Anda di halaman 1dari 9

NAMA : HASYIMA MAZYA ISTHIFAIYYA

ABSEN : 14
KELAS : XII MIPA 5
MAPEL : BAHASA INDONESIA

TUGAS!!
Mencari contoh teks editorial di internet kemudian identifikasi struktur dan kebahasaannya

JAWAB!!

Tajuk Republika: UU Cipta Kerja, Investasi untuk Siapa?

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- UU Cipta Kerja masih terus menjadi polemik.


Kemarin ribuan karyawan, buruh, elemen kampus, dan kelompok lingkungan menggelar aksi
unjuk rasa di berbagai daerah. Alhamdulillah, aksi unjuk rasa kemarin berlangsung lebih
adem. Tanpa ada perusakan dan kerusuhan seperti yang terjadi sebelumnya di Jakarta dan
beberapa kota besar lainnya di Indonesia.

Melihat berbagai aksi unjuk rasa yang terus terjadi, pantas rasanya kita melihat lagi,
mempertanyakan lagi, mengkritisi lagi: Untuk siapa sebenarnya UU Cipta Kerja ini disusun?
Sebab, kalau benar untuk pekerja, mengapa justru pekerja yang paling banyak protes
sepanjang proses penyusunan UU ini sampai pada pengesahannya. Mengapa pekerja justru
merasa tidak diakomodasi suaranya?

Atau benarkah UU ini memang untuk mengakomodasi kelompok bisnis? Rasanya,


iya. Kalau kita perhatikan betul pernyataan-pernyataan yang dikeluarkan oleh Menko Pereko
nomian Airlangga Hartarto, Menko Kemaritiman dan Sumber Daya Luhut B Panjaitan, serta
sejumlah menteri ekonomi lainnya, termasuk Menkeu Sri Mulyani dan Menteri Tenaga Kerja
Ida Fauziah.

Kalimat-kalimat seperti: "Iklim investasi", "birokrasi", "penanaman modal",


"investor", memang lebih mesra dengan kelompok pebisnis ketimbang kelompok pekerja. Ini
adalah kalimat yang sering kali disebutkan oleh para menteri dan para pebisnis ketika mereka
membicarakan UU Cipta Kerja. Kalimat yang abstrak, jauh dari tanah.

Beda rasa bahasanya dengan kalimat yang kerap diucapkan kelompok pekerja, buruh,
karyawan saat membahas beleid setebal 1.035 lembar ini. Mereka mereka ini lebih sering
bersuara hal yang riil, dekat dengan kehidupan sehari-hari, terutama dekat dengan risiko kerja
mereka: "Upah", "Hak cuti", "Libur", "Cuti melahirkan", "Cuti haid", "Pesangon", "PHK",
dan lainnya.

Pemerintah mengatakan, UU Cipta Kerja diperlukan untuk memuluskan investasi


pada masa mendatang. Kalau ini disam paikan tanpa ada pagebluk Covid-19, publik pasti
relatif menerima dengan baik.

Namun, dalam kondisi seperti ini, publik pasti mengernyitkan dahi. Pagebluk Covid-
19 masih terus meluas, malah belum ada tren penurunan di Indonesia, belum juga ditemukan
obatnya, serta ketiadaan vaksin, itu investasi oleh siapa?

Ya, ini pertanyaan yang logis. Tidak ada yang tahu kapan pagebluk ini akan berakhir.
Yang ada adalah prediksi. Ini yang selalu diulang oleh para menteri dan pejabat terkait.
Prediksi tahun depan ekonomi akan pulih, prediksi daya beli akan kembali, prediksi investasi
akan mengalir deras, prediksi akan ada belasan investor siap masuk ke Indonesia, dan
lainnya.

Benarkah pebisnis lokal ataupun global bersiap masuk pada masa pagebluk ini?
Melihat data-data perekonomian, seperti pengucuran kredit perbankan, rencana investasi,
survei konsumen, ataupun survei kondisi perekonomian, rasanya belum. Semua sedang
menunggu kapan pagebluk ini reda.

Benarkah pebisnis bersiap investasi tahun depan? Tentu kita berharap demikian. Tapi
tunggu dulu. Proyeksi bisnis tahun depan adalah gambaran sejauh mana tahun ini berjalan
usahanya. Kelompok bisnis sepanjang tahun ini kita tahu menjerit meminta pertolongan
kepada pemerintah agar usaha mereka bisa bertahan.

Bertahan dari keharusan membayar kredit usaha, merestrukturisasi, bertahan


membayar gaji karyawan sementara omzet menurun, bertahan terhadap rendahnya daya beli.
Bertahan dari pajak-pajak dan pungutan-pungutan.

Artinya apa? Tahun depan, kemungkinan kecil pebisnis bisa langsung tancap gas.
Yang harus mereka lakukan pertama kali adalah memulihkan situasi usahanya dulu.
Berbenah dari berbagai tagihan dan kewajiban. Ini pun dengan satu syarat: Situasi pagebluk
Covid-19 mereda. Kalau tidak? Ya, malah terjadi sebaliknya. Bisnis ambruk.
UU Cipta Kerja sudah disahkan. Polemik pasti belum akan selesai. Sebab, naskah
final UU baru saja dibuka oleh DPR untuk kemudian dikaji kembali oleh berbagai pihak.
Belum lagi akan ada uji materi UU di Mahkamah Konstitusi. Proses bisa memakan waktu
berbulan-bulan.

Jelas sekali implementasi UU ini di lapangan belum akan terwujud dalam waktu
dekat. Dengan realitas seperti ini, pertanyaan pada awal di atas masih layak kita renungkan,
untuk siapa sebenarnya ribuan peraturan ini?

1. Mengidentifikasi struktur teks editorial


Struktur teks Kalimat dalam teks
Pernyataan pendapat Cipta Kerja masih terus menjadi polemik. Kemarin
(tesis) ribuan karyawan, buruh, elemen kampus, dan kelompok
lingkungan menggelar aksi unjuk rasa di berbagai daerah.
Alhamdulillah, aksi unjuk rasa kemarin berlangsung lebih
adem. Tanpa ada perusakan dan kerusuhan seperti yang
terjadi sebelumnya di Jakarta dan beberapa kota besar lainnya
di Indonesia.

Melihat berbagai aksi unjuk rasa yang terus terjadi,


pantas rasanya kita melihat lagi, mempertanyakan lagi,
mengkritisi lagi: Untuk siapa sebenarnya UU Cipta Kerja ini
disusun? Sebab, kalau benar untuk pekerja, mengapa justru
pekerja yang paling banyak protes sepanjang proses
penyusunan UU ini sampai pada pengesahannya. Mengapa
pekerja justru merasa tidak diakomodasi suaranya?

Atau benarkah UU ini memang untuk


mengakomodasi kelompok bisnis? Rasanya, iya. Kalau kita
perhatikan betul pernyataan-pernyataan yang dikeluarkan
oleh Menko Pereko nomian Airlangga Hartarto, Menko
Kemaritiman dan Sumber Daya Luhut B Panjaitan, serta
sejumlah menteri ekonomi lainnya, termasuk Menkeu Sri
Mulyani dan Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziah.
Argumentasi Kalimat-kalimat seperti: "Iklim investasi", "birokrasi",
"penanaman modal", "investor", memang lebih mesra dengan
kelompok pebisnis ketimbang kelompok pekerja. Ini adalah
kalimat yang sering kali disebutkan oleh para menteri dan
para pebisnis ketika mereka membicarakan UU Cipta Kerja.
Kalimat yang abstrak, jauh dari tanah.

Beda rasa bahasanya dengan kalimat yang kerap


diucapkan kelompok pekerja, buruh, karyawan saat
membahas beleid setebal 1.035 lembar ini. Mereka mereka
ini lebih sering bersuara hal yang riil, dekat dengan
kehidupan sehari-hari, terutama dekat dengan risiko kerja
mereka: "Upah", "Hak cuti", "Libur", "Cuti melahirkan",
"Cuti haid", "Pesangon", "PHK", dan lainnya.

Pemerintah mengatakan, UU Cipta Kerja diperlukan


untuk memuluskan investasi pada masa mendatang. Kalau ini
disam paikan tanpa ada pagebluk Covid-19, publik pasti
relatif menerima dengan baik.

Namun, dalam kondisi seperti ini, publik pasti


mengernyitkan dahi. Pagebluk Covid-19 masih terus meluas,
malah belum ada tren penurunan di Indonesia, belum juga
ditemukan obatnya, serta ketiadaan vaksin, itu investasi oleh
siapa?

Ya, ini pertanyaan yang logis. Tidak ada yang tahu


kapan pagebluk ini akan berakhir. Yang ada adalah prediksi.
Ini yang selalu diulang oleh para menteri dan pejabat terkait.
Prediksi tahun depan ekonomi akan pulih, prediksi daya beli
akan kembali, prediksi investasi akan mengalir deras, prediksi
akan ada belasan investor siap masuk ke Indonesia, dan
lainnya.

Benarkah pebisnis lokal ataupun global bersiap masuk


pada masa pagebluk ini? Melihat data-data perekonomian,
seperti pengucuran kredit perbankan, rencana investasi,
survei konsumen, ataupun survei kondisi perekonomian,
rasanya belum. Semua sedang menunggu kapan pagebluk ini
reda.

Benarkah pebisnis bersiap investasi tahun depan?


Tentu kita berharap demikian. Tapi tunggu dulu. Proyeksi
bisnis tahun depan adalah gambaran sejauh mana tahun ini
berjalan usahanya. Kelompok bisnis sepanjang tahun ini kita
tahu menjerit meminta pertolongan kepada pemerintah agar
usaha mereka bisa bertahan.

Bertahan dari keharusan membayar kredit usaha,


merestrukturisasi, bertahan membayar gaji karyawan
sementara omzet menurun, bertahan terhadap rendahnya daya
beli. Bertahan dari pajak-pajak dan pungutan-pungutan.
Penegasan ulang pendapat Artinya apa? Tahun depan, kemungkinan kecil
(re iterasion) pebisnis bisa langsung tancap gas. Yang harus mereka
lakukan pertama kali adalah memulihkan situasi usahanya
dulu. Berbenah dari berbagai tagihan dan kewajiban. Ini pun
dengan satu syarat: Situasi pagebluk Covid-19 mereda. Kalau
tidak? Ya, malah terjadi sebaliknya. Bisnis ambruk.

UU Cipta Kerja sudah disahkan. Polemik pasti belum


akan selesai. Sebab, naskah final UU baru saja dibuka oleh
DPR untuk kemudian dikaji kembali oleh berbagai pihak.
Belum lagi akan ada uji materi UU di Mahkamah Konstitusi.
Proses bisa memakan waktu berbulan-bulan.

Jelas sekali implementasi UU ini di lapangan belum


akan terwujud dalam waktu dekat. Dengan realitas seperti ini,
pertanyaan pada awal di atas masih layak kita renungkan,
untuk siapa sebenarnya ribuan peraturan ini?

(sumber : REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA Diakses tanggal


25 Oktober 2020)
2. Mengidentifikasi kaidah kebahasaan teks editorial
a. Kata keterangan/adverbial frekuentatif
No Kalimat Adverbia frekuentatif
1 Ini adalah kalimat yang sering kali disebutkan oleh para Sering kali
menteri dan para pebisnis ketika mereka membicarakan
UU Cipta Kerja.
2 Mereka mereka ini lebih sering bersuara hal Sering kali
yang riil, dekat dengan kehidupan sehari-hari,
terutama dekat dengan risiko kerja mereka: "Upah",
"Hak cuti", "Libur", "Cuti melahirkan", "Cuti haid",
"Pesangon", "PHK", dan lainnya.

b. Konjungsi
No Kalimat Konjungsi Fungsi
1 Untuk siapa sebenarnya UU Cipta Kerja Sebab Untuk
ini disusun? Sebab, kalau benar untuk menerangkan
pekerja, mengapa justru pekerja yang
paling banyak protes sepanjang proses
penyusunan UU ini sampai pada
pengesahannya.
2 Namun, dalam kondisi seperti ini, publik Namun Untuk
pasti mengernyitkan dahi. menyatakan
akibat

c. Pengelompokan verba
No Kalimat Verba Jenis verba
1 Kemarin ribuan karyawan, buruh, elemen Menggelar Verba material
kampus, dan kelompok lingkungan
menggelar aksi unjuk rasa di berbagai
daerah.
2 Melihat berbagai aksi unjuk rasa yang Melihat Verba mental
terus terjadi, pantas rasanya kita melihat
lagi, mempertanyakan lagi, mengkritisi
lagi
3 Melihat berbagai aksi unjuk rasa yang Mempertanyakan Verba mental
terus terjadi, pantas rasanya kita melihat
lagi, mempertanyakan lagi, mengkritisi
lagi
4 Melihat berbagai aksi unjuk rasa yang Mengkritisi Verba mental
terus terjadi, pantas rasanya kita melihat
lagi, mempertanyakan lagi, mengkritisi
lagi
5 mengapa justru pekerja yang paling Protes Verba mental
banyak protes sepanjang proses
penyusunan UU ini sampai pada
pengesahannya.
6 Mengapa pekerja justru merasa tidak Merasa Verba mental
diakomodasi suaranya?
7 Atau benarkah UU ini memang untuk Mengakomodasi Verba material
mengakomodasi kelompok bisnis?
Rasanya, iya.
8 Kalau kita perhatikan betul pernyataan- Perhatikan Verba mental
pernyataan yang dikeluarkan oleh Menko
Pereko nomian Airlangga Hartarto, Menko
Kemaritiman dan Sumber Daya Luhut B
Panjaitan, serta sejumlah menteri ekonomi
lainnya, termasuk Menkeu Sri Mulyani
dan Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziah.
9 Kalau kita perhatikan betul pernyataan- Dikeluarkan Verba mental
pernyataan yang dikeluarkan oleh
Menko Pereko nomian Airlangga
Hartarto, Menko Kemaritiman dan
Sumber Daya Luhut B Panjaitan, serta
sejumlah menteri ekonomi lainnya,
termasuk Menkeu Sri Mulyani dan
Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziah.
10 Ini adalah kalimat yang sering kali Disebutkan Verba material
disebutkan oleh para menteri dan para
pebisnis ketika mereka membicarakan
UU Cipta Kerja.
11 Ini adalah kalimat yang sering kali Membicarakan Verba material
disebutkan oleh para menteri dan para
pebisnis ketika mereka membicarakan
UU Cipta Kerja.
12 Beda rasa bahasanya dengan kalimat Diucapkan Verba mental
yang kerap diucapkan kelompok
pekerja, buruh, karyawan saat
membahas beleid setebal 1.035 lembar
ini.
13 Beda rasa bahasanya dengan kalimat Membahas Verba material
yang kerap diucapkan kelompok
pekerja, buruh, karyawan saat
membahas beleid setebal 1.035 lembar
ini.
14 Mereka mereka ini lebih sering Bersuara Verba material
bersuara hal yang riil, dekat dengan
kehidupan sehari-hari, terutama dekat
dengan risiko kerja mereka: "Upah",
"Hak cuti", "Libur", "Cuti melahirkan",
"Cuti haid", "Pesangon", "PHK", dan
lainnya.
15 Pemerintah mengatakan, UU Cipta Mengatakan Verba material
Kerja diperlukan untuk memuluskan
investasi pada masa mendatang.
16 Kalau ini disam paikan tanpa ada Menerima Verba mental
pagebluk Covid-19, publik pasti relatif
menerima dengan baik.
17 Namun, dalam kondisi seperti ini, Mengernyitkan Verba material
publik pasti mengernyitkan dahi.
18 Pagebluk Covid-19 masih terus meluas, Meluas Verba material
malah belum ada tren penurunan di
Indonesia, belum juga ditemukan
obatnya, serta ketiadaan vaksin, itu
investasi oleh siapa?
19 Pagebluk Covid-19 masih terus meluas, Penurunan Verba material
malah belum ada tren penurunan di
Indonesia, belum juga ditemukan
obatnya, serta ketiadaan vaksin, itu
investasi oleh siapa?
20 Prediksi tahun depan ekonomi akan Mengalir Verba material
pulih, prediksi daya beli akan kembali,
prediksi investasi akan mengalir deras,
prediksi akan ada belasan investor siap
masuk ke Indonesia, dan lainnya.
21 Benarkah pebisnis lokal ataupun global Masuk Verba material
bersiap masuk pada masa pagebluk ini?
Melihat data-data perekonomian,
seperti pengucuran kredit perbankan,
rencana investasi, survei konsumen,
ataupun survei kondisi perekonomian,
rasanya belum
22 Semua sedang menunggu kapan Menunggu Verba material
pagebluk ini reda.
23 Benarkah pebisnis bersiap investasi Berharap Verba mental
tahun depan? Tentu kita berharap
demikian.
24 Kelompok bisnis sepanjang tahun ini Menjerit Verba material
kita tahu menjerit meminta pertolongan
kepada pemerintah agar usaha mereka
bisa bertahan.
25 Kelompok bisnis sepanjang tahun ini Meminta Verba material
kita tahu menjerit meminta pertolongan
kepada pemerintah agar usaha mereka
bisa bertahan.
26 Bertahan dari keharusan membayar Membayar Verba mental
kredit usaha, merestrukturisasi,
bertahan membayar gaji karyawan
sementara omzet menurun, bertahan
terhadap rendahnya daya beli.
27 Bertahan dari keharusan membayar Merestrukturisasi Verba mental
kredit usaha, merestrukturisasi,
bertahan membayar gaji karyawan
sementara omzet menurun, bertahan
terhadap rendahnya daya beli.
28 Yang harus mereka lakukan pertama Memulihkan Verba material
kali adalah memulihkan situasi
usahanya dulu.
29 Proses bisa memakan waktu berbulan- Memakan Verba material
bulan.
30 Jelas sekali implementasi UU ini di Terwujud Verba material
lapangan belum akan terwujud dalam
waktu dekat.

Anda mungkin juga menyukai