi rakyat. Tentang hasil kami akan ikuti terus dengan
sungguh-sungguh, karena bagi kami hasil juga penting. Tapi setidak-tidaknya proses untuk menampung,
bahan inisiasi tim perumus ini diinisiasi Pak Willy (Wakil Ketua Baleg Willy Aditya), tim besarnya inisiasi
Pak Dasco, kami mengapresiasi," kata Said. Ada empat poin yang dihasilkan tim perumus. Pertama,
materi klaster ketenagakerjaan yang mengatur soal perjanjian kerja waktu tertentu, upah, pesangon,
hubungan kerja, PHK, jaminan sosial, dan penyelesaian hubungan industrial mesti berdasarkan putusan
Mahkamah Konstitusi (MK). Kedua, sanksi pidana ketenagakerjaan dikembalikan sesuai dengan
ketentuan UU Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003. Ketiga, aturan tentang hubungan ketenagakerjaan
dimasukkan dalam RUU Cipta Kerja dan pembahasannya terbuka terhadap masukkan publik. Keempat,
serikat buruh meminta poin-poin materi yang disampaikan masuk dalam daftar inventarisasi masalah
(DIM) fraksi. Berharap klaster ketenagakerjaan dikeluarkan Said Iqbal tetap berharap agar klaster
ketenagakerjaan dikeluarkan dari draf RUU Cipta Kerja. Menurut dia, hal itu bisa jadi salah satu solusi
bagi pemerintah dan DPR jika mau segera mengesahkan RUU Cipta Kerja. "Pandangan serikat buruh,
sebaiknya klaster ketenagakerjaan dikeluarkan dari RUU Cipta Kerja bila memungkinkan apabila 10
klaster lain ingin cepat-cepat diselesaikan, disahkan," ujarnya. Ia mengatakan, serikat buruh mendukung
pembahasan klaster lainnya yang dapat mempermudah masuknya investasi asing ke Tanah Air.

Apalagi, kata Said, saat ini negara sedang dihadapi situasi sulit akibat pandemi Covid-19. Said
mengatakan, pandangan tersebut telah ia sampaikan dalam rapat tim perumus. "Dengan hormat kami
menyampaikan kepada DPR mudah-mudahan dapat disampaikan kepada pemerintah dan memahami
bahwa kami serikat pekerja setuju agar investasi masuk secepatnya, izin dipermudah, hambatan investasi
dihilangkan," tutur Said. "Semua kerja-kerja dari birokrat dan pemerintah baik daerah maupun pusat
mendukung langkah-langkah Presiden Jokowi untuk memudahkan investasi, apalagi pasca-Covid-19,"
kata dia Said berharap klaster ketenagakerjaan dapat dibahas secara khusus melalui revisi UU
Ketenagakerjaan Nomor 13/2003. Sebab, pembahasan ketenagakerjaan ini sejatinya memberikan
perlindungan bagi buruh dan pekerja. Namun, jika hal tersebut tidak dapat dipenuhi, maka ia berharap
poin kesepahaman tim perumus diakomodasi. "Bila mungkin, memang kami harapakan klaster
ketenagakerjaan itu dikeluarkan dan RUU Ciptaker kemudian dibahas apakah bisa revisi UU terkait atau
hal-hal lain yang nanti bisa didiskusikan," ucap Said. RUU Cipta Kerja tak hanya klaster ketenagakerjaan
Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati mengatakan, berbagai perubahan
tentang ketenagakerjaan dalam draf RUU Cipta Kerja banyak merugikan para pekerja. Salah satu catatan
YLBHI, yaitu RUU Cipta Kerja berpotensi melanggengkan sistem kerja kontrak seumur hidup bagi pekerja.
Sebab, Pasal 59 dalam UU Nomor 13/2003 tentang Ketenagakerjaan dihapus melalui RUU Cipta Kerja.
Pasal 59 mengatur ketentuan perpanjangan masa kontrak bagi pekerja.

Pasal tersebut menyatakan bahwa pekerja kontrak hanya dapat diadakan untuk paling lama dua tahun
dan hanya boleh diperpanjang satu kali untuk jangka waktu paling lama satu tahun. Setelah itu, bisa
dilakukan pembaharuan sebanyak satu kali untuk jangka waktu paling lama dua tahun. Sementara itu,
pada Pasal 56 diubah bunyinya bahwa jangka waktu atau selesainya suatu pekerjaan tertentu ditentukan
berdasarkan kesepakatan para pihak. "Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) ditentukan sesuai
kesepakatan para pihak. Ketentuan ini dapat melanggengkan sistem kerja kontrak seumur hidup yang
memaksa pekerja menerima klausul sepihak dari pengusaha dan pekerja tidak memiliki posisi tawar,"
kata Asfin, Rabu (19/8/2020). Namun, Asfin pun mengatakan persoalan dalam RUU Cipta Kerja tidak
hanya terletak pada klaster ketenagakerjaan. Selain klaster ketenagakerjaan, beberapa klaster yang
dibahas dalam draf RUU Cipta Kerja yaitu, kemudahan berusaha, persyaratan investasi, penyederhanaan
perizinan berusaha, hingga pengadaan lahan. "Kalaupun ini (klaster ketenagakerjaan) diubah, hidup
mereka (masyarakat) akan sengsara oleh pasal-pasal di klaster lain," ujarnya.

https://nasional.kompas.com/read/2020/08/22/08322851/kesepakatan-tim-perumus-soal-klaster-
ketenagakerjaan-di-ruu-cipta-kerja?page=all

15. Tolak RUU Cipta Kerja, Buruh Gelar Demonstrasi di DPR 14 Agustus

06/08/2020, 12:04 WIB

Penulis : Haryanti Puspa Sari

Editor : Fabian Januarius Kuwado

JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah kelompok buruh atau pekerja yang tergabung dalam Gerakan Buruh
Bersama Rakyat (GEBRAK) akan kembali menggelar aksi demonstrasi terkait penolakan terhadap
Omnibus Law RUU Cipta Kerja. Aksi demonstrasi akan digelar di depan Gedung DPR, Senayan, Jakarta,
pada 14 Agustus 2020. "Kita lakukan aksi tanggal 14 Agustus sebelum pidato Presiden. Jumlah organisasi
ada 10.000 anggota GEBRAK tergabung baik itu buruh, petani, nelayan, mahasiswa dan tidak hanya di
Jakarta," kata Sekjen Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI) Damar Panca dalam konferensi pers
secara virtual, Kamis (6/8/2020).

Ketua Umum Konfederasi Kongres Aliansi Buruh Indonesia (KASBI) Nining Elitos menjelaskan, sejak awal
kelompok buruh konsisten menolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja karena RUU sapu jagat itu dinilai
menabrak prinsip dasar konstitusi negara. "RUU ini bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar konstitusi
negara, di mana kalau bicara demokrasi, bicara soal kesejahteraan, keadilan, justru semakin jauh dari
harapan rakyat dalam rancangan undang-undang Ciptaker," kata Nining. Nining mengatakan, pembuatan
draf RUU Cipta Kerja ini disembunyikan pemerintah. Bahkan, sulit diakses masyarakat. "Tetapi
pemerintah tetap memaksakan untuk menyerahkan drafnya ke DPR," ujar dia.

Nining mengatakan, dalam kondisi pandemi Covid-19 ini, pemerintah dan DPR seharusnya fokus pada
penanganan Covid-19, salah satunya memberikan perlindungan terhadap masyarakat. Namun, kata
Nining, pemerintah dan DPR tetap melanjutkan pembahasan RUU Cipta Kerja. "Bahkan, terakhir kita
melakukan aksi tanggal 6 Juli dan pimpinan DPR dan Baleg menyampaikan dalam masa reses ini tidak
ada pembahasan dan sidang-sidang. Namun dalam praktiknya terjadi pembahasan yang justru masif,"
tutur Nining. Berdasarkan hal itu, Nining mengatakan, tidak ada keberpihakan pemerintah terhadap
rakyat yang tengah berjuang dalam kondisi krisis yang semakin mengancam.

"KASBI akan bersama GEBRAK turun ke jalan mendesak pada Presiden dan DPR untuk mengehentikan
pembahasan RUU Cipta Kerja dan menarik itu dari DPR," ujar dia. Untuk diketahui, Gerakan Buruh
Bersama Rakyat (GEBRAK) terdiri dari sejumlah kelompok buruh, pekerja hingga mahasiswa yakni KASBI,
KPBI, Konfederasi Serikat Nasional (KSN), Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), SINDIKASI, dan
Solidaritas Pekerja Viva (SPV). Kemudian, Kesatuan Perjuangan Rakyat (KPR), dan Federasi Pekerja
Pelabuhan Indonesia, LBH Jakarta, AEER, KPA, GMNI UKI, Aksi Kaum Muda Indonesia (AKMI), Federasi
Pelajar Indonesia (Fijar), LMND DN, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Jentera, dan lainnya.

https://nasional.kompas.com/read/2020/08/06/12042351/tolak-ruu-cipta-kerja-buruh-gelar-
demonstrasi-di-dpr-14-agustus

16. Kelanjutan Nasib RUU Cipta Kerja, Mahfud: Pemerintah Sudah Punya Rumusan Baru 08/08/2020,
21:57 WIB

Penulis : Dian Erika Nugraheny

Editor : Bayu Galih

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam)
Mahfud MD menjelaskan perkembangan terbaru dari pembahasan omnibus law RUU Cipta Kerja oleh
pemerintah. Menurut Mahfud, baru-baru ini pemerintah menyelesaikan sejumlah persoalan dalam RUU
itu. "Dulu RUU itu masih terjadi perbedaan-perbedaan pendapat dengan beberapa serikat pekerja. Lalu,
kami membentuk tim tripartit ada pemerintah, buruh dan pengusaha," ujar Mahfud dalam konferensi
pers yang digelar secara daring, Sabtu (8/8/2020).

Tim tripartit ini kemudian mencari rumusan-rumusan yang bisa diterima oleh semua pihak. Mahfud
menyebutkan, tim telah berkali-kali menggelar pertemuan. Hasilnya, pemerintah telah mendapatkan
rumusan baru untuk dibahas bersama di DPR. "Pemerintah sampai pada rumusan-rumusan untuk
dibahas bersama DPR. Dan nanti DPR itu juga akan membahasnya secara terbuka," kata Mahfud.
"Pemerintah mencatat sudah selesai perdebatan-perdebatan itu tinggal nanti bagaimana kita
memperdebatkannya kembali di DPR," ujar dia.

Apakah DPR akan setuju terhadap rumusan yang telah dibicarakan antara pemerintah bersama serikat
buruh, menurut Mahfud semuanya akan dihahas kemudian. Sebelumnya, pemerintah tengah
mempercepat proses pembahasan RUU Cipta Kerja yang masih berlanjut dengan Badan Legislasi DPR RI.
Harapannya, proses pembahasan RUU yang menuai penolakan dari kalangan buruh tersebut bakal
rampung sebelum HUT RI pada 17 Agustus mendatang. Sekretaris Menteri Koordinator Bidang
Perekonomian Susiwijono Moegiharso mengatakan, dalam satu pekan ke depan, proses pembahasan
RUU dengan Baleg DPR bakal dikebut sehingga target untuk rampung sebelum 17 Agustus bisa tercapai.
"Targetnya? Optimal saja bahasannya, percepat. Kondisi sekarang sangat butuhkan RUU Cipta Kerja.
Apakah bisa segera selesai atau 17 Agustus? Kami targetkan pembahasan optimal. Mudah-mudahan bisa
segera selesai," ujar dia dalam konferensi pers virtual, Rabu (6/8/2020).

Lebih lanjut, dirinya pun menjelaskan, hingga saat ini proses pembahasan RUU Cipta Kerja di tingkat
panitia kerja (panja) Baleg sudah dilakukan lebih dari 10 kali. Susiwijono mengatakan, pemerintah dan
legislatif setidaknya sudah membahas lima bab dari total 15 bab yang ada di RUU tersebut. Dari lima bab
tersebut, ada tiga perizinan usaha yang dibahas. "Tiga perizinan berusaha ini hampir 50 persen dari
substansi," ucapnya.

Adapun mengenai klaster ketenagakerjaan yang kerap diperdebatkan, Susiwijono mengatakan,


pembahasannya sudah dilakukan dalam sebulan terakhir secara tripartit dengan serikat pekerja. "Bu
Menaker (Ida Fauziyah) akan laporkan ke empat Menko terkait hasil pembahasannya. Kita bawa minggu
depan untuk panja Baleg," kata dia. Sebelumnya, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah
menyatakan, pembahasan RUU Cipta Kerja klaster ketenagakerjaan yang dilakukan bersama Tim Tripartit
telah selesai dan segera disampaikan ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI). Tim Tripartit yang terdiri dari
unsur pengusaha, seperti Kadin dan Apindo, serikat buruh, dan pemerintah, telah melakukan sembilan
kali pertemuan dalam rentang 8 Juli-23 Juli 2020 untuk membahas klaster ketenagakerjaan di RUU Cipta
Kerja.

https://nasional.kompas.com/read/2020/08/08/21570001/kelanjutan-nasib-ruu-cipta-kerja-mahfud--
pemerintah-sudah-punya-rumusan-baru?page=all

17. Dinilai Langgar Aturan dan Janji, DPR Disomasi Masa Aksi Penolakan RUU Cipta Kerja 09/08/2020,
15:06 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Tim Advokasi untuk Demokrasi mengajukan somasi kepada DPR RI yang dinilai
melanggar ketentuan dan pernyataan atau janjinya di depan perwakilan massa aksi penolakan Omnibus
Law RUU Cipta Kerja pada tanggal 16 Juli 2020 lalu. Sebab, dalam pertemuan tersebut, DPR RI berjanji
untuk tidak akan melakukan pembahasan Omnibus Law RUU Cipta Kerja di masa reses. Bahkan, salah
satu pimpinan DPR menyatakan pembahasan di masa reses adalah melanggar aturan DPR. “Pada waktu
itu, yang menerima adalah Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad, kemudian juga ada Anggota Komisi
III Habiburokhman, dan ada pimpinan Baleg Andi Aglas yang ikut hadir menemui delegasi bersepakat
dan berjanji akan menghentikan proses pembahasan RUU Cipta Kerja selama masa reses,” kata
Sekertaris Jenderal KPA Dewi Kartika dalam konferensi pers, Minggu (9/8/2020

“Dan selama reses, juga disebutkan oleh Pak Dasco, kalau melakukan pembahasan di masa reses itu
bagian dari melanggar peraturan DPR sendiri,” ujar Dewi. Dewi menyebut, DPR telah menyalahi tata
tertib DPR dengan malaksanakan pembahasan RUU Cipta Kerja dalam masa reses. Sebab, kata dia,
seharusnya DPR melakukan kunjungan kerja untuk menyerap aspirasi. “Ini juga menyalahi tata tertib
masa sidang ya, kewajiban anggota DPR masa reses adalah melakukan kegiatan di luar masa sidang,
terutama di luar gedung DPR, untuk melaksanakan kunjungan kerja, menyerap aspirasi konstituennya
dan menyampaikan apa yang sudah dilakukan oleh para anggota DPR kepada konsituennya,” ungkap
Dewi
“Bukan membahas satu RUU yang sebenarnya kontroversialnya, dari sisi substansinya sudah menuai
penolakan secara meluas di banyak tempat dan banyak aspirasi dari masyarakat,” tutur dia. Lebih lanjut
Dewi mengatakan, DPR sebagai lembaga politik seharusnya menegakkan konstitusi bukan untuk
melanggar konstitusi. Sebab, terdapat pasal-pasal yang akan dilanggar DPR jika RUU Cipta kerja disahkan.
“Misalnya di bidang agraria dan sumber daya alam, setidaknya ada 10 lebih Keputusan Mahkamah
Konstitusi yang sudah ditetapkan oleh MK yang itu akan dilanggar oleh DPR apabila RUU Cipta kerja ini
ngotot disahkan,” ujar Dewi. “Apalagi kalau kita konsolidasikan dari semua klaster pembahasan, itu
pelanggaran terhadap konstitusinya begitu banyak,” lanjut dia.

Sebelumnya, tanggal 16 Juli 2020 lalu, perwakilan massa aksi menentang RUU Omnibus Law Cipta Kerja
di depan DPR diterima oleh DPR yang terdiri dari wakil pimpinan DPR beserta anggota DPR lainnya.
Dalam pertemuan tersebut DPR menjanjikan tidak akan meneruskan pembahasan Omnibus Law pada
masa reses. Bahkan salah satu Pimpinan DPR menyatakan bahwa anggota DPR harus kembali ke daerah
pemilihan untuk menyerap aspirasi masyarakat dan pembahasan Omnibus Law di masa reses melanggar
Tata Tertib DPR. Namun, DPR tetap melanjutkan pembahasan RUU Omnibus Law Cipta Kerja di masa
reses.

Penulis : Irfan Kamil

Editor : Sabrina Asril

https://megapolitan.kompas.com/read/2020/08/09/15061251/dinilai-langgar-aturan-dan-janji-dpr-
disomasi-masa-aksi-penolakan-ruu?page=all

18. RUU Cipta Kerja Ancam Keluarga Petani, Ini Selengkapnya

10/08/2020, 16:07 WIB

Penulis : Irfan Kamil

Editor : Fabian Januarius Kuwado

JAKARTA, KOMPAS.com - Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Dewi Kartika
menyoroti perolehan izin untuk konversi tanah pertanian ke non-pertanian di dalam Omnibus Law RUU
Cipta Kerja yang dinilai semakin mudah. Hal itu, menurut Dewi, dapat mempercepat alih fungsi tanah
pertanian di Indonesia dan mengancam keberadaan keluarga-keluarga petani. Sebab, dalam RUU Cipta
Kerja Pasal 122 angka 1 menghapus Pasal 44 ayat (3) UU 41/2009 tentang Perlindungan Lahan. "Demi
investasi non-pertanian, RUU Cipta Kerja bermaksud melakukan perubahan terhadap UU Nomor 41
Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan," kata Dewi saat dihubungi
Kompas.com, Senin (10/8/2020) "Ini dilakukan untuk kepentingan pembangunan Kawasan Ekonomi
Khusus (KEK), real estate, tol, bandara, sarana pertambangan dan energi," ujar dia. Dengan perubahan
tersebut, pemerintah dan perusahaan kehilangan kewajiban dalam syarat rencana tata ruang wilayah.
Selain itu, kata dia, kewajiban tanah pengganti bagi petani juga terhapus. "Perubahan ini jika disahkan,
maka menghilangkan kewajiban pemerintah dan perusahaan terkait syarat kajian kelayakan strategis,
rencana alih fungsi tanah dan kesesuaian rencana tata ruang wilayah akan mempercepat terjadinya
perubahan lanskap tanah pertanian di Indonesia," ungkap Dewi.

"Termasuk menghapus kewajiban menyediakan tanah pengganti bagi petani terdampak," lanjut dia.
Dewi menyebut, tanpa RUU Cipta Kerja, satu rumah tangga petani hilang akibat konvensi tanah dalam
sepuluh tahun. Kemudian, kata dia, terjadi penyusutan lahan yang sebelumnya dikuasai oleh petani.
"Bisa dibayangkan tanpa RUU Cipta kerja saja, tercatat dalam sepuluh tahun (2003–2013) konversi tanah
pertanian ke fungsi non-pertanian, satu (satu) rumah tangga petani hilang," kata Dewi. "Terjadi
penyusutan lahan yang dikuasai petani dari 10,6 persen menjadi 4,9 persen, guremisasi mayoritas petani
pun terjadi dimana 56 persen petani Indonesia adalah petani gurem," lanjut dia. Kemudian, dari laporan
Kementerian Pertanian, berdasarkan hasil kajian dan monitoring KPK terkait Perlindungan Lahan
Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) menyebutkan, luas lahan baku sawah, baik beririgasi maupun
non irigasi mengalami penurunan rata-rata seluas 650 ribu hektar per tahun. "Artinya, jika laju cepat
konversi tanah pertanian ini tidak dihentikan, bahkan difasilitasi RUU Cipta Kerja, maka tanah pertanian
masyarakat akan semakin menyusut, begitu pun jumlah petani pemilik tanah dan petani penggarap akan
semakin berkurang jumlahnya akibat kehilangan alat produksinya yang utama yakni tanah," ujar Dewi.
"Mata pencaharian petani akan semakin tergerus," tutur dia. Sebelumnya, kelompok masyarakat sipil
berencana melakukan aksi unjuk rasa pada 14 dan 16 Agustus mendatang di depan Gedung DPR RI.

Aksi itu bertujuan agar DPR dan pemerintah menghentikan pembahasan omnibus law Rancangan
Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja. "Salah satunya targetnya pada tanggal 14 dan 16, kami akan
melakukan aksi lagi, turun ke jalan di depan gedung DPR, untuk memastikan DPR segera tunduk pada
aspirasi rakyat yang sedang menghadapi krisis berlapis, krisis ekonomi, krisis pandemi Covid-19," kata
Dewi dalam konferensi pers, Minggu (9/8/2020). "Justru tuntutan-tuntutan aspirasi itu diabaikan, karena
DPR bersama pemerintah justru sibuk mendorong satu regulasi yang akan membahayakan rakyat secara
meluas," tutur dia. Menurut Dewi, seharusnya DPR dan pemerintah mencari solusi dalam mengatasi
krisis yang terjadi dan tidak membahas RUU yang dinilai kontroversial.

https://nasional.kompas.com/read/2020/08/10/16071331/ruu-cipta-kerja-ancam-keluarga-petani-ini-
selengkapnya?page=all.

20. Partai Demokrat Kembali Bergabung dalam Pembahasan RUU Cipta Kerja

26/08/2020, 09:57 WIB

Penulis : Haryanti Puspa Sari

Editor : Bayu Galih

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrat Hinca Pandjaitan mengatakan,
partainya kembali mengirim anggota untuk membahas omnibus law Rancangan Undang-Undang (RUU)
Cipta Kerja di Badan Legislasi DPR. Sebelumnya, Partai Demokrat menarik anggota fraksinya dari panitia
kerja RUU sapu jagat tersebut. Hinca menjelaskan, saat itu alasan Fraksi Partai Demokrat menarik
anggota dari Panja RUU Cipta Kerja karena partainya ingin semua pihak fokus dalam penanganan Covid-
19. "Fraksi Partai Demokrat ingin semua pihak fokus ke penanganan dampak Covid-19, baik oleh
pemerintah juga para kader termasuk anggota fraksi di dapil masing-masing," kata Hinca dalam
keterangan tertulis, Rabu (26/8/2020).

Hinca mengatakan, seiring berjalannya waktu, penanganan Covid-19 terus dilakukan, meski belum
efektif baik dari sisi kesehatan dan ekonomi. "Fraksi Partai Demokrat juga termasuk yang menyetujui
pengesahan Perppu Nomor 1/2020 sebagai landasan hukum bagi pemerintah untuk bekerja fokus
menangani Covid-19," ujarnya. Kemudian, Hinca menjelaskan, Partai Demokrat akhirnya kembali
mengirimkan anggota dalam Panja RUU Cipta Kerja, karena DPR RI telah menerapkan adaptasi baru atau
new normal. "Untuk itu, menjadi kewajiban politik anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrat untuk
melaksanakan tupoksinya (tugas, pokok, fungsi) dengan tetap mematuhi protokol kesehatan terkait
Covid-19," tuturnya

Selain itu, Hinca mengatakan, dinamika pembahasan RUU Cipta Kerja yang menimbulkan pro dan kontra
di tengah masyarakat mendorong partainya untuk terus memperjuangkan kepentingan rakyat. "Fraksi
Partai Demokrat harus siap tempur lagi di Baleg Panja RUU Ciptaker," ucapnya. Lebih lanjut, mantan
Sekretaris Jenderal Partai Demokrat ini mengatakan, Fraksi Partai Demokrat mengirim tiga anggota untuk
mewakili fraksi dalam pembahasan RUU Cipta Kerja. "Tiga anggota FPD yg ditugaskan di Baleg RUU
Ciptaker adalah Bambang Purwanto, Hinca IP Pandjaitan XIII, dan Benny K Harman," kata dia.

Sebelumnya diberitakan, Fraksi Partai Demokrat menarik seluruh anggotanya dari Panitia Kerja RUU
Cipta Kerja yang menjadi inisiatif pemerintah. Sikap ini sesuai instruksi dari Ketua Fraksi Partai Demokrat
di DPR Edhie Baskoro Yudhoyono atau Ibas yang menolak Fraksi Partai Demokrat untuk ikut membahas
RUU Cipta Kerja, karena tidak berkaitan dengan penanganan Covid-19. Saat itu Hinca mengatakan, sejak
awal Fraksi Partai Demokrat sudah menyatakan ingin mengutamakan fungsi pengawasan dalam
penanganan Covid-19. "Ya sudah, kami sampaikan sejak awal fungsi fraksi Partai Demokrat di DPR
menjalankan fungsi pengawasan lebih utama, sampai selesai masalah penanganan Covid-19," ujarnya.
Hinca juga mengatakan, urusan kemanusiaan harus diprioritaskan dengan menyelamatkan masyarakat
dari ancaman penularan Covid-19. "Mari kita fokuskan energi kita untuk menangani Covid-19 ini,"
ucapnya.

https://nasional.kompas.com/read/2020/08/26/09573211/partai-demokrat-kembali-bergabung-dalam-
pembahasan-ruu-cipta-kerja?page=all.

21. Kelompok Buruh dan DPR Sepakat Bentuk Tim Kerja Bahas Klaster Ketenagakerjaan RUU Cipta
Kerja

11/08/2020, 18:42 WIB

Penulis : Haryanti Puspa Sari


Editor : Diamanty Meiliana

JAKARTA, KOMPAS.com - Kelompok buruh yang terdiri dari Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI),
Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Andi Gani, dan KSPSI Yoris Raweyai, dan
Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBI) bertemu dengan Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco
Ahmad dan Ketua Badan Legislasi (DPR) Supratman Andi Agtas di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa
(11/10/2020). Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan, tujuan kedatangan kelompok buruh ke Gedung DPR
salah satunya untuk menyerahkan konsep sandingan terkait klaster ketenagakerjaan dalam RUU Cipta
Kerja. Konsep tersebut, kata Said, disusun kelompok buruh mengacu pada kajian dan analisa terhadap
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. "Intinya kami serahkan konsep
sandingan tapi (berdasarkan) kajian dan analisa ya terhadap UU Nomor 13 Tahun 2003 disandingkan
dengan RUU Ciptaker analisa, kajian dan usulannya," kata Said saat dihubungi, Selasa (11/8/2020).

Said juga mengatakan, dalam pertemuan tersebut, DPR dan kelompok buruh sepakat membentuk tim
kerja untuk membahas klaster ketenagakerjaan. "Akhirnya Pak Dasco sebagai pimpinan rapat
memutuskan membentuk tim bersama antara serikat pekerja, serikat buruh yang jumlahnya mewakili 75
persen anggota buruh di Indonesia dan tim panja Baleg, kita mulai diskusi tanggal 18 Agustus ini,"
ujarnya. Said mengatakan, dalam pertemuan tersebut juga dihadiri anggota Baleg dari lintas fraksi
seperti Gerindra, PDI-P, Nasdem, PAN, Partai Golkar dan PKB yang sepakat untuk dibentuknya tim kerja
untuk membahas klaster ketenagakerjaan. Ia mengatakan, para anggota panja menginginkan agar pasal-
pasal yang diatur dalam klaster ketenagakerjaan sebaiknya aturan yang belum pernah diatur dalam UU
Ketenagakerjaan.

"Jadi yang sudah eksisting, istilah Pak Supratman, tetap jangan diubah tapi yang belum diatur misal
pekerja digital ekonomi, paruh waktu, transportasi online, itu kan enggak ada di UU eksisting, itu yang
diatur dalam Omnibus Law," ucapnya. Lebih lanjut, Said mengatakan, meski pihaknya sudah membentuk
tim kerja dengan DPR. Namun, aksi unjuk rasa KSPI pada 14 Agustus 2020 tetap dilaksanakan sesuai
jadwal. Ia mengatakan, aksi unjuk rasa KSPI nantinya akan lebih pada bentuk dukungan kepada DPR agar
memegang teguh aspirasi kelompok buruh dalam pembahasan RUU Cipta Kerja. "Bukan justifikasi
ketidakpercayaan kepada DPR, tidak. Kita percaya DPR tapi aksi lebih pada dukungan kepada DPR agar
teguh dalam memperjuangkan aspirasi buruh," pungkasnya.

https://nasional.kompas.com/read/2020/08/11/18423041/kelompok-buruh-dan-dpr-sepakat-bentuk-
tim-kerja-bahas-klaster

22. Bamsoet: Badan Pengkajian MPR Bahas Omnibus Law RUU Cipta Kerja

14/08/2020, 11:55 WIB

Penulis : Tsarina Maharani

Editor : Fabian Januarius Kuwado


JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mengatakan, saat ini Badan Pengkajian MPR
tengah melakukan pembahasan sejumlah isu aktual dan strategis pemerintah. Salah satu isu yang
dibahas yakni Omnibus Law RUU Cipta Kerja. "Isu aktual dan strategis yang tengah dibahas oleh Badan
Pengkajian dan Komisi Kajian Ketatanegaraan meliputi ideologi Pancasila, desa dan pemerintahan desa,
pemilihan umum, ketahanan nasional dan efektivitas penanggulangan pandemi Covid-19, serta Omnibus
Law Cipta Kerja," kata Bambang dalam pidato Sidang Tahunan MPR, Jumat (14/8/2020).

Ia menyebutkan, hasil rekomendasi Badan Pengkajian selanjutnya akan disampaikan kepada lembaga
negara terkait. Harapannya, rekomendasi MPR dapat ditindaklanjuti sesuai kewenangan masing-masing
lembaga negara. "Tentu hasil kajiannya nanti menjadi rekomendasi MPR untuk disampaikan kepada
lembaga-lembaga negara lainnya, sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti sesuai dengan
kewenangannya," ujar dia. Badan Pengkajian MPR beranggotakan 45 orang perwakilan dari fraksi-fraksi
dan kelompok DPD. Sementara itu, Komisi Kajian Ketatanegaraan beranggotakan 45 orang pakar, ahli,
dan praktisi yang memiliki keahlian dalam bidang konstitusi dan ketatanegaraan. Bambang mengatakan,
sesuai dengan tugas dan fungsinya, MPR telah melakukan kegiatan penyerapan aspirasi masyarakat di
daerah pemilihan masing-masing.

Penyerapan aspirasi dilakukan kepada lembaga negara, kelompok strategis masyarakat, partai politik,
hingga organisasi sosial keagamaan. Dia menyebutkan, MPR saat ini juga tengah menindaklanjuti
rekomendasi MPR 2014-2019 terkait penghidupan pokok-pokok haluan negara. "Penyerapan aspirasi
masyarakat dan daerah juga dilakukan dalam rangka menindaklanjuti rekomendasi MPR Masa Jabatan
2014-2019 terkait perlunya Pokok-pokok Haluan Negara dan Penataan Sistem Ketatanegaraan
Indonesia," kata Bambang.

https://nasional.kompas.com/read/2020/08/14/11555101/bamsoet-badan-pengkajian-mpr-bahas-
omnibus-law-ruu-cipta-kerja.

23. Sofyan Djalil: RUU Cipta Kerja Sederhanakan Izin Buka Usaha

26/08/2020, 12:27 WIB

Penulis : Suhaiela Bahfein

Editor : Hilda B Alexander

JAKARTA, KOMPAS.com - Pro dan kontra terhadap Rancangan Undang-undang (RUU) Cipta Kerja atau
omnibus law masih terus berlanjut. Oleh sebab itu, salah satu Kementerian yang terlibat dalam
penyusunan RUU Cipta Kerja yakni, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional
(ATR/BPN) berupaya meluruskan informasi yang menjadi bahan perdebatan. Menurut Menteri ATR/BPN
Sofyan A Djalil, ada dua penyebab utama penolakan RUU Cipta Kerja yang diinisiasi Pemerintah.
"Pertama, karena tidak tahu isi RUU ini dan kedua karena kepentingannya terganggu," ujar Sofyan dalam
keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Rabu (26/8/2020). Sofyan menegaskan, Pemerintah
menginisasi RUU Cipta Kerja karena ingin menyederhanakan regulasi atau peraturan
Menurutnya, RUU Cipta Kerja dibuat untuk menyederhanakan 79 UU dan 1.203 pasal agar
perekonomian Indonesia bisa tumbuh dengan cepat. Sofyan mengatakan, RUU Cipta Kerja dirancang
untuk menyederhanakan izin agar para pengusaha bisa membuka usaha dengan mudah. "Saya yakin ini
sangat bermanfaat, mahasiswa yang lulus akan mudah mendapat pekerjaan serta pelaku Usaha Mikro
Kecil Menengah (UMKM) akan mudah membuka usaha," kata Sofyan. Sementara, Dirjen Penataan
Agraria Kementerian ATR/BPN Andi Tenrisau mengatakan, RUU Cipta Kerja dibuat untuk menghapus
sepenuhnya perizinan dan kemudian menimbulkan chaos tidaklah benar. Dalam RUU Cipta Kerja, imbuh
Andi, perizinan membuka usaha akan berbasis risiko yang dihitung dari tingkat dan potensi bahaya
seperti, kesehatan, keselamatan, lingkungan, serta pemanfaatan sumber daya. "Apabila risikonya tinggi,
tentu harus tetap menggunakan izin, beda dengan yang risikonya rendah," tutur Andi.

https://properti.kompas.com/read/2020/08/26/122751421/sofyan-djalil-ruu-cipta-kerja-sederhanakan-
izin-buka-usaha.

24. Sambut Hari Kemerdekaan, Buruh Ketenagalistrikan Luncurkan Poster Tolak Omnibus Law

16/08/2020, 11:13 WIB

Penulis Achmad Nasrudin Yahya | Editor Krisiandi

JAKARTA, KOMPAS.com - Serikat pekerja dan buruh di sektor ketenagalistrikan meluncurkan sejumlah
poster untuk menyuarakan penolakan terhadap omnibus law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta
Kerja. Peluncuran poster berisikan pesan mengenai penolakan omnibus law itu sehubungan dengan
peringatan Hari Kemerdekaan Indonesia ke-75 pada Senin, (17/8/2020). "Omnibus law RUU Cipta Kerja
justru akan membuat ekonomi masyarakat menjadi lebih terpuruk. Hal ini disebabkan karena di dalam
omnibus law terdapat pasal-pasal yang berpotensi menyebabkan listrik dikuasai oleh pihak swasta atau
asing," ujar Ketua Umum DPP Serikat Pekerja PT Perusahaan Listrik Negara (DPP SP PLN) Persero
Muhammad Abrar Ali dalam keterangan tertulis, Minggu (16/8/2020).

Adapun serikat pekerja dan buruh di sektor ketenagalistrikan tersebut meliputi SP PLN Persero,
Persatuan Pegawai Indonesia Power (PPIP), Serikat Pekerja Pembangkit Jawa–Bali (SP PJB), Serikat
Pekerja Elektronik Elektrik–FSPMI (SPEE-FSPMI), dan Federasi Serikat Buruh Kerakyatan Indonesia
(Serbuk). Menurut Abrar, jika RUU Cipta Kerja disahkan, sangat bertentangan dengan konstitusi dan
dapat membahayakan kedaulatan Indonesia. "Jika listrik tidak lagi kuasai oleh negara, maka hal ini
berpotensi menyebabkan kenaikan tarif listrik, sehingga harga listrik akan mahal," kata Abrar. Sementara
itu, Ketua Umum PPIP, Kuncoro menyatakan, sebagai bentuk penolakan, pihaknya mendesak agar
pembahasan omnibus law dihentikan. “Semua ini semata-mata untuk memastikan agar listrik sebagai
cabang produksi penting dan menguasai hajat hidup orang banyak tetap dalam penguasaan negara,"
kata Kuncoro.

Selain melakukan melakukan kampanye di media sosial, buruh di sektor ketenagalistrikan juga akan
memasang spanduk dan baliho penolakan omnibus law di sejumlah titik strategis. "Tujuannya agar
masyarakat sadar, jika omnibus law disahkan, maka masyarakat akan mengalami kerugian," kata dia.
Adapun isi dari poster-poster yang diluncurkan antara lain:

1. Jika Omnibus Law Disahkan: Tarif Listrik Berpotensi Naik = Listrik Mahal.

2. Listrik Sebagai Harga DIri dan Kebaikan Bangsa

3. Listrik = Pasal 33 Ayat (2) UUD 1945

4. Omnibus Law Menyelingkuhi Putusan Mahkamah Konstitusi = Inskonstitusional

5. Omnibus Law Menghidupkan Pasal Zombie

https://nasional.kompas.com/read/2020/08/16/11135351/sambut-hari-kemerdekaan-buruh-
ketenagalistrikan-luncurkan-poster-tolak?page=all.

25. Ketua Fraksi Nasdem Nilai Omnibus Law Jadi Solusi Hadapi Krisis Ekonomi

12/08/2020, 18:10 WIB

Penulis Maria Arimbi Haryas Prabawanti | Editor Mikhael Gewati

KOMPAS.com - Ketua Fraksi Partai Nasional Demokrat (Nasdem), Ahmad Ali menilai, omnibus law
merupakan solusi paling tepat yang dilakukan pemerintah dalam menghadapai krisis ekonomi secara
global pasca pandemi Covid-19. "Hal itu dikarenakan omnibus law dapat menyehatkan iklim investasi
dengan kemudahan perizinan yang ada dalam Rancangan Undang Undang (RUU) Cipta Kerja (Ciptaker) di
Indonesia," katanya di Jakarta, Rabu (12/08/2020). Untuk itu, Ahmad menyatakan dengan tegas, partai
Nasdem mendukung RUU Ciptaker Omnibus Law tersebut. Terlebih menurut Ahmad, program yang
diusung pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) ini ditujukan untuk membuat lapangan kerja yang
lebih banyak

“Dengan begitu, akan semakin banyak tenaga kerja yang bisa diserap,” sambung Ahmad Ali seperti
dalam keterangan tertulisnya. Sementara itu, tentang pro dan kontra atau silang pendapat di antara
beberapa organisasi buruh terhadap omnibus law, Ahmad Ali melihat sebagai dinamika yang muncul di
masyarakat. "Selama ini, memang ada sejumlah pasal yang dipertanyakan organisasi buruh menyangkut
perlindungan tenaga kerja," tuturnya. Namun, Ahmad menilai, pasal0pasal tersebut sudah selesai
dibahas dengan melibatkan organisasi dan perwakilan buruh serta anggota parlemen. "Saat ini, pasal
dalam RUU tersebut tengah digodok di parlemen setelah diusulkan pemerintah beberapa bulan lalu,"
jelasnya. Ahmad pun berharap, pembahasan omnibus law segera diselesaikan sehingga dapat menjadi
terobosan ekonomi secara nasional yang harus direspon secara cepat.

https://nasional.kompas.com/read/2020/08/12/18103021/ketua-fraksi-nasdem-nilai-omnibus-law-jadi-
solusi-hadapi-krisis-ekonomi.
26. Ancaman terhadap Petani dan Potensi Konflik Agraria dalam RUU Cipta Kerja 12/08/2020, 05:20
WIB

Penulis : Irfan Kamil

Editor : Kristian Erdianto

JAKARTA, KOMPAS.com - Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) menyoroti sejumlah perubahan


ketentuan dalam draf omnibus law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja yang sedang dibahas
DPR dan Pemerintah. Sejumlah perubahan ketentuan dinilai mengancam kelangsungan hidup petani,
memperparah konflik agraria, memperbesar ketimpangan kepemilikan lahan dan praktik penggusuran
demi investasi. Perubahan ini terkait izin konversi tanah pertanian ke non-pertanian, penambahan
kategori kepentingan umum untuk pengadaan tanah, dan jangka waktu hak pengelolaan atas tanah.
Sekretaris Jenderal KPA Dewi Kartika mengatakan, ketentuan izin untuk konversi tanah pertanian ke non-
pertanian makin dipermudah. Ketentuan ini terdapat dalam Pasal 122 angka 1 RUU Cipta Kerja, yang
menghapus Pasal 44 ayat (3) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan
Pertanian Pangan Berkelanjutan. Menurut Dewi, perubahan tersebut dapat mempercepat alih fungsi
tanah pertanian dan mengancam keberadaan kelompok petani. "Demi investasi non-pertanian, RUU
Cipta Kerja bermaksud melakukan perubahan terhadap UU Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan
Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan," kata Dewi saat dihubungi Kompas.com, Senin (10/8/2020).
Penyusutan lahan pertanian Dengan perubahan tersebut, kata Dewi, pemerintah dan perusahaan tak
memiliki kewajiban terkait syarat kajian kelayakan strategis, rencana alih fungsi tanah dan kesesuaian
rencana tata ruang wilayah. Dampaknya, akan mempercepat terjadinya perubahan lanskap tanah
pertanian terjadi secara cepat. Selain itu, kewajiban menyediakan tanah pengganti bagi petani juga
terhapus. "Termasuk menghapus kewajiban menyediakan tanah pengganti bagi petani terdampak," tutur
dia.

Persoalan lain yang akan muncul yakni menyusutnya lahan pertanian. Dewi menyebut, satu rumah
tangga petani hilang akibat konversi tanah dalam sepuluh tahun. "Bisa dibayangkan tanpa RUU Cipta
kerja saja, tercatat dalam sepuluh tahun (2003–2013) konversi tanah pertanian ke fungsi non-pertanian,
satu (satu) rumah tangga petani hilang," kata Dewi. Berdasarkan catatan KPA, terjadi penyusutan lahan
yang dikuasai petani sebesar 10,6 persen menjadi 4,9 persen. Selain itu, laporan Kementerian Pertanian
terkait Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) menyebutkan, luas lahan baku sawah,
baik beririgasi maupun non irigasi, mengalami penurunan rata-rata seluas 650 ribu hektar per tahun.
"Artinya, jika laju cepat konversi tanah pertanian ini tidak dihentikan, bahkan difasilitasi RUU Cipta Kerja,
maka tanah pertanian masyarakat akan semakin menyusut," ujar Dewi. "Begitu pun jumlah petani
pemilik tanah dan petani penggarap akan semakin berkurang jumlahnya akibat kehilangan alat
produksinya yang utama yakni, tanah. Mata pencaharian petani akan semakin tergerus," ucapnya.
Kepentingan investasi Hal lain yang disoroti, yakni tambahan kategori kepentingan umum untuk
pengadaan tanah. Tambahan ini dikhawatirkan akan memperparah konflik agraria. Pasal 121 RUU Cipta
Kerja yang mengubah Pasal 8 dan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 12 tahun 2012 tentang Pengadaan
Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Pasal ini menambah empat poin kategori
pengadaan tanah untuk pembangunan kepentingan umum. Keempat kategori baru itu adalah kawasan
industri minyak dan gas, kawasan ekonomi khusus, kawasan industri, kawasan pariwisata, dan kawasan
lain yang diprakarsai atau dikuasai oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, BUMN dan BUMD.
Kawasan lain yang belum diatur RUU Cipta Kerja akan ditetapkan dengan peraturan presiden (PP).

Proyek Strategis Nasional Dewi menilai, ketentuan tersebut dapat mempermudah proses alih fungsi
lahan pertanian dan berpotensi merugikan kelompok petani. Proses alih fungsi lahan yang dipermudah,
menurut Dewi, akan memperparah konflik agraria, ketimpangan kepemilikan lahan, praktik perampasan
dan penggusuran tanah. “Atas nama pengadaan tanah untuk pembangunan dan kepentingan umum,
RUU Cipta Kerja akan memperparah konflik agaria, ketimpangan, perampasan dan penggusuran tanah
masyarakat,” kata Dewi. Menurut Dewi, argumentasi penambahan kategori kepentingan umum ini
merupakan hambatan dan keluhan para investor terkait pengadaan dan pembebasan lahan bagi proyek
pembangunan infrastruktur serta kegiatan bisnis. “Lewat RUU Cipta Kerja, pemerintah memperluas
definisi kepentingan umum dengan menambahkan kepentingan investor pertambangan, pariwisata,
industri dan kawasan ekonomi khusus (KEK) ke dalam kategori kepentingan umum,” ujar Dewi. Dewi
menekankan, pengadaan tanah tidak dapat dilihat sebatas proses penyediaan tanah bagi pembangunan
proyek infrastruktur atau industri semata. Namun, juga harus diperhitungkan dampak sistemik terkait
degradasi ekonomi, sosial dan budaya pada lokasi yang menjadi obyek pengadaan tanah serta
masyarakat. “Harus diingat, tanpa RUU Cipta Kerja pun, UU pengadaan tanah secara praktiknya telah
mengakibatkan konflik agraria dan penggusuran,” tutur dia.

Lebih lanjut, Dewi menegaskan bahwa kewenangan pemerintah dalam pengadaan tanah harus tetap
dipegang penuh sesuai asas umum pemerintahan yang baik dan berkeadilan. Sebab, kata Dewi, proses
pengadaan tanah, pembebasan lahan dan penetapan ganti kerugian dijalankan secara tidak transparan
dan tidak berkeadilan. Bahkan, ia mengatakan, tidak sedikit terjadi unsur pemaksaan dan intimidasi
terhadap masyarakat yang tanahnya menjadi target pembebasan. Selain itu, peran dan kewenangan
swasta semakin menempatkan posisi masyarakat dalam situasi rentan. “Pengadaan tanah sering kali
mengesampingkan prinsip keadilan, karena bagi pihak yang menolak bentuk dan besaran ganti rugi,
prosesnya dititipkan di Pengadilan Negeri sehingga mempermudah proses penggusuran tanah
masyarakat,” tutur Dewi.

Jangka waktu hak pengelolaan 90 tahun Selain itu, Dewi mengkritik perubahan ketentuan jangka waktu
hak atas tanah di atas hak pengelolaan. Berdasarkan Pasal 127 ayat (3) hak pengelolaan diberikan selama
90 tahun. Hak pengelolaan ini dapat berupa hak guna usaha ( HGU), hak guna bangunan (HGB) dan hak
pakai (HP). Sedangkan, Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok
Agraria (UUPA) telah mengatur bahwa jangka waktu HGU diberikan selama 25 atau 35 tahun kepada
pemohon yang memenuhi persyaratan.

"Pada masa penjajahan saja pemberian konsesi pada perkebunan Belanda hanya 75 tahun," ujar Dewi.
“Sekarang RUU Cipta Kerja mau menjadikan HGU berumur 90 tahun, lebih parah dibanding saat kita
masih dijajah,” ungkapnya. Dewi juga menyoroti kewenangan pemerintah pusat yang bisa menerbitkan
jenis-jenis hak baru di atas hak pengelolaan. Sebab, hak pengelolaan dapat dikonversi menjadi HGU, HGB
dan HP bagi kepentingan pemodal. Dewi menilai, ketentuan ini merupakan bentuk penyimpangan Hak
Menguasai dari Negara (HMN) dan berpotensi penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power). “Tiba-tiba
dengan dalih menciptakan norma baru, hak pengelolaan ini seolah menjadi jenis hak baru yang begitu
powerful, yang kewenangannya diberikan kepada pemerintah,” tutur dia. Jika ketentuan soal hak
pengelolaan atas tanah tersebut disahkan, Dewi khawatir ketimpangan penguasaan tanah akan semakin
besar. Kemudian, korporasi akan semakin mudah untuk melakukan praktik monopoli, karena jangka
waktu hak pengelolaan atas tanah yang sangat lama.

“Ini cara memutar tersembunyi pemerintah, yang ingin kembali memprioritaskan HGU, HGB, HP untuk
investor besar, di tengah ketimpangan penguasaan tanah akibat monopoli perusahaan yang sudah
terjadi,” kata Dewi. Dewi pun menekankan bahwa ketentuan soal jangka waktu hak pengelolaan atas
tanah bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi No. 21-22/PUU-V/2007. Putusan MK tersebut
membatalkan Pasal 22 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal yang
mengatur pemberian HGU selama 95 tahun. “Pasal 22 ini telah diputuskan ditolak karena melanggar
Konstitusi,” ucapnya. Eksploitasi oleh kepentingan modal Sebelumnya, anggota Komisi II dari Fraksi PDI-P
Arif Wibowo menyatakan tak sepakat dengan ketentuan Pasal 127 RUU Cipta Kerja. Arif menilai, aturan
tersebut bertentangan dengan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-
Pokok Agraria.

"Saya enggak setuju, karena bertentangan dengan UUPA yang artinya adalah eksploitasi terhadap negara
dan rakyat serta mengabdi kepada kepentingan modal," kata Arif, Kamis (30/4/2020). Arif meminta,
perpanjangan HGU tetap mengacu pada UUPA, yaitu paling lama 25 tahun atau dapat diperpanjang
hingga 35 tahun. Kemudian, ia meminta kebijakan HGU yang saat ini diterapkan di Indonesia dievaluasi
agar lebih berorientasi pada pemanfaatan tanah yang adil. "Jelas bertentangan dengan ideologi dan
politik agraria nasional kita. Kembalikan kepada UUPA agar lebih berorientasi kepada pemanfaatan tanah
secara adil dan peduli sosial," ujar Arif.

https://nasional.kompas.com/read/2020/08/12/05200071/ancaman-terhadap-petani-dan-potensi-
konflik-agraria-dalam-ruu-cipta-kerja?page=all.

27. Jokowi Harap Omnibus Law Perpajakan Mampu Percepat Pemulihan Ekonomi Pasca Covid-19

14/08/2020, 16:07 WIB

Penulis : Deti Mega Purnamasari

Editor : Diamanty Meiliana

JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan, penerapan omnibus law RUU
Perpajakan diharapkan dapat mempercepat pemulihan ekonomi pasca pandemi Covid-19. Selain itu,
omnibus law tersebut juga diharapkan dapat mendorong peningkatan investasi dan daya saing nasional.
"Penerapan omnibus law perpajakan diharapkan mampu mendorong peningkatan investasi dan daya
saing nasional, mempercepat pemulihan ekonomi pasca-pandemi Covid-19, serta memacu transformasi
ekonomi," kata Jokowi dalam pidato penyampaian keterangan pemerintah atas Rancangan Undang-
Undang Anggaran Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) 2021 di Gedung DPR/MPR, Jakarta, Jumat
(14/8/2020). Selain omnibus law RUU Perpajakan, kata dia, pemberian berbagai insentif perpajakan yang
tepat dan terukur juga diharapkan dapat mendorong hal-hal tersebut.

Jokowi mengatakan, penerapan omnibus law tersebut merupakan salah satu upaya pemerintah untuk
melakukan perbaikan pengelolaan perpajakan. "Dari sisi perpajakan, pemerintah terus melakukan
berbagai upaya perluasan basis pajak serta perbaikan tata kelola dan administrasi perpajakan," kata dia.
Tujuannya adalah dalam rangka meningkatkan dan menggali sumber-sumber penerimaan yang
potensial. Adapun RUU Ketentuan Umum dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian atau
omnibus law RUU Perpajakan sudah rampung.

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menyampaikan, pihaknya sudah memberikan draf RUU
omnibus law perpajakan, naskah akademik, dan surat presiden (surpres) ke Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR). Berdasarkan naskah resmi akademik omnibus law RUU Perpajakan, sebagaimana dikutip dari
Kontan.co.id, terdapat sembilan undang-undang (UU) yang masuk dalam pembahasan. Jumlah UU
tersebut telah bertambah sejak pertama kali Sri Mulyani mengumumkan beleid sapu jagad ini hanya
terdiri dari tiga UU pada akhir September 2019. Kemudian, bertambah lagi menjadi enam UU pada
November tahun lalu. Adapun sembilan undang-undang dalam RUU omnibus law perpajakan adalah:

1. UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP)

2. UU Pajak Penghasilan (PPh)

3. UU Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

4. UU Kepabeanan

5. UU Cukai

6. UU Informasi dan Transaksi Elektronik

7. UU Penanaman Modal

8. UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD)

9. UU Pemerintah Daerah

https://nasional.kompas.com/read/2020/08/14/16075011/jokowi-harap-omnibus-law-perpajakan-
mampu-percepat-pemulihan-ekonomi-pasca?page=all.

28. Sekjen KPA: Kami Akan Turun ke Jalan, Pastikan DPR Tunduk pada Aspirasi Rakyat 09/08/2020,
17:18 WIB

Penulis : Irfan Kamil

Editor : Kristian Erdianto


JAKARTA, KOMPAS.com – Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Dewi Kartika
mengatakan, kelompok masyarakat sipil berencana melakukan aksi unjuk rasa pada 14 dan 16 Agustus
mendatang di depan Gedung DPR RI. Aksi itu bertujuan agar DPR dan pemerintah menghentikan
pembahasan omnibus law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja.

“Salah satunya targetnya pada tanggal 14 dan 16, kami akan melakukan aksi lagi, turun ke jalan di depan
gedung DPR, untuk memastikan DPR segera tunduk pada aspirasi rakyat yang sedang menghadapi krisis
berlapis, krisis ekonomi, krisis pandemi Covid-19,” kata Dewi dalam konferensi pers, Minggu (9/8/2020).
“Justru tuntutan-tuntutan aspirasi itu diabaikan, karena DPR bersama pemerintah justru sibuk
mendorong satu regulasi yang akan membahayakan rakyat secara meluas,” tutur dia. Menurut Dewi,
seharusnya DPR dan pemerintah mencari solusi dalam mengatasi krisis yang terjadi dan tidak membahas
RUU yang dinilai kontroversial.

Dia menyebut, DPR telah menyalahi tata tertib dengan tetap melaksanakan pembahasan RUU Cipta Kerja
pada masa reses. Sebab, kata Dewi, dalam masa reses seharusnya DPR melakukan kunjungan kerja untuk
menyerap aspirasi masyarakat. “Ini juga menyalahi tata tertib masa sidang ya, kewajiban anggota DPR
masa reses adalah untuk melaksanakan kunjungan kerja, menyerap aspirasi konstituennya dan
menyampaikan apa yang sudah dilakukan oleh para anggota DPR kepada konsituennya,” ungkap Dewi.
“Bukan membahas satu RUU yang sebenarnya kontroversial, dari sisi substansinya sudah menuai
penolakan secara meluas di banyak tempat dan banyak aspirasi dari masyarakat,” tutur dia.

Lebih lanjut, Dewi mengatakan, DPR sebagai lembaga politik seharusnya menegakkan konstitusi. Sebab,
terdapat pasal-pasal yang berpotensi bertentangan dengan UUD 1945 jika disahkan. Namun, Ia tak
merinci pasal mana saja yang dianggap bertentangan dengan konstitusi. Dewi hanya menyebut terkait
bidang agraria. “Misalnya di bidang agraria dan sumber daya alam, setidaknya ada 10 lebih Keputusan
Mahkamah Konstitusi yang sudah ditetapkan oleh MK yang itu akan dilanggar oleh DPR apabila RUU
Cipta kerja ini ngotot disahkan,” ujar Dewi. “Apalagi kalau kita konsolidasikan dari semua klaster
pembahasan, itu pelanggaran terhadap konstitusinya begitu banyak,” lanjut dia

Sebelumnya, pada 16 Juli 2020 lalu, perwakilan massa aksi penentang RUU Cipta Kerja diterima oleh
pimpinan DPR. Dalam pertemuan tersebut, pimpinan DPR berjanji tidak akan meneruskan pembahasan
omnibus law pada masa reses. Bahkan, salah satu pimpinan DPR menyatakan bahwa anggota DPR harus
kembali ke daerah pemilihan untuk menyerap aspirasi masyarakat dan pembahasan omnibus law saat
masa reses melanggar Tata Tertib DPR. Namun, DPR tetap melanjutkan pembahasan RUU Cipta Kerja.

https://nasional.kompas.com/read/2020/08/09/17182651/sekjen-kpa-kami-akan-turun-ke-jalan-
pastikan-dpr-tunduk-pada-aspirasi-rakyat?page=all.

29. Komnas HAM: Figur Publik Harusnya Jadi Corong Masyarakat, Bukan Kekuasaan 14/08/2020, 12:09
WIB

Penulis : Achmad Nasrudin Yahya


Editor : Kristian Erdianto

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (HAM) Ahmad Taufan Damanik
mengomentari sejumlah influencer dan artis yang mempromosikan omnibus law Rancangan Unndang-
Undang (RUU) Cipta Kerja. Menurut Taufan, influencer dan artis seharusnya tak menjadi corong
kekuasaan secara sepihak dan bisa menyampaikan kepentingan masyarakat. "Jadi dia tidak sepihak saja
menjadi corong dari kekuasaan. Figur publik kan harusnya menjadi corong dari seluruh kepentingan
masyarakat," ujar Taufan dalam konferensi pers virtual, Kamis (13/8/2020

Taufan menuturkan, figur publik sebaiknya mengacu pada kepentingan bersama dalam mempromosikan
atau mengkampanyekan RUU Cipta Kerja. Misalnya, mempromosikan untuk kemajuan HAM, pelestarian
lingkungan hidup, hingga keadilan dalam distribusi sumber daya alam pertanahan. Dia meyakini,
kegiatan promosi tersebut akan menjadi bumerang. Sebab, jika RUU Cipta Kerja berhasil disahkan, maka
influencer dan artis juga akan terkena dampaknya. "Karena sebetulnya nanti juga mereka akan dirugikan
kalau seandainya ada regulasi yang tidak berpihak kepada masyarakat. Kita harus melihat itu dari aspek
kita sebagai masyarakat," tegas dia.

Taufan menilai, sah-sah saja ketika influencer dan artis mempromosikan kepentingan pemerintah.
Namun, seharusnya mereka juga seharusnya mampu bersikap kritis terhadap suatu kebijakan. Dengan
demikian, dapat tercipta kebijakan-kebijakan yang tidak mengesampingkan kepentingan masyarakat
banyak. "Ingat cita-cita Proklamator kita, cita-cita para pendiri bangsa ini dulu, adalah keadilan. Jadi
kalau keadilan justru tidak dipromosikan oleh satu kebijakan yang diusulkan pemerintah, mestinya
mereka kritis," kata Taufan.

Belakangan, sejumlah influencer dan artis tengah menjadi perbincangan masyarakat lantaran
mempromosikan RUU Cipta Kerja melalui akun media sosial mereka. Sementara, Komnas HAM telah
mengkaji RUU Cipta Kerja dan membuat 10 keseimpulan, antara lain adanya pemunduran kewajiban
negara memenuhi hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak, sehingga melanggar kewajiban
realisasi progresif atas pemenuhan hak-hak sosial dan ekonomi. Kemudian RUU Cipta Kerja juga dinilai
melemahkan kewajiban negara untuk melindungi hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat, yang
tercermin dari pembatasan hak untuk berpartisipasi dan hak atas informasi.

https://nasional.kompas.com/read/2020/08/14/12095011/komnas-ham-figur-publik-harusnya-jadi-
corong-masyarakat-bukan-kekuasaan.

30. Tak Ada Kompromi, Demonstran Minta RUU Cipta Kerja Dibatalkan

14/08/2020, 13:42 WIB

Penulis : Achmad Nasrudin Yahya

Editor : Fabian Januarius Kuwado


JAKARTA, KOMPAS.com - Gerakan Buruh Bersama Rakyat (Gebrak) menegaskan, tidak mau berkompromi
dengan pemerintah dan DPR soal penolakannya terhadap Omnibus Law Rancangan Undang-Undang
(RUU) Cipta Kerja. Sikap tersebut menjadi salah satu prinsip dalam aksi demonstrasi yang berlangsung di
Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Jumat (14/8/2020). "Dalam aksi kali ini kami tegaskan kepada pemerintah
dan DPR, tidak ada kompromi, batalkan Omnibus Law RUU Cipta Kerja sekarang juga tanpa syarat," ujar
Ketua Umum Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi Dewan Naisonal (LMND DN) Muhammad Arira
Fitra kepada Kompas.com, Jumat (14/8/2020). Diketahui, LMND DN merupakan organisasi yang
tergabung dalam Gebrak.

Gebrak sendiri merupakan aliansi gerakan rakyat yang beranggotakan beberapa elemen, mulai dari
buruh hingga mahasiswa, antara lain Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI), Kongres Aliansi
Serikat Buruh Indonesia (KASBI), Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA). Kemudian, Yayasan Lembaga
Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), LMND DN, BEM Jentera, Federasi Mahasiswa Kerakyatan, hingga
Sekolah Mahasiswa Progresif. Arira menambahkan, demonstran tetap memilih turun ke jalan meskipun
diakui rentan akan penularan Covid-19. Kenekatan itu dipicu DPR dan pemerintah yang ngotot
melanjutkan pembahasan beleid kontroversial tersebut. Dia pun menegaskan, RUU Cipta Kerja
bertentangan dengan konstitusi negara karena banyak memuat pasal yang merugikan masyarakat. Untuk
itu, Gebrak mendesak pemerintah dan DPR sebaiknya fokus memulihkan daya beli rakyat di tengah
kemerosotan pertumbuhan ekonomi akibat pandemi. "Memulihkan daya beli rakyat tidak cukup dengan
bantuan Rp 600.000, tetapi butuh jaminan kepastian kerja dan perlindungan sosial," kata dia.

Di sisi lain, kehadiran RUU Cipta Kerja juga diyakini akan menjadi salah satu pelopor menurunnya daya
beli rakyat. Karena aturan tersebut dirancang dengan menjauhkan kepastian kerja dan memunculkan
kerja dengan upah murah. "Kami akan terus berjuang bersama gerakan rakyat lain untuk menjegal RUU
Cipta Kerja agar tidak diundangkan," kata dia. "Kami mengundang seluruh elemen rakyat untuk berlawan
menolak RUU Cipta Kerja yang memiskinkan lintas generasi dan rakyat luas," sambung Arira.

https://nasional.kompas.com/read/2020/08/14/13424121/tak-ada-kompromi-demonstran-minta-ruu-
cipta-kerja-dibatalkan?page=all.

Anda mungkin juga menyukai